Sie sind auf Seite 1von 31

LAPORAN TUTORIAL

SKENARIO A BLOK 2

Tutor : Dra. Lusia Hayati M.Sc

KELOMPOK A5

META AULIA RAHMA 04011181722024


MAYDELIN 04011181722035
FATIHAH AZ ZAHRA 04011181722046
WIRA VERONICA 04011181722150
AYU REFORMASITA SILALAHI 04011281722064
DINDA RADETA 04011281722074
NAUFALLAH DINDA HARUMI 04011281722080
ALYA ANANDYTA CHAIRUNNISA 04011281722086
AURA KANISYA 04011281722095
RANI PERMATA 04011281722108
FADHILATUL HILDA 04011281722126
INDIRA HAZLIANA ANGGANI 04011281722128
APRILLYA PERMATA SARI 04011981722235

PENDIDIKAN DOKTER UMUM


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SRIWIJAYA
2017
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, yang telah melimpahkan rahmat, taufik, serta
hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelasaikan tugas ini tanpa ada suatu halangan apapun.

Sholawat serta salam semoga senantiasa tercurah kepada Rasulullah SAW yang kita nanti –
nantikan syafaatnya di dunia dan di akhirat.

Dalam tugas ini kami menjelaskan hasil tutorial sekario A. Adapun tujuan kami menulis tugas ini
yang utama untuk memenuhi tugas dari dosen tutor yang membimbing kami dalam tutorial blok 2
skenario A.

Kami menyadari bahwa tugas ini masih jauh dari kesempurnaan, maka kami mengharapkan kritik
dan saran yang bersifat membangun untuk tugas kami.

Kami berharap semoga tugas ini dapat bermanfaat bagi penulis khususnya dan pembaca pada
umumnya.

Palembang, 28 September 2017

Penulis

1
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.....................................................................................................
1
DAFTAR ISI...................................................................................................................
2
SKENARIO......................................................................................................................
3
I. Klarifikasi Istilah...............................................................................................
4
II. Identifikasi Masalah.........................................................................................
4
III. Analisis Masalah..............................................................................................
5
IV. Keterbatasan Ilmu Pengetahuan/Topik Pembelajaran......................................
15
V. Sintesis..........................................................................................................15
VI. Kerangka Konsep............................................................................................
29
VII. Kesimpulan/Resume......................................................................................29
Daftar Pustaka..................................................................................................................
30

2
SKENARIO A BLOK 2 2017

Seorang pengungsi, Tn. Rohingya laki-laki 30 tahun terdampar di pulau kosong. Selama
dalam pengungsian ia tidak makan dan minum selama 1 hari. Pada pagi hari berikutnya ia
merasa pusing, haus, lemas, dan bekeringat dingin. Pada siang harinya, iq detemukan oleh
seorang nelayan dan dibawa ke Rumah Sakit Umum Daerah terdekat. Dokter
melakukanpemeriksaan dengan menggunakan stetoskop dan tensimeter serta pemeriksaan
laboratorium, dinyatakan bahwa Tn. Rohingya mengalami gangguan keseimbangan cairan,
mineral, dan asam-basa. Setelah diberi air manis dan makanan, keluhan Tn. Rohingya mulai
berangsur berkurang. Setelah istirahat selama beberapa jam dan minum air putih yang cukup,
ia kelihatan lebih segar.

Hasil pemeriksaan:
Tekanan darah 100/70 mmHg, frekuensi nadi 120x/menit, frekuensi nafas 20x/menit, suhu
36,5oC.

Analisa laboratorium darah:


Na 128 mEq/L ; Cl 98,2 mEq/L ; Glucose 70 mg/dL ; Protein total 7 g/dL ; K 3 mEq/l ; HCO3- 16
mEq/l ; pCO2 arteri 32 mmHg ; Hb 14 g/dL

3
I. KLARIFIKASI ISTILAH
a. Pengungsi : Orang yang mengungsi (KBBI)
b. Terdampar : Hanyut dan tercampak ke darat (KBBI)
c. Pulau kosong : Daratan yang dikelilingi air dan tidak berpenghuni (KBBI)
d. Pengungsian : Tempat pengungsi (KBBI)
e. Pusing : Dalam keadaan keseimbangan terganggu serasa keadaan
sekitar berputar (KBBI)
f. Lemas : susah bernafas atau tidak dapat bernafas (KBBI)
g. Keringat dingin : Keluh yang menyebabkan berasa dingin pada tubuh( (KBBI)
h. Rumah Sakit : Rumah sakit yang memberi layanan pengobatan, perawatan
Umum Daerah dari berbagai penyakit yang dilengkapi dokter ahli yang
dikelola oleh daerah (KBBI)
i. Stetoskop : Alat untuk melakukan oskultasi secara langsung (Dorland)
j. Tensimeter : Alat untuk menetapkan titik transisi dengan menguur
perbandingan tekanan uap (KBBI)
k. Laboratorium : Perbuatan memeriksa di tempat tertentu yang dilengkapi
Pemeriksaan peralatan untuk mengadakan percobaan (KBBI)
l. Mineral : Zat organik yang dibutuhkan tubuh untuk metabolisme
normal (KBBI)
m. Air Manis : Air yang mengandung gula (KBBI)
n. Berangsur : Sedikit demi sedikit bertambah atau berkurang (KBBI)
o. Segar : Nyaman dan ringan (KBBI)
p. Frekuensi : Jumlah kejadian suatu proses priodik dalam suatu waktu
(Dorland)
q. Arteri : Pembuluh darah tempat darah keluar dari jantung ke bagian
tubuh, pada sistmik membawa darah yang mengandung
oksigen (Dorland)

II. IDENTIFIKASI MASALAH


NO. Masalah Prioritas
1. Tn. Rohingya, laki-laki 30 tahun, terdampar di pulau kosong serta VVVV
tidak makan dan minum selama 1 hari.
2. Pagi harinya ia merasa pusing, haus, lemas, dan berkeringat dingin. VVV
3. Dokter melakukan pemeriksaan menggunakan stetoskop dan tensi VV
meter serta pemeriksaan laboratorium, dinyatakan bahwa Tn.
Rohingya mengalami gangguan keseimbangan cairan, mineral, dan
asam-basa.
4. Setelah diberi air manis dan makanan, keluhan Tn. Rohingya mulai V
berangsur berkurang. Setelah istirahat selama beberapa jam dan
minum air putih yang cukup, ia kelihatan lebih segar.
5. Hasil pemeriksaan: VV
Tekanan darah 100/70 mmHg, frekuensi nadi 120x/menit, frekuensi
nafas 20x/menit, suhu 36,5oC.
6. Analisa laboratorium darah: VV
Na 128 meq/L ; Cl 98,2 meq/L ; Glucose 70 mg/dL ; Protein total 7
g/dL ;
K 3 meq/l ; HCo3- 16 meq/l ; PCo2 arteri 32 mmHg ; Hb 14 g/dL

4
Alasan “Tn. Rohingya, laki-laki 30 tahun, terdampar di pulau kosong serta tidak makan dan
minum selama 1 hari” menjadi prioritas adalah karena hal tersebut merupakan penyebab
utama dari semua masalah.

III. ANALISIS MASALAH


1. Tn. Rohingya, laki-laki 30 tahun, terdampar di pulau kosong serta tidak makan dan
minum selama 1 hari.
a. Apa fungsi makan dan minum bagi tubuh?
Makan:
1) Membina tubuh
2) Mengatur fungsi tubuh
3) Menggantikan sel yang rusak
4) Membangun protoplasma
5) Kalori dan energi
6) Pelindung penyakit

Minuman:
1) Mengurangi kotoran dan racun tubuh, termasuk mineral organik.
2) Membantu dalam proses pencernaan dan mengantar makanan ke jaringan-jaringan
tubuh.
3) Menetralkan atau membakar lemak dan membantu menurunkan berat badan.
4) Melancarkan cairan tubuh seperti darah dan kelenjar getah bening.
5) Mengantarkan oksigen ke sel-sel.
6) Membantu dalam perawatan otot-otot.
7) Memberikan pelumas antara sendi-sendi dan organ-organ.
8) Mengatur suhu tubuh.
9) Merawat kulit agar tetap sehat.
10) Sebagai media untuk membantu dalam pemulihan tubuh.

b. Apa akibat dari tidak makan dan minum selama 1 hari?


Bagi tubuh, air berfungsi sebagai pengatur proses biokimia, pengatur suhu, pelarut,
pembentuk atau komponen sel dan organ, media tranportasi zat gizi dan pembuangan
sisa metabolisme, pelumas sendi dan bantalan organ. Proses biokimiawi dalam tubuh
memerlukan air yang cukup. Gangguan terhadap keseimbangan air di dalam tubuh
dapat meningkatkan risiko berbagai gangguan atau penyakit, antara lain: sulit ke
belakang (konstipasi), infeksi saluran kemih, batu saluran kemih, gangguan ginjal
akut dan obesitas. Sekitar 78% berat otak adalah air.

c. Bagaimana hubungan usia 30 tahun dengan kebutuhan makan dan minum?


Secara umur, orang dewasa umur 30 tahun masih memiliki system pencernaan yang
baik, yang optimal untuk mencerna makanan, beda halnya dengan lansia 50 tahun ke
atas yang system pencernaannya sudah tidak sebaik orang dewasa, sudah susah untuk
menyerap, bahkan ada giginya yang sudah tinggal sedikit. Maka untuk orang dewasa
yang perlu diperhatikan adalah konsumsi pangan dengan gizi seimbang dan
memonitor berat badan melalui IMT
d. Berapa lama tubuh dapat menahan tidak menerima asupan makan dan minum?
Cairan atau air dapat dikatakan merupakan nutrisi yang paling penting bagi
tubuh. Tubuh dapat bertahan selama kurang lebih 3 hari tanpa asupan
makanan namun tubuh hanya mampu bertahan tidak lebih dari 1 hari tanpa
cairan

5
2. Pagi harinya ia merasa pusing, haus, lemas, dan berkeringat dingin.
a. Bagaimana mekanisme pusing?
Karena tidak makan dan minum, sehingga berdampak pada turunnya glukosa darah
dan kurangnya suplai oksigen ke otak. Hal tersebutlah yang menyebabkan timbulnya
rasa pusing.

b. Bagaimana mekanisme haus?


Rasa haus biasanya terjadi pertama kali bila osmolalitas plasma mencapai kira-kira
295 mOsm/kg. Osmoreseptor yang terletak di pusat rasa hasu di hipotalamus sensitive
terhadap perubahan osmolalitas cairan ekstrasel ini. Bila osmolalitas meningkat, sel
mengkerut dan sensasi rasa haus dialami sebagai akibat dari dehidrasi. Keadaan ini
merangsang rasa haus melalui mekanisme sebagai berikut :
1) Penurunan perfusi ginjal merangsang pelepasan renin, yang akhirnya meninbulkan
produksi angiotensin II. Angiotensin II merangsang hipotalamus untuk
melepaskan substrat neural yang bertanggung jawab untuk meneruskan sensasi
haus.
2) Osmoreseptor di hipotalamus mendeteksi peningkata tekanan osmotic dan
mengaktivasi saraf yang mengakibatkan sensasi rasa haus.
3) Rasa haus dapat ditimmulkan oleh kekeringan local dari mulut pada status
hyperosmolar, atau ini, dapat terjadi untuk menghilangkan sensasi kering yang
tidak nyama yang diakibatkan oleh penurunan saliva.

c. Bagaimana mekanisme lemas?


Tn. Rohingya laki-laki 30 tahun terdampar di pulau kosong. Selama dalam
pengungsian ia tidak makan dan minum selama 1 hari. Dengan demikian Tn.
Rohingya tidak menerima asupan makanan dan minuman selama 1 hari yang
membuat dia kekurangan energi karena seperti yang kita ketahui makan dilakukan
untuk memperoleh Karbohidat, Protein , dan Lemak. Jika tubuh tidak memiliki 3 itu

6
maka tidak ada bahan yang dapat di metabolisme menjadi energi, sehingga tubuh
menjadi kekurangan energi dan lemas.

d. Bagaimana mekanisme berkeringat dingin?


Rangsangan pada area preoptik di bagian anterior hipotalamus baik secara elektrik
atau oleh panas yang berlebihan akan menyebabkan berkeringat. Impuls dari area
yang menyebabkan keringat ini dipindahkan melalui jaras otonom ke medulla spinalis
dan kemudian melalui jaras simpatis ke kulit di seluruh tubuh.
Mekanisme Sekresi keringat:
Kelenjar keringat berbentuk tubular yang terdiri dari dua bagian: (1) bagian bergelung
di subdermis dalam yang mensekresi keringat, dan (2) bagian duktus yang berjalan
keluar melalui dermis dan epidermis kulit. Bagian sekretorik kelenjar keringat
mensekresikan cairan ang disebut sekret primer atau sekret precursor, kemudian
konsentrasi zat-zat dalam cairan tersebut dimodifikasi sewaktu cairan itu mengalir
melalui duktus.
Sekret prekusor adalah hasil sekresi aktif dari sel-sel epitel yang terletak pada bagian
gulungan dari kelenjar keringat. Serat saraf simpatis kolinergik berakhir pada atau
dekat sel-sel kelenjar yang mengeluarkan sekret tersebut.
Komposisi sekret prekusor mirip dengan yang terdapat pada plasma namun tidak
mengandung protein plasma. Konsentrasi natrium sekitar 142 mEq/liter dan klorida
sekitar 104 mEq/liter, dengan konsentrasi zat terlarut yang lebih kecil dalam plasma.
Sewaktu larutan prekusor ini mengalir melalui bagian duktus dari kelenjar, larutan ini
mengalami modifikasi melalui reabsorpsi sebagian besar ion natrium dan klorida.
Tingkat reabsorpsi ini bergantung pada kecepatan berkeringat sebagai berikut:
Apabila kelenjar keringat hanya dirangsang sedikit, cairan prekusor mengalir melalui
duktus dengan lambat. Dalam hal ini, pada dasarnya hampir semua ion natrium dan
klorida direabsorpsi, dan konsentrasi masing-masing ion ini turun menjadi 5
mEq/liter. Hal ini mengurangi tekanan osmotik cairan keringat tersebut sangat rendah
sehingga sebagian besar cairan kemudian juga direabsorpsi, yang memekatkan
sebagian besar kandugan unsur lainnya. Oleh karena itu, pada kecepatan berkeringat
yang rendah, kandungan unsur seperti urea, asam laktat, dan ion kalium biasanya
konsentrasinya sangat tinggi.
Apabila kelenjar keringat dirangsang dengan kuat oleh sistem saraf simpatis, sekret
prekusor dibentuk dalam jumlah yang banyak, dan duktus kini hanya mereabsorpsi
natrium klorida sedikit lebih dari setengahnya; konsentrasi ion-ion natrium dan
klorida kemudian biasanya meningkat sampai tingkat maksimum sekitar 50 sampai 60
mEq/liter, sedikit lebih rendah dari setengah konsentrasi dalam plasma. Lalu keringat
mengalir melalui tubulus kelenjar begitu cepatnya sehingga sedikit air yang
direabsorpsi. Oleh karena itu, konsentrasi unsur terlarut lainna dari keringat hanya
sedikit meningkat; urea menjadi sekitar dua kali dari plasma, asam laktat sekitar 4
kali, dan kalium seitar 1,2 kali.

e. Apa kemungkinan penyakit dari gejala tersebut?


Kondisi pasien mengarah pada kondisi hipotensi serta dehidrasi. Keluhan hipotensi
dapat berupa badan terasa lemas , keringat dingin. Dehidrasi ditandai dengan gejala
seperti haus dan pusing. Berdasarkan hasil pemeriksaan dokter menunjukkan bahwa
tekanan darah pasien 100/70 mmHg, sedangkan tekanan darah orang normal 120/80
mmHg. Hasil pemeriksaan laboraturium juga menunjukkan hasil dimana pasien atau
Tn. Rohngya mengalami asidosis, keadaan dimana peningkatan asam pada ph darah
pasien .

7
f. Pertolongan pertama yang harus dilakukan jika kita menemukan orang dengan gejala
tersebut?
Bantuan pertama dapat dilakukan dengan pemberian air mineral. Kemudian dibawa ke
rumah sakit terdekat untuk pemeriksaan dan penanganan selanjutnya.

3. Dokter melakukan pemeriksaan menggunakan stetoskop dan tensi meter serta


pemeriksaan laboratorium, dinyatakan bahwa Tn. Rohingya mengalami gangguan
keseimbangan cairan, mineral, dan asam-basa.
a. Apa saja yang meliputi pemeriksaan laboratorium?
1) Hematologi (umum)
Keseluruhan darah dan plasma. Dilakukan penghitungan darah dan selaput darah.
2) Kimia darah
3) Analisis Urin
a) Pemeriksaan langsung
b) Kimia
4) Tes Kehamilan
5) Pemeriksaan CSF
a) Pemeriksaan langsung
b) Kimia
6) Parasitologi
a) Pemeriksaan feses
b) Pemeriksaan darah
c) Pemeriksaan lainnya(contoh Lymfe)
7) Bakteriologi
a) Pewarnaan gram
b) Pewarnaan tahan asam
c) Pewarnaan wayson
8) Mikologi
9) Serologi

b. Bagaimana keseimbangan cairan yang normal dalam tubuh?


Cairan dalam tubuh dikatakan seimbang apabila meliputi lebih kurang 60% total
berat badan laki-laki dewasa sedangkan pada wanita dewasa, cairan tubuh yang
seimbang meliputi 50% dari total berat badan . Persentase cairan tubuh ini bervariasi
tiap individu, sesuai dengan jenis kelamin dan umur individu tersebut. Pada bayi dan
anak-anak, persentase ini relatif lebih besar dibandingkan orang dewasa dan lansia.
Keseimbangan asam-basa terkait dengan pengaturan konsentrasi ion H bebas
dalam cairan tubuh. pH rata-rata darah adalah 7,4; pH darah arteri 7,45 dan darah
vena 7,35. Jika pH <7,35 dikatakan asidosis, dan jika pH darah >7,45 dikatakan
alkalosis.
Berikut tabel keseimbangan elektolit dalam tubuh:

8
c. Apa saja yang didapat menggunakan stetoskop dan tensimeter?
Stetoskop adalah sebuah alat medis akustik untuk memeriksa suara dalam tubuh.
Digunakan untuk mendengar suara jantung dan pernapasan, bias juga digunakan
untuk mendengar intestine dan aliran darah dalam arteri
Tensimeter adalah alat untuk mengukur tekanan darah. Tensimeter ada dua jenis
yaitu tensi meter digital dan tensi meter air raksa. Dengan menggunakan tensimeter
kita dapat mengetahui nilai tekanan darah kita normal atau tidak.

d. Bagaimana mekanisme stetoskop dan tensi meter?


1) Stetoskop
Getaran yang ditangkap oleh membrane stetoskop menyebabkan tekanan udara
pada selang berubah-ubah sehingga menggetarkan partikel-partikel udara di dalamnya
yang menjadi penyebab terjadinya bunyi.Bentuk awal alat ini pertama kali adalah
tabung kayu kosong.
Suara dari tubuh pasien akan diteruskan ke dalam tabung kosong lewat 2(dua) sisi
chestpiece untuk memperjelas suara. Sisi “diaphragma” (lempengan plastik) untuk
memproduksi gelombang akustik dan sisi “bell” (mangkuk kosong) untuk
menyalurkan suara frekuensi rendah. Masalah yang sering timbul dari stetoskop
akustik adalah tingkatan suara sangat rendah membuat diagnosis relative sulit

2) Tensimeter
Udara akan dipompa ke manset sekitar 20 mmHg di atas tekanan sistolik rata-rata
(sekitar 120 mmHg untuk rata-rata). Setelah itu perlahan-lahan udara akan dilepaskan
dari manset dengan mengendorkan knop pada tensimeter sehingga menyebabkan
tekanan dalam manset akan menurun. Secara perlahan manset akan mengempes, kita
akan mengukur osilasi kecil dalam tekanan udara dari manset lengan. Tekanan sistolik
merupakan tekanan di mana denyut nadi mulai terjadi atau bisa dikatakan sebagai
batas bawah. Kami akan menggunakan MCU untuk mendeteksi titik di mana osilasi
ini terjadi dan kemudian merekam tekanan dalam manset. Kemudian tekanan dalam
manset akan menurun lebih lanjut. Tekanan diastolik akan diambil pada titik di mana
osilasi mulai menghilang.

e. Bagaimana cara menggunakan stetoskop dan tensi meter?

9
1.) Tensimeter
a) Sebelum menggunakan tensimeter, pesiapkan diri dengan posisi duduk.
Duduklah dengan lengan telanjang. Jika terdapat gulungan, pastikan gulungan
tidak ketat
b) Letakkan lengan secara bebas diatas meja, dengan posisi lengan sama tinggi
dengan jantung
c) Pasang manset tensimeter di lengan kira-kira 2.5 cm dari siku. Pastikan
manset tidak terlalu ketat
d) Beri tekanan pada manset dengan memompa atau memencet on off pada
tensimeter digital
e) Hentikan pemompaan setelah manset terasa kencang dilengan, maka tekanan
pada manset akan berkurang dan darah bisa mengalir lagi ke lengan bawah.
Pada tensimeter yang menggunakan stetoskop bunyi atau detak nadi yang
pertama kali muncul adalah tekanan sistolik dan bunyi atau detak nadi yang
terakhir kali terdengar adalah tekanan diastolik.
f) Sebelum melakukan pengukuran sekitar 30 menit, jangan melakukan aktifitas
yang terlalu berat, jangan merokok, jangan minum-minuman dan konsumsi
obat berkafein.
g) Anda perlu melakukan pengukurna 2-3 kali dengan selang minimal 2
menit,dan hitung rata-rata hasilnya
2.) Stetoskop
a) pasang earpiece pada telinga, pastikan menutup lubang telinga
b) buka diafragma stetoskop, putar penghubung tube dengan diafragma lalu ketuk
bagian diafragma apabila terdengar suara berarti diafragma sudah terbuka
c) Letakkan stetoskop dibagian arteri branchialis, agar stetoskop tidak lepas,
letakkan stetoskop dibawah manset spigmomanometer. Kemudian pompa
manset dengarkan sistol dan diastol.

f. Apa dampak dari gangguan keseimbangan cairan, mineral, dan asam basa bila tidak
ditangani?
Ketidakseimbangan volume terutama memengaruhi cairan ekstraseluler (ECF) dan
menyangkut kehilangan dan bertambahnya natrium dan air dalam jumlah yang relatif
sama,sehingga berakibat pada kekurangan atau kelebihan volume ekstraseluler(ECF).
Ketidakseimbangan osmotic terutama memengaruhi cairan intraseluler(ICF) dan
menyangkut bertambahnya atau kehilangan natrium dan air dalam jumlah yang
relative tidak seimbang.Gangguan osmotik umumnya berkaitan dengan hiponatremia
dan hipernatremia sehingga nilai natrium serum penting untuk mengenali keadaan ini.
Kadar dari kebanyakan ion didalam ruang ekstraseluler dapat berubah tanpa
disertai perubahan yang jelas dari jumlah partikel-partikel yang aktif secara osmotic
sehingga mengakibatkan perubahan komposisional.

g. Bagaimana fisiologi tubuh dalam keseimbangan asam basa?


Ginjal membantu mempertahankan keseimbangan asam basa dengan
menyesuaikan keluaran ion hidrogen (asam) dan ion bikarbonat (basa) di urine sesuai
dengan kebutuhan. Hal yang juga berperan dalam keseimbangan asam basa adalah
sistem dapar (buffer) pada cairan tubuh, yang secara kimia mengompensasi perubahan
konsentrasi ion hidrogen, dan paru, yang dapat menyesuaikan laju ekskresi CO2
penghasil ion hidrogen.
Ada 3 sistem utama yang mengatur konsentrasi ion hidrogen dalam cairan tubuh
untuk mncegah asidosis atau alkalosis.

10
1) Sistem penyangga (Buffer), yang dengan segera bergabung dengan asam atau
basa untuk mencegah perubahan konsenrasi ion hidrogen yang berlebihan. Cairan
tubuh bekerja dalam waktu yang singkat untuk meminimalkan perubahan. Sistem
penyangga tidak mengeliminasi ion-ion hidrogen dari tubuh atau menambahnya
ke dalam tubuh, tetapi hanya menjaga agar mereka tetap terikat sampai
keseimbangan kembali.
2) Pusat pernapasan, yang mengatur pembuangan CO2 (dan, oleh karena itu, H2CO3)
dari cairan ekstraselular. Sistem pernapasan bekerja unutk mengeliminasi CO2
dan oleh karena itu, H2CO3 dari tubuh.
3) Ginjal, yang dapat mengeksresikan urin asam atau urin alkalin, sehingga
menyesuaikan kembali konsentrasi ion hidrogen cairan ekstraselular menuju
normal selama asidosis atau alkalosis. Ginjal dapat mengeliminasi kelebihan
asam dan basa dari tubuh walaupun ginjal memberi respon yang lambat dari
pertahanan lainnya. Ginjal merupakan sistem pengatur asam-basa yang paling
kuat.

Sistem Penyangga Bikarbonat:


Sistem penyangga bikarbonat terdiri dari larutan air yang mengandung dua zat yaitu
asam lemah (H2CO3) dan garam bikarbonat (NaHCO3).
CO2 + H2O  H2CO3
Reaksi ini lambat dan sedikit jumlah H2CO3 yang dibentuk kcuali bila ada enzim
karbonik anhidrase. Enzim ini banyak terdapat di dinding alveoli paru, dimana CO2
dilepaskan. Karbonik anhidrase juga ditemukan di sel-sel epitel tubulus ginjal, di
mana CO2 bereaksi dengan H2O untuk membentuk H2CO3. Setelah melalui proses,
hasil akhirnya adalam kecenderungan penurunan kadar CO2 dalam darah, tetapi
penurunan CO2 dalam darah menghambat pernapasan dan penurunan laju ekspirasi
CO2. Peningkatan HCO3- yang terjadi dalam darah dikompensasi oleh peningkatan
ekskresi HCO3- ginjal.

Sistem Penyangga Fosfat:


Walaupun sistem penyangga fosfat tidak mempunyai manfaat yang besar seperti
penyangga cairan ekstraselular, sistem penyangga ini berperan penting dalam
menyangga cairan tubulus ginjal dan cairan intraselular. Elemen utama dalam sistem
penyangga fosfat adalah H2PO4- dan HPO4-. Jika asam kuat seperti HCl ditambahkan
ke dalam campuran kedua zat ini, hidrogen diterima oleh basa HPO4- dan
dikonversikan menjadi H2PO4-.
HCl + Na2HPO4  NaH2PO4 + NaCl
Hasil dari reaksi ini adalah asam kuat, HCl, digantikan oleh sejumlah asam lemah
tambahan, NaH2PO4, dan penurunan pH menjadi minimal.
Bila suatu basa kuat, seperti NaOH ditambahkan ke dalam sistem penyangga, OH-
dingga oleh H2PO4 untuk membentuk sejumlah penambahan HPO4- + H2O.
NaOH + Na2HPO4  NaH2PO4 + H2O
Dalam keadaan ini, basa kuat, NaOH, ditukar dengan basa lemah, NaH2PO4,
menyebabkan hanya sedikit saja peningkatan pH.

Pengaturan Pernapasan:
Garis pertahanan kedua terhadap asam-basa adalah pengaturan konsentrasi CO2 cairan
ekstraselular oleh paru-paru. Peningkatan PCO2 cairan ekstraselular akan menurunkan
pH, sedangkan penurunan PCO2 akan meningkatkan pH. Oleh karena itu, paru-paru
dapat secara efektif mengatur konsentrasi ion hidrogen cairan ekstraselular.

11
Peningkatan ventilasi CO2 dari cairan ekstraselular yang melalui kerja massa akan
mengurangi konsentrasi ion hidrogen. Sebaliknya, penurunan ventilasi akan
meningkatkan CO2, jadi juga akan meningkatkan konsentrasi ion hidrogen dalam
cairan ekstraselular. Selain itu, jika konsentasi CO2 meningkat, konsentrasi H2CO3
dan konsentrasi ion hidrogen juga meningkat, sehingga menurunkan pH cairan
ekstraselular.

Ginjal:
Ginjal mengontrol keseimbangan asam-basa dengan mengeluarkan urin yang asam
atau basa. Pengeluaran urin asam akan menurunkan jumlah asam dalam cairan
ekstraselular, sedangkan pengeluaran urin basa berarti menghilangkan basa dari cairan
ekstraselular.
Keseluruhan mekanismenya sebagai berikut: Sejumlah ion hidrogen disaring terus
menerus ke dalam tubulus dan bila ion bikarbonat disekresikan ke dalam urin,
keadaan ini menghilangkan basa dari darah. Sebalinya, jika banyak ion hidrogen yang
disekresikan ke dalam lumen tubulus oleh sel-sel epitel tubulus, akan menghilangkan
asam dari darah. Bila lebih banyak ion hidrogen yang disekresikan daripada ion
bikarbonat yang disaring, akan terjadi kehilangan asam dari cairan ekstraselular.
Sebaliknya, bila lebih banyak bikarbonat yang disaring daripada hidrogen yang
disekresikan, akan terjadi kehilangan basa.

4. Setelah diberi air manis dan makanan, keluhan Tn. Rohingya mulai berangsur berkurang.
Setelah istirahat selama beberapa jam dan minum air putih yang cukup, ia kelihatan lebih
segar.
1. Apasaja kandunga air manis?
Gula Pasir mengandung energi sebesar 364 kilokalori, karbohidrat 94 gram, kalsium 5
miligram, fosfor 1 miligram.
2. Apa fungsi kandungan dari air manis?
Energi yang terkandung pada gula akan digunakan tubuh sebagai tenaga

5. Hasil pemeriksaan:
Tekanan darah 100/70 mmHg, frekuensi nadi 120x/menit, frekuensi nafas 20x/menit,
suhu 36,5oC.
a. Bagaimana tekanan darah, frekuensi nadi, frekuensi nafas, dan suhu normal untuk
usia 30 tahun?
1) Tekanan darah normal: 120/80 mmHg

12
2) Garis batas tekanan darah adalah 150/90 mmHg. Di atas garis batas tersebut
dinyatakan hipertensi.
3) Denyut jantung normal (istirahat): 60-100 denyut/menit.
4) Umumnya, nadi akan meningkat 20 denyutan setiap menitnya untuk setiap
kenaikan suhu satu derajat (oC). Para olahragawan biasanya mempunyai denyut
yang rendah, teteapi bila kurang dari 60 denyut per menit dianggap kurang normal
(=bradycardia). Frekuensi denyut jantung yang menetap melebihi 100 denyut per
menit biasa dianggap tidak normal, dinamakan takikardia (= tachycardia). Denyut
nadi bisa menjadi cepat karena macam-macam sebab, tetapi jarang sekali ada
penyebab yang bisa menurunkan denyut jantung. Ketegangan emosi, kelelahan,
kurang tidur, dan sebab lain dapat mempercepat denyut nadi sehingga harus
berhati-hati mengatakan denyut nadi yang cepat sebagai keadaan yang tidak
normal.
5) Frekuensi nafas normal orang dewasa: 12-20 nafas/menit
6) Frekuensi nafas diukut sambil meraba radial pulse pasian sehingga pasien tidak
sadar bahwa pasian sedang diobservasi.
7) Suhu normal orang dewasa adalah 36.5oC-37,2 oC

6. Analisa laboratorium darah:


Na 128 mEq/L ; Cl 98,2 meq/L ; Glucose 70 mg/dL ; Protein total 7 g/dL ; K 3 meq/l ;
HCo3- 16 meq/l ; PCo2 arteri 32 mmHg ; Hb 14 g/Dl
a. Bagaimana interpretasi dari hasil pemeriksaan tersebut?
1) Na+ 128 meq/L
Nilai normal : 135 – 144 mEq/L SI unit : 135 – 144 mmol/L
Kadar Na+ pada Tn. Rohingya termasuk dalam kondisi hipovolemia (kekurangan
cairan tubuh) kondisi ini dapat menyebabkan Hipernatremia. Faktor yang
mempengaruhi adalah faktor dehidrasi, aldosteronism, diabetes insipidus dan
diuretik osmotik. Umumnya, rasa haus pada hipernatremia merupakan mekanisme
pertahanan utama untuk mencegah hipertonisitas. Oleh karena itu, hipernatremia
terutama terjadi pada pasien yang tidak dapat asupan cairan secara adekuat
(seperti pada pasien yang hilang kesadaran dan bayi).

2) Cl 98,2 meq/L
Clorida (Cl-)
Nilai normal : 97 - 106 mEq/L SI unit : 97 - 106 mmol/L
Walau rendah kadar Clorida Tn. Rohingya, tetapi itu masih di rentang kadar
normal.

3) Glukosa 70mg/l
Nilai normal: 70 - 100 mg/dL
Pada umunya glukosa darah di periksa melalui darah kapiler. Kadar glukosa Tn.
Rohingya agak rendah tetapi masih tergolong normal.

4) K+ 3 meq/l
Nilai normal: 3,6 – 4,8 mEq/L SI unit :3,6 – 4,8 mmol/L
Kadar K+ pada Tn. Rohingya termasuk dalam kondisi Hipokalemia, Hipokalemia
adalah konsentrasi kalium dalam serum darah kurang dari 3,5 mmol/L. Jika dari
beberapa tes ditemukan kecenderungan Pedoman Interpretasi Data Klinik | 31
rendahnya konsentrasi kalium (contoh: 0,1-0,2 mmol/L/hari) akan lebih
mengkhawatirkan dibandingkan dengan nilai yang rendah pada satu pengukuran.

13
Kondisi hipokalemia akan lebih berat pada diare, muntah, luka bakar parah,
aldosteron primer, asidosis tubular ginjal, diuretik, steroid, cisplatin, tikarsilin,
stres yang kronik, penyakit hati dengan asites, terapi amfoterisin.

5) HCO3- 16 meq/l
Nilai normal : 21-28 mEq/L
Kadar HCo3- pada Tn. Rohingya termasuk dalam kondisi di bawah rentang
normal. Sistem buffer bikarbonat terdiri atas asam karbonat (H2CO3) dan
bikarbonat (HCO3). Secara kuantitatif, sistem buffer ini merupakan sistem buffer
utama dalam cairan ektraseluler.
Digambarkan dalam hubungan sebagai berikut :
Total CO2 mengandung : asam karbonat + bikarbonat

6) pCO2 arteri 32 mmHg


Nilai normal : 35-45 mmHg SI : 4,7-6,0 kPa
PaCO2 menggambarkan tekanan yang dihasilkan oleh CO2 yang terlarut dalam
plasma. Dapat digunakan untuk menentukan efektifi tas ventilasi alveolar dan
keadaan asam-basa dalam darah. Pedoman Interpretasi Data Klinik. Penurunan
nilai PaCO2 dapat terjadi pada hipoksia, anxiety/nervousness dan emboli paru.

7) Hb 14 g/Dl
Nilai normal : 13 - 18 g/Dl SI unit : 8,1 - 11,2 mmol/L
Tn. Rohingya laki-laki 30 tahun termasuk ke dalam golongan laki laki dewasa,
kadar Hb pada darah Tn. Rohingya termasuk dalam rentang normal.

b. Bagaimana analisa laboratorium darah normal untuk usia 30 tahun?


1) Natrium (Na+) : 135 – 144 mEq/L SI unit : 135 – 144 mmol/L
-
2) Clorida (Cl ) : 97 - 106 mEq/L SI unit : 97 - 106 mmol/L
3) Glukosa : 70 - 100 mg/dL
4) Kalium (K+) : 3,6 – 4,8 mEq/L SI unit :3,6 – 4,8 mmol/L
5) HCO3- : 21-28 mEq/L
6) pCO2 arteri : 35-45 mmHg SI : 4,7-6,0 kPa
7) Hb 14 g/dL : 13 - 18 g/Dl SI unit : 8,1 - 11,2 mmol/L

IV. KETERBATASAN ILMU PENGETAHUAN/TOPIK PEMBELAJARAN

What I Dont What I Must


NO. Learning Issue What I Know How I Iearn
Know Prove
Metode a) Fungsi a) Kelebihan a) Rumus
Henderson- b) Kekurangan b) Penghitungan
Hasselbalch pH dengan
1.
metode
Henderson
a) Textbook
Hasselbalch
b) Journal
Metode Fenci a) Fungsi a) Kelebihan a) Rumus
Stewart b) Kekurangan b) Penghitungan
2. pH dengan
metode Fenci
Steward

14
Keseimbangan a) Definisi a) Mekanisme a) Fungsi
Elektrolit elektrolit mempertaha elektrolit
3. nkan
keseimbanga
n elektrolit
Reaksi a) Definisi a) Mekanisme a) Perhitungan
4. Keseimbangan asam basa b) Penyebab pH
Asam Basa c) Akibat
Keisotonisan a) Isotonis a) Mekanisme a) Ukuran
Cairan Tubuh b) Hipotonis osmolaritas keisotonisan
5. c) Hipertonis b) Akibat sel tubuh
perbedaan
osmolaritas

V. Sintesis
1. Metode Henderson-Hasselbalch
Pengaturan kadar ion hidrogen/H+ (pH) cairan tubuh merupakan sudut pandang
terpenting terkait keseimbangan asam- basa tubuh, karena setiap perubahan pH dapat
menyebabkan gangguan metabolisme dan fungsi organ. Kadar ion H+ yang normal (pH darah
7,35–7,45) dipertahankan secara ketat oleh mekanisme keseimbangan asam basa tubuh,
sehingga fungsi sel berlangsung terbaik. Beberapa keadaan berpenyakit dapat menyebabkan
gangguan keseimbangan asam basa tubuh.
Persamaan Henderson-Hasselbalch yang berdasarkan reaksi hidrasi karbondioksida
(CO2 + H2O ↔ H2CO3 ↔ HCO3 – + H+), merupakan cara konvensional, yang
menggambarkan hubungan sederhana antara pH darah, tekanan sebagian CO2 (pCO2), dan
kadar ion bikarbonat plasma (HCO3 –): pH = 6,1 + log [HCO3 –]/0,03 × pCO2.
Persamaan Henderson-Hasselbalch, yang secara matematis menggambarkan
karakteristik disosiasi asam lemah (pKa) dan basa (pKb) dan pengaruhnya terhadap pH:
a. Uraikan ion HA
HA↔H+ + 𝐴−
b. Bentuk konstanta keseimbangan untuk disosiasi
[𝐻 + ][A− ]
Ka=
[𝐻𝐴]

c. Kalikan silang
[H+ ][𝐴− ] = Ka[HA]
d. Bagi kedua sisi dengan [𝐴− ]
Ka[HA]
[H+ ] =
[A− ]
e. Lakukan logaritma pada kedua sisi
[HA] [𝐻𝐴]
log[𝐻 + ] = log (Ka ) = log Ka+log
[𝐴− ] [𝐴− ]
f. Kalikan dengan -1
[𝐻𝐴]
-log[𝐻 + ] = −log Ka - log
[𝐴− ]
+
g. Ganti –log [H ] dan –log Ka masing-masing dengan pH dan pKa, maka:

15
h. Inversi suku yang terakhir menghilangkan tanda minus dan menghasilkan
persamaan Hendersen-Hasselbalch

Penamaan Henderson-Hasselbalch memiliki nilai prediktif yang tinggi untuk


keseimbangan protonik :
a. Jika suatu asam tepat mengalami netralisasi separuhnya, [A] = [HA]
[𝐴− ] 1
pH=pKa+log = pKa+log = pKa+0
[𝐻𝐴] 1
karena ini, pada netralisasi separuh, pH=pKa
b. Jika rasio [A]/[HA]=100:1
[𝐴− ]
pH=pKa+log
[𝐻𝐴]
pH=pKa+log 100/1=pKa+2
c. Jika rasio [A]/[HA]=1:10
pH=pKa+log1/10=pKa+(-1)
(Biokimia Harper 27th Edition)

Cairanintraselulerdanekstraselulerdariorganismemultiselulermemiliki pH yang
hampirkonstan.Pertahananterhadapperubahan pH adalahsistem buffer.Terdapat 2
buffer biologispentingyaitufosfatdanbikarbonat. Buffer fosfatberada di
setiapsitoplasma sel. Terdiridari H4PO2- sebagaipendonor proton dan HPO42-
sebagaiakseptor proton.
𝐻4 𝑃𝑂4− ⇌ 𝐻 + + 𝐻𝑃𝑂42−
Sistem buffer fosfat bekerja paling efektif pada pH mendekati pKa 6,86 dan
cenderung menolak perubahan pH antara 5,9-7,9. pH pad acairan ekstraseluler adalah
6,9-7,4.
Buffer bikarbonat berkerja menjaga kestabilan pH darah. Sistem buffer bikarbonat
terdiri dari asam carbonat (H2CO3) sebagai donor proton dan bikarbonat (HCO2)
sebagai akseptor proton.

H2CO3 terbentukdari CO2 yang terlarutdalam air dalam reaksi reversible.

Sistem buffer bikarbonat (pKa= 3,57 pada 37oC) berkerja efektif pada pH
mendekati 7,4

16
Untuk menghitung pH darahdapatdigunakanrumus:

dimana 6,1 adalah pKa dari seluruh reaksi, pCO2 ditulis dalam kilopascal (kPa,
biasanya 4,6 – 6,7 kPa), dan 0,33 adalah koefisien corresponding solubility CO2dalam
air.
Interpretasi Metode Henderson-Hasselbalch dalam skenario :
[HCO3 ]
pH=pKa+log
0,03 × pCO2
16
pH=6,1+log
0,03 × 22
pH=6,1+log 16,67
pH=6,1+1,22=7,32 (pH yang ditunjukkan kurang dari batas pH normal
yaitu 7,35-7,45 sehingga bersifat asam dan dapat disimpulkan mengalami kekurangan
cairan tubuh)

2. Metode Fenci Stewart


Untuk mengetahui kadar ion hidrogen dari cairan ekstrasel dapat dilakukan dengan
cara kuantitatif, yaitu dengan menghitung semua komponen yang mengisi cairan ekstrasel
melalui reaksi keseimbangan kimiawi masing-masing komponen dan menerapkan kaidah-
kaidah kimiafisik, yaitu: hukum kenetralan listrik (electrical neutrality), reaksi keseimbangan
disosiasi (dissociation equilibria) dan hukum konservasi masa (mass conservation).
Pendekatan kuantitatif ini disebut pendekatan Stewart (1981) atau pendekatan “modern”.
Ada tiga faktor determinan yang menentukan konsentrasi ion hidrogen dalam cairan tubuh
yaitu PaCO2, SID, dan asam lemah total (ATOT,terutama protein), ketiga determinan itu
disebut faktor independen, sedangkan ion hidrogen, ion bikarbonat dan ion asam lemah
lainnya merupakan faktor dependen.
SID mempunyai pengaruh elektrokimiawi yang besar terhadap disosiasi molekul air
yaitu untuk mempertahankan larutan dalam keadaan netral (elektronetralitas). Bila nilai SID
melebar (lebih positif) akan menyebabkan penurunan kadar ion hidrogen (kation lemah) akan
terjadi alkalosis (pH meningkat), demikian sebaliknya). Dalam keadaan normal nilai SID
berkisar antara 30 – 40 mEq/L. Sebenarnya dalam cairan tubuh SID tersebut adalah jumlah
karbondioksida (dalam hal ini HCO3-) dan ion asam lemah (protein, fosfat) serta ion hidroksil
dalam jumlah yang sangat kecil (Gambar 3). Bila kadar protein dan fosfat normal
penyimpangan
nilai SID dari normal ( SID) menggambarkan SBE. Konsep analisis SID adalah
sama dengan konsep BB dari Singer dan Hasting .

17
Sebagaimana telah diuraikan di atas tentang cara analisis hasil pemeriksaan asam-basa.
Secara cepat gangguan keseimbangan asam-basa dapat diketahui bila:

a. pH darah arteri tidak normal (pH: 7,35-7,45), pH<7,35 asidemia, pH>7,45 alkalemia.
b. PaCO2 tidak normal (35-45mmHg).
c. Konsentrasi bikarbonat tidak normal (22-26mEq/L).
d. SBE antara 3 dan -3.

Berat ringan gangguan keseimbangan asam-basa berdasarkan nilai PaCO2 dan SBE.

Kelainan Derajat PCO2 (mmHg) SBE (mEq/L)


Alkalosis Sangat berat <18 <13
Berat 18-25 13-9
Sedang 25-30 9-6
Ringan 30-34 6-4
Minimal 34-37 4-2
Normal Normal 37-43 2 s/d -2
Asidosis Minimal 43-46 -2 s/d -4
Ringan 46-50 -4 s/d -6
Sedang 50-55 -6 s/d -9
Berat 55-62 -9 s/d -13
Sangat berat >62 <-13

Menurut Fencl-Steward :
SID=Na+CL-=128-98,2=29,8MEQ/ L (ASIDOSIS)
Dimana SID normal = 30-40 meq/L(Setara Ph 7,4)
SID <30 ADIOSIS SID>40 ALKALOSIS

3. Keseimbangan Elektrolit
Cairan tubuh terdiri dari air dan elektrolit. Elektrolit adalah senyawa dalam larutan yang
berdisosiasi menjadi partikel yang bermuatan positif dan negatif, di dalam tubuh elektrolit
mempengaruhi proses metabolisme. Pemeliharaan tekanan osmotik dan distribusi beberapa
kompartemen cairan tubuh manusia adalah fungsi utama keempat elektrolit mayor, yakni natrium
(Na+), kalium (K+), klorida (Cl-), dan bikarbonat (HCO3-).

1. Fisiologi Natrium
Natrium adalah kation terbanyak dalam cairan ekstrasel, jumlahnya bisa mencapai 60 mEq
perkilogram berat badan dan sebagian kecil (sekitar 10-14 mEq/L) berada dalam cairan intrasel4,8.
Lebih dari 90% tekanan osmotik di cairan ekstrasel ditentukan oleh garam yang mengandung natrium,
khususnya dalam bentuk natrium klorida (NaCl) dan natrium bikarbonat (NaHCO3).
Jumlah natrium dalam tubuh merupakan gambaran keseimbangan antara natrium yang masuk
dan natrium yang dikeluarkan. Pemasukan natrium yang berasal dari diet melalui epitel mukosa
saluran
cerna dengan proses difusi dan pengeluarannya melalui ginjal atau saluran cerna atau keringat di
kulit. Pemasukan dan pengeluaran natrium perhari mencapai 48-144 mEq. Ekskresi natrium terutama
dilakukan oleh ginjal. Pengaturan eksresi ini dilakukan untuk mempertahankan homeostasis natrium,
yang sangat diperlukan untuk mempertahankan volume cairan tubuh

2. Fisiologi Kalium

18
Sekitar 98% jumlah kalium dalam tubuh berada di dalam cairan intrasel. Konsentrasi kalium
intrasel sekitar 145 mEq/L dan konsentrasi kalium ekstrasel 4-5 mEq/L (sekitar 2%). Jumlah
konsentrasi kalium pada orang dewasa berkisar 50-60 per kilogram berat badan (3000-4000 mEq).
Pemasukan kalium melalui saluran cerna tergantung dari jumlah dan jenis makanan.
Orang dewasa pada keadaan normal mengonsumsi 60-100 mEq kalium perhari (hampir sama
dengan konsumsi natrium). Kalium difiltrasi di glomerulus, sebagian besar (70- 80%) direabsorpsi
secara aktif maupun pasif di tubulus proksimal dan direabsorpsi bersama dengan natrium dan klorida
di lengkung henle. Kalium dikeluarkan dari tubuh melalui traktus gastrointestinal kurang dari 5%,
kulit dan urine mencapai 90%.

3. Fisiologi Klorida
Klorida merupakan anion utama dalam cairan ekstrasel. Jumlah klorida pada orang dewasa
normal
sekitar 30 mEq per kilogram berat badan. Sekitar 88% klorida berada dalam cairan ekstraseluler dan
12% dalam cairan intrasel. Konsentrasi klorida pada bayi lebih tinggi dibandingkan pada anak-anak
dan
dewasa.
Jumlah klorida dalam tubuh ditentukan oleh keseimbangan antara klorida yang masuk dan yang
keluar. Klorida yang masuk tergantung dari jumlah dan jenis makanan. Kandungan klorida dalam
makanan sama dengan natrium. Orang dewasa pada keadaan normal rerata mengkonsumsi 50-200
mEq klorida per hari, dan ekskresi klorida bersama feses sekitar 1-2 mEq perhari.
Pengaturan keseimbangan cairan perlu memperhatikan 2 (dua) parameter penting, yaitu: volume
cairan ekstrasel dan osmolaritas cairan ekstrasel. Ginjal mengontrol volume cairan ekstrasel dengan
mempertahankan keseimbangan garam dan mengontrol osmolaritas cairan ekstrasel dengan
mempertahankan keseimbangan cairan. Ginjal mempertahankan keseimbangan ini dengan mengatur
keluaran garam dan air dalam urin sesuai kebutuhan untuk mengkompensasi asupan dan kehilangan
abnormal dari air dan garam tersebut.
1. Pengaturan volume cairan ekstrasel
Penurunan volume cairan ekstrasel menyebabkan penurunan tekanan darah arteri dengan menurunkan
volume plasma dan juga sebaliknya. Pengontrolan volume cairan ekstrasel penting untuk pengaturan
tekanan darah jangka panjang. Pengaturan volume cairan ekstrasel dapat dilakukan dengan cara
sebagai berikut:
a. Mempertahankan keseimbangan asupan dan keluaran (intake & output) air
Untuk mempertahankan volume cairan tubuh kurang lebih tetap, maka harus ada
keseimbangan antara air yang ke luar dan yang masuk ke dalam tubuh. Hal ini terjadi
karena adanya pertukaran cairan antar kompartmen dan antara tubuh dengan lingkungan luarnya.
Water turnover dibagi dalam:
1. External fluid exchange, pertukaran antara tubuh dengan lingkungan luar.

2. Internal fluid exchange, pertukaran cairan antar berbagai kompartmen, seperti proses filtrasi dan
reabsorpsi di kapiler ginjal.
b. Memperhatikan keseimbangan garam
Seperti halnya keseimbangan air, keseimbangan garam juga perlu dipertahankan

19
sehingga asupan garam sama dengan keluarannya. Kelebihan garam yang dikonsumsi harus
diekskresikan dalam urin untuk mempertahankan keseimbangan garam.
Ginjal mengontrol jumlah garam yang diekskresi dengan cara:
1. Mengontrol jumlah garam (natrium) yang difiltrasi dengan pengaturan Laju Filtrasi
Glomerulus (LFG)/ Glomerulus Filtration Rate(GFR).
2. Mengontrol jumlah yang direabsorbsi di tubulus ginjal
Jumlah Na+ yang direabsorbsi juga bergantung pada sistem yang berperan mengontrol
tekanan darah. Sistem Renin-Angiotensin-Aldosteron mengatur reabsorbsi Na+ dan
retensi Na+ di tubulus distal dan collecting. Retensi Na+ meningkatkan retensi air
sehingga meningkatkan volume plasma dan menyebabkan peningkatan tekanan darah
arteri .
Selain sistem renin-angiotensin-aldosteron, Atrial Natriuretic Peptide (ANP) atau hormon
atriopeptin menurunkan reabsorpsi natrium dan air. Hormon ini disekresi oleh sel atrium jantung jika
mengalami distensi akibat peningkatan volume plasma.
Penurunan reabsorpsi natrium dan air di tubulus ginjal meningkatkan eksresi urin
sehingga mengembalikan volume darah kembali normal.

2. Pengaturan osmolaritas cairan ekstrasel


Osmolaritas cairan adalah ukuran konsentrasi partikel solut (zat terlarut) dalam suatu
larutan. Semakin tinggi osmolaritas, semakin tinggi konsentrasi solid atau semakin
rendah konsentrasi air dalam larutan tersebut. Air akan berpindah dengan cara osmosis dari area yang
konsentrasi air lebih tinggi ke area yang konsentrasi air lebih rendah. Osmosis hanya terjadi jika
terjadi perbedaan konsentrasi solid yang tidak dapat menembus membran plasma di intrasel dan
ekstrasel.
Pengaturan osmolaritas cairan ekstrasel oleh tubuh dilakukan melalui:
a. Perubahan osmolaritas di nefron
Di sepanjang tubulus yang membentuk nefron ginjal, terjadi perubahan osmolaritas
yang pada akhirnya akan membentuk urin yang sesuai dengan keadaan cairan tubuh
secara keseluruhan di duktus koligen. Dinding tubulus ansa Henle pars desending sangat permeable
terhadap air, sehingga di bagian ini terjadi reabsorpsi cairan ke kapiler peritubular atau vasa recta. Hal
ini menyebabkan cairan di dalam lumen tubulus menjadi hiperosmotik.
Dinding tubulus ansa henle pars asenden tidak permeable terhadap air dan secara aktif
memindahkan NaCl keluar tubulus. Hal ini menyebabkan reabsorpsi garam tanpa
osmosis air. Sehingga cairan yang sampai ke tubulus distal dan duktus koligen menjadi hipoosmotik.
Permeabilitas dinding tubulus distal dan duktus koligen bervariasi bergantung pada ada tidaknya
vasopresin (ADH). Sehingga urin yang dibentuk di duktus koligen dan akhirnya di keluarkan ke
pelvis ginjal dan ureter juga bergantung pada ada tidaknya vasopresin/ ADH.
b. Mekanisme haus dan peranan vasopresin (anti diuretic hormone/ ADH)
Peningkatan osmolaritas cairan ekstrasel (> 280 mOsm) akan merangsang osmoreseptor di
hipothalamus. Rangsangan ini akan dihantarkan ke neuron hipothalamus yang menyintesis
vasopressin. Vasopresin akan dilepaskan oleh hipofisis posterior ke dalam darah dan akan berikatan
dengan reseptornya di duktus koligen. Ikatan vasopressin dengan resptornya di duktus koligen
memicu terbentuknya aquaporin, yaitu kanal air di membrane bagian apeks duktus koligen.
Pembentukan aquaporin ini memungkinkan terjadinya reabsorbsi cairan ke vasa recta. Hal ini
menyebabkan urin yang terbentuk di duktus koligen menjadi sedikit dan hiperosmotik atau pekat,
sehingga cairan di dalam tubuh tetap dapat dipertahankan.
Selain itu, rangsangan pada osmoreseptor di hypothalamus akibat peningkatan
osmolaritas cairan ekstrasel juga akan dihantarkan ke pusat haus di hypothalamus
sehingga terbentuk perilaku untuk mengatasi haus, dan cairan di dalam tubuh kembali
normal.
Pengaturan Neuroendokrin dalam Keseimbangan Cairan dan Elektrolit
Pengaturan keseimbangan cairan dan elektrolit diperankan oleh
sistem saraf dan sistem endokrin. Sistem saraf mendapat informasi adanya perubahan
keseimbangan cairan dan elektrolit melalui baroreseptor di arkus aorta dan sinus karotiikus,
osmoreseptor di hipothalamus, dan volumereseptor atau reseptor regang di atrium. Sedangkan dalam

20
sistem endokrin, hormon-hormon yang berperan saat tubuh mengalami kekurangan cairan adalah
Angiotensin II, Aldosteron, dan Vasopresin/ ADH dengan meningkatkan reabsorpsi natrium dan air.
Sementara, jika terjadi peningkatan volume cairan tubuh, maka hormone atripeptin (ANP) akan
meningkatkan ekskresi volume natrium dan air . Perubahan volume dan osmolaritas cairan dapat
terjadi pada beberapa keadaan. Faktor-faktor lain yang mempengaruhi keseimbangan cairan dan
elektrolit diantaranya ialah umur, suhu lingkungan, diet, stress, dan penyakit.

4. Reaksi keseimbangan Asam Basa


a. Asam dan Basa
Ion hidrogen adalah proton tunggal bebas yang dilepaskan dari atom hidrogen.
Molekul yang mengandung atom-atom hidrogen yang dapat melepaskan ion-ion
hidrogen dalam larutan dikenal sebagai asam. Contohnya asam hidroklorida (HCl),
asam karbonat (H2CO3), dan sebagainya.
Basa adalah ion atau molekul yang dapat menerima ion hidrogen. Contohnya
ion bikarbonat (HCO3-). Adalah suatu basa karena dapat bergabung dengan satu ion
hidrogen membentuk H2CO3-.
Asam kuat adalah asam yang berdisosiasi dengan cepat dan terutama
melepaskan sejumlah besar ion H+ dalam larutan, contohnya HCl. Sedangkan asam
lemah mempunyai lebih sedikit kecenderungan untuk mendisosiasikan ion-ionnya dan
oleh karena itu, kurang kuat melepaskan H+, contohnya H2CO3.
Basa kuat adalah basa yang bereaksi secara cepat dan kuat dengan H+ dan oleh
karena itu dengan cepat menghilangkannya dari larutan, contoh khasnya OH- yang
bereaksi dengan H+ untuk membentuk H2O. Sedangkan basa lemah yang khas adalah
HCO3- karena HCO3- berikatan dengan H+ secara jauh lebih lemah daripada OH-.
Kebanyakan asam dan basa dalam cairan ekstraselular yang berhubungan dengan
pengaturan asam-basa normal adalah asam dan basa lemah.

b. Konsentrasi Ion Hidrogen dan pH Cairan Tubuh Normal


Nilai pH normal darah arteri adalah 7,4 sedangkan pH darah vena dan cairan
interstisial sekitar 7,35 akibat jumlah ekstra karbon dioksida yang dibebaskan dari
jaringan untuk membentuk H2CO3 dalam cairan-cairan. Karena pH normal darah
arteri adalah 7,4, seseorang akan diperkirakan mengalami asidosis saat pH turun di
bawah nilai ini dan mengalami alkalosis saat pH meningkat di atas 7,4. Batas rendah
pH di mana seseorang dapat hidup lebih dari beberapa jam adalah sekitar 6,8 dan
batas atas adalah sekitar 8,0.
pH intraselular biasanya sedikit lebih rendah daripada pH plasma karena
metabolisme sel menghasilkan asam, terutama H2CO3. Bergantung pada jenis sel, pH
cairan intraselular diperkirakan berkisar antara 6,0 dan 7,4. Hipoksia jaringan dan
aliran darah yang buruh ke jaringan dapat menyebabkan pengumpulan asam dan oleh
karena itu, dapat menurunkan pH intraselular. pH urin dapat berkisar dari 4,5 sampai
8,0, bergantung pada status asam-basa cairan ekstraselular.

c. Pertahanan terhadap Perubahan Konsentrasi Ion Hidrogen


Ada 3 sistem utama yang mengatur konsentrasi ion hidrogen dalam cairan tubuh
untuk mncegah asidosis atau alkalosis.
4) Sistem penyangga (Buffer), yang dengan segera bergabung dengan asam atau basa
untuk mencegah perubahan konsenrasi ion hidrogen yang berlebihan. Cairan
tubuh bekerja dalam waktu yang singkat untuk meminimalkan perubahan. Sistem
penyangga tidak mengeliminasi ion-ion hidrogen dari tubuh atau menambahnya
ke dalam tubuh, tetapi hanya menjaga agar mereka tetap terikat sampai
keseimbangan kembali.

21
5) Pusat pernapasan, yang mengatur pembuangan CO2 (dan, oleh karena itu, H2CO3)
dari cairan ekstraselular. Sistem pernapasan bekerja unutk mengeliminasi CO2 dan
oleh karena itu, H2CO3 dari tubuh.
6) Ginjal, yang dapat mengeksresikan urin asam atau urin alkalin, sehingga
menyesuaikan kembali konsentrasi ion hidrogen cairan ekstraselular menuju
normal selama asidosis atau alkalosis. Ginjal dapat mengeliminasi kelebihan asam
dan basa dari tubuh walaupun ginjal memberi respon yang lambat dari pertahanan
lainnya. Ginjal merupakan sistem pengatur asam-basa yang paling kuat.

Sistem Penyangga Bikarbonat:


Sistem penyangga bikarbonat terdiri dari larutan air yang mengandung dua zat
yaitu asam lemah (H2CO3) dan garam bikarbonat (NaHCO3).
CO2 + H2O  H2CO3
Reaksi ini lambat dan sedikit jumlah H2CO3 yang dibentuk kcuali bila ada
enzim karbonik anhidrase. Enzim ini banyak terdapat di dinding alveoli paru, dimana
CO2 dilepaskan. Karbonik anhidrase juga ditemukan di sel-sel epitel tubulus ginjal, di
mana CO2 bereaksi dengan H2O untuk membentuk H2CO3. Setelah melalui proses,
hasil akhirnya adalam kecenderungan penurunan kadar CO2 dalam darah, tetapi
penurunan CO2 dalam darah menghambat pernapasan dan penurunan laju ekspirasi
CO2. Peningkatan HCO3- yang terjadi dalam darah dikompensasi oleh peningkatan
ekskresi HCO3- ginjal.

Sistem Penyangga Fosfat:


Walaupun sistem penyangga fosfat tidak mempunyai manfaat yang besar
seperti penyangga cairan ekstraselular, sistem penyangga ini berperan penting dalam
menyangga cairan tubulus ginjal dan cairan intraselular. Elemen utama dalam sistem
penyangga fosfat adalah H2PO4- dan HPO4-. Jika asam kuat seperti HCl ditambahkan
ke dalam campuran kedua zat ini, hidrogen diterima oleh basa HPO4- dan
dikonversikan menjadi H2PO4-.
HCl + Na2HPO4  NaH2PO4 + NaCl
Hasil dari reaksi ini adalah asam kuat, HCl, digantikan oleh sejumlah asam lemah
tambahan, NaH2PO4, dan penurunan pH menjadi minimal.
Bila suatu basa kuat, seperti NaOH ditambahkan ke dalam sistem penyangga,
OH- dingga oleh H2PO4 untuk membentuk sejumlah penambahan HPO4- + H2O.
NaOH + Na2HPO4  NaH2PO4 + H2O
Dalam keadaan ini, basa kuat, NaOH, ditukar dengan basa lemah, NaH2PO4,
menyebabkan hanya sedikit saja peningkatan pH.

Pengaturan Pernapasan:
Garis pertahanan kedua terhadap asam-basa adalah pengaturan konsentrasi
CO2 cairan ekstraselular oleh paru-paru. Peningkatan PCO2 cairan ekstraselular akan
menurunkan pH, sedangkan penurunan PCO2 akan meningkatkan pH. Oleh karena
itu, paru-paru dapat secara efektif mengatur konsentrasi ion hidrogen cairan
ekstraselular. Peningkatan ventilasi CO2 dari cairan ekstraselular yang melalui kerja
massa akan mengurangi konsentrasi ion hidrogen. Sebaliknya, penurunan ventilasi
akan meningkatkan CO2, jadi juga akan meningkatkan konsentrasi ion hidrogen
dalam cairan ekstraselular. Selain itu, jika konsentasi CO2 meningkat, konsentrasi
H2CO3 dan konsentrasi ion hidrogen juga meningkat, sehingga menurunkan pH cairan
ekstraselular.

22
CO2 dibentuk secara terus menerus dalam tubuh melalui proses metabolisme
intraselular. Setelah dibentuk, CO2 berdifusi dari sel masuk ke dalam cairan
interstisial dan darah, dan aliran darah mentranspor CO2 ke paru-paru, tempat CO2
berdifusi ke dalam alveoli dan kemudian ditransfer ke atmosfir melalui ventilasi paru-
paru. Rata-rata normal sekitar 1,2 mol/liter CO2 yang terlarut di dalam cairan
ekstraselular. Bila kecepatan pembentukan CO2 metabolik meningkat, PCO2 cairan
ekstraselular juga meningkat, dan sebaliknya. Bila kecepatan ventilasi paru
ditingkatkan, CO2 dihembus keluar dari paru-paru dan PCO2 dalam cairan
ekstraselular menurun. Oleh karena itu, perubahan ventilasi paru atau kecepatan
pembentukan CO2 oleh jaringan dapat mengubah PCO2 cairan ekstraselular.

Ginjal:
Ginjal mengontrol keseimbangan asam-basa dengan mengeluarkan urin yang
asam atau basa. Pengeluaran urin asam akan menurunkan jumlah asam dalam cairan
ekstraselular, sedangkan pengeluaran urin basa berarti menghilangkan basa dari cairan
ekstraselular.
Keseluruhan mekanismenya sebagai berikut: Sejumlah ion hidrogen disaring
terus menerus ke dalam tubulus dan bila ion bikarbonat disekresikan ke dalam urin,
keadaan ini menghilangkan basa dari darah. Sebalinya, jika banyak ion hidrogen yang
disekresikan ke dalam lumen tubulus oleh sel-sel epitel tubulus, akan menghilangkan
asam dari darah. Bila lebih banyak ion hidrogen yang disekresikan daripada ion
bikarbonat yang disaring, akan terjadi kehilangan asam dari cairan ekstraselular.
Sebaliknya, bila lebih banyak bikarbonat yang disaring daripada hidrogen yang
disekresikan, akan terjadi kehilangan basa.

d. Analisis Gas Darah


Gas darah arteri memungkinkan utnuk pengukuran pH (dan juga
keseimbangan asam basa), oksigenasi, kadar karbondioksida, kadar bikarbonat,
saturasi oksigen, dan kelebihan atau kekurangan basa. Pemeriksaan gas darah arteri
dan pH sudah secara luas digunakan sebagai pegangan dalam penatalaksanaan pasien-
pasien penyakit berat yang akut dan menahun.
Pemeriksaan gas darah juga dapat menggambarkan hasil berbagai tindakan
penunjang yang dilakukan, tetapi kita tidak dapat menegakkan suatu diagnosa hanya
dari penilaian analisa gas darah dan keseimbangan asam basa saja, kita harus
menghubungkan dengan riwayat penyakit, pemeriksaan fisik, dan data-data
laboratorium lainnya. Pada dasarnya pH atau derajat keasaman darah tergantung pada
konsentrasi ion H+ dan dapat dipertahankan dalam batas normal melalui 3 faktor,
yaitu:
a. Mekanisme dapar kimia:
Terdapat 4 macam dapar kimia dalam tubuh, yaitu:
a. Sistem dapar bikarbonat-asam karbonat
b. Sistem dapar fosfat
c. Sistem dapar protein
d. Sistem dapar hemoglobin
2. Mekanisme pernafasan
3. Mekanisme ginjal
Mekanismenya terdiri dari:
1. Reabsorpsi ion HCO3-
2. Asidifikasi dari garam-garam dapar
3. Sekresi ammonia

23
e. Langkah-Langkah untuk Menilai Gas Darah
a. Perhatikan pH (jika menurun klien mengalami asidemia, dengan dua sebab asidosis
metabolik atau asidosis respiratorik; jika meningkat klien mengalami alkalemia
dengan dua sebab alkalosis metabolik atau alkalosis respiratorik; ingatlah bahwa
kompensasi ginjal dan pernafasan jarang memulihkan pH kembali normal, sehingga
jika ditemukan pH yang normal meskipun ada perubahan dalam PaCO2 dan HCO3
mungkin ada gangguan campuran)
b. Perhatikan variable pernafasan (PaCO2 ) dan metabolik (HCO3) yang berhubungan
dengan pH untuk mencoba mengetahui apakah gangguan primer bersifat respiratorik,
metabolik atau campuran (PaCO2 normal, meningkat atau menurun; HCO3 normal,
meningkat atau menurun; pada gangguan asam basa sederhana, PaCO2 dan HCO3
selalu berubah dalam arah yang sama; penyimpangan dari HCO3 dan PaCO2 dalam
arah yang berlawanan menunjukkan adanya gangguan asam basa campuran).
c. Langkah berikutnya mencakup menentukan apakah kompensasi telah terjadi (hal ini
dilakukan dengan melihat nilai selain gangguan primer, jika nilai bergerak yang sama
dengan nilai primer, kompensasi sedang berjalan).
d. Buat penafsiran tahap akhir (gangguan asam basa sederhana, gangguan asam basa
campuran.

Rentang nilai normal:


a. pH : 7, 35-7, 45 TCO2 : 23-27 mmol/L
b. PCO2 : 35-45 mmHg BE : 0 ± 2 mEq/L
c. PO2 : 80-100 mmHg saturasi O2 : 95 % atau lebih
d. HCO3 : 22-26 mEq/L

f. Klasifikasi gangguan asam basa primer dan terkompensasi:


1. Normal bila tekanan CO2 40 mmHg dan pH 7,4. Jumlah CO2 yang diproduksi
dapat dikeluarkan melalui ventilasi.
2. Alkalosis respiratorik. Bila tekanan CO2 kurang dari 30 mmHg dan perubahan
pH, seluruhnya tergantung pada penurunan tekanan CO2 di mana mekanisme
kompensasi ginjal belum terlibat, dan perubahan ventilasi baru terjadi. Bikarbonat
dan base excess dalam batas normal karena ginjal belum cukup waktu untuk
melakukan kompensasi. Kesakitan dan kelelahan merupakan penyebab terbanyak
terjadinya alkalosis respiratorik pada anak sakit kritis.
3. Asidosis respiratorik. Peningkatan tekanan CO2 lebih dari normal akibat
hipoventilasi dan dikatakan akut bila peninggian tekanan CO2 disertai penurunan
pH. Misalnya, pada intoksikasi obat, blokade neuromuskuler, atau gangguan SSP.
Dikatakan kronis bila ventilasi yang tidak adekuat disertai dengan nilai pH dalam
batas normal, seperti pada bronkopulmonari displasia, penyakit neuromuskuler,
dan gangguan elektrolit berat.
4. Asidosis metabolik yang tak terkompensasi. Tekanan CO2 dalam batas normal
dan pH di bawah 7,30. Merupakan keadaan kritis yang memerlukan intervensi
dengan perbaikan ventilasi dan koreksi dengan bikarbonat.
5. Asidosis metabolik terkompensasi. Tekanan CO2 < 30 mmHg dan pH 7,30--7,40.
Asidosis metabolik telah terkompensasi dengan perbaikan ventilasi.
6. Alkalosis metabolik tak terkompensasi. Sistem ventilasi gagal melakukan
kompensasi terhadap alkalosis metabolik ditandai dengan tekanan CO2 dalam
batas normal dan pH lebih dari 7,50 misalnya pasien stenosis pilorik dengan
muntah lama.

24
7. Alkalosis metabolik terkompensasi sebagian. Ventilasi yang tidak adekuat serta
pH lebih dari 7,50.
8. Hipoksemia yang tidak terkoreksi. Tekanan oksigen kurang dari 60 mmHg walau
telah diberikan oksigen yang adekuat
9. Hipoksemia terkoreksi. Pemberian O2 dapat mengoreksi hipoksemia yang ada
sehingga normal.
10. Hipoksemia dengan koreksi berlebihan. Jika pemberian oksigen dapat
meningkatkan tekanan oksigen melebihi normal. Keadaan ini berbahaya pada bayi
karena dapat menimbulkan retinopati of prematurity, peningkatan aliran darah
paru, atau keracunan oksigen. Oleh karena itu, perlu dilakukan pemeriksaan yang
lain seperti konsumsi dan distribusi oksigen.

Tujuan:
a. Menilai tingkat keseimbangan asam dan basa
b. Mengetahui kondisi fungsi pernafasan dan kardiovaskuler
c. Menilai kondisi fungsi metabolisme tubuh

Indikasi:
a. Pasien dengan penyakit obstruksi paru kronik
b. Pasien deangan edema pulmo
c. Pasien akut respiratori distress sindrom (ARDS)
d. Infark miokard
e. Pneumonia
f. Klien syok
g. Post pembedahan coronary arteri baypass
h. Resusitasi cardiac arrest
i. Klien dengan perubahan status respiratori
j. Anestesi yang terlalu lama

g. Penyebab Klinis Gangguan Asam-basa


1. Asidosis Metabolik
Istilah asidosis metabolik pada semua tipe asidosis lain di samping asidosis
yang disebabkan oleh kelebihan CO2 dalam cairan tubuh. Asidosis metabolik
dapat disebabkan oleh beberapa penyebab umum: (10) kegagalan ginjal untuk
mengeksresikan asam metabolik yang normalnya dibentuk di dalam tubuh, (2)
pembentukan asam metabolik yang berlebihan dalam tubuh, (3) penambahan asam
metabolik ke dalam tubuh melalui makanan atau infus asam, dan (4) kehilangan
basa dari cairan tubuh, yang memiliki efek yang sama seperti penambahan asam
ke dalam cairan tubuh,
Beberapa kondisi khusus yang menyebabkan asidosis metabolik adalah
sebagai berikut.
1. Asidosis Tubulus Ginjal
2. Diare
3. Muntah
4. Diabetes Melitus
5. Penyerapan Asam
6. Gagal Ginjal Kronis
2. Alkalosis Metabolik
Bila terdapat retensi bikarbonat yang berlebihan atau hilangnya ion hidrogen
dari dalam tubuh, keadaan ini menyebabkan alkalosis metabolik.

25
Penyebab alkalosis metabolik sebgai berikut.
 Alkalosis yang disebabkan oleh pemberian diuretika (kecuali penghambat
karbonik anhidrase).
 Kelebihan aldosteron.
 Memuntahkan isi lambung.
 Disebabkan oleh penyerapan obat alkalin.
3. Asidosis Respiratorik
Asidosis repiratorik disebabkan oleh penurunan ventilasi dan peningkatan
PCO2. Asidosis respiratorik terjadi akibat kondisi patologis yang merusak pusat
pernapasan atau yang menurunkan kemampuan paru untuk mengliminasi CO2.
Sebagai contoh, kerusakan pusat pernapasan di medula oblongata.
Pada asidosis repiratorik, respons kompensasi yang tersedia adalah (1)
penyangga cairan tubuh, dan (2) ginjal, yang membutuhkan waktu beberapa hari
untuk mengkompensasi gangguan.
4. Alkalosis Respiratorik
Disebabkan oleh peningkatan ventilasi dan penurunan PCO2. Alat utama untuk
kompensasi adalah penyangga kimiawi cairan tubuh dan kemampuan ginjal untuk
meningkatkan eksresi bikarbonat.

h. Pengobatan Asidosis atau Alkalosis


Pengobatan yang paling baik untuk asidosis atau alkalosis adalah mengoreksi
keadaan yang telah mnyebabkan kelainan. Sering kali pengobatan ini menjadi sulit,
terutama pada penyakit kronis yang menyebabkan gangguan fungsi paru-paru atau
gagal ginjal. Pada keadaan ini, berbagai zat dapat digunakan untuk menetralkan
kelebihan asam atau basa dalam cairan ekstraselular.
Untuk menetralkan kelebihan asam, sejumlah besar natrium bikarbonat dapat
diserap melalui mulut. Natrium bikarbonat diabsorpsi dari traktus gastrointestinal ke
dalam darah dan meningkatkan bagian bikarbonat pada sistem penyangga bikarbonat,
sehingga meningkatkan pH menuju normal. Natrium bikarbonat juga dapat diberikan
secara intravena, tetapi efek fisiologi pengobatan semacam ini yang secara potensial
cukup berbahaya, zat-zat lain sering digunakan untuk menggantikannya, seperti
natrium laktat dan natrium glukonat. Molekul laktat dan glukonat dimetabolisme
dalam tubuh, meninggalalkan natrium di dalam cairan ekstraselular dalam bentuk
natrium bikarbonat dan dengan demikian meningkatkan pH cairan menuju normal.
Untuk pengobatan alkalosis, ammonium klorida dapat diberikan melalui
mulut. Saat ammonium klorida diabsorpsi ke dalam darah, bagian ammonium
dikonversi oleh hati mejadi ureum. Reaksi ini membebaskan HCl, yang segera
bereaksi dengan penyangga cairan tubuh untuk menggeser konsentrasi ion hidrogen
ke arah asam. Amonium klorida kadang-kadang diberikan secara intravena, tetapi
ammonium klorida juga sangat toksis, dan prosedur ini dapat berbahaya. Zat lain yang
kadang-kadang digunakan adalah lisin monohidroklorida.

5. Keisotonisan Cairan Tubuh


Dalam keadaan normal, osmolaritas CES dan CIS adalah sama karena di dalam sel
konsentrasi total K dan zat-zat terlarut lain yang tidak dapat menembus membran sel sama
dengan konsentrasi total Na+ dan zat-zat terlarut lain (yang tidak dapat menembus membran
sel) di cairan interstisium yang mengelilingi sel. Meskipun zat-zat terlarut tak mampu tembus
di CES dan CIS ini berbeda, konsentrasi mereka umumnya identik, dan jumlah (bukan sifat)
partikel yang terdistribusi tak-setara per volume ini menentukan osmolaritas cairan. Karena

26
osmolaritas CES dan CIS normalnya sama, tidak terjadi perpindahan neto H2O masuk atau
keluar sel.
Terdapat dua faktor yang diatur untuk mempertahankan keseimbangan cairan di
tubuh: volume CES dan osmolaritas CES. Meskipun regulasi kedua faktor ini berkaitan erat,
keduanya bergantung pada jumlah relatif NaCl dan H2O di tubuh, penyebab mengapa
keduanya dikontrol dan mekanismenya sangatlah berbeda:
Volume CES harus diatur secara ketat untuk membantu mempertahankan tekanan
darah. Pemeliharaan keseimbangan garam sangat penting dalam regulasi jangka-panjang
volume CES.
Osmolaritas CES harus diatur secara ketat untuk mencegah membengkaknya atau
menciutnya sel. Pemeliharaan keseimbangan cairan sangat penting dalam mengatur
osmolaritas CES.
Setiap keadaan yang menyebabkan penambahan atau pengurangan H2O bebas (yaitu,
penambahan atau pengurangan H2O yang tidak disertai oleh penambahan atau pengurangan
zat terlarut yang setara) menyebabkan perubahan osmolaritas CES. Jika terjadi defisit H2O
bebas di CES, zat terlarut menjadi terlalu pekat dan osmolaritas CES meningkat (yaitu,
menjadi hipertonik). Jika terjadi kelebihan H2O di CES, zat terlarut menjadi terlalu encer dan
osmolaritas CES menjadi terlalu rendah (yaitu, menjadi hipotonik). Ketika osmolaritas CES
berubah dalam kaitannya dengan osmolaritas CIS, terjadi osmosis, dengan H2O yang keluar
atau masuk sel, bergantung, masing-masing, pada apakah CES lebih pekat atau lebih encer
daripada CIS.
Cairan tubuh bersifat isotonik pada osmolaritas 300 miliosmol/liter (mOsm/liter) Jika
terlalu banyak terdapat H20 dibandingkan dengan zat terlarut, cairan tubuh menjadi
hipotonik, yang berarti cairan tubuh terlalu encer dengan osmolaritas kurang dari 300
mOsm/liter. Namun, jika terjadi defisit H20 relatif terhadap zat terlarut, cairan tubuh menjadi
terlalu pekat, atau hipertonik, dengan osmolaritas lebih besar daripada 300 mOsm/liter.
Hipertonisitas CES, kelebihan konsentrasi zat terlarut di CES, biasanya berkaitan
dengan dehidrasi, atau keseimbangan negative H2O bebas. Selama hipertonisitas CES, sel
menciut karena H2O keluar. Penyebab hipertonisitas (dehidrasi) dehidrasi dan hipertonisitas
yang menyertainya dapat ditimbulkan melalui tiga cara utama :
1. Insufisiensi pemasukan H2O, seperti yang terjadi pada perjalanan di gurun pasir atau
kesulitan menelan
2.Pengeluaran H2O yang berlebihan, seperti yang dapat terjadi pada berkeringat, muntah,
atau diare berlebihan (meskipun baik H2O maupun zat terlarut keluar selama keadaan-
keadaan ini, H2O relatif lebih banyak hilang sehingga zat terlarut yang tertinggal menjadi
lebih pekat)
3.Diabetes inspidus, penyakit yang ditandai oleh defisiensi vasopressin
Hipotonisitas CES biasanya berkaitan dengan hidrasi berlebihan (yaitu, kelebihan H2O
bebas). Ketika terjadi keseimbangan H2O positif, CES menjadi lebih encer daripada normal.
Selama hipotonisitas CES, sel membengkak karena kemasukan H2O.Penyebab hipotonisitas
(hidrasi berlebihan) Setiap surplus H2O bebas biasanya segera diekskresikan diurine
sehingga hipotonisitas biasanya tidak terjadi. Namun, hipotonisitas dapat timbul melalui tiga
cara:
Pasien dengan gagal ginjal yang tidak dapat mengekskresikan urine encer mengalami
hipotonisitas jika mereka mengonsumsi lebih banyak H2O daripada zat terlarut.
Hipotonisitas dapat terjadi secara sementara pada orang sehat jika H2O masuk secara cepat
dalam jumlah sedemikian besar sehingga ginjal tidak dapat berespons dengan cepat untuk
mengeluarkan kelebihan H2O.

27
Hipotonisitas dapat terjadi ketika tubuh menahan kelebihan H2O tanpa zat terlarut akibat
sindrom sekresi vasopresin yang tidak sesuai (syndrome of inappropriate secretion of
vasopressin).

28
VI. KERANGKA KONSEP

Tidak makan dan minum seharian

a. Kekurangan O2 Hasil pemeriksaan: Analisa laboratorium darah:


b. Dehidrasi a. Tekanan darah 100/70 a. Na 128 mEq/L
mmHg b. Cl 98,2 mEq/L
b. frekuensi nadi 120x/menit c. Glucose 70 mg/dL
c. frekuensi nafas 20x/menit d. Protein total 7 g/dL
d. suhu 36,5oC. e. K 3 mEq/L
Pusing, lemas, f. HCo3- 16 mEq/L
berkeringat dingin g. PCo2 arteri 32 mmHg
h. Hb 14 g/dL

a. Metode
a. HCO3 rendah
Asidosis Metabolik Henderson-
b. Na rendah
Hasselbalch
c. pCO2 rendah
b. Metode Fenci
Stewart
Diberi air manis dan makanan,
minum air putih yang cukup , dan
istirahat selama beberapa jam

Segar kembali

VII. KESIMPULAN

Tn. Rohingya laki-laki 30 tahun merasa pusing, haus, lemas, dan bekeringat dingin serta
tekanan darah rendah, denyut nadi tinggi, pH darah rendah, dan natrium rendah mengalami
asidosis metabolik.

29
VIII. DAFTAR PUSTAKA

Arisman,Gizi dalam Daur Kehidupan,Penerbit Buku Kedokteran EGC


Djojodibroto, Darmanto. 2007. Respirologi Respiratory Medicine. Jakarta: EGC.
Efrida E, Parwati I, Redjeki IS. PENDEKATAN STEWART DALAM pH DARAH YANG
MENDASARI ASIDOSIS METABOLIK. Indones J Clin Pathol Med Lab.
2016;19(2):79-87.
http://www.indonesianjournalofclinicalpathology.or.id/index.php/patologi/article/view/4
05. Accessed September 26, 2017.
Fencle V, Jabour A, Kazda A, Figge J, Diagnosis of metabolic acid base distrurbances in
critically ill patients. Am J Respir Crit Care Med 2000;162:2246-51.
Ginting,”KESEIMBANGAN ASAM BASA”,Dapertemen Biokimia FK USU.
Guyton A.C. dan John E.H., 2013. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Jakarta. Penerbit Buku
Kedokteran EGC.
Iskandar, Muhadjad. 2010. Healt Triad. Jakarta: Flex Media Computindo.
Kathryn L. Mccance, sue e. Huether, et al. 2010. Pathophysiology: the biologic basis for
disease in adults and children. 6 ed.
Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. 2011. Pedoman Interpretasi Data Klinik
Kuntarti. 2015. Keseimbangan Cairan, Elektrolit, Asam dan Basa. Pelatihan Perawat Ginjal
Intensif RSUPN Dr. Ciptomangunkusumo, 13 - 14 Juni: 1-11
McCann, Judith A. Schilling. 2007. Straight A’s in Fluids & Electrolytes. United States
of America: Lippincott Williams & Wilkins.
Michael L Bishop, L. E. (2013). Clinical Chemistry : Principles, Techniques, dan
Corelations (7th edition ed., Vol. 7). Philadelphia.
Murray, Robert K. et al. 2012. Harper’s Illustrated Biochemistry 29th edition. McGraw-Hill
Companies, Inc.
Nelson, David L. and Cox, Michael M. 2013. Lehninger Principlesof Biochemistry sixth
edition. New York: W. H. Freeman and Company
Ramdhan R.I. dan Cerika R., 2016. Hubungan antara Status Hidrasi serta Konsumsi Cairan
Pada Bola Basket. Medikora 15(1). 53-61
Santoso, Hanna, dan Ismail, Andar. 2009. Memahami Krisis Lanjut Usia. Jakarta: BPK
Gunung Mulia.
Sherwood, Lauralee. 2015. Fisiologi Manusia : Dari Sel Ke Sistem.ed.8. Jakarta : EGC
Tambayong, J. 2000. Patofisiologi. Jakarta: Penerbit buku kedokteran:EGC
Tamsuri, Anas. 2009. Seri Asuhan Keperawatan : Klien Gangguan Keseimbangan Cairan &
Elektrolit. Jakarta: ECG
Yaswir, R, dan Ferawati, I. 2012. Fisiologi dan Gangguan Keseimbangan Natrium, Kalium,
dan Klorida Serta Pemeriksaan Laboratorium. Jurnal Kesehatan Andalas, 1(2).

30

Das könnte Ihnen auch gefallen