Sie sind auf Seite 1von 18

Insentif, Tanggung Jawab Personal dan Budgetary Slack

PENGARUH PEMBERIAN INSENTIF DAN


TANGGUNG JAWAB PERSONAL TERHADAP
BUDGETARY SLACK

Jenis Sesi Paper: Full paper

Lisa Martiah Nila Puspita Bima Andriansyah


Universitas Bengkulu Universitas Bengkulu
lmnpuspita@gmail.com Andriansyahbima12@yahoo.co.id

Abstract: This experimental study tests the effects on budgetary slack of two potential
variables, they are incentive’s methods and personal responsibility. The methods consist of
incentives slack inducing and truth inducing method. We divide personal responsibility of
participants into two conditions: low and high. By using ANOVA, we test the interaction of the
both. There are 58 accounting students as participant in this experiment. They translate alphabetic
letters into numbers by using a decoding key. Performance is measured as the number of symbols
correctly decoded then it is compared with the target determined before.
The results can be used by management in determining policies that eliminate budgetary slack. It
shows that the group with truth- inducing and low personal responsibility create the highest
budgetary slack and differ from the three other experimental groups. Nevertheless, These results
differ from the previous studies Hobson et al., (2011) and Nugrahani (2005) that the truth-inducing
incentive method produces a smaller budgetary slack.

Keywords: budgetary slack, incentives, responsibility

Simposium Nasional Akuntansi XX, Jember, 2017 1


Insentif, Tanggung Jawab Personal dan Budgetary Slack

1. Pendahuluan

Penelitian tentang budgetary slack telah lama dilakukan dengan mempertimbangkan


beberapa faktor dari berbagai sudut pandang. Budgetary slack merupakan kecenderungan
seorang manajer saat diberi kesempatan berpartisipasi menyusun anggaran, untuk melakukan
underestimate revenue atau overestimate expenditure. Tujuan manajer melakukan budgetary
slack sebenarnya adalah untuk melindungi eksistensi kinerja operasional mereka pada periode
mendatang. Hal ini dilakukan melalui dua cara, yaitu merendahkan anggaran pendapatan dari
kapasitas (kemampuan) yang sesungguhnya agar mudah dicapai dan meninggikan anggaran
biaya supaya semua pengeluaran yang direncanakan dapat teratasi.
Perkembangan penelitian sejak tahun 1973 mengenai budgetary slack, lebih banyak
berorientasi pada faktor organisasional dan individual. Aspek organisasional yang diteliti
tersebut antara lain meliputi partisipasi anggaran (Baerdemaeker & Bruggeman, 2015),
budaya organisasi (Falikhatun, 2007), reputasi (Steven, 2002), asimetri informasi (
(Young, 1985); (Falikhatun, 2007)) dan sistem kompensasi (Chow, Cooper, & Haddad, 1991).
Sementara itu, faktor individual yang dimaksud antara lain kapasitas dan nilai-nilai yang dianut seorang
individu ( (Hobson, Mellon, & Steven, 2011); (Puspita, Khoiriyah, & Fuada, 2015); (Maskun, 2009)), etika
( (Steven, 2002); (Douglas & Wier, 2000); (Maskun, 2009)) dan self esteem (Falikhatun, 2007). Selama
budgetary slack dianggap sebagai sesuatu hal yang tidak etis, pemahaman tentang faktor yang berpengaruh
terhadap timbulnya budgetary slack menjadi penting karena dapat membantu manajer tingkat atas
menentukan treatment yang tepat dalam mengurangi budgetary slack itu sendiri.
Puspita et al (2015) meneliti tentang faktor-faktor dari sisi individu yang mempengaruhi terjadinya
budgetary slack. Penelitian tersebut belum melibatkan faktor untuk diteliti secara bersamaan. Untuk itu,
penelitian kali ini mencoba untuk menguji interaksi keduanya, dimana faktor individu merupakan sifat
inheren yang ada pada individu yang terlibat dalam penyusunan anggaran, dan faktor organisasional berupa
sebuah sistem yang dirancang sedemikian rupa oleh manajemen.
Faktor individual dalam penelitian ini berfokus pada tanggung jawab personal. Dalam
kaitannya dengan penganggaran partisipatif, manajer/bawahan secara personal akan merasa
bertanggung jawab terhadap anggaran yang telah dibuat. Semakin tinggi keterlibatan individu dalam
hal ini manajer tingkat bawah, maka semakin tinggi pula tanggung jawab personal mereka untuk
melaksanakan keputusan yang dihasilkan bersama tersebut (Brownell, 1982) . Untuk itu,
penelitian kali ini m enguji pengar uh langsung tanggung jawab personal terhadap
budgetary slack .
Dari sisi organisasional, sistem pemberian insentif merupakan salah satu sarana untuk

Simposium Nasional Akuntansi XX, Jember, 2017 2


Insentif, Tanggung Jawab Personal dan Budgetary Slack

memotivasi individu di dalamnya. Perusahaan menyakini bahwa sistem reward pada


umumnya dan sistem insentif pada khususnya, dapat mempengaruhi kinerja (prestasi kerja)
(Puspita, 2014) individu. Perusahaan memberikan insentif dengan tujuan agar bawahan dapat
menunjukkan prestasi, diantaranya dalam pencapaian target anggaran yang ditetapkannya.
Selain itu, banyak bawahan lebih menyukai dan meyakini bahwa bayaran mereka dikaitkan
dengan prestasi kerja masing-masing.
Hal ini menimbulkan kepercayaan di kalangan manajer tingkat menengah/bawah,
bah wa denga n m encapai anggar an yang ditentukan, kinerja mereka akan dinilai baik oleh atasan.
Untuk itu para manajer yang terlibat dalam penyusunan anggaran akan melakukan
underestimate revenue , yaitu ber usaha menetapkan anggaran dengan target pendapatan yang
rendah, agar upaya yang mereka lakukan nantinya tidak perlu optimal. Atau para manajer akan
melakukan overestimate expenditure yaitu menentukan biaya yang tinggi dalam anggaran agar
pemborosan yang terjadi selama proses pencapaian target anggaran, baik disengaja maupun tidak,
tetap dapat ditolerir oleh atasan. Penilaian baik oleh atasan ini akan selanjutnya berujung dengan
penghargaan dan imbalan kepada para manajer melalui pemberian insentif.

Ada dua metode yang digunakan dalam menilai kinerja individu dikaitkan dengan target/anggaran
yang disusunnya. Metode tersebut meliputi metode slack inducing dan metode truth inducing (Nugrahani,
Pengaruh Kompensasi dan Asimetri Informasi Pada Kesenjangan Anggaran, 2005). Metode slack
inducing, dalam prakteknya, bertujuan untuk memotivasi subordinate/bawahan untuk menciptakan
slack dalam anggaran dengan membayar bonus/insentif untuk kinerja mereka yang melampaui
anggaran. Dengan demikian, metode slack inducing memungkinkan bawahan mengaktifkan
penalaran moralnya sehingga berfokus pada konflik antara kepentingan pribadi mereka dengan
keharusan mereka untuk membuat anggaran yang jujur. Sedangkan metode truth inducing bekerja
sebaliknya, karena metode ini memiliki kemungkinan kecil untuk dapat mengaktifkan penalaran moral
bawahan
Den gan m e ngi nter ak sikan f aktor tangg u ng jaw ab ya ng dim iliki indi vid u
denga n m eto de pem b er ian insentif , dihar apkan di per oleh m anf a at pr aktis m eng enai
kom binasi ya ng m a m pu m ene kan ter jadin y a budg etary slack . S elain itu, peng uk ur an
bud getary slack de ngan pe nde katan ek sper im en kali ini dihar apka n m am pu
m em ber ikan uk ur an nyata diban din gka n penelitia n sebelu m n y a yang um u m n ya
m eng gu naka n instr um en peng uk ur an yang d ikem ba ng kan ole h ( D unk, 19 93)

Simposium Nasional Akuntansi XX, Jember, 2017 3


Insentif, Tanggung Jawab Personal dan Budgetary Slack

2. Kerangka Teori dan Pengembangan Hipotesis


2.1 Teori Kontijensi
Teori kontijensi menyatakan bahwa tidak ada rancangan dan sistem pengendalian yang dapat
diterapkan secara efektif untuk semua kondisi organisasi, namun sistem pengendalian tertentu
hanya efektif untuk kondisi atau organisasi tertentu (Otley, 1999). Pendekatan kontijensi pada
akuntansi manajemen didasarkan pada premis bahwa tidak ada sistem akuntansi manajemen
yang secara universal selalu dapat diterapkan pada seluruh organisasi dalam setiap keadaan, akan tetapi
sistem akuntansi manajemen juga tergantung pada faktor-faktor situasional yang ada dalam organisasi
tersebut.
Pendekatan kontijensi ini, memungkinkan adanya variabel-variabel lain yang mempengaruhi
budgetary slack. Faktor kontijensi yang dipilih dalam penelitian ini adalah pemberian insentif dan
tanggung jawab personal sebagai variabel independen yang mempengaruhi variabel dependen
budgetary slack.

2.2 Budgetary Slack


Budgetary Slack adalah selisih antara jumlah anggaran yang diajukan oleh bawahan dan jumlah
estimasi terbaiknya yang diciptakan supaya bawahan lebih mudah mencapai target anggaran
(Nugrahani, Pengaruh Kompensasi dan Asimetri Informasi Pada Kesenjangan Anggaran, 2005).
Budgetary slack merupakan kecenderungan yang dilakukan oleh manajer menengah ketika diberi
kesempatan untuk berpartisipasi dalam menyusun anggaran, biasanya dengan mengecilkan
kemampuan memperoleh pendapatan atau melebih-lebihkan kebutuhan akan sumber daya. Hal ini
dilakukan karena anggaran digunakan sebagai dasar penilaian kinerja manajer divisi,
sehingga untuk memudahkan tingkat pencapaiannya mereka akan melakukan budgetary slack
(Yuhertiana, 2003).

2.3 Insentif

Insentif adalah semua pendapatan berbentuk uang, barang langsung, atau tidak langsung yang
diterima oleh pegawai sebagai imbalan atas jasa yang diberikan atas suatu organisasi atau perusahaaan
(Hasibuan, 2001). Menurut Handoko (2002) insentif adalah perangsang yang ditawarkan kepada
karyawan untuk melaksanakan kerja sesuai atau lebih tinggi dari standar-standar yang telah
ditetapkan. Sementara itu, Panggabean (2002) menyatakan bahwa insentif adalah kompensasi yang
mengaitkan gaji dengan produktivitas.

Dari berbagai pengertian di at as d ap at d isi m p ul k an b a h wa, i nse nt if merupakan


penghargaan dalam bentuk finansial maupun non-finansial yang diberikan kepada mereka yang

Simposium Nasional Akuntansi XX, Jember, 2017 4


Insentif, Tanggung Jawab Personal dan Budgetary Slack

dapat bekerja melampaui standar yang telah ditentukan.


Jenis-jenis insentif yang diterapkan dapat berbeda oleh perusahaan/organisasi satu dengan lainnya.
Hal ini karena pemberian insentif terdapat bermacam jenis, dan perusahaan menentukan jenis insentif ini
sesuai dengan kemampuan perusahaan dan karakter bawahan yang dimilikinya. Beberapa jenis insentif
menurut Siagian (2007:268) adalah sebagai berikut:
1. Piece Work (upah per output) adalah teknik yang digunakan untuk mendorong kinerja
bawahan berdasarkan hasil kerja bawahan tersebut yang dinyatakan dalam jumlah unit
produksi.
2. Production Bonus (Bonus produksi) merupakan insentif yang diberikan kepada bawahan
yang mampu bekerja sedemikian rupa sehingga tingkat produksi yang baku terlampaui.
3. Commisions (Komisi) adalah bonus yang diterima karena berhasil melaksanakan tugas dan
sering diterapkan oleh para tenaga-tenaga penjualan.
4. Executifes incentives (Insentif Bagi Eksekutif) adalah insentif yang diberikan khususnya
kepada manajer yang memiliki kedudukan tinggi dalam suatu perusahaan, misalnya cicilan
kendaraan bermotor, rumah, dan biaya pendidikan anak.
5. Maturity Curve (Kurva “Kematangan”) adalah insentif yang diberikan kepada
bawahan/tenaga kerja yangkarena masa kerja dan golongan pangkat serta gaji tidak bisa
mencapai pangkat dan penghasilan yang lebih tinggi, misalnya dalam bentuk penelitian
ilmiah atau dalam bentuk beban mengajar yang lebih besar dan sebagainya.
6. Rencana Insentif Kelompok adalah insentif yang diberikan berdasarkan kenyataan bahwa
dalam banyak organisasi, kinerja bukan karena keberhasilan individual melaikan karena
keberhasilan kelompok kerja yang mampu bekerja sebagai suatu tim.

2.4 Tanggung Jawab Personal


Tanggung jawab personal yaitu: kem am puan untuk m engidentif ikasi dan
mengatur pikiran sendiri, perasaan, dan perilaku, bersama dengan kesediaan untuk menahan diri
bertanggung jawab atas pilihan yang dibuat dan akibat sosial dan personal yang dihasilkan dari pilihan
tersebut (Mergler, 2007). Menurut Haskins (2009), tanggung jawab personal adalah kemauan untuk
menerima pentingnya standar yaitu bahwa masyarakat menetapkan perilaku individu dan berusaha dengan
keras untuk hidup dengan standar tersebut. Tanggung jawab personal juga dapat diartikan bahwa ketika
individu gagal untuk memenuhi standar yang diharapkan, mereka tidak mencari-cari faktor lain dari luar
diri mereka (keluarga, rekan, keadaan ekonomi, atau masyarakat) untuk disalahkan.
Tanggung jawab personal (personal responsibility) juga dapat dimaknai sebagai seseorang
yang mampu memantau perilaku pribadinya dan dapat menerima semua
resiko/bertanggung jawab atas pengambilan suatu keputusan. Hal ini dapat tercermin dalam

Simposium Nasional Akuntansi XX, Jember, 2017 5


Insentif, Tanggung Jawab Personal dan Budgetary Slack

pembuatan keputusan dan pemilihan tingkah laku.

2.5 Pengembangan Hipotesis


2.5.1 Sistem Pemberian Insentif dan Budgetary Slack
Stevens (2002) menemukan bahwa pemberian insentif berpengaruh terhadap budgetary slack.
Dalam penelitiannya, Stevens mengungkapkan bahwa insentif yang diberikan melalui metode slack
inducing berpengaruh secara negatif terhadap budgetary slack. Selanjutnya pada tahun Nugrahani (2005)
melakukan penelitian mengenai budgetary slack melalui kompensasi/insentif. Hasilnya menunjukkan
bahwa insentif berpengaruh terhadap budgetary slack. Budgetary slack lebih besar saat bawahan berada di
dalam sistem pemberian insentif dengan menggunakan metode slack inducing.
Hobson et al., (2011) melakukan penelitian mengenai insentif dan nilai personal terhadap
budgetary slack. Hasilnya, insentif finansial berpengaruh terhadap budgetary slack. Insentif berperan
terhadap bawahan dalam membentuk kerangka moral. Bawahan cenderung melakukan budgetary slack saat
mereka melakukan partisipasi anggaran demi memperoleh insentif/bonus. Berdasar kajian teori dan
beberapa hasil penelitian di atas yang berkaitan dengan metode pemberian insentif dan budgetary slack,
maka peneliti pengajuan hipotesis yaitu:
H1: Pemberian insentif mempengaruhi terciptanya budgetary slack.

2.5.2 Tanggung Jawab Personal dan Budgetary Slack


Dalam penelitian Stevens dan Theveranjan (2010), tanggung jawab personal memberikan pengaruh
kepada bawahan untuk menyusun sebuah anggaran yang baik. Penelitian ini memberikan hasil bahwa
bawahan (agen) akan cenderung merasakan disutilitas pada tingkat tertentu (rasa bersalah atau penyesalan)
karena gagal untuk mencapai target yang telah ditetapkan sebelumnya bersama atasan (principal). Hal ini
berarti, jika bawahan memandang bahwa menyusun anggaran yang baik merupakan bagian dari tanggung
jawab personal mereka kepada atasan, mereka akan cenderung menganggap budgetary slack adalah
tindakan yang tidak etis. Selanjutnya, hal ini konsisten dengan penelitian Stevens (2002), yang memberikan
bukti bahwa terdapat hubungan negatif antara nilai-nilai personal (tanggung jawab dan kebenaran) dengan
budgetary slack.
Penelitian Hobson et al., (2011) menunjukkan bahwa rasa tanggung jawab personal yang dimiliki
mempengaruhi penilaian moral atas budgetary slack. Partisipan yang menunjukkan nilai tinggi dalam nilai
tradisional (tanggung jawab dan empati) dari kuesioner JPI-R yang diberikan, cenderung menilai budgetary
slack tidak etis dilakukan. Ketika seseorang menganggap sesuatu merupakan hal yang tidak etis,
seyogyanya ia akan menghindari atau pun menekan kemungkinan terjadinya hal tersebut.
Dengan demikian, hipotesis yang akan diuji kebenarnya dalam penelitian ini adalah:

Simposium Nasional Akuntansi XX, Jember, 2017 6


Insentif, Tanggung Jawab Personal dan Budgetary Slack

H2: Tanggung jawab personal mempengaruhi terciptanya Budgetary slack


2.5.3 Sistem Pemberian Insentif, Tanggung Jawab Personal dan Budgetary Slack
Hobson et al. (2011) melakukan eksperimen dengan membandingkan dua metode pemberian
insentif. Kedua metode tersebut adalah slack inducing dan truth inducing. Menurut mereka, metode
insentif slack inducing memiliki kemungkinan besar untuk mengaktifkan penalaran moral, dalam studi
tersebut difokuskan pada tanggung jawab personal, dibandingkan metode truth inducing, sehingga
karyawan akan berfokus pada konflik antara kepentingan personal mereka dengan kewajiban mereka dalam
menyusun truthfull budget. Stevens dan Thevaranjan (2009) menyatakan, karyawan akan mengalami
tingkat disutilitas (rasa bersalah atau penyesalan) jika gagal dalam mencapai tujuan yang telah disepakati
bersama atasan. Artinya jika karyawan memandang bahwa menyusun anggaran yang baik dan jujur
merupakan bagian dari tanggung jawab mereka, maka mereka akan cenderung melihat budgetary slack
sebagai tindakan yang tidak etis yang seharusnya dihindari atau tidak dilakukan. Maka hipotesis selanjutnya
adalah:
H3a: Karyawan dengan tanggung jawab personal rendah dan dalam skema insentif slack
inducing akan melakukan budgetary slack lebih besar dibandingkan karyawan
dengan tanggung jawab personal rendah dalam skema insentif truth inducing.
H3b: Karyawan dengan tanggung jawab personal tinggi dalam skema insentif truth
inducing akan melakukan budgetary slack lebih kecil dibandingkan karyawan
dengan tanggung jawab tinggi dalam skema insentif slack inducing.

3. Metodologi Penelitian
Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode eksperimen.
Penelitian eksper im en m er upakan suatu penelitian yang bertujuan untuk melihat
perubahan pada suatu kondisi yang dikontrol secara ketat. Partisipan eksperimen terdiri dari
mahasiswa S1 Universitas Bengkulu yang telah mengikuti dan lulus matakuliah Penganggaran
Perusahaan.

3.1. Desain Penelitian


Desain eksperimen yang digunakan dalam penelitian ini adalah desain faktorial 2 X 2.
Variabel bebas diklasifikasikan menjadi pemberian insentif dengan metode slack inducing dan
pemberian insentif dengan metode truth inducing, sedangkan variabel kontrol diklasifikasikan
menjadi tanggung jawab personal tinggi dan tanggung jawab personal rendah.

Simposium Nasional Akuntansi XX, Jember, 2017 7


Insentif, Tanggung Jawab Personal dan Budgetary Slack

Tabel 1 Desain Faktorial 2x2


Sistem Pemberian Insentif
Slack Truth
Inducing Inducing

Tanggung Rendah BS1 BS2


Jawab Personal Tinggi BS3 BS4

Keterangan :
BS1: Budgetary slack dengan perlakuan slack inducing dan tanggung jawab personal rendah.
BS2: Budgetary slack dengan perlakuan truth inducing dan tanggung jawab personal rendah.
BS3: Budgetary slack dengan perlakuan slack inducing dan tanggung jawab personal tinggi.
BS4: Budgetary slack dengan perlakuan truth inducing dan tanggung jawab personal tinggi.

Skenario Eksperimen
Partisipan berperan sebagai subordinat (bawahan) dan peneliti sebagai atasan. Penelitian
eksperimen ini dibagi menjadi 7 tahap. Tahapan eksperimen mengikuti tahapan penelitian yang dilakukan
oleh Nugrahani (2005) dan tugas produksi berupa penerjemahan huruf ke dalam angka (Puspita, 2014).
Tahapan prosedur eksperimen penelitian ini adalah sebagai berikut,
1) Peneliti memberikan pengarahan kepada partisipan bagaimana mengerjakan “penerjemahan huruf
ke dalam angka” kurang lebih selama 5 menit. Dalam proses pengarahan ini, partisipan diberi
informasi bahwa dalam eksperimen ini partisipan berperan sebagai bawahan dan peneliti sebagai
atasan.
2) Partisipan dibagi menjadi dua kelompok yaitu kelompok pertama dengan metode truth inducing dan
kelompok kedua dengan metode slack inducing.
3) Selanjutnya partisipan juga diinformasikan atas besarnya insentif yang akan diterima sesuai dengan
metode yang ditetapkan.
4) Latihan percobaan tugas produksi, setiap partisipan melakukan percobaan terlebih dahulu
mengerjakan “penerjemahan huruf ke dalam angka” selama 2 menit. Ini dilakukan untuk
menentukan target produksi dari masing-masing partisipan sesuai dengan kemampuan mereka.
5) Partisipan diminta melakukan tugas produksi 1 sesuai target produksi dari masing-masing partisipan
yang dicapai pada latihan percobaan sebelumnya, selama 4 menit. Rata-rata dari hasil tugas
produksi 1 digunakan untuk menetapkan standar jumlah produksi yang diinginkan atasan/peneliti.
6) Partisipan diminta melakukan tugas produksi 2 selama 4 menit. Hasil tahap ini dan tahap keempat
digunakan untuk mengukur potensi produksi bawahan (expected performance).

Simposium Nasional Akuntansi XX, Jember, 2017 8


Insentif, Tanggung Jawab Personal dan Budgetary Slack

7) Partisipan diminta mengerjakan tugas produksi 3 selama 4 menit. Hasilnya digunakan untuk
mengukur hasil produksi yang sesungguhnya sehingga atasan dapat mengukur budgetary slack
dengan menggunakan rumus yang digunakan oleh Nugrahani dan Sugiri (2004), yaitu dengan
menghitung hasil produksi yang sesungguhnya dikurangi dengan anggaran atau usulan produksi,
kemudian dibagi dengan expected performance.
8) Partisipan diminta mengisi kuesioner nilai tanggung jawab personal.

3.2. Pengukuran Variabel


3.2.1. Budgetary Slack
Variabel dependen dalam penelitian ini adalah Budgetary Slack. Pengukuran budgetary slack
dilihat dengan menghitung selisih produksi sesungguhnya dengan target produksi kemudian dibagi
dengan expected performance (Steven, 2002). Rumus perhitungan Budgetary Slack dan expected
performance sebagai berikut:
𝐻𝑎𝑠𝑖𝑙 𝑡𝑢𝑔𝑎𝑠 3 −𝑇𝑎𝑟𝑔𝑒𝑡 𝑇𝑢𝑔𝑎𝑠
Budgetary Slack = 𝑒𝑥𝑝𝑒𝑐𝑡𝑒𝑑 𝑝𝑒𝑟𝑓𝑜𝑟𝑚𝑎𝑛𝑐𝑒
𝐻𝑎𝑠𝑖𝑙 𝑇𝑢𝑔𝑎𝑠 1+ 𝐻𝑎𝑠𝑖𝑙 𝑇𝑢𝑔𝑎𝑠 2
Expected Performance = 2

Dalam penelitian Budgetary Slack diukur dengan menggunakan rumus di atas dimana hasil tugas
3 yang dapat dilakukan dengan benar oleh partisipan dikurangi dengan target tugas yang ditentukan oleh
partisipan. Hasil tersebut dibagi dengan expected performance. Dimana expected performance merupakan
hasil dari rata-rata tugas 1 dan 2 yang dilakukan dengan benar oleh partisipan.

3.2.2. Insentif

Para partisipan akan dibentuk menjadi dua kelompok dan ditempatkan secara acak pada salah
satu kondisi dari kedua metode tersebut. Setengah dari partisipan akan diberi treatment metode
insentif truth inducing dimana partisipan akan menerima gaji tetap sebesar Rp 10.000 ditambah
dengan bonus/insentif sebesar Rp 1.000 per unit, jika hasil aktual produksi sama dengan target anggaran
produksi. Jika aktual produksi di bawah target anggaran produksi, maka gaji tetap akan dikurangi
sebesar Rp 1.500, dan jika m elebihi tar get anggaran pr oduksi akan memperoleh insentif
sebesar Rp 500. Rumus metode penghitungan insentif truth inducing adalah sebagai berikut:

P = Rp 10.000 + (Rp 1.000 x A) jika A = B


P = Rp 10.000 – {Rp 1.500 x (A – B)} jika A < B
P = Rp 10.000 + {Rp 500 x (A – B)} jika A > B

Simposium Nasional Akuntansi XX, Jember, 2017 9


Insentif, Tanggung Jawab Personal dan Budgetary Slack

Pada metode slack inducing , par a partisipan akan dibayar dengan gaji tetap
ditambah bonus insentif untuk aktual produksi yang melampaui target anggaran. Rumus
penghitungan insentif slack inducing adalah sebagai berikut:
jika A > B, maka P = Rp 10.000 + {Rp 1.000 x (A – B)}
jika A ≤ B , maka P = Rp 10.000

Keterangan :
P = Reward yang diterima oleh bawahan
A = Aktual produksi
B = Target produksi yang ditetapkan
Gaji tetap = Rp 10.000
Insentif (bonus) = Rp 1.000
3.2.3. Tanggung Jawab Personal

Dalam penelitian ini tanggung jawab personal diukur dengan memberikan kuesioner yang
terdiri atas nilai-nilai personal dengan respon skala 1 sampai 7. Partisipan diminta untuk memilih
(melingkari) skala angka 1 hingga 7 yang paling sesuai mendeskripsikan bahwa nilainilai personal
memandu prilakunya. Respon terhadap pernyataan yang berkisar antara 1 yang berarti “sama sekali
tidak mengarah pada perilaku subyek” sampai 7 “selalu mengarah ke perilaku subyek” (Brown
dan Crare, 1996).

4. Hasil dan Diskusi


Berikut ini hasil analisis data dan pembahasannya terkait dengan hipotesis yang dibangun.

4.1 Hasil Penelitian


Tabel 2 Hasil Uji Two way Anova
Tests of Between-Subjects Effects
Variabel dependen: Budgetary_Slack
Type III Sum of
Source Squares df Mean Square F Sig.
a
Corrected Model 2.354 3 .785 7.280 .000
Intercept 22.324 1 22.324 207.156 .000
TJP .054 1 .054 .497 .484
Insentif 1.452 1 1.452 13.475 .001
TJP * Insentif .624 1 .624 5.792 .020
Error 5.604 52 .108
Total 29.614 56
Corrected Total 7.957 55
a. R Squared = .296 (Adjusted R Squared = .255)
Sumber: Data diolah, 2015

Hipotesis 1 (H1) pada penelitian ini yaitu insentif mempengaruhi budgetary slack. Pada tabel

Simposium Nasional Akuntansi XX, Jember, 2017 10


Insentif, Tanggung Jawab Personal dan Budgetary Slack

2 pengujian two way Anova, variabel independen insentif menunjukkan nilai signifikansi (Sig.) 0,001.
Apabila nilai signifikansi (Sig.) < 0,05 (Alfa)= Signifikan. Hasil pengujian membuktikan bahwa
insentif berpengaruh signifikan terhadap budgetary slack sehingga hipotesis 1 (H1) diterima.
Sebaliknya, pada tabel 2 pengujian two way Anova variabel i n d e p e n d e n t a n g g u n g j a w a b
p e r s o n a l menunjukkan nilai signifikansi (Sig.) 0,484 atau > 0, 05 ( tidak signif ika n) . Ha l
ini ber ar ti tanggung jawab personal tidak berpengaruh terhadap budgetary slack, sehingga hipotesis
2 (H2) ditolak.
Pada tabel 2 juga menunjukkan interaksi Tanggung Jawab Personal dan Insentif memiliki
nilai signifikansi (Sig.) 0,02. Apabila nilai signifikansi (Sig.) < 0,05 (Alfa)= signifikan. Hal ini
menunjukkan interaksi Tanggung Jawab Personal dan Insentif memiliki pengaruh terhadap Budgetary
Slack secara signifikan karena nilai sebesar 0,02 < 0,05. Hal ini berarti interaksi antara variabel
tanggung jawab personal dan skema insentif memiliki pengaruh signifikan terhadap budgetary
slack. Selanjutnya hasil pengujian hipotesis H3a dan H3b ditunjukkan melalui tabel 3 berikut ini.

Tabel 3 Statisitik Deskriptif


Variabel dependen: Budgetary_Slack

Tanggung Jawab Deviasi


Skema Insentif Mean N
Personal Standar

Slack Inducing 0,34 0,412 17

Truth Inducing 0,88 0,287 12


Rendah

BS untuk TJ 0,56 0,451 29


rendah

Slack Inducing 0,62 0,247 11

Truth Inducing 0,73 0,303 16


Tinggi

BS untuk TJ tinggi 0,68 0,282 27

Sumber: Data diolah, 2015

Nilai rata-rata (deviasi standar) masing-masing kelompok berturut-turut yaitu: 0,34


(0,412); 0,88 (0,287); 0,62 (0,247); dan 0,73 (0,303). Dari tabel 3 di atas menunjukkan nilai tertinggi
rata-rata (deviasi standar) budgetary slack yaitu pada 0,88 (0,287) terdapat pada kelompok
Tanggung Jawab Personal Rendah dalam skema truth inducing. Hal ini berarti bawahan dengan

Simposium Nasional Akuntansi XX, Jember, 2017 11


Insentif, Tanggung Jawab Personal dan Budgetary Slack

tanggung jawab personal rendah akan melakukan budgetary slack lebih besar bila atasan memotivasi
melalui insentif truth inducing. Kelompok Tanggung Jawab Personal R e n d a h d a l a m s k e m a
s l a c k i n d u c i n g menunjukkan nilai sebesar 0,34 (0,412) lebih rendah dari kelompok yang lain.
Hal ini berarti bawahan dengan tanggung jawab rendah akan melakukan budgetary slack lebih kecil
jika atasan memotivasi melalui skema insentif slack inducing.
Meskipun secara statistik hasil pengujian menunjukkan nilai yang signifikan, namun
hipotesis 3 ditolak. Hipotesis 3 (H3) terdiri dari 2 hipotesis yaitu pertama, hipotesis H3a menyatakan
bahwa bawahan dengan tanggung jawab personal rendah dalam skema insentif slack inducing akan
melakukan budgetary slack lebih besar dibandingkan bawahan dengan tanggung jawab
personal rendah dalam skema insentif truth inducing. Pada tabel 3 menunjukkan nilai mean
tanggung jawab personal dalam skema slack inducing sebesar 0.34 (< mean 0,88 tanggung
jawab personal dalam skema truth inducing) sehingga hipotesis H3a ditolak. Demikian pula dengan
hipotesis H3b, bawahan dengan tanggung jawab personal tinggi dalam skema insentif truth
inducing akan melakukan budgetary slack lebih kecil dibandingkan bawahan dengan tanggung
jawab personal tinggi dalam skema insentif slack inducing. Tabel 3 justru menunjukkan nilai mean
tanggung jawab personal dalam skema truth inducing sebesar 0,73 (> 0,62 yang merupakan
mean tanggung jawab personal dalam skema slack inducing) sehingga hipotesis H3b ditolak.

4.2. Diskusi
Hipotesis 1

Berdasarkan hasil uji two way Anova menunjukkan bahwa pemberian insentif
berpengaruh secara signifikan terhadap budgetary slack.Ini menunjukkan
b a h w a partisipan/bawahan cenderung melakukan budgetary slack untuk memperoleh insentif.
Teori kontijensi menjelaskan bahwa tidak ada rancangan atau sistem pengendalian yang benar-benar
tepat untuk sebuah organisasi, namun menyesuaikan dengan kondisi situasional organisasi
tersebut. Skema insentif mungkin bukan satu-satunya jalan untuk menghindari budgetary slack,
namun dalam penelitian ini skema insentif dapat digunakan oleh
perusahaan/organisasi untuk memperkecil peluang bawahan melakukan budgetary slack.
Hasil uji hipotesis ini menunjukkan bahwa budgetary slack dapat dihindari melalui
kebijakan/skema pemberian insentif yang dibuat oleh manajer perusahaan. Sebaliknya jika
perusahaan tidak memberlakukan sistem insentif atau tidak mendesain skema insentif dengan baik,
justru akan menimbulkan peluang terjadinya slack. Dibandingkan metode Truth Inducing,
penerapan metode Slack Inducing mampu menekan terjadinya budgetary slack pada proses
penyusunan anggaran. Meskipun hal ini tidak sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan Hobson

Simposium Nasional Akuntansi XX, Jember, 2017 12


Insentif, Tanggung Jawab Personal dan Budgetary Slack

et al. (2011) yang justru menunjukkan metode slack inducing membuka peluang bawahan melakukan
budgetary slack yang lebih besar, namun hasil ini menunjukkan adanya bahwa memang metode
pemberian insentif mampu dijadikan instrumen bagi atasan untuk mengendalikan terciptanya
budgetary slack.

Hipotesis 2
Hasil pada tabel 2 menunjukkan bahwa nilai variabel tanggung jawab personal
berada di atas signifikansi. Hal ini berarti bahwa tanggung jawab personal tidak berpengaruh
terhadap budgetary slack. Hal ini tidak konsisten dengan penelitian Stevens (2002), yang memberikan
bukti bahwa terdapat hubungan negatif antara nilai-nilai personal (tanggung jawab dan kebenaran) dengan
budgetary slack. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada individu yang memiliki tanggung jawab lebih
tinggi, justru menciptakan budgetary slack yang lebih besar. Dengan demikian, hasil ini juga tidak sejalan
dengan penelitian Douglas (2002). Douglas (2002) menyatakan bahwa terdapat hubungan negatif
antar a tanggung jawab personal dengan budgetary slack (Douglas, 2002). Artinya semakin tinggi
tanggung jawab seorang karyawan semakin sedikit budgetary slack yang dilakukan, sebaliknya
semakin rendah tanggung jawab personal maka semakin besar budgetary slack yang dilakukan. Hal
ini mengindikasikan kemungkinan adanya faktor lain yang berpengaruh terhadap penciptaan budgetary
slack, misalnya self esteem sebagaimana yang pernah diteliti Nugrahani (2004).

Hipotesis H3a dan H3b


Berdasarkan tabel 2 menunjukkan bahwa interaksi antara tanggung jawab personal dan
insentif terjadi secara signifikan. Ini berarti skema insentif mengaktifkan penalaran moral partisipan
mengenai nilai personal (tanggung jawab personal) sehingga interaksi keduanya memberi
pengaruh signifikan terhadap budgetary slack.
Berdasarkan tabel 3 hasil uji hipotesis H3a menunjukkan bahwa kelompok tanggung jawab
personal rendah dengan skema insentif truth inducing memiliki nilai mean yang lebih tinggi
dibandingkan tanggung jawab personal rendah dengan skema insentif slack inducing. Hal ini berarti
karyawan yang memiliki tanggung jawab personal rendah di bawah skema insentif truth inducing
menghasilkan budgetary slack lebih besar dibandingkan karyawan dengan tanggung jawab personal
rendah di bawah skema insentif slack inducing. Hipotesis H3a menyatakan bahwa interaksi antara
tanggung jawab personal rendah dan skema insentif slack inducing akan menghasilkan slack
lebih besar. Namun hasil penelitian ini menyatakan sebaliknya, yaitu interaksi antara tanggung
jawab personal dan skema slack inducing justru menghasilkan slack yang lebih kecil.
Selanjutnya, pada uji hipotesis H3b pada tabel 3tersebut menunjukkan kelompok tanggung
jawab personal tinggi dengan skema insentif truth inducing memiliki nilai mean yang lebih besar

Simposium Nasional Akuntansi XX, Jember, 2017 13


Insentif, Tanggung Jawab Personal dan Budgetary Slack

dibandingkan kelompok tanggung jawab personal tinggi dengan skema insentif slack inducing. Hasil
ini menunjukkan bahwa karyawan dengan tanggung jawab personal tinggi di bawah skema insentif
truth inducing melakukan budgetary slack lebih besar dibandingkan dengan karyawan dengan
tanggung jawab personal tinggi di bawah skema insentif slack inducing.
Hipotesis H3b menyatakan bahwa interaksi antara tanggung jawab personal tinggi dan
skema insentif truth inducing akan menghasilkan slack lebih kecil. Namun hasil penelitian
ini menyatakan sebaliknya, yaitu interaksi antara tanggung jawab personal tinggi dan skema truh
inducing justru menghasilkan slack yang lebih besar. Hal ini dibuktikan dengan partisipan dengan
tanggung jawab personal rendah melakukan slack yang lebih besar, baik dalam skema truth
inducing maupun slack inducing.
Kedua hasil hipotesis menjelaskan bahwa ada interaksi yang kuat antara tanggung jawab
personal dan skema insentif, meski nilai yang dihasilkan berkebalikan dengan hipotesis. Hal ini dapat
dijelaskan bahwa kelompok partisipan tanggung jawab personal dalam skema insentif truth
inducing lebih termotivasi untuk mencapai target yang telah ditetapkan dibandingkan kelompok
partisipan dengan tanggung jawab personal dalam skema slack inducing. Motivasi ini timbul
dikarenakan dalam skema insentif truth inducing terdapat penalty yang akan dikenakan bagi partisipan
yang tidak dapat mencapai target produksi.
Sedangkan pada kelompok tanggung jawab personal dalam skema slack inducing tidak
termotivasi untuk bertanggung jawab secara personal mencapai target atau bahkan melebihi target
karena merasa cukup/puas berada di bawah skema slack inducing. Dalam skema slack inducing
baik target tercapai maupun tidak, partisipan tetap mendapatkan gaji tetap secara penuh. Hal ini
selaras dengan teori Maslow yang berpendapat bahwa ketika kebutuhan secara substansial terpuaskan
maka hal itu tidak lagi memotivasi seseorang. Karyawan cukup puas dengan gaji tetap yang
diperoleh, sehingga tidak perlu berusaha mencapai target atau bahkan melebihi target untuk
memperoleh bonus.

Selanjutnya pada tabel 3 nilai mean untuk kelompok truth inducing dengan tanggung jawab
personal rendah lebih besar dibandingkan tiga kelompok yang lain. Hal ini menunjukkan bahwa
kelompok partisipan tanggung jawab rendah dalam skema truth inducing menghasilkan budgetary
slack yang lebih besar dibandingkan kelompok yang lain. Artinya karyawan dengan tanggung jawab
personal rendah melakukan budgetary slack yang lebih besar.

5. Kesimpulan
Hasil analisis data dalam penelitian ini mengidentifikasi beberapa hal, yaitu skema
insentif memang mempengaruhi terjadinya budgetary slack. Artinya metode insentif yang

Simposium Nasional Akuntansi XX, Jember, 2017 14


Insentif, Tanggung Jawab Personal dan Budgetary Slack

ditetapkan dalam sebuah organisasi berpengaruh terhadap besar atau kecil budgetary slack yang
terjadi. Metode pemberian Insentif yang dirancang dengan baik oleh manajemen akan memperkecil
peluang terjadinya budgetary slack. Namun sebaliknya, faktor personal yang diteliti kali ini, yaitu
tanggung jawab, tidak terbukti berp e n g a r u h t e r h a d a p b u d g e t a r y s l a c k . M e s k i d e m i k i a n ,
ketika faktor personal tersebut diinteraksikan dengan faktor organisasional
(metode pemberian insentif), maka interaksi tersebut menunjukkan pengaruh
yang signifikan.
Hal yang menarik adalah ketika hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa skema truth inducing
justru menciptakan budgetary slack yang lebih besar dari pada skema slack inducing. Hal ini berbeda
dengan penelitian sebelumnya. Skema insentif truth inducing membuat partisipan melakukan
slack yang lebih besar karena mereka tidak ingin mendapat penalty yang berlaku pada sistem
insentif truth inducing. Kecenderungan partisipan ini dapat mendorong penelitian lanjutan dengan
mempertimbangkan karakter personal dalam menghadapi risiko yang diterimanya (risk averse).
Pengaruh skema pemberian insentif terhadap penciptaan budgetary slack ini dapat memberikan
kontribusi bagi manajemen dalam menentukan kebijakan pemberian insentif yang mampu mengurangi
perilaku tidak etis dalam setiap penyusunan anggaran dan menjadikannya sebagai bagian dari
manajemen risiko. Manajemen juga hendaknya berfokus pada karakter personal individu di luar karakter
tanggung jawab itu sendiri. Hal ini dikarenakan faktor tanggung jawab ternyata bukan menjadi faktor
penyebab terciptanya budgetary slack dalam eksperimen kali ini.
Penelitian kali ini terbatas hanya pada faktor organisasional dan individual dan belum
memperhatikan faktor lain yang mungkin berpengaruh terhadap timbulnya budgetary slack.
Untuk penelitian mendatang dapat dilakukan menguji faktor lain yang mungkin berpengaruh
seperti faktor lingkungan (environmental) seperti budaya organisasi dan nilai-nilai atau pandangan yang
dianut masyarakat terhadap budgetary slack itu sendiri.

DAFTAR PUSTAKA

Baerdemaeker, J. D., & Bruggeman, W. (2015). The impact of participation in strategic planning on
managers’creation of budgetary slack: The mediating role of autonomous motivation and affective
organisational commitment. Management Accounting Research 29 (2015) , 1-12.
Brown, D., & Crace, R. K. (2015, Maret 11). Life Value Inventory. Diambil kembali dari Pinnowedna 1996:
Pinnowedna@charter.net
Brownell, P. (1982). The Role of Accounting Data in Performance Evaluation, Budgetary Participation,
and Organizational Effectiveness. Journal of Accounting Research, 20 (1), 12-27.

Simposium Nasional Akuntansi XX, Jember, 2017 15


Insentif, Tanggung Jawab Personal dan Budgetary Slack

Chow, C. W., Cooper, J. C., & Haddad, K. (1991). The Effect of Pay Schemes and Ratchets on Budgetary
Slack and Performance: A Multiperiod Experiment. Accounting, Organization dan Society, Vol.16
No.1, 47-60.
Douglas, P. C., & Wier, B. (2000). Integrating Ethical Dimensions into A Model Budgetary Slack Creation.
Journal of Business Ethics, 28, 267-277.
Dunk, A. (1993). The Effect of Budget Emphasis and Information Asymmetry on The Relation between
Budgetary Participation and Slack. The Accounting Review, 68, 400-410.
Falikhatun. (2007). Interaksi Informasi Asimetri, Budaya Organisasi, dan Group. Simposium Nasional
Akuntansi X (hal. ASPP-01). Makassar: Ikatan Akuntan Indonesia.
Handoko, T. (2002). Manajemen Personalia dan Sumber Daya Manusia. Yogyakarta: BPFE Yogyakarta.
Hasibuan, M. S. (2001). Manajemen Sumber Daya Manusia. Yogyakarta: BPFE Yogyakarta.
Haskins, R. (2015, Maret 11). BROOKINGS Education. Diambil kembali dari The Squence of Personal
Responsibility: http://www.brookings.edu/research/articles/2009/07/09-reponsibility-haskins
Hobson, J. L., Mellon, M. J., & Steven, D. E. (2011). Determinants of Moral Judgments Regarding
Budgetary Slack: An Experimental of Pay Scheme and Personal Value. Behavioral Research in
Accounting Vol.23 No.1, 87-107.
Maskun, A. (2009). Analisis Faktor Etika, Budaya Birokrasi, Tekanan Sosial dan Kapasitas Individu
terhadap Budgetary Slack. Jurnal Aplikasi Manajemen, vol.7, no.1.
Mergler, A. (2007). Personal Responsibility: The Creation, Implementation, and Evaluation of A School-
based Program.
Nugrahani, T. (2004). Pengaruh Reputasi, Etika, dan Self-Esteem terhadap Budgetary Slack. Jurnal
Ekonomi dan Bisnis Indonesia Vol.19 No.4, 375-388.
Nugrahani, T. (2005). Pengaruh Kompensasi dan Asimetri Informasi Pada Kesenjangan Anggaran.
Simposium Nasional Dies UGM . Yogyakarta: FE UGM.
Otley, D. (1999). Performance Management A Framework for Management COntrol Systems Research.
Management Accounting Research Vol.10 (4), 363-382.
Panggabean, M. (2002). Manajemen Sumber Daya Manusia. Bogor: Ghalia Indonesia.
Puspita, L. M. (2014). Motivasi, Insentif Moneter dan Kinerja. Simposium Nasional Akuntansi. Mataram:
Ikatan Akuntan Indonesia.
Puspita, L., Khoiriyah, R., & Fuada, L. (2015). Pengaruh Nilai Personal terhadap Budgetary Slack.
Simposium Nasional Akuntansi XVIII. Medan: Ikantan Akuntan Indonesia.
Siagian, S. P. (2002). Teori Pengembangan Organisasi, Manajemen Sumber Daya Manusia. Jakarta: Bumi
Aksara.
Steven, D. E. (2002). The Effect of Reputation and Ethics on Budgetary Slack. Journal of Management
Accounting Research, 153-171.
Stevens, D., & A., T. (2010). A Moral Solution to The Moral Hazard Problem. Accounting Organization
anf Society 35 (2010), 125-139.
Young, S. M. (1985). Partisipative Budgeting: The Effects of Risk Aversion and Assymetric Information
on Budgetary Slack. Journal of Accounting Research, Vol.23 No.2, 830-842.
Yuhertiana, I. (2003). Agency Theory dalam Proses Perencanaan Anggaran Sektor Publik. Kompak: Jurnal
Akuntansi Manajemen dan SIstem Informasi, Edisi September-Desember.

Simposium Nasional Akuntansi XX, Jember, 2017 16


Insentif, Tanggung Jawab Personal dan Budgetary Slack

Simposium Nasional Akuntansi XX, Jember, 2017 17


Insentif, Tanggung Jawab Personal dan Budgetary Slack

APPENDIKS
SESI KERJA PENERJEMAHAN HURUF KE DALAM ANGKA
Jika rangkaian huruf yang terdapat dalam kolom huruf Anda terjemahkan ke dalam angka yang sesuai
dengan kode yang telah ditentukan, bagaimana hasil penjumlahan angka tersebut?
No Code Huruf Penjumlahan Hasil
1 A TKLM
2 B YTKL
3 C BLKN
4 A YTDR
5 A LKJHG
6 B DGH
7 C TYSW
8 B ZLKHB
9 A ORTM
10 B FADE
dst...

Simposium Nasional Akuntansi XX, Jember, 2017 18

Das könnte Ihnen auch gefallen