Sie sind auf Seite 1von 6

A.

Pengertian Poligami dan Poliandri


Kata poligami, secara etimologi berasal dari bahasa Yunani yaitu polus yang berarti
banyak dan gamos yang berarti perkawinan. Bila pengertian kata ini digabungkan, maka
poligami akan berarti suatu perkawinan yang banyak atau lebih dari seorang.
Poligami dalam istilah fiqih disebut ....(bahasa arab) dalam hukum islam; yang berarti
beristri lebih dari seorang wanita. Poligami adalah seorang laki-laki yang beristri lebih dari
satu tetapi dibatasi paling banyak adalah 4 orang. Apabila lebih dari empat berarti
mengingkari kebaikan yang disyariatkan oleh Allah bagi kemaslahatan hidup berumah
tangga.
Poliandri berasal dari kata polus yang berarti banyak dan andros berarti laki-laki.
Poliandri secara umum adalah perempuan yang mempunyai suami lebih dari satu.

B. Hukum Poligami dan Poliandri


1. Hukum Poligami
Sepakat Ulama Madzhab menetapkan bahwa laki-laki yang sanggup berlaku adil
dalam kehidupan rumah tangga, dibolehkan melakukan poligami sampai 4 istri,
berdasarkan pada Q.S An-Nisa ayat 3:
َ ً َ َ ُ َ َّ َ ُ ْ ْ َ َ َ َ ُ ْ ِّ ُ َ َ َ َ ُ ْ َ
‫اب لك ْم ِم َن الن َس ِاء َمث َن َوثالث َو ُرَباع ف ِإن ِخفت ْم أال ت ْع ِدلوا ف َو ِاحدة أ ْو َما‬ ‫فان ِكحوا ما ط‬
ُ ُ َ َّ َ ْ َ َ ْ ُ ُ ْ َ ْ َ َ َ
َ َ
‫ملكت أي َمانكم ذ ِلك أدن أال تعولوا‬

Artinya :
Nikahilah wanita-wanita (lain) yang kalian senangi masing-masing dua, tiga, atau
empat-kemudian jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil, kawinilah seorang
saja-atau kawinilah budak-budak yang kalian miliki. Yang demikian itu adalah lebih
dekat pada tindakan tidak berbuat aniaya.
Dan ada beberapa buah hadist yang menjadi dasar pendapat bahwa dibolehkan
melakukan poligami sampai 4 istri. Berikut ini hadist-hadist dasar poligami.
a. Bahwasanya Rasulullah SAW berkata kepada Hailan bin Salamah ketika ia
masuk islam; yang padanya ada 10 istri; Milikilah 4 orang istrimu dan
ceraikanlah yang lainnya. (HR An Nasa i)
b. Berkata Naofal bin Mu’awiyah: (Ketika) saya masuk islam dengan memiliki 5
orang istri; Nabi berkata (kepadaku): Ceraikanlah seorang dari istri-istrimu itu.
Kalau poligami yang sampai memiliki 4 orang istri disepakati oleh Ulama Madhhab,
maka poligami yang lebih daripada itu, menjadi perbedaan pendapat di kalangan
ulama hukum islam, anatara lain
1) Ada suatu golongan ulama hukum islam yang mengatakan, bahwa boleh
seorang laku-laki muslim memiliki istri sampai 9 orang dengan mengemukakan
alasan yaitu mengikuti sunnah Nabi, dimana Beliau memiliki 9 orang istri.
2) Sebagian penganut Madzhab Al-Zahiry mengatakan, bahwa boleh seorang laki-
laki muslim beristri sampai 18 orang. Alasan tersebut dikemukakan oleh Imam
Al-Qurtubi yang artinya:
Dan pendapat sebagian penganut Madszhab Al-Dhahiri yang mengatakan,
(bahwa) oleh beristri sampai 18 oranga karena berpegang (pada alasan) bahwa
kata bilangan pada Surah An-Nisa ayat 3 mengandung pengertian untuk
penjumlahan. Maka (penganut Madhab itu) menjadikan (kata bilangan) dua
menjadi pengertian dua-dua; demikian juga (kata bilangan) tiga dan empat.
2. Hukum Poliandri
Sepakat ulama hukum islam mentapkan, bahwa perkawinan dengan wanita yang
sudah mempunyai suami, tidak ah dan dituntut hukuman rajam, bilaterbukti suda
pernah berkumpul. Oleh karena itu, perkawinan tersebut hukumnya haram; karena
berdasarkan pada Surah An-Nisa ayat 3 yang berbunyi:
ُُ َ ْ َ َ َّ ِّ ُ َ ْ
‫َوال ُم ْح َصنات ِم َن الن َس ِاء ِإال َما َملكت أ ْي َمانك ْم‬
Artinya: Dan (diharamkan jika kamu mengawini) wanita-wanita yang bersuami,
kecuali budak-budak yang kamu miliki.
Dan H.R At-Tirmidzy, Rasulullah juga bersabda bahwa “Barangsiapa yang beriman
kepada Allah dan hari kemudian, maka ia tidak boleh menyirami air benih orang lain
(maksudnya tidak boleh mengumpuli istri orang lain.”

C. Berbagai Pendapat Tentang Poligami


Dalam Surat An-Nisa ayat 3 di atas merupakan ayat pokok yang menerangkan tentang
poligami. Selain itu ada ayat lain yang menerangkan juga tentang poligami. Allah Swt
berfirman:

‫ص ت ُ ْم فَالَ ت َ ِم ْيلُ ْوا كُ َّل ْال َم ْي ِل‬


ْ ‫آء َولَ ْو َح َر‬
ِ ‫س‬َ ‫َولَ ْن ت َ ْست َ ِط ْيعُ ْوآ ا َ ْن تَ ْعد ِل ُِِِ ْوا بَيْنَ الن‬
َ َ‫ت قُ ْوا فَا َِّن ال َّل َكان‬
.‫غفُ ْو ًرا َّر ِح ْي ًما‬ َّ َ ‫ص ِل ُح ْوا َوت‬ ْ ‫ َواِن‬, ‫فَتَذَ ُر ْو هَا َك ْال ُم َع َّل قَ ِة‬
ْ ُِِِ ‫ت‬
Artinya:
“Dan kamu sekali-kali tidak akan dapat berlaku adil terhadap isteri-isterimu, walaupun
kamu sangat ingin berbuat demikian, karena itu janganlah kamu terlalu cenderung
(kepada yang kamu cintai), sehingga kamu biarkan yang lain terkatung-katung. Dan
jika kamu mengadakan perbaikan dan memelihara diri, maka sesungguhnya Allah
Maha Pengampun lagi Maha Penyayang, (Q. An-Nisa: 129).
Para ulama masih berbeda pendapat menanggapi dua ayat tadi. Maka di sini akan
mencoba mengetengahkan pendapat para ahli, dan dibagian akhirnya akan dijelaskan
pendapat yang benar dan absah.
Secara global perbedaan pendapat ini dapat dikelompokan menjadi dua kategori, yaitu
kelompok ulama yang melarang dan kelompok ulama yang membolehkan. Dari adanya
perbedaan tersebut, maka ada 6 pendapat mengenai hukum poligami yang dipetik dari dua
ayat tersebur yakni,
1. Poligami dilarang (haram) secara mutlak,
Menurut sebagian orang dari dua ayat di atas menunjukan dilarangnya poligami.
ِ ‫لوا فَ َو‬
Sebab ayat pertama ( ‫اح َد ة‬ ُ ‫ف ت ُم ْْ أ ا َ ل ت ع َْْ ِد‬
ْ ‫ف ِإ ْن ِخ‬
َ ) membolehkan poligami
dengan syarat berlaku adil terhadap wanita-wanita yang menjadi isteri. Sedang ayat
kedua

( َ‫َولَ ْن ت َ ْست َ ِط ْيعُ ْوآ ا َ ْن ت َ ْع ِدلُ ْوا َبيْن‬


ْ ‫آء َولَ ْو َح َر‬
‫صت ُ ْم‬ ِ ‫س‬َ ‫)الن‬ menerangkan bahwa seseorang tidak akan mampu berlaku

adil. Kendatipun ia berkeinginan untuk itu. Dengan demikian ibahat al-taaddut pada ayat
pertama tidak akan mungkin terjadi. Sebab seorang menurut nash ayat kedua, tidak akan
mampu berbuat adil. Maka, dapat disimpulkan bahwa poligami hukumnya haram
menurut nash dua ayat di atas.
2. Poligami dilarang dengan syarat tidak karena darurat,
Menurut kelompok kedua ini, pada dasarnya poligami itu dilarang, kecuali ada
dharurat, baik dharurat fardiyah (individu) maupun dharurat ijjtima’iyah (social).
Contohnya seperti isteri yang sakit atau mandul atau terkena sesuatu yang dapat
mengurangi istimta’ sang suami terhadapnya,
atau pun banyaknya anak yatim dan janda, akibat peperangan. Maka seorang suami
dapat melakukan poligami. Karena dharurat dapat memperbolehkan barang terlarang (
‫ت‬ ُ ْ‫لض ُر ْو َر اتُ ت ُ ِب ْي ُح ال َمح‬
ِ ‫ظ ْو َرا‬ َّ ‫)ا‬
Kelompok ini memperkuat pendapat mereka dengan beberapa hal salah satunya
bahwa sesungguhnya poligami dalam Islam bukan dibolehkan tanpa syarat, seperti dapat
dipahami dari urutan ayat terkait. Dimana Allah mengharamkan kedzaliman atau Ia
menghawtirkan adanya kedzaliman bagi mereka yang berpoligami. Dengan demikian
jelas bahwa poligami hanyalah suatu “rukhshah”, kemurahan bagi Allah semata-mata.
Dan inipun tidak begitu saja dapat dilakukan tanpa adanya dan keperluan yang
mendesak.
3. Poligami dibenarkan (mubah) tanpa batas
َ ‫ان ِك ُحوا َم ا َط‬
Pendapat ketiga menyatakan bahwa ayat ( َ‫اب َل كُ ْم ِمن‬ ْ ‫ف‬
‫ب اع‬ َ َْ َُْ‫اء َم ث ْنَْ ٰى َوثل‬
َ ‫ث َو ُر‬ ِ ‫س‬َ ‫ )الن‬memperbolehkan poligami tanpa batas. Untuk
menguatkan pendapat ini, kelompok ketiga menyususn beberapa dalil salah satunya
yaitu, Bahwa bentuk kata ( ‫اء‬
ِ ‫س‬ َ ‫) َم ا َط‬
َ ‫اب َل كُ ْم ِمنَ الن‬
berfaedah umum. Dan kata-kata ( ‫ب اع‬ َ َْ َُْ‫ ) َم ث ْنَْ ٰى َوثل‬merupakan kata-kata
َ ‫ث َو ُر‬
pengganti dari bilangan yang disebut berulang-ulang tanpa batas. Ini berarti firman Allah
َ ‫ َما َط‬...ِ ) dirtikan demikian: Kawinilah olehmu wanita yang kamu
َ ‫اب ل كَ ُْ ْم ِمنَ الن‬
(‫ساء‬
sukai berapa saja banyaknya, dua, tiga, atau empat.
Perintah ini sama dengan perintah atau perkataan anda kepada seseorang: Minumlah
kamu dua gelas, tiga, atau empat gelas! Atau ambilah dari perpustakaan dua buah buku,
tiga atau empat, yang artinya tidak membatasi minum berapa gelas atau mengambil
berapa buku.
Pengertian umum yang terdapat dalam ayat tadi sama dengan pengertian umum yang
terdapat dalam ayat:
َ ‫ث‬
:‫)فا طر‬...‫لث َو ُر ب َع‬ ُ ‫ث ن َو‬ ُ ‫َجا ِع ِل ْال َم لئِ َك ِة ُر‬
ْ ‫ ا َ ْج ِن َح ٍة َّم‬᷄ ... ‫س ًال اُو ِل ْي‬
“Yang menjadikan malaikat sebagai utusan-utusan yang mempunyai sayap, masing-
masing dua, tiga, dan empat. (Q. S. Fatir:1)
4. Poligami dibenarkan sampai sebanyak 18 orang
Sebagian orang (kelompok empat) mengira bahwa ayat ( ‫حوا َم ا‬ ْ ‫ف‬
ُ ‫ان ِك‬
َ ‫) َط‬, membolehkan poligami hingga 18 orang isteri untuk seorang diri,
... ‫اب َل كُ ْم‬
pendapat ini didasarkan pada dugaan mereka bahwa kata-kata ( ‫َم ث ْنَْ ٰى‬
َ َْ َُْ‫ ) َوثل‬adalah kata tunggal yang dipakai untuk menyebut bilangan yang
‫ث َو ُرب اَع‬
berulang-ulang. Dan ( ‫ ) َو‬yang menggabungkan antar kata itu diartikan sebagai “jam’i”,
artinya mengumpulkan atau menambah. Maka menurut penafsiran mereka adalah:
“Kawinilah olehmu wanita yang kamu sukai; dua-dua (4) plus tiga-tiga (6) plus empat-
empat (8). Jadi menurut pemahaman mereka adalah 18 isteri.
5. Poligami dibenarkan sampai sejumlah 9 orang
َ ‫ان ِك ُحوا َم ا َط‬
Kelompok yang kelima ini mengira bahwa ayat ( ‫اب‬ ْ ‫ف‬
... ‫اء‬
ِ ‫س‬َ ‫ ) َل كُ ْم ِمنَ الن‬menunjukan bolehnya poligami sampai 9 orang isteri, bagi setiap
َ َْ َُْ‫َم ث ْنَْ ٰى َوثل‬
orang. Yang pertama mereka menduga kata ( ‫ث‬
‫ب اع‬
َ ‫ ) َو ُر‬merupakan kata tunggal untuk menyebut bilangan tunggal pula. Sedang ( ‫) َو‬
pada kata-kata yang dipandang sebagai ( ‫ ) ِل ْل َج ْم ع‬dengan demikian maka arti ayat ( ‫َم‬
‫ب اع‬ َ َْ َُْ‫ )ث ْنَْ ٰى َوثل‬adalah dua plus tiga plus empat = 9.
َ ‫ث َو ُر‬
Dalil yang kedua adalah al-Sunnah. Mereka berpendapat bahwa poligami yang
dilakukan Nabi sampai 9 orang tidak semata-mata untuk menolong, melainkan juga untuk
tasyri’ (membuat ajaran) Maka bagi umat diperbolehkan berpoligami sampai 9 orang.
6. Poligami dibenarkan sampai 4 orang saja
Menurut pendapat ini, Islam membenarkan poligami sampai empat orang. Poligami
seperti ini tidak bertentangan dengan Al-Qur’an, al-Hadits, dan al-Ijma’.
Al-Qur’an tidak melarang poligami. Ia hanya meluruskan dan membatasi poligami
yang sudah berkembangdan biasa dilakukan orang. Batasan yang diberikan Al-Qur’an
mencakup dua hal. Pertama, batasan yang bersifat kuantitatif, yaitu bahwa poligami tidak
dibenarkan lebih dari empat orang isteri. 16Batasan kuantitatif ini menjadi ayarat sahnya
akad nikah. Barang siapa mengawini wanita untuk dijadikan isteri yang kelima atau ke
enam dan seterusnya, maka perkawinannya dipandang tidak sah dan mesti di fasakh
(rusak).
Kedua adalah batasan yang bersifat kualitatif. Jelasnya poligami dapat dilakukan
dengan catatan berlaku adil (tidak khawatir berbuat dzalim). Batasan kualitatif ini tidak
menjadi syarat sahnya perkawinan (‘aqd al-Nikah).
Barang siapa yang takut berbuat dzalim dengan 4 orang isteri, maka hendaknya ia
mengawini 2 orang isteri saja. Dan kalau 2 isteri pun masih takut tidak berbuat adil, maka
cukuplah baginya seorang isteri saja. Sungguhpun demikian, perasaan takut tidak berbuat
adil hanyalah keharusan agama, bukan yuridis. Sebab perasaan takut hanyalah sesuatu
yang datang belakangan (amrun ‘aridy) yang tidak ada kaitannya dengan ketetapan
hukum. Kadang-kadang orang merasa takut tidak berbuat adil, tapi kenyataannya dia
mampu berlaku adil. Meskipun ada juga yang berbuta dzalim, tapi kemudian ia bertaubat
dan berlaku adil, maka hiduplah dia dalam kehidupan religious.
Kewajiban untuk adil itu tentu bukan untuk hal yang diluar jangkauan kemampuan
manusia, seperti soal asmara dan kecenderungan hati. 18Rasulullah sendiri dengan jujur
mengakui ketidak sanggupannya untuk membagi cinta secara merata diantara isteri-
isterinya. Cinta beliau lebih cenderung terpana kepada Aisyah r.a, karena itu beliau
mengajukan alasan dalam sebuah do’anya.
ُ‫ َوالَتَلُ ْمنِ ْي فِ ْي َمات َ ْم ِلكُ َوالَأ َ ْم ِلك‬, ُ‫اَل ل ُه َّم ه ذَا قِس ِْم ْي فِ ْي َماأ َ ْم ِلك‬
“Ya Allah, kami telah berbut adil dalam segala hal yang kami miliki. Namun jangan
Engkau hina diri kami dalam hal yang merupakan milik-Mu dan bukan milik kami.”

D. Hikmah Poligami
Mengenai hikamah diizinkannya poligami (dalam keadaan darurat dengan syarat
berlaku adil) antara lain sebagai berikut:
1. Untuk mendapatkan keturunan bagi suami yang subur dan istri mandul.
2. Untuk menjaga keutuhan keluarga tanpa menceraikan istri, sekaipun istri tidak
dapat menjalanakan fungsinya sebagai istri, atau ia mendapatkn cacat badan atau
penyakit yang tidak dapat disembuhkan.
3. Untuk menyelamatkan suami dari yang hypersex dari perbuatan zina dan krisis
akhlak lainnya.
4. Untuk menyelamatkan kaum wanita dan krisis akhlak yang tinggal di
negara/masyarakat yang jumlah wanitanya jauh lebih banyak dari kaum prianya,
misalnya akibat peperangan yang cukup lama.

Das könnte Ihnen auch gefallen