Sie sind auf Seite 1von 30

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Euro Quality of Life (EQ-5D) merupakan instrumen general yang telah

digunakan secara luas untuk mengukur status kesehatan suatu populasi (Rabin dan

Charro, 2001). EQ-5D terdiri dari dua bagian yaitu EQ-5D descriptive system dan

EQ-5D Visual Analogue Scale (VAS). EQ-5D descriptive system mengukur status

kesehatan seseorang menggunakan 5 domain yang terdiri dari mobility, self-care,

usual activity, pain/discomfort, dan anxiety/depression. EQ-5D VAS mencatat

penilaian responden terhadap kesehatannya menggunakan visual analogue scale

berbentuk vertikal yang memiliki skala 0-100. Skala 0 menunjukkan status

kesehatan terburuk sedangkan skala 100 menunjukkan status kesehatan terbaik.

Terdapat dua versi instrumen EQ-5D yang tersedia saat ini yaitu EQ-5D-3L yang

memiliki 3 kategori tingkatan respon dan EQ-5D-5L yang merupakan instrumen

EQ-5D versi terbaru memiliki 5 kategori tingkatan respon (Reenen dan Janssen,

2015). Instrumen EQ-5D dapat digunakan untuk mengukur kualitas hidup baik

pada populasi umum maupun pada populasi dengan kondisi khusus seperti pada

populasi pasien osteoarthritis.

Osteoarthritis (OA) adalah penyakit sendi yang bersifat degeneratif, kronis,

dan progresif. Manifestasi klinis yang terjadi berupa nyeri sendi (Mahajan dkk.,

2005b), kekakuan sendi, dan pembengkakan sendi (Anonim, 2015a) yang

berdampak negatif pada kualitas hidup pasien yang terkait kesehatan terutama

dalam hal kemampuan bergerak/berjalan, suasana hati, serta menurunnya

1
2

kemampuan untuk melakukan aktivitas (Hawker dkk., 2008). Kualitas hidup

pasien osteoarthritis menjadi penting untuk diukur karena sifat penyakitnya yang

progresif sehingga membutuhkan intervensi yang tepat untuk dapat

memperlambat perburukan penyakit. Selain itu osteoarthritis merupakan

gangguan sendi yang paling banyak terjadi (Paradowski, 2014) serta memiliki

prevalensi yang tinggi. Pada tahun 2005 diestimasikan sebanyak lebih dari 2,6

juta orang mengalami osteoarthritis (Lawrence dkk., 2008). Di Indonesia kejadian

osteoarthritis terbanyak dialami oleh penduduk yang memiliki kelompok usia 56-

65 tahun (Imayati, 2011).

Kualitas hidup pasien osteoarthritis dapat diukur secara langsung

menggunakan instrumen seperti Visual Analogue Scale (VAS) maupun secara

tidak langsung menggunakan instrumen seperti WHO Quality of Life 100

(WHOQOL-100), Health Utilities Index (HUI), atau Euro Quality of Life (EQ-

5D). Pada penelitian ini kualitas hidup pasien osteoarthritis diukur secara tidak

langsung menggunakan instrumen EQ-5D. Dibandingkan dengan instrumen lain

seperti WHOQOL-100, HUI, atau SF-36, EQ-5D termasuk instrumen yang lebih

sederhana karena mengukur kualitas hidup menggunakan 5 macam domain yang

telah mewakili domain-domain pada instrumen kualitas hidup yang lain. EQ-5D

juga merupakan instrumen yang banyak direkomendasikan untuk mengukur nilai

utility yang dibutuhkan untuk menghitung nilai QALY (Quality-adjusted Life

Years) dalam studi farmakoekonomi lebih lanjut menggunakan metode Cost-

utility Analysis (CUA). Selain itu instrumen EQ-5D telah tersedia dalam versi

bahasa Indonesia sehingga tidak lagi diperlukan validasi bahasa.


3

Penelitian mengenai perbandingan instrumen EQ-5D-3L dengan EQ-5D-5L

telah banyak dilakukan di berbagai negara baik pada populasi sehat (Feng dkk.,

2015) maupun pada populasi dengan penyakit khusus seperti osteoarthritis atau

penyakit kronis yang lain (Janssen dkk., 2012; Agborsangaya dkk., 2014; Conner-

Spady dkk., 2015). Hampir semua penelitian menyimpulkan bahwa instrumen

EQ-5D-5L lebih sesuai digunakan untuk mengukur kualitas hidup dibandingkan

dengan instrumen EQ-5D-3L. Penelitian yang membandingkan instrumen EQ-5D-

3L dengan EQ-5D-5L belum pernah dilakukan terhadap populasi pasien

osteoarthritis di Indonesia, khususnya di Kota Yogyakarta dan Kabupaten Sleman.

Adanya variasi sosio-demografi dan budaya pada masing-masing negara dapat

berpengaruh terhadap hasil pengukuran kualitas hidup. Oleh karena itu perlu

dilakukan penelitian mengenai perbandingan instrumen EQ-5D-3L dengan EQ-

5D-5L di Kota Yogyakarta dan Kabupaten Sleman untuk mengetahui versi

instrumen EQ-5D yang lebih sesuai digunakan pada pengukuran kualitas hidup

populasi pasien osteoarthritis di Kota Yogyakarta dan Kabupaten Sleman.

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimanakah kualitas hidup populasi pasien osteoarthritis di Kota

Yogyakarta dan Kabupaten Sleman yang diukur menggunakan instrumen EQ-

5D-3L dan EQ-5D-5L?

2. Instrumen manakah diantara EQ-5D-3L dan EQ-5D-5L yang lebih sesuai

digunakan untuk mengukur kualitas hidup pada populasi pasien osteoarthritis

di Kota Yogyakarta dan Kabupaten Sleman?


4

C. Tujuan Penelitian

1. Mengetahui kualitas hidup populasi pasien osteoarthritis di Kota Yogyakarta

dan Kabupaten Sleman yang diukur menggunakan instrumen EQ-5D-3L dan

EQ-5D-5L.

2. Menganalisis versi instrumen EQ-5D-3L dan EQ-5D-5L yang lebih sesuai

digunakan untuk mengukur kualitas hidup pada populasi pasien osteoarthritis

di Kota Yogyakarta dan Kabupaten Sleman.

D. Keaslian Penelitian

Penelitian mengenai perbandingan instrumen EQ-5D-3L dengan EQ-5D-5L

telah banyak dilakukan di berbagai negara terhadap berbagai macam kondisi

kesehatan populasi. Sepanjang pengetahuan peneliti, penelitian serupa belum

pernah dilakukan terhadap populasi pasien osteoarthritis di Indonesia khususnya

di wilayah Kota Yogyakarta dan Kabupaten Sleman. Penelitian yang pernah

dilakukan di Indonesia menggunakan instrumen EQ-5D tidak bertujuan untuk

membandingkan kedua versi instrumen EQ-5D tetapi mengetahui reliabilitas dan

validitas instrumen EQ-5D versi Bahasa Indonesia sebagai alat ukur kualitas

hidup terkait kesehatan seperti penelitian yang dilakukan terhadap pasien

osteoarthritis lutut di Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) Cipto Mangunkusumo

(Pramono dkk., 2010) dan terhadap pasien hipertensi di Puskesmas Kotagede II

Yogyakarta (Sari dkk., 2015). Tabel I menunjukkan contoh penelitian mengenai

perbandingan instrumen EQ-5D-3L dengan EQ-5D-5L di beberapa negara baik

terhadap populasi dengan kondisi khusus maupun terhadap populasi umum.


5

Tabel I. Penelitian perbandingan EQ-5D-3L dengan EQ-5D-5L di berbagai negara

No Peneliti Responden Kesimpulan

Instrumen EQ-5D-5L memiliki validitas


Populasi pasien osteo-
yang lebih kuat daripada EQ-5D-3L
Conner-Spady arthritis di Kanada yang
1 terutama pada domain yang relevan
dkk. (2015) dirujuk penggantian sen-
dengan subjek yaitu domain mobility,
di pada panggul dan lutut
usual activities, dan pain/discomfort.

Populasi umum dengan Instrumen EQ-5D-5L memiliki hasil


Agborsangaya
2 kondisi kronis dan multi- penilaian properti psikometri yang lebih
dkk. (2014)
morbiditas di Kanada baik daripada EQ-5D-3L.

Instrumen EQ-5D-5L lebih diskriminatif


Wang dkk. Populasi pasien diabetes daripada EQ-5D-3L terhadap pasien
3
(2016) mellitus di Singapore dengan diabetes mellitus tipe 2 di
Singapore.

Instrumen EQ-5D-5L lebih sesuai


Jia dkk. Populasi pasien hepatitis
4 digunakan pada pasien hepatitis B di China
(2014) B di China
daripada versi 3L.

Instrumen EQ-5D-5L lebih bermanfaat


Feng dkk. Populasi umum
5 dalam pengukuran status kesehatan pada
(2015) di Inggris
populasi sehat daripada versi EQ-5D-3L.

E. Manfaat Penelitian

1. Hasil penelitian diharapkan dapat memberikan rekomendasi pada penelitian

selanjutnya untuk mengembangkan EQ-5D value set versi Indonesia dengan

diketahuinya instrumen EQ-5D yang lebih sesuai digunakan pada populasi

pasien osteoarthritis di Kota Yogyakarta dan Kabupaten Sleman.

2. Hasil penelitian diharapkan dapat membantu tenaga kesehatan dalam membuat

keputusan pengobatan terbaik bagi pasien osteoarthritis dengan diketahuinya

gambaran kualitas hidup pasien serta domain-domain yang paling dipengaruhi

akibat penyakit osteoarthritis yang diukur menggunakan versi instrumen EQ-

5D yang paling sesuai.


6

3. Hasil penelitian diharapkan dapat membantu pengambil kebijakan dalam

merencanakan sumber daya obat-obatan yang paling efisien bagi pasien

osteoarthritis melalui studi farmakoekonomi lebih lanjut.

F. Tinjauan Pustaka

1. Metode studi farmakoekonomi

Evaluasi ekonomi perlu dilakukan untuk melihat efisiensi suatu

program/intervensi sebagai pertimbangan penentuan program yang akan

dijalankan. Evaluasi ekonomi meliputi kegiatan mengidentifikasi, menilai,

dan melakukan perbandingan antara biaya dengan konsekuensi (outcome)

yang dihasilkan dari beberapa alternatif program. Terdapat beberapa metode

dalam studi farmakoekonomi antara lain Cost-minimization Analysis (CMA),

Cost-effectiveness Analysis (CEA), Cost-utility Analysis (CUA), dan Cost-

benefit Analysis (CBA) (Drummond dkk., 2005).

Dibandingkan dengan metode farmakoekonomi yang lain, CUA paling

banyak digunakan karena memungkinkan untuk membandingkan beberapa

intervensi kesehatan yang memiliki range yang luas pada outcomenya

menggunakan satu unit pengukuran yaitu Quality-adjusted Life Years

(QALY). QALY merupakan unit outcome CUA yang diperoleh dari perkalian

antara utility dengan life years gained (Drummond dkk., 2005).

2. Konsekuensi (outcome) dalam evaluasi ekonomi


Outcome dalam evaluasi ekonomi terdiri dari outcome ekonomi yang

berupa biaya, outcome klinik yang berupa konsekuensi klinik perawatan


7

misalnya kesembuhan, mortalitas, dan morbiditas, serta outcome humanistik

yang berupa konsekuensi dari sakit atau perawatan terhadap kualitas hidup

atau status fungsional (Venturini dan Johnson, 2002). Outcome humanistik

berupa kualitas hidup dianggap paling menggambarkan efektivitas suatu

intervensi sehingga outcome ini paling banyak digunakan (Cramer dan

Spilker, 1998).

3. Kualitas hidup

Kualitas hidup merupakan konsep kompleks yang memiliki multi aspek

misalnya fungsi kognitif, fungsi emosional, kesehatan secara umum, fungsi

seksual, fungsi sosial, dan fungsi fisik. Kualitas hidup diklasifikasikan

menjadi dua macam yaitu Health-Related Quality of Life (HRQoL) dan

Nonhealth-Related Quality of Life (NHRQoL). HRQOL merupakan bagian

dari kualitas hidup yang secara langsung berkaitan dengan kesehatan individu

sedangkan NHRQOL merupakan kualitas hidup yang tidak berkaitan dengan

kesehatan individu. Penilaian individu terhadap kualitas hidupnya terutama

yang terkait dengan kesehatan menjadi penting dilakukan untuk memilih

intervensi kesehatan yang paling sesuai dengan kondisi individu tersebut

(Walters, 2009). Kualitas hidup terkait kesehatan dapat dinilai melalui

penilaian profil kesehatan dan utility.

4. Profil kesehatan
Profil kesehatan dapat diukur menggunakan indikator-indikator yang

memerlukan data karakteristik demografi, status kesehatan, kualitas hidup,

dan faktor risiko kesehatan. Profil kesehatan suatu populasi dapat membantu
8

melihat secara keseluruhan status kesehatan populasi tersebut serta faktor-faktor

yang dapat berpengaruh pada kesehatan populasi (Durch dkk., 1997). Profil

kesehatan mengukur kualitas hidup melalui penilaian masing-masing domain

yang digunakan dalam instrumen. Instrumen yang digunakan untuk mengukur

profil kesehatan dibedakan menjadi instrumen general dan instrumen spesifik.

a. Instrumen general

Instrumen general merupakan suatu alat ukur yang digunakan untuk

mengukur profil kesehatan pada populasi umum. Instrumen general yang

sering digunakan dalam pengukuran profil kesehatan antara lain Short Form

36 (SF-36) serta WHO Quality of Life (WHOQOL).

1) Short form 36 (SF-36)

Short Form 36 (SF-36) dikembangkan untuk mengukur status

kesehatan berdasarkan penilaian yang dilakukan oleh responden.

Instrumen SF-36 memiliki 36 item pertanyaan yang mewakili

penilaian terhadap 8 konsep kesehatan yang terdiri dari fungsi fisik,

keterbatasan peran karena masalah fisik, nyeri pada tubuh, persepsi

kesehatan secara umum, vitalitas, fungsi sosial, keterbatasan peran

karena masalah emosional, dan kesehatan mental. Instrumen SF-36

merupakan instrumen yang berbentuk kuesioner, dapat digunakan

dengan cara pengisian mandiri oleh responden, melalui telepon, atau

melalui wawancara. Penilaian akhir dilakukan berdasarkan dua

klasifikasi komponen yang terdapat pada instrumen yaitu komponen

kesehatan fisik dan komponen kesehatan mental (Ware dkk., 1992).


9

2) WHO quality of life (WHOQOL)

WHO Quality of Life (WHOQOL) merupakan instrumen kualitas hidup

yang dikembangkan oleh World Health Organization (WHO) bersama

dengan 15 pusat kolaborasi dunia yang dapat digunakan pada berbagai

macam kondisi kesehatan populasi. WHOQOL menilai pengaruh rasa sakit

akibat dari dideritanya suatu penyakit terhadap hubungan sosial, kapasitas

kerja, dan status keuangan responden. WHOQOL juga berfokus pada

kepuasan terhadap fungsi tubuh dan terhadap efek dari terapi yang diperoleh

(Anonim, 1998). Dua macam instrumen WHOQOL yang dikembangkan oleh

WHO yaitu WHOQOL-100 dan WHOQOL-BREF (Anonim, 1997).

Instrumen WHOQOL-100 mengukur 24 aspek spesifik terkait kualitas

hidup dan 1 aspek umum. Masing-masing aspek terdiri dari 4 item pertanyaan

sehingga instrumen WHOQOL-100 memiliki sebanyak 100 item pertanyaan.

Sebanyak 24 aspek kualitas hidup yang terdapat dalam instrumen WHOQOL-

100 terbagi dalam 6 domain kualitas hidup yang terdiri dari kapasitas fisik,

psikologi, level of independence, hubungan sosial, lingkungan, dan

kepercayaan yang dianut (Anonim, 1998).

Instrumen WHOQOL-BREF merupakan hasil pengembangan dari

WHOQOL-100 menjadi versi yang lebih ringkas dengan cara menyeleksi satu

item pertanyaan dari masing-masing 24 aspek spesifik yang terkait kualitas

hidup serta dari satu aspek umum yang terdapat pada instrumen WHOQOL-

100. Instrumen WHOQOL-BREF lebih tepat dan lebih praktis untuk

digunakan dalam pengukuran profil kesehatan karena memiliki jumlah item


10

pertanyaan yang lebih sedikit yaitu sebanyak 26 item. Instrumen

WHOQOL-BREF juga menyederhanakan domain yang terdapat pada

instrumen WHOQOL-100 menjadi 4 domain yang terdiri dari fisik,

psikologi, hubungan sosial, dan lingkungan (Anonim, 1998).

b. Instrumen spesifik
Instrumen spesifik dikembangkan untuk mengukur profil kesehatan

terhadap populasi spesifik seperti instrumen PedsQL yang khusus

digunakan pada populasi pediatri (Varni, 1998), instrumen Older

People’s Quality of Life (OPQoL) yang khusus digunakan terhadap

populasi geriatri (Bowling dkk., 2013), atau instrumen yang digunakan

dalam pengukuran kualitas hidup pada penyakit-penyakit spesifik seperti

instrumen Diabetes Quality of Life (DQOL) yang digunakan pada pasien

diabetes mellitus tipe 1 dan tipe 2 (Pickup dan Harris, 2007).

5. Utility
Utility merupakan nilai derajat kesehatan atau perbaikan status kesehatan

yang diukur dengan ‘yang lebih disukai’ oleh responden. Interpretasi hasil

nilai utility lebih mudah daripada profil kesehatan karena utility mengukur

kualitas hidup responden menggunakan 1 unit angka. Fanshel & Bush (1970)

dan Torrance (1976) membuat konsep utility dengan asumsi kesehatan

sempurna memiliki nilai utility = 1 dan kematian memiliki nilai utility = 0.

Jika kesehatan seseorang berkurang sehingga berada di bawah kesehatan

optimal maka nilai utilitynya <1. Kondisi kesehatan yang lebih buruk daripada

kematian memiliki utility yang bernilai negatif.


11

Nilai utility dapat diukur menggunakan metode pengukuran langsung dan

tidak langsung (Cramer dan Spilker, 1998).

a. Metode pengukuran langsung


Pengukuran nilai utility menggunakan metode pengukuran langsung

dilakukan dengan cara memetakan pilihan responden secara langsung pada

skala utility menggunakan Visual Analogue Scale (VAS), Time Trade Off

(TTO), dan standard gamble (Arnold dkk., 2009).

1) Visual analogue scale (VAS)

Visual analogue scale merupakan instrumen kualitas hidup yang

sederhana dan dapat digunakan secara mandiri oleh responden untuk

mengukur nilai utilitynya. Responden diminta untuk menilai

kesehatannnya dengan cara menempatkan tanda pada garis vertikal atau

horizontal dengan panjang 100 mm. Pada VAS tipe horizontal, ujung

garis sebelah kiri ditandai sebagai titik kematian atau titik kesehatan

terburuk dan ujung garis sebelah kanan ditandai sebagai titik kesehatan

optimal atau titik kesehatan terbaik. Tanda yang dibubuhkan oleh

responden diukur dari sisi sebelah kiri dalam satuan milimeter kemudian

dibagi dengan angka 100 sehingga didapatkan nilai utility (Stiggelbout

dan de Haes, 2001).

2) Time trade off (TTO)

Time trade-off merupakan instrumen yang dikembangkan oleh

Torrance et al (1972). Responden diminta untuk memperkirakan X tahun

ia dapat berada pada kondisi kesehatan optimal yang ekivalen dengan Y


12

tahun ia hidup dengan kondisi kesehatan saat itu. Nilai utility dapat

diukur secara langsung dengan membandingkan nilai X dengan nilai Y

(Stiggelbout dan de Haes, 2001).

3) Standard gamble

Pada metode standard gamble terdapat dua keadaan yang

digunakan yaitu keadaan A yang mewakili kondisi kesehatan responden

saat itu yang memiliki luaran kesehatan yang sudah pasti dan keadaan B

yaitu gamble (pemberian suatu intervensi). Gamble memiliki dua

kemungkinan luaran kesehatan yaitu kesehatan terbaik yang bisa

dibayangkan dengan probabilitas p dan kesehatan terburuk yang bisa

dibayangkan dengan probabilitas 1-p. Kesehatan optimal diberi nilai 1

dan kematian diberi nilai 0. Nilai p yang diperoleh menggambarkan nilai

utility dari responden (Stiggelbout dan de Haes, 2001).

b. Metode pengukuran tidak langsung


Pengukuran nilai utility menggunakan metode pengukuran tidak

langsung dilakukan dengan cara memetakan pilihan responden pada skala

utility secara tidak langsung melalui alat ukur berupa kuesioner kualitas hidup

yang diisi oleh responden. Respon terhadap kuesioner diubah menjadi nilai

utility menggunakan nilai populasi (Arnold dkk., 2009). Kuesioner kualitas

hidup yang dapat digunakan untuk mengukur nilai utility antara lain Short

Form 6-Dimensions (SF-6D) (Brazier dkk., 2002), Health Utilities Index

(HUI) (Horsman dkk., 2003), dan Euro Quality of Life (EQ-5D) (Rabin dan

Charro, 2001).
13

1) Short form six dimensions (SF-6D)

Short Form 6-Dimensions (SF-6D) merupakan instrumen kualitas hidup

yang mengacu pada Medical Outcomes Study (MOS) 36-Item Short Form

(SF-36). Instrumen SF-6D merupakan hasil dari klasifikasi ulang 8 dimensi

dari instrumen SF-36 menjadi 6 dimensi (SF-6D) sehingga item pertanyaan

serta tingkatan respon yang dimiliki instrumen SF-6D lebih sedikit daripada

instrumen SF-36 (Craig dkk., 2013). Instrumen SF-6D memiliki 4 hingga 6

tingkatan respon sehingga instrumen ini dapat mendefinisikan sebanyak

18.000 status kesehatan yang berbeda. Dimensi yang terdapat pada instrumen

SF-6D terdiri dari fungsi fisik, keterbatasan peran, fungsi sosial, nyeri,

kesehatan mental, dan vitality. Data-data yang dikumpulkan dari responden

diubah menjadi nilai utility menggunakan SF-6D utility algorithm (Ferreira

dkk., 2008).

2) Health utilities index (HUI)

Health Utilities Index (HUI) adalah instrumen general yang digunakan

untuk mengukur status kesehatan secara umum. Saat ini HUI terdiri dari dua

macam sistem klasifikasi status kesehatan yaitu HUI Mark 2 dan HUI Mark 3.

Kedua sistem tersebut bersifat independen namun komplementer yang secara

bersama-sama dapat mendefinisikan hampir 1.000.000 status kesehatan.

Informasi deskriptif responden yang dihasilkan dari pengumpulan data diubah

menjadi nilai utility melalui utility functions (Horsman dkk., 2003).

a) HUI mark 2. HUI Mark 2 dapat mendeskripsikan sebanyak 24.000 status

kesehatan dengan menilai 7 domain kesehatan yang terdiri dari sensation


14

(penglihatan, pendengaran, kemampuan berbicara), kemampuan bergerak,

emosi, kognisi, perawatan diri, rasa nyeri, dan fertilitas. Masing-masing

domain memiliki 3 hingga 5 tingkatan kemampuan/ketidakmampuan.

Domain fertility digunakan dalam HUI Mark 2 karena pada dasarnya

penerapan HUI Mark 2 berfokus pada konsekuensi terjadinya sub-fertilitas

dan infertilitas yang dihubungkan dengan kejadian kanker pada masa

anak-anak serta efek terapi yang diberikan (Horsman dkk., 2003).

b) HUI mark 3. HUI Mark 3 dapat mendeskripsikan sebanyak 972.000 status

kesehatan dengan menilai 8 domain yang terdiri dari penglihatan,

pendengaran, kemampuan berbicara, ambulation, dexterity, emosi,

kognisi, dan nyeri. Masing-masing domain pada HUI mark 3 memiliki 5

hingga 6 tingkatan kemampuan/ ketidakmampuan (Horsman dkk., 2003).

6. Euro Quality of Life (EQ-5D)


EQ-5D adalah instrumen general yang dikembangkan oleh EuroQol

Group, digunakan secara luas untuk mengukur status kesehatan pada suatu

populasi (Rabin and Charro, 2001). EQ-5D terdiri atas dua bagian yaitu EQ-

5D descriptive system dan EQ-5D Visual Analogue Scale (EQ-5D VAS). EQ-

5D descriptive system mengukur status kesehatan menggunakan 5 domain

kualitas hidup antara lain mobility (kemampuan berjalan/bergerak), self-care

(perawatan diri), usual activity (kegiatan yang biasa dilakukan),

pain/discomfort (rasa kesakitan/tidak nyaman), dan anxiety/depression (rasa

cemas/depresi). Hasil pengukuran menggunakan EQ-5D descriptive system

dapat dilaporkan sebagai health profile atau weighted index. Health profile
15

dipaparkan dalam bentuk tabel frekuensi atau proporsi status kesehatan pada

masing-masing tingkatan respon di setiap dimensinya. Tabel dapat dijabarkan

lebih luas untuk menyertakan subkriteria misalnya kelompok umur. Weighted

index diperoleh dengan mengkonversikan status kesehatan menjadi index score

atau utility (Reenen dan Janssen, 2015).

EQ-5D VAS mencatat penilaian responden terhadap kesehatannya

menggunakan visual analogue scale yang berbentuk vertikal dan memiliki skala 0

hingga 100. Titik akhir ditandai dengan ‘best imaginable health state’ (status

kesehatan terbaik yang dapat dibayangkan) yang ditunjukkan dengan skala 100

dan ‘worst imaginable health state’ (status kesehatan terburuk yang dapat

dibayangkan) yang ditunjukkan dengan skala 0. Data yang diperoleh digunakan

sebagai pengukuran kuantitatif atas luaran kesehatan responden berdasarkan

penilaiannya sendiri (Reenen dan Janssen, 2015).

Terdapat dua versi instrumen EQ-5D yang tersedia saat ini yaitu EQ-5D-3L

yang merupakan versi EQ-5D yang pertama kali dikembangkan dan EQ-5D-5L

yang merupakan EQ-5D versi terbaru.

a. EQ-5D-3L
EQ-5D-3L descriptive system memiliki 3 kategori tingkatan respon

pada masing-masing domain. Tingkat 1 menunjukkan no problem (tidak ada

masalah), tingkat 2 menunjukkan some or moderate problems (terdapat

masalah atau agak bermasalah), dan tingkat 3 menunjukkan extreme problems

(terdapat masalah yang sangat berat). Terdapatnya 3 kategori tingkatan

respon pada instrumen EQ-5D-3L dapat mendefinisikan 35 = 243 status


16

kesehatan. Masing-masing domain memberikan satu kode angka sesuai

dengan tingkat respon yang dipilih oleh responden sehingga dalam satu kali

pengukuran didapatkan 5 kode angka untuk 5 domain. Sebagai contoh, health

state = 11111 menunjukkan bahwa responden tidak memiliki masalah pada

kelima domain. Respon diberikan dengan cara membubuhkan tanda centang

( ) di dalam salah satu kotak di setiap kelompok pernyataan pada masing-

masing domain yang paling sesuai dengan kondisi kesehatan responden

(Reenen dan Oppe, 2015).

EQ-5D-3L VAS berupa suatu skala vertikal menyerupai termometer

yang memiliki angka 0 hingga 100. Respon terhadap EQ-5D-3L diberikan

dengan cara menarik garis dari kotak hitam di samping skala ke salah satu

titik pada skala yang menggambarkan kondisi kesehatan responden. Jika garis

yang dibuat tidak melewati VAS, respon tersebut tetap dapat dinilai dengan

cara membuat garis horizontal dari titik akhir respon ke skala VAS (Reenen

dan Oppe, 2015).

b. EQ-5D-5L
EQ-5D-5L descriptive system memiliki 5 kategori tingkatan respon

pada masing-masing domain. Tingkat respon 1 menunjukkan no problem

(tidak ada masalah), tingkat respon 2 menunjukkan slight problems (sedikit

bermasalah), tingkat respon 3 menunjukkan moderate problems (cukup

bermasalah), tingkat respon 4 menunjukkan severe problems (sangat ber-

masalah, dan tingkat respon 5 menunjukkan extreme problems (amat sangat

bermasalah). Terdapatnya 5 kategori tingkatan respon pada EQ-5D-5L


17

memungkinkan untuk mendefinisikan 55 = 3125 status kesehatan. Cara

pengisian kuesioner EQ-5D-5L sama dengan pengisian kuesioner EQ-5D-5L

(Reenen dan Janssen, 2015).

EQ-5D-5L VAS berbentuk skala vertikal dengan panjang 20 cm.

Respon diberikan dengan membubuhkan tanda silang (x) pada skala yang

nilainya menggambarkan kondisi kesehatan responden. Angka yang ditandai

pada skala ditulis di dalam kotak yang ada di samping skala (Reenen dan

Janssen, 2015).

7. Properti psikometri
Secara harfiah, psikometri mengacu pada pengukuran psikologis.

Secara umum, psikometri mengacu pada bidang psikologi dan pendidikan

yang dikhususkan dalam hal menilai, mengukur, menguji, dan kegiatan lain

yang terkait (Anonim, 2016). Psikometri merupakan penyusunan dan validasi

suatu instrumen pengukur serta menilai apakah suatu instrumen reliabel dan

valid untuk digunakan dalam proses pengukuran. Dalam perilaku kedokteran,

psikometri biasanya dikaitkan dengan pengetahuan individu, kemampuan,

kepribadian, dan tipe perilaku. Psikometri biasanya melibatkan penggunaan

suatu instrumen seperti kuesioner dan evaluasi kuesioner perlu dilakukan

untuk mengetahui apakah kuesioner tersebut memiliki properti psikometri

yang baik (Ginty, 2013).

Reliabilitas dan validitas merupakan 2 properti psikometri utama yang

harus dimiliki sebuah instrumen. Reliabilitas menggambarkan reprodusibilitas

atau stabilitas hasil pengukuran kualitas hidup pada populasi yang tidak
18

mengalami perubahan kesehatan atau perubahan pada kualitas hidupnya

sedangkan validitas mengungkapkan sejauh mana suatu instrumen dapat

mengukur apa yang ingin diukur. Properti psikometri yang dapat dianalisis untuk

menunjukkan reliabilitas instrumen antara lain agreement, internal consistency,

dan test-retest reliability sedangkan face validity, content validity, dan construct

validity merupakan properti psikometri yang dapat menunjukkan validitas

instrumen (Walters, 2009).

a. Agreement
Penilaian agreement dilakukan untuk menunjukkan stabilitas hasil

pengukuran suatu konsep yang sama menggunakan 2 alat ukur yang berbeda.

Agreement dapat dianalisis melalui nilai Intra-class Correlation Coefficient

(ICC) untuk data kontinyu atau weighted Cohen’s Kappa coefficient untuk

data ordinal (Terwee dkk., 2007). Dua alat ukur yang berbeda namun

mengukur konsep yang sama seharusnya memiliki tingkat agreement yang

tinggi, ditunjukkan dengan nilai ICC atau koefisien Kappa (κ) yang mendekati

angka 1 (Walters, 2009).

b. Internal consistency
Instrumen kualitas hidup biasanya terdiri dari lebih dari satu item

pertanyaan untuk menghasilkan estimasi respon yang lebih reliabel. Masing-

masing item pertanyaan dinilai kemudian nilai-nilai yang diperoleh

dikonversikan menjadi satu unit angka (Walters, 2009). Internal consistency

menilai apakah item-item yang digunakan semuanya homogen sehingga dapat

mengukur satu konsep yang sama (Terwee dkk., 2007).


19

c. Test-retest reliability
Test-retest reliability menilai stabilitas hasil pengukuran kualitas hidup

terhadap subjek yang sama pada waktu yang berulang. Properti psikometri ini

sesuai untuk dianalisis jika responden memiliki kondisi yang stabil dan

diperkirakan tidak mengalami perubahan kondisi klinik karena efek terapi atau

toksisitas (Walters, 2009). Tidak ada persetujuan yang pasti mengenai jarak

waktu antara pengukuran pertama dan kedua. Namun jarak waktu antara 2

pengukuran tersebut tidak boleh terlalu singkat atau terlalu lama. Jarak waktu

yang terlalu singkat dapat menyebabkan terjadinya recall yang

memungkinkan jawaban responden pada pengukuran kedua dipengaruhi oleh

ingatan responden pada saat pengukuran yang pertama. Jarak waktu yang

terlalu lama dapat menyebabkan perubahan kondisi klinis responden

(Campbell dkk., 2007). Streiner dan Norman (dalam Fitzpatrick, 1998)

menyarankan jarak waktu yang digunakan yaitu antara 2-14 hari. Penelitian

mengenai perbandingan instrumen EQ-5D-3L dengan EQ-5D-5L terhadap

pasien osteoarthritis lutut dan panggul di Kanada (Conner-Spady dkk., 2015)

dan penelitian yang dilakukan oleh Ruta dkk. (1998) menggunakan instrumen

SF-36 terhadap pasien rheumatoid arthritis menggunakan jarak waktu 2

minggu dalam analisis test-retest reliability.

d. Face dan content validity


Face validity sering dianggap sebagai bentuk dari content validity. Face

validity lebih melihat apakah instrumen kualitas hidup nampak mengukur

apa yang ingin diukur sedangkan content validity melihat secara lebih rinci

apakah item-item pada instrumen tersebut dapat mencakup domain secara


20

komprehensif, jelas, dan tidak menimbulkan makna yang ambigu (Walters,

2009). Face validity berfokus pada critical review terhadap item-item di setiap

domain dari suatu instrumen baru sebelum instrumen tersebut digunakan

untuk pengukuran sedangkan cakupan dan relevansi antaritem biasanya dinilai

selama proses penyusunan instrumen (Walters, 2009). Tes terhadap kedua

macam validitas ini melibatkan penilaian kualitatif mengenai apakah item-

item pada instrumen merefleksikan secara jelas dimensi kualitas hidup dan

apakah item-item tersebut dapat mewakili domain kualitas hidup yang diteliti

(Walters, 2009).

e. Construct validity
Construct validity menilai hubungan antara satu konsep dengan konsep

yang lain pada suatu instrumen secara lebih kuantitatif. Sebagai contoh,

subjek yang merasakan nyeri lebih berat diperkirakan membutuhkan

analgesik yang lebih banyak, individu dengan disabilitas yang lebih berat

memiliki kemampuan bergerak yang lebih rendah (Fitzpatrick, 1998).

Construct validity dapat dibagi menjadi 3 macam yaitu known-groups

validity, convergent validity, dan discriminant validity (Walters, 2009).

1) Known-groups validity

Known-groups validity didasarkan pada asumsi bahwa kelompok

subjek tertentu dinilai berbeda dari kelompok subjek tertentu lainnya dan

instrumen yang digunakan harus sensitif terhadap perbedaan tersebut.

Known-groups validity dapat digunakan untuk membandingkan nilai

kualitas hidup diantara kelompok-kelompok yang berbeda misalnya


21

antara populasi osteoarthritis dengan populasi umum atau pada populasi

osteoarthritis dengan tingkat keparahan yang berbeda, kemudian mencari

perbedaan yang terdapat pada kedua kelompok tersebut. Known-groups

validity.

2) Convergent validity

Convergent validity menilai korelasi antara instrumen kualitas

hidup yang satu dengan instrumen kualitas hidup yang lain. Dua

instrumen yang berbeda seharusnya memiliki korelasi yang kuat jika

keduanya mengukur satu konsep yang sama. Convergent validity juga

dapat digunakan untuk menilai hubungan antara dimensi kualitas hidup

dengan dimensi yang lain yang secara teoritis memang dinilai memiliki

hubungan. Sebagai contoh, penelitian yang dilakukan oleh Walters dkk.

(1999) terhadap pasien venous leg ulcer menggunakan 4 macam

instrumen menganalisis convergent validity dengan menilai korelasi

antara dimensi fungsi fisik instrumen SF-36 dengan Frenchay Activities

Index (FAI) yang merupakan instrumen pengukur fungsi fisik.

3) Discriminant validity

Berkebalikan dengan convergent validity, discriminant validity

dianalisis untuk menunjukkan bahwa beberapa dimensi kualitas hidup

diperkirakan tidak saling berhubungan atau memiliki hubungan namun

hubungannya sangat rendah. Sebagai contoh, penelitian yang dilakukan

oleh Walters dkk. (1999) terhadap pasien venous leg ulcer menggunakan
22

4 macam instrumen menganalisis discriminant validity dengan menilai

korelasi antara dimensi fungsi fisik pada instrumen SF-36 dengan dimensi

nyeri pada instrumen SF-MPQ.

f. Floor dan ceiling effect


Instrumen kualitas hidup dikatakan responsif jika instrumen tersebut

dapat mendeteksi perubahan tingkatan respon yang sekecil mungkin. Proporsi

pasien pada ‘floor’ dan ‘ceiling’ dapat digunakan untuk melihat tingkat

responsivitas suatu instrumen. Proporsi respon subjek yang tinggi pada akhir

skala respon terburuk disebut sebagai floor effect sedangkan ceiling effect

diukur sebagai proporsi respon subjek yang tinggi pada akhir skala respon

terbaik (Walters, 2009). Penurunan ceiling effect menghasilkan sensitivitas

yang meningkat terhadap perubahan tingkatan respon (Jia dkk., 2014).

g. Discriminatory power
Instrumen yang digunakan untuk mengukur status kesehatan harus

memiliki kemampuan untuk membedakan antarsubjek atau responden pada

satu waktu pengukuran. Properti psikometri yang menggambarkan

kemampuan ini disebut sebagai discriminatory power. Berbeda dengan floor

dan ceiling effect yang hanya berfokus terhadap kategori respon tertinggi dan

terrendah, discriminatory power menilai distribusi frekuensi respon pada

semua sistem klasifikasi respon yang digunakan pada instrumen. Analisis

discriminatory power dilakukan melalui penilaian Shannon’s index (H’) dan

Shannon’s Evenness index (J’). Shannon’s index menunjukkan informativitas

absolut dari sistem instrumen sedangkan Shannon’s Evenness index


23

menunjukkan informativitas relatif dari sistem atau ‘keseragaman’ distribusi

tanpa memperhatikan jumlah kategori yang dimiliki oleh instrumen (Janssen

dkk., 2007). Semakin tinggi nilai H’, semakin banyak informasi yang

ditangkap oleh sistem yang berarti bahwa sistem instrumen semakin

informatif. Jika distribusi respon seragam (pi = p* untuk semua i), informasi

yang ditangkap mencapai jumlah yang optimal dan H’ mencapai nilai

maksimal (H’max) yaitu senilai log2L. Jika jumlah tingkatan respon (L)

meningkat maka nilai H’max juga meningkat sedangkan nilai H’ hanya akan

meningkat jika tingkatan respon baru yang ditambahkan benar-benar

berguna/berarti. Shannon’s index (H’) dan Shannon’s Evenness index (J’)

dihitung berdasarkan rumus berikut ini (Janssen dkk., 2012).

Keterangan:
C : jumlah total kategori (tingkatan)
pi = ni/N : proporsi pengamatan pada tingkatan ke-i (i = 1, ..., C)
ni : jumlah skor (respon) yang dikumpulkan pada tingkatan i
N : jumlah total ukuran sampel
H’max : log2 L

8. Osteoarthritis
Osteoarthritis (OA) adalah penyakit sendi degeneratif, kronis, dan

progresif yang dikarakterisasi dengan rusaknya kartilago artikular dan

remodeling tulang periartikular (Mahajan dkk., 2005b). Progresivitas penyakit


24

osteoarthritis terjadi secara lambat dalam hitungan bulan hingga tahun.

Manifestasi klinis yang terjadi pada penderita osteoarthritis antara lain nyeri sendi

yang diperburuk oleh aktivitas dan membaik setelah istirahat, terjadi kekakuan

sendi tanpa didahului aktivitas misalnya setelah bangun tidur, terjadi

pembengkakan sendi, muncul warna kemerahan di daerah sendi, penurunan

kemampuan pergerakan sendi, serta dapat muncul bunyi gemeretak atau berderit

pada sendi (Anonim, 2015a).

Osteoarthritis merupakan gangguan sendi muskuloskeletal yang paling

sering terjadi serta merupakan penyebab utama nyeri tulang dan disabilitas

(Paradowski, 2014). Osteoarthritis dapat terjadi pada berbagai sendi, namun sendi

yang paling banyak dipengaruhi yaitu pada lutut, panggul, tangan, dan kaki.

Insidensi osteoarthritis pada tangan, panggul, dan lutut meningkat dengan

bertambahnya usia dengan kecepatan peningkatan pada wanita lebih tinggi

daripada pria khususnya pada usia di atas 50 tahun (Litwic dkk., 2013).

Osteoarthritis lebih sering terjadi pada wanita dan prevalensinya meningkat

setelah masa menopause yang dikatikan dengan berkurangnya kadar estrogen

dalam tubuh (Mahajan dkk., 2005a). Pada tahun 2005 diestimasikan lebih dari 26

juta orang di Amerika mengalami osteoarthritis (Lawrence dkk., 2008). Di

Indonesia, prevalensi terjadinya osteoarthritis mencapai 5% pada usia <40 tahun,

30% pada usia 40-60 tahun, dan 65% pada usia >61 tahun (Imayati, 2011).

Patofisiologi terjadinya osteoarthritis melibatkan kartilago sendi. Kartilago

merupakan jaringan licin yang melapisi ujung-ujung tulang persendian sehingga

memungkinkan pergerakan sendi secara sempurna tanpa bergesekan satu sama


25

lain. Pada penderita osteoarthritis, lapisan permukaan kartilago mengalami

kerusakan sehingga terjadi gesekan antar tulang dan menyebabkan gejala berupa

rasa nyeri, bengkak, bahkan sendi dapat kehilangan kemampuan untuk bergerak.

Proses biomekanik dan biokimia berperan dalam terjadinya kerusakan rawan

kartilago. Kedua proses tersebut dapat memicu reaksi enzimatik seperti

pengeluaran enzim proteolitik atau kolagenolitik oleh kondrosit sehingga

menghancurkan matriks rawan sendi (Anonim, 2006).

Konsep utama dalam patogenesis terjadinya osteoarthritis adalah proses

wear and tear yang merupakan istilah untuk terjadinya kerusakan sendi yang

diikuti oleh perbaikan sebagai respons tulang subkhondral yang tampak berupa

pembentukan osteofit dan dikaitkan dengan faktor risiko usia serta beban

biomekanik pada sendi (Anonim, 2006).

Berdasarkan etiologinya, osteoarthritis diklasifikasikan menjadi dua macam

yaitu osteoarthritis primer dan sekunder. Osteoarthritis primer merupakan

osteoarthritis yang tidak diketahui penyebabnya namun dikaitkan dengan penuaan.

Osteoarthritis sekunder disebabkan oleh adanya gangguan pada sendi atau kondisi

lain. Sebagian besar kasus osteoarthritis yang terjadi merupakan osteoarthritis

primer (Mahajan dkk., 2005b). Berikut ini merupakan faktor risiko terjadinya

osteoarthritis (Anonim, 2015a).

a. Usia. Osteoarthritis dapat terjadi pada semua umur namun prevalensinya

meningkat dengan meningkatnya usia. Osteoarthritis paling banyak terjadi

pada kelompok usia lanjut dan usia dewasa.

b. Berat badan yang berlebihan. Berat badan berlebih dapat memberikan beban
26

dan tekanan yang lebih besar pada kaki, lutut, dan panggul sehingga

meningkatkan risiko kerusakan pada sendi yang terkait.

c. Riwayat keluarga. Faktor genetik yaitu warisan kelainan tulang dapat menjadi

risiko terjadinya osteoarthritis.

d. Cedera sendi. Osteoarthritis dapat terjadi pada sendi yang telah mengalami

kerusakan oleh cedera sebelumnya. Cedera awal dapat menyebabkan

kerusakan pada jaringan sendi atau mempengaruhi pergerakan sendi.

Seseorang yang menerima tekanan berulang pada sendi yang telah mengalami

cedera (seperti pada olahragawan atau pekerja bangunan) memiliki risiko

yang lebih tinggi untuk berkembang menjadi osteoarthritis.

Nyeri sendi yang terjadi pada osteoarthritis berdampak negatif pada kualitas

hidup yang terkait dengan kesehatan terutama dalam hal kemampuan

bergerak/berjalan, suasana hati, dan gangguan tidur, serta menurunnya

kemampuan berpartisipasi dalam aktivitas sosial (Hawker dkk., 2008).

Osteoarhtritis merupakan penyakit progresif yang semakin lama dapat semakin

memburuk sehingga perlu dilakukan terapi sesegera mungkin. Terapi yang

diberikan pada penderita osteoarthritis tidak bertujuan menyembuhkan, tetapi

mengontrol penyakit, menghambat kerusakan sendi lebih lanjut, serta menjaga

sendi pada kondisi sesehat mungkin pada jangka waktu selama mungkin. Dua

tujuan utama terapi osteoarthritis antara lain mengontrol nyeri dan meningkatkan

kemampuan fungsi sendi (Anonim, 2015b).

Terapi yang diberikan pada penderita osteoarthritis meliputi terapi non

farmakologi dan terapi farmakologi. Terapi non farmakologi yang dapat dilakukan
27

meliputi program latihan fisik, heat and cold therapy, serta program penurunan

berat badan. Terapi farmakologi yang dilakukan yaitu pemberian obat-obatan

untuk mengurangi rasa nyeri antara lain analgesik oral (seperti paracetamol)

maupun topikal (seperti capsaicin atau diklofenak) serta obat-obatan golongan

NSAID seperti aspirin atau asam mefenamat. Prosedur operasi penggantian sendi

hanya diindikasikan pada disabilitas fungsional atau kasus nyeri sendi berat yang

tidak responsif terhadap pengobatan (Wells dkk., 2015). Penggantian sendi

merupakan prosedur yang efektif untuk menghilangkan rasa nyeri, mengoreksi

abnormalitas sendi, dan memungkinkan pasien untuk dapat melakukan aktivitas

sehari-hari dengan lebih nyaman (Anonim, 2015b).

G. Landasan Teori

EQ-5D merupakan instrumen general yang banyak digunakan untuk

mengukur kualitas hidup populasi. EQ-5D termasuk instrumen yang sederhana

karena mengukur status kesehatan menggunakan 5 macam domain. Pengukuran

menggunakan instrumen EQ-5D menghasilkan nilai utility yang dibutuhkan pada

pengukuran Quality-adjusted Life Years (QALY) dalam studi farmakoekonomi

CUA. EQ-5D terdiri dari 2 bagian yaitu EQ-5D descriptive system dan EQ-5D

VAS. EQ-5D descriptive system menilai 5 domain kesehatan yang meliputi

mobility, self-care, usual activity, pain/discomfort, dan anxiety/depression. EQ-5D

VAS menilai kesehatan responden menggunakan skala vertikal dengan rentang 0-

100. Saat ini instrumen EQ-5D tersedia dalam 2 versi yaitu EQ-5D-3L yang

memiliki 3 tingkatan respon dan EQ-5D-5L yang memiliki 5 tingkatan respon.


28

Telah banyak publikasi mengenai penelitian di berbagai negara yang

membandingkan antara instrumen EQ-5D-3L dan EQ-5D-5L untuk mengetahui

versi instrumen EQ-5D yang lebih sesuai digunakan dalam pengukuran kualitas

hidup baik pada populasi sehat (Feng dkk., 2015) maupun pada populasi dengan

kondisi khusus seperti penelitian yang dilakukan oleh Conner-Spady dkk. (2015)

terhadap populasi pasien osteoarthritis lutut dan panggul di Kanada. Osteoarthritis

merupakan penyakit sendi yang bersifat degeneratif, kronis, dan progresif dan

merupakan penyebab utama nyeri tulang dan disabilitas pada kasus gangguan

sendi. Nyeri sendi yang terjadi berdampak negatif pada kualitas hidup pasien

kaitannya dengan kemampuan bergerak/berjalan, suasana hati, kemampuan dalam

melakukan aktivitas sehari-hari, serta gangguan tidur. Pengukuran kualitas hidup

terhadap populasi osteoarthritis menjadi penting karena sifat penyakitnya yang

progresif serta prevalensinya yang tinggi di dunia termasuk di Indonesia.

Informasi mengenai gambaran kualitas hidup pasien osteoarthritis dapat berguna

dalam pemilihan intervensi yang paling tepat bagi pasien sesuai dengan domain

yang paling banyak dipengaruhi.

Pengukuran kualitas hidup pasien osteoarthritis menggunakan instrumen

EQ-5D dapat memberikan hasil yang berbeda jika dilakukan pada populasi

osteoarthritis di negara yang berbeda akibat pengaruh perbedaan sosio-demografi

dan budaya. Oleh karena itu diperlukan penelitian mengenai perbandingan

instrumen EQ-5D-3L dan EQ-5D-5L pada populasi yang dimaksud untuk

mengetahui gambaran kualitas hidup populasi tersebut yang diukur menggunakan

kedua versi instrumen EQ-5D serta untuk mengetahui versi instrumen EQ-5D
29

yang lebih sesuai untuk digunakan dalam pengukuran kualitas hidup pada

populasi tersebut. Perbandingan instrumen EQ-5D-3L dengan EQ-5D-5L dapat

dilakukan melalui analisis properti psikometri yang meliputi agreement, internal

consistency, ceiling effect, dan convergent validity.

H. Kerangka Teori

Data biaya
Data biaya
Studi Farmakoekonomi
CBA, CEA, CMA, CUA Data luaran (outcome)
kesehatan
1. Outcome ekonomi
2. Outcome klinik
3. Outcome humanistik

Pengukuran kualitas hidup

Profil kesehatan Utility

Spesifik General Tidak langsung Langsung


1. OPQoL 1. SF-36 1. SF-6D 1. VAS
2. PedsQL 2. WHOQoL 2. HUI 2. TTO
3. DQoL 3. EQ-5D 3. Standard
(3L dan 5L) gamble

Analisis versi kuesioner EQ-5D diantara EQ-5D-3L


dan EQ-5D-5L pada populasi pasien osteoarthritis di
Kota Yogyakarta dan Kabupaten Sleman

Gambar I. Kerangka teori


30

I. Kerangka Penelitian

Pasien osteoarthritis

Pengumpulan data kualitas hidup dengan


instrumen EQ-5D-3L dan EQ-5D-5L

Data kualitas hidup:

1. EQ-5D descriptive
2. EQ-5D VAS
3. EQ-5D index score

Analisis properti psikometri meliputi:

1. Agreement
2. Internal consistency
3. Ceiling effect
4. Convergent validity

Gambar II. Kerangka penelitian

J. Keterangan Empiris

Penelitian ini mengukur kualitas hidup populasi pasien osteoarthritis di Kota

Yogyakarta dan Kabupaten Sleman menggunakan instrumen EQ-5D-3L dan EQ-

5D-5L serta membandingkan kedua versi instrumen EQ-5D melalui analisis

properti psikometri yang terdiri dari agreement, internal consistency, ceiling

effect, dan convergent validity. Tujuan penelitian ini yaitu untuk mengetahui

gambaran kualitas hidup pasien osteoarthritis di Kota Yogyakarta dan Kabupaten

Sleman serta mengetahui versi instrumen EQ-5D diantara EQ-5D-3L dan EQ-5D-

5L yang lebih sesuai digunakan pada populasi pasien osteoarthritis di Kota

Yogyakarta dan Kabupaten Sleman.

Das könnte Ihnen auch gefallen