Beruflich Dokumente
Kultur Dokumente
Abstract: This experimental study tests the effects on budgetary slack of two potential
variables, they are incentive’s methods and personal responsibility. The methods consist of
incentives slack inducing and truth inducing method. We divide personal responsibility of
participants into two conditions: low and high. By using ANOVA, we test the interaction of the
both. There are 58 accounting students as participant in this experiment. They translate alphabetic
letters into numbers by using a decoding key. Performance is measured as the number of symbols
correctly decoded then it is compared with the target determined before.
The results can be used by management in determining policies that eliminate budgetary slack. It
shows that the group with truth- inducing and low personal responsibility create the highest
budgetary slack and differ from the three other experimental groups. Nevertheless, These results
differ from the previous studies Hobson et al., (2011) and Nugrahani (2005) that the truth-inducing
incentive method produces a smaller budgetary slack.
1. Pendahuluan
Ada dua metode yang digunakan dalam menilai kinerja individu dikaitkan dengan target/anggaran
yang disusunnya. Metode tersebut meliputi metode slack inducing dan metode truth inducing (Nugrahani,
Pengaruh Kompensasi dan Asimetri Informasi Pada Kesenjangan Anggaran, 2005). Metode slack
inducing, dalam prakteknya, bertujuan untuk memotivasi subordinate/bawahan untuk menciptakan
slack dalam anggaran dengan membayar bonus/insentif untuk kinerja mereka yang melampaui
anggaran. Dengan demikian, metode slack inducing memungkinkan bawahan mengaktifkan
penalaran moralnya sehingga berfokus pada konflik antara kepentingan pribadi mereka dengan
keharusan mereka untuk membuat anggaran yang jujur. Sedangkan metode truth inducing bekerja
sebaliknya, karena metode ini memiliki kemungkinan kecil untuk dapat mengaktifkan penalaran moral
bawahan
Den gan m e ngi nter ak sikan f aktor tangg u ng jaw ab ya ng dim iliki indi vid u
denga n m eto de pem b er ian insentif , dihar apkan di per oleh m anf a at pr aktis m eng enai
kom binasi ya ng m a m pu m ene kan ter jadin y a budg etary slack . S elain itu, peng uk ur an
bud getary slack de ngan pe nde katan ek sper im en kali ini dihar apka n m am pu
m em ber ikan uk ur an nyata diban din gka n penelitia n sebelu m n y a yang um u m n ya
m eng gu naka n instr um en peng uk ur an yang d ikem ba ng kan ole h ( D unk, 19 93)
2.3 Insentif
Insentif adalah semua pendapatan berbentuk uang, barang langsung, atau tidak langsung yang
diterima oleh pegawai sebagai imbalan atas jasa yang diberikan atas suatu organisasi atau perusahaaan
(Hasibuan, 2001). Menurut Handoko (2002) insentif adalah perangsang yang ditawarkan kepada
karyawan untuk melaksanakan kerja sesuai atau lebih tinggi dari standar-standar yang telah
ditetapkan. Sementara itu, Panggabean (2002) menyatakan bahwa insentif adalah kompensasi yang
mengaitkan gaji dengan produktivitas.
3. Metodologi Penelitian
Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode eksperimen.
Penelitian eksper im en m er upakan suatu penelitian yang bertujuan untuk melihat
perubahan pada suatu kondisi yang dikontrol secara ketat. Partisipan eksperimen terdiri dari
mahasiswa S1 Universitas Bengkulu yang telah mengikuti dan lulus matakuliah Penganggaran
Perusahaan.
Keterangan :
BS1: Budgetary slack dengan perlakuan slack inducing dan tanggung jawab personal rendah.
BS2: Budgetary slack dengan perlakuan truth inducing dan tanggung jawab personal rendah.
BS3: Budgetary slack dengan perlakuan slack inducing dan tanggung jawab personal tinggi.
BS4: Budgetary slack dengan perlakuan truth inducing dan tanggung jawab personal tinggi.
Skenario Eksperimen
Partisipan berperan sebagai subordinat (bawahan) dan peneliti sebagai atasan. Penelitian
eksperimen ini dibagi menjadi 7 tahap. Tahapan eksperimen mengikuti tahapan penelitian yang dilakukan
oleh Nugrahani (2005) dan tugas produksi berupa penerjemahan huruf ke dalam angka (Puspita, 2014).
Tahapan prosedur eksperimen penelitian ini adalah sebagai berikut,
1) Peneliti memberikan pengarahan kepada partisipan bagaimana mengerjakan “penerjemahan huruf
ke dalam angka” kurang lebih selama 5 menit. Dalam proses pengarahan ini, partisipan diberi
informasi bahwa dalam eksperimen ini partisipan berperan sebagai bawahan dan peneliti sebagai
atasan.
2) Partisipan dibagi menjadi dua kelompok yaitu kelompok pertama dengan metode truth inducing dan
kelompok kedua dengan metode slack inducing.
3) Selanjutnya partisipan juga diinformasikan atas besarnya insentif yang akan diterima sesuai dengan
metode yang ditetapkan.
4) Latihan percobaan tugas produksi, setiap partisipan melakukan percobaan terlebih dahulu
mengerjakan “penerjemahan huruf ke dalam angka” selama 2 menit. Ini dilakukan untuk
menentukan target produksi dari masing-masing partisipan sesuai dengan kemampuan mereka.
5) Partisipan diminta melakukan tugas produksi 1 sesuai target produksi dari masing-masing partisipan
yang dicapai pada latihan percobaan sebelumnya, selama 4 menit. Rata-rata dari hasil tugas
produksi 1 digunakan untuk menetapkan standar jumlah produksi yang diinginkan atasan/peneliti.
6) Partisipan diminta melakukan tugas produksi 2 selama 4 menit. Hasil tahap ini dan tahap keempat
digunakan untuk mengukur potensi produksi bawahan (expected performance).
7) Partisipan diminta mengerjakan tugas produksi 3 selama 4 menit. Hasilnya digunakan untuk
mengukur hasil produksi yang sesungguhnya sehingga atasan dapat mengukur budgetary slack
dengan menggunakan rumus yang digunakan oleh Nugrahani dan Sugiri (2004), yaitu dengan
menghitung hasil produksi yang sesungguhnya dikurangi dengan anggaran atau usulan produksi,
kemudian dibagi dengan expected performance.
8) Partisipan diminta mengisi kuesioner nilai tanggung jawab personal.
Dalam penelitian Budgetary Slack diukur dengan menggunakan rumus di atas dimana hasil tugas
3 yang dapat dilakukan dengan benar oleh partisipan dikurangi dengan target tugas yang ditentukan oleh
partisipan. Hasil tersebut dibagi dengan expected performance. Dimana expected performance merupakan
hasil dari rata-rata tugas 1 dan 2 yang dilakukan dengan benar oleh partisipan.
3.2.2. Insentif
Para partisipan akan dibentuk menjadi dua kelompok dan ditempatkan secara acak pada salah
satu kondisi dari kedua metode tersebut. Setengah dari partisipan akan diberi treatment metode
insentif truth inducing dimana partisipan akan menerima gaji tetap sebesar Rp 10.000 ditambah
dengan bonus/insentif sebesar Rp 1.000 per unit, jika hasil aktual produksi sama dengan target anggaran
produksi. Jika aktual produksi di bawah target anggaran produksi, maka gaji tetap akan dikurangi
sebesar Rp 1.500, dan jika m elebihi tar get anggaran pr oduksi akan memperoleh insentif
sebesar Rp 500. Rumus metode penghitungan insentif truth inducing adalah sebagai berikut:
Pada metode slack inducing , par a partisipan akan dibayar dengan gaji tetap
ditambah bonus insentif untuk aktual produksi yang melampaui target anggaran. Rumus
penghitungan insentif slack inducing adalah sebagai berikut:
jika A > B, maka P = Rp 10.000 + {Rp 1.000 x (A – B)}
jika A ≤ B , maka P = Rp 10.000
Keterangan :
P = Reward yang diterima oleh bawahan
A = Aktual produksi
B = Target produksi yang ditetapkan
Gaji tetap = Rp 10.000
Insentif (bonus) = Rp 1.000
3.2.3. Tanggung Jawab Personal
Dalam penelitian ini tanggung jawab personal diukur dengan memberikan kuesioner yang
terdiri atas nilai-nilai personal dengan respon skala 1 sampai 7. Partisipan diminta untuk memilih
(melingkari) skala angka 1 hingga 7 yang paling sesuai mendeskripsikan bahwa nilainilai personal
memandu prilakunya. Respon terhadap pernyataan yang berkisar antara 1 yang berarti “sama sekali
tidak mengarah pada perilaku subyek” sampai 7 “selalu mengarah ke perilaku subyek” (Brown
dan Crare, 1996).
Hipotesis 1 (H1) pada penelitian ini yaitu insentif mempengaruhi budgetary slack. Pada tabel
2 pengujian two way Anova, variabel independen insentif menunjukkan nilai signifikansi (Sig.) 0,001.
Apabila nilai signifikansi (Sig.) < 0,05 (Alfa)= Signifikan. Hasil pengujian membuktikan bahwa
insentif berpengaruh signifikan terhadap budgetary slack sehingga hipotesis 1 (H1) diterima.
Sebaliknya, pada tabel 2 pengujian two way Anova variabel i n d e p e n d e n t a n g g u n g j a w a b
p e r s o n a l menunjukkan nilai signifikansi (Sig.) 0,484 atau > 0, 05 ( tidak signif ika n) . Ha l
ini ber ar ti tanggung jawab personal tidak berpengaruh terhadap budgetary slack, sehingga hipotesis
2 (H2) ditolak.
Pada tabel 2 juga menunjukkan interaksi Tanggung Jawab Personal dan Insentif memiliki
nilai signifikansi (Sig.) 0,02. Apabila nilai signifikansi (Sig.) < 0,05 (Alfa)= signifikan. Hal ini
menunjukkan interaksi Tanggung Jawab Personal dan Insentif memiliki pengaruh terhadap Budgetary
Slack secara signifikan karena nilai sebesar 0,02 < 0,05. Hal ini berarti interaksi antara variabel
tanggung jawab personal dan skema insentif memiliki pengaruh signifikan terhadap budgetary
slack. Selanjutnya hasil pengujian hipotesis H3a dan H3b ditunjukkan melalui tabel 3 berikut ini.
tanggung jawab personal rendah akan melakukan budgetary slack lebih besar bila atasan memotivasi
melalui insentif truth inducing. Kelompok Tanggung Jawab Personal R e n d a h d a l a m s k e m a
s l a c k i n d u c i n g menunjukkan nilai sebesar 0,34 (0,412) lebih rendah dari kelompok yang lain.
Hal ini berarti bawahan dengan tanggung jawab rendah akan melakukan budgetary slack lebih kecil
jika atasan memotivasi melalui skema insentif slack inducing.
Meskipun secara statistik hasil pengujian menunjukkan nilai yang signifikan, namun
hipotesis 3 ditolak. Hipotesis 3 (H3) terdiri dari 2 hipotesis yaitu pertama, hipotesis H3a menyatakan
bahwa bawahan dengan tanggung jawab personal rendah dalam skema insentif slack inducing akan
melakukan budgetary slack lebih besar dibandingkan bawahan dengan tanggung jawab
personal rendah dalam skema insentif truth inducing. Pada tabel 3 menunjukkan nilai mean
tanggung jawab personal dalam skema slack inducing sebesar 0.34 (< mean 0,88 tanggung
jawab personal dalam skema truth inducing) sehingga hipotesis H3a ditolak. Demikian pula dengan
hipotesis H3b, bawahan dengan tanggung jawab personal tinggi dalam skema insentif truth
inducing akan melakukan budgetary slack lebih kecil dibandingkan bawahan dengan tanggung
jawab personal tinggi dalam skema insentif slack inducing. Tabel 3 justru menunjukkan nilai mean
tanggung jawab personal dalam skema truth inducing sebesar 0,73 (> 0,62 yang merupakan
mean tanggung jawab personal dalam skema slack inducing) sehingga hipotesis H3b ditolak.
4.2. Diskusi
Hipotesis 1
Berdasarkan hasil uji two way Anova menunjukkan bahwa pemberian insentif
berpengaruh secara signifikan terhadap budgetary slack.Ini menunjukkan
b a h w a partisipan/bawahan cenderung melakukan budgetary slack untuk memperoleh insentif.
Teori kontijensi menjelaskan bahwa tidak ada rancangan atau sistem pengendalian yang benar-benar
tepat untuk sebuah organisasi, namun menyesuaikan dengan kondisi situasional organisasi
tersebut. Skema insentif mungkin bukan satu-satunya jalan untuk menghindari budgetary slack,
namun dalam penelitian ini skema insentif dapat digunakan oleh
perusahaan/organisasi untuk memperkecil peluang bawahan melakukan budgetary slack.
Hasil uji hipotesis ini menunjukkan bahwa budgetary slack dapat dihindari melalui
kebijakan/skema pemberian insentif yang dibuat oleh manajer perusahaan. Sebaliknya jika
perusahaan tidak memberlakukan sistem insentif atau tidak mendesain skema insentif dengan baik,
justru akan menimbulkan peluang terjadinya slack. Dibandingkan metode Truth Inducing,
penerapan metode Slack Inducing mampu menekan terjadinya budgetary slack pada proses
penyusunan anggaran. Meskipun hal ini tidak sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan Hobson
et al. (2011) yang justru menunjukkan metode slack inducing membuka peluang bawahan melakukan
budgetary slack yang lebih besar, namun hasil ini menunjukkan adanya bahwa memang metode
pemberian insentif mampu dijadikan instrumen bagi atasan untuk mengendalikan terciptanya
budgetary slack.
Hipotesis 2
Hasil pada tabel 2 menunjukkan bahwa nilai variabel tanggung jawab personal
berada di atas signifikansi. Hal ini berarti bahwa tanggung jawab personal tidak berpengaruh
terhadap budgetary slack. Hal ini tidak konsisten dengan penelitian Stevens (2002), yang memberikan
bukti bahwa terdapat hubungan negatif antara nilai-nilai personal (tanggung jawab dan kebenaran) dengan
budgetary slack. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada individu yang memiliki tanggung jawab lebih
tinggi, justru menciptakan budgetary slack yang lebih besar. Dengan demikian, hasil ini juga tidak sejalan
dengan penelitian Douglas (2002). Douglas (2002) menyatakan bahwa terdapat hubungan negatif
antar a tanggung jawab personal dengan budgetary slack (Douglas, 2002). Artinya semakin tinggi
tanggung jawab seorang karyawan semakin sedikit budgetary slack yang dilakukan, sebaliknya
semakin rendah tanggung jawab personal maka semakin besar budgetary slack yang dilakukan. Hal
ini mengindikasikan kemungkinan adanya faktor lain yang berpengaruh terhadap penciptaan budgetary
slack, misalnya self esteem sebagaimana yang pernah diteliti Nugrahani (2004).
dibandingkan kelompok tanggung jawab personal tinggi dengan skema insentif slack inducing. Hasil
ini menunjukkan bahwa karyawan dengan tanggung jawab personal tinggi di bawah skema insentif
truth inducing melakukan budgetary slack lebih besar dibandingkan dengan karyawan dengan
tanggung jawab personal tinggi di bawah skema insentif slack inducing.
Hipotesis H3b menyatakan bahwa interaksi antara tanggung jawab personal tinggi dan
skema insentif truth inducing akan menghasilkan slack lebih kecil. Namun hasil penelitian
ini menyatakan sebaliknya, yaitu interaksi antara tanggung jawab personal tinggi dan skema truh
inducing justru menghasilkan slack yang lebih besar. Hal ini dibuktikan dengan partisipan dengan
tanggung jawab personal rendah melakukan slack yang lebih besar, baik dalam skema truth
inducing maupun slack inducing.
Kedua hasil hipotesis menjelaskan bahwa ada interaksi yang kuat antara tanggung jawab
personal dan skema insentif, meski nilai yang dihasilkan berkebalikan dengan hipotesis. Hal ini dapat
dijelaskan bahwa kelompok partisipan tanggung jawab personal dalam skema insentif truth
inducing lebih termotivasi untuk mencapai target yang telah ditetapkan dibandingkan kelompok
partisipan dengan tanggung jawab personal dalam skema slack inducing. Motivasi ini timbul
dikarenakan dalam skema insentif truth inducing terdapat penalty yang akan dikenakan bagi partisipan
yang tidak dapat mencapai target produksi.
Sedangkan pada kelompok tanggung jawab personal dalam skema slack inducing tidak
termotivasi untuk bertanggung jawab secara personal mencapai target atau bahkan melebihi target
karena merasa cukup/puas berada di bawah skema slack inducing. Dalam skema slack inducing
baik target tercapai maupun tidak, partisipan tetap mendapatkan gaji tetap secara penuh. Hal ini
selaras dengan teori Maslow yang berpendapat bahwa ketika kebutuhan secara substansial terpuaskan
maka hal itu tidak lagi memotivasi seseorang. Karyawan cukup puas dengan gaji tetap yang
diperoleh, sehingga tidak perlu berusaha mencapai target atau bahkan melebihi target untuk
memperoleh bonus.
Selanjutnya pada tabel 3 nilai mean untuk kelompok truth inducing dengan tanggung jawab
personal rendah lebih besar dibandingkan tiga kelompok yang lain. Hal ini menunjukkan bahwa
kelompok partisipan tanggung jawab rendah dalam skema truth inducing menghasilkan budgetary
slack yang lebih besar dibandingkan kelompok yang lain. Artinya karyawan dengan tanggung jawab
personal rendah melakukan budgetary slack yang lebih besar.
5. Kesimpulan
Hasil analisis data dalam penelitian ini mengidentifikasi beberapa hal, yaitu skema
insentif memang mempengaruhi terjadinya budgetary slack. Artinya metode insentif yang
ditetapkan dalam sebuah organisasi berpengaruh terhadap besar atau kecil budgetary slack yang
terjadi. Metode pemberian Insentif yang dirancang dengan baik oleh manajemen akan memperkecil
peluang terjadinya budgetary slack. Namun sebaliknya, faktor personal yang diteliti kali ini, yaitu
tanggung jawab, tidak terbukti berp e n g a r u h t e r h a d a p b u d g e t a r y s l a c k . M e s k i d e m i k i a n ,
ketika faktor personal tersebut diinteraksikan dengan faktor organisasional
(metode pemberian insentif), maka interaksi tersebut menunjukkan pengaruh
yang signifikan.
Hal yang menarik adalah ketika hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa skema truth inducing
justru menciptakan budgetary slack yang lebih besar dari pada skema slack inducing. Hal ini berbeda
dengan penelitian sebelumnya. Skema insentif truth inducing membuat partisipan melakukan
slack yang lebih besar karena mereka tidak ingin mendapat penalty yang berlaku pada sistem
insentif truth inducing. Kecenderungan partisipan ini dapat mendorong penelitian lanjutan dengan
mempertimbangkan karakter personal dalam menghadapi risiko yang diterimanya (risk averse).
Pengaruh skema pemberian insentif terhadap penciptaan budgetary slack ini dapat memberikan
kontribusi bagi manajemen dalam menentukan kebijakan pemberian insentif yang mampu mengurangi
perilaku tidak etis dalam setiap penyusunan anggaran dan menjadikannya sebagai bagian dari
manajemen risiko. Manajemen juga hendaknya berfokus pada karakter personal individu di luar karakter
tanggung jawab itu sendiri. Hal ini dikarenakan faktor tanggung jawab ternyata bukan menjadi faktor
penyebab terciptanya budgetary slack dalam eksperimen kali ini.
Penelitian kali ini terbatas hanya pada faktor organisasional dan individual dan belum
memperhatikan faktor lain yang mungkin berpengaruh terhadap timbulnya budgetary slack.
Untuk penelitian mendatang dapat dilakukan menguji faktor lain yang mungkin berpengaruh
seperti faktor lingkungan (environmental) seperti budaya organisasi dan nilai-nilai atau pandangan yang
dianut masyarakat terhadap budgetary slack itu sendiri.
DAFTAR PUSTAKA
Baerdemaeker, J. D., & Bruggeman, W. (2015). The impact of participation in strategic planning on
managers’creation of budgetary slack: The mediating role of autonomous motivation and affective
organisational commitment. Management Accounting Research 29 (2015) , 1-12.
Brown, D., & Crace, R. K. (2015, Maret 11). Life Value Inventory. Diambil kembali dari Pinnowedna 1996:
Pinnowedna@charter.net
Brownell, P. (1982). The Role of Accounting Data in Performance Evaluation, Budgetary Participation,
and Organizational Effectiveness. Journal of Accounting Research, 20 (1), 12-27.
Chow, C. W., Cooper, J. C., & Haddad, K. (1991). The Effect of Pay Schemes and Ratchets on Budgetary
Slack and Performance: A Multiperiod Experiment. Accounting, Organization dan Society, Vol.16
No.1, 47-60.
Douglas, P. C., & Wier, B. (2000). Integrating Ethical Dimensions into A Model Budgetary Slack Creation.
Journal of Business Ethics, 28, 267-277.
Dunk, A. (1993). The Effect of Budget Emphasis and Information Asymmetry on The Relation between
Budgetary Participation and Slack. The Accounting Review, 68, 400-410.
Falikhatun. (2007). Interaksi Informasi Asimetri, Budaya Organisasi, dan Group. Simposium Nasional
Akuntansi X (hal. ASPP-01). Makassar: Ikatan Akuntan Indonesia.
Handoko, T. (2002). Manajemen Personalia dan Sumber Daya Manusia. Yogyakarta: BPFE Yogyakarta.
Hasibuan, M. S. (2001). Manajemen Sumber Daya Manusia. Yogyakarta: BPFE Yogyakarta.
Haskins, R. (2015, Maret 11). BROOKINGS Education. Diambil kembali dari The Squence of Personal
Responsibility: http://www.brookings.edu/research/articles/2009/07/09-reponsibility-haskins
Hobson, J. L., Mellon, M. J., & Steven, D. E. (2011). Determinants of Moral Judgments Regarding
Budgetary Slack: An Experimental of Pay Scheme and Personal Value. Behavioral Research in
Accounting Vol.23 No.1, 87-107.
Maskun, A. (2009). Analisis Faktor Etika, Budaya Birokrasi, Tekanan Sosial dan Kapasitas Individu
terhadap Budgetary Slack. Jurnal Aplikasi Manajemen, vol.7, no.1.
Mergler, A. (2007). Personal Responsibility: The Creation, Implementation, and Evaluation of A School-
based Program.
Nugrahani, T. (2004). Pengaruh Reputasi, Etika, dan Self-Esteem terhadap Budgetary Slack. Jurnal
Ekonomi dan Bisnis Indonesia Vol.19 No.4, 375-388.
Nugrahani, T. (2005). Pengaruh Kompensasi dan Asimetri Informasi Pada Kesenjangan Anggaran.
Simposium Nasional Dies UGM . Yogyakarta: FE UGM.
Otley, D. (1999). Performance Management A Framework for Management COntrol Systems Research.
Management Accounting Research Vol.10 (4), 363-382.
Panggabean, M. (2002). Manajemen Sumber Daya Manusia. Bogor: Ghalia Indonesia.
Puspita, L. M. (2014). Motivasi, Insentif Moneter dan Kinerja. Simposium Nasional Akuntansi. Mataram:
Ikatan Akuntan Indonesia.
Puspita, L., Khoiriyah, R., & Fuada, L. (2015). Pengaruh Nilai Personal terhadap Budgetary Slack.
Simposium Nasional Akuntansi XVIII. Medan: Ikantan Akuntan Indonesia.
Siagian, S. P. (2002). Teori Pengembangan Organisasi, Manajemen Sumber Daya Manusia. Jakarta: Bumi
Aksara.
Steven, D. E. (2002). The Effect of Reputation and Ethics on Budgetary Slack. Journal of Management
Accounting Research, 153-171.
Stevens, D., & A., T. (2010). A Moral Solution to The Moral Hazard Problem. Accounting Organization
anf Society 35 (2010), 125-139.
Young, S. M. (1985). Partisipative Budgeting: The Effects of Risk Aversion and Assymetric Information
on Budgetary Slack. Journal of Accounting Research, Vol.23 No.2, 830-842.
Yuhertiana, I. (2003). Agency Theory dalam Proses Perencanaan Anggaran Sektor Publik. Kompak: Jurnal
Akuntansi Manajemen dan SIstem Informasi, Edisi September-Desember.
APPENDIKS
SESI KERJA PENERJEMAHAN HURUF KE DALAM ANGKA
Jika rangkaian huruf yang terdapat dalam kolom huruf Anda terjemahkan ke dalam angka yang sesuai
dengan kode yang telah ditentukan, bagaimana hasil penjumlahan angka tersebut?
No Code Huruf Penjumlahan Hasil
1 A TKLM
2 B YTKL
3 C BLKN
4 A YTDR
5 A LKJHG
6 B DGH
7 C TYSW
8 B ZLKHB
9 A ORTM
10 B FADE
dst...