Sie sind auf Seite 1von 26

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi

Konjungtivitis merupakan radang konjungtiva atau radang selaput lendir yang


menutupi belakang kelopak mata dan bola mata dalam bentuk akut maupun kronis yang

disebabkan oleh bakteri, virus, jamur, klamidia, alergi, toksik, maupun iritasi1,2.

2.2 Anatomi dan Fisiologi Konjungtiva


Konjungtiva merupakan membran mukosa yang meliputi palpebrae dan bola
mata. merupakan membran mukosa tipis yang membatasi permukaan dalam dari
kelopak mata dan melipat ke belakang membungkus permukaan depan dari bola mata,
kecuali bagian jernih di tengah-tengah mata (kornea). Membran ini berisi banyak
pembuluh darah dan berubah merah saat terjadi inflamasi. Konjungtiva mengandung
kelenjar musin yang dihasilkan oleh sel goblet. Musin bersifat membasahi bola mata

terutama kornea. 3

Ada 3 bagian :
1. Konjungtiva palpebrae = konjungtiva tarsalis
2. Konjunctiva forniks
3. Konjunctiva bulbi.4
Gambar 2. Struktur anatomi dari conjungtiva
th
Dikutip dari Khurana AK. Disease of The Conjunctiva. Dalam: Comprehensive Ophthalmology. 4 edition. New Delhi:
New Age International(P) Limited; 2007

1. Konjungtiva Palpebra
Hubungannya dengan tarsus sangat erat. Gambaran dari glandula
Meiboom yang ada di dalamnya, tampak membayang sebagai garis sejajar
berwarna putih. Permukaan licin, dicelah konjunctiva terdapat kelenjar Henle.
Histologis : terdiri dari sel epitel silindris. Di bawahnya, stroma dengan bentuk
adenoid dengan banyak pembuluh getah bening.3
2. Konjungtiva Forniks
Strukturnya sama dengan konjungtiva palbebrae. Tetapi hubungan
dengan jaringan di bawahnya lebih lemah dan membentuk lekukan-lekukan.
Juga mengandung banyak pembuluh darah. Oleh karena itu, pembengkakan
pada tempat ini mudah terjadi, bila terdapat peradangan mata. Dengan berkelok-
keloknya konjungtiva ini, pergerakan mata menjadi lebih mudah. Dibawah
konjungtiva forniks superior terdapat glandula lakrimal dari Kraus. Melalui
konjungtiva forniks superior juga terdapat muara saluran air mata.3
3. Konjungtiva bulbi.
Menutupi sebagian permukaan anterior bola mata. Terpisah dari sklera
anterior oleh jaringan episklera dan kapsula Tenon. Tepian sepanjang 3mm dari
konjungtiva bulbar disekitar kornea disebut dengan konjungtiva limbal. Pada
area limbus, konjungtiva, kapsula Tenon, dan jaringan episklera bergabung
menjadi jaringan padat yang terikat secara kuat pada pertemuan korneosklera
di bawahnya. Pada limbus, epitel konjungtiva menjadi berlanjut seperti yang
ada pada kornea.

Konjungtiva bulbar sangat tipis. Konjungtiva bulbar juga bersifat dapat


digerakkan, mudah melipat ke belakang dan ke depan. Pembuluh darah dengan mudah
dapat dilihat di bawahnya. Di dalam konjungtiva bulbar terdapat sel goblet yang
mensekresi musin, suatu komponen penting lapisan air mata pre-kornea yang

memproteksi dan memberi nutrisi bagi kornea.3

Lapisan epitel konjungtiva tediri dari dua hingga lima lapisan sel epitel silinder
bertingkat,superfisial dan basal. Sel epitel superfisial mengandung sel goblet bulat atau
oval yang mensekresi mukus. Mukus yang mendorong inti sel goblet ke tepi dan
diperlukan untuk dispersi lapisan air mata secara merata diseluruh prekornea. Stroma
konjungtiva dibagi menjadi satu lapisan adenoid (superfisial) dan satu lapisan fibrosa
(profundal). Lapisan adenoid mengandung jaringan limfoid dan dibeberapa tempat
dapat mengandung struktur semacam folikel tanpa stratum germativum.3
Konjungtiva palpebra dan forniks disuplai oleh cabang dari arcade arteri
periferal dan merginal kelopak mata. Konjungtiva bulbar disuplai oleh dua set
pembuluh darah: arteri konjungtiva posterior yang merupakan cabang dari arcade arteri
kelopak mata; dan arteri konjungtiva anterior yang merupakan cabang dari arteri siliaris
anterior. Cabang terminal dari arteri konjungtiva posterior beranastomose dengan arteri
konjungtiva anterior untuk membentuk pleksus perikornea.3

Gambar 3 : perdarahan konjungtiva

Persyarafan berasal dari N.V (I), yang berakhir sebagai ujung-ujung yang lepas
terutama dibagian palpebral. Pembuluh getah bening terdapat banyak sekali.

2.3 Patofisiologi
Konjungtiva selalu berhubungan dengan dunia luar. Kemungkinan konjungtiva
terinfeksi dengan mikroorganisme sangat besar. Pertahanan Konjungtiva terutama oleh
karena adanya tear film atau lapisan air mata pada konjungtiva yang berfungsi untuk
melarutkan kotoran-kotoran dan bahan-bahan yang toksik kemudian mengalirkan
melalui saluran lakrimalis ke meatus nasi inferior.Lapisan air mata mengandung beta

lisin, lisosim, IgA, dan IgG yang berfungsi untuk menghambat pertumbuhan kuman.4

Konjungtivitis infeksi terjadi apabila terdapat mikroorganisme patogen yang


mampu menembus pertahanan tersebut atau dengan kata lain Konjuntivitis infeksi
timbul sebagai akibat penurunan daya imun penjamu dan kontaminasi eksternal.
Patogen yang infeksius dapat menginvasi dari tempat yang berdekatan atau dari jalur
aliran darah dan bereplikasi di dalam sel mukosa konjungtiva. Kedua infeksi bakterial
dan viral memulai reaksi bertingkat dari peradangan leukosit atau limfositik
meyebabkan penarikan sel darah merah atau putih ke area tersebut.
Konjungtiva merupakan organ yang terpapar banyak mikroorganisme dan
faktor lingkungan lain yang mengganggu. Beberapa mekanisme melindungi
permukaan mata dari substansi luar. Pada film air mata, unsur berairnya mengencerkan
materi infeksi, mucus menangkap debris dan kerja memompa dari pelpebra secara tetap
menghanyutkan air mata ke duktus lakrimalis dan air mata mengandung substansi
antimikroba termaskl lisozim. Adanya agen perusak, menyebabkan cedera pada epitel
konjungtiva yang diikuti edema epitel, kematian sel dan eksfoliasi, hipertrofi epitel atau
granuloma. Mungkin pula terdapat edema pada stroma konjungtiva (kemosis) dan
hipertrofi lapisan limfoid stroma (pembentukan folikel). Sel-sel radang bermigrasi dari
stroma konjungtiva melalui epitel kepermukaan. Sel-sel kemudian bergabung dengan
fibrin dan mucus dari sel goblet, embentuk eksudat konjungtiva yang menyebabkan
perlengketan tepian palpebra saat bangun tidur.1
Adanya peradangan pada konjungtiva ini menyebabkan dilatasi pembuluh-
pembuluh konjungtiva posterior, menyebabkan hiperemi yang tampak paling nyata
pada forniks dan mengurang kearah limbus. Pada hiperemi konjungtiva ini biasanya
didapatkan pembengkakan dan hipertrofi papilla yang sering disertai sensasi benda
asing dan sensasi tergores, panas, atau gatal. Sensai ini merangsang sekresi air mata.
Transudasi ringan juga timbul dari pembuluh darah yang hyperemia dan menambah
jumlah air mata. 1,,2,3
Berbeda dengan konjungtivitis infeksi, konjungtivitis alergika disebabkan
oleh respon imun tipe 1 terhadap alergen. Alergen terikat dengan sel mast dan reaksi
silang terhadap IgE terjadi, menyebabkan degranulasi dari sel mast dan permulaan dari
reaksi bertingkat dari peradangan. Hal ini menyebabkan pelepasan histamin dari sel
mast, juga mediator lain termasuk triptase, kimase, heparin, kondroitin sulfat,
prostaglandin, tromboksan, dan leukotrien. histamin dan bradikinin dengan segera
menstimulasi nosiseptor, menyebabkan rasa gatal, peningkatan permeabilitas vaskuler,
vasodilatasi, kemerahan, dan injeksi konjungtiva.4

2.4 Manifestasi Klinis


Gejala penting konjungtivitis adalah sensasi benda asing, yaitu tergores atau
panas, sensasi penuh di sekitar mata, gatal dan fotofobia. Sensasi benda asing dan
tergores atau terbakar sering berhubungan dengan edema dan hipertrofi papiler yang
biasanya menyertai hiperemi konjungtiva. Adanya nyeri menandakan inflamasi pada
kornea.3,6,7

Gejala-gejala dari konjungtivitis secara umum antara lain:


1. Hiperemia.
Mata yang memerah adalah tanda tipikal dari konjungtivitis, Injeksi
konjungtival
diakibatkan karena meningkatnya pengisian pembuluh darah konjungtival,
yang muncul
sebagian besar di fornik dan menghilang dalam perjalanannya menuju ke
limbus.
Hiperemia tampak pada semua bentuk konjungtivitis. Tetapi,
penampakan/visibilitas dari
pembuluh darah yang hiperemia, lokasi mereka, dan ukurannya merupakan
kriteria
penting untuk diferensial diagnosa.5
Gambar 4. bentuk-bentuk injeksi pada konjungtiva

2. Discharge
Discharge atau sekret berasal dari eksudasi sel-sel radang. Kualitas dan
sifat alamiah eksudat (mukoid, purulen, berair, ropy, atau berdarah) tergantung
dari etiologinya.5

3. Chemosis
Adanya Chemosis atau edema konjungtiva mengarahkan kita secara
kuat pada konjungtivitis alergik akut tetapi dapat juga muncul pada
konjungtivitis gonokokal akut atau konjungtivitis meningokokal, dan
terutama pada konjungtivitis adenoviral. 5

Gambar 5. Kemosis pada mata

4. Epifora (pengeluaran air mata berlebih)


Lakrimasi yang tidak normal(illacrimation) harus dapat dibedakan dari
eksudasi. Lakrimasi biasanya mencerminkan lakrimasi sebagai reaksi dari
badan asing pada konjungtiva atau kornea atau merupakan iritasi toksik.
Juga dapat berasal dari sensasi terbakar atau garukan atau juga dari gatal. 5
5. Pseudoptosis.
Kelopak mata atas seperti akan menutup, disebabkan karena adanya
infiltrasi sel-sel radang pada palpebra superior maupun karena edema pada
palpebra superior.5
6. Hipertrofi folikel.
Terdiri dari hiperplasia limfoid lokal dengan lapisan limfoid dari
konjungtiva dan biasanya mengandung germinal center. Secara klinis,
folikel dapat dikenali sebagai struktur bulat, avaskuler putih atau abu-abu.
Pada pemeriksaan menggunakan slit lamp, pembuluh darah kecil dapat naik
pada tepi folikel dan mengitarinya.Terlihat paling banyak pada kasus
konjungtivitis viral dan pada semua kasus konjungtivitis klamidial kecuali
konjungtivitis inklusi neonatal, pada beberapa kasus konjungtivitis parasit,
dan pada beberapa kasus konjungtivitis toksik diinduksi oleh medikasi
topikal seperti idoxuridine, dipiverin, dan miotik. Folikel pada forniks
inferior dan pada batas tarsal mempunyai nilai diagnostik yang terbatas,
tetapi ketika diketemukan terletak pada tarsus(terutama tarsus superior),
harus dicurigai adanya konjungtivitis klamidial, viral, atau toksik

(mengikuti medikasi topikal).5

Gambar 6. gambaran klinis dari folikel


9
7. Hipertrofi papiler
Hipertofi papiler dalah reaksi konjungtiva non spesifik yang muncul karena
konjungtiva terikat pada tarsus atau limbus di dasarnya oleh fibril. Ketika pembuluh
darah yang membentuk substansi dari papilla (bersama dengan elemen selular dan
eksudat) mencapai membran basement epitel, pembuluh darah tersebut akan bercabang
menutupi papila seperti kerangka dari sebuah payung. Eksudat inflamasi akan
terakumulasi diantara fibril, membentuk konjungtiva seperti sebuah gundukan. Pada
kelainan yang menyebabkan nekrosis (contoh,trakoma), eksudat dapat digantikan oleh
jaringan granulasi atau jaringan ikat.5 Ketika papila berukuran kecil, konjungtiva
biasanya mempunyai penampilan yang halus dan merah normal. Konjungtiva dengan
papila berwarna merah sekali menandakan kelainan disebabkan bakteri atau klamidia
(contoh, konjungtiva tarsal yang berwarna merah sekali merupakan karakteristik dari
trakoma akut). Injeksi yang ditandai pada tarsus superior, menandakan
keratokunjungtivitis vernal dan konjungtivitis giant papillary dengan sensitivitas
terhadap lensa kontak; pada tarsal inferior, gejala tersebut menandakan
keratokonjungtivitis atopik. Papila yang berukuran besar juga dapat muncul pada
limbus, terutama pada area yang secara normal dapat terekspos ketika mata sedang
terbuka(antara jam 2 dan 4 serta antara jam 8 dan 10). Di situ gejala nampak sebagai
gundukan gelatin yang dapat mencapai kornea. Papila limbal adalah tanda khas dari
keratokonjungtivitis vernal tapi langka pada keratokonjungtivitis atopik.5

Gambar 7. gambaran klinis hipertrofi papiler


8. Membran dan pseudomembran
Terjadi oleh karena proses koagulasi kuman/bahan toksik. Bentukan ini terbentuk
dari jaringan epitelial yang nekrotik dan kedua-duanya dapat diangkat dengan mudah
baik yang tanpa perdarahan(pseudomembran) karena hanya merupakan koagulum
pada permukaan epital atau yang meninggalkan permukaan dengan perdarahan saat
diangkat(membran) karena merupakan koagulum yang melibatkan seluruh epitel.5

Gambar 8. Bentukan pseudomembran yang diangkat

9. Phlyctenules
Menggambarkan manifestasi lokal pada limbus karena alergi terhadap toxin yang
dihasilkan mikroorganisme. Phlyctenules dari konjungtiva pada mulanya terdiri dari
perivaskulitis dengan pengikatan limfositik pada pembuluh darah. Ketika berkembang
menjadi ulserasi dari konjungtiva, dasar ulkus mempunyai banyak leukosit
polimorfonuklear.5
10. Formasi pannus
Pertumbuhan konjungtiva atau pembuluh darah diantara lapisan Bowman dan
epitel kornea atau pada stroma yang lebih dalam. Edema stroma, yang mana
menyebabkan pembengkakan dan memisahkan lamela kolagen, memfasilitasi
terjadinya invasi pembuluh darah.5

Gambar 9. Pannus tampak pada mata pasien konjungtivitis


11. Granuloma
Adalah nodus stroma konjungtiva yang meradang dengan area bulat merah dan
terdapat injeksi vaskular. Tanda ini dapat muncul pada kelainan sistemik seperti
tuberkulosis atau sarkoidosis atau mungkin faktor eksogen seperti granuloma jahitan
postoperasi atau granuloma benda asing lainnya. Granuloma muncul bersamaan
dengan bengkaknya nodus limfatikus preaurikular dan submandibular pada kelainan
seperti sindroma okuloglandular Parinaud.

Gambar 10. Granuloma konjungtiva disertai dengan folikel pada sindroma


okuloglandular Parinaud.

12. Nodus limfatikus yang membengkak


Sistem limfatik dari regio mata berjalan menuju nodus limfatikus di preaurikular
dan submandibular. Nodus limfatikus yang membengkak mempunyai arti penting dan
seringkali dihadapi sebagai tanda diagnostik dari konjungtivitis viral.5

Gejala-gejala yang timbul pada konjungtivitis bakteri biasanya dijumpai injeksi


konjungtiva baik segmental ataupun menyeluruh. Selain itu sekret pada kongjungtivitis
bakteri biasanya lebih purulen daripada konjungtivitis jenis lain, dan pada kasus yang
ringan sering dijumpai edema pada kelopak mata. Ketajaman penglihatan biasanya tidak
mengalami gangguan pada konjungtivitis bakteri namun mungkin sedikit kabur karena
adanya sekret dan debris pada lapisan air mata, sedangkan reaksi pupil masih normal.
Gejala yang paling khas adalah kelopak mata yang saling melekat pada pagi hari sewaktu
bangun tidur.5,8
2.6 Diagnosis Konjungtivitis
Gejala klinis konjungtivitis dapat menyerupai penyakit mata lain sehingga penting untuk
membedakan konjungtivitis dengan penyakit lain yang berpotensi mengganggu penglihatan.1,3,6
Diperlukan anamnesis dan pemeriksaan mata yang teliti untuk menentukan tata laksana gangguan
mata termasuk konjungtivitis. Infeksi virus biasanya menyerang satu mata lalu ke mata lain
beberapa hari kemudian disertai pembesaran kelenjar limfe dan edema palpebra. Tajam
penglihatan secara intermiten dapat terganggu karena sekret mata. Jenis sekret mata dan gejala
okular dapat memberi petunjuk penyebab konjungtivitis. Sekret mata berair merupakan ciri
konjungtivitis viral dan sekret mata kental berwarna kuning kehijauan biasanya disebabkan oleh
bakteri. Konjungtivitis viral jarang disertai fotofobia, sedangkan rasa gatal pada mata biasanya
berhubungan dengan konjungtivitis alergi.7,8
Pendekatan algoritmik menggunakan riwayat perjalanan penyakit dan pemeriksaan
sederhana dengan penlight dan loupe dapat untuk mengarahkan diagnosis dan memilih terapi.
Konjungtivitis dan penyakit mata lain dapat menyebabkan mata merah, sehingga diferensial
diagnosis dan karakteristik tiap penyakit penting untuk diketahui.11

Gambar 2. Alogaritma Penanganan Konjungtivitis1


Konjungtivitis dapat disebabkan oleh bakteri-virus-fungus-alergi. Oleh karena itu, pada
setiap konjungtivitis perlu dilakukan pemeriksaan mikroskopis dari secret ataupun kerokan
konjungtiva untuk mengetahui penyebabnya supaya pengobatannya tepat.3
Caranya ; konjungtiva palpebral inferior ditarik kebawah. Kapas lidi steril diusapkan
diatasnya, kemudian diusapkan pada gelas obyek, difiksasi dan diwarnai dengan gram, methylene
blue 1-2 menit, dibilas air, lalu keringkan dan diperiksa dibawah mikroskop. Dengan demikian
dapat diketahui kuman penyebabnya. Kalau tak dapat dilihat kumannya, tetapi terdapat banyak
a. Monosit, diduga radang akibat virus
b. Leukosit PMN, diduga radang akibat bakteri
c. Eosinophil, diduga radang akibat alergi
d. Limfosit, menunjukkan radang kronis.3
Bila pada pemeriksaan mikroskop tak terdapat kumannya, belum tentu berarti tidak ada
kumannya. Dalam halini perlu dilakukan pebiakan dan tes resistensi untuk mengetahui obat yang
terbaik kemudian dilakukan pula pemeriksaan khusus seperti tes schemer untuk mengukur
produksi air mata, pemeriksaan darah atau pemeriksaan lain untuk mencari sumber infeksi.

2.7 Klasifikasi
Berdasarkan penyebab terjadinya, konjungtivitis dapat dibagi menjadi: (1) konjungtivitis
bakterial, (2) konjungtivitis viral (3) konjungtivitis alergi.
A. Konjungtivitis Bakterial
1. Konjungtivitis katarrhalis :
 akut
 subakut
 kronis
2. Konjungtivitis purulenta
3. Konjungtivitis membranacea
B. Konjungtivitis Viral :
1. Inclussion Conjunctivitis
2. Keratokonjungtivitis epidemika
3. Pharyngo Conjungtivitis Fever
4. Konjungtivitis Hemoragik akut
5. Konjungtivitis New Castle Desease
C. Konjungtivitis alergi :
1. Konjungtivitis flikenularis
2. Konjungtivitis vernal

1.A Konjungtivitis Kataralis (Akut / subakut / kronika)


a. Konjungtivitis Kataral Akuta
disebut juga konjungtivitis mukopurulenta, konjungtivits akuta simplek, “pink eyes”.
Merupakan penyakit menular dengan penuaran melalui kontak langsung dengan secret
konjungtiva. Dapat mengenai satu atau kedua mata.
Penyebab : Koch Weeks, Stafilokokus aureus, Streptokokus Viridans, pnemokokus, dll.
Dapat pula bersamaan dengan morbili, parotis epidemika, akibat penyinaran cahaya yang juga
disebut konjungtivitis elektrika atau “photophtalmia” atau menyertai blefaritis, obstruksi ductus
nasolacrimal.

Keluhan :
1. Terasa seperti ada pasir atau ada benda asing dimata
2. Fotofobia
3. Bila terdapat secret yang menempel dikornea, dapat menimbulkan kemunduran visus
atau melihat halo (warna pelangi sekitar lampu)
4. Lakrimasi
5. Blefarospasme (mata sukar dibuka)
Gejala objektif :
Palpebral edema, konjungtiva palpebral merah, kasar, seperti beludru karena ada edema
dan infiltrasi. Konjungtiv bulbi injeksi konjungtiva banyak, kemosis, dapat ditemukan
pseudomembran pada infeksi dengan pneumokok. Kadang disertai perdarahan subkonjungtica
kecil-kecil baik di konjungtiva palpebrae maupun konjungtiva bulbi, yang biasanya disebabkan
pneumokokus atau virus. Blefarospasme, secret mucous, mukopurulen. Dapat disertai blefaritis,
bahkan kadang-kadang ulkus kornea marginal, keratitis pungtata superfisialis, ulkus kornea
dengan atau tanpa hipopion dapat terjadi peradangan akibat pneumokok. Konjungtivitis kataral
akut kadang-kadang dapat sembuh sendiri oleh resistensi tubuh setelah 1-2 minggu.
Pengobatan :
Jagalah kebersihan mata yang baik. Berikan antibiotika lokal dan sistemik, setelah secret
dibersihkan. Lokal dapat diberikan sebagai tetes atau salep seperti : tetramisin, achromisin,
kemicytin, neomycin, garamycin dsb, atau obat yang mengandung kemoterapeutika seperti
sulfasetamid. Minimal diberikan 3 kali sehari. Salep mata dapat inggal di dalam mata selama 3
jam, tetapi dapat menutupi kornea, sehingga penglihatan terganggu. Karena itu obat tetes dapat
diberikan pada siang hari, sedangkan pada malam hari diberikan salep mata. Mata tak boleh
ditutup, oleh karena banyak secret. Kalau ada ulkus kornea, ditambah dengan sulfas atropine 1%
2-3 tetes sehari. Keadaan umum diperbaiki. Lebih menguntungkan bila diketahui kuman
penyebabnya dari tes resistensi sehingga pengobatan dapat diberikan lebih terarah lagi. Pada
infeksi virus diberikan sulfasetamid, obat antivirus I.D.U diberikan pada infeksi dengan herpes
simpleks.

Gambar 11. Konjungtivitis Kataral


B. Konjungtivitis Kataral Subakut
Penyebab : sebagai lanjutan dari konjungtivitis akut oleh kuman hemofilus influenza.
Klinis :
Palpebra edema. Konjungtiva palpebral hiperemi, tak begitu infiltrative. Konjungtiva
bulbi : injeksi konjungtiva (+), taka da blefarospasme. Secret cair.
Pengobatan : sama dengan konjungtivitis kataral akut.

C Konjungtivitis Kataral Kronik


Sebagai kelanjutan dari konjungtivitis kataral akut atau disebabkan kuman Koch weeks,
stafilokokus aureus, Morax Axenfeld, E.Coli. Dapat disebabkan juga oleh obstruksi ductus
nasolacrimal.
Gejala subjektif : gatal, ngeres, rasa berat dimata, pagi keluar kotoran yang banyak, mata
terasa ada pasir.
Gejala objektif : palpebral tidak bengkak, margo palpebral blefaritis dengan segala
akibatnya, konjungtiva palpebral sedikit merah, licin, kadang hipertrofis seperti beludru.
Konjungtiva bulbi injeksi konjungtiva ringan. Dapat mengenai 1-2 mata, mengenai anak dan
dewasa. Secret mucoid. Kadang-kadang terdapat ekskoriasi pada kantus eksternus yang dikenal
sebagai konjungtivitis angularis, biasanya disebabkan oleh Morax Axenfeld.
Penyulit : merupakan segala penyulit pada blefaritis, seperti ekropon, trikiasis, ulkus
marginal, yang biasanya disebabkan Koch wesks, stafilokokus aureus. Morax axenfeld, Tilosis,
Madarosis. Bila tidak diobat penyakit berlangsung berbulan-bulan.
Pengobatan :
a. Perbaiki ektropion, trikiasis, obstruksi apparat lakrimal
b. Penderita disuruh sering-sering membersihkan matanya dengan boorwater

c. Sesudahnya diberi salep antibiotika atau sulfa


d. Obat adstrigens seperti sulfazinci ½ %, 4 kali sehari satu tetes
e. Kalau ada ulkus kornea, beri sulfas atropine ½% 3 kali satu tetes
f. Dapat dipertimbangkan pemberian kortikosteroid lokal, bila tak terdapat kelainan
kornea.
1.B Konjungtivitis Purulenta
Dapat disebabkan :
a. Gonore
b. Non-gonore, akibat pneumokok, streptokok, meningokok, stafilokok, inclusion
conjunctivitis, dsb.
Tanda klinik : konjungtivitis akut, disertai secret yang purulent
A. Konjungtivitis Gonore
Dibedakan 3 stadium :
1. Stadium infiltrative
Berlangsung 1-3 hari. Dimana palpebral bengkak, hiperemi, tegang, blefarospasme.
Konjungtiva palpebral hiperemi, bengkak, infiltrative, mungkin terdapat pseudomembran
diatasnya. Pada konjungtiva bulbi terdapat injeksi konjungtival yang hebat, kemotik. Secret
serous, kadang-kadang berdarah. Kelenjar preaurikuler membesar. Mungkin disertai demam.
2. Stadium supuratif atau purulenta
Berlangsung 2-3 minggu. Gejala-gejala tak begitu hebat lagi. Palpebral masih
bengkak, hiperemis tapi tidak begitu tegang. Blefarospasme masih ada. Secret campur darah,
keluar terus menerus. Kalau palpebral dibuka, yang khas adalah secret akan keluar dengan
mendadak (memancar, muncrat), oleh karenanya harus hati hati bila membuka palpebral,
jangan sampai secret mengenai mata pemeriksa.
3. Stadium konvalesen (penyembuhan), hipertrofi papil.
Berlangsung 2-3 minggu. Gejala-gejala tak begitu hebat lagi. Palpebral masih
bengkak, hiperemis, tidak infiltrative. Konjungtiva bulbi : injeksi konjunctiva masih nyata,
tidak kemotik. Secret jauh berkurang. Bila tidak diobat, biasanya tidak tercapai stadium III,
tanpa penyulit, meskpun ada yang mengatakan, bahwa penyakit ini dapat sembuh dengan
spontan.

Penyulit yang sering terjadi, berupa ulkus kornea sebelah atas, yang dimulai dengan
infiltrate, kemudian pecah menjadi ulkus. Bisa terjadi pada stadium I atau II, dimana terdapat
blefarospasme dengan pembentukan secret yang banyak sehingga secret menumpuk dibawah
konjungtiva palpebral superior, ditambah lagi kuman gonokok mempunyai enzim proteolitik
yang merusak kornea dan hidupnya intraseluler sehingga dapat menimbulkan keratitis, tanpa
didahului kerusakan epitel kornea. Ulkus dapat cepat menimbulkan perforasi, menimbulkan
endoftalmitis, panoftalmi dan dapat berakhir dengan ptisis bulbi. Oleh karena itu setiap
konjungtivitis gonore harus diperhatikan korneanya, sehingga bila terdapat kelainan dapat cepat
diobati dengan tepat.
Pada pemeriksaan mikroskopik dapat dilihat diplokokus yang intraseluler, didalam sel
epitel dan leukosit, disamping diplokokus yang ekstraseluler. Adanya gonokok ekstraseluler
menunjukkan prosesnya sudah menahun. Morfologi dari gonokok sama dengan meningokok,
untuk membedakannya dilakukan tes maltose.
Pengobatan :
 Penderita dirawat di kamar isolasi
 Mata dibersihkan setiap ¼ jam dengan kapas basah, lalu diberi salep mata penisilin. Kalau
sudah agak tenang, diberikan tiap jam.
Penisilin tetes mata diberikan dalam bentuk larutan penisilin G 10.000-20.000 unit/ ml
setiap menit sampai 30 menit. Kemudian salep mata diberikan setiap 5 menit selama 30
menit. Disusul dengan pemberian salep mata penisilin setia jam selama 3 hari.
 Sistemik : penisilin 50.000 U/kg BB, intramuskuler atau sulfa peroral
 Jika setelah 3 hari berturut-turut pemeriksaan menunjukkan gonokok (-), baru penderita
boleh dipulangkan
 Jika ada kelainan kornea, ditambah dengan sulfas atropine ½% 3 kali sehari satu tetes.

Gambar 12. Macam-macam konjungtivitis

1.C Konjungtivitis membranacea


Ditandai dengan adanya masa putih atau kekuning-kuningan yang menutupi konjungtiva
palpebral, bahkan konjungtiva bulbi. Didapat pada ; difteri primer atau sekunder dari
nasopharynx, streptokokus beta hemolitik eksogen maupun endogen, dan steven Johnson
syndrome.
Gejala klinis :
 Palpebral bengkak
 Konjungtiva palpebral : hiperemi dengan membrane diatasnya
 Konjungtiva bulbi : injeksi konjungtiva (+), mungkin ada membrane
 Kadang ada ulkus kornea.
 Dapat mengenai satu atau dua mata. Perlu diadakan pemeriksaan laboratorium dari
membrane, juga perlu biakan pada agar loefler atau agar telurit untuk kemungkinan difteri.
Gambar : konjungtivitis membranosa akut.

Penatalaksanaan Konjungtivitis Bakteri

1. Non Farmakologi
Bila konjungtivitis disebabkan oleh mikroorganisme, pasien harus diajari bagaimana
cara menghindari kontaminasi mata yang sehat atau mata orang lain. Perawat dapat memberikan
intruksi pada pasien untuk tidak menggosok mata yang sakit dan kemudian menyentuh mata yang
sehat, mencuci tangan setelah setiap kali memegang mata yang sakit, dan menggunakan kain lap,
handuk, dan sapu tangan baru yang terpisah untuk membersihkan mata yang sakit.
2. Farmakologi
Terapi spesifik terhadap konjungtivitis bakterial tergantung temuan agen
mikrobiologinya. Sebelum mendapatkan hasil kultur bakteri penyebab konjugtivitis dilakukan
penatalaksanaan terapi empirik.3 Terapi sistemik diberikan pada pasien dengan infeksi N.
gonorrhoeae and N. meningitidis. Norfloxacin 1.2 gm sehari selama 5 hari, Cefoxitim 1.0 gm or
cefotaxime 500 mg. IV atau ceftriaxone 1.0 gm IM perhari selama 5 hari, atau Spectinomycin 2.0
gm IM selama 3 hari.1 Antibiotik topikal seperti tetes mata chloramphenicol (1%), gentamycin
(0.3%) atau framycetin 3-4 kali sehari. bila tidak merespon dapat diberikan antibiotik topikal
seperti ciprofloxacin (0.3%), ofloxacin (0.3%) atau gatifloxacin (0.3%).1,10
Irigasi conjunctival dengan larutan garam fisiologis dua kali suatu sehari membantu
dengan pemindahan material yang mengganggu. pemberian Anti-Inflammatory dan obat
penghilang sakit seperti ibuprofen dan paracetamol dapat diberi selama 2-3 hari untuk
mengurangi keluhan yang dialami pasien. Pemberian steroids tidak direkomendasikankarena
dapat memperberat infeksi ke jaringan kornea.1

Prognosis
Konjungtivitis bakterial umumnya baik dan dapat sembuh sendiri tanpa penobatan yang
berlangsung 10-14 hari dan jika diobati berlangsung 1-3 hari. Penyulit konjungtivitis yang
disebabkan oleh golongan gonokokus karena dapat masuk ke dalam darahyang menyebabkan
septikemia dan meningitis. Konjungtivitis bakterial menahun mungkin tidak dapat sembuh
sendiri dan menjadi masalah pengobatan yang menyulitkan.1

2.A Inclussion Conjunctivitis


Penyebab adalah virus klamidozoa okulogenita. Masa inkubasi 8-10 hari. Pemeriksaan
kerokan konjungtiva dengan pewarnaan giemsa, Nampak sel epitel dengan badan inklusi dari
studgard, yang basofilik, menyerupai badan inklusi trakoma. Disertai dengan leukosit PMN dan
monosit. Kelenjar preauriklar membesar, rabaan keras, mudah digerakkan dari dasarnya dan tidak
sakit pada perabaan.

Gambar 13 : inclusion conjunctivitis

Gejala klinik : palpebral bengkak sedikit, konjungtiva palpebrae hiperemi, banyak


folikel, terutama dikonjunctiva palpebrae inferior. Mungkin terdapat pseudomembran.
Konjungtiva bulbi tak begitu hiperemi. Kornea biasanya tidak ada kelainan, mungkin terdapat
keratitis superfisial dengan neovaskularisasi superfisial. Dapat mengenai satu atau dua mata.
Keluhan berupa mata merah, fotofobia, lakrimasi. Kelenjar preaurikuler kadang-kadang
membesar tidak nyeri. Kelainan ini dapat disertai ureteritis atau servisitis.3

2.B Keratokonjungtivitis epidemika


Keratokonjungtivitis epidemika adalah konjungtivitis folikular akut yang diikuti dengan
keratitis superfisial. Terdapat tiga fase berdasarkan gejala klinisnya. Fase pertama adalah
konjungtivitis sero-sa akut dengan karakteristik konjungtiva hiperemi, kemosis, dan lakrimasi.
Gejala tersebut diikuti fase kedua yaitu konjungtivitis folikular akut dengan karakteristik
pembentukan folikel di kelopak mata bawah.

Fase ketiga adalah konjungtivitis pseudo-membran akut yang ditandai dengan


pseudomembran di permukaan konjungtiva. Kornea dapat terinfeksi satu minggu setelah onset
penyakit. Pada keratokonjungtivitis epidemika sering dijumpai limfadenopati preaurikular
ipsilateral.1,5,12
Keratokonjungtivitis epidemika umumnya bilateral, namun pada awalnya sering pada
satu mata; biasanya mata pertama lebih parah. Pasien mengeluh nyeri sedang, mata berair, dan
dalam waktu 5-14 hari timbul fotofobia, keratitis epitel, serta kekeruhan subepitel berbentuk
bulat. Fase akut ditandai dengan edema palpebra, kemosis, dan hiperemi konjungtiva dengan
tanda khas nyeri tekan di nodus preaurikuler. Perdarahan konjungtiva dan folikel biasanya timbul
dalam 48 jam. Pembentukan pseudomembran diikuti parut datar atau simblefaron. Konjungtivitis
berlangsung paling lama 3-4 minggu. Kekeruhan subepitel terutama di pusat kornea dan menetap
berbulan-bulan namun sembuh tanpa meninggalkan parut.
Keratokonjungtivitis epidemika pada orang dewasa terbatas di bagian luar mata namun,
pada anak-anak dapat timbul gejala sistemik seperti demam, nyeri tenggorokan, otitis media, dan
diare. Keratokonjungtivitis epidemika disebabkan oleh adenovirus tipe 8, 19, 29, dan 37. Virus
dapat di-isolasi dalam biakan sel dan diidentifikasi dengan tes netralisasi. Kerokan konjungtiva
menunjukkan reaksi radang mononuklear primer dan bila terbentuk pseudomembran
mengandung banyak neutrofil.
Penularan nosokomial dapat terjadi melalui alat pemeriksaan mata, jari tangan dokter atau
pe-makaian larutan yang tercemar virus. Virus dapat bertahan dalam larutan tersebut dan menjadi
sumber penularan.
Pencegahan penularan dilakukan dengan mencuci tangan pada setiap pemeriksaan. Kon-
taminasi botol larutan dapat dihindari menggu-nakan obat tetes mata kemasan unit-dose. Alat-
alat pemeriksaan terutama yang menyentuh mata harus disterilkan. Tonometer aplanasi
dibersihkan dengan alkohol atau hipoklorit, lalu dibilas dengan air steril dan dikeringkan.
Sampai saat ini, belum ada terapi spesifik keratokonjungtivitis epidemika, namun kompres
dingin dapat mengurangi gejala. Penggunaan kor-tikosteroid perlu dihindari pada konjungtivitis
akut. Jika terjadi superinfeksi bakteri perlu diberikan antibiotik.12,13

2.C Pharyngo Conjungtivitis Fever


Konjungtivitis pharyngoconjunctival fever disebabkan oleh infeksi adenovirus subtipe 3
dan kadang-kadang oleh tipe 4, dan 7; lebih sering mengenai anak dibandingkan orang dewasa.
Penularan melalui droplet atau air kolam renang, meskipun demikian virus sulit menular di kolam
renang yang mengandung klor.5,11
Gejala konjungtivitis pharyngoconjunctival fever adalah demam tinggi mendadak (38,3-
40oC), faringitis, konjungtivitis bilateral, dan pembesaran kelenjar limfe periaurikular. Gejalanya
adalah sekret serosa, folikel di konjungtiva, konjungtiva hiperemi, edema palpebra, dan keratitis
epitel superfisial.5,11
Virus dapat dibiak dalam sel HeLa dan dapat didiagnosis secara serologi dengan
meningkatnya titer antibodi netralisasi virus. Kerokan konjungtiva terutama mengandung sel
mononuklear dan tidak ada bakteri yang tumbuh dalam biakan. Tidak ada pengobatan spesifik
karena konjungtivitis dapat sembuh sendiri sekitar 10 hari.5,11

2.D Konjungtivitis Hemoragik akut


Konjungtivitis hemoragik akut adalah proses inflamasi di konjungtiva yang disertai
perdarahan konjungtiva multipel, konjungtiva hiperemis, dan hiperplasia folikular ringan.
Konjungtivitis hemoragik akut umumnya disebabkan oleh picorna virus, sering terjadi di Afrika
dan Inggris sehingga disebut juga epidemic haemorhagic conjunctivitis (EHC).6,11,12
Masa inkubasi EHC sangat singkat, sekitar 24-48 jam. Gejalanya adalah mata seperti
kelilipan, nyeri periorbita, merah, berair, fotofobia, pandangan kabur, edema palpebra, kongesti
konjungtiva, kemosis, serta limfadenopati pre-aurikular. Tanda penting adalah perdarahan
subkonjungtiva yang awalnya dapat ditandai oleh petekie. Di konjungtiva tarsal terdapat
hipertrofi folikuler dan keratitis epitelial yang akan membaik dalam 3-4 hari.6,11
Virus ditularkan melalui kontak erat dari individu ke individu dan barang-barang yang
tercemar seperti seprei, handuk, alat-alat optik, dan air. Belum ada pengobatan definitif namun
penyembuhan terjadi sekitar 5-7 hari. 6,11

Gambar 14. Konjungtivitis Hemoragik akut

2.E Konjungtivitis New Castle Desease


Konjungtivitis newcastle disebabkan oleh virus new castle. Gejala klinisnya sama
dengan demam faringokonjungtiva namun biasanya menyerang pekerja peternakan unggas yang
tertular virus new castle dari unggas. Gejala konjungtivitis newcastle adalah demam ringan, nyeri
kepala, nyeri sendi, nyeri mata, gatal, mata berair, penglihatan kabur, dan fotofobia. Dapat timbul
edema palpebra ringan, kemosis, sedikit sekret dan folikel di konjungtiva tarsal serta keratitis
epitelial atau keratitis subepitel di kornea.5,11

Terapi Konjungtivitis Virus


Konjungtivitis virus biasanya akan sembuh dengan sendirinya, namun pemberian
kompres dingin, air mata artifisial atau antihistamin topikal bermanfaat untuk meredakan gejala.
Terapi antiviral tidak diperlukan kecuali untuk konjungtivitis herpetik yaitu asiklovir oral
400mg/hari untuk virus herpes simpleks dan 800mg/hari untuk herpes zoster selama 7-10 hari.
Pemberian antibiotik topikal tidak dianjurkan karena tidak mencegah infeksi sekunder dan dapat
memperburuk gejala klinis akibat reaksi alergi dan reaksi toksik serta tertundanya kemungkinan
diagnosis penyakit mata lain. Cara pemakaian obat tetes mata perlu diperhatikan untuk mencegah
risiko penyebaran infeksi ke mata yang sehat. Selain itu, pemakaian antibiotik yang tidak perlu
berdampak terhadap peningkatan resistensi antibiotik juga perlu dipertimbangkan.8,13
Walaupun akan sembuh sendiri, penatalaksanaan konjungtivitis virus dapat dibantu
dengan pemberian air mata buatan (tetes mata) dan kompres dingin. Antibiotik dapat
dipertimbangkan jika konjungtivitis tidak sembuh setelah 10 hari dan diduga terdapat
superinfeksi bakteri.4,8 Penggunaan deksametason 0,1% topikal membantu mengurangi
peradangan konjungtiva.14,15
Prognosis konjungtivitis virus adalah baik karena akan sembuh dengan sendirinya.
Meskipun demikian untuk mencegah penularan perlu diperhatikan kebersihan diri dan
lingkungan. Bila gejala belum reda dalam 7-10 hari dan terjadi komplikasi pada kornea sebaiknya
pasien dirujuk ke dokter spesialis mata.1,6,8

3.A Konjungtivitis Flikten


Penyakit ini, juga dikenal sebagai konjungtivitis musiman adalah penyakit alergi
bilateral yang jarang.7 Kondisi ini bersifat rekuren, bilateral, mengenai anak-anak serta dewasa
muda. Gambaran klinisnya: gatal, lakrimasi, fotophobia, sensasi benda asing, rasa terbakar, secret
mukus yang tebal, dan ptosis. Palpebra terasa berat bila diangkat karena terdapat reaksi papilar
raksasa pada palpebra superior, sehingga lebi tepat disebut pseudoptosis. Penyakit ini dapat
diikuti dengan keratitis dan infeksi palpebra superior. Sebagai terapi dapat digunakan steroid—
tapi tidak boleh digunakan untuk jangka panjang. Selain steroid dapat pula diberikan topical mast
cell stabilizer.

3.B Konjungtivitis Vernal


Suatu inflamasi mata bagian luar yang bersifat musiman dan dianggap sebagai suatu
alergi. 7
Diagnosis
 Ditemukan adanya tanda-tanda radang konjungtiva
 Ditemukan adanya giant papil pada konjungtiva palpebra superior
 Ditemukan adanya tantras dot pada limbus kornea
 Kadang disertai shield ulcer
 Bersifat kumat-kumatan1, 3
Gejal danTanda :
 Mata merah (biasanya rekuren)
 Kadang disertai rasa gatal yang hebat
 Adanya riwayat alergi
 Adanya hipertrofi papil difus pada konjungtiva tersal terutama superior
 Adanya penebalan limbus dengan tantras dot
 Discharge mukoid dan menjadi mukopurulen apabila terdapat infeksi sekunder.4,7

Terapi
Kasus ringan : terapi edukasi (menghindari allergen, kompres dingin, ruangan sejuk,
lubrikasi, salep mata), pemberian antihistamin (topical levokabastin, emestadine), vasokonstriktor
(phenileprine, tetrahidrolozine), mast cell stabilizer (cromolin sodium 4% alomide)
Kasus sedang-berat : mast cell stabilizer (cromolin sodium 4% alomide), antiinflamasi
steroid topika (ketorolac 0,5%), kortikosteroid topical atau agen modulator siklosporin. Pada
pasien denga sheld ulcer bias diberikan sikloplegik yang agresif (atropine 1%, homatropin 5%,
atau skopolamin 0,25%) dan antibiotic topikal
Dapat diberikan antihistamin sistemik.8

Das könnte Ihnen auch gefallen