Sie sind auf Seite 1von 22

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar belakang


Sindrom insufisiensi korteks adrenal terjadi akibat defisiensi sekresi
kortisol dan aldosterone. Apabila tidak diobati, maka penyakit ini dapat
menyebabkan kematian. Penyebaba utama insufisiensi korteks adrenal adalah
(1) penyakit primer korteks adrenal atau (2) defisiensi sekresi hormone
adrenokortikotropik (ACTH).defisisensi corticotropin-realising-hormone
(CRH) saja dapat meyebabkan defisiensi ACTH dan kortisol. Tetapi penyakit
ini hanya dijumpai pada pajajn kronik glukookortikoid dosis farmakologik
atau setelah pengangkatan adenoma adrenokorteks penghasil kortisol.
Apabila penyebab insufisiensi korteks adrenal adalah suatu proses
patologik dikorteks adrenal, maka penyakit ini disebut penyakit Addison.
Pasien dengan penyakit Addison memperlihatkan ketiga zona korteks
sehingga terjadi difisiensi semua sekresi korteks adrenal: kortisol,
aldosterone, dan androgen. Kadang-kadang pasien datang dengan defisiensi
parsial sekresi hormone korteks adrenal. Defisiensi ini dijumpai pada kasus-
kasus hipoaldesteronisme-hiporeninemik, yang hanya mengenai sekresi
aldesteron, atau hiperplasi adrenal konginetal, dengan suatu defek enzim
persial yang hanya menghambat sekresi kortisol.
Penyakit Addison jarang dijumpai dan memiliki prevalensi 4 dari
100.000 orang; dua pertiga pasien adalah perempuan. Diagnose ditegakkan
antara usia 20 dan 50 tahun. Dahulu, tuberkolosis adalah penyabab utama
penyaki Addison. Saat ini, dengan kemoterapi yang lebih baik, hanya sedikit
pasien tuberkolosis yang mempunyai insufisiensi adrenal. Kerusakan korteks
adrenal merupakan akibat dari proses autoimun pada lebih dari 50% pasien
penyakit Addison. Autoantibodi adrenal ditemukan dalam titer tinggi pada
sebagian pasien dengann penyakit Addison. Antibody ini bereaksi dengan
antigen dikorteks adrenal, termasuk enzim 21 hidroksilase dan menyebabkan
reaksi peradangan yang akhirnya menghancurkan kelenjar adrenal. Biassanya
lebih dari 80% dari kedua kelenjar harus rusak sebelum timbul gejala dan

1
tanda insufisiensi. Penyakit Addison dapat timbul bersaam dengan penyakit
endokrin lain yang memiliki dasar autoimuitas. Diantaranya adalah tiroiditis
hashimoto, beberapa kasus diabetes mellitus type 1, dan hipoparatiroidisme.
Juga tampaknya terdapat predisposisi familial untuk penyakit endrokin
autoimun, yang mungkin berkaitan dengan kelainan reaktifitas system imun
pasien. Penyebab penyakit Addison yang lebih jarang adalah pendarahan
yang disebabkan oleh pemakaina antikoogulan jangka panjang terutama
heparin, penyakit granulomatosa non perkijuan, infeksi sitomegalovirus
(CMV) pada pasien dengan sindrom imonodefisiensi didapat (AIDS), dan
neuplasma metastatic yang mengenai kedua kelenjar adrenal. Pernah
dilaporkan kasus-kasus jarang yaitu, insufisiensi korteks adrenal primer
terjadi akibat mutasi di gen-gen yang mengode protein yang mengendalikan
perkembangan adrenal atau steroidogenesis.( Price, Sylvia. 2006)

1.2 Rumusan masalah


Dengan memperhatikan latar belakang tersebut, agar dalam penulisan ini
kami dapat memperoleh hasil yang di inginkan,maka kami mengemukakan
beberapa rumusan masalah. Rumusan masalah tersebut yakni :
1. Definisi addison tersebut ?
2. Etiologi dari addison tersebut ?
3. apa saja jenis-jenis dari addison tersebut ?
4. Bagaimana manifestasi serta penatalaksanaan addison tersebut ?
5. Bagaimana PNP/ Nursing pathway penyakit addison tersebut ?
6. Bagaimana cara menganalis kasus pada penderita glaukoma ?

2
1.3 Tujuan
1. Tujuan umum
Supaya mahasiswa atau para pembaca mampu mengerti dan
memahami tentang addison serta menerapkan dari penatalaksanaan pada
saat di Rumah Sakit.
2. Tujuan khusus
a. Mahasisa mampu menjelaskan etiologi.
b. Mahasiswa mampu membuat PNP (Pathway Nursing) serta
menjelaskannya.
c. Mahasiswa mampu menguasai asuhan keperawatan pada penderita
yg terkena addison.

3
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Definisi Addison


Penyakit Addison adalah suatu kelainan endokrin atau hormone yang
terjadi pada semua kelompok umur yang menimpa pria dan wanita sama rata.
Penyakit ini dikarakteristikan oleh kehilangan berat badan, kelemahan otot,
kelelahan, tekanan darah rendah, dan adakalanya penggelapan kulit pada
kedua bagia tubuh yang terbuka dan tidak terbuka.
Penyakit Addison terjadi bila fungsi korteks adrenal tidak adekuat
untuk memenuhi kebutuhan pasien akan kebutuhan hormone-hormon korteks
adrenal. (Brunner dan Suddart edisi 8)
Bentuk primer dari penyakit ini disebabkan oleh atrofi/ destruksi
(kerusakan) jaringan adrenal (misalnya respon autoimun, TB, infark
hemoragik, tumor ganas) atau tindakan pembedahan. (Doenges, 2006)
Bentuk sekunder adalah gangguan pada kelenjar hipofisis yang
menyebabkan penurunan sekresi/ kadar ACTH, tetapi biasanya sekresi
aldosteron normal. (Doenges, 2006)

2.2 Klasifikasi
Berdasarkan tingkat keparahan , penyakit addison di bagi menjadi dua,
yaitu:
1. Akut
Krisis adrenal. Terjadi apati, koma, dan nyeri epigastrik. Kadar gula
darah rendah. Keadaan ini timbul setelah terjadi trauma, hipotensi berat
dan sepsis.
Yang lebih jarang, keadaan ini bisa timbul pada pasien yang
sebelumnya (dalam waktu 1-1,5 tahun) atau baru-baru saja mendapat
pengobatan kortikosteroid dimana terdapat trauma, pembedahan atau
infeksi akut, atau saat penghentian gangguan steroid. Bisa timbul setelah
pembedahan untuk mengangkat adrenal pada sindrom cussing, atau pada

4
pengobatan kanker payudara kecuali jika dilakukan terapi penggantian
yang adekuat.
2. Kronis
Terdapat kelemahan dan kelelahan yang onsetnya perlahan-lahan
disertai gejala gastrointestinal berupa anoreksia, penurunan berat badan
dan diare. Hipotensi sering kali postural, dan takikardia timbul pada tahap
lanjut dari penyakit. Hiperpigmentasi terjadi pada tempat yang terpapar
matahari, daerah yang mengalami gesekan, lipatan tangan dan mukosa
bukal.
Insufisiensi adrenal kronis (penyakit addison) jarang terjadi
(prevelansinya di Inggris 4/100.000) dan yang termasuk penyebabnya
adalah : distruksi adrenal autoimun; infiltrasi adrenal dengan kanker
sekunder, hodgkin, atau jaringan leukimik; destruksi TB, hemokromatosis,
amiloidosis, histoplasmosis yang sering dijumpai. Bisa berhubungan
dengan penyakit auto imun lain yang spesifik-organ, khususnya tiroiditis
hasimoto (sindrom schmidt).
Keadaan ini bisa timbul sekunder akibat hipopituitarisme selama
pengobatan TB adrenal (atau renal) dan pada sindrom adreno
genital.(David rubenstein. 2007)

2.3 Etiologi
Etiologi dari penyakit Addison bentuk primer :

a. Infeksi kronis, terutama infeksi-infeksi jamur


b. Sel-se kanker yang menyebar dari bagian-bagian lain tubuh ke kelenjar-
kelenjar adrenal
c. Amyloidosis (sekelompok keadaan yang di cirikan oleh penimbunan
protein fiblirer yang tidak larut dalam berbagai organ)
d. pengangkatan kelenjar-kelenjar adrenal secara operasi

Etiologi dari penyakit Addison bentuk sekunder :

a) Tumor-tumor atau infeksi-infeksi dari area


b) Kehilangan aliran darah ke pituitary
c) Radiasi untuk perawatan tumor-tumor pituitary
5
d) operasi pengangkatan bagian-bagian dari hypothalamus
e) operasi pengangkatan kelenjar pituitary

Penyebab lain dari ketidakcukupan adrenal sekunder adalah operasi


pengangkatan dari tumor-tumor yang jinak atau yang tidak bersifat kanker
dari kelenjar pituitary yang memproduksi ACTH (Penyakit Cushing). Pada
kasus ini, sumber dari ACTH secara tiba-tiba diangkat, dan hormon pengganti
harus dikonsumsi hingga produksi ACTH dan cortisol yang normal pulih
kembali.

Pada satu waktu, kebanyakan kasus penyakit addison adalah


merupakan komplikasi dari TBC. Saat ini, 70% dianggap idiopatik. Sejak satu
setengah hingga dua per tiga klien dengan Addison idiopatik memiliki
sirkulasi antibody yang bereaksi secara spesifik menyerang jaringan adrenal,
kondisi ini mungkin merupakan suatu dasar autoimun. Sebagai tambahannya,
beberapa kasus penyakit Addison disebabkan oleh neoplasma, amyloidosis,
atau infeksi jamur sistemik.

Insufisiensi adrenal primer itu jarang. Insiden dan prevalen di USA tidak
diketahui. Penyakit ini mengenai orang dengan segala macam tingkat usia dan
menyerang baik laki-laki maupun perempuan.

Insufisiensi adrenal primer disebabkan oleh hipofungsi kelenjar


adrenal. 75% penyakit Addison primer terjadi sebagai proses autoimun.
Insufisiensi adrenal umumnya terlihat pada orang dengan acquired
immunodeficiency syndrome (AIDS). 20% penyakit Addison dikarenakan
oleh TBC. Metastasisnya dari paru, payudara, saluran GI, melanoma, atau
lymphoma (kelainan neuplastik jaringan limfoid).

Insufisiensi adrenal sekunder adalah hipofungsi dari unit pituitary-


hipotalamus. Umumnya kebanyakan menyebabkan perawatan kronik dengan
menggunakan glukokortikoid untuk yang kasus nonendokrin. Penyebab lain
termasuk adrenalectomy bilateral, hipopituitari menghasilakan penurunan
sekresi ACTH oleh kelenjar pituitary, tumor pituitary atau infark, dan radiasi.

6
2.4 Patofisiologi
Penyakit Addison, atau insufisiensi adrenokortikol, terjadi bila fungsi
korteks adrenal tidak adekuat untuk memenuhi kebutuhan pasien akan
hormon-hormon korteks adrenal. Atrofi autoimun atau idiopatik pada
kelenjar adrenal merupakan penyebab pada 75% kasus penyakit Addison
(Stren & Tuck, 1994). Penyebab lainnya mencakup operasi pengangkatan
kedua kelenjar tersebut. Tuberkolosis (TB) dan hitoplasmosis merupakan
infeksi yang paling sering ditemukan dan menyebabkan kerusakan pada
kedua kelenjar adrenal. Meskipun kerusakan kelenjar adrenal akibat proses
autoimun telah menggantikan tuberkolosis yang terjadi akhir-akhir ini harus
mempertimbangkan pencantuman penyakit infeksi ini ke dalam daftar
diagnosis. Sekresi ACTH yang tidak adekuat dari kelenjar hipofisis juga
akan menimbulkan insufisiensi adrenal akibat penurunan stimulasi korteks
adrenal.
Gejala insufisiensi adrenokortikal dapat pula terjadi akibat
penghentian mendadak terapi hormon adrenokortikol yang akan menekan
respond normal tubuh terhadap keadaan stress dan mengganggu mekanisme
umpan balik normal. Terapi dengan pemberian kortikosteroid setiap hari
selama 2 hingga 4 hingga dapat menekan fungsi korteks adrenal; oleh sebab
itu, kemungkinan penyakit Addison harus diantisipsi pada pasien yang
mendapat pengobatan kortikosteroid. (Brunner & Suddart, 2002)

2.5 Tanda dan gejala


a. Gejala awal : kelemahan, fatique, anoreksia, hausea, muntah, BB menurun,
hipotensi, dan hipoglikemi.
b. Astenia (gejala cardinal) : kelemahan yang berlebih
c. Hiperpiqmentasi : menghitam seperti perunggu, coklat seperti terkena
sinar matahari, biasanya pada kulit buku jari, lutut, siku
d. Rambut pubis dan aksilaris berkurang pada perempuan
e. Hipotensi arterial (td : 80/50 mmHg/kurang)
f. Abnormalitas fungsi gastrointestinal

7
Dengan berlanjutnya penyakit yang disertai hipotensi akut sebagai
akibat dari hipokortikoisme, pasien akan mengalami krisis addisonian yang
ditandai oleh sianosis, panas dan tanda-tanda klasik syok: pucat, perasaan
cemas, denyut nadi cepat dan lemah, pernapasan cepat serta tekanan darah
rendah. Disamping itu, pasien dapat mengeluh sakit kepala, mual, nyeri
abdomen serta diare, dan memperlihatkan tanda-tanda kebingungan serta
kegelisahan. Bahkan aktivitas jasmani yang sedikit berlebihan, terpajan udara
dingin, infeksi yang akut atau penurunan asupan garam dapat menimbulkan
kolaps sirkulasi, syok dan kematian jika tidak segera diatasi. Stres
pembedahan atau dehidrasi yang terjadi akibat persiapan untuk berbagai
pemeriksaan diagnostik atau pembedahan dapat memicu krisis addisonian
atau krisis hipertensif. (Brunner & Suddart, 2002)

2.6 Komplikasi
a. Syok, (akibat dari infeksi akut atau penurunan asupan garam)
b. Kolaps sirkulasi
c. Dehidrasi
d. Hiperkalemiae
e. Sepsis
f. Ca. Paru
g. Diabetes mellitus

2.7 Penatalaksanan
1. Penatalaksanaan ditinjau dari tingkat keparahan:
a. Kegagalan adrenal kronis: penggantian glukokortikoid dengan
hidrokortison 20 mg/hari dalam dosis terbagi, ditambah dengan terapi
terhadap infeksi atau penyakit penyrta, atau pembedahan. Pengganti
mineralokortikoid (fludrokortison) hanya dilakukan pada kegagalan
adrenal primer.
b. Kegagalan adrenal akut: merupakan sebuah kegawat daruratan medis.
Cairan intravena (NaCL fisiologis) dalam jumlah besar dan
hidrokortison diberikan dengan dosis yang tinggi. Faktor pemicu
8
(infeksi dan lain-lain) ditangani. Pantau kadar elektrolit dan glukosa.
(Patrick davey, 2005)
2. Penatalaksanaan secara medic
a. Terapi dengan pemberian kortikostiroid setiap hari selama 2 sampai 4
minggu dosis 12,5 – 50 mg/hr
b. Hidrokortison (solu – cortef) disuntikan secara IV
c. Prednison (7,5 mg/hr) dalam dosis terbagi diberikan untuk terapi
pengganti kortisol
d. Pemberian infus dekstrose 5% dalam larutan saline
e. Fludrukortison : 0,05 – 0,1 mg/hr diberikan per oral
3. Penatalaksanaan secara keperawatan
a. Monitoring ketat TTV klien ketika penyakitnya telah terdiagnosa.
Check nadi, paling tidak setiap 4 jam. Laporkan penurunan tekanan
darah dan perubahan ortostatik.
b. Ketika terjadi rehidrasi dan ketidakseimbangan elektrolit terdeteksi, kaji
manifestasi dari meningkatnya vitalitas fisik dan emosionalnya. Kaji
pada lokasi di mana terdapat penekanan pada tulang, pada klien yang
imobilisasi, untuk mencegah dekubitus. Dengan berbagai macam terapi,
maka kelesuan dan kelemahan seharusnya berangsur-angsur berkurang
dan akhirnya menghilang.
c. Monitoring untuk pajanan suhu dingin dan infeksi. Segera laporkan
pada dokter jika manifestasi dari infeksi berkembang, misalnya sakit
tenggorokan atau rasa terbakar saat berkemih. Ingat, klien dengan
penyakit Addison tidak dapat mentolerir stress. Infeksi akan
menambahi beban stress pada tubuh, butuh lebih tinggi pada level
kortisol selama infeksi terjadi.
d. Kaji manifestasi dari ketidakseimbangan sodium dan potassium. Berat
badan harian mengindikasikan pengukuran obyektif dari bertambahnya
BB, atau bahkan menurunnya BB. Jika terapi penggantian steroid tidak
adekuat, kehilangan sodium dan retensi potassium dikoreksi terus. Jika
dosis steroid terlalu tinggi, kelebihan jumlah sodium dan air
dipertahankan, dan ekskresi potassium yang tinggi.

9
2.8 Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan Laboratorium :
a. Penurunan konsentrasi glukosa dan natrium (hipoglikemia dan
hiponatrium)
b. Peningkatan konsentrasi kalium serum (hiperkalemia)
c. Peningkatan jumlah sel darah putih (leukositosis)
d. Penurunan kadar kortisol serum
e. Kadar kortisol plasma rendah
2. Pemeriksaan radiografi abdominal menunjukan adanya klasifikasi di
adrenal
a. CT Scan

Detektor klasifikasi adrenal dan pembesaran yang sensitive


hubungannya dengan insufisiensi pada tuberculosis, infeksi, jamur,
penyakit infiltrasi malignan dan non malignan dan hemoragik adrenal

b. Gambaran EKG

Tegangan rendah aksis QRS vertical dan gelombang ST non


spesifik abnormal sekunder akibat adanya abnormalitas elektrolik

c. Tes stimulating ACTH

Cortisol adarah dan urin diukur sebelum dan setelah suatu bentuk
sintetik dari ACTH diberikan dengan suntikan. Pada tes ACTH yang
disebut pendek cepat. Penyukuran cortisol dalam darah di ulang 30
sampai 60 menit setelah suatu suntikan ACTH adalah suatu kenaikan
tingkatan – tingkatan cortisol dalam darah dan urin.

d. Tes Stimulating CRH

Ketika respon pada tes pendek ACTH adalah abnormal, suatu


tes stimulasi CRH “Panjang” diperlukan untuk menentukan
penyebab dari ketidak cukupan adrenal. Pada tes ini, CRH sintetik di
suntikkan secara intravena dan cortisol darah diukur sebelum dan 30,
60 ,90 dan 120 menit setelah suntikan. Pasien – pasien dengan
ketidak cukupan adrenal seunder memp. Respon kekurangan cortisol
namun tidak hadir / penundaan respon – respon ACTH.
10
Ketidakhadiran respon – respon ACTH menunjuk pada pituitary
sebagai penyebab ; suatu penundaan respon ACTH menunjukan
pada hypothalamus sebagai penyebab

11
BAB III
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

3.1 Data dasar pengkajian pasien


1. Data Demografi
Identitas pasien: nama, alamat, umur (semua usia), jenis kelamin (laki-
laki dan perempuan).
2. Riwayat Penyakit
a. Penyakit sekarang
Pada pasien dengan penyakit Addison gejala yang sering muncul
ialah pada gejala awal : kelemahan, fatiquw, anoreksia, nausea, muntah,
BB turun, hipotensi dan hipoglikemi, astenia (gejala cardinal). Pasien
lemah yang berlebih, hiperpigmentasi, rambut pubis dan axila
berkurang pada perempuan, hipotensi arterial (TD : 80/50 mm/Hg)
b. Penyakit dahulu
Perlu dikaji apakah klien pernah menderita tuberkulosis,
hipoglikemia maupun Ca paru, payudara dan limpoma.
c. Penyakit keluarga
Perlu dikaji apakah dalam keluarga ada yang pernah mengalami
penyakit yang sama / penyakit autoimun yang lain.
3. Pemeriksaan Fisik (ADL)
a. Aktivitas/istirahat
Gejala:
- Lelah, nyeri/kelemahan pada otot (terjadi perburukan setiap hari)
- Tidak mampu beraktivitas atau bekerja.
Tanda:
- Peningkatan denyut jantung/denyut nadi aktivitas yang minimal.
- Penurunan kekuatan dan rentang gerak sendi.
- Depresi, gangguan kosentrasi, penurunan inisiatif/ide.
- Latergi.

12
b. Sirkulasi
Tanda:
- Hipotensi termasuk hipotensi postural.
- Takikardia, disritmia, suara jantung melemah.
- Nadi perifer melemah.
- Pengisisan kapiler memanjang.
- Ekstermitas dingin, sianosis, dan pucat. Membran mukosa hitam
keabu-abuan (peningkatan pigmentasi).
c. Integritas ego
Gejala:
- Adanya riwayat faktor stres yang baru dialami, termasuk sakit
fisik/pembedahan, perubahan gaya hidup.
- Ketidakmampuan menghadapi stres.
Tanda:
- Ansietas, peka rangsang, depresi, emosi tidak stabil.
d. Eleminasi
Gejala:
- Diare sampai dengan adanya kontipasi
- Kram abdomen.
- Perubahan frekuensi dan karateristik urine.
Tanda:
- Diuresis yang diikuti dengan oliguria.
e. Makanan/cairan
Gejala:
- Anoreksia berat (gejala utama), mual/muntah
- Kekurangan zat garam
- Berat badan menurun dengan cepat.
Tanda:
- Turgor kulit jelek, membran mukosa kering.
f. Neurosensori
Gejala:
- Pusing, sinkope (pingsan sejenak), gemetar.

13
- Sakit kepala yang berlangsung lama yang diikuti oleh diaforesis,
kelemahan otot.
- Penurunan toleransi terhadap keadaan dingin atau stres.
Kesemutan/baal/lemah.
Tanda:
- Disorentasi terhadap waktu, tempat, dan ruang (karna kadar natrium
rendah), latergi, kelemahan mental, peka rangsang, cemas, koma
(dalam keadaan krisis)
- Parastesia, paralisis (gangguan fungsi motorik akibat lesi), astenia
(pada keadaan krisis).
- Rasa kecap/penciuman berlebihan, ketajaman pendengaran meningkat.
g. Nyeri/kenyamanan
Gejala:
- Nyeri otot, kaku perut, nyeri kepala.
- Nyeri tulang belakang, abdomen, ekstermitas (pada keadaan krisis).
h. Pernapasan
Gejala:
- Dipsnea
Tanda:
- Kecepatan pernapasan meningkat, takipnea, suara napas, krakel, ronki
(pada keadaan infeksi)
i. Keamanan
Gejala:
- Tidak toleran terhadap panas, cuaca (udara) panas.
Tanda:
- Hiperpigmentasi kulit (coklat, kehitaman karena kena sinar matahari
atau hitam seperti perunggu) yang menyeluruh atau berbintik-bintik.
- Peningkatan suhu, demam yang diikuti dengan hipotermia (keadaan
krisis).
- Otot menjadi kururs
- Gangguan tidak mampu berjalan.

14
j. Seksualitas
Gejala:
- Adanya riwayat menopouse dini, amenorea.
- Hilangnya tanda-tanda seks sekunder (misal: berkurangnya rambut-
rambut pada tubuh terutama pada wanita.
- Hilangnya libido.
k. Penyuluhan/pembelajaran
Gejala:
- Adanya riwayat keluarga DM, TB, kanker
- Adanya riwayat tiroiditis, DM, TB, anemia pernisiosa.
Pertimbangan:
- DRG menunjukkan rerata lama dirawat; 4,3 hari.
Rencana pemulangan
- Membutuhkan bantuan dalam hal obat, aktivitas sehari-hari,
mempertahankan kewajibannya.
l. Pemerikasaan diagnostik
Kadar hormon
a. Kortisol plasma: menurun dengan tanpa respond pada pemberian
ACTH secara IM (primer)atau ACTH secara IV.
b. ACTH: meningkat secara mencolok (pada primer) atau menururn
(sekunder).
- ADH: meningkat.
- Aldesteron: menurun.
c. Elektrolit: kadar dalam serum mungkin normal atau natrium sedikit
menururn, sedagkan kalium sedikit meningkat. Walaupun demikian,
natrium dan kalium yang abnormal dapat terjadi sebagai akibat tidak
adanya aldesteron dan kekurangan kortisol (mungkin sebagai akibat
dari krisis).
d. Glukosa: hipoglikemia.
e. Ureum/kreatinin: mungkin meningkat (karena terjadi penurunan
perfusi ginjal).
f. Analisis gas darah: asidosis metabolik.

15
g. Eritrosit: normositik, anemia normokromik (mungkin tidak
nyata/terselubung dengan penurunan volume cairan) dan hematokrit
meningkat (karena hemokosentrasi). Jumlah limfosit mungkin
rendah, eosinofil meningkat.
h. Sinar x: jantung kecil, klasifikasi kelenjar adreanal, atau TB (paru,
ginjal) mungkin akan ditemukan. (Doenges, Marilynn. 2000)

3.2 Diagnosa Keperawatan


1. Kekurangan volume cairan b/d ketidakseimbangan input dan output.
2. Nutrisi, kurang dari kebutuhan tubuh b/d metabolism lemak abnormal
3. Harga diri rendah b/d hiperpigmentasi pada kulit dan membrane mukosa

3.3 RENCANA KEPERAWATAN


1. Kekurangan volume cairan b/d ketidakseimbangan input dan output.

No
Tujuan dan KH Intervensi Rasional Ttd
DX
1 - Klien dapat 1. Pantau TTV, 1. Hipotensi
mempertahankan catat perubahan postural
keseimbangan cairan tekanan darah merupakan
dan elektrolit setelah pada perubahan bagian dari
dilakukan perawatan posisi, kekuatan hipovolemia
1X24 jam. dari nadi perifer akibat
Kriteria hasil: kekurangan
hormone
1. Klien aldosteron dan
mengetahui penurunan curah
penyebab jantung
kekurangan
cairan 2. Ukur dan 2. Memberikan
2. Klien dapat timbang BB klien pengganti volume
mengatasi cairan dan
kekurangan keefektifan
cairan pengobatan,
3. Klien dapat peningkatan BB
mengatasi yang cepat
kekurangaan disebabkan oleh
cairan dengan adanya retensi
minum air putih cairan dan
banyak natrium
4. Pengeluaran
16
urin normal 3. Berikan
1cc/kgBB/jam, perawatan mulut 3. Membantu
TTV normal (N: secara teratur menurunkan rasa
80-100x/menit, tidak nyaman
S: 36,5-370C, akibat dari
TD:110-120/70- dehidrasi
80 mmHg,
Turgor kulit 4. Dapat mengganti
4. Kolaborasi:
elastic, Rasa cairan yang
Cairan NaCl 0,9
haus hilang dan hilang
%
Warna kulit
tidak pucat.
5. Kolaborasi:
Berikan obat
sesuai dosis.a)
Kartison (ortone)
/ hidrokartison
(cortef) 100 mg
intravena setiap 6
jam untuk 24
jam, Mineral
kartikoid, flu
dokortisan,
deoksikortis 25 –
30 mg/hr peroral.

2. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan b/d hipoglikemia..


No Tujuan dan KH Intervensi Rasional Ttd
DX
2 Kebutuhan nutrisi 1. Kaji riwayat 1. Mengidentifikasi
klien kembali adekuat nutrisi defisiensi,
setelah dilakukan menduga
intervensi selama kemungkinan
1X24 jam. intervensi.
1. Klien mengetahui
penyebab
2. Timbang BB 2. Anorexia, mual,
kekurangan
setiap hari muntah,
nutrisi
2. Klien dapat kehilangan
mengatasi pengaturan
kekurangan metabolisme
nutrisi oleh kortisol
3. Klien dapat terhadap
mengatasi makanan dapat
kekurangaan mengakibatkan
nutrisi dengan diit penurunan berat
makanan badan dan

17
4. Mempertahankan terjadinya
berat badan stabil, malnutrisi.
bebas dari tanda
malnutrisi 3. Diskusikan
makanan yang 3. Dapat
disukai oleh maningkatkan
pasien dan masukan,
masukan dalam meningkatkan
diet murni. rasa partisipasi.

4. Anjurkan klien 4. Makan sedikit


makan sedikit dapat
tapi sering. menurunkan
kelemahan dan
meningkatkan
pemasukan juga
mencegah
distensi gaster.

5. Berikan 5. Perlu bantuan


lingkungan yang dalam
nyaman untuk perencanaan diet
makan, misalnya yang memenuhi
bebas dari bau kebutuhan
tidak sedap nutrisi.

6. Kolaborasi:
Rujuk ke ahli gizi 6. Dapat
maningkatkan
masukan,
meningkatkan
rasa partisipasi

3. Harga diri rendah b/d hiperpigmentasi pada kulit dan membrane mukosa
T
NO Tujuan dan KH Intervensi Rasional t
d
1 Setelah dilakukan 1. Anjurkan klien 1. Perubahan
tindakan mengungkapkan struktur tubuh
keperawatan perasaannya memerlukan
selama3x24 jam tentang infertilitas penerimaan dari
diharapkan yangdideritanya. orang terdekat
Gangguan konsep sehingga klien
diri klien teratasi dapat
dengan, kriteria merencanakan
hasil: kegiatan dimasa
18
a) Klien depan.
mengetahui
penyebab 2. Dorong dan 2. Meningkatkan
gangguan motivasi klien harga diri
konsep diri untuk pasien.
b) Klien dapat mengidentifikasi
mengatasi aspek positif pada
gangguan dirinya
konsep diri
c) Klien dapan 3. Berikan informasi 3. Memberikan
mengatasi mengenai gangguan kesempatan
konsep hiperpigmentasi pasien untuk
gangguan diri dan memecahkan bertanya dan
dengan motivasi masalah klien. mengasimilasi
dan memilih informasi.
alternatif yang
tepat 4. Bantu klien untuk 4. Cara alternative
d) Klien dapat memilih alternatif merupakan
percaya diri yang tepat dan solusi terbaik
sesuai denganklien dalam
memecahkan memecahkan
masalahnya. masalah.

19
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Penyakit Addison adalah suatu kelainan endokrin atau hormone yang
terjadi pada semua kelompok umur yang menimpa pria dan wanita sama rata.
Penyakit ini dikarakteristikan oleh kehilangan berat badan, kelemahan otot,
kelelahan, tekanan darah rendah, dan adakalanya penggelapan kulit pada
kedua bagia tubuh yang terbuka dan tidak terbuka.
Etiologi dari penyakit Addison bentuk primer :Infeksi kronis, terutama
infeksi-infeksi jamur, Sel-se kanker yang menyebar dari bagian-bagian lain
tubuh ke kelenjar-kelenjar adrenal, Amyloidosis (sekelompok keadaan yang
di cirikan oleh penimbunan protein fiblirer yang tidak larut dalam berbagai
organ), pengangkatan kelenjar-kelenjar adrenal secara operasi.

Penyakit Addison, atau insufisiensi adrenokortikol, terjadi bila fungsi


korteks adrenal tidak adekuat untuk memenuhi kebutuhan pasien akan
hormon-hormon korteks adrenal. Atrofi autoimun atau idiopatik pada
kelenjar adrenal merupakan penyebab pada 75% kasus penyakit Addison
(Stren & Tuck, 1994). Penyebab lainnya mencakup operasi pengangkatan
kedua kelenjar tersebut. Tuberkolosis (TB) dan hitoplasmosis merupakan
infeksi yang paling sering ditemukan dan menyebabkan kerusakan pada
kedua kelenjar adrenal. Meskipun kerusakan kelenjar adrenal akibat proses
autoimun telah menggantikan tuberkolosis yang terjadi akhir-akhir ini harus
mempertimbangkan pencantuman penyakit infeksi ini ke dalam daftar
diagnosis. Sekresi ACTH yang tidak adekuat dari kelenjar hipofisis juga
akan menimbulkan insufisiensi adrenal akibat penurunan stimulasi korteks
adrenal.

20
4.2 Saran
4.2.1 Bagi Mahasiswa
Meningkatkan kualitas belajar dan memperbanyak literature tentang
pembuatan proses keperawatan dalam melaksanakan asuhan
keperawatan yang baik dan benar .
4.2.2 Bagi Pendidikan
Bagi dosen pembimbing agar dapat memberikan bimbingan yang
lebih baik dalam pebuatan makalah selanjutnya.
4.2.3 Bagi Kesehatan
Memberikan pengetahuan kepada mahasiswa kesehatan khususnya
untuk mahasiswa keperawatan agar lebih mengerti tentang proses
keperawatan dalam sistem pencernaan.

21
DAFTAR PUSTAKA

Brunner and Suddart. 2002. Keperawatan Medikal Bedah vol 2. Jakarta: EGC
Corwin, Elizabeth J.2009.Buku Saku Patofisiologi. Jakarta: EGC.
Davey, Patrick. 2005. At a Glance Medicine. Jakarta: Erlangga
Doenges, Marilynn. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan. Jakarta: EGC
Guyton. 2012. Fisiologi Manusia & Mekanisme Penyakit. Jakarta: EGC
Price, Sylvia. 2006. Patofisiologi. Jakarta: EGC

22

Das könnte Ihnen auch gefallen