Sie sind auf Seite 1von 110

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Tanah merupakan salah satu sumber daya alam yang penting untuk

kelangsungan hidup umat manusia. Hubungan manusia dengan tanah bukan hanya

sekedar sebagai tempat hidup, tetapi lebih dari itu tanah memberikan sumber daya

bagi kelangsungan hidup umat manusia. Bagi bangsa Indonesia tanah adalah

karunia Tuhan Yang Maha Esa dan merupakan kekayaan nasional, serta

hubungan antara bangsa Indonesia dengan tanah bersifat abadi. oleh karena itu harus

dikelola secara cermat dan penuh tanggungjawab untuk masa sekarang maupun

untuk masa yang akan datang.1

Bagi pemerintah, tanah juga diperlukan guna pembangunan sarana

yang akan bermanfaat bagi kehidupan masyarakat luas yakni kepentingan

umum. Berbicara tentang kepentingan umum, Negara secara langsung

mengatur tentang tanah yang menyebutkan dalam dalam Pasal 6 UU Nomor 5

tahun 1960 tentang Undang-Undang Pokok Agraria bahwasanya “tanah

mempunyai fungsi sosial” yang artinya Negara mengatur tentang kepentingan

umum yang dimaksud dengan kepentingan sosial.2

Persoalan tanah dalam kepentingan umum tidak terlepas dari

permasalahan perwakafan. Pada hakekatnya tanah wakaf tak boleh berubah

1
Boedi Harsono, 1999, Hukum Agraria Indonesia ( Sejarah Pembentukan Undang-
Undang Pokok Agraria), Djambatan, Jakarta, hlm. 23
2
Bungin, Burhan. Metodologi Penelitian Sosial: Format-format Kualitatif dan
Kuantitatif, hlm. 12
wujudnya dan peruntukkannya walau sudah habis atau sudah tidak sesuai

lagi dengan perkembangan zaman dan ada yang memperbolehkan dengan

alasan selama peruntukkan tanah wakaf itu fungsinya masih dirasakan

masyarakat secara keseluruhan walaupun berubah bentuknya, misalnya pada

saat diwakafkan tanah tersebut didirikan rumah ibadah kemudian dialikan

menjadi sekolah yang secara tidak langsung bisa dirasakan masyarakat luas.

Wakaf bagi masyarakat Islam dapat bermakna sebagai ibadah, apabila

wakaf berupa tanah atau bangunan itu digunakan untuk kepentingan umum

seperti tanah yang di “wakafkan” untuk bangunan tempat ibadah, untuk

keperluan pembiayaan fakir miskin, dan lain-lain sebagainya. Tanah wakaf

pada dasarnya adalah “tanah untuk Tuhan”.3

Mengingat akan arti pentingnya persoalan tentang wakaf ini, maka

Undang-undang Nomor 5 Tahun 1960 telah mencantumkan adanya suatu

ketentuan khusus sebagaimana tersebut di dalam Pasal 49 ayat 3 yang

menyatakan bahwa Perwakafan tanah milik dilindungi dan diatur dengan

Peraturan Pemerintah. 4

Salah satu regulasi pemerintah yang mengatur tentang perwakafan

sesuai dengan perkembangan hukum pertanahan nasional adalah Undang-

undang RepublikIndonesia Nomor 41Tahun 2004 tentang wakaf (selanjutnya

disebut UU Wakaf 2004). UU Wakaf 2004 tersebut merupakan lexspesialis

yang mengatur mengenai keberadaan lembaga wakaf.

Di dalam UU Wakaf 2004 Bab IV Pasal 41 telah ada ketentuan

3
Brahmana Adhie dan Hasan Basri Nata Menggala, 1998, Reformasi Tanah ,
Mandar, Jakarta, hlm. 37
4
Opcit, hlm. 350.
terhadap tukar menukar benda wakaf setelah terlebih dahulu meminta izin dari

Menteri Agama Republik Indonesia dengan dua alasan, pertama karena tidak

sesuai dengan tujuan wakaf dan yang kedua demi kepentingan umum. Secara

substansial, benda-benda wakaf boleh diberdayakan secara optimal untuk

kepentingan umum dengan jalan tukar menukar. Keberadaan aturan tersebut

merupakan upaya pembaharuan paham yang sejak awal diyakini oleh

mayoritas ulama dan masyarakat Indonesia yang mengikuti pendapat Imam Syafi'i

bahwa benda-benda wakaf tidak boleh diutak-atik, walaupun demi kepentingan

umum yang bermanfaat sekalipun.

Pengadaan tanah untuk pembangunan kepentingan umum termasuk di

dalamnya pembangunan Jalan Tol Batang-Semarang II Seksi V di Kota

Semarang termasuk dalam kriteria pembangunan kepentingan umum dan

mendapatkan prioritas dari pemerintah sehingga dikategorikan dalam Program

Percepatan Pelaksanaan Proyek Startegis Nasiorial (PSN) sebagaimana diatur

dengan Peraturan Presiden Nomor 3 Tahun 2016 dan diperbaharui dengan

Peraturan Presiden Nomor 58 Tahun 2017 tentang perubahan Peraturan Presiden

Nomor 3 Tahun 2016 tentang Percepatan Pelaksanaan Proyek Startegis

Nasional.

Tahapan dalam pengadaan tanah bagi pembangunan kepentingan umum

sebagaimana diatur dalam pasal 13 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2012 meliputi

beberapa tahap:

a. Perencanan
b. Persiapan
c. Pelaksanaan, dan
d. Penyerahan hasil
Di dalam tahapan pelaksanaan pengadaan tanah sebagaimana diatur dalam

Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia Nomor 5 Tahun

2012 tentang petunjuk teknis pelaksanaan pengadaan tanah, meliputi :

a. penyiapan pelaksanaan;
b. inventarisasi dan identifikasi;
c. penetapan penilai;
e. musyawarah penetapan bentuk ganti kerugian;
f. pemberian ganti kerugian;
g. pemberian ganti kerugian dalam keadaan khusus;
h. penitipan ganti kerugian;
i. pelepasan objek pengadaan tanah;
j. pemutusan hubungan hukum antara pihak yang berhak dengan objek
pengadaan tanah; dan
k. pendokumentasian peta bidang, daftar nominatif dan data administrasi
pengadaan tanah.

Pemberian ganti kerugian atas tanah, bangunan dan tanaman yang terkena

pembangunan jalan tol Batang-Semarang II Seksi V Kota Semarang termasuk

pelepasan haknya kepada negara sesuai ketentuan diberikan kepada pihak yang

berhak. Pihak yang berhak atas tanah, tanaman, bangunan sebagaimana diatur

dalam pasal 17 ayat (2) Peraturan Presiden Nomor 71 Tahun 2012 adalah sebagai

berikut:

1) pemegang hak atas tanah;


2) pemegang hak pengelolaan;
3) nadzir untuk tanah wakaf;
4) pemilik tanah bekas milik adat;
5) masyarakat hukum adat;
6) pihak yang menguasai tanah negara dengan itikad baik;
7) pemegang dasar penguasaan atas tanah; dan/atau
8) pemilik bangunan, tanaman, atau benda lain yang berkaitan dengan
tanah.

Mengenai pelaksanaan ganti kerugian terhadap tanah wakaf dilakukan sesuai

dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang wakaf diberikan kepada

Nazhir dalam bentuk penggantian atau disebut juga tukar guling, sehingga proses
pemberian ganti kerugiannya sebagaimana diatur dalam ketentuan pelaksananaan

pengadaan tanah secara spesifik diatur dalam UU Wakaf 2004 dan peraturan

pelaksanaannya.5

Di dalam UU Nomor 2 Tahun 2012 tentang pengadaan tanah bagi

kepentingan umum dikenal istilah pemberian ganti kerugian atas tanah dalam

bentuk tanah pengganti sedangkan di dalam UU Nomor 41 Tahun 2004 tentang

Wakaf penggantian menggunakan istilah perubahan status harta benda wakaf secara

substansi adalah sama. Persoalan yang ada dalam proses perubahan status harta

benda wakaf yang terkena pengadaan tanah untuk pembangunan jalan tol Batang-

Semarang II Seksi V di Kota Semarang menarik untuk dikaji meskipun telah

diatur secara khusus mengenai mekanisme dan persyaratan-persyaratannya, dalam

prakteknya proses perubahan status harta benda wakaf belum berjalan sesuai

ketentuan dan mengalami hambatan dalam penyelesaiannya.

Dengan adanya ketimpangan antara praktik dengan ketentuan perundang-

undangan dalam perubahan status harta benda wakaf yang terkena pengadaan tanah

untuk pembangunan jalan tol Batang-Semarang II, maka penulis mengadakan

penelitian dengan judul :"Kajian Yuridis Mekanisme Perubahan Status

Harta Benda Wakaf yang terkena Pengadaan Tanah Untuk Pembangunan

Jalan Tol Batang-Semarang II Seksi V di Kota Semarang".

B. Perumusan Masalah

Dilihat dari latar belakang penelitian dan alasan pemilihan judul di atas

maka pokok permasalahan yang akan dibahas dalam penulisan hukum yang
5
Direktrorat Jendral Bimbingan Masyarakat Islam. 2011. Tata Cara Perubahan
Status Tanah Wakaf. Kementrian Agama RI, hlm. 67
berkaitan dengan pengadaan tanah adalah:

1. Bagaimanakah mekanisme perubahan status harta benda wakaf yang

terkena pengadaan tanah untuk pembangunan jalan tol Batang-Semarang II

seksi V di Kota Semarang ?

2. Hal-hal apa saja yang menghambat proses perubahan status harta benda wakaf

yang terkena pengadaan tanah untuk pembangunan jalan tol Batang-Semarang

II Seksi V di Kota Semarang ?

C. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini dapat dikualifikasikan menjadi tujuan umum dan

tujuan khusus, lebih lanjut dijelaskan sebagai berikut:

1. Tujuan Umum

Secara umum yang menjadi tujuan dari penelitian ini adalah bertujuan

untuk mengembangkan ilmu hukum terkait dengan paradigma science as

a process (ilmu sebagai proses), dengan paradigma ini ilmu tidak akan

pernah berhenti (final) dalam penggaliannya atas kebenarannya di bidang

obyeknya masing-masing. Dalam hal ini penulis ingin mengetahui lebih

mendalam mengenai mekanisme Perubahan Status Harta benda wakaf

yang terkena pengadaan tanah tanah untuk pembangunan Jalan Tol.

2. Tujuan Khusus

Di samping tujuan umum tersebut di atas, penelitian ini secara spesifik

diharapkan mampu:
a. Untuk menganalisa tentang mekanisme perubahan status harta benda

wakaf yang terkena pengadaan tanah untuk pembangunan jalan Tol

Batang-Semarang II seksi V di Kota Semarang.

b. Untuk menganalisa hal - hal yang menghambat proses perubahan

status harta benda wakaf dalam pengadaan tanah untuk pembangunan

jalan Tol Batang-Semarang II seksi V di Kota Semarang.

D. Kegunaan Penelitian

Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan beberapa manfaat

antara lain :

1. Manfaat Teoritis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi bagi

pengembangan ilmu hukum khususnya tentang Wakaf dari segi Hukum

Pertanahan terkait Pengadaan Tanah Untuk Pembangunan Bagi Kepentingan

Umum sebagaimana diatur dalam Pasal 6 UUPA bahwa :"semua hak atas

tanah mempunyai fungsi sosial".

2. Manfaat Praktis

a. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan

pemikiran bagi berbagai pihak yang terkait dengan perwakafan

khususnya yang terkena pengadaan tanah untuk kepentingan umum, seperti

para Nazhir sebagai pengelola harta benda wakaf, Pihak Kementerian

Agama mulai dari tingkat Pusat hingga daerah, Pihak pemrakarsa

pembangunan Jalan Tol yakni Kementerian Pekerjaan Umum dan


Perumahan Rakyat, Pihak Pemerintah Kota Semarang sebagai lokus

kegiatan, pihak Badan Wakaf Indonesia selaku lembaga yang dibentuk

khusus membina dan mengawasi tentang perwakafan, pihak Badan

Pertanahan Nasional mulai dari pembuat kebijakan ditingkat pusat hingga

Kantor Pertanahan Kota Semarang selaku pelaksana terkait dengan

sertipikasi wakaf dan sekaligus sebagai pelaksana pengadaan tanah untuk

pembangunan kepentingan umum. sehingga dapat memperlancar proses

serta mengeliminir kemungkinan persoalan-persoalan atau masalah

yang akan timbul dalam pelaksanaannya.

b. Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai dasar atau

landasan bagi pihak yang terkait dengan perubahan status harta benda

wakaf yang terkena pengadaan tanah bagi pembangunan kepentingan

umum.

E. Keaslian Penelitian

Berdasarkan penelusuran yang penulis lakukan baik melalui kepustakaan

di lembaga Perguruan Tinggi baik swasta maupun negeri dan di internet tidak

ditemukan judul dengan kajian dan permasalahan yang sama, sehingga penelitian

ini keasliannya dapat dipertanggungjawabkan dan sesuai dengan asas-asas

keilmuan yang harus dijunjung tinggi yaitu kejujuran, rasional, objektif serta

terbuka. Hal ini merupakan implikasi etis dari proses menemukan kebenaran

ilmiah sehingga dengan demikian penelitian ini dapat dipertanggung-

jawabkan kebenarannya secara ilmiah, keilmuan dan terbuka untuk dikritisi.

Hal ini dapat dilihat dari daftar tabel sebagai berikut:


Tabel 1
Keaslian Penelitian

JENIS
NAMA PENELIT PERGURUAN MATERI
JUDUL PENELITIAN
PENELITI IAN/ TINGGI PENELITIAN
TAHUN
Devi Kurnia Tinjauan perwakafan Tesis UNDIP Wakaf untuk
sari, SH tanah menurut Undang- 2006 Semarang pemberdayaan
Undang Nomor 41 ekonomi umat
tahun 2004 tentang
wakaf Di Kabupaten
Semarang
Dhurrotul Kontribusi wakaf Tesis UNS Surakarta Pendayagunaan
Lum'ah, Dra Tanah Milik Sebagai 2009 Ekonomi wakaf
Potensi Ekonomi Umat
di Kabupaten
Sukoharjo
Latif, S.Sos Kajian Yuridis Tesis Universitas 17 Mekanisme
Perubahan Status 2018 Agustus perubahan status
Harta benda Wakaf (UNTAG) harta benda
yang terkena Semarang wakaf untuk
Pengadaan Tanah Untuk Pembangunan
pembangunan Jalan Kepentingan
Tol Batang-Semarang II Umum
Seksi V di Kota
Semarang)

Tesis ini berbeda dengan kedua tesis tersebut diatas. Tesis yang

pertama fokus pada manfaat wakaf dalam pemberdayaan umat dan tidak

membahas tentang perubahan status harta benda wakaf. Sementara tesis yang

kedua lebih fokus pada wakaf ditinjau dari pendayagunaan ekonomi. Tesis

ini menguraikan tentang mekanisme perubahan status harta benda wakaf yang

terkena pengadaan tanah untuk pembangunan jalan tol Batang-Semarang II

Seksi V di Kota Semarang.


G. Kerangka Pemikiran

Kajian Yuridis Mekanisme Perubahan Status Harta Benda Wakaf yang terkena
Pengadaan Tanah Untuk Pembangunan Jalan Tol Batang-Semarang II Seksi V di Kota
Semarang

DAS SOLLEN DAS SEIN


1. Pasal 40 UU No. 41 Tahun 2004 1. Para Nazhir Menginginkan ganti kerugian
Harta benda wakaf yang sudah diwakafkan dilarang untuk diberikan langsung dalam bentuk uang
1. dijadikan jaminan; 2. disita; 3. dihibahkan; 4. dijual; 2. para pemangku kepentingan / Stakeholder terdiri
5.diwariskan; 6. ditukar; atau 7. dialihkan dalam bentuk dari KUA, KEMENAG KOTA, KEMENAG
pengalihan hak lainnya.
PROVINSI, PEMERINTAH KOTA
2. Pasal 41 UU No. 41 Tahun 2004
SEMARANG, BWI, BPN, MUI, KJPP, PPK
1) dikecualikan apabila harta benda wakaf yang telah
diwakafkan digunakan untuk kepentingan umum Jalan Tol dirasa belum berjalan sesuai ketentuan
sesuai dengan rencana umum tata ruang (RUTR) 3. Tanah pengganti harta benda wakaf nilai dan
berdasarkan ketentuan peraturan perundang- manfaatnya maupun letaknya kurang ideal
undangan yang berlaku dan tidak bertentangan 4. Meskipun belum ada izin dari Menteri Agama
dengan syariah.
dan Rekomendasi dari BWI, telah dilakukan :
3. Pasal 49 PP No. 42 Th. 2006
a. Pembelian tanah pengganti oleh PPK Jalan
1) Perubahan status harta benda wakaf dalam bentuk Tol atas kesepakatan dengan para Nazhir.
penukaran dilarang kecuali dengan izin tertulis b. Pembangunan fisik tempat ibadah Masjid /
dari Menteri berdasarkan pertimbangan BWI.
2) Izin tertulis dari Menteri hanya dapat diberikan Mushola di atas tanah pengganti telah
dengan pertimbangan sebagai berikut: dilakukan oleh para Nazhir
a. perubahan harta benda wakaf tersebut digunakan
untuk kepentingan umum sesuai dengan Rencana
Umum Tata Ruang (RUTR) berdasarkan ketentuan
Peraturan Perundang-undangan dan tidak
bertentangan dengan prinsip syariah;
b.harta benda wakaf tidak dapat dipergunakan sesuai
dengan ikrar wakaf; atau
c.pertukaran dilakukan untuk keperluan keagamaan
secara langsung dan mendesak.
4. Pasal 40 UU No. 12 Tahun 2012
Pemberian Ganti Kerugian atas Objek Pengadaan
Tanah diberikan langsung kepada Pihak yang Berhak.
5. Pasal 17 (2) huruf c PERPRES 71 TAHUN 2012
Pihak yang berhak menerima ganti kerugian atas tanah
wakaf adalah nadzir
9. Pasal 20 (2) PERPRES 71 TAHUN 2012
Pclaksanaan ganti kcrugian terhadap tanah wakaf
dilakukan sesuai dcngan ketcntuan pcraturan perundang-
undangan di bidang wakaf.

KESENJANGAN

RUMUSAN MASALAH :
1. Bagaimana mekanisme perubahan status harta benda wakaf yang
terkena pengadaan tanah untuk pembangunan jalan tol Batang-
Semarang II Seksi V di Kota Semarang ?
2. Faktor-faktor apa saja yang menghambat proses perubahan status harta
benda wakaf yang terkena pengadaan tanah untuk pembangunan jalan
tol Batang-Semarang II Seksi V di Kota Semarang ?
Deskripsi Kerangka Berfikir:

Penulis dengan sistematis merumuskan alur Tesis, sebagai tahap awal

guna melakukan pembahasan dengan judul “ Kajian Yuridis mekanisme

perubahan status harta benda wakaf yang terkena pengadaan tanah untuk

pembangunan jalan tol Batang-Semarang II Seksi V di Kota Semarang.”.

Dalam hal ini, pada dasarnya harta benda wakaf yang sudah diwakafkan

dilarang untuk 1. dijadikan jaminan; 2. disita; 3. dihibahkan; 4. dijual;

5.diwariskan; 6. ditukar; atau 7. dialihkan dalam bentuk pengalihan hak

lainnya sebagaimana diatur dalam Pasal 40 Undang-undang No. 41 Tahun

2004 tentang wakaf.

Meskipun ada pelarangan pengalihan atas harta benda wakaf, namun

terdapat pengecualian sebagaimana diatur di dalam Pasal 41 Undang-undang

No. 41 Tahun 2004 “ dikecualikan apabila harta benda wakaf yang telah

diwakafkan digunakan untuk kepentingan umum sesuai dengan rencana

umum tata ruang (RUTR) berdasarkan ketentuan peraturan perundang-

undangan yang berlaku dan tidak bertentangan dengan syariah”.

Guna menjaga harta benda wakaf agar tidak dialihkan untuk hal-hal

yang tidak diinginkan / bertentangan dengan syariah maka sesuai Pasal 49

Peraturan Pemerintah Nomor 42 Th. 2006 diatur persyaratan-persyaratannya

sebagai berikut :

3) Perubahan status harta benda wakaf dalam bentuk penukaran dilarang

kecuali dengan izin tertulis dari Menteri berdasarkan pertimbangan BWI.


4) Izin tertulis dari Menteri hanya dapat diberikan dengan pertimbangan

sebagai berikut:

b.perubahan harta benda wakaf tersebut digunakan untuk kepentingan

umum sesuai dengan Rencana Umum Tata Ruang (RUTR) berdasarkan

ketentuan Peraturan Perundang-undangan dan tidak bertentangan

dengan prinsip syariah;

b. harta benda wakaf tidak dapat dipergunakan sesuai dengan ikrar

wakaf; atau

c. pertukaran dilakukan untuk keperluan keagamaan secara langsung dan

mendesak.

Dalam kegiatan pengadaan tanah untuk pembangunan kepentingan

umum sebagaimana diatur dalam Pasal 40 UU No. 12 Tahun 2012

“Pemberian Ganti Kerugian atas Objek Pengadaan Tanah diberikan langsung

kepada Pihak yang Berhak” maka terkait dengan hal tersebut di dalam Pasal

17 (2) huruf c Peraturan Presiden Nomor 71 Tahun 2012 bahwa Pihak yang

berhak menerima ganti kerugian atas tanah wakaf adalah nadzir.

Secara teknis terkait dengan Pclaksanaan ganti kcrugian terhadap

harta benda wakaf / tanah wakaf dilakukan sesuai dcngan ketcntuan pcraturan

perundang-undangan di bidang wakaf, sehingga diberikan dalam bentuk

penggantian atau dikenal juga dengan istilah tukar guling. Hal tersebut sesuai

dengan Pasal 20 (2) Peraturan Presiden Nomor 71 Tahun 2012.

Secara prinsip Undang - Undang Nomor 2 Tahun 2012 tentang

pengadaan tanah bagi pembanguhan untuk kepentingan umum sebagai


pedoman pokok pengadaan tanah merupakan regulasi yang lebih kuat dan

memberikan kepastian hukum yang merupakan penyempurnaan dari regulasi

pengadaan tanah sebelumnya. Didalam pasal 10 disebutkan bahwa

Pembangunan Jalan Tol merupakan salah satu kriteria kepentingan umum.

Yang dalam penyelenggaraannya dilaksanakan dengan menjunjung tinggi

prinsip : kemanusiaan, keadilan, kemanfaatan, kepastian, keterbukaan,

kesepakatan, keikutsertaan, kesejahteraan, keberlanjutan dan keselarasan.

Peraturan Presiden Nomor 71 Tahun 2012 tentang Penyelengaraan

Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan Umum

sebagaimana dirubah beberapa kali dan terakhir dengan Peraturan Presiden

nomor 148 tahun 2015 tentang perubahan Keempat Peraturan Presiden nomor

71 tahun 2012 tentang Penyelengaraan Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan

Untuk Kepentingan Umum merupakan pedoman penyelenggaraan pengadaan

tanah yang secara terperinci memuat tentang tahapan pengadaan tanah mulai

dari tahapan Perencanaan, tahapan persiapan, tahapan pelaksanaan hingga

tahap penyerahan.

Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia

Nomor 5 Tahun 2012 tentang Petunjuk Teknis Pelaksanaan Pengadaan Tanah

sebagaimana dirubah dengan Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang /

Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 6 Tahun 2015 tentang Perubahan

atas Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia Nomor

5 Tahun 2012 tentang Petunjuk Teknis Pelaksanaan Pengadaan Tanah,

peraturan ini merupakan petunjuk teknis secara terperinci yang menjelaskan


tentang mekanisme pelaksanaan pengadaan tanah beserta penyerahan hasil.

Jalan Tol selain merupakan salah satu kepentingan umum dan oleh

pemerintah dijadikan sebagai salah satu proyek strategis nasional sehingga di

dalam mendorong percepatan pelaksanaanya diterbitkan Peraturan Presiden

Nomor 3 Tahun 2016 tentang Percepatan Pelaksanaan Proyek Strategis

Nasional sebagaimana dirubah dengan Peraturan Presiden Nomor 58 Tahun

2017 sehingga regulasi ini memberi ruang untuk dilakukan proses percepatan

baik secara administratif maupun teknis dilapangan baik terhadap para pihak

yang berhak merupakan perorangan, badan hukum selain Wakaf.

Terhadap penyelesaian ganti kerugian atas tanah, bangunan, tanaman

yang merupakan harta benda wakaf yang terkena pengadaan tanah untuk

pembangunan Jalan Tol Batang-Semarang II Seksi V di Kota Semarang

secara spesifik diatur dengan Undang-undang Nomor 41 Tahun 2004 tentang

Wakaf dan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 42 Tahun 2006

tentang Pelaksanakan Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 tentang Wakaf

yang secara mekanisme dan prosedur penggantiannya harus dengan ijin

tertulis dari Menteri Agama setelah mendapatkan rekomendasi dari Badan

Wakaf Indonesia Pusat yang berkedudukan di Jakarta. Namun dalam

prakteknya semangat Percepatan Pelaksanaan Proyek Strategis Nasional,

dalam hal ini pembangunan Jalan Tol Batang-Semarang II Seksi V di Kota

Semarang tidak dibarengi dengan singkronisasi ketentuan peraturan yang

mengatur tentang perubahan status harta benda wakaf, sehingga dilapangan

masih dijumpai adanya hal-hal sebagai berikut :


5. Para Nazhir selaku pihak pengelola harta benda wakaf menginginkan

agar ganti kerugian segera diberikan secara langsung dalam bentuk uang

agar dapat diwujudkan kembali dalam bentuk tanah dan bangunan tempat

ibadah / makam.

6. Para pemangku kepentingan / Stakeholder antara lain unsur-unsur :

a) Kantor Urusan Agara Kecamatan Ngaliyan ;

b) Kantor Kementerian Agama Kota Semarang;

c) Kantor Kementerian Agama Provinsi Jawa Tengah;

d) Pemerintah Kota Semarang (Walikota beserta jajaranya)

e) Badan Pelaksana Perwakilan Wakaf Indonesia (BWI) Kota

Semarang;

f) Majelis Ulama Indonesia Kota Semarang ;

g) Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) Jalan Tol ;

h) Kantor Pertanahan Kota Semarang ;

i) Kantor Jasa Penilai Publik (KJPP) Sih Wiryadi dan rekan selaku tim

penilai obyek pengadaan tanah.

Didalam menjalankan tugas masing-masing dalam rangka pengadaan

tanah untuk pembangunan jalan Tol Batang-Semarang II Seksi V di Kota

Semarang khususnya berkaitan dengan proses perubahan status harta

benda wakaf belum berjalan sesuai ketentuan.

7. Tanah pengganti harta benda wakaf nilai dan manfaatnya maupun

letaknya kurang ideal


8. Meskipun belum ada izin dari Menteri Agama dan Rekomendasi dari

BWI, telah dilakukan :

a. Pembelian tanah pengganti oleh PPK Jalan Tol atas kesepakatan

dengan para Nazhir.

b. Pembangunan fisik tempat ibadah Masjid / Mushola di atas tanah

pengganti telah dilakukan oleh para Nazhir


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Umum

1. Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan Umum

1.1. Pengertia Pengadaan Tanah

Istilah “pengadaan tanah” secara yuridis pertama kali dikenal

sejak keluarnya Keputusan Presiden (Keppres) No. 55 Tahun 1993

tentang Pengadaan Tanah bagi Pelaksanaan Pembangunan untuk

Kepentingan Umum. Pengadaan tanah mempunyai kaitan langsung

dengan penggunaan atau pemanfaatan tanah sesuai Peraturan

Pemerintah Nomor 16 Tahun 2004 Tentang Penatagunaan Tanah.

Prosedur hukum pengadaan tanah harus disertai dengan

pelepasan/penyerahan hak dari pemegang hak atas tanah kepada

pihak lain.

Pengadaan tanah sangat penting dan perlu mendapat

perhatian dalam pelaksanaannya, karena di dalamnya menyangkut

hajat hidup orang banyak. Apabila dilihat dari kebutuhan Pemerintah

akan tanah untuk keperluan berbagai macam pembangunan, dapatlah

dimengerti bahwa ketersediaan tanah sangatlah terbatas sekali. Maka

satu-satunya cara yang tepat yaitu dengan membebaskan tanah milik

rakyat, baik yang dikuasai hukum adat maupun hak-hak lain yang
6
melekat di atasnya Adapun pengertian pengadaan tanah dari

6
Soimin, Soedharyo. 2008. Status Hak & Pembebasan Tanah. Jakarta: Sinar Grafika
beberapa ahli adalah sebagai berikut:

Menurut Prof. Dr. Maria S.W. Sumardjono,

“pengadaan tanah merupakan perbuatan pemerintah untuk


memperoleh tanah untuk berbagai kegiatan pembangunan,
khususnya bagi kepentingan umum. Pada prinsipnya pengadaan
tanah dilakukan dengan cara musyawarah antara pihak yang
memerlukan tanah dan pemegang hak atas tanah yang tanahnya
diperlukan untuk kegiatan pembangunan.” 7.

Menurut Mudakir Iskandar Syah :

“kata pengadaan tanah merupakan istilah asal mulanya atau istilah


aseli sesuai dengan ketentuan yang diatur dengan hukum, akan tetapi
istilah ini merupakan ketentuan yang diatur dalam keputusan
Mendagri lebih dikenal dengan sebutan istilah pembebasan,
sedangkan yang dimaksud dengan pembebasan tanah merupakan
KEPMENDAGRI No. Ba. 12/108.1275 adalah setiap perubahan
yang bermaksud langsung atau tidak langsung melepaskan hubungan
hukum yang ada antara pemegang hak/penguasa atas tanahnya
dengan cara memberikan ganti rugi kepada yang berhak/penguasa
tanah itu.” 8

Arti pengadaan tanah secara luas menurut Mudakir Iskandar

Syah , mengandung 3 unsur, yaitu:

1. Kegiatan untuk mendapatkan tanah, dalam rangka pemenuhan

kebutuhan lahan untuk pembangunan kepentingan umum;

2. Pemberian ganti rugi kepada yang terkena kegiatan;

hlm.75

7
Sumardjono, Maria S.W. 2009. Tanah Dalam Perspektif Hak Ekonomi, Sosial dan
Budaya. Jakarta: PT. Kompas Media Nusantara hlm. 280

8
Syah, Mudakir Iskandar. 2015. Pembebasan Tanah Untuk Pembangunan Kepentingan
Umum: Upaya Hukum Masyarakat Yang Terkena Pembebasan Dan Pencabutan. Jakarta: Permata
Aksara hlm.1
3. Pelepasan hubungan hukum dari pemilik tanah kepada pihak lain.9

Pengertian pengadaan tanah juga tercantum dalam Pasal 1

angka 3 Peraturan Presiden Nomor 65 Tahun 2006 jo. Pasal 1 ayat

(3) Peraturan Presiden Nomor 36 Tahun 2005, yang mana

Pengadaan Tanah adalah setiap kegiatan untuk mendapatkan tanah

dengan cara memberikan gantirugi kepada yang melepaskan atau

menyerahkan tanah, bangunan, tanaman, dan benda-benda yang

berkaitan dengan tanah.

Terakhir Pasal 1 angka 2 UU No. 2 Tahun 2012 tentang

Pengadaan Tanah bagi Pembangunan untuk Kepentingan Umum

menyatakan bahwa pengadaan tanah adalah kegiatan menyediakan

tanah dengan cara memberi ganti kerugian yang layak dan adil kepada

pihak yang berhak. Pihak yang berhak adalah pihak yang menguasai

atau memiliki obyek pengadaan tanah. Obyek Pengadaan Tanah

adalah tanah, ruang atas tanah dan bawah tanah, bangunan dan

tanaman, benda yang berkaitan dengan tanah, atau lainnya yang dapat

dinilai.

Pengertian Pengadaan tanah selanjutnya dijabarkan dalam

Peraturan Presiden Nomor 71 Tahun 2012 tentang Penyelenggaraan

Pengadaan Tanah Untuk Kepentingan Umum dan Peraturan Kepala

Badan Pertanahan Nasional Nomor 5 Tahun 2012 tentang Petunjuk

Teknis Pelaksanaan Pengadaan Tanah.

9
Ibid hlm.3
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa, pengadaan tanah

adalah kegiatan menyediakan tanah dengan cara memberi ganti

kerugian yang layak dan adil kepada pihak yang berhak yang

pemanfaatannya harus untuk kepentingan umum.

1.2. Kepentingan umum

Pasal 18 UUPA menyebutkan bahwa “Untuk kepentingan

umum, termasuk kepentingan Bangsa dan Negara serta kepentingan

bersama dari rakyat, hak-hak atas tanah dapat dicabut, dengan

memberi ganti kerugian yang layak dan menurut cara yang diatur

dengan Undang-Undang”.

Pengadaan tanah yang ditujukan bagi pembangunan fasilitas

kepentingan umum maka harus ada kriteria yang pasti tentang arti

atau kategori dari kepentingan umum itu sendiri. Arti kepentingan

umum secara luas adalah kepentingan Negara yang terkandung di

dalamnya kepentingan pribadi, golongan dan masyarakat luas 10.

Mukadir Iskandar Syah dalam bukunya Pembebasan Tanah

Untuk Pembangunan Kepentingan Umum juga menyebutkan bahwa

“kepentingan umum adalah suatu kepentingan yang menyangkut

semua lapisan masyarakat tanpa pandang golongan, suku, agama,

status sosial dan sebagainya.” Berarti apa yang dikatakan

kepentingan umum ini menyangkut hajat hidup semua orang bahkan

10
Ibid hlm13.
termasuk hajat orang yang telah meninggal atau dengan kata lain

hajat semua orang, dikatakan demikian karena orang yang

meninggalpun masih memerlukan tempat pemakaman dan sarana

lainnya 11

Penentuan kepentingan umum sejalan dengan metode temuan

Michael G. Kitay, yang mengatakan ada 2 (dua) cara untuk penentuan

kepentingan umum :pertama General guidelines, yaitu dengan cara

memberikan ketentuan umum terhadap kepentingan umum seperti

kepentingan sosial, kepentingan umum, kepentingan kolektif atau

bersama. General guidelines ini diberikan oleh legislatif, lalu dalam

pelaksanaannya eksekutiflah yang menentukan apa saja bentuk

kepentingan umum dimaksud seperti rumah sakit. Kedua List

provisions yaitu penentuan kepentingan umum secara eksplisit.

Namun, Katay menyatakan selanjutnya bahwa kebanyakan negara-

negara sekarang menggabungkan kedua cara tersebut dalam

pengaturan pengadaan tanah. Disamping membuat pernyataan umum

kepentingan umum juga sudah diturunkan ke dalam daftar kegiatan

secara limitatif.12

Pengertian kepentingan umum tersebut relatif lebih tegas dan

berkepastian hukum sebagaimana ditegaskan lebih lanjut pada Pasal 1

angka 6 UU No.2 Tahun 2012 dan Peraturan Presiden No 71 Tahun

11
Ibid hlm.13
12
Michael G Kitay,., “Land Acquisition in Developing Countrie”s, Policies and
procedures of public sector, with survey and case studies from Korea, India, Thailand, and
Equador, Oelgeschlager. Gunn&Hain, Boston : Publishers, Inc, 1985, hlm. 39-41.
2012 Pasal 1 angka 6 yaitu Kepentingan Umum adalah kepentingan

bangsa, Negara dan masyarakat yang harus diwujudkan oleh

pemerintah dan digunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran

rakyat. UU tersebut juga mengubah pengertian dan ruang lingkup

kepentingan umum, pembangunan kepentingan umum meliputi 18

(delapan belas) kegiatan antara lain :

a. pertahanan dan keamanan nasional;


b. jalan umum, jalan tol, terowongan, jalur kereta api, stasiun
kereta api, dan fasilitas operasi kereta api;
c. waduk, bendungan, bendung, irigasi, saluran air minum,
saluran pembuangan air dan sanitasi, dan bangunan
pengairan lainnya;
d. pelabuhan, bandar udara, dan terminal;
e. infrastruktur minyak, gas, dan panas bumi;
f. pembangkit, transmisi, gardu, jaringan, dan distribusi
tenaga listrik;
g. jaringan telekomunikasi dan informatika Pemerintah;
h. tempat pembuangan dan pengolahan sampah;
i. rumah sakit Pemerintah/Pemerintah Daerah;
j. fasilitas keselamatan umum;
k. tempat pemakaman umum Pemerintah/Pemerintah Daerah;
l. fasilitas sosial, fasilitas umum, dan ruang terbuka hijau
publik;
m. cagar alam dan cagar budaya;
n. kantor Pemerintah/Pemerintah Daerah/desa;
o. penataan permukiman kumuh perkotaan dan/atau
konsolidasi tanah, serta perumahan untuk masyarakat
berpenghasilan rendah dengan status sewa;
p. prasarana pendidikan atau sekolah Pemerintah/Pemerintah
Daerah;
q. prasarana olahraga Pemerintah/Pemerintah Daerah; dan
r. pasar umum dan lapangan parkir umum.

Melihat terhadap beberapa kali perubahan pengertian, kriteria,

dan kegiatan pembangunan kepentingan umum tersebut diatas, dapat


disimpulkan bahwa pengertian kepentingan umum adalah

kepentingan bangsa, negara dan masyarakat yang harus diwujudkan

oleh pemerintah dan digunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran

rakyat.

1.3.Ganti Kerugian

Undang-Undang No. 2 Tahun 2012 pada Pasal 1 angka 10 telah

merumuskan Ganti kerugian adalah penggantian yang layak dan adil

kepada pihak yang berhak dalam proses pengadaan tanah.

Ganti kerugian sebagai suatu upaya mewujudkan penghormatan

kepada hak-hak dan kepentingan perseorangan yang telah dikorbankan

untuk kepentingan umum, dapat disebut adil, apabila hal tersebut tidak

membuat seseorang menjadi lebih kaya, atau sebaliknya menjadi lebih

miskin dari keadaan semula.13 Agar terasa adil bagi pemegang hak,

seyogianya berbagai kriteria tertentu itu diterapkan secara obyektif,

dengan standar yang telah ditentukan terlebih dahulu. Disamping itu,

penentuan akhir besarnya ganti kerugian haruslah dicapai secara

musyawarah untuk mufakat antara pihak yang berhak dengan instansi

yang memerlukan tanah. Untuk bangunan, tanaman dan lainnya nilai ganti

kerugiannya hendaknya mencerminkan nilai keadilan .

Kebijakan mengenai pemberian ganti rugi sebenarnya tidaklah

terbatas pada penggantian nilai tanah, bangunan dan tanaman saja, tetapi

juga seharusnya meliputi penilaian kerugian yang bersifat immaterial dan

13
Maria S.W. Sumardjono, 2007, “Kebijakan Pertanahan”: Antara Regulasi dan
Implementasi, Jakarta : Buku Kompas, hlm. 80
kerugian yang timbul, seperti kegiatan usahanya, akibat perpindahan

ketempat lain, jumlah pelanggan dan keuntungan yang berkurang.14

Penilaian besarnya nilai Ganti Kerugian dilakukan oleh Penilai

atau disebut Tim Apraisal yang bersifat independent dan memiliki lisensi

dari Kementerian Keuangan dan Kementerian Agraria dan Tata Ruang /

Badan Pertanahan Nasional. Penilaian dilakukan bidang per bidang tanah,

meliputi:

a. tanah;

b. ruang atas tanah dan bawah tanah;

c. bangunan;

d. tanaman;

e. benda yang berkaitan dengan tanah; dan/atau

f. kerugian lain yang dapat dinilai.

1.4. Pelepasan dan Pembebasan serta Pencabutan Hak atas Tanah

Dalam UU No. 20 tahun 1961 Pasal 2 ayat (1) disebutkan, bahwa:

” Pengadaan tanah untuk kepentingan umum oleh pemerintah atau

pemerintah daerah dilaksanakan dengan cara a. pelepasan dan penyerahan

tanah, atau, b. pencabutan atas tanah.”

Pelepasan Hak menurut UU No. 2 Tahun 2012 dan Peraturan

Presiden No. 71 Tahun 2012 adalah kegiatan pemutusan hubungan hukum

dari pihak yang berhak kepada negara melalui Lembaga Pertanahan atau

14
Boedi Harsono, 2004, “Masalah Kerangka Persoalan dan Pokok-pokok Kebijakan
Pertanahan”, dalam BF Sihombing, “Pergeseran Kebijakan Pengadaan Tanah Untuk
Kepentingan Pemerintah dan Swasta” (Studi Kasus Pengaturan Pemilikan, Penguasaan
Tanah di Provinsi DKI) Jakarta: UI
Badan Pertanahan Nasional (BPN).

Sedangkan pembebasan hak adalah pelepasan hubungan hukum

antara subyek dengan tanah berikut benda-benda yang di atasnya, yang

dilaksanakan atas dasar musyawarah yang disertai dengan pemberian ganti

kerugian yang layak. Dalam ketentuan perundang-undangan, pembebasan

disebut dengan istilah pengadaan tanah ( Pasal 1 angka 3 Peraturan

Presiden No.36 Tahun 2005 jo Peraturan Peresiden No. 65 Tahun 2006).

Selanjutnya pencabutan hak dalam Hukum Tanah Nasional

merupakan salah satu cara perolehan tanah, yang pengertiannya adalah

pelepasan hubungan hukum antara subyek dengan tanah berikut dengan

benda-benda lain yang ada diatasnya, yang dilakukan dengan terpaksa

manakala subyek pemegang hak tidak bersedia melepaskan tanahnya

disertai dengan pemberian ganti kerugian. Berarti disini pencabutan hak

tidak sama dengan pembebasan hak. Pencabutan hak atas tanah merupakan

sarana untuk mengambil tanah secara paksa, pihak yang punya tanah

berhadapan bukan dengan sesama pihak yang kedudukan hukumnya

sederajat, melainkan berhadapan dengan penguasa. Dalam pencabutan hak

yang penting adalah tujuan pengambilan tanah tersebut, yaitu semata-mata

untuk kepentingan umum, di mana lokasi proyek tidak dapat dipindahkan

ketempat lain, tetap disertai pemberian ganti kerugian yang layak bagi

pemegang haknya.

Menurut Abdurrahman pencabutan hak atas tanah untuk

kepentingan umum adalah merupakan “ cara yang terakhir ” untuk


memperoleh tanah-tanah yang sangat diperlukan guna keperluan tertentu

untuk kepentingan umum, setelah berbagai cara melalui jalan musyawarah

dengan yang punya tanah menemui jalan buntu dan tidak membawa hasil

sebagaimana yang diharapkan sedangkan keperluan untuk penggunaan

tanah dimaksud sangat mendesak sekali.15 Sementara itu menurut Boedi

Harsono, pencabutan hak adalah pengambilan tanah kepunyaan suatu

pihak oleh Negara secara paksa, yang mengakibatkan hak atas tanah itu

menjadi hapus, tanpa yang bersangkutan melakukan sesuatu pelanggaran

atau lalai dalam memenuhi sesuatu kewajiban hukum.16

Kebutuhan akan lahan tanah bagi pembangunan kalau pemilik

tanah tidak mau melepaskan hak atau juga tidak mau mengalihkan haknya

yang telah dilakukan dengan berbagai cara seperti dalam bentuk jual beli

maupun tukar menukar dan lain-lain, maka dapat ditempuh dengan

penerapan ”asas pemisahan horizontal” sehingga tidak perlu dilakukan

pelepasan hak atau pengalihan hak. Dalam konsep asas pemisahan

horizontal tanah dan bagunan atau hasil karya diatasnya dapat dimiliki

secara terpisah, pihak pemilik tanah dapat memberi hak sewa atas tanah

yang diperlukan dalam pembangunan itu.17 Dengan demikian pemilik

tanah tetap memiliki hak atas tanah dengan memperoleh nilai ekonomi

dari hak sewa itu sedangkan pihak yang membangun dapat melaksanakan

15
Abdurrahman, Masalah Pencabutan Hak Hak Atas Tanah Dan Pembebasan
Tanah Di Indonesia”, Bandung : PT Citra Aditya Bakti, 1991, hlm. 57.
16
Boedi Harsono, Opcit, hlm 341.
17
Djuhaendah Hasan, makalah ”Aspek ekonomi Dalam Pengadaan Tanah Untuk
Kepentingan Pembangunan”,disampaikan dalam Seminar Nasional Pengadaan Tanah Untuk
Kepentingan Umum, kerjasama Fakultas Hukum UNPAD dengan Himpunan Mahasiswa
BKU Hukum Bisnis, Jakarta 14 September Tahun 2006.
pembangunan tanpa gangguan selama masa sewanya.

Penerapan asas pemisahan horizontal secara konsisten dalam

hukum pertanahan Indonesia dapat menyelesaikan masalah kebutuhan

lahan pertanahan bagi pembangunan. Dalam pengadaan rumah dan

bangunan tidak perlu dipermasalahkan hak atas tanahnya cukup dengan

hak sewa. Yang perlu dipikirkan adalah penerapan secara konsisten asas

pemisahan horizontal dengan memberikan identitas terpisah bagi rumah

dan bangunan.
18
Sejalan dengan pemikiran Mochtar Kusumaatmadja yang

mengatakan bahwa dalam hukum tanah khususnya pembangunan gedung,

konsep hukum adat tanah yang memisahkan pemilikan tanah dengan

bangunan dapat kiranya memberikan jalan keluar pada masalah yang kini

timbul dalam pembangunan gedung diatas tanah milik orang lain.

Kemudian Mochtar Kusumaatmaja mengatakan bahwa konsep ini akan

memecahkan atau mencegah timbulnya masalah yang sering mengalami

pembebasan tanah yang dipaksakan agar pemilikan rumah dan bangunan

ada dalam satu tangan.

1.5. Hak Pemegang Hak Atas Tanah

Undang-undang memberi ruang dan kesempatan kepada para

pemegang hak yang tanahnya diperlukan untuk pembangunan kepentingan

umum. Ketentuan Pasal 55 UU No. 2 Tahun 2012 menyebutkan bahwa

pihak yang berhak atas tanah mempunyai hak untuk mengetahui rencana

18
Ibid. hlm. 18.
penyelenggaraan pengadaan tanah dan memperoleh informasi mengenai

pengadaan tanah. Diatur lebih lanjut dalam Peraturan Presiden No. 71

Tahun 2012.

Mengingat bahwa musyawarah untuk mencapai kesepakatan

dipengaruhi oleh keterbukaan informasi terkait hal yang paling hakiki bagi

pemegang hak, yakni kesejahteraan sosial ekonominya pasca tanahnya

dilepaskan untuk kepentingan umum, maka seyogyanya dalam tahap

konsultasi publik, dibutuhkan dialog terkait informasi penting mengenai,

antara lain:

a. Cara penilaian besarnya ganti kerugian terhadap tanah yang

meliputi:

1). Tanah

2). “ruang atas dan bawah tanah”

3). bangunan

4). tanaman

5). benda yang berkaitan dengan tanah; dan/atau

6). kerugian lain yang dapat dinilai (Pasal 33 UU), diatur dalam

Perpres No. 71 Tahun 2012

b. Ganti kerugian dapat berbentuk:

1). uang;

2). tanah pengganti;

3). permukiman kembali;

4). kepemilikan saham; atau


5).bentuk lain yang disepakati oleh kedua belah pihak

c. Hak untuk mengajukan keberatan, tata cara dan jangka waktunya

1).keberatan terhadap rencana lokasi pengadaan tanah;

2). keberatan terhadap penawaran ganti kerugian. 19

Sesuai dengan UU No. 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan

Informasi Publik, maka informasi terkait dengan 3 (tiga) hal tersebut di

atas wajib disampaikan kepada masyarakat, utamanya karena kebijakan

pengadaan tanah berpengaruh terhadap masyarakat yang terkena dampak.

Di sisi lain, keterbukaan informasi akan mendorong partisipasi masyarakat

dalam proses pengadaan tanah. Oleh karena itu, hasil penilaian Penilai

(laporan Penilai) terkait besarnya nilai ganti kerugian (Pasal 34) di

samping disampaikan kepada Lembaga Pertanahan, wajib disampaikan

kepada masyarakat / pihak yang berhak.

2. Prinsip-Prinsip Pengadaan Tanah

Prinsip atau acapkali dinamakan dengan azas-azas atau bahasa

Inggrisnya principle secara konteks hukum20 azas dinamakan principles

dirumuskan sebagai sesuatu yang ada di belakang atau di balik norma hukum

yang memberikan arahan apa yang seyogianya dilakukan, tertuang di dalam

sebuah pasal / ayat, bersifat umum, obyektif, logis. Tugasnya untuk

menyelesaikan pertentangan norma (conflict of norms) di dalam suatu sistem

19
Arie S. Hutagalung, 2005, Tebaran Pemikiran Seputar Masalah Hukum Tanah,
(Jakarta ; Lembaga Pemberdayaan HukumIndonesia,), hlm. 17.
20
Soedikno Mertokoesoemo.,1985, “Mengenal Hukum”, Yogyakarta : Liberty,
hlm.31-34.
hukum tertentu, sehingga harmonisasi dan sinkronisasi akan terwujud.

Pengadaan tanah untuk pembangunan kepentingan umum

mengandung beberapa prinsip yang harus diperhatikan dan ditaati agar

pelaksanaannya mencapai tujuan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat,

antara lain:

2.1.Prinsip musyawarah

Walaupun pengadaan tanah diselenggarakan untuk

kepentingan umum, namun pelaksanaanya harus berdasarkan

musyawarah antara instansi pemerintah yang akan membangun

dengan pemilik atau penguasa tanah. Pengadaan tanah berbeda dengan

pencabutan atas tanah yang dipaksakan walaupun tanpa musyawarah,

apalagi untuk kebutuhan mendesak (Pasl 18 UUPA).

Dengan demikian dapat dikatakan bahwa tiada pengadaan

tanah tanpa musyawarah. Karena itu, pengadaan tanah berbasis pada

kesepakatan, tanpa kesepakatan pada prinsipnya tidak ada pengadaan

tanah. Kesepakatan dimaksud adalah kesepakatan mengenai bentuk

ganti kerugian karena tentang besarnya ganti kerugian telah ditentukan

oleh penilai (Appraisal).

2.2.Prinsip Kepentingan Umum

Pengadaan tanah hanya dilakukan untuk kepentingan umum,

jika kegiatan pembangunan tersebut bukan untuk kepentingan umum,

maka yang bersangkutan harus mengurus kepentingannya sendiri


dengan menghubungi pemilik tanah secara langsung, tanpa bantuan

panitia. Oleh karena itu, pengertian kepentingan umum menjadi hal

yang sangat penting ditegaskan dalam undang-undang.

2.3.Prinsip Pelepasan atau Penyerahan Hak Atas Tanah

Karena pengadaan tanah tidak boleh dipaksakan, maka

pelaksanaannya harus berdasarkan pelepasan hak atas tanah dari

pemegang hak. Pengadaan tanah hanya bisa dilakukan jika pemegang

hak bersedia melepaskan haknya dalam arti memutuskan hubungan

hukum antara pihak yang berhak dengan tanahnya, untuk selanjutnya

diserahkan ke Negara guna pembangunan kepentingan umum.

Kesediaan ini biasanya dinyatakan setelah yang bersangkutan

menerima ganti kerugian yang layak sesuai kesepakatan. Jika ada

pemegang hak yang dengan sukarela memberikan tanah untuk

pembangunan tanpa ganti kerugian, maka pengadaan tanah seperti itu

dilakukan melalui penyerahan hak. Dapat dikatakan tiada pengadaan

tanah tanpa pelepasan hak, meskipun dalam ketentuan UU No. 2

Tahun 2012 diatur juga tentang pemutusan hubungan hukum ketika

terjadi permasalahan sengketa atas obyek pengadaan tanah dan

dititipkan di Pengadilan Negeri setempat (Konsinyasi).

2.4.Prinsip penghormatan terhadap Hak AtasTanah

Setiap pengadaan tanah harus menghormati keberadaan hak

atas tanah yang akan dijadikan tempat pembangunan. Oleh karena itu,

setiap hak atas tanah baik yang sudah bersertifikat maupun belum atau
tanah adat, wajib dihormati. Sekecil apapun hak orang atas tanah

tersebut harus dihargai. Penghormatan itu tidak saja berlaku terhadap

tanah yang dilepaskan haknya langsung untuk pembangunan,

termasuk juga hak atas tanah yang terpengaruh oleh kegiatan

pembangunan.

2.5.Prinsip Ganti Kerugian

Pengadaan tanah dilakukan wajib atas dasar pemberian ganti

kerugian yang layak kepada pemegang hak berdasarkan kesepakatan

dalam prinsip musyawarah. Tiada pengadaan tanah tanpa ganti

kerugian. Oleh karenanya pemberian ganti kerugian harus mampu

memberikan rasa keadilan dan bersifat layak, sehingga ganti kerugian

diberikan sesuai aspek-aspek penilaian tanah terkait bentuk, letak,

status, pemanfaaatan dan penggunaan serta faktor-faktor lain yang

dapat dinilai.

2.6.Prinsip Kesesuaian Tata Ruang

Karena pembangunan untuk kepentingan umum ditujukan

untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat maka pelaksanaannya harus

taat terhadap rencana tata ruang wilayah setempat, sehingga rencana

tata ruang yang telah ditentukan oleh pemerintah baik pusat maupun

daerah dapat secara konsisten dijaga. Apabila tata ruang dilanggar

dalam pengadaan tanah maka akan berdampak pada lingkungan

sekitar pada khususnya dan lingkungan kawasan pada umumnya.

Komitmen kesesuaian tata ruang dalam melindungi kepentingan


masyarakat luas harus ditegakkan karenanya pelanggaran tata ruang

merupakan bentuk pelanggaran hukum dan dapat dipidanakan.

3. Dasar Hukum Pengadaan Tanah Untuk Kepentingan umum

Berdasarkan Hak Menguasai Negara sebagaimana ditegaskan dalam

Pasal 33 ayat (3) UUD 1945 pemerintah dapat melakukan perolehan tanah.

Pasal 28 H ayat (4) UUD 1945 Perubahan Kedua menyebutkan bahwa :

“setiap orang yang berhak mempunyai hak milik pribadi dan hak milik

tersebut tidak boleh diambil alih secara sewenang-wenang oleh siapapun”.

Kemudian Pasal 28 J ayat (2) UUD 1945 pada Perubahan Kedua menegaskan

bahwa, “dalam menjalankan hak dan kebebasannya, setiap orang wajib tunduk

kepada pembatasan yang ditetapkan dengan undang-undang dengan maksud

semata-mata untuk menjamin pengakuan serta penghormatan atas hak dan

kebebasan orang lain dan untuk memenuhi tuntutan yang adil sesuai dengan

pertimbangan moral, nilai-nilai agama, keamanan, dan ketertiban hukum

dalam suatu masyarakat demokratis”.

1) Undang - Undang Nomor 2 Tahun 2012 tentang Pengadaan Tanah Bagi

Pembangunan untuk Kepentingan Umum (Lembaran Negara Republik

Indonesia Tahun 2012 Nomor 22, Tambahan Lembaran Negara Republik

Indonesia Nomor 5280);

2) Peraturan Presiden Nomor 71 Tahun 2012 tentang Penyelengaraan Pengadaan

Tanah Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan Umum sebagaimana dirubah

beberapa kali dan terakhir dengan Peraturan Presiden Nomor 148 tahun 2015
tentang perubahan Keempat Peraturan Presiden Nomor 71 Tahun 2012 tentang

Penyelengaraan Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan

Umum;

3) Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia Nomor 5

Tahun 2012 tentang Petunjuk Teknis Pelaksanaan Pengadaan Tanah

sebagaimana dirubah dengan Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang /

Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 6 Tahun 2015 tentang Perubahan

atas Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia Nomor 5

Tahun 2012 tentang Petunjuk Teknis Pelaksanaan Pengadaan Tanah.

Konsepsi hukum tanah Nasional di ambil dari hukum adat, yakni

berupa konsepsi yang komunalistik religius yang memungkinkan penguasaan

tanah secara individual, dengan hak-hak atas tanah yang bersifat pribadi,

sekaligus mengandung unsur kebersamaan.21

Sebagaimana disebutkan dalam Pasal 6 UUPA bahwa, ”hak atas tanah

mempunyai fungsi sosial, kemudian dalam penjelasan UUPA II.4 dijelaskan :

’Hak atas tanah apapun yang ada pada seseorang, tidaklah dapat dibenarkan,

bahwa tanahnya itu akan dipergunakan (atau tidak dipergunakan) semata-mata

untuk kepentingan pribadinya, apalagi kalau hal itu menimbulkan kerugian

bagi masyarakat. Penggunaan tanah harus disesuaikan dengan keadaannya dan

sifat dari haknya, hingga bermanfaat bagi kebahagiaan dan kesejahteraan yang

mempunyainya maupun bermanfaat bagi masyarakat dan negara.”

Melihat kepada penjelasan UUPA tersebut menurut aturan hukum

Oloan Sitorus, Dayat Limbong, 2004, “Pengadaan Tanah Untuk Kepentingan


21

Umum”, Mitra Kebijakan Tanah Indonesia, Yokyakarta, hlm 11.


Agraria tanah itu mempunyai fungsi untuk kepentingan individu dan

kepentingan umum. Semua hak atas tanah mempunyai fungsi sosial

maksudnya bukan hak milik saja tetapi semua hak atas tanah yang dimaksud

dalam Pasal 16 UUPA. Sehubungan dengan hal tersebut bahwa:

Seyogianya Pasal 6 itu semua “hak” agraria mempunyai fungsi sosial.

Dalam hal ini tidak hanya tanah saja tetapi hak –hak agraria selain tanah yang

mencakup bumi, air, ruang angkasa serta kekayaan alam yang terkandung

didalamnya mempunyai fungsi sosial.22

Dasar hukum fungsi sosial tersebut didasarkan pada pasal 33 ayat 3

UUD 1945 yang menyebutkan bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung

didalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan sebesar-besarnya

kemakmuran rakyat,” Melihat pada pasal tersebut, maka tanah yang dimiliki

seseorang bukan hanya memiliki fungsi sosial dan diperuntukkan bagi

pemiliknya saja, tetapi juga harus bermanfaat bagi bangsa Indonesia

seluruhnya dan sebaliknya setiap tanah tersebut dibutuhkan untuk kepentingan

umum, maka pemilik dengan sukarela harus menyerahkan tanahnya.

B. Tinjauan Khusus

1. Pengertian Wakaf

Kata wakaf secara bahasa berasal dari kata waqafa yang artinya

menahan.23 Dalam pengertian istilah, wakaf adalah menahan atau

menghentikan harta yang dapat diambil manfaatnya guna kepentingan

22
AP. Perlindungan, 1991,“Komentar Atas UUPA”, Bandung : Mandar Maju, hlm.
62.
23
Sayyid Sabiq, Fiqh al-Sunnah, Beirut: Dar al-Fikr, hlm. 307
kebaikan untuk mendekatkan diri kepada Allah.24

Kata wakaf menurut bahasa arab berarti “al-habsu” yang berasal

dari kata kerja bahasa arab habasa-yahbisu-habsan yang berarti menjauhkan

orang dari sesuatu atau memenjarakan. Kemudian kata ini berkembang

menjadi “habbasa” yang berarti mewakafkan harta kepada Allah SWT. Kata

wakaf sendiri berasal dari kata kerja bahasa arab waqafa-yaqifu-waqifan

yang berarti berhenti atau berdiri. Sedangkan wakaf menurut istilah

syara’/hukum Islam adalah menahan harta yang mungkin diambil

manfaatnya tanpa menghabiskan atau merusakkan bendanya (ainnya) dan

digunakan untuk kebaikan.25

Pengertian wakaf menurut Pasal 1 angka 1 UU Nomor 41 Tahun 2004,

yaitu : “Perbuatan hukum wakif untuk memisahkan dan / atau menyerahkan

sebagian harta benda miliknya untuk dimanfaatkan selamanya atau untuk

jangka waktu tertentu sesuai dengan kepentingannya guna keperluan ibadah

dan/atau kesejahteraan umum menurut syariah.”

Disamping pengertian tersebut ada beberapa ulama dan cendikiawan muslim

yang memberikan pengertian wakaf, antara lain :

1). Mahzab Hanafi

Wakaf adalah menahan benda yang statusnya tetap milik si wakif (orang

yang mewakafkan) dan yang disedekahkan adalah manfaatnya saja.26

24
Imam Taqiyuddin Abu Bakar ibn Muhammad al-Hussaini, Kifayahal-Akhyar Juz
1, Beirut: Dar al-Kutub al-Ilmiah, tth, hlm. 319
25
Adijani Al-Alabij, 1992,Perwakafan Tanah di Indonesia dalam Teori dan
Praktek, Bandung, Rajawali Press, hlm. 23.
26
Abdurrahman, 1994,,Masalah Perwakafan Tanah Milik dan Kedudukan Tanah
Wakaf di Negara Kita, Bandung, PT. Citra Aditya Bakti, hlm. 18.
2). Mahzab Maliki

Wakaf adalah menjadikan manfaat benda yang dimiliki baik berupa sewa

atau hasilnya untuk diserahkan pada orang yang berhak dengan bentuk

penyerahan berjangka waktu sesuai dengan apa yang dikehendaki oleh

orang yang mewakafkan.27

3). Mahzab Hambali

Wakaf adalah menahan kebebasan pemilik harta dalam membelanjakan

hartanya yang bermanfaat dengan tetap utuhnya dan memuaskan semua

hak penguasaan terhadap harta itu sedangkan manfaatnya dipergunakan

pada kebaikan untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT.28

4).Rumusan yang termuat dalam Kompilasi Hukum Islam (Instruksi

Presiden No. 1 tahun 1991) Pasal 215 ayat (1) :

Wakaf adalah perbuatan hukum seseorang atau sekelompok orang atau

badan hukum yang memisahkan sebagian dari benda miliknya atau

melembagakannya untuk selama-lamanya guna kepentingan ibadat atau

keperluan umum lainnya sesuai dengan ajaran agama Islam.

5). Mohammad Daud Ali

Wakaf artinya menahan yakni menahan sesuatu benda yang kekal zatnya

untuk diambil manfaatnya sesuai dengan ajaran agama Islam. Sedangkan

pengertian wakaf adalah salah satu lembaga pemanfaatan harta yang

sangat digalakkan dalam ajaran agama Islam karena merupakan

perbuatan baik yang pahalanya tidak terputus-putus diterima oleh yang

27
Ibid, hlm. 19. 20
28
Ibid hlm 21
melakukannya selama barang yang diwakafkan itu tidak musnah dan

terus dimanfaatkan orang.29

6). Koesoemah Atmaja

Wakaf adalah suatu perbuatan hukum dengan perbuatan mana suatu

barang atau barang keadaan telah dikeluarkan atau diambil kegunaannya

dalam lalu lintas masyarakat semula, guna kepentingan seseorang

maksudnya atau tujuannya atau barang tersebut sudah berada dalam

tangan yang mati.30

2. Dasar Hukum Wakaf

Dasar hukum wakaf sebenarnya dalam Al-Qur’an tidak menyebutkan

dengan jelas dan tegas tetapi dalam beberapa ayat memerintahkan manusia

berbuat baik untuk kebaikan masyarakat. Hal ini dipandang oleh para ahli

sebagai landasan perwakafan.

Diantara ayat-ayat tersebut adalah :

1). Q.S. Al Imran ayat 92

Artinya : kamu sekalian tidak sampai kepada kebaikan (yang sempurna)

sebelum kamu menafkahkan sebagian dari harta yang kamu cintai. Dan

apa saja yang kamu nafkahkan maka sesungguhnya Allah Maha

Mengetahui.

2). Q.S Al Baqarah ayat 267

29
Mohammad Daud Ali, 1998, Sistem Ekonomi Islam Zakat dan Wakaf, Jakarta,
Universitas Indonesia Press, , hlm. 27
30
Abdurrahman, Op Cit, hlm. 22
Artinya : Hai orang-orang beriman nafkahkanlah (di jalan Allah) sebagian

dari hasil usahamu yang baik dan sebagian yang Kami keluarkan dari

bumi untuk kamu……

3). Q.S. Al Hajj ayat 77

Artinya : …dan perbuatlah kebajikan, supaya kamu mendapat

kemenangan.31

Selain dari ayat-ayat yang mendorong manusia berbuat baik untuk kebaikan

orang lain dengan membelanjakan atau menyedekahkan harta di atas, para

ulama menyandarkan masalah wakaf ini kepada dasar hukum dari sunnah

nabi. Dalam kitab-kitab hadist banyak sekali hadist Rosulullah yang dapat

dijadikan pegangan tentang wakaf ini.

Dalam Al Qur’an Allah SWT telah mensyariatkan wakaf, menganjurkan dan

menjadikannya sebagai salah satu cara untuk mendekatkan diri kepada-Nya.

Orang-orang jahiliyah tidak mengenal wakaf akan tetapi wakaf itu

diciptakan dan diserukan oleh Rosulullah karena kecintaan beliau kepada

orang-orang fakir dan orang-orang yang membutuhkan. Dari sekian

banyaknya hadist Rosulullah diantaranya yang menganjurkan tentang wakaf

adalah :

1) Dari Abu Hurairah, bahwa Rosulullah bersabda : Bahwa manusia mati,

maka terputuslah amalnya kecuali dari tiga perkara yaitu sedekah jariyah,

ilmu yang bermanfaat atau anak saleh yang mendoakan kepadanya.

31
Ahmad Azhar Basyir, Hukum Islam Tentang Wakaf Ijarah dan Syirkah, Bandung,
Alma Arif, 1987, hlm. 5.
Hadist diatas bermakna bahwa amal orang yang telah mati ini terputus

pembaruan pahalanya kecuali ketiga perkara ini karena ketiganya itu

berasal dari nasab keturunan : anak yang dimiliki, dan sekedah

jariyahnya yang kesemuanya berasal dari usahanya.32

2) Dari Ibn Umar Ibn Al-Khatab yang mempunyai sebidang tanah di

Khaibar, lalu ia datang kepada nabi untuk meminta nasihat tentang harta

itu seraya berkata : “Ya, Rosulullah sesungguhnya aku telah mendapat

sebidang tanah di Khaibar yang aku belum pernah memperoleh tanah

seperti itu. Rosulullah berkata “jika engkau mau wakafkanlah tanah itu

sedekahkanlah hasilnya. Berkata Ibn Umar : Maka Umar mewakafkan

tanah itu untuk orang fakir, kepada kerabat, kepada budak, untuk jalan

Allah, kepada orang terlantar dan tamu.

Tidaklah orang yang mengurusi (nadzir) memakan sebagian dari harta itu

secara patut atau memberi pakan sebagian dari harta asalah tidak

bermaksud mencari kekayaan. Para ulama salaf bersepakat bahwa wakaf

itu sah adanya dan wakaf Umar di Khaibar itu adalah wakaf yang

pertama terjadi di dalam Islam. 33

3) Dari utsman ra bahwa ia mendengar Rosulullah bersabda : Barang siapa

menggali sumur raumah maka baginya surga. Utsman berkata maka

sumur itupun aku gali. Dalam suatu riwayat Al-Baqhowi : Bahwa

seseorang lelaki dari bani Ghiffar mempunyai sebuah mata air yang

dinamakan Raumah, sedang ia menjual satu kaleng dari airnya dengan

32
Fiqih Sunnah buku ke-13, Bandung, PT. Alma Arif, 1998, hlm. 68.
33
Abdurrahman, Op.Cit, hlm. 29.
harga satu mud. Maka Rosulullah berkata kepadanya : Maukah engkau

menjualnya kepada dengan satu mata air dalam surga ? Orang itu

menjawab : Wahai Rosulullah, aku dan keluargaku tidak mempunyai

apa-apa selain itu. Berita itu sampaikan kepada Utsman. Lalu Utsman

membelinya dengan harga 35 ribu dirham kemudian datanglah Utsman

kepada Nabi lalu berkata : Maukah engkau menjadikan bagiku seperti

apa yang hendak engkau jadikan sumur itu wakaf bagi kaum muslimin. 34

3. Macam-macam Wakaf

Wakaf itu terdiri dari dua macam yaitu :

a. Wakaf ahli atau wakaf keluarga atau wakaf khusus

Yang dimaksud dengan wakaf ahli adalah wakaf yang ditujukan kepada

orang-orang tertentu, seseorang atau lebih, baik keluarga wakif atau

bukan. Di beberapa negara yang mayoritas penduduknya beragama

Islam, setelah berlangsungnya wakaf ahli ini selama puluhan tahun

menimbulkan masalah, terutama kalau wakaf ahli ini berupa tanah

pertanian. Namun kemudian terjadi penyalahgunaan, misalnya :

1). Menjadikan wakaf ahli sebagai alat untuk menghindari pembagian

atau pemecahan harta kekayaan pada ahli waris yang berhak

menerima setelah wakif meninggal dunia.

2). Wakaf ahli dijadikan alat untuk mengelak tuntutan kreditur terhadap

hutang-hutang yang dibuat oleh seseorang sebelum ia mewakafkan

tanahnya itu. 35

34
Op Cit, hlm. 70.
35
27 Mohammad Daud Ali, Op.Cit, hlm. 90
Menghadapi kenyataan semacam itu, di beberapa negara yang bidang

perwakafannya telah mempunyai sejarah lama, lembaga wakaf ahli itu

diadakan peninjauan kembali yang hasilnya dipertimbangkan lebih baik

lembaga wakaf ahli ini dihapuskan. 36

Sedangkan untuk sementara waktu wakaf ahli dapat diambil menjadi

jalan keluar untuk mempertemukan ketentuan-ketentuan hukum adat di

beberapa daerah di Indonesia dengan ketentuan ketentuan hukum Islam

yaitu mengenai macam-macam harta yang menurut hukum adat

dipertahankan menjadi harta keluarga secara kolektif, tidak diwariskan

kepada anak keturunan secara individual seperti tanah pusaka di

Minangkabau, tanah dati di Ambon, barang barang kelakeran di Sulawesi

dan lain sebagainya.37

b. Wakaf Umum atau Wakaf Khairi

Yang dimaksud dengan wakaf umum adalah wakaf yang sejak

semula ditujukan untuk kepentingan umum, tidak dikhususkan untuk

orang orang tertentu seperti mewakafkan tanah untuk mendirikan masjid,

mewakafkan sebidang kebun yang hasilnya untuk dapat dimanfaatkan

untuk membina suatu pengajian dan sebagainya. Wakaf umum inilah

yang perlu digalakkan dan dianjurkan untuk dilakukan kaum muslimin,

karena wakaf ini dapat dijadikan modal untuk menegakkan agama Allah,

membina sarana keagamaan, membangun sekolah, menolong fakir

miskin, anak yatim piatu, orang terlantar, dan sebagainya. Macam wakaf

36
Ahmad Azhar Basyir, Op.Cit, hlm. 14.
37
Mohammad Daud Ali, Op.Cit, hlm. 64
inilah yang pahalanya terus menerus mengalir dan diperoleh wakif

sekalipun sudah meninggal dunia.

4. Syarat dan Unsur dalam Wakaf

Mengenai bagaimana keutamaan dari harta wakaf ini dapatlah

dijelaskan bahwa :

“Mewakafkan harta benda jauh lebih utama daripada bersedekah dan

berdema biasa, lagi pula lebih besar manfaatnya. Sebab harta itu kekal dan

terus menerus selama harta itu tetap menghasilkan atau tetap digunakan

sebagai layaknya dengan cara yang produktif.” 38

Oleh karena untuk kepentingan orang banyak dan masyarakat, bentuk harta

wakaf itu amat besar manfaatnya dan amat diperlukan untuk kelangsungan

usaha-usaha amal Islam sebagai sumber yang tidak akan habis untuk

pembiayaan yang semakin lama semakin meningkat.

Wakaf sebagai harta yang kekal yang selalu menjadi sumber

kekayaan membiayai amal-amal kemasyarakatan dalam ajaran Islam yang

beraneka warga itu sudah sepantasnyalah menjadi perhatian kita seluruh

kaum muslimin, terutama di Indonesia yang sedang dalam periode

pergeseran kepada masyarakat modern yang lebih maju yang susunan

harta itu harus dijalankan dengan organisasi yang modern pula. Menurut

Pasal 6 UU Nomor 41 Tahun 2004 wakaf dilaksanakan dengan memenuhi

unsur wakaf sebagai berikut :

1) Ada orang yang berwakaf (wakif)

38
Ibid hlm 8
2) Nazhir

3) Harta benda wakaf

4) Ikrar wakaf

5) Peruntukkan harta benda wakaf

6) Jangka waktu wakaf

Sedangkan untuk sahnya suatu wakaf menurut hukum Islam harus dipenuhi

tiga syarat :

a. Wakaf mesti kekal dan terus menerus artinya tidak boleh dibatasi dengan

jangka waktu, oleh sebab itu tidak sah bila dikatakan oleh orang yang

berwakaf.

b. Wakaf tidak boleh dicabut. Bila terjadi suatu wakaf dan wakaf itu telah

sah, maka pernyataan wakaf itu tidak boleh dicabut. Wakaf yang

dinyatakan dengan perantara wasiat, maka pelaksanaannya dilakukan

setelah wakif meninggal dunia dan wakaf itu tidak seorangpun yang

boleh mencabutnya.

c. Wakaf tidak boleh dipindah tangankan. Dengan terjadinya wakaf, maka

sejak itu harta itu telah menjadi milik Allah SWT. Pemilikan itu tidak

boleh dipindah tangankan kepada siapapun baik orang, Badan Hukum,

maupun Negara. Setiap wakaf harus sesuai dengan tujuan wakaf pada

umumnya .

5. Harta Benda Wakaf

Pengertian harta benda wakaf menurut Pasal 1 angka 5 UU Nomor

41 Tahun 2004 :
“Harta benda wakaf adalah harta benda yang memiliki daya tahan lama dan

/atau manfaat jangka panjang serta mempunyai nilai ekonomi menurut

syariah yang diwakafkan oleh wakif.”

Menurut Pasal 16 UU Nomor 41 Tahun 2004, harta benda wakaf terdiri

dari :

1) Benda tidak bergerak

2) Benda bergerak

Yang dimaksud dengan benda tidak bergerak meliputi :

a. Hak atas tanah sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan

yang berlaku baik yang sudah maupun yang belum terdaftar, dapat juga

diikuti dengan bangunan atau bagian bangunan yang berdiri di atasnya

dan tanaman serta benda lain yang berkaitan dengan tanah.

b. Hak milik atas satuan rumah susun sesuai dengan ketentuan syariah dan

peraturan perundang-undangan yang berlaku.

c. Benda tidak bergerak lain sesuai dengan ketentuan syariah dan

peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Menurut prinsip Hukum Agraria Nasional kita, hanya Hak Milik yang

mempunyai sifat penuh dan bulat (bukan mutlak). Sedangkan hak hak

lainnya atas tanah seperti Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan dan Hak

Pakai hanya mempunyai sifat yang terbatas. Karena pemegang haknya itu

sendiri terikat dengan jangka waktu dan syarat-syarat tertentu.

Bertitik tolak dari prinsip tersebut diatas, karena perwakafan ini

bersifat kekal dan abadi untuk selama-lamanya, maka oleh karena itu hak
atas tanah yang bersifat terbatas dalam tenggang dan jangka waktu tertentu

dan terikat dengan syarat tertentu seperti dalam tanah yang berstatus sebagai

Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan dan Hak Pakai tidak dapat

diwakafkan. Dengan perkataan lain tanah yang dapat diwakafkan hanyalah

tanah yang berstatus sebagai Hak Milik. Apabila pemegang Hak Guna

Usaha, Hak Guna Bangunan maupun Hak Pakai ingin mewakafkan tanah

yang dalam penguasaannya, maka terlebih dahulu ia harus mengajukan

permohonan perubahan (konversi). Hal-hal yang menjadi hak milik setelah

hak milik itu dipunyainya barulah tanah tersebut bisa diwakafkan. 39

Wakaf untuk benda bergerak adalah harta benda yang tidak bisa

habis karena dikonsumsi, meliputi :

a. Uang

b. Logam mulia

c. Surat berharga

d. Kendaraan

e. Hak atas kekayaan intelektual

f. Hak sewa

g. Benda tidak bergerak lain sesuai dengan ketentuan syariah dan

peraturan perundangan-undangan yang berlaku

Harta benda wakaf ini baik bergerak maupun tidak bergerak hanya dapat

diwakafkan apabila dimiliki dan dikuasai oleh wakif secara sah.

6. Pihak-pihak Yang Terkait dengan Wakaf

39
H. Taufik Hamami, Op.Cit, hlm. 29-30.
6.1. Wakif

Orang yang mewakafkan hartanya dalam istilah Islam

disebut wakif. Sedangkan pengertian wakif menurut Undang-undang

Nomor 41 Tahun 2004 Pasal 1 angka 2 : “Wakif adalah pihak yang

mewakafkan harta benda miliknya.” Dalam Pasal 7 Undang-Undang

Nomor 41 Tahun 2004 disebutkan bahwa ; Wakif meliputi :

a. Perseorangan

b. Organisasi

c. Badan Hukum

Untuk mewakafkan tanah yang dimiliki, tidak semua orang dapat

melakukannya atau dapat dianggap sah wakaf yang telah diberikan

itu karena untuk menjadi seorang wakif harus memenuhi syarat-

syarat sebagai berikut :

a) Orang yang berwakaf itu harus merdeka dan pemilih penuh dari
barang yang diwakafkan. Tidak sah wakafnya seseorang budak
sahaya atau tidak sah mewakafkan tanah milik orang lain atau
wakafnya seseorang pencuri atas barang curiannya.
b) Orang yang berwakaf itu harus berakal sempurna. Tidak sah
wakaf yang diberikan oleh orang gila dan tidak sah pula wakaf
yang diberikan oleh orang lemah akalnya disebabkan sakit atau
terlalu lanjut usia, juga tidak sah wakafnya orang dungu karena
akalnya dipandang kurang. Wakaf itu memerlukan keharusan
akal sehat dan dengan pertimbangan yang sehat pula.
c) Orang yang berwakaf itu harus cukup umur atau sudah balig.
Karena cukup umur atau balig itu lazim dipandang sebagai
indikasi sempurnanya akal seseorang. Oleh sebab itu tidak sah
wakaf yang diberikan oleh anak kecil, apakah ia sudah mampu
melakukan tamyiz atau belum.
d) Orang yang berwakaf harus berpikir jernih dan tenang, tidak
tertekan karena bodoh, bangkrut, atau lalai walaupun wakaf
tersebut dilakukan melalui seorang wali.40

40
Mohammad Daud Ali, Op.Cit, hlm. 34.
Mengenai masalah kedewasaan atas atau cukup umur

pertimbangannya adalah kesempurnaan akal yang dimiliki

seseorang. Fiqih Islam menentukan bahwa orang berumur 15 tahun

dipandang telah mempunyai pertimbangan kehidupan. Akan tetapi

kadangkala anak yang sudah berumur 15 tahun juga belum

mempunyai kesempurnaan akal. Dalam hal ini ada ide untuk

mebedakan pengertian antara baliq dan rasyid. Akan lebih tepat

apabila dalam menentukan kecakapan ditentukan dengan adanya

syarat rasyid.41 Sedangkan menurut Undang-Undang Nomor 41

Tahun 2004 Pasal 5 ayat (1) dikatakan bahwa syarat seorang wakif

perseorangan adalah :

a. Dewasa

b. Berakal sehat

c. Tidak terhalang melakukan perbuatan hukum

d. Pemilih sah harta benda wakaf

Wakif badan hukum / organisasi hanya dapat melakukan wakaf

apabila memenuhi ketentuan badan hokum / organisasi untuk

mewakafkan harta benda wakaf miliknya sesuai dengan anggaran

dasar badan hokum / organisasi tersebut.

6.2. Nazhir

Pengawasan atau perwalian harta wakaf pada dasarnya

menjadi hak wakif, akan tetapi wakif dapat menyerahkan

41
Ahmad Azhar Basyir, Op.Cit, hlm. 9.
pengawasan harta wakaf itu kepada orang lain baik perorangan

maupun badan hukum atau organisasi. Guna lebih menjamin agar

perwakafan dapat terselenggara dengan baik, negara juga berwenang

campur tangan dengan mengeluarkan peraturan-peraturan yang

mengatur seluk-beluk perwakafan.

Pengertian Nazhir dalam Undang-Undang Nomor 41 Tahun

2004 Pasal 1 angka 4 adalah sebagai berikut :

“Nazhir adalah pihak yang menerima harta benda wakaf dari wakif

untuk dikelola dan dikembangkan sesuai dengan peruntukannya.”

Sebagaimana wakif, untuk menjadi seorang nazhir juga harus

mempunyai syarat-syarat yaitu :

1) Warga Negara Republik Indonesia

2) Beragama Islam

3) Sudah dewasa

4) Amanah

5) Mampu secara jasmani dan rohani

6) Tidak terhalang melakukan perbuatan hukum

Sedangkan untuk nazhir yang berbentuk badan hukum syaratnya adalah:

a) Pengurus Badan Hukum yang bersangkutan harus memenuhi

syarat Nazhir perseorangan ;

b) Badan hukum Indonesia yang dibentuk sesuai dengan peraturan

perundangan yang berlaku ;


c) Badan Hukum yang bersangkutan bergerak di bidang sosial,

pendidikan, kemasyarakatan, dan/atau keagamaan islam.

Semua persyaratan yang disebutkan diatas tercakup dalam

Pasal 10 Undang-Undang Nomor 41 Tah un 2004 Tentang Wakaf.

Adanya persyaratan di atas dimaksudkan agar pengurus baik yang

terdiri dari perorangan maupun suatu badan hukum dapat

menjalankan fungsinya dengan baik. Khusus untuk perwakafan

tanah milik, Nazhir yang berbentuk badan hukum harus

mempunyai perwakilan di kecamatan tempat letaknya tanah yang

di wakafkan. Hal ini didasarkan pada ketentuan Peraturan

Pemerintah Nomor 28 Tahun 1977 Tentang Perwakafan Tanah

Milik, Nazhir mempunyai tugas sebagaimana ditentukan dalam

Pasal 11 Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 yaitu:

1) Melakukan pengadministrasian harta benda wakaf;

2) Mengelola dan mengembangkan harta benda wakaf sesuai

dengan tujuan, fungsi dan peruntukannya;

a. Mengawasi dan melindungi harta benda wakaf;

b. Melaporkan pelaksanaan tugas kepada Badan Wakaf

Indonesia.

Tugas-tugas yang dibebankan kepada nazhir itu termasuk cukup

berat sehingga selain kewajiban nazhir juga mempunya hak. Hak yang

dimiliki nazhir adalah Nazhir berhak menerima imbalan dari hasil

bersih atas pengelolaan dan pengembangan harta benda wakaf yang


besarnya tidak melebihi 10% (sepuluh persen). Dalam melaksanakan

tugasnya tersebut, nazhir memperoleh pembinaan dari Menteri dan

Badan Wakaf Indonesia.

6.3. PPAIW (Pejabat Pembuat Akta Ikrar Wakaf)

Dalam Pasal 1 angka 6 Undang-Undang Nomor 41 Tahun

2004 disebutkan bahwa: “Pejabat Pembuat Akta Ikrar Wakaf, yang

selanjutnya disingkat PPAIW adalah pejabat berwenang yang

ditetapkan oleh Menteri untuk membuat Akta Ikrar Wakaf.”

Sebagaimana diketahui bahwa mewakafkan tanah hak milik

merupakan suatu perbuatan hukum yang harus dilakukan melalui

sebuah ikrar atau pernyataan. Untuk itu diperlukan seorang pejabat

khusus yang secara resmi ditunjuk. Dalam Peraturan Pemerintah

Nomor 28 Tahun 1977 Pasal 5 ayat (1) disebutkan bahwa : Pihak yang

mewakafkan tanahnya harus mengikrakan kehendaknya secara tegas

dan jelas kepada nazhir di hadapan PPAIW sebagaimana Pasal 9 ayat

(2) yang kemudian menuangkannya dalam bentuk Akta Ikrar Wakaf

dengan disaksikan oleh sekurang-kurangnya 2 (dua) orang saksi.

Sedangkan PPAIW sendiri diangkat dan diberhentikan oleh

menteri agama seperti yang tercantum dalam Peraturan Pemerintah

Nomor 28 Tahun 1977 Pasal 9 ayat (2). Apabila dibaca secara seksama

mengenai isi pasal tersebut maka ruang lingkupnya masih sangat umum

dan tidak dijelaskan secara spesifik mengenai PPAIW itu sendiri.

Penegasan mengenai hal ini lebih lanjut Menteri Agama mengaturnya


dalam Peraturan Menteri Agama Nomor 1 Tahun 1978 yang secara

tegas ada dalam tiga pasal yaitu Pasal 5 sampai dengan Pasal 7.

Disebutkan bahwa Kepala KUA (Kantor Urusan Agama) ditunjuk

sebagai PPAIW. Administrasi perwakafan diselenggarakan oleh KUA

kecamatan dan dalam hal suatu kecamatan tidak ada KUA nya maka

Kepala Kanwil Departemen Agama menunjuk Kepala KUA terdekat

sebagai PPAIW di kecamatan tersebut.

Dalam Pasal 6 Peraturan Menteri Agama itu menyebutkan

bahwa PPAIW wajib menyelenggarakan daftar akta ikrar wakaf.

Berdasarkan ketentuan Pasal 19 Undang-Undang Nomor 41 Tahun

2004, untuk dapat melaksanakan ikrar wakaf, wakif ataupun kuasanya

harus menyerahkan surat dan/atau tanda bukti kepemilikan atas harta

benda yang diwakafkannya tersebut kepada PPAIW. Hal ini

dimaksudkan agar diperoleh kepastian keberadaan harta benda wakaf

dan kebenaran adanya hak wakif atas harta benda wakaf dimaksud.

PPAIW atas nama Nazhir mendaftarkan harta benda wakaf kepada

Instansi yang berwenang paling lambat 7 (tujuh) hari kerja sejak akta

ikrar ditandatangani, dengan melampirkan salinan akta ikrar wakaf

beserta surat-surat dan/atau bukti-bukti kepemilikan dan dokumen

terkait lainnya. Instansi yang berwenang di bidang wakaf tanah dalam

hal ini adalah Badan Pertanahan Nasional, akan menerbitkan bukti

pendaftaran harta benda wakaf dan bukti pendaftaran tersebut akan

disampaikan oleh PPAIW kepada Nazhir.


6.4. Badan Wakaf Indonesia

Pengertian badan wakaf menurut Pasal 1 ayat 7 UU Nomor 41

Tahun 2004 yaitu : “Badan wakaf Indonesia adalah lembaga

independen untuk mengembangkan perwakafan di Indonesia.” Badan

tersebut merupakan lembaga independen yang melaksanakan tugas di

bidang perwakafan yang melakukan pembinaan terhadap nazhir,

melakukan pengelolaan dan pengembangan harta benda wakaf berskala

nasional dan internasional, memberikan persetujuan atas perubahan

peruntukan dan status harta benda wakaf dan memberikan saran dan

pertimbangan kepada pemerintah dalam penyusunan kebijakan di

bidang perwakafan. Badan wakaf Indonesia ini, sesuai dengan

ketentuan Pasal 48 UU Nomor 41 Tahun 2004, berkedudukan di

Ibukota Negara Kesatuan Republik Indonesia dan dapat membentuk

perwakilan di Provinsi dan atau kabupaten/kota sesuai dengan

kebutuhan. Anggota badan wakaf Indonesia harus memenuhi

persyaratan sebagaimana tercantum dalam Pasal 54 UU Nomor 41

Tahun 2004 yang meliputi :

a) Warga Negara Indonesia

b) Beragama Islam

c) Dewasa

d) Amanah

e) Mampu secara jasmani dan rohani

f) Tidak terhalang melakukan perbuatan hukum


g) Memiliki pengetahuan, kemampuan dan/atau pengalaman di

bidang perwakafan dan/atau ekonomi, khususnya dari

ekonomi syariah

h) Mempunyai komitmen yang tinggi untuk mengembangkan

perwakafan nasional

i) Serta persyaratan lain untuk menjadi anggota badan wakaf

Indonesia di tetapkan oleh Badan Wakaf Indonesia.

7. Perubahan Harta Benda Wakaf

Sebagaimana telah dikemukakan di atas bahwa perwakafan

bertujuan untuk memanfaatkan sesuatu baik untuk kepentingan ibadah

maupun sosial. Dan disyaratkan agar harta yang diwakafkan haruslah

benda yang mempunyai nilai manfaat dan sifatnya kekal. Akan tetapi jika

melihat realita yang ada bahwa tidak semua dari benda yang diwakafkan

itu kekal dzatnya, contohnya saja kayu usuk untuk bangunan masjid,

jendela, atau perlengkapan bangunan lainnya yang dimungkinkan akan

kerusakannya suatu saat yang akan datang.

Sayyid sabiq menyatakan,bahwa apabila wakaf telah terjadi, maka

tidak boleh dijual, dihibahkan, dan diperlakukan dengan sesuatu yang

menghilangkan kewakafannya. Bila orang yang berwakaf mati, maka

wakaf tidak diwariskan, sebab yang demikian inilah yang dikehendaki

oleh wakaf dank arena ucapan Rasulullah SAW,seperti yang disebut dalam

hadis Ibnu Umar, bahwa “tidak dijual, tidak dihibahkandan tidak


diwariskan.42 Dalam hadits Rasulullah dijelaskan:

Artinya: Dari Ibnu Umar, ia berkata: Umar mengatakan kepada Nabi

Muhammad SAW. Saya mempunyai seratus dirham saham di

Khaibar. Saya belum pernah mendapat harta yang paling saya

kagumi seperti itu. Nabi SAW mengatakan kepada Umar:

“Tahanlah (jangan jual, hibahkan, atau wariskan) asal

(pokok)nya, dan jadikan buahnya sedekah untuk sabilillah”.

(HR. Bukhari dan Muslim).43

Dalam hadits di atas dijelaskan bahwa benda asal atau pokoknya

tidak boleh dijual, tidak boleh diberikan dihibahkan, dan tidak boleh

diwariskan. Akan tetapi, apabila suatu saat benda wakaf itu sudah tidak

ada manfaatnya, atau sudah berkurang manfaatnya, kecuali dengan ada

perubahan pada benda wakaf tersebut, seperti menjual, merubah bentuk /

sifat, memindahkan ke tempat lain, atau menukar dengan benda lain,

bolehkah perubahan itu dilakukan terhadap benda wakaf tersebut,

mengingat pentingnya menjaga amanat wakif dan sisi manfaat harta wakaf

tersebut.

Dalam KHI pasal 40 UU No. 41 Tahun 2004. Harta benda wakaf

yang sudah diwakafkan dilarang:

a. dijadikan jaminan

b. Disita

c. Dihibahkan

42
Rachmadi Usman,Op. cit.,hlm. 64
43
Perkembangan Pengelolaan Wakaf di Indonesia, Jakarta Direktorat Pemberdayaan
Wakaf Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam, 2006, hlm. 62
d. Dijual

e. Diwariskan

f. Ditukar, atau

g. Dialihkan dalam bentuk pengalihan hak lainnya.

Namun dikecualikan apabila harta benda wakaf yang telah

diwakafkan digunakan untuk kepentingan umum sesuai dengan rencana

umum tata ruang (RUTR) berdasarkan ketentuan peraturan perundang-

undangan yang berlaku dan tidak bertentangan dengan syariah dan hanya

dapat dilakukan setelah memperoleh izin tertulis dari Menteri atas

persetujuan Badan Wakaf Indonesia. Harta benda wakaf yang sudah

diubah statusnya karena adanya pengecualian wajib ditukar dengan harta

benda yang mempunyai manfaat dan nilai tukar sekurang-kurangnya sama

dengan harta benda wakaf semula.44

Dalam fiqh Islam pada dasarnya perubahan peruntukan dan status

tanah wakaf itu tidak diperbolehkan, kecuali apabila tanah wakaf tersebut

tidak lagi dimanfaatkan lagi sesuai dengan tujuan wakaf, maka tanah

wakaf tersebut dapat dilakukan perubahan baik peruntukannya maupun

statusnya. Dalam fiqih juga dikenal prinsip maslahat, yaitu memelihara

maksud syara‟, yakni memberikan kemanfaatan dan menghindari hal-hal

yang merugikan. Prinsip ini dijadikan pertimbangan dalam perubahan

menukar dan menjual harta wakaf untuk mencapai fingsinya sebagaimana

dinyatakan si wakif.45

44
Abd. Shomad, Op. cit., hlm. 386
45
Ibid, hlm. 387
Perubahan status dan penggunaan tanah wakaf terebut harus segera

dilaporkan oleh nazhir kepada Bupati atau Walikota sebagaimana

dimaksud dalam Peraturan Pemerintah No. 28 tahun 1977 pasal 11.46

Dalam PP No. 28 tahun 1977 juga menyatakan bahwa pada

dasarnya tidak dapat dilakukan perubahan peruntukan atau penggunaan

tanah wakaf. Tetapi sebagai pengecualian, dalam keadaan kasus tertentu

dapat dilakukan dengan persetujuan tertulis dari Menteri Agama, yang

alasannya meliputi:

a. Karena tidak sesuai lagi dengan tujuan wakaf seperti diikrarkan

oleh wakif.

b. Karena untuk kepentingan umum.47

Penyelesain perselisihan benda wakaf ditegaskan dalam Kompilasi

Hukum Islam, bahwa penyelesaian perselisihan sepanjang menyangkut

persoalan benda wakaf dan nazhir diajukan kepada Pengadilan Agama

setempat sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku.48

Secara umum, ada beberapa macam sifat permasalahan dari suatu

sengketa tanah, antara lain :

a. Masalah yang menyangkut prioritas dapat ditetapkan sebagai

pemegang hak yang sah atas tanah yang berstatus hak atau atas tanah

yang belum ada haknya.

b. Bantahan terhadap sesuatu alasan hak atau bukti perolehan yang

digunakan sebagai dasar pemberian hak.

46
Juhaya S. Praja, Op. cit., hlm 46
47
Adijani Al- Alibij, Op. cit., hlm. 38
48
Rachmadi Usman, Op. cit., hlm. 70
c. Kekeliruan / kesalahan pemberian hak yang disebabkan penerapan

peraturan yang kurang atau tidak benar.

d. Sengketa atau masalah lain yang mengandung aspek-aspek sosial.

Berdasarkan penjelasan di atas, maka konflik pertanahan sesungguhnya

bukanlah hal baru. Namun, dimensi konflik makin terasa meluas di masa

kini, bila dibandingkan pada masa kolonial.

Mengenai konflik pertanahan adalah merupakan bentuk ekstrim dan

keras dari persaingan. Secara makro, sumber konflik bersifat struktural

misalnya beragam kesenjangan. Secara mikro, sumber konflik/sengketa

dapat timbul karena adanya benturan nilai (kultural), perbedaan tafsir

mengenai informasi, data atau gambaran obyektif kondisi pertanahan

setempat (teknis), atau perbedaan/benturan kepentingan ekonomi, yang

terlihat pada kesenjangan struktur pemilikan dan penguasaan tanah.


BAB III

METODE PENELITIAN

Metode adalah proses, prinsip-prinsip dan tata cara memecahkan suatu

masalah, sedangkan penelitian adalah pemeriksaan secara hati-hati, tekun, dan

tuntas terhadap suatu gejala untuk menambah pengetahuan manusia, maka

metode penelitian dapat diartakan sebagai proses prinsip-prinsip dan tata cara

untuk memecahkan masalah yang dihadapi dalam melaksanakan penelitian.49

A. Metode Pendekatan

Penelitian ini menggunakan metode pendekatan yuridis normatife

atau hukum normatif. Metode penelitian ini merupakan metode penelitian

hukum kepustakaan dimana metode atau cara yang dipergunakan di dalam

penelitian hukum dilakukan dengan cara meneliti bahan pustaka yang ada.50

Tahapan pertama penelitian hukum normatif adalah penelitian yang

ditujukan untuk mendapatkan hukum obyektif (norma hukum), yaitu dengan

mengadakan penelitian terhadap masalah hukum. Tahapan kedua penelitian

hukum normatif adalah penelitian yang ditujukan untuk mendapatkan

hukum subjektif (hak dan kewajiban).51

Relevansi pendekatan penelitian ini adalah untuk menganalisis dan

mengkaji permasalahan yang menjadi objek penelitian yaitu mekanisme

perubahan status harta benda wakaf yang terkena pengadaan tanah untuk

49
Soerjono Soekanto, 1985, Pengantar Penelitian Hukum, (Jakarta: UI-Press,),
hlm.6
50
Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, 2009, Penelitian Hukum Normatif Suatu
Tinjauan Singkat, Cetakan ke-11, (Jakarta, PT Raja Grafindo Persada,), hlm. 13–14
51
Hardijan Rusli, 2006, Metode Penelitian Hukum Normatif, Bagaimana, (Law
Review Fakultas Hukum Universitas Pelita Harapan, Volume V No. 3 Tahun, hlm. 50.
pembangunan jalan tol Batang-Semarang II seksi V di Kota Semarang

B. Spesifikasi Penelitian

Spesifikasi penelitian yang digunakan adalah Deskriptif Analitis

yaitu menggambarkan peraturan perundangan yang berlaku dikaitkan

dengan teori-teori hukum dan praktek pelaksanaannya.52

Dikatakan deskriptif, maksudnya dari penelitian ini diharapkan dapat

diperoleh gambaran secara menyeluruh dan sistematik mengenai segala hal

yang berhubungan dengan mekanisme perubahan status harta benda wakaf

yang terkena pengadaan tanah untuk pembangunan jalan tol Batang-Semarang II

seksi V di Kota Semarang.

C. Sumber dan jenis data

Secara umum jenis data yang diperlukan dalam suatu penelitian

hukum terarah pada penelitian data sekunder dan data primer. Jenis dan

sumber data yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah :

1. Data primer

Pengumpulan data primer dilakukan dengan metode

wawancara. Wawancara adalah proses tanya jawab dalam penelitian

yang berlangsung secara lisan dalam mana dua orang atau lebih

bertatap muka mendengarkan secara langsung informasi-informasi

atau keterangan-keterangan.53 Jenis wawancara yang digunakan

dalam penelitian ini menggunakan wawancara bebas terpimpin,

adalah merupakan kombinasi antara wawancara bebas dan

52
Sumardi Suryabrata, Metodologi Penelitian, (Jakarta:Rajawali, 1993), hlm.19
53
Ronny Hanitijo Soemitro, Op Cit, hlm. 83
terpimpin.54 Peneliti membuat pokok-pokok masalah yang akan

diteliti, selanjutnya dalam proses wawancara berlangsung mengikuti

situasi pewawancara harus pandai mengarahkan jalannya wawancara

jika ternyata yang menjadi informan dan narasumber menyimpang

dari permasalahan. Narasumber didapat dari :

a. Kepala Kantor Pertanahan Kota Semarang, selaku ketua

pelaksana pengadaan tanah untuk pembangunan jalan tol Batag-

Semarang II Seksi V di Kota Semarang.

b. Pejabat Pembuat Komiten (PPK) Pengadaan Tanah Jalan Tol Batag-

Semarang II Seksi V di Kota Semarang. ;

c. Para Nazhir yang harta benda wakafnya terkena pengadaan tanah

untuk pembangunan jalan tol Batang-Semarang II Seksi V di

Kota Semarang.,

d. Ketua Badan Pelaksana Perwakilan Badan Wakaf Indonesia (BWI)

Kota Semarang,

e. Kepala Kantor Kementerian Agama Kota Semarang,

f. Kantor Jasa Penilai Publik (KJPP) Sih Wiryadi dan Rekan selaku

Tim penilai obyek pengadaan tanah untuk pembangunan jalan tol

Batang-Semarang II Seksi V di Kota Semarang.

2. Data sekunder

Data sekunder adalah data yang diperoleh melalui studi

kepustakaan melalui studi dokumen yang mengumpulkan bahan

54
Ibid , hlm. 84
hukum. Bahan hukum yang dipergunakan dalam penulisan ini

adalah:55

a. Bahan hukum primer, meliputi peraturan perundang-undangan :

1) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan

Dasar Pokok-pokok Agraria ;

2) Undang-undang Republik Indonesia Nomor 41 Tahun 2004

tentang Wakaf ;

3) Undang - Undang Nomor 2 Tahun 2012 tentang Pengadaan

Tanah Bagi Pembangunan untuk Kepentingan Umum;

4) Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 42 Tahun 2006

tentang Pelaksanakan Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004

tentang Wakaf ;

5) Peraturan Presiden Nomor 71 Tahun 2012 tentang Penyelengaraan

Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan Umum

sebagaimana dirubah beberapa kali dan terakhir dengan Peraturan

Presiden Nomor 148 tahun 2015 tentang perubahan Keempat

Peraturan Presiden Nomor 71 Tahun 2012 tentang Penyelengaraan

Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan

Umum;

6) Peraturan Presiden Nomor 3 Tahun 2016 tentang Percepatan

Pelaksanaan Proyek Strategis Nasional;

7) Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia

55
Burhan Ashosofa, 2000, Metode Penelitian Hukum, (Jakarta: Rineka Cipta,), hlm.
104
Nomor 5 Tahun 2012 tentang Petunjuk Teknis Pelaksanaan

Pengadaan Tanah sebagaimana dirubah dengan Peraturan

Menteri Agraria dan Tata Ruang / Kepala Badan Pertanahan

Nasional Nomor 6 Tahun 2015 tentang Perubahan atas Peraturan

Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia Nomor 5

Tahun 2012 tentang Petunjuk Teknis Pelaksanaan Pengadaan

Tanah.

8) Peraturan Badan Wakaf Indonesia Nomor 1 Tahun 2008

Tentang Prosedur Penyusunan Rekomendasi Terhadap

Permohonan Penukaran / Perubahan Status Harta Benda

Wakaf ;

b. Bahan hukum sekunder, yaitu bahan hukum yang menerangkan

bahan hukum primer berupa buku teks, jurnal-jurnal, pendapat

para sarjana, artikel dari koran, majalah, internet, maupun

makalah-makalah yang berhubungan dengan penelitian.

c. Bahan hukum tersier, yaitu bahan yang melengkapi data dan

informasi yang didapat dari bahan hukum primer dan bahan

hukum sekunder, seperti kamus Bahasa Inggris, Bahasa

Indonesia, kamus hukum, ensiklopedia, dan lain-lain.

D. Teknik Pengumpulan Data

Dalam pengumpulan data diusahakan sebanyak mungkin data yang

diperoleh atau dikumpulkan mengenai masalah-masalah yang berhubungan

dengan penelitian ini. Disini penulis akan mempergunakan data primer dan
data sekunder yaitu data yang diperoleh dengan cara sebagai berikut :

a. Data Primer

Data Primer merupakan data yang diperoleh melalui studi

lapangan yang meliputi data perilaku terapan dari ketentuan normatif

terhadap peristiwa hukum in concreto. Untuk memperoleh data primer

tersebut penulis menggunakan wawancara untuk memperoleh informasi

dengan bertanya langsung pada narasumber.Wawancara yang digunakan

dalam penelitian ini adalah wawancara bebas terpimpin, yaitu dengan

mempersiapkan terlebih dahulu pertanyaan-pertanyaan sebagai pedoman,

tetapi tidak menutup kemungkinan adanya variasi pertanyaan sesuai

dengan situasi ketika wawancara berlangsung.56

b. Data Sekunder

Data Sekunder merupakan data yang diperoleh dari hasil

penelaahan kepustakaan atau penelaahan terhadap berbagai literatur atau

bahan pustaka yang berkaitan dengan masalah atau materi penelitian

yang sering disebut bahan hukum.57

Pengumpulan data dengan cara mengambil beberapa keterangan

dari literatur dan dokumentasi ataupun peraturan perundang-undangan

lainnya yang ada hubungannya dengan pokok permasalahan yang

dibahas, dan diharapkan dapat memberikan solusi dari suatu

permasalahan.

56
Suharsini Arikunto, 2006 ,Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktis (Jakarta:
Rineka Cipta,), hlm. 227
57
Mukti Fajar dan Yulianto, Dualisme Penelitian Hukum Normatif dan Empiris,
(Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2010), hlm. 156
E. Teknik Penyajian Data

Studi pustaka adalah merupakan teknik untuk memperoleh data

melalui studi kepustakaan terhadap bahan-bahan hukum, baik bahan

hukum primer, bahan hukum sekunder, maupun bahan hukum tertier dan

atau bahan non-hukum.58

Studi kepustakaan dilakukan dengan cara mengumpulkan bahan

pustaka yang diperoleh dari berbagai literatur atau buku-buku, dan

perundang-undangan yang berkaitan dengan permasalahan dalam

penelitian ini. Cara yang ditempuh ialah dengan membaca, memahami,

mengutip bahan-bahan yang berhubungan dengan permasalahan, yakni

terkait persoalan pengadaan tanah untuk pembangunan kepentingan

umum dan persoalan perubahan status harta benda wakaf.

F. Teknik Analisis Data

Analisa data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis

Kualitatif yaitu data-data yang sudah didapatkan dari studi lapangan dan

studi pustaka akan di kumpulkan dan dikelompokkan secara sistematis

sesuai dengan fakta dan karakteristik objek yang diteliti secara tepat

kemudian dianalisa secara kualitatif dengan tujuan mendapatkan suatu

kesimpulan dari permasalahan penelitian.59

Cara untuk menarik kesimpulan dari hasil penelitian menggunakan

metode induktif. Metode induktif merupakan suatu cara penelitian yang

berangkat dari fakta-fakta yang ditemukan di lapangan kemudian dianalisis

58
Ibid, hlm. 160.
59
Sudarwan Denim, 2002, Menjadi Peneliti Kualitatif, (Bandung: Pustaka Setia),
hlm. 62
dengan konsep-konsep teori yang digunakan dalam penelitian.60

Metode berpikir induktif adalah metode yang digunakan dalam

berpikir dengan bertolak dari hal-hal khusus ke umum. Hukum yang

disimpulkan difenomena yang diselidiki berlaku bagi fenomena sejenis yang

belum diteliti. Generalisasi adalah bentuk dari metode berpikir induktif.

Sedangkan dalam penelitian ini hal yang akan dianalisa adalah

mekanisme perubahan status harta benda wakaf yang terkena pengadaan

tanah untuk pembangunan jalan Tol Batang-Semarang II Seksi V di Kota

Semarang.

60
Ibid, hlm. 63
BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Mekanisme perubahan status harta benda wakaf yang terkena pengadaan

tanah untuk pembangunan jalan tol Batang-Semarang II seksi V di Kota

Semarang

Sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan perubahan status harta benda

wakaf mengacu pada :

1) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar

Pokok-pokok Agraria ;

2) Undang-undang Republik Indonesia Nomor 41 Tahun 2004 tentang

Wakaf ;

3) Undang - Undang Nomor 2 Tahun 2012 tentang Pengadaan Tanah

Bagi Pembangunan untuk Kepentingan Umum;

4) Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 42 Tahun 2006 tentang

Pelaksanakan Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 tentang Wakaf ;

5) Peraturan Presiden Nomor 71 Tahun 2012 tentang Penyelengaraan

Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan Umum

sebagaimana dirubah beberapa kali dan terakhir dengan Peraturan

Presiden Nomor 148 tahun 2015 tentang perubahan Keempat Peraturan

Presiden Nomor 71 Tahun 2012 tentang Penyelengaraan Pengadaan

Tanah Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan Umum;

6) Peraturan Presiden Nomor 3 Tahun 2016 tentang Percepatan Pelaksanaan


Proyek Strategis Nasional;

7) Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia Nomor

5 Tahun 2012 tentang Petunjuk Teknis Pelaksanaan Pengadaan Tanah

sebagaimana dirubah dengan Peraturan Menteri Agraria dan Tata

Ruang / Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 6 Tahun 2015

tentang Perubahan atas Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional

Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 2012 tentang Petunjuk Teknis

Pelaksanaan Pengadaan Tanah.

8) Peraturan Badan Wakaf Indonesia Nomor 1 Tahun 2008 Tentang

Prosedur Penyusunan Rekomendasi Terhadap Permohonan

Penukaran / Perubahan Status Harta Benda Wakaf ;

9) Keputusan Gubernur Jawa Tengah Nomor 620 /8 tahun 2015

Tanggal 4 Mei 2015 tentang Persetujuan Pembaharuan Penetapan

Lokasi Pembangunan Jalan Tol Trans Jawa di Provinsi Jawa Tengah

10) Keputusan Walikota Semarang Nomor: 451.5/543, Tanggal 8 Juni

2017 Tentang Pembentukan Tim Penilai Penukaran / Perubahan

Status Harta Benda Wakaf Kota Semarang.

Sebagai hasil penelitian antara lain diperoleh data harta benda

wakaf yang terkena pengadaan tanah jalan tol Batang-Semarang II seksi V di

Kota Semarang sebagai berikut :


Tabel 1

DAFTAR HARTA BENDA WAKAF BERUPA TANAH/BANGUNAN/TANAMAN YANG TERKENA PENGADAAN


TANAH UNTUK PEMBANGUNAN JALAN TOL BATANG SEMARANG II SEKSI V DI KOTA SEMARANG

LUAS TANAH (M2)


BUKTI
N NAMA OBYEK
NAMA NAZIR KEPEMILIKAN No. Bid KETER.
O WAKAF / LOKASI
TANAH TOT TERKENA
AL TOL
MASJID BAITUL
1 1. M.A. Jazuli WAKAF SHM. 454 81 369 363
MUSTAQFIRIN
2. Ruswanto,
Kelurahan Tambakaji WAKAF SHM. 457
S.Pd
Kecamatan Ngaliyan 3. Nahrowi
4. Bahrun
5. Muchlisin
MUSHOLLA AN- WAKAF SHM.
2 1. Drs. Sartono 376 459 459
NIKMAH No.1422
2. Parmanto
Kelurahan Tambakaji
A.M
3. Didiek
Kecamatan Ngaliyan
Sarmadi
4. Abdul
Chamid
5. Slamet
Samtoso
MUSHOLLA Al 1. Abdul Afif WAKAF SHM.
3 28 94 94
MAQOSID Efendi, S.Sos No.1893
2. Ruswanto,
Kelurahan Tambakaji
S.Pd
3. Nahrowi,
Kecamatan Ngaliyan
S.Pd
4. Suharno
5. Fundholi
1. Roma
4 MI. NURUL ISLAM WAKAF No. 1879 193 583 583
Wianto, S.Sos
2. Jumaidi,
Kelurahan Tambakaji
S.Pd.I
Kecamatan Ngaliyan 3. Muthohiroh
4. Aris Sunandar
5. Mintarso
MASJID 1. Muhamad
5 WAKAF No. 1880 200 444 444
BAITURROKHIM Masnun
Kelurahan Tambakaji 2. Sular
3. Ahmad
Kecamatan Ngaliyan
Dzikron
4. Asikin
5. H.Masyhuri,
S.Ag
WAKAF SHM No.
6 TPQ BAITUL HUDA 1. RUBIYONO 50 1.500 1.500
2125
2. MASWAN,
Kelurahan Tambakaji
S. Ag
3. ZAENAL
Kecamatan Ngaliyan
ARIFIN, M. Ag
4. WAHADI
5. H. SUPAAT
MUSHOLA BAITUL 1. YUSRON WAKAF SHM.No.
7 123 201 201
MUTTAQIN FATHONI 1839
2. H.
Kelurahan Purwoyoso MOCHAMAD
MIFTAH
Kecamatan Ngaliyan 3. M. MASDAR
4. DRS. HN.
MUSTAM AJI
5. Drs. PAIDI
1. BUDI WAKAF
8 MASJID AR RIDHO 278.1 504 504
UTOMO, SH SHM.No.1989
2. ZAKARIA
Kelurahan Purwoyoso
AMSORI, BA
3.
Kecamatan Ngaliyan
MOCHAMAD
MIFTAH
4. Drs. H.N
MUSTAM AJI
5. SARJONO
WAKAF SHM.
9 MUSHOLA AT TAUBAH 1. SUTARJI 439 99 99
No.1210
2. YADI TRI
Kelurahan Purwoyoso
MULYONO
Kecamatan Ngaliyan 3. SUPARDJO
TEMPAT PEMAKAMAN WAKAF SHM.No.
10 1. RUBIYONO 793 2,367 1,842
UMUM 464
2. MASWAN,
Kelurahan Purwoyoso
S.Ag
3. ZAENAL
Kecamatan Ngaliyan
ARIFIN, M.Ag
4. WAHADI
5. SUPAAT
WAKAF SHM
11 MASJID BAITUL HUDA 1. RUBIYONO 727 233 233
No.1626
2. MASWAN,
Kelurahan Purwoyoso
S.Ag
3. ZAENAL
Kecamatan Ngaliyan
ARIFIN, M.Ag
4. WAHADI
5. SUPAAT
MUSHOLLA BAITUS WAKAF SHM. No
12 1. RUBIYONO 645.1 238 181
SALAM 390
2. MASWAN,
Kelurahan Purwoyoso
S.Ag
3. ZAENAL
Kecamatan Ngaliyan
ARIFIN, M.Ag
4. WAHADI
5. SUPAAT
1. H.N WAKAF SHM.No.
13 MUSHOLA AN NUR 583 44 44
MUSTAM AJI 2720
2. FATHONI
Kelurahan Purwoyoso
ABDILLAH
Kecamatan Ngaliyan 3. SUPAAT
MUSHOLLA NURUL 1. AHMAD
14 WAKAF No. 00013 125 327 135
HIDAYAH SUBAKIR
Kelurahan Kembangarum 2. SUDADI
3. EKO
Kecamatan Semarang Barat
MULYONO
4. DJUMADI
5. SUWARDI
74

Mekanisme perubahan Status / penukaran harta benda wakaf yang

akan diubah statusnya menurut Pasal 51 Peraturan Pemerintah Nomor 42

Tahun 2006 Tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004

Tentang Wakaf, yaitu dilakukan sebagai berikut:

a. Nazhir mengajukan permohonan tukar ganti kepada Menteri melalui

Kantor Urusan Agama Kecamatan setempat dengan menjelaskan

alasan perubahan status/tukar menukar tersebut;

b. Kepala KUA Kecamatan meneruskan permohonan tersebut kepada

Kantor Departemen Agama kabupaten/kota;

c. Kepala kantor Departemen Agama Kabupaten / Kota setelah

menerima permohonan tersebut membentuk tim dengan susunan dan

maksud seperti dalam Pasal 49 ayat (4), dan selanjutnya Bupati /

Walikota setempat membuat Surat Keputusan;

d. Kepala Kantor Departemen Agama Kabupaten / Kota meneruskan

permohonan tersebut dengan dilampiri hasil penilaian dari tim

kepada Kepala Kantor Wilayah Departemen Agama Provinsi dan

selanjutnya meneruskan permohonan tersebut kepada Menteri

Agama ; dan

e. Setelah mendapatkan persetujuan tertulis dari Menteri Agama, maka

tukar ganti dapat dilaksanakan dan hasilnya harus dilaporkan oleh

Nazhir ke Kantor Pertanahan dan / atau lembaga terkait untuk

pendaftaran lebih lanjut.


75

Dari bagan mekanisme di atas dapat dijelaskan bahwa pihak

yang terkait dan mekanisme perubahan status Harta Benda Wakah yang

terkena pengadaan tanah untuk pembangunan Kepentingan Umum

adalah sebagai berikut :

1. Nazhir

Sebagai pengelola dan pihak yang berhak atas harta benda wakaf

setelah memperoleh informasi dan pemberitahuan dari tim Pelaksana

pengadaan tanah bahwa harta benda wakafnya terkena pengadaan tanah

untuk pembangunan jalan tol Batang-Semarang II Seksi V di Kota

Semarang segera menyiapkan berkas / data-data terkait sebagai

pendataan awal. Data tersebut meliputi Fotocopi KTP para pengurus

Nazhir, Fotocopi bukti kepemilikan tanah (Sertipikat/Letter D/ Surat


76

Penguasaan, ) yang dimiliki. Selanjutnya Nazhir menyampaikan

permohonan perubahan status (Penukaran) kepada Menteri Agama

melalui Kantor Urusan Agama Kecamatan setempat dengan

menjelaskan alasan perubahan status / tukar menukar tersebut.

2. Kantor Urusan Agama (KUA)

Berdasarkan permohonan dari para Nazhir yang harta benda

wakafnya terkena pengadaan tanah untuk pembangunan jalan Tol

Batang-Semarang II, KUA Kecamatan Ngaliyan dan KUA Kecamatan

Semarang Barat melakukan verifikasi kelengkapan berkas sesuai ceklist

yang telah ditentukan oleh Kementerian Agama. Setelah lengkap

permohonan beserta kelengkapannya diteruskan kepada Kantor

Kementerian Agama Kota Semarang. Apabila terdapat kekurangan

kelengkapan berkas maka segera diinformasikan kepada Nazhir untuk

melengkapinya.

3. Kantor Kementerian Agama Kota Semarang

Sebagai bentuk tindaklanjut usulan permohonan para Nazhir,

setelah Kepala KUA Kecamatan melakukan verifikasi maka selanjutnya

Kepala Kantor Kementerian Agama Kota Semarang membentuk Tim

Penilai harta benda wakaf dan harta penukarnya. akan meneruskan

Kantor Wilayah Kementerian Agama Provinsi Jawa Tengah. Salah satu

tugasnya adalah adalah menyiapkan rekomendasi atas calon tanah

pengganti wakaf yang telah diusulkan oleh Nazhir. Bersama unsur


77

kedinasan yang lain Kantor Kementerian Agama Kota Semarang

memiliki peran yang strategis dalam penukaran / penggantian harta

benda wakaf yang terkena pengadaan tanah untuk pembangunan jalan

Tol Batang-Semarang II Seksi V di Kota Semarang. Kepala Kantor

Kementerian Agama Kota Semarang bersama tim penilai melakukan

kajian dan tinjauan lapangan dan memastikan apakah harta benda

Penukar / Pengganti berada di wilayah yang strategis dan mudah untuk

dikembangkan.

Dengan berpedoman pada ketentuan bahwa izin tertulis dari

Menteri Agama hanya dapat diberikan dengan pertimbangan antara lain;

nilai dan manfaat harta benda Penukar / Pengganti harus ditetapkan oleh

Bupati / Walikota berdasarkan rekomendasi Tim Penilai Penukar /

Penggantian / Perubahan Status Harta Benda Wakaf, maka peran Kantor

Kementerian Agama Kota Semarang sangat penting dan sentral sebelum

ditetapkannya tanah penukar / pengganti oleh Walikota Semarang.

4. Pemerintah Kota Semarang (Walikota Semarang)

Berdasarkan ketentuan Pasal 49 Peraturan Pemerintah No. 42

Tahun 2006, Walikota Semarang membentuk tim penilai harta benda

penukar wakaf dengan Keputusan Walikota Semarang Nomor:

451.5/543, Tanggal 8 Juni 2017 Tentang Pembentukan Tim Penilai

Penukaran / Perubahan Status Harta Benda Wakaf Kota Semarang. yang

anggotanya adalah sebagai berikut:

1) Kepala Kantor Kementerian Agama Kota Semarang sebagai


78

Ketua ( Drs. H. Muh. Habib, M.M.)

2) Kepala Bagian Kesejahteraan Rakyat SETDA Kota Semarang

sebagai Wakil Ketua (Drs. Suparman, M.Si)

3) Anggota Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kota Semarang (Drs.

H. Arifin, M.S.I.)

4) Kepala Sub Bagian Agama, Pendidikan dan Kebudayaan pada

Bagian Kesejahteraan Rakyat SETDA Kota Semarang selaku

Wakil Sekretaris ( Drs. Ali Sofyan, M.M.)

5) Kepala Sub Seksi Pengukuran tematik pada Kantor Pertanahan

Kota Semarang selaku Anggota (Mokhamad Imron, A. P.Tnh.)

6) Para Nazhir (sesuai wakaf masing-masing) selaku Anggota

Setelah menerima Surat dari Nadzir Wakaf yang terkena Jalan Tol

perihal Permohonan Usulan Tanah Pengganti, kemudian ditindaklanjuti

dengan permohonan pengukuran bidang tanah oleh PPK Pengadaan

lahan untuk pembangunan Jalan Tol maka Kantor Pertanahan Kota

Semarang melakukan pengukuran atas bidang tanah calon pengganti

harta benda wakaf. Selanjutnya KJPP (Appraisal) setelah mendapatkan

daftar nominatif terkait tanah penukar yang meliputi :

1) data Identitas dan alamat Nazhir

2) data bukti kepemilikan tanah calon pengganti

3) Peta bidang tanah calon pengganti

Selanjutnya Tim Appraisal melaksanakan kegiatan penilaian atas obyek

tanah calon pengganti harta benda wakaf . Penilaian (Appraisal)


79

dilakukan setelah mendapat perintah dari Pejabat Pembuat Komitmen

(PPK) Pengadaan Lahan Jalan Tol.

Tim Penilai bentukan Walikota selanjutnya melakukan penelitian dan

peninjauan lapangan terkait dengan data obyek dan subyek calon tanah

pengganti yang telah diusulkan oleh para Nazhir.

Selanjutnya dilaksanakan Rapat Penyusunan Rekomendasi kepada

Walikota Semarang Tentang Harta Benda Penukar / Pengganti Harta

Benda Wakaf Yang Terkena Pengadaan Tanah Untuk Pembangunan

Jalan Tol Batang-Semarang II dihadiri oleh Dinas/Instansi terkait dan

seluruh Anggota Tim Penilai Penukaran/Perubahan Status Harta Benda

Wakaf Kota Semarang.

Berdasarkan musyawarah mufakat, bahwa Harta Benda Wakaf (HBW)

di Kota Semarang yang terkena pengadaan tanah untuk pembangunan

Jalan Tol Batang-Semarang II Seksi V sebanyak 14 HBW (4 masjid, 7

musholla/, 2 madrasah, dan 1 makam). Dengan pertimbangan bahwa

bidang tanah pengganti yang dipilih sudah memenuhi persyaratan

memiliki Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) sekurang-kurangnya sama

dengan NJOP harta benda wakaf; dan harta benda penukar tersebut

berada di wilayah yang strategis dan mudah untuk dikembangkan. Tim

Penilaian memberikan rekomendasi kepada Walikota Semarang, untuk

selanjutnya diterbitkan keputusan Walikota Semarang tentang

Penetapan Nilai Dan Manfaat Harta Benda Penukar Untuk tanah Wakaf

Yang Terkena Pengadaan Tanah Untuk Pembangunan Jalan Tol


80

Batang-Semarang II Seksi V di Kota Semarang.

5. Kantor Wilayah Kementerian Agama Provinsi Jawa Tengah

Meneruskan permohonan yang telah lengkap kepada Menteri

Agama dengan berpedoman pada ceklist yang telah ada terdiri dari :

1) Data Nazhir

2) Kelengkapan data Harta benda wakaf yang terkena pengadaan

tanah untuk pembangunan kepentingan umum, meliputi : Jenis

harta benda, Alamat, Status, Luas , NJOP, Pemanfaatan, Alasan

Penukar.

3) Kelengkapan data Harta benda penukar wakaf meliputi : Jenis

harta benda, Alamat, Status, Luas , NJOP, Pemanfaatan, Alasan

Penukar.

4) Ceklist Administrasi dan Dokumen apakah sudah ada ataukah

belum antara lain meliputi :

a) Surat Permohonan Nazhir ;

b) Surat Pengesahan Nzhir dari KUA Setempat ;

c) Surat Kuasa dari Nazhir apabila berhalangan hadir ;

d) Surat dukungan / pernyataan persetujuan Mauquf alaih

/Wakif ;

e) ditandatangani oleh seluruh anggota Nazhir dan dua orang

saksi perwakilan/tokoh masyarakat setempat di atas

materai Rp 6.000,

f) Surat perjanjian antara Nazhir dan Penukar


81

g) Surat pernyataan penukar bahwa harta benda wakaf yang

lama tidak digunakan untuk hal-hal yang bertentangan

dengan syari’at Islam

h) Rencana kerja Nazhir setelah tukar menukar

i) Foto copy KTP Nazhir/kuasa Nazhir/Wakif

5) Surat Rekomendasi dari :

a) Kepala KUA Kecamatan ;

b) Kepala Kementerian Agama Kota Semarang ;

c) Walikota Semarang ;

d) Keputusan Walikota Semarang tentang Pembentukan Tim

Penilai Keseimbangan Tanah Wakaf ;

e) Berita acara Tim Penilai Keseimbangan Tanah Wakaf ;

f) Dinas Penataan Ruang Kota Semarang ;

g) Kepala Kanwil Kementerian Agama Provinsi Jawa Tengah ;

6) Identitas dan Kelengkapan Tanah Wakaf, antara lain :

a) Sertipikat tanah / Akta Ikrar Wakaf / Akta Perubahan Akta

Ikrar Wakaf

b) NJOP tanah di sekitar tanah wakaf, sebagai pembanding ;

c) Harga pasar tanah wakaf (Sesuai Hasil Appraisal)

d) Peta lokasi tanah wakaf (Peta Bidang Tanah) ;

e) Foto tanah wakaf ;

7) Identitas dan Kelengkapan Tanah Penukar

a) Sertipikat tanah Pengganti / Penukar

b) NJOP tanah di sekitar tanah pengganti wakaf;


82

c) Harga pasar tanah pengganti wakaf (Sesuai Hasil Appraisal)

d) Peta lokasi tanah pengganti wakaf (Peta Bidang Tanah) ;

e) Foto tanah pengganti wakaf

8) Surat Dukungan Perizinan, antara lain :

a) Surat Izin Penunjuk Penggunaan Tanah (SIPPT);

b) Surat Izin lokasi pembangunan (bagi pihak pengembang);

c) Rencana pengembangan (site plan).

6. Badan Wakaf Indonesia (BWI)

Berdasarkan ketentuan Pasal 49 Ayat 1 Undang-Undang Nomor

41 Tahun 2004 tentang Wakaf, BWI mempunyai tugas dan wewenang

sebagai berikut:

1) Melakukan pembinaan terhadap nazhir dalam mengelola dan

mengembangkan harta benda wakaf.

2) Melakukan pengelolaan dan pengembangan harta benda wakaf

berskala nasional dan internasional.

3) Memberikan persetujuan dan atau izin atas perubahan

peruntukan dan status harta benda wakaf.

4) Memberhentikan dan mengganti nazhir.

5) Memberikan persetujuan atas penukaran harta benda wakaf.

6) Memberikan saran dan pertimbangan kepada Pemerintah dalam

penyusunan kebijakan di bidang perwakafan.

Di Kota Semarang sebagaimana telah ditetapkan Keputusan Walikota

Semarang Nomor : 451.5/543, Tanggal 8 Juni 2017, Tentang


83

Pembentukan Pengurus Perwakilan Badan Wakaf Indonesia Kota

Semarang, Secara herarki kewilayahan Perwakilan Badan Wakaf

Indonesia Kota Semarang menjalankan tugas BWI Pusat terkait dengan :

1) Pertimbangan, persetujuan, dan/atau izin atas perubahan

peruntukan dan status harta benda wakaf yang terkena

pengadaan tanah untuk pembangunan Kepentingan Umum.

2) Pertimbangan dan/ atau persetujuan atas penukaran harta benda

wakaf yang terkena pengadaan tanah untuk pembangunan

Kepentingan Umum.

Lebih rinci terkait tugas BWI adalah meneliti dan memastikan atas

harta benda wakaf beserta penggantinya sebagaimana diatur dalam

ketentuan Pasal 9 Peraturan Badan Wakaf Indonesia Nomor 1 Tahun

2008 tentang Prosedur Penyusunan Rekomendasi Terhadap

Permohonan Penukaran / Perubahan Status Harta Benda Wakaf :

Prosedur Pelaksanaan penyusunan rekomendasi perubahan /

penggantian harta benda wakaf meliputi :

a) Melakukan pengecekan kelengkapan dokumen-dokumen berikut

ini :

1) umum; berisi nomor registrasi, nomor dan tanggal surat Dirjen

Bimas Islam, dan nomor dan tanggal surat disposisi ketua

BWI;

2) identitas Nazhir ; Nazhir harus terdaftar di KUA setempat, jika

Nazhir belum terdaftar maka dokumen akan dikembalikan dan


84

Nazhir yang bersangkutan harus mengurus administrasi

pendaftarannya;

3) identitas harta benda wakaf yang hendak ditukar atau dirubah

statusnya harus terdaftar dan memiliki Akta Ikrar Wakaf

(AIW/APAIW) yang sah beserta dokumen-dokumen

pendukungnya. Harta Benda Wakaf yang tidak memiliki

AIW/APAIW tidak dapat diproses permohonan pertukaran

atau perubahan peruntukannya;

4) harta benda penukar harus memiliki dokumen sertifikat atau

bukti kepemilikan yang sah sesuai peraturan perundang-

undangan.

b) Melakukan pengecekan dokumen proses permohonan

penukaran/perubahan harta benda wakaf yang meliputi :

1) surat permohonan perubahan status / tukar menukar

ditandatangani oleh Nazhir;

2) surat kuasa dari Nazhir (dalam hal point a tidak terpenuhi);

3) surat dukungan/pernyataan persetujuan Mauquf Alaih/Wakif;

4) fotokopi KTP Nazhir/Kuasa Nazhir/Mauquf Alaih/Wakif yang

menandatangani;

5) rencana kerja Nazhir setelah perubahan status / tukar menukar;

6) surat pernyataan bahwa harta benda wakaf yang lama tidak

akan digunakan untuk hal-hal yang bertentangan dengan

syariat Islam;
85

7) rekomendasi Kepala KUA Kecamatan (dokumen asli);

8) rekomendasi Kepala Kantor Departemen Agama

kabupaten/kota (dokumen asli);

9) rekomendasi Dinas Tata Ruang/Pemukiman kabupaten/Kota

(dokumen asli);

10) rekomendasi Bupati/Walikota (dokumen asli);

11) rekomendasi Kepala Kantor Wilayah Departemen Agama

Provinsi (dokumen asli);

12) surat keputusan Bupati/Walikota tentang pembentukan tim

penilai keseimbangan perubahan status tukar menukar harta

benda wakaf (dokumen asli);

13) berita acara rapat tim penilai harta benda penukar atas harta

benda wakaf;

14) rencana tata ruang wilayah/rencana detail tata ruang;

15) surat permohonan pertimbangan dari Direktorat Jendral Bimas

Islam Departemen Agama;

16) disposisi ketua BWI.

c) Melakukan penilaian perubahan status, mencakup :

1) alasan perubahan status/tukar menukar harta benda wakaf; 2.

kondisi harta benda wakaf saat ini;

2) pemanfaatan harta benda wakaf;

3) luas harta benda wakaf;

4) NJOP harta benda wakaf;


86

5) nilai pasar harta benda wakaf;

6) tujuan wakaf;

7) penilaian produktif harta benda wakaf (termasuk lokasi dan

prospeknya, dapat dilakukan kunjungan lapangan jika

diperlukan);

8) kondisi harta benda penukar;

9) status kepemilikan harta benda penukar;

10) luas harta benda penukar;

11) NJOP harta benda penukar;

12) nilai pasar harta benda penukar;

13) penilaian produktif harta benda penukar (termasuk lokasi dan

prospeknya, dapat dilakukan kunjungan lapangan jika

diperlukan).

d) Melakukan wawancara dengan Nazhir / masyarakat dan kunjungan

lapangan, yang meliputi :

1) membuat permohonan kunjungan lapangan ke sekretariat;

2) Sekretariat melakukan persiapan penyelenggaraan wawancara

dengan Nazhir dan menyiapkan administrasi kunjungan

lapangan;

3) melakukan kunjungan lapangan dan menghimpun informasi-

informasi sebagai mengenai :

a. latar belakang penukaran/perubahan status harta benda

wakaf;
87

b. asal usul inisiatif penukaran/perubahan;

c. latar belakang hubungan dengan pemilik harta benda

penukar;

d. rencana kerja Nazhir;

e. penilaian terhadap kemungkinan pemanfaatan produktif

harta benda wakaf dan harta benda penukar;

f. penilaian terhadap kebutuhan-kebutuhan untuk pemanfaatan

produktif harta benda wakaf / harta benda penukar;

g. dokumentasi situasi lapangan dalam bentuk foto

digital/video;

e) membuat laporan kunjungan lapangan;

f) membuat laporan dan rekomendasi awal serta menyampaikannya

kepada Sekretariat untuk diteruskan kepada Dewan Pertimbangan,

serta dibahas pada rapat pleno bersama-sama dengan pertimbangan

fiqh dari Dewan Pertimbangan;

g) melaporkan hasil pengecekan dokumen dan kunjungan lapangan ke

rapat pleno;

h) menyempurnakan rekomendasi berdasarkan hasil rapat pleno dan

menyerahkan laporan serta rekomendasi divisi kelembagaan

termasuk dokumentasi foto/video kepada sekretariat yang

ditandatangani oleh ketua divisi.

A.7. Kementerian Agama (Menteri Agama)


88

Sejak terbitnya regulasi bidang wakaf, baik Undang-Undang,

Peraturan Pemerintah, Peraturan Menteri Agama, maupun lainnya

telah terjadi gerak dinamika dunia perwakafan di tanah air.

Berdasarkan data dari SIWAK Direktorat Pemberdayaan Zakat dan

Wakaf Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam

Kementerian Agama Republik Indonesia Tahun 2018, tanah wakaf

tersebar di 339.632 lokasi dengan luas total 49.156.22 Ha di seluruh

Indonesia. Dari jumlah tersebut, sebanyak 63.63% telah bersertifikat,


61
sedangkan 32,78% belum bersertifikat . Data tersebut

memperlihatkan masih cukup banyak tanah wakaf yang belum

memiliki sertifikat yang berpotensi sengketa di kemudian hari.

Langkah penting Kemenag untuk melindungi tanah wakaf adalah

malaksanakan program nasional percepatan sertifikasi tanah wakaf

sesuai amanat Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 tentang Wakaf.

Program tersebut didukung dengan memberikan bantuan sertifikasi

tanah wakaf pada sejumlah lokasi tanah wakaf yang belum memiliki

sertifikat. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004

tentang Wakaf Pemerintah mempunyai kewajiban untuk melakukan

pembinaan dan pengawasan dalam penyelenggaraan wakaf, antara lain

memberikan bantuan pemberdayaan wakaf produktif dengan

peruntukan hotel Syariah, rumah kost, pertokoan, mini market,

61
SIWAK, Direktorat Pemberdayaan Zakat dan Wakaf Direktorat Jenderal
Bimbingan Masyarakat Islam Kementerian Agama Republik Indonesia Tahun 2018, diakses
25 Maret 2018
89

peternakan, rumah sakit, SPBU, koperasi, perikanan, dan usaha mikro

lainnya.

Peranan dan keterlibatan pemerintah dalam hal ini Kementerian

Agama memang sangat strategis. Tanpa perhatian dan kepedulian

pemerintah, memang akan sulit bagi lembaga perwakafan untuk

berkembang. Namun di sisi lain, peranan dan sikap proaktif

masyarakat juga sangat penting. Untuk itu diharapkan agar para

Nazhir yang harta benda wakafnya terkena Pembangunan

Kepentingan Umum dapat mengambil peran sebagai nazhir yang

profesional dalam rangka memperkuat lembaga wakaf dalam rangka

meningkatkan kemakmuran umat Islam khususnya di Kota Semarang

ini. Secara umum Pemberdayaan wakaf di negara kita diharapkan

dapat tumbuh menjadi sektor yang berperan secara nyata dalam

pemulihan perekonomian bangsa dan kesejahteraan masyarakat, Hal

tersebut dapat segera diwujudkan apabila kita semua dapat

bersungguh - sungguh dan bekerjasama saling bantu membantu

antara Pemerintah, masyarakat dan lembaga - lembaga wakaf yang

ada. Terkait dengan permohonan perubahan status atas harta benda

wakaf yang terkena pengadaan tanah untuk pembangunan kepentingan

umum, Menteri Agama akan memberikan persetujuan atas

permohonan dari para Nazhir sepanjang sesuai syarat dan kententuan

perundang-undangan yang berlaku dalam bidang Wakaf.


90

Izin Perubahan harta benda wakaf secara tertulis dari Menteri

Agama akan diberikan dengan pertimbangan :

1) digunakan untuk kepentingan umum sesuai dengan Rencana

Umum Tata Ruang (RUTR) berdasarkan ketentuan Peraturan

Perundang-undangan dan tidak bertentangan dengan prinsip

syariah;

2) harta benda wakaf tidak dapat dipergunakan sesuai dengan ikrar

wakaf; atau

3) pertukaran dilakukan untuk keperluan keagamaan secara langsung

dan mendesak.

Selain dari pertimbangan sebagaimana dimaksud penjelasan di atas

izin Menteri Agama tentang pertukaran harta benda wakaf hanya

dapat diberikan jika:

a. harta benda penukar memiliki sertifikat atau bukti kepemilikan

sah sesuai dengan Peraturan Perundang-undangan; dan

b. nilai dan manfaat harta benda penukar sekurang-kurangnya

sama dengan harta benda wakaf semula.

Setelah memperoleh izin Menteri Agama dan Rekomendasi

BWI, maka selanjutnya Nazhir memilik kewajiban untuk

mendaftarkan perubahan status harta benda wakaf atas tanah

pengganti yang telah diperoleh dari pihak PPK Jalan Tol di Kantor

Pertanahan Kota Semarang.


91

8. Kantor Pertanahan Kota Semarang

Sebagai instansi yang memiliki tugas pokok fungsi dalam

pensertipikatan tanah, termasuk pendaftaran tanah Hak Milik untuk

dijadikan tanah Wakaf atas nama para Nazhir, Kantor Pertanahan

Kota Semarang dengan berpedoman pada Peraturan Menteri Agraria

dan Tata Ruang / Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik

Indonesia Nomor 2 Tahun 2017 tentang Tata Cara Pendaftaran Tanah

Wakaf di Kementerian Agraria dan Tata Ruang/ Badan Pertanahan

Nasional.

Pendaftaran Tanah Pengganti menjadi Tanah Wakaf dalam

rangka Pembangunan untuk Kepentingan Umum termasuk Jalan Tol

Batang-Semarang II Seksi V di Kota Semarang diatur dalam Pasal 12

dengan rambu-rambu sebagai berikut :

1) Perubahan status Tanah Wakaf dalam bentuk tukar ganti hanya

dapat dilaksanakan untuk kepentingan umum sesuai dengan

Rencana Tata Ruang Wilayah.

2) Pemberian ganti kerugian untuk Tanah Wakaf diberikan kepada

Nazhir berupa tanah pengganti.

3) Pendaftaran Tanah Wakaf karena tukar ganti dapat dilakukan

apabila tanah pengganti sudah bersertipikat atau memiliki bukti

kepemilikan yang sah sesuai dengan ketentuan peraturan

perundang-undangan.
92

4) Tanah Wakaf yang dilakukan tukar ganti, sejak ditandatangani

Berita Acara Pelepasan di hadapan Kepala Kantor Pertanahan

statusnya menjadi tanah yang dikuasai langsung oleh negara yang

selanjutnya dapat dimohon suatu Hak atas Tanah sesuai dengan

ketentuan peraturan perundang-undangan.

5) Pendaftaran tanah pengganti menjadi Tanah Wakaf dilampiri

dengan:

a. Surat permohonan;

b. Fotocopy legalisir KTP Para Nazhir dan / atau Kuasanya

c. Fotocopy Legalisir PBB dan bukti setor /pelunasannya

d. Sertipikat Hak atas Tanah pengganti;

e. Akta peralihan hak atas tanah dari pemilik tanah pengganti

kepada Nazhir yang berhak untuk atas nama pemegang wakaf;

f. Surat keputusan persetujuan mengenai tukar ganti benda

Wakaf dari Menteri yang menyelenggarakan urusan agama;

g. Berita Acara mengenai Tukar Ganti Benda Wakaf; dan f. surat

pernyataan dari Nazhir / Wakif atau surat keterangan dari

Lurah / tokoh masyarakat bahwa tanahnya tidak dalam

sengketa, perkara, sita dan tidak dijaminkan.

6) Kepala Kantor Pertanahan menerbitkan Sertipikat Tanah Wakaf

atas nama Nazhir dan mencatat dalam Buku Tanah dan Sertipikat

Wakaf yang telah disediakan dengan kalimat: “Bidang Tanah


93

Wakaf ini merupakan pengganti dari bidang Tanah Wakaf

Sertipikat Nomor ......... /… seluas…...... m².

Setelah tahapan perubahan status harta benda wakaf selesai,

dengan ditandai penyerahan sertipikat wakaf kepada para Nazhir,

maka pembangunan secara fisik Jalan Tol dapat dilaksanakan oleh

Pihak Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat melalui

Pihak Ketiga.

Namun demikian dalam pelaksanaan dilapangan, mekanisme

perubahan status harta benda wakaf yang terkena pengadaan tanah

untuk pembangunan Jalan Tol Batang-Semarang II Seksi V di Kota

Semarang terdapat hal-hal yang belum sesuai dengan ketentuan

perundang-undangan yang berlaku terkait dalam proses perubahan

status harta benda wakaf antara lain:

1. Ketidaksingkronan Peraturan Perundang-undangan.

Ketentuan tentang perwakafan sebagaimana diatur dalam

Undang-undang Nomor 41 Tahun 2004 tentang wakaf dan

Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2006 tentang

pelaksanaan UU No. 41 Tahun 2004, dalam Pasal 49 dijelaskan

bahwa :

1) Perubahan status harta benda wakaf dalam bentuk penukaran

dilarang kecuali dengan izin tertulis dari Menteri berdasarkan

pertimbangan BWI.
94

2) Izin tertulis dari Menteri Agama hanya dapat diberikan

dengan pertimbangan sebagai berikut:

a) perubahan harta benda wakaf tersebut digunakan

untuk kepentingan umum sesuai dengan Rencana

Umum Tata Ruang (RUTR) berdasarkan ketentuan

Peraturan Perundang-undangan dan tidak

bertentangan dengan prinsip syariah;

b) harta benda wakaf tidak dapat dipergunakan sesuai

dengan ikrar wakaf; atau

c) pertukaran dilakukan untuk keperluan keagamaan

secara langsung dan mendesak.

3) Selain dari pertimbangan sebagaimana dimaksud pada ayat

(2), izin pertukaran harta benda wakaf hanya dapat diberikan

jika:

a) harta benda penukar memiliki sertifikat atau bukti

kepemilikan sah sesuai dengan Peraturan Perundang-

undangan; dan

b) nilai dan manfaat harta benda penukar sekurang-

kurangnya sama dengan harta benda wakaf semula.

Menurut hasil wawancara dengan B. Wibowo Suharto, SH :

“ Ketentuan bahwa Perubahan status harta benda wakaf dalam bentuk


penukaran dilarang kecuali dengan izin tertulis dari Menteri Agama
dan berdasarkan pertimbangan BWI, Apabila dicermati memang ini
merupakan bentuk kehati-hatian Pemerintah dalam mengamankan
Harta Benda Wakaf. Padahal diketahui bahwa untuk memperoleh izin
dari Menteri Agama bukanlah hal yang mudah. Selain memerlukan
jalur birokrasi yang berjenjang dan panjang juga memakan waktu
95

yang relatif lama”.62

Hal tersebut menggambarkan betapa panjang jalur birokrasi

yang harus ditempuh yang tentunya memerlukan kelengkapan

persyaratan dan membutuhkan waktu yang lama, sehingga tidak

efisien dan tidak efektif. Sehingga tidak sejalan dengan semangat

percepatan membangun infrastruktur yang sedang digalakkan oleh

pemerintah di era Presiden Joko Widodo.

Bahwa sesuai hasil wawancara dengan Drs. H. Arifin, Msi.:

“Dalam rangka untuk memperoleh izin Menteri Agama diperlukan


alur yang panjang, mulai dari Nazhir, KUA Kecamatan, Kantor
Kemenag Kota Semarang, Rekomendasi dari Tim Penilai, Walikota,
Rekomendasi BWI, diteruskan kepada Kanwil Kemenag dan
selanjutnya diteruskan kepada Direktorat Pemberdayaan Wakaf pada
Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam dan hingga sampai
kepada Menteri Agama. Belum lagi juga harus ditempuh langkah
untuk memperoleh rekomendasi dari Badan Wakaf Indonesia (Pusat)
di Jakarta”.63

Disisi lain di dalam UU No. 2 Tahun 2012 beserta peraturan

pelaksanaanya telah mengatur bahwa Pelaksana Pengadaan tanah

untuk pembangunan kepentingan umum yang sesuai ketentuan

merupakan tugas dan tanggungjawab Kepala Kantor Wilayah Badan

Pertanahan Nasional Provinsi Jawa Tengah namun dengan

pertimbangan efisiensi dan efektifitas serta keberadaan tempat

kegiatan maka didelegasikan kepada Kepala Kantor Pertanahan Kota

Semarang selaku Ketua Tim Pelaksana Pengadaan Tanah untuk

62
Hasil wawancara dengan Informan Wibowo Suharto, SH, Kepala Seksi
Pengadaan Tanah Kantor Pertanahan Kota Semarang, 23 Pebruari 2018.
63
Hasil wawancara dengan informan Drs. H. Arifin , Msi, Sekretaris Tim Penilai
tanah pengganti harta benda wakaf / Kemenag Kota Semarang, 10 Januari 2018.
96

Pembangunan Jalan Tol Batang-Semarang II Seksi V di Kota

Semarang. Hal tersebut sejalan dengan percepatan pembangunan

infrastruktur jalan tol sebagaimana diatur dalam Peraturan Presiden

Nomor 58 tahun 2017 tentang perubahan atas Peraturan Presiden

Nomor 3 Tahun 2016 tentang percepatan pelaksanaan proyek stategis

Nasional. Sehingga pelaksanaan perubahan status harta benda wakaf

yang terkena pengadaan tanah untuk pembangunan jalan tol Batang-

Semarang II Seksi V di Kota Semarang terkena imbas percepatan

dilapangan, meskipun regulasinya belum ada perubahan.

Pengelompokan norma hukum menurut Hans Nawiasky dapat

digambarkan dalam sebuah piramida sebagaimana penulis sajikan berikut ini:

a world of solution Staatsfundamentalnorm

Staatsgrundgesetz

Pluralism Formell Gesetz


(Ego Sectoral)
source of
Verordnung dan Autonome Satzung
problem

Gambar 1.
Tata Susunan Norma Hukum Negara (die Theorie vom Stufenordnung der
Rechtsnormen).
97

Secara normatif, hierarki peraturan perundang-undangan di Indonesia

diatur dalam Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan

Peraturan Perundang-undangan sebagaimana telah diubah dengan Undang-

Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-

undangan. Jenis dan hierarki peraturan perundang-undangan sebagaimana diatur

dalam Pasal 7 ayat (1) dan ayat (2) Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011

tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan adalah sebagai berikut:

(1) Jenis dan hierarki Peraturan Perundang-undangan terdiri atas:


a. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
b. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat;
c. Undang-Undang/ Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang;
d. Peraturan Pemerintah;
e. Peraturan Presiden;
f. Peraturan Daerah Propinsi; dan
g. Peraturan Daerah Kabupaten/ Kota.
(2) Kekuatan hukum Peraturan Perundang-undangan sesuai dengan hierarki
sebagaimana dimaksud pada ayat (1).

Teori mengenai hierarki atau tata urutan peraturan perundang-undangan

tersebut jika dikaji lebih mendalam mengandung beberapa prinsip, di antaranya:

1) Peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi kedudukannya dapat


dijadikan landasan atau dasar hukum bagi peraturan perundang-undangan
yang lebih rendah atau berada di bawahnya.
2) Peraturan perundang-undangan tingkat lebih rendah harus bersumber atau
memiliki dasar hukum dari peraturan perundang-undangan yang
tingkatnya lebih tinggi.
3) Isi atau muatan peraturan perundang-undangan yang lebih rendah tidak
boleh menyimpang atau bertentangan dengan peraturan perundang-
undangan yang lebih tinggi tingkatannya.
4) Suatu peraturan perundang-undangan hanya dapat dicabut, diganti atau
diubah dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi atau
paling tidak dengan yang sederajat.
5) Peraturan perundang-undangan yang sejenis apabila mengatur mengenai
materi yang sama, peraturan terbaru harus diberlakukan

Roni Hanitijo Soemitro sebagaimana dikutip oleh Yudho Taruno

Muryanto dan Djuwityastuti mengemukakan bahwa dalam sinkronisasi peraturan


98

perundang-undangan terdapat konsepsi pokok yang harus diperhatikan, yaitu:

Apabila sinkronisasi peraturan perundang-undangan itu ditelaah secara vertikal,

berarti akan dapat dilihat bagaimana hierarkinya. Apabila ditelaah secara

horizontal, akan terlihat sejauh mana peraturan perundang-undangan yang

mengatur berbagai bidang itu mempunyai hubungan fungsional secara konsisten.

Dengan sinkronisasi hukum, akan diperoleh jawaban menyeluruh terkait dengan

permasalahan mengenai peraturan perundang-undangan tertentu, juga dapat

mengungkapkan kelemahan-kelemahan yang ada pada peraturan perundang-

undangan yang mengatur bidang-bidang tertentu.

Sinkronisasi atau penyelarasan peraturan perundang-undangan

(syncronization of law) lebih mementingkan bahwa peraturan perundang-

undangan tidak boleh bertentangan dengan satu sama lain peraturan perundang-

undangan yang sederajat (sinkronisasi sederajat atau horizontal) dan tidak boleh

bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi

(sinkronisasi vertikal). Terkait sinkronisasi peraturan perundang-undangan,

Novianto M. Hantoro menyatakan sebagai berikut:

Sinkronisasi adalah penyelarasan dan penyerasian berbagai peraturan


perundang-undangan terkait dengan peraturan perundang-undangan yang
telah ada dan yang sedang disusun yang mengatur suatu bidang tertentu,
dengan maksud agar substansi yang diatur dalam produk perundang-
undangan tersebut tidak tumpang tindih, saling melengkapi
(suplementer), saling terkait, dan semakin rendah jenis pengaturannya
maka akan semakin detail dan operasional materi muatannya. Adanya
kegiatan sinkronisasi terhadap peraturan perundang-undangan akan
menciptakan sebuah keselarasan antara peraturan yang satu dengan
peraturan yang lainnya, untuk mewujudkan landasan terhadap pengaturan
suatu bidang tertentu yang dapat memberikan kepastian hukum yang
memadai bagi penyelenggaraan bidang tersebut secara efektif dan efisien

Harmonisasi juga berhubungan dengan pendekatan peraturan

perundang-undangan dengan perlu juga dipahami asas lex specialis derogat


99

legi generali. Asas ini merujuk pada dua peraturan perundang-undangan yang

secara hierarkis mempunyai kedudukan yang sama, tetapi ruang lingkup

materi muatan antara peraturan perundang-undangan itu tidak sama, yaitu

yang satu merupakan pengaturan secara khusus dari yang lain. Perbedaan kata

harmonisasi dengan kata sinkronisasi adalah pada peraturan perundang-

undangan yang dikaji. Kata harmonisasi digunakan untuk mengkaji

kesesuaian antara peraturan perundang-undangan secara horisontal atau yang

sederajat dalam sistematisasi hukum positif. Dalam hal ini yang akan dikaji

adalah peraturan perundang-undangan sederajat yang mengatur mengenai

peran serta masyarakat dalam pelibatan penentuan ganti kerugian akibat

pengadaan tanah dan juga dilakukan kajian terhadap kesesuaian antara pasal-

pasal dalam peraturan-peraturan tersebut.

B. Hal-hal yang menghambat proses perubahan status harta benda wakaf yang

terkena pengadaan tanah untuk pembangunan jalan tol Batang-Semarang II

Seksi V di Kota Semarang

Dalam penelitian ini hal-hal yang dirasa menghambat proses

perubahan status harta bend wakaf yang terkena pengadaan tanah untuk

pembangunan jalan Tol Batang-Semarang II Seksi V di Kota Semarang dapat

digolongkan dalam 2 (dua) hal yakni karena faktor Internal dan faktor

Eksternal sebagaimana diuraikan berikut :

1. Faktor Internal

1.1. Nazhir
100

Para Nazhir masih kurang memahami tentang tugas pokoknya

sebagaimana diatur dalam ketentuan Pasal 13 Peraturan Pemerintah No.

42 Tahun 2006 yakni:

a. Nazhir Wajib mengadministrasikan, mengelola, mengembangkan,

mengawasi dan melindungi harta benda wakaf.

b. Nazhir wajib membuat laporan secara berkala kepada Menteri dan

BWI mengenai kegiatan perwakafan”

Hasil Wawancara dengan Informan Sutarji selaku salah satu Nazhir


Mushola Attaubah :

“Sebagian besar para Nazhir tidak mengetahui bahwa masa bhakti


nazhir adalah 5 (lima) tahun dan dapat diangkat kembali, sehingga
banyak dijumpai nazhir yang telah melampaui masa bhakti 5 tahun sejak
ditetapkan, bahkan terdapat beberapa nazhir yang telah meninggal dunia
dan belum diganti, sehingga hal-hal tersebut akan memerlukan langkah-
langkah pembaharuan masa bhakti dan penggantian nazhir”.64

Mengingat peran nazhir yang cukup sentral dan penting dalam

pengelolaan dan pengembangan harta benda wakaf maka diperlukan

adanya regenerasi yang baik, sehingga nazhir tidak hanya dipilih karena

keilmuan agamanya namun juga diperlukan kecakapan intelektual

terlebih lagi secara administratif memiliki kewajiban membuat laporan

berkala kepada Menteri dan BWI.

Dengan masih lemahnya kualitas pemahaman tentang tugas pokok

Nazhir dalam mengadministrasikan, mengelola, mengembangkan,

mengawasi dan melindungi harta benda wakaf, secara tidak langsung

akan berakibat pada lemahnya gerakan nazhir dalam mengurus

64
Wawancara dengan SUTARJI, Informan / Nazhir Musholah Attaubah Kel. Purwoyoso,
10 Pebruari 2018.
101

kelengkapan administrasi harta benda wakaf yang terkena pengadaan

tanah untuk pembangunan Jalan Tol Batang-Semarang II Seksi V di

Kota Semarang.

1.2.Kementerian Agama

Sebagai lembaga pemerintahan dibawah presiden yang mengatur

tentang tata hubungan dan tata kelola kerukunan umat beragama

termasuk pemberdayaan harta benda wakaf, tugas yang diemban oleh

Kementerian Agama pusat hingga KUA Kecamatan sangat diperlukan

dalam pembinaan dan pengawasan harta benda wakaf yang dikelola oleh

para Nazhir.

Tata hubungan yang intensif antara Kementerian Agama beserta

jajarannya dengan para Nazhir dirasa belum berjalan sesuai harapan.

Contoh dengan lahirnya Sistem Informasi Wakaf (SIWAK)sebagai

implemantasi dari Undang-Undang Nomor 41 TH. 2004 tentang wakaf

dan Peraturan Pemerintah No.42 Th.2006 tentang pelaksanaan wakaf,

Pemerintah melalui kementerian Agama berupaya menjalankan fungsi

dan tugasnya guna memfasilitasi pengelolaan dan pemberdayaan wakaf

sesuai dengan tuntutan perkembangan masyarakat. Adapun tupoksi

Kemenag yang bisa dijabarkan dalam kaitannya dengan perwakafan

adalah : Kemenag sebagai Regulator, motifator,fasilitator, public service

dan administratif.
102

Adapuan tujuan diaplikasikannya Sistem SIWAK ini antara lain adalah

untuk menyelesaikan berbagai masalah yang kaitannya dengan pendataan

wakaf seperti :

1) Dokumen wakaf tidak ada dalam bundel.

2) Dokumen hilang.

3) Pemberian nomor tidak sesuai dengan blanko AIW .

4) Luas tidak sesuai dengan objek.

5) Dokumen sedang proses sertifikasi, tetapi tidak ada informasi

mana yang sedang diproses.

6) Tidak ada informasi dokumen sudah dipindahkan ke Desa /

Kelurahan lain, karena adanya pemekaran wilayah.

Namun hal ini belum tersosialisasikan kepada para Nazhir di Kota

Semarang, sehingga perlu adanya keseriusan dari Pihak Kementerian

agama dalam membina, mengawasi harta benda wakaf khususnya

kepada para Nazhir.

1.3.Badan Wakaf Indonesia

Bahwa dalam rangka memajukan dan menggembangkan

perwakafan nasional secara sistematis, konsisten, dan efektif , Badan

Wakaf Indonesia diberikan tugas dan kewenangan untuk memberikan

persetujuan atas penukaran harta benda wakaf.

Dalam melakukan tugas dan kewenangannya BWI dapat

bekerjasama dengan instansi Pemerintah baik pusat maupun daerah,

organisasi masyarakat, para ahli, badan internasional, dan pihak lain


103

yang dipandang perlu sebagaimana diatur dalam Ketentuan Pasal 2 dan

3 Peraturan Badan Wakaf Indonesia Nomor 1 Tahun 2008 tentang

Prosedur Penyusunan Rekomendasi Terhadap Permohonan Penukaran /

Perubahan Status Harta Benda Wakaf.

1.4.Pemerintah Kota Semarang

Dengan telah terbitnya Keputusan Walikota Semarang Nomor:

451.5/543, Tanggal 8 Juni 2017 Tentang Pembentukan Tim Penilai

Penukaran / Perubahan Status Harta Benda Wakaf yang terkena

pengadaan tanah untuk pembangunan jalan tol Batang – Semarang II

Seksi V di Kota Semarang, yang anggotanya terdiri dari unsur :

1) Kantor Kementerian Agama Kota Semarang ;

2) Bagian Kesejahteraan Rakyat SETDA Kota Semarang ;

3) Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kota Semarang ;

4) Kantor Pertanahan Kota Semarang ;

5) Para Nazhir .

Menggabarkan adanya kerja bersama antar unsur instansi / pihak, yang

seharusnya terjalin ikatan dalam satu visi dan misi dengan semangat

untuk menyelesaikan persoalan perubahan status harta benda wakaf

yang terkena pengadaan tanah untuk pembangunan kepentingan umum

di Kota Semarang.

Dengan berbagai latar belakang dan kesibukan tugas di masing-masing

Instansinya, maka jarang tersedia waktu untuk bertemu dan

berkoordinasi. Dikarenakan hasil produknya berupa Keputusan

Walikota Semarang hendaknya pihak Pemerintah Kota Semarang lebih


104

memfasilitasi kegiatan ini, selain itu dukungan dari berbagai unsur yang

tergabung dalam tim juga menjadi penting.

2. Faktor Eksternal

2.1.Kesulitan mencari tanah pengganti

Setelah Nazhir mengetahui nilai ganti kerugian harta benda

wakaf yang terkena pengadaan tanah untuk pembangunan Jalan Tol,

maka langkah berikutnya adalah kegiatan mencari tanah pengganti oleh

para nazhir dan calon tanah pengganti tersebut idealnya minimal

terdapat 2 (dua) pembanding.

Dalam Pasal 49 ayat (3) Peraturan Pemerintah No. 42 Tahun

2006 disebutkan bahwa :

“Selain dari pertimbangan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), izin

pertukaran harta benda wakaf hanya dapat diberikan jika:

a. harta benda penukar memiliki sertifikat atau bukti kepemilikan sah

sesuai dengan Peraturan Perundang-undangan; dan

b. nilai dan manfaat harta benda penukar sekurang-kurangnya sama

dengan harta benda wakaf semula.

Dengan melihat kriteria yang harus dipenuhi untuk calon tanah

pengganti harta benda wakaf diatas dapat dijelaskan bahwa tanahnya

harus sudah bersertipikat. Calon tanah pengganti nilai dan manfaatnya

sekurang-kurangnya sama dengan benda wakaf semula dan calon benda

penukar berada di wilayah yang strategis dan mudah untuk

dikembangkan. ini yang banyak mengalami hambatan dilapangan.

2.1.1.Kesesuaian Harga
105

Beberapa kasus dilapangan dijumpai, bahwa permintaan harga atas

tanah pengganti oleh pemilik tanah masih sangat tinggi hingga melebihi

harga yang telah ditentukan oleh Tim Penilai (Appraisal).

2.1.2.Kesesuaian Tata Ruang (RTRW)

Beberapa kasus dilapangan dijumpai, bahwa calon tanah

pengganti yang diusulkan oleh Nzhir setelah dicek dilapangan dan

diploting Tata Ruang, peruntukannya merupakan lahan kawasan

konservasi atau lahan hijau. Sehingga hal yang demikian tidak sesuai

dengan regulasi yang ada mengenai Penataan Ruang. Padahal

sebagaimana diketahui bersama bahwa pelanggaran tata ruang tergolong

tindak pidana.

2.1.3.Kesesuaian Lingkungan / Lokasi

Terdapat beberapa usulan dari para Nazhir tentang tanah calon

pengganti yang apabila dilihat dari harga dibawah Appraisal, Luas tanah

lebih luas jika dibanding tanah wakaf semula. Namun letak /lokasi tanah

dimaksud jauh dari pemukiman dan kurang strategis padahal rencana

akan didirikan tempat ibadah berupa Masjid.

Terdapat kasus lain, bahwa alternatif tanah pengganti dilihat dari

letaknya cukup strategis, Luasnya lebih luas, penawaran harganya

dibawah nilai Appraisal, namun letak tanahnya berada di wilayah

Kecamatan Boja Kabupaten Kendal sehingga hal ini tidak dapat

direkomendasikan untuk ditindaklanjuti, karena terdapat di luar Kota

Semarang. Atas persoalan tersebut para nazhir harus mencari lagi

alternatif tanah penggantinya.


106

2.2.Terdapat Penolakan dari Warga Sekitar tanah pengganti

Penolakan dari warga sekitar tanah pengganti ini terjadi pada

kasus tanah calon pengganti makam yang terletak di Kelurahan

Ngaliyan yang letaknya berbatasan dengan lokasi perumahan. Warga

merasa keberatan dan melakukan penolakan atas rencana pembelian

tanah yang akan digunakan sebagai tempat pemindahan makam yang

terkena pembangunan jalan tol. Apabila ditinjau dari letaknya cukup

strategis mengingat tanah pengganti ini letaknya bersebelahan dengan

tanah makam yang terkena pembangunan Jalan Tol. Dilihat dari tata

ruangnya juga memungkinkan untuk dibuat makam, dari sisi harga juga

relatif terjangkau.

2.3.Adanya Spekulan Tanah / Kelompok Kepentingan

Dengan adanya spekulan / kelompok kepentingan pasti akan

menghambat proses / mekanisme perubahan status harta benda wakaf,

karena kelompok ini akan mengambil keuntungan dari nilai tanah

pengganti. Termasuk berusah mempengaruhi keputusan pemilihan /

penujukkan tanah tertentu agar dijadikan tanah pengganti demi

kepentinganya.
107

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan:

1. Mekanisme perubahan status harta benda wakaf yang terkena pengadaan

tanah untuk pembangunan jalan tol Batang-Semarang II seksi V di Kota

Semarang saat ini dalam pelaksanaannya tidak berjalan sesuai

ketentuan perundang - undangan sebagaimana diatur dalam Undang-

undang Nomor 41 Tahun 2004 tentang wakaf dan Peraturan

Pemerintah Nomor 42 Tahun 2006 tentang pelaksanaan UU No. 41

Tahun 2004.
108

Dengan semangat dalam rangka percepatan pembangunan

infrastruktur jalan tol sebagaimana diatur dalam Peraturan Presiden

Nomor 58 tahun 2017 tentang perubahan atas Peraturan Presiden

Nomor 3 Tahun 2016 tentang percepatan pelaksanaan proyek stategis

Nasional. Sehingga pelaksanaan perubahan status harta benda wakaf

yang terkena pengadaan tanah untuk pembangunan jalan tol Batang-

Semarang II Seksi V di Kota Semarang cenderung berbenturan dengan

ketentuan perundang-undangan yang mengatur tentang mekanisme

perubahan status harta benda wakaf .

2. Hal-hal yang menghambat proses perubahan status harta benda wakaf yang

terkena pengadaan tanah untuk pembangunan jalan tol Batang-Semarang II

Seksi V di Kota Semarang adalah :

2.1. Faktor Internal

2.1.1 Sebagian besar Nazhir masih kurang memahami tentang

tugas Pokok dan Fungsi terkait perubahan status Harta

Benda Wakaf yang terkena Jalan Tol.

2.1.2 Peran aktif dan koordinasi dari para pihak terkait antara lain :

Nazhir, KUA, Kementerian Agama (Pusat, Provinsi, Kota

Semarang), BWI, dan Pemerintah Kota Semarang, PPK Jalan

Tol, Badan Pertanahan Nasional dan Tim Pelaksana

Pengadaan tanah dirasa belum maksimal dalam penyelesaian

perubahan status Harta Benda Wakaf yang terkena Jalan Tol.

2.2.Faktor Eksternal
109

2.2.1 Kesulitan mencari tanah pengganti harta benda wakaf yang

terkena Pembangunan Jalan Tol yang sesuai, baik ditinjau

dari sisi nilai ganti kerugiannya, ditinjau dari sisi Lokasinya

dan ditinjau dari peruntukan pemanfaatan Tata Ruang.

2.2.2 Terdapat Penolakan dari Warga Sekitar tanah pengganti.

Penolakan dari warga sekitar tanah pengganti ini terjadi

pada kasus tanah calon pengganti makam yang terletak di

Kelurahan Ngaliyan yang letaknya berbatasan dengan

lokasi perumahan. Warga sekitar merasa keberatan dan

melakukan penolakan atas rencana pembelian tanah yang

akan digunakan sebagai tempat pemindahan makam yang

terkena pembangunan jalan tol.

2.2.3 Adanya Spekulan Tanah / Kelompok Kepentingan

Dengan adanya spekulan / kelompok kepentingan pasti akan

menghambat kelancaran proses perubahan status harta

benda wakaf, karena kelompok ini akan mempengaruhi

nilai tanah pengganti. Termasuk mempengaruhi keputusan

pemilihan / penujukkan tanah tertentu demi kepentinganya.

B. S a r a n

1. Diperlukan Peningkatan Sumber Daya Manusia khususnya para

Nazhir dan pihak terkait lainnya agar pemahaman tentang tugas Pokok

dan Fungsi Nazhir untuk kegiatan pengelolaan dan pengembangan

harta benda wakaf menjadi lebih baik lagi dan berdaya guna.
110

2. Diperlukan koordinasi antar pihak yang terlibat dalam mekanisme

perubahan ststus harta benda wakaf yang terkena pembangunan jalan

tol antara lain : Para nazhir, KUA setempat, Kementerian Agama

(Pusat, Provinsi, Kota ), BWI, Pemerintah Kota Semarang, PPK Jalan

Tol, Badan Pertanahan Nasional, Tim Pelaksana Pengadaan tanah.

3. Diperlukan antisipasi sejak awal oleh Tim Perencanaan agar tanah

pengganti Harta Benda Wakaf dimasukkan dalam penetapan lokasi

agar pada saat pelaksanaan tidak mengalami kesulitan / hambatan.

4. Diperlukan sosialisasi yang intensif dengan melibatkan sebanyak-

banyaknya unsur masyarakat baik secara langsung maupun tidak

langsung, agar masyarakat / pihak yang berhak memahami akan arti

pentingnya pengadaan tanah untuk pembangunan kepentingan umum,

khususnya terkait penggantian harta benda wakaf.

5. Diperlukan adanya Singkronisasi dan harmonisasi Peraturan

perundang-undangan yang mengatur tentang wakaf dengan peraturan

perundang – undangam tentang pengadaan tanah untuk pembangunan

kepentingan umum dan regulasi tentang percepatan proyek strategis

Nasional agar tidak bertabrakan dan memperlancar pelaksanaan

kegiatan.

6. Pemangkasan jalur birokrasi / penyederhanaan mekanisme, sehingga

perubahan status harta benda wakaf tidak harus menunggu izin dari

Menteri Agama akan tetapi cukup didelegasikan kepada Kepala

Kanwil Kementerian Agama Provinsi Jawa Tengah.

Das könnte Ihnen auch gefallen