Sie sind auf Seite 1von 22

INTERNSIP RSUD KOTA CILEGON TIA ASTRIANA

PRESENTASI / LAPORAN KASUS

Demam Rematik Akut


No. ID Peserta :
Nama Peserta : dr. Tia Astriana
No. ID Wahana :
Nama Wahana : RSUD Cilegon
Topik : Demam Rematik Akut
Tanggal Kasus : 9 Juli 2013
Nama Pasien : An. A No. Rekam Medis : 277925
Tanggal Presentasi : Nama Pendamping : dr. Lendy Delyanto
Tempat Presentasi : RSUD Cilegon
Obyektif Presentasi :
□ Keilmuan □ Keterampilan □ Penyegaran □ Tinjauan Pustaka
□ Diagnostik □ Manajemen □ Masalah □ Istimewa
□ Neonatus □ Bayi □ Anak □ Remaja □ Dewasa □ Lansia □ Bumil
□ Deskripsi : Membahas manajemen pada kasus demam rematik akut
□ Tujuan : Mengetahui prinsip penanganan demam rematik akut
Bahan Bahasan : □ Tinjauan □ Riset □ Kasus □ Audit
Pustaka
Cara Membahas : □ Diskusi □ Presentasi dan Diskusi □ E-mail □ Pos

DATA PASIEN
Nama : An. A Umur : 15 tahun No RM : 277925
Nama Klinik : RSUD Cilegon Telp : Terdaftar Sejak :
Data Utama Untuk Bahan Diskusi:
Keluhan Utama : Sesak nafas
Pasien anak laki-laki berusia 15 tahun tahun datang ke IGD RSUD Cilegon dengan keluhan
sesak nafas sejak 1 minggu yang dirasakan semakin memberat. Keluhan disertai dengan
demam yang dirasa naik turun sejak 3 minggu SMRS, batuk berdahak disetai bercak darah
dan perut semakin membesar. Riwayat nyeri tenggorok ada ± 3 minggu yang lalu, disertai
demam tinggi. Sudah berobat namun tidak ada perubahan.
Pada hasil pemeriksaaan fisik ditemukan keadaan umum tampak sesak, Laju respirasi
meningkat, Denyut Nadi cepat, terdapat retraksi interkosta dan epigastrik, Pada pemeriksaan

1
INTERNSIP RSUD KOTA CILEGON TIA ASTRIANA

Cor didapatkan tanda tanda pembesaran jantung disertai bising jantung yag terdengar pada
apeks serta friction rubs yang menandakan adanya perikarditis. Serta pada pemeriksaan
abdomen didapatkan pembesaran hepar akibat adanya suatukongesti jantung.
Pada hasil pemeriksaan laboratorium ditemukan leukositosis, CRP meningkat dan ASTO
positif.
Pada hasil pemeriksaan foto Thorax didapatkan gambaran kardiomegali efusi pleura kanan,
dan diafragma kanan letak tinggi akibat hepato megali. USG abdomen didapatkan gambaran
hepatomegali dengan pembesaran vena porta hepatika dan vena cava inferior. Dari
pemeriksaan EKG didapatkan gambaran low voltage dengan sinus takikardia
Daftar Pustaka:
1. Sastroasmoro S, Madiyono B. Buku Ajar Kardiologi Anak. Jakarta: Binarupa Aksara,
1994. Hal 279-314
2. Hasan, Rusepro. Buku Kuliah Ilmu kesehatan anak jilid dua edisi keempat. Jakarta:
Bagian ilmu kesehatan anak FK UI, 1985. Hal. 734-752
3. Pusponegoro HD. Standar Pelayanan Medis Kesehatan Anak Edisi 1. Jakarta: Badan
Penerbit IDAI, 2004. hal 149-153
4. Fayler, DC. Kardiologi Anak Nadas. Yogyakarta: Gajah Mada University Press, 1996.
Hal 354-366
5. Behrman, R.E. Nelson, Ilmu Kesehatan Anak vol. 2 Ed. 15. Jakarta: EGC; 1999. hal
929-935
Hasil Pembelajaran:
1. Definisi Demam Rematik akut
2. Epidemiologi Demam Rematik Akut
3. Etiologi Demam Rematik Akut
4. Patofisiologi Demam Rematik Akut
5. Diagnosis Demam Rematik Akut
6. Penatalaksanaan Demam Rematik Akut
7. Pencegahan Demam Rematik Akut
8. Prognosis Demam Rematik Akut

Rangkuman Hasil Pembelajaran Portofolio:


1. Subyektif:
Keluhan Utama: Sesak nafas

2
INTERNSIP RSUD KOTA CILEGON TIA ASTRIANA

Anamnesis Khusus:
Sejak 1 minggu SMRS, pasien merasa sesak nafas yang dirasakan makin memberat.
Sesak nafas juga dirasakan pasien saat pasien beristirahat. Keluhan juga disertai
dengan demam yang dirasakan naik turun sejak 3 minggu SMRS, batuk berdahak
disertai bercak-bercak darah dan perut terasa membesar sejak 2 minggu SMRS.
Keluhan juga disertai dengan tidak nafsu makan dan mual. Keluahan nyeri sendi,
bengkak pada sendi, gerakan-gerakan yang tidak terkendali, bercak kemerahan pada
kulit, benjolan di kulit, mata terlihat kuning, kulit terlihat kuning tidak ada. BAB dan
BAK tidak ada kelainan. Riwayat nyeri tenggorok ada ± 3 minggu yang lalu, disertai
demam tinggi. Sebelumnya pasien berobat ke Puskesmas diberikan obat namun pasien
lupa nama obatnya namun tidak membaik. Pasien belum pernah menderita penyakit
seperti ini sebelumnya. Tidak ada anggota keluarga pasien yang menderita penyakit
seperti ini. Pasien memiliki kebiasaan buruk seperti merokok dan minum-minuman
keras (anggur) sejak 1 tahun terakhir.

Anamnesis Tambahan :
Penderita dikandung selama 9 bulan, lahir ditolong oleh bidan, langsung menangis,
berat badan lahir 2,9 kg, panjang badan tidak diukur. Selama hamil Ibu penderita
tidak menderita sakit dan hanya minum multivitamin dari bidan.
Anamnesa imunisasi :
BCG : +
DPT :+++
Polio : + + +
Hep B : +
Morbili: -
Anamnesa makanan :
0-4 bulan : ASI
4-8 bulan : ASI + bubur susu
8-12 bulan : ASI + bubur nasi
> 12 bulan : menu keluarga
Anamnesa tumbuh kembang :
Gigi pertama tumbuh : 6 bulan
Berbalik : 4 bulan

3
INTERNSIP RSUD KOTA CILEGON TIA ASTRIANA

Duduk : 7 bulan
Berdiri : 12 bulan
Berjalan : 16 bulan
Bicara : 12 bulan
Gigi sekarang : lengkap

2. Objektif:
Keadaan Umum : Tampak sakit berat
Kesadaran : Compos Mentis
Nadi : 130x/ menit
Pernafasan : 32x/ menit
Suhu : 37,5o C
Berat Badan : 45 kg

Status Generalis
Kepala : Normocephal, rambut hitam tidak mudah dicabut
Mata : Konjungtiva tidak anemis, Sklera tidak ikterik
THT : dalam batas normal
Leher : JVP meningkat, KGB tidak teraba membesar
Dada : Bentuk dan gerak simetris
Paru
 Inspeksi : Bentuk gerak simetris, retraksi interkostal (+/+)
 Palpasi : VF kiri = kanan
 Perkusi : Sonor, kiri=kanan
 Auskultasi: VR kiri=kanan, VBS kiri=kanan, suara nafas tambahan (-)
Jantung
 Inspeksi : Iktus kordis tampak pada ICS IV linea midclavicularis sinistra,
 Palpasi : Iktus kordis kuat angkat, thrill (+)
 Perkusi : Batas atas ICS II linea midclavicularis sinistra, batas kanan linea
sternalis dextra, batas kiri 2cm lateral linea midclavicularis sinistra
 Auskultasi: Bunyi jantung S1, S2 ( + ) normal, reguler, holosistolik murmur grade
4/6 di terjelas di apeks, friction rub (+)
Abdomen

4
INTERNSIP RSUD KOTA CILEGON TIA ASTRIANA

 Inspeksi : cembung
 Palpasi :
- Hepar : Teraba membesar, batas bawah ±5 cm BACD, ±3cm BPX
tepi rata, kosistensi kenyal
- Lien : Tidak teraba, ruang traube : kosong
 Perkusi : Pekak samping pekak pindah (+)
 Auskultasi : Bising usus ( + ) normal

Extremitas : Sianosis (-), Edema (-) Turgor cukup, clubbing fingers (-)
Kulit : nodul subkutan (-), eritema marginatum (-)

Laboratorium
DARAH

Hb 13,6 g/dL SGOT 43


Ht 40,1 % SGPT 16

Leukosit 13.200 /µL Protein 6,3


Total
Trombosit 238.000 /µL Albumin 2,9
GDS 129 mg/dL Globulin 3,4
Natrium 127,8 mmol/l CRP 34, 56 (↑↑)
Kalium 5,02 mmol/l HbsAg negatif
Chlorida 91,9 mmol/l AntiHIV negatif
BTA negatif
Sputum

EKG : irama reguler, HR :120x/ menit, sinus takikardi, gambaran low voltage

5
INTERNSIP RSUD KOTA CILEGON TIA ASTRIANA

6
INTERNSIP RSUD KOTA CILEGON TIA ASTRIANA

Foto Thoraks:

Kesan: Kardiomegali, Efusi pleura dextra, Diafragma kanan letak tinggi e.c
hepatomegali

USG Abdomen : Hepatomegali disertai dilatasi Vena Cava Inferior dan Vena Hepatica
cenderung suatu Kongestive Liver ( e.c Kongestive Jantung), Ascites,
Effusi Pleura Bilateral

Diagnosis : Demam Rematik Akut + Decomp. Cordis

Follow up 20/7 21/7 22/7 23/7

Demam + - - -

Nyeri sendi - - - -

Sesak + + + +

Gerakan - - - -
involunter

TD 110/70 100/70 110/70 110/70

Nadi 120 100 106 104

Nafas 40 34 34 30

Suhu 38ºC 37,4ºC 36,6ºC 37,4ºC

Cor Bising + Bising + Bising + Bising +

KU Dyspnea Dyspnea Dyspnea Dyspnea

7
INTERNSIP RSUD KOTA CILEGON TIA ASTRIANA

Th/  Tirah baring Salbutamol Garamycin  O2 3-5 L/ menit


 O2 2-3 3x 2mg p.o 1x 80 mg  Tirah Baring
L/menit  IVFD KAEN 1B 16
Terapi lain Terapi lain
 Cefotaxim tpm
lanjut lanjut
2x1 gr  Digoxin 2x 62,5
 Ranitidin 2x micro gram
50 mg IV  Lasix 2x 20 mg
 Paracetamol  Eritromicyn 3x 500
drip mg
3x500mg  Prednison 5mg (4-4-
(bila 4)
demam)  Ambroxol 3x1 tab
 Vit K3 3x1 tab
 Dulcolax 1x1 (pagi)
 (R/ Acetosal 3x 500
mg pd minggu ke 3)

Follow up 24/7 25/7 26/7 27/7

Demam - - - -

Nyeri sendi - - - -

Sesak +↓ +↓ +↓ -

Gerakan - - - -
involunter

TD 110/70 110/70 120/80 110/70

Nadi 120 120 98 104

Nafas 28 26 26 24

Suhu 37,4ºC 36ºC 36ºC 36,5ºC

Cor Bising + Bising + Bising + Bising +


berkurang berkurang berkurang

Kesan Dyspnea Stabil Stabil Stabil

Th/ Digoxin 2x 125 Terapi Lanjut Terapi Lanjut. Terapi Lanjut


mg
Terapi lain
lanjut

8
INTERNSIP RSUD KOTA CILEGON TIA ASTRIANA

3. Assesstment :
1. Subjektif
Dari anamnesis didapatkan keluhan pada pasien berupa sesak nafas sejak 1 minggu
SMRS, disertai demam yang dirasa naik turun sejak 3 minggu SMRS, batuk berdahak
bercampur darah dan perut semakin membesar juga dirasakan pasien sejak 2 minggu
SMRS. Riwayat nyeri tenggorok ada ± 3 minggu yang lalu, disertai demam tinggi. Saat
itu pasien berobat ke Puskesmas namun tidak membaik.

2. Objektif
Dari pemeriksaan fisik pada awal pasien masuk ditemukan KU tampak sakit berat
serta sesak nafas, dan gelisah, kesadaran komposmentis, Nadi 130 kali/menit (takikardi)
RR 32x/menit dan suhu 37,5oC. Pada pemeriksaan Jantung didapatkan iktus terlihat, iktus
teraba di 2 cm lateral LMCS RIC VI, kuat angkat. Pada auskultasi terdengar holosistolik
murmur grade 4/6 terjelas di apeks disertai friction rubs.
Pemeriksaan laboratorium :
Leukosit: 13.200/mm3
CRP : 34,56
ASTO : Positif
EKG : Irama reguler, sinus takikardi dan gambaran low voltage
Rontgen thorak : Kardiomegali, efusi pleura kanan dan diafragma kanan letak tinggi
e.c hepatomegali
USG Abdomen : Hepatomegali dengan pembesaran vena cava inferior dan vena porta
hepatia e.c kongesti liver akibat kongesti jantung, efusi pleura bilateral
Dari data – data di atas tersebut penulis mengarahkan diagnosis suspek demam
rematik akut. Karna ada beberapa kriteria Jones yang dipenuhi pada pasien ini yaitu :
 Karditis : ditandai dengan adanya bising pansistolik yang kemungkinan disebabkan
oleh mitral insufisiensi, friction rub dan nyeri dada yang kemungkinan disebabkan
adanya perikarditis dan kardiomegali dari pemeriksaan rongten foto thorak. ( kriteria
mayor )
 Demam ( kriteria minor )
 CRP meningkat, Leukositosis ( leukosit 13.200/mm3,)( kriteria minor )
• Dari 1 kriteria mayor dan 2 kriteria minor disertai adanya buktiinfeksi
Streptoccus Beta hemolyticus goup A berupa peningkatan ASTO pada pasien ini

9
INTERNSIP RSUD KOTA CILEGON TIA ASTRIANA

maka dapat didiagnosis pasien ini mengalami demam rematik akut.

Sedangkan hal yang mendukung ke arah decompensatio cordis didapatkan dari


adanya keluhan sesak nafas, hepatomegali dan kardiomegali dari hasil pemeriksaan
radiologi dan gambaran low voltage dari hasil EKG.
4. Plan :
- O2 3-5 L/ menit
- Tirah Baring
- IVFD KAEN 1B 16 tpm
- Digoxin 2x 125 micro gram
- Lasix 2x 20 mg
- Eritromicyn 3x 500 mg
- Prednison 5mg (4-4-4)
- Ambroxol 3x1 tab
- Vit K3 3x1 tab
- Dulcolax 1x1 (pagi)
- Acetosal 3x 500 mg pd minggu ke 3
- Paracetamol 3 x 500 mg (bila demam)

DEMAM REMATIK AKUT

si
Demam rematik adalah suatu sindroma klinik penyakit akibat infeksi kuman
Streptokokus β hemolitik grup A pada tenggorokan yang terjadi secara akut ataupun berulang
dengan satu atau lebih gejala mayor yaitu poliartritis migrans akut, karditis, korea sydenham,
nodul subkutan dan eritema marginatum.

Epidemiologi

Demam rematik masih sering didapati pada anak di Negara sedang berkembang dan
inseden tertinggi kejadian demam rematik mengenai anak usia antara 5 – 15 tahun. Data
terakhir mengenai prevalensi demam rematik di Indonesia untuk tahun 1981 – 1990 didapati
0,3-0,8 diantara 1000 anak sekolah dan jauh lebih rendah dibanding negara berkembang
lainnya 5,13. Statistik rumah sakit di negara sedang berkembang menunjukkan sekitar 10 –
35 persen dari penderita penyakit jantung yang masuk kerumah sakit adalah penderita DR
dan PJR. Data yang berasal dari negara berkembang memperlihatkan mortalitas karena DR

10
INTERNSIP RSUD KOTA CILEGON TIA ASTRIANA

dan PJR masih merupakan problem dan kematian karena DR akut terdapat pada anak dan
dewasa muda.

Patogenesis Demam Rematik

Demam rematik adalah suatu penyakit peradangan multisitem akut,di perantarai


secara imunologis, yang terjadi setelah suatu episode faringitis streptokokus grup A setelah
interval beberapa minggu yang biasanya selama 1 – 3 minggu. Faringitis itu terkadang
hampir asimtomatik. Beberapa strain reumatogenik streptokokus grup A tampaknya berkaitan
erat dengan peningkatan resiko demam rematik, mungkin karena adanya kapsul sempurna
yang sangat antigenik.

Seperti diketahui, sel kuman streptokokus berbentuk suatu fimbriae yang terdiri dari
mukopeptid, karbohidrat grup C dan M-protein. Bagian luar fimbriae sendiri diselaputi oleh
kapsul asam hialuronik. Semua bahan – bahan itu ternyata mempunyai peranan yang sangat
penting dalam menentukan virulensi kuman dan sifat antigeniknya

Apabila terjadi infeksi kuman streptokokus pada jaringan tubuh, maka sel – sel kuman
streptokokus akan mengeluarkan komponen – komponen yang bersifat antigenik seperti
hialuronidase, streptodornase, streptokinase, M protein dan sebagainya. Karena komponen
tersebut bersifat antigenic maka tubuh pun akan membentuk banyak antibody untuk
menetralisirnya. Diperkiarakan antibody yang ditujukan untuk menetralisir M – protein dari
kuman streptokokus bereaksi silan dengan protein normal yang terdapat di jantung, sendi dan
jaringan lain. Kenyataannya bahwa gejala biasanya belum muncul sampai 2 – 3 minggu

11
INTERNSIP RSUD KOTA CILEGON TIA ASTRIANA

setelah infeksi dan bahwa streptokokus tidak ditemukan pada lesi mendukung konsep bahwa
demam reumatik terjadi akibat respon imun terhadap bakteri penyebab.

Infeksi demam rematik sering terjadi secara berulang dan dikenal sebagai reaktivasi
rema. Walaupun penyakit ini merupakan suatu inflamasi sistemik, tetapi penyakit jantung
rematik meruapakan satu – satunya komplikasi demam rematik yang paling permanen
sifatnya. Tampaknya komplikasi ini ditentukan oleh beratnya infeksi demam rematik yang
pertama kali dan seringnya terjadi reaktivasi rema. Itu sebabnya, tidak semua demam rematik
akan berkembang menjadi penyakit jantung rematik. Sebaliknya, tidak semua penyakit
jantung rematik mempunyai riwayat demam rematik yang jelas sebelumnya. Hal ini mungkin
karena gejala – gejala demam rematik pada fase dini memang tidak mudah dikenali, atau
demam rematik memang tak jarang hanya bersifat silent attack, tanpa disertai gejala klinis
yang nyata.

Demam rematik biasanya menyerang jaringan otot miokard, endokard dan perikard,
terutama pada katup mitral dan katup aorta. Kelainan pada katup trikuspid sangat jarang
disebabkan oleh infeksi rema. Secara histopatologis, infeksi demam rematik ditandai dengan
adanya proses Aschoff bodies yang khas, walaupun secara klinis tidak ada tanda – tanda
reaktivasi rema yang jelas. Daun katup dan korda tendinae akan mengalami edema, proses
fibrosis, penebalan, vegetasi – vegetasi dan mungkin kalsifikasi.

Diagnosis

Diagnosis demam rematik lazim didasarkan pada suatu kriteria yang untuk pertama
kali diajukan oleh T. Duchett Jones dan, oleh karena itu kemudian dikenal sebagai kriteria
Jones. Kriteria Jones memuat kelompok kriteria mayor dan minor yang pada dasarnya
merupakan manifestasi klinik dan laboratorik demam rematik. Pada perkembangan
selanjutnya, kriteria ini kemudian diperbaiki oleh American Heart Association dengan
menambahkan bukti adanya infeksi streptokokus sebelumnya.Apabila ditemukan 2 kriteria
mayor, atau 1 kriterium mayor dan 2 kriteria minor, ditambah dengan bukti adanya infeksi
streptokokus sebelumnya, kemungkinan besar menandakan adanya demam rematik. Tanpa
didukung bukti adanya infeksi streptokokus, maka diagnosis demam rematik harus selalu
diragukan, kecuali pada kasus demam rematik dengan manifestasi mayor tunggal berupa
korea Syndenham atau karditis derajat ringan, yang biasanya terjadi jika demam rernatik baru
muncul setelah masa laten yang lama dan infeksi strepthkokus.

12
INTERNSIP RSUD KOTA CILEGON TIA ASTRIANA

Perlu diingat bahwa kriteria Jones tidak bersifat mutlak, tetapi hanya sebagai suatu
pedoman dalam menentukan diagnosis demam rematik. Kriteria ini bermanfaat untuk
memperkecil kemungkinan terjadinya kesalahan diagnosis, baik berupa overdiagnosis
maupun underdiagnosis.

Guidelines for the diagnosis of Rheumatic fever

according to Jones criteria, 1992 update.

Pada tahun 2003, WHO merekomendasikan untuk melanjutkan penggunaan criteria


Jones yang diperbaharui (1992) untuk demam rematik serangan pertama dan serangan
rekuren DR pada pasien yang diketahui tidak mengalami PJR. Untuk serangan rekuren DR
pada pasien yang sudah mengalami penyakit jantung rematik, WHO merekomendasikan
untuk menggunakan 2 kriteria minor dengan diertai bukti infeksi SGA sebelumnya. Kriteria
diagnostic PJR ditujukan untuk pasien yang datang pertama kali denga mitral stenosis murni
atau kombinasi stenosis mitral dan insufisiensi mitral dan atau penyakit katup aorta.

Kriteria DR menurut WHO tahun 2002 – 2003 dapat dilihat pada tabel 2 berikut :

Kriteria diagnostik Kriteria

2 mayor atau 1 mayor + 2 minor + bukti infeksi


DR serangan pertama
streptokokus
2 mayor atau 1 mayor + 2 minor + bukti infeksi
DR serangan rekuren tanpa DR
streptokokus

13
INTERNSIP RSUD KOTA CILEGON TIA ASTRIANA

DR serangan rekuren dengan DR 2 minor + bukti infeksi streptokokus


Tidak diperlukan kriteria mayor lainnya atau
Korea Sydenham
bukti streptokokus
PJR ( stenosis mitral murni atau kombinasi
Tidak diperlukan kriteria lainnya untuk
dengan insufisiensi mitral dan/atau gangguan
mendiagnosis sebagai PJR
katup aorta )

Kriteria Mayor

1. Karditis

Merupakan manifestasi klinik demam rematik yang paling berat karena merupakan
satu-satunya manifestasi yang dapat mengakibatkan kematian penderita pada fase akut dan
dapat menyebabkan kelainan katup sehingga terjadi penyakit jantung rematik. Penderita
tanpa keterlibatan jantung pada pemeriksaan awal harus dipantau dengan ketat untuk
mendeteksi adanya karditis sampai tiga minggu berikutnya. Jika karditis tidak muncul dalam
2 – 3 minggu biasanya jarang akan muncul selanjutnya.

Diagnosis karditis rematik dapat ditegakkan secara klinik berdasarkan adanya salah
satu tanda berikut:

1. Bising jantung organik. Pemeriksaan ekokardiografi yang menunjukan adanya AI


atau MI saja tanpa adanya bising jantung organic tidak dapat disebut sebagai
karditis.
2. Perikarditis ( friction rub, efusi pericardium, nyeri dada, perubahan EKG)
3. Kardiomegali pada foto thorak
4. Gagal jantung kongestif
2. Poliartritis Migrans

Ditandai oleh adanya nyeri, pembengkakan, kemerahan, teraba panas, dan


keterbatasan gerak aktif pada dua sendi atau lebih. Artritis pada demam rematik paling sering
mengenai sendi-sendi besar. Kelainan ini hanya berlangsung beberapa hari sampai seminggu
pada satu sendi dan kemudian berpindah, sehingga dapat ditemukan artritis yang saling
tumpang tindih pada beberapa sendi pada waktu yang sama; sementara tanda-tanda radang
mereda pada satu sendi, sendi yang lain mulai terlibat. Perlu diingat bahwa artritis yang
hanya mengenai satu sendi (monoartritis) tidak dapat dijadikan sebagai suatu kriterium
mayor. Selain itu, agar dapat digunakan sebagai suatu kriterium mayor, poliartritis harus

14
INTERNSIP RSUD KOTA CILEGON TIA ASTRIANA

disertai sekurang-kurangnya dua kriteria minor, seperti demam dan kenaikan laju endap
darah, serta harus didukung oleh adanya titer ASTO atau antibodi antistreptokokus lainnya
yang tinggi. Arthritis ini mempunyai respon yang cepat dengan pemberian salisilat, bahkan
pada dosis rendah.

3. Korea Sydenham

Secara khas ditandai oleh adanya gerakan tidak disadari dan tidak bertujuan yang
berlangsung cepat dan umumnya bersifat bilateral, meskipun dapat juga hanya mengenai satu
sisi tubuh. Manifestasi demam rematik ini lazim disertai kelemahan otot dan ketidak-stabilan
emosi. Manifestasi ini lebih nyata bila penderita bangun dan dalam keadaan tertekan. Tanpa
pengobatan gejala korea ini menghilang dalam 1 – 2 minggu. Pada kasus yang berat
meskipun denga terapi gejala ini dapat menetap selama 3 - 4 minggu dan bahakan sampai 2
tahun, walupun jarang.

3. Eritema marginatum

Merupakan ruam yang khas pada demam rematik, berupa ruam yang tidak gatal,
macular dan tepi eritema yang menjalar dari bagian satu ke bagian lain mengelilingi kulit
yang tampak normal, terjadi pada 5 % kasus. Lesi ini berdiameter 2,5 cm dan paling sering
ditemukan pada tubuh, tungkai proksimal dan tidak melibatkan muka. Pada penderita kulit
hitam sukar ditemukan.

4. Nodulus subkutan

Pada umumnya hanya dijumpai pada kasus yang berat dan terdapat di daerah
ekstensor persendian, pada kulit kepala serta kolumna vertebralis. Nodul ini berupa massa
yang padat, tidak terasa nyeri, mudah digerakkan dari kulit di atasnya, dengan diameter dan
beberapa milimeter sampai sekitar 2 cm. Tanda ini pada umumnya tidak akan ditemukan jika
tidak terdapat karditis.

Kriteria Minor

1. Riwayar demam rematik sebelumnya

Dapat digunakan sebagai salah satu kriteria minor apabila tercatat dengan baik
sebagai suatu diagnosis yang didasarkan pada kriteria obyektif yang sama. Akan tetapi,
riwayat demam rematik atau penyakit jantung rematik inaktif yang pernah diidap seorang

15
INTERNSIP RSUD KOTA CILEGON TIA ASTRIANA

penderita seringkali tidak tercatat secara baik sehingga sulit dipastikan kebenarannya, atau
bahkan tidak terdiagnosis.

2. Artralgia

Merupakan rasa nyeri pada satu sendi atau lebih tanpa disertai peradangan atau
keterbatasan gerak sendi. Gejala minor ini harus dibedakan dengan nyeri pada otot atau
jaringan periartikular lainnya, atau dengan nyeri sendi malam hari yang lazim terjadi pada
anak-anak normal. Artralgia tidak dapat digunakan sebagai kriteria minor apabila poliartritis
sudah dipakai sebagai kriteria mayor.

. 3. Demam

Pada demam rematik biasanya ringan,meskipun adakalanya mencapai 39°C, terutama


jika terdapat karditis. Manifestasi ini lazim berlangsung sebagai suatu demam derajat ringan
selama beberapa minggu(1,9,11). Demam merupakan pertanda infeksi yang tidak spesifik,
dan karena dapat dijumpai pada begitu banyak penyakit lain, kriteria minor ini tidak meiliki
arti diagnosis banding yang bermakna.

4. Peningkatan kadar reaktan fase akut

Perupa kenaikan laju endap darah, kadar protein C reaktif, serta leukositosis
merupakan indikator nonspesifik dan peradangan atau infeksi. Ketiga tanda reaksi fase akut
ini hampir selalu ditemukan pada demam rematik, kecuali jika korea merupakan satu-satunya
manifestasi mayor yang ditemukan. Perlu diingat bahwa laju endap darah juga meningkat
pada kasus anemia dan gagal jantung kongestif. Adapun protein C reaktif tidak meningkat
pada anemia, akan tetapi mengalami kenaikan pada gagal jantung kongestif. Laju endap
darah dan kadar protein C reaktif dapat meningkat pada semua kasus.

Bukti yang Mendukung

Titer antistreptolisin O (ASTO) merupakan pemeriksaan diagnostik standar untuk


demam rematik, sebagai salah satu bukti yang mendukung adanya infeksi streptokokus. Titer
ASTO dianggap meningkat apabila mencapai 250 unit Todd pada orang dewasa atau 333 unit
Todd pada anak-anak di atas usia 5 tahun, dan dapat dijumpai pada sekitar 70% sampai 80%
kasus demam rematik akutInfeksi streptokokus juga dapat dibuktikan dengan melakukan
biakan usapan tenggorokan. Biakan positif pada sekitar 50% kasus demam rematik akut.
Bagaimanapun, biakan yang negatif tidak dapat mengesampingkan kemungkinan

16
INTERNSIP RSUD KOTA CILEGON TIA ASTRIANA

adasnya infeksi streptokokus akut

Bukti adanya keterlibatan jantung

1. Gambaran radiologis
Berguna untuk menilai besar jantung. Tetapi gambaran radiologis mormal tidak
mengesampingkan adnya karditis. Pemeriksaan radiologis secara berseri berguna
untuk menentukan prognosis dan kemungkinan adanya perikarditis.

2. Gambaran elektrokardiografi
Pemeriksaan EKG awal secara seri berguna dalam mendiagnosis dan tatalaksana
DRA walaupun pemeriksaan ini kadang – kadang mungkin normal kecuali adanya
sinus takikardi. Pemanjangan interval PR terjadi pada 28 – 40 % penderita, jauh lebih
sering daripada penyakit demam yang lain.

Dasar Diagnosis
 Highly probable (sangat mungkin)
2 mayor atau 1 mayor + 2 minor
Disertai bukti infeksi streptococcus β hemolyticus group A
ASTO
Kultur (+)
 Doubtful diagnosis (meragukan)
2 mayor
1 mayor + 2 minor
Tidak terdapat bukti infeksi streptococcus β hemolyticus group A
ASTO
Kultur (+)
 Exception (pengecualian)
Diagnosa DRA dapat ditegakkan bila hanya ditemukan Korea saja atau Karditis
indolen saja

Penatalaksanaan

1. Eradikasi kuman Streptococcus beta hemolyticus grup A

Pengobatan yang adekuat terhadap infeksi Streptococcus harus segera dilaksanakan


setelah diagnosis ditegakkan. Cara pemusnahan streptococcus dari tonsil dan faring sama

17
INTERNSIP RSUD KOTA CILEGON TIA ASTRIANA

dengan cara untuk pengobatan faringitis streptococcus yakni pemberian penisilin benzatin
intramuskular dengan dosis 1,2 juta unit untuk pasien dengan berat badan > 30 kg atau 600
000-900 000 unit untuk pasien dengan berat badan < 30 kg. Penisilin oral, 400 000 unit (250
mg) diberikan empat kali sehari selama 10 hari dapat digunakan sebagai alternatif.
Eritromisin, 50 mg/kg BB sehari dibagi dalam 4 dosis selama 10 hari dianjurkan untuk pasien
yang alergi penisilin. Obat lain seperti sefalosporin yang diberikan dua kali sehari selama 10
hari juga efektif untuk pengobatan faringitis streptokokus. Penisilin benzatin yang berdaya
lama lebih disukai dokter karena reliabilitasnya serta efektifitasnya untuk profilaksis infeksi
streptokokus.

2. Obat analgesik dan anti-inflamasi

Pengobatan anti-radang amat efektif dalam menekan manifestasi radang akut demam
reumatik, sedemikian baiknya sehingga respons yang cepat dari artritis terhadap salisitas
dapat membantu diagnosis.

Pasien dengan artritis yang pasti harus diobati dengan aspirin dalam dosis total 100
mg/kgBB/ hari, maximum 6 g per hari dosis terbagi selama 2 minggu, dan 75 mg/kgBB/ hari
selama 2-6 minggu berikutnya. Kadang diperlukan dosis yang lebih besar. Harus diingatkan
kemungkinan keracunan salisilat, yang ditandai dengan tinitus dan hiperpne.

Pada pasien karditis, terutama jika ada kardiomegali atau gagal jantung aspirin
seringkali tidak cukup untuk mengendalikan demam, rasa tidak enak serta takikardia, kecuali
dengan dosis toksik atau mendekati toksik. Pasien ini harus ditangani dengan steroid;
prednison adalah steroid terpilih, mulai dengan dosis 2 mg/kgBB/hari dengan dosis terbagi,
maximum 80 mg per hari. Pada kasus yang sangat akut dan parah, terapi harus dimulai
dengan metilprednisolon intravena (10-40 mg), diikuti dengan prednison oral. Sesudah 2-3
minggu prednison dapat dikurangi terhadap dengan pengurangan dosis harian sebanyak 5 mg
setiap 2-3 hari. Bila penurunan ini dimulai, aspirin dengan dosis 75 mg/kgBB/hari harus
ditambahkan dan dilanjutkan selama 6 minggu setelah prednison dihentikan. Terapi ’tumpang
tindih’ ini dapat mengurangi insidens rebound klinis pascaterapi, yaitu munculnya kembali
manifestasi klinis segera sesudah terapi dihentikan, atau sementara prednison diturunkan,
tanpa infeksi streptokokus baru. Steroid dianjurkan untuk pasien dengan karditis karena
kesan klinis bahwa pasien berespons lebih baik, demikian pula gagal jantung pun berespons
lebih cepat daripada dengan salisilat.

18
INTERNSIP RSUD KOTA CILEGON TIA ASTRIANA

Obat antiradang yang dianjurkan pada


Demam reumatik
Manifestasi klinis Pengobatan
Artralgia Hanya analgesik (misal asetaminofen).

Artritis Salisilat 75-100 mg/kgBB/hari dibagi 4 dosis (selama 6


minggu)

Artritis + karditis Prednisone 2-2,5 mg/kgBB/hari dibagi dalam 2 dosis


selama 2 minggu, taper over selama 2 minggu, selama
di tapering ; aspirin 75 mg/kgBB/hari selama 2
minggu,lanjut aspirin 100 mg/kgBB selama 4 minggu.

3. Diet

Bentuk dan jenis makanan disesuaikan dengan keadaan penderita. Pada sebagian
besar kasus cukup diberikan makanan biasa, cukup kalori dan protein. Tambahan vitamin
dapat dibenarkan. Bila terdapat gagal jantung, diet disesuaikan dengan diet untuk gagal
jantung yaitu cairan dan garam sebaiknya dibatasi.

4. Tirah Baring dan mobilisasi

Semua pasien demam reumatik akut harus tirah baring, jika mungkin di rumah sakit.
Pasien harus diperiksa tiap hari untuk menemukan valvulitis dan untuk mulai pengobatan dini
bila terdapat gagal jantung. Karditis hampir selalu terjadi dalam 2-3 minggu sejak dari awal
serangan, hingga pengamatan yang ketat harus dilakukan selama masa tersebut. Sesudah itu
lama dan tingkat tirah baring bervariasi. Hal penting adalah bahwa tata laksana harus
disesuaikan dengan manifestasi penyakit, sedang pembatasan aktivitas fisis yang lama harus
dihindari.

Selama terdapat tanda-tanda radang akut, penderita harus istirahat di tempat tidur.
Untuk artritis cukup dalam waktu lebih kurang 2 minggu, sedangkan untuk karditis berat
dengan gagal jantung dapat sampai 6 bulan. Mobilisasi dilakukan secara bertahap.

Istirahat mutlak yang berkepanjangan tidak diperlukan mengingat efek psikologis


serta keperluan sekolah. Penderita demam reumatik tanpa karditis atau penderita karditis
tanpa gejala sisa atau penderita karditis dengan gejala sisa kelainan katup tanpa kardiomegali,
setelah sembuh tidak perlu pembatasan aktivitas. Penderita dengan demam kardiomegali

19
INTERNSIP RSUD KOTA CILEGON TIA ASTRIANA

menetap perlu dibatasi aktivitasnya dan tidak diperkenankan melakukan olahraga yang
bersifat kompetisi fisis.

Pedoman Istirahat Dan Mobilisasi Penderita Demam Reumatik/Penyakit Jantung


Reumatik Akut
(Markowitz dan Gordis, 1972)
Artritis Karditis Karditis tanpa Karditis +
minimal kardiomegali kardiomegali

Tirah baring 2 minggu 3 minggu 6 minggu 3-6 bulan

Mobilisasi bertahap 2 minggu 3 minggu 6 minggu 3 bulan


di ruangan

Mobilisasi bertahap 3 minggu 4 minggu 3 bulan 3 bulan atau lebih


di luar ruangan

Semua kegiatan Sesudah 6-8 Sesudah 10 Sesudah 6 bulan bervariasi


minggu minggu

5. Pengobatan lain

5.1 Pengobatan Karditis

Pengobatan karditis reumatik ini tetap paling kontroversial, terutama dalam hal
pemilihan pasien untuk diobati dengan aspirin atau harus dengan steroid. Meski banyak
dokter secara rutin menggunakan steroid untuk semua pasien dengan kelainan jantung,
penelitian tidak menunjukkan bahwa steroid lebih bermanfaat daripada salisilat pada pasien
karditis ringan atau sedang. Rekomendasi untuk menggunakan steroid pada pasien
pankarditis berasal dari kesan klinis bahwa terapi ini dapat menyelamatkan pasien.

Digitalis diberikan pada pasien dengan karditis yang berat dan dengan gagal jantung;
digoksin lebih disukai dipakai pada anak. Dosis digitalisasi total adalah 0,04 sampai 0,06
mg/kg, dengan dosis maximum 1,5 mg. Dosis rumatnya adalah antara sepertiga samapai
seperlima dosis digitalisasi total, diberikan dua kali sehari. Karena beberapa pasien
miokarditis sensitif terhadap digitalis, maka dianjurkan pemberian diitalisasi lambat.
Penggunaan obat jantung alternatif atau tambahan dipertimbangkan bila pasien tidak
berespons terhadap digitalis.

5.2 Pengobatan Korea Sydenham

20
INTERNSIP RSUD KOTA CILEGON TIA ASTRIANA

Pasien korea yang ringan pada umumnya hanya memerlukan tirah baring. Pada kasus
yang lebih berat, obat antikonvulsan mungkin dapat mengendalikan korea. Obat ini sangat
bervariasi. Fenobarbital diberikan dalam dosis 15-30 mg tiap 6 sampai 8 jam. Haloperidol
dimulai dengan dosis rendah (0,5 mg), kemudian dinaikkan sampai 2 mg tiap 8 jam. Obat
antiradang tidak diperlukan pada korea, kecuali pada kasus yang sangat berat, dapat diberi
steroid.

Pencegahan Sekunder

Cara pencegahan sekunder yang diajukan The American Heart Association dan WHO
tertera pada tabel 5. Pemberian suntikan penisilin berdaya lama setiap bulan adalah cara yang
paling dapat dipercaya. Pada keadaan-keadaan khusus, atau pada pasien dengan resiko tinggi,
suntikan diberikan setiap 3 minggu. Meskipun nyeri suntikan dapat berlangsung lama, pasien
yang lebih tua lebih suka cara ini karena dapat dengan mudah teratur melakukanya satu kali
setiap 3 atau 4 minggu, dibanding dengan tablet penisilin oral yang harus setiap hari. Preparat
sulfa yang tidak efektif untuk pencegahan primer (terapi faringitis), terbukti lebih efektif
daripada penisilin oral untuk pencegahan sekunder. Sulfadiazin juga jauh lebih murah
daripada eritromisin.

Lama pemberian pencegahan sekunder sangat bervariasi, bergantung pada pelbagai


faktor, termasuk waktu serangan atau serangan ulang, umur pasien, dan keadaan lingkungan.
Makin muda saat serangan makin besar kemungkinan kumat; setelah pubertas kemungkinan
kumat cenderung menurun. Sebagian besar kumat terjadi dalam 5 tahun pertama sesudah
serangan terakhir. Pasien dengan karditis lebih mungkin kumat daripada pasien tanpa
karditis.

Dengan mengingat faktor-faktor tersebut, maka lama pencegahan sekunder


disesuaikan secara individual; beberapa prinsip umum dapat dikemukakan. Pasien tanpa
karditis pada serangan sebelumnya diberikan profilaksis minimum 5 tahun sesudah serangan
terakhir, sekurangnya sampai umur 18 tahun. Pasien dengan keterlibatan jantung dilakukan
pencegahan setidaknya sampai umur 25 tahun, dan dapat lebih lama jika lingkungan atau
faktor risiko lain mendukungnya. Evaluasi pengobatan setiap 5 tahun. Risiko terjadi
kekambuhan paling tinggi dalam 5 tahun pertama.

Pencegahan sekunder harus dilanjutkan selama pasien hamil; akan tetapi sebaiknya
tidak dipakai sulfadiazin karena mendatangkan risiko terhadap janin. Remaja biasanya

21
INTERNSIP RSUD KOTA CILEGON TIA ASTRIANA

mempunyai masalah khusus terutama dalam ketaatannya minum obat, sehingga perlu upaya
khusus mengingat resiko terjadinya kumat cukup besar. Untuk pasien penyakit jantung
reumatik kronik, pencegahan sekunder untuk masa yang lama, bahkan seumur hidup kadang
diperlukan, terutama pada kasus yang berat.

Jadwal yang dianjurkan untuk pengobatan daan untuk pencegahan infeksi


streptokokus
Pengobatan faringitis Pencegahan infeksi
(pencegahan primer) (pencegahan sekunder)
1. Penisilin benzatin G IM 1. Penisilin benzatin G IM
a. 600 000-900 000 unit untuk pasien < 30 kg a. 600 000-900 000 unit untuk pasien < 30 kg
b. 1 200 00 unit pasien > 30 kg setiap 3-4 minggu
b. 1 200 00 unit pasien > 30 kg setiap 3-4
2. Penisilin V oral: minggu
250 mg, 3 atau 4 kali sehari selama 10 hari 2. Penisilin V oral:
250 mg, dua kali sehari
3. Eritromisin:
40 mg/kg/hari dibagi dalam 2-4 kali dosis 3. Eritromisin:
sehari selama 10 hari 250 mg, dua kali sehari

Prognosis

Morbiditas demam reumatik akut berhubungan erat dengan derajat keterlibatan


jantung. Mortalitas sebagian besar juga akibat karditis berat, komplikasi yang sekarang sudah
jarang terlihat di negara maju (hampir 0%) namun masih sering ditemukan di negara
berkembang (1-10%). Selain menurunkan mortalitas, perkembangan penisilin juga
mempengaruhi kemungkinan berkembangnya menjadi penyakit valvular kronik setelah
serangan demam reumatik aku. Sebelum penisilin, persentase pasien berkembang menjadi
penyakit valvular yaitu sebesar 60-70% dibandingkan dengan setelah penisilin yaitu hanya
sebesar 9-39%.

22

Das könnte Ihnen auch gefallen