Beruflich Dokumente
Kultur Dokumente
AKTUALISASI DIRI
BAB I
TEORI ABRAHAM MASLOW TENTANG AKTULISASI DIRI
Pendahuluan
Dari hasil survey Indonesian Happiness Index 2007 oleh Frontier Consulting
Group diketahui bahwa kaum profesional mengaku sebagai orang paling bahagia.
Disusul oleh middle management, tentara dan pegawai tingkat staf. Anehnya,
jajaran top management yang selama ini di-identik-kan sebagai kaum the haves
justru menduduki tingkat paling rendah atau paling tidak bahagia, Mereka
tidak mendapatkan apa yang dicari, yaitu mungkin aktualisasi diri. Berbeda
dengan pekerja di tingkat staf yang kebutuhannya di tingkat life and
belongings. Ketika para staf bertemu dengan teman akrab dan bersosialisasi
maka sudah cukup sebagai ajang dari aktualisasi diri. Serta mengapa sebuah
situs jejaring sosial, Milist-milis begitu banyak yang menyukainya karena
keduanya menyentuh kebutuhan manusia untuk Aktualiasasi diri.
Aktualisasi diri adalah sebuah keadaan dimana seorang manusia telah merasa
menjadi dirinya sendiri, ia mengerjakan sesuatu yang disukainya dan ia
mengerjakannya dengan gembira, dengan hati yang bernyanyi. Ia tidak lagi
menempatkan keberhasilan dari pekerjaannya kepada ukuran yang biasanya
berlaku, yakni penghasilan yang diperoleh dari hasil sebuah kerja. Ukurannya
menjadi berubah sesuai dengan nilai-nilai kehidupan yang dianut dan difahami
oleh dirinya.ktualisasi diri juga dapat diartikan bagaimana kita
mengembangkan kekuatan diri kita sendiri. Dan untuk mempraktekkan
aktualisasi diri diperlukan kesehatan dan kekayaan mental (kepercayaan diri,
disiplin, tanggung jawab, dan integritas), karena dengan ini semua maka kita
tahu mengenai kelebihan kita dan mampu mencapai apa yang
diinginkan.Simpelnya Maslow bilang, proses aktualisasi diri adalah
perkembangan atau penemuan jati diri dan mekarnya potensi yang ada atau yang
terpendam. Istilah lainnya ‘menjadi manusiawi secara penuh’
Aktualisasi diri akan menjadikan seseorang mulai melihat kepada raga nya
sendiri atau apa apa yang melekat bersama tubuh. Raga manusia memiliki
banyak keterbatasan kemampuan. Keterbatasan itu adalah rahmat dari Tuhan YME
agar manusia tidak terjebak kepada mengusahakan sesuatu yang memang bukan
untuk itu ia diciptakan. Kalau coretan tangannya kaku dan tidak indah, maka
tentunya membuat lukisan atau kaligrafi adalah sesuatu yang jauh dari
dirinya.
Mempertanyakan tentang apa yang mengendalikan hidup Anda sama halnya dengan
mengatakan mengertikah Anda makna hidup! Apakah Anda pernah berpikir bahwa
hidup ini dipersonifikasikan seperti uap atau bunga rumput yang sebentar
saja kelihatan dan akan lenyap? Secara kronologis, produktifitas manusia
paling lama 70 tahun, jika kuat 80 tahun, mahkotanya adalah kesesakan dan
penderitaan.
Perlu dipahami bahwa aktualisasi diri erat kaitannya dengan kesadaran atau
awareness. Kesadaran untuk mengenali diri, memperbaiki diri, dan keinginan
untuk mengubah kondisi dan hidup ke arah yang lebih baik dari hari ke hari.
Tak peduli seberapa bagus dan sempurna kondisi anda kini, anda harus terus
memperbaiki dan mengaktualisasi diri anda. Karena aktualisasi diri adalah
tangga untuk mencapai puncak kesuksesan.Karena itu aktualisasi diri sangat
penting dan merupakan harga mati apabila anda ingin sukses. Tak heran jika
Abraham Maslow dalam teorinya tentang Piramida Kebutuhan menempatkan
aktualisasi diri di posisi puncak piramida. Dan merupakan salah satu
kebutuhan dasar manusia yang paling utama.
BAB II
Isi Perumusan Masalah
Dapat disimpulkan bahwa pencapaian aktualisasi diri membutuhkan kondisi lingkungan yang
menunjang juga adanya keberanian dan keterbukaan individu untuk menerima gagasan-gagasan
baru dan pengalaman-pengalaman baru (E. Koeswara, 1986: 119-127).
Menurut konsep Hirarki Kebutuhan Individu Abraham Maslow (dalam Schultz, 1991), manusia
didorong oleh kebutuhan-kebutuhan universal dan dibawa sejak lahir. Kebutuhan ini tersusun
dalam tingkatan-tingkatan dari yang terendah sampai tertinggi. Kebutuhan paling rendah dan
paling kuat harus dipuaskan terlebih dahulu sebelum muncul kebutuhan tingkat selanjutnya.
Kebutuhan paling tinggi dalam hirarki kebutuhan individu Abraham Maslow adalah Aktualisasi
Diri.
Kebutuhan aktualisasi diri di atas nampaknya merupakan suatu kondisi puncak dari
perkembangan individu. Pada awalnya maslow menyatakan bahwa orang-orang yang
teraktualisasi diri hanya terdapat pada orang-orang berusia lanjut, cenderung dipandang sebagai
suatu keadaan puncak atau keadaan akhir suatu tujuan jangka panjang, bukan sebagai suatu
proses dinamis yang terus-menerus.
Namun Maslow juga menyatakan bahwa orang-orang muda tidak dapat mengaktualisasikan diri
sepenuhnya, tetapi memiliki kemungkinan untuk memperlihatkan pertumbuhan baik ke arah
aktualisasi diri.
2. Pribadi demikian melihat hidup apa adanya dan bukan berdasarkan keinginan mereka. Mereka
lebih obyektif dan tidak emosional. Orang yang teraktualisasi diri tidak akan membiarkan
harapan-harapan dan hasrat-hasrat pribadi menyesatkan pengamatan mereka. Sebaliknya
kebanyakan orang lain mungkin hanya mau mendengarkan apa yang ingin mereka dengar dari
orang lain sekalipun menyangkut hal yang tidak benar dan jujur.
3. Mempunyai spontanitas yang lebih tinggi. Mereka lebih peka terhadap inner life yang kaya
dan tidak konvensional, serta memiliki kemampuan untuk melihat dunia dari sudut pandang baru
dan menghargai keindahan dalam hal-hal yang biasa. Biasanya mereka tidak merasa perlu
menyembunyikan perasaan atau pikiran mereka, atau bertingkah laku yang dibuat-buat. Pribadi
teraktualisai punya selera yang tinggi terhadap seni, musik, dan masalah-masalah politik dan
filsafat.
6. Mereka sangat mandiri dan otonom, namun sekaligus menyukai orang lain. Mereka punya
keinginan yang sehat akan keleluasaan pribadi yang berbeda dari kebebasan neurotik (yang serba
rahasia dan penuh rasa takut). Terkadang mereka terlihat sangat otonom, karena mereka
menggantungkan diri sepenuhnya pada kapasitas sendiri. Inilah paradoksnya: mereka adalah
orang yang paling individualis sekaligus sosial dalam masyarakat. Bila mereka menaati suatu
aturan atau perintah, hal itu didasarkan pada pemahaman akan manfaat yang dapat dicapai dari
pemenuhan aturan yang bersangkutan, dan bukan karena ikut-ikutan.
7. Ada kalanya mereka mengalami apa yang disebut “pengalaman puncak” (peak experience);
saat-saat ketika mereka merasa berada dalam keadaan terbaik, saat diliputi perasaan khidmat,
kebahagiaan dan kegembiraan yang mendalam atau ekstase. Hal ini berkaitan dengan
kemampuan mereka untuk berkonsentrasi secara luar biasa. Kadang-kadang kemampuan ini
membuat mereka seolah linglung. Tidak jarang mereka mengalami flow dalam kegiatan yang
mereka lakukan.
8. Rasa kekeluargaan terhadap sesama manusia yang disertai dengan semangat yang tulus untuk
membantu sesama.
9. Pribadi unggul ini lebih rendah hati dan menaruh hormat pada orang lain. Mereka yakin
bahwa dalam banyak hal mereka harus belajar dari orang lain. Hal ini membuat mereka mampu
untuk mendengarkan orang lain dengan penuh kesabaran. Keutamaan (virtue) ini lahir dari
pemahaman yang lebih dalam tentang diri sendiri. Sama seperti anak-anak, mereka mampu
mendengarkan orang lain tanpa apriori atau penilaian sebelumnya. Maslow menyebut
keunggulan ini sebagai “Being cognition” atau “B-cognition”; pengamatan yang pasif dan
reseptif.
10. Mereka memiliki etika yang jelas tentang apa yang baik dan apa yang jahat. Namun bagi
mereka, pertentangan antara yang baik dan yang buruk tidaklah menjadi masalah. Secara
konsisten, mereka akan memilih dan lebih menyukai nilai-nilai yang lebih luhur.
11. Selera humor yang baik. Mereka tidak tertarik pada pelbagai lelucon yang melukai atau
menyiratkan inferioritas yang membuat orang lain merasa dilecehkan. Mereka lebih menyukai
humor yang filosofis, kosmik, atau yang nilai humornya terkandung dalam logika kata-kata.
Mereka juga menonjol dalam hal toleransi terhadap kelemahan-kelemahan alamiah orang lain.
Namun mereka sangat anti terhadap ketidakjujuran, penipuan, kebohongan, kekejaman, dan
kemunafikan.
12. Kreatif dalam mengucapkan, melakukan, dan menyelesaikan sesuatu. Sifat ini dikaitkan
dengan fleksibelitas, tidak takut membuat sesuatu yang di kemudian hari ternyata adalah
kesalahan, dan keterbukaan. Seperti seorang anak yang lugu, mereka tidak takut berkreasi karena
cemoohan orang lain. Mereka kreatif dan melihat aneka peristiwa secara segar tanpa prasangka.
Menurut Maslow, hampir setiap anak mampu membuat lagu, sajak, tarian, lakon, atau permainan
secara mendadak, tanpa direncanakan atau didahului oleh maksud tertentu sebelumnya.
Demikian jugalah kira-kira kreativitas orang yang teraktualisasi diri.
13. Mereka memiliki penghargaan yang sehat atas diri sendiri bertolak dari pengenalan akan
potensi diri mereka sendiri. Mereka bisa menerima pujian dan penghargaan tetapi tidak sampai
tergantung pada penghargaan yang diberikan orang lain. Mereka tidak mendewakan
kemasyhuran dan ketenaran kosong.
14. Ketidaksempurnaan. Mereka tentu juga mempunyai perasaan bersalah, cemas, bersalah, iri
dan lain-lain. Namun perasaan itu tidak seperti yang dialami orang-orang yang neurotis. Mereka
lebih dekat dengan cara pikir positif. Mereka tidak selalu tenang, kadang-kadang bisa
meledakkan amarah pula; bosan dengan obrolan basa-basi , omong-kosong, dan hiruk-pikuk
suasana pesta.
15. Mereka mempunyai “hirarki nilai” yang jelas. Mereka mampu melihat dan membedakan
mana yang lebih penting dan harus diprioritaskan dalam situasi tertentu. Kadar konflik dirinya
rendah. Mereka memiliki lebih banyak energi untuk tujuan-tujuan yang produktif daripada
menghabiskan waktu untuk menyesali diri dan keadaan. Bagi mereka, pertentangan antara yang
baik dan yang buruk tidaklah menjadi masalah. Secara konsisten, mereka akan memilih dan lebih
menyukai nilai-nilai yang lebih luhur, dan dengan tulus mengikutinya. Bagi orang-orang ini,
disiplin diri relatif mudah sebab apa yang ingin mereka lakukan sejalan dengan apa yang mereka
yakini benar. Nilai-nilai mereka didasarkan pada apa yang nyata bagi mereka, bukan pada apa
yang dikatakan orang lain kepada mereka.
16. Resistensi terhadap inkulturisasi. Mereka mampu melihat hal-hal di luar batasan kebudayaan
dan zaman. Maslow menyebut mereka mempunyai apa yang disebut “kemerdekaan psikologis”.
Hal itu tercermin dari keputusan-keputusan mereka yang terkadang “melawan arus” pendapat
khalayak ramai. Mereka tidak segan menolak kebudayaan mereka jika memang tidak sejalan
dengan akal sehat. Untuk hal-hal kecil seperti sopan-santun, bahasa, dan pakaian, makanan, dan
sebagainya tidak dipermasalahkan. Tapi bila menyangkut hal-hal yang dirasa melawan prinsip-
prinsip dasar, mereka dapat bersikap bebas mandiri dan bertindak di luar kebiasaan.
17. Mereka cenderung mencari persahabatan dengan orang yang memiliki karakter yang sama,
seperti jujur, tulus hati, baik hati dan berani, namun tidak menghiraukan ciri-ciri superfisial
seperti kelas sosial, agama, latar belakang ras, dan penampilan. Dalam hal ini mereka tidak
merasa terganggu oleh perbedaan-perbedaan. Makin matang kepribadiannya, mereka makin tidak
peduli dengan penampilan ayu, tubuh tegap, badan montok, dan sebagainya. Sebaliknya mereka
amat menjunjung tinggi soal kecocokan, kebaikan, ketulusan, dan kejujuran.
18. Secara umum dapat dikatakan bahwa orang yang teraktualisasi diri cenderung membina
hidup perkawinan yang kokoh, bahagia, dan berlangsung seumur hidup. Dalam pribadi yang
sehat, perkawinan yang terbina memungkinkan kedua belah pihak saling meningkatkan
kepercayaan dan harga diri, saling memberikan manfaat.
19. Mereka itu sangat filosofis dan sabar dalam menuntut atau menerima perubahan yang perlu
secara tertib. Sementara kebanyakan orang dalam masyarakat cenderung bersikap sangat praktis
atau sangat teoritis, orang yang teraktualisasi diri lebih condong bersikap praktis sekaligus
teoritis tergantung kondisi yang bersangkutan. Mereka berusaha mencintai dunia apa adanya,
dengan tetap membuka mata pada kekurangan yang ada seraya berupaya memperbaikinya.
Aplikasi Manajemen
Pada tingkat puncak hirarki kebutuhan ini, tidak banyak yang dapat dikatakan tentang bagaimana
cara memotivasi individu pada level ini. Bagi orang-orang yang dikatakan telah mencapai
kematangan psikologis ini, disiplin diri relatif mudah sebab apa yang ingin mereka lakukan
sejalan dengan apa yang mereka yakini benar. Nilai-nilai dan tindakan mereka didasarkan pada
apa yang nyata bagi mereka, bukan pada apa yang dikatakan orang lain kepada mereka. Bila
pada level kebutuhan sebelumnya, individu biasa dimotivasi oleh kekurangan, orang yang
matang ini terutama dimotivasi oleh kebutuhannya untuk mengembangkan serta
mengaktualisasikan kemampuan-kemampuan dan kapasitas-kapasitasnya secara penuh. Bahkan
menurut Maslow, istilah motivasi kurang tepat lagi untuk diterapkan pada kebanyakan orang
yang berada di tahap aktualisasi diri. Mereka itu amat spontan, bersikap wajar, dan apa yang
mereka lakukan adalah sekedar untuk mewujudkan diri; sekedar pemenuhan hidup sebagai
manusia. Seperti kata Luijpen: Being man is having to be man.
Dari sekian banyak teori motivasional yang ada, mungkin teori Hirarki Kebutuhan Maslow yang
paling luas dikenal. Teori ini mewariskan pesan bagi kita bahwa begitu orang melewati tingkat
kebutuhan tertentu, ia tidak lagi terdorong oleh motivasi tingkat di bawahnya. Hal ini
memberikan pengertian agar seorang manajer atau pemimpin atau motivator dalam organisasi
hendaknya mengenal apa yang dibutuhkan oleh bawahannya. Kebutuhan seorang buruh produksi
harian dengan karyawan staff manajerial tentu berbeda. Untuk memberikan motivasi yang dapat
meningkatkan performa kepada keduanya, seorang motivator harus memberikan treatment yang
berbeda sesuai dengan kebutuhan mereka. Bilamana seorang karyawan mempunyai gaji dan
keamanan kerja yang dapat memenuhi kebutuhan fisiologis dan rasa amannya, maka hal itu tidak
lagi akan memberikan motivasi. Sama halnya kita tidak akan meresahkan kebutuhan bernapas,
kecuali kita mempunyai masalah dalam organ pernapasan kita.
Hirarki Kebutuhan Maslow penting bagi kita karena membantu menjelaskan mengapa gaji
tinggi, keuntungan yang baik, dan keamanan kerja tidak selamanya dapat memotivasi kinerja.
Dengan menelaah apa yang menjadi kebutuhan karyawan dan memberikan pemuasan yang tepat
sasaran, seorang motivator benar-benar telah mengelola motivasi. Mengelola motivasi berarti
mengajak orang untuk melakukan sesuatu yang kita inginkan untuk dilaksanakan, kapan dan
bagaimana itu dilakukan, karena orang ingin melakukannya.
Hendaknya hirarki kebutuhan Maslow tidak dilihat secara kaku dan mutlak. Batas-batas antara
tingkatan yang satu dengan yang lain tidak terlampau jelas dan lebih menunjukkan saling
tumpang tindih. Tidak bisa dipastikan dengan kaku bahwa kebutuhan rasa aman hanya akan
muncul setelah kebutuhan akan makanan terpuaskan sepenuhnya. Kebanyakan orang dalam
masyarakat kita telah mampu memuaskan sebagian besar kebutuhan dasariah mereka kendati
belum dalam arti sepenuh-penuhnya. Yang mau ditekankan adalah bahwa begitu suatu tingkat
kebutuhan terpuaskan, maka kebutuhan tersebut tidak lagi akan memiliki pengaruh yang berarti
pada motivasi.
Sebagaimana lumrahnya perkembangan suatu teori, tesis Maslow juga mengundang sejumlah
antitesis. Itulah dinamika dan dialektika ilmu pengetahuan. Sejumlah kalangan melihat bahwa
teori Maslow, kendati tampak sah bagi banyak orang, namun masih harus dibuktikan secara
empiris. Dalam kenyataannya, sulit sekali untuk memisahkan dan mengukur kebutuhan itu.
Urutan hirarki spesifik tidak sama bagi semua orang. Juga tidak ada penjelasan kapan suatu
kebutuhan sudah cukup terpenuhi. Dan mungkin ada beberapa kebutuhan yang dominan dalam
diri seseorang pada saat yang sama.
Manusia memang makhluk yang dinamis dan multidimensional. Semua teori ilmu pengetahuan
tentang manusia mesti berhadapan dengan kenyataan itu. Dari kenyataan ini, orang melihat
bahwa teori Maslow semestinya didukung lagi dengan bukti-bukti empiris yang lebih banyak.
Hingga saat ini belum cukup bukti yang jelas yang menunjukkan bahwa kebutuhan-kebutuhan
manusia dapat dikategorikan ke dalam lima kelompok yang berbeda atau berada pada suatu
hirarki. Sejumlah ahli menjadi ragu karena hasil penelitian-penelitian memberikan hasil yang
berbeda; beberapa penelitian mendukung, sedangkan yang lainnya menolak. Wahba dan Bridwell
(1976) menyimpulkan suatu paradoks untuk teori Maslow: bahwa teori ini diterima luas, tapi
tidak banyak didukung oleh bukti riset.
Patut disayangkan bahwa bagian terbesar dari hasil-hasil riset tersebut dicapai dari studi-studi
yang tidak menguji teori Maslow secara tepat. Evaluasi di atas menunjukkan sejumlah
keterbatasan yang lumrah pada suatu teori ilmiah. Namun secara umum dapat dikatakan bahwa
teori Maslow telah meletakkan batu pertama untuk penelitian struktur individu terutama
menyangkut apa yang lebih mendorong perilaku tertentu dalam organisasi. Sumbangan Maslow
tidak sedikit untuk perkembangan psikologi organisasi. Bila ditinjau lebih khusus, evaluasi atau
riset yang menghasilkan kesimpulan yang tidak mendukung teori bisa saja berangkat dari
pemahaman yang tidak komprehensif atas teori dan jalan pikiran Maslow. Tidak jarang terjadi,
dalam banyak kasus penelitian, teori yang baik gagal dibuktikan karena metode dan aplikasi riset
yang buruk. Tidak adanya keberhasilan sering disebabkan oleh salah pengertian teori, atau
penerapan buruk konsep motivasi yang baik.
Dalam buku Motivation and Personality, Maslow berkali-kali mengingatkan agar jangan sesekali
memutlakkan kelima tingkat kebutuhan atau membedakannya secara tajam dan kaku. Kiranya
Maslow sepenuhnya menyadari sejak awal bahwa berbicara tentang struktur kepribadian
manusia yang dinamis tidak segampang membalikkan telapak tangan.
Untuk memahami, menerima, dan menerapkan teori yang hingga kini masih menggema ini, kita
harus memahami sejumlah kualifikasi lanjutan agar konsep kita menjadi lebih komprehensif.
Pertama, mengingat teori Maslow merupakan suatu teori umum tentang kebutuhan manusia,
maka ketika diterapkan kepada manusia tertentu (dengan budaya tertentu) tentu terdapat
kekecualian-kekecualian dalam pengurutan umum hirarki yang ada. Ada orang tertentu yang
tidak pernah berkembang melampaui tingkatan pertama atau kedua, sedangkan ada pula orang
lain yang demikian terpukau oleh kebutuhan tingkat tinggi sehingga kebutuhan-kebutuhan yang
lebih rendah tidak menarik bagi mereka.
Ketiga, suatu tindakan jarang sekali dimotivasi oleh sebuah kebutuhan tunggal. Setiap tindakan
cenderung disebabkan oleh berbagai macam kebutuhan. Di lain sisi, dua kebutuhan yang sama
tidak selalu akan menyebabkan timbulnya reaksi yang sama pada setiap individu. Umumnya
dapat kita lihat bahwa individu-individu dapat mengembangkan tujuan-tujuan substitut ketika
pencapaian langsung terhadap suatu kebutuhan terhalangi.
Keempat, perlu disadari bahwa banyak di antara tujuan yang diupayakan oleh manusia
merupakan tujuan-tujuan jauh dan berjangka panjang yang hanya dapat dicapai melalui suatu seri
langkah dan sarana. Bila dalam jangka pendek seseorang tidak menampakkan minat pada tujuan
tertentu belum tentu bahwa ia tidak membutuhkannya. Menyadari hal ini, lagi-lagi ditegaskan
betapa besar misteri yang meliputi kepribadian manusia. Kata pemeo, dalamnya lautan bisa
diduga, dalamnya hati manusia sungguh tak dinyana. Barangkali misteri manusia in jugalah yang
membatasi semua teori tentang manusia.
Seorang ilmuwan bernama Craig Pinder memberikan jalan tengah atas dua kubu pendapat yang
pro-kontra sebagai berikut:
“Teori Maslow tetap sangat populer di kalangan para manajer dan mereka yang mempelajari
perilaku organisasi kendati tidak banyak studi yang secara resmi dapat mengkonfirmasi atau
menolaknya.... Ada kemungkinan bahwa dinamika yang terimplikasi pada teori Maslow tentang
kebutuhan bersifat terlalu kompleks untuk diterapkan dan dikonfirmasi oleh riset ilmiah. Jika
demikian halnya, maka kita tidak pernah mungkin mendeterminasi berapa valid teori tersebut
-atau secara tepat- aspek mana sajakah dari teori tersebut bersifat valid, dan aspek mana yang
tidak valid.”
Sekalipun tidak banyak riset yang secara jelas mendukung teori ini, kita tetap dapat menarik
pelajaran berharga bagi para manajer. Khususnya dapat dikatakan bahwa suatu kebutuhan yang
terpenuhi mungkin akan kehilangan potensi atau daya motivasionalnya. Oleh karena itu, sebagai
implikasi atas teori ini, para manajer dianjurkan untuk memotivasi para karyawan mereka
dengan jalan merancang program-program atau praktek-praktek yang ditujukan ke arah
pemenuhan kebutuhan-kebutuhan yang muncul atau kebutuhan-kebutuhan yang belum
terpenuhi.
BAB III
Kesimpulan
1. Salah satu teori kebuthan manusia paing banyak mendapatkan sambutan positif di bidang
manajemen dan sumber daya manusia adalah teori heararki kebutuhan di kemukakan oleh
Abraham H. Maslow
2. Setiap individu memiliki kebutuhan-kebutuhan yang tersusun heararki dari tingkat paling
mendasar pada tingkatan paling tinggi.
3. Aktualisasi diri adalah proses menjadi diri sendiri dan mengembangkan sifat-sifat dan
potensi ,potensi psikologis yang unik.
4. Aktualisasi diri akan berubah sejalan dengan perkembangan hidup seseorang. Ketika mencapai
usia tertentu (adolensi) seseorang akan mengalami pergeseran aktualisasi diri dari fisiologis ke
psikologis.