Sie sind auf Seite 1von 8

ASERSI MANAJEMEN DALAM AUDIT

Konsep Asersi Dalam ISA

Menurut ISA 315 alinea 4 (a), asersi adalah representasi oleh manajemen, secara eksplisit

(dalam bentuk pernyataan) maupun implisit (tersirat) yang terkandung dalam laporan keuangan.

Representasi ini digunakan oleh auditor untuk memperhatikan berbagai salah saji dalam laporan

keuangan yang mungkin terjadi. Dengan menyerahkan laporan keuangannya kepada auditor atau

pihak lain, menajemen membuat representasi secara tersurat maupun tersirat. Representasi oleh

manajemen kepada auditor, yang paling umum dikenal adalah laporan keuangan secara

menyeluruh disajikan secara wajar sesuai dengan kerangka pelaporan keuangan yang berlaku.

Representasi umum tersebut sesungguhnya mengandung beberapa asersi :


Gambar tersebut menunjukan asersi-asersi laporan keuangan dan dampak keuangannya

jika asersi tersebut salah. Jika manajemen memberikan asersi yang benar, maka dampak kesalahan

keuangannya tidak ada. Hal ini digambarkan dalam bidang berwarna hijau, correctly stated

amount “angka-angka disajikan dengan benar”, khusus untuk transaksi dan saldo (karena

pengungkapan atau disclosure bersifat kualitatif).

Jika manajemen memberikan asersi yang salah, maka dampak kesalahan keuangannya bisa

berupa angka-angka yang dinyatakan terlalu rendah (understated), digambarkan di sebelah kiri

bidang berwarna hijau. atau terlalu tinggi (overstated), digambarkan disebelah kanan bidang

berwarna hijau. Kesalahan manajemen dalam asersi laporan keuangan mempunyai dampak

kuantitatif dan kualitatif. Auditor harus memberikan perhatian terhadap asersi laporan keuangan.

Jenis – Jenis Asersi :

1. Asersi tentang keberadaan atau keterjadian berhubungan dengan apakah aktiva atau utang

entitas ada pada tanggal tertentu dan apakah transaksi yang dicatat telah terjadi selama

periode tertentu. Sebagai contoh, perusahaan ABC. memiliki hutang dagang sebesar

Rp 100.000.000,-. Dari hutang dagang yang diklaim oleh perusahaan tersebut, asersi

keberadaan dan keterjadian ini berkaitan dengan apakah hutang tersebut memang ada pada

tanggal tertentu dan apakah pencatatan atas hutang terjadi selama periode tertentu.

2. Asersi tentang kelengkapan berhubungan dengan apakah semua transaksi dan akun yang

seharusnya disajikan dalam laporan keuangan telah dicantumkan di dalamnya. Sebagai

contoh, perusahaan ABC. memiliki hutang dagang sebesar Rp 100.000.000,-. Asersi ini

berkaitan dengan apakah hutang dagang tersebut sudah meliputi semua hutang dagang

yang seharusnya disajikan dalam laporan keuangan.


3. Asersi tentang hak dan kewajiban berhubungan dengan apakah aktiva merupakan hak

entitas dan utang merupakan kewajiban perusahaan pada tanggal tertentu. Sebagai contoh

perusahaan ABC. memiliki hutang dagang sebesar Rp 100.000.000,-. Perusahaan tidak

memiliki hak apapun, melainkan memiliki kewajiban untuk membayar hutang dagang

sebesar Rp 100.000.000,- tersebut.

4. Asersi tentang penilaian atau alokasi berhubungan dengan apakah komponen- komponen

aktiva, kewajiban, pendapatan dan biaya sudah dicantumkan dalam laporan keuangan pada

jumlah yang semestinya. Sebagai contoh, perusahaan ABC. memiliki hutang dagang

sebesar Rp 100.000.000,-. Asersi ini berkaitan dengan, apakah hutang dagang sebesar

Rp 100.000.000,- tersebut telah dicantumkan dengan jumlah yang benar atau tepat dadalam

laporan keuangan.

5. Asersi tentang penyajian dan pengungkapan berhubungan dengan apakah komponen-

komponen tertentu laporan keuangan diklasifikasikan, dijelaskan, dan diungkapkan

semestinya. Sebagai contoh, perusahaan ABC. memiliki hutang dagang sebesar

Rp 100.000.000,-. Asersi penyajian dan pengungkapan ini berkaitan dengan penggolongan,

pengungkapan, dan penguraian, oleh karena itu, ketika perusahaan mengklaim memiliki

hutang dagang seperti yang dicontohkan, maka dalam laporan keuangan pun harus

digolongkan sebagai hutang jangka pendek, berbeda jika hutang dagang tersebut

digolongkan sebagai hutang jangka panjang, maka akan terjadi salah saji.

Secara singkat lima jenis asersi tersebut dapat diringkas seperti berikut:

 Keberadaan (Exsistence/Occurrence)

aktiva dan kewajiban ada pada tanggal tertentu, transaksi pendapatan dan beban

terjadi pada periode tertentu


 Kelengkapan(Completeness)

semua transaksi dan akun yang seharusnya disajikan telah disajikan

 Hak dan Kewajiban(Right and Obligation)

aktiva adalah hak, hutang adalah kewajiban entitas pada tanggal tertentu

 Penilaian dan Alokasi (Valuation and Allocation)

komponen aktiva, kewajiban, pendapatan dan beban telah disajikan pada LK

pada jumlah semestinsnya

 Penyajian dan Pengungkapan (Presentation and Disclosure)

komponen tertentu pada LK telah digolongkan, diuraikan, dan diungkapkan

sebagaimana mestinya

Asersi Gabungan

Penggabungan asersi dalam empat kombinasi, memudahkan penerapan pada ketiga

kategori (jenis transaksi, saldo akun, dan presentasi serta pengungkapan).

Penggabungan Asersi

Asersi Gabungan Jenis Transaksi Saldo Akun Presentasi dan

Pengungkapan

C-Completeness Completeness Completeness Completeness

E-Existence Occurrence Existence Occurrence


A-Accuracy and Cut- Accuracy Cut-off Right and Accuracy Rights and

off Classification Obligations Obligations

Classification

Understandability

V-Valuation Valuation and Valuation

Allocation

Tabel Asersi Gabungan

Penjelasan Asersi Gabungan

1. C-Completeness : Segala sesuatu yang harus dicatat atau diungkapkan dalam laporan

keuangan, telah dicakup.

2. E-Existence : Segala sesuatu yang harus dicatat atau diungkapkan dalam laporan keuangan,

memang ada pada tanggal yang bersangkutan, dan memang harus dicakup.

3. A-Accuracy and cut-off : Semua kewajiban, pendapatan, beban, dan hak atas aset

merupakan kewajiban atau kekayaan entitas dan telah dicatat dalam jumlah yang benar dan

dialokasikan ke periode yang benar.

4. V-Valuation : Aset, kewajiban, dan ekuitas dicatat dalam jumlah atau nilai dalam laporan

keuangan. Penyesuaian untuk penilaian atau alokasi yang diperlukan karena sifatnya atau

sesuai dengan prinsip akuntansi yang diterapkan, telah dicatat sebagaimana mestinya.

Asersi dalam Auditing

Auditor wajib mengidentifikasikan dan menilai risiko salah saji pada :

1. Tingkat laporan keuangan;


2. Tingkat asersi untuk jenis transaksi, saldo akun, dan pengungkapan untuk merancang dan

melaksanakan prosedur audit selanjutnya.

Seperti yang disebutkan diatas, laporan keuangan mengandung berbagai asersi. Asersi ini dapat

digunakan auditor dalam menilai risiko di tingkat laporan keuangan dan di tingkat asersi.

Penilaian Risiko di Tingkat Laporan Keuangan

Risiko salah saji yang material pada tingkat laporan keuangan, cenderung bersifat pervasif

(tersebar luas) dan karenanya mencakup semua asersi. Sebagai contoh, jika kepala pembukuan

tidak cukup kompeten, sangat boleh jadi kekeliruan terjadi dalam laporan keuangan. Kekeliruan

semacam ini sering kali tidak terbatas pada satu saldo akun, atau satu jenis transaksi, atau suatu

pengungkapan saja. Kekeliruan juga tidak terbatas pada satu asersi saja, seperti lengkapnya

(completeness) transaksi penjualan. Kekeliruan dengan mudah merambah ke asersi lain seperti

accuracy, existence, dan valuation.

Penilaian Risiko di Tingkat Asersi

Risiko pada tingkat asersi berkaitan dengan saldo dari akun tertentu (secara individu) pada

saat tertentu (misalnya akhir tahun), atau untuk asersi tertentu pada suatu periode tertentu

(misalnya dalam tahun buku bersangkutan), dan berkenaan dengan penyajian dan pengungkapan

tertentu dalam laporan keuangan.

Relevansi setiap asersi untuk saldo akun (atau jenis transaksi, atau penyajian dan

pengngkapan) tertentu, akan berbeda, tergantung pada ciri saldo akun itu dan potensi salah saji

yang material. Sebagai contoh, ketika menilai Valuation assertion, auditor mungkin menilai risiko

terjadinya kekeliruan sebagai rendah. Namun, untuk persediaan dimana keusangan (obsolescence)
merupakan faktor penting, auditor menilai Valuation risk tinggi. Contoh lain, karena kemungkinan

hilangnya persediaan relatif kecil, auditor menilai risiko salah saji yang material berkenaan dengan

completeness assertion, rendah. Akan tetapi, kelemahan dalam menangani transaksi penjualan

menyebabkan auditor menilai risiko salah saji karena tidak lengkapnya saldo akun penjualan,

sebagai risiko yang tinggi.

Auditor menggunakan asersi untuk:

1. Menentukan jenis risiko salah saji yang bisa terjadi.

2. Menilai seberapa besar kemungkinan terjadinya risiko salah saji yang material.

3. Merancang prosedur audit selanjutnnya (further audit procedures) sebagai jawaban atau

tanggapan terhadap risiko yang dinilai (responsive to the assessed risk).

Apa Jenis Risiko Salah Saji ?

Dalam langkah ini auditor melaksanakan prosedur penilaian risiko. Sebagai contoh, auditor dapat

mengajukan pertanyaan sebagai berikut:

1. Apakah aset memang ada ? (existence)

2. Apakah entitas memiliki aset tersebut ? (right and obligations)

3. Apakah transaksi penjualan dicatat dengan benar ? (completeness)

4. Apakah saldo persediaan di-adjust untuk barang yang lambat perputarannya ? (slow-moving)

dan usang (obsolete) ? (valuation)

5. Apakah saldo utang sudah meliputi semua kewajiban pada akhir periode ? (completeness)

6. Apakah transaksi dicatat dalam periode yang benar ? (cut-off)

7. Apakah jumlah yang benar disajikan dan diungkapkan dalam laporan keuangan ? (accuracy)
Seberapa Besar Kemungkinan Terjadinya Risiko itu ?

Risiko salah saji yang material merupakan kombinasi dari risiko bawaan (inherent risk)

dan risiko pengendalian (control risk). Oleh karena itu, proses penilaian (assessment process)

meliputi keduanya. Mengenai risiko bawaan, auditor menentukan potensi salah saji yang

berkenaan dengan asersi yang mana. Ia kemudian menilai seberapa besarnya kemungkinan

terjadinya risiko ini, dan taksiran jumlahnya. Mengenai risiko pengendalian, auditor menentukan

apakah ada pengendalian intern yang relevan untuk mencegah dan menekan (mitigate) assessed

risk dan dampaknya terhadap asersi terkait.

Apa Prosedur Audit Selanjutnya ?

Langkah terakhir ialah merancang prosedur audit yang menjawab assessed risks untuk

setiap asersi terkait. Sebagai contoh, jika resiko piutang dinyatakan lebih besar dari sesungguhnya

(overstated), itu tinggi, maka prosedur audit harus dirancang untuk menjawab asersi tersebut

(dalam hal ini, existence assertion). Jika asersi mengenai transaksi penjualan yang berkenaan

dengan completeness yang beresiko tinggi, auditor dapat merancang uji pengendalian (tes of

controls) yang menyoroti completeness assertion ini.

Das könnte Ihnen auch gefallen