Beruflich Dokumente
Kultur Dokumente
2018
Tema:
Februari 2018
Majelis Sinode Harian GMIT
2
Daftar Isi
Pengantar ……………………………………………………………………………………… 2
Daftar Isi ………………………………………………………………………………………. 3
Kerangka Khotbah
Minggu Sengsara 1: 11 Februari 2018 ……………………………............................................. 5
Minggu Sengsara 2: 18 Februari 2018 ……………………………….……………………….... 10
Minggu Sengsara 3: 25 Februari 2018 …………………………………………………………. 13
Minggu Sengsara 4: 04 Maret 2018 ……………………………………………………………. 15
Minggu Sengsara 5: 11 Maret 2018 ……………………………………………………………. 19
Minggu Sengsara 6: 18 Maret 2018 ……………………………………………………………. 22
Minggu Sengsara 7: 25 Maret 2018 ……………………………………………………………. 24
Jumat Agung: 30 Maret 2018 ………………………………………………………………….. 26
Paskah 1: 01 April 2018 ……………………………………………………………………….. 30
Paskah 2: 12 April 2018 ……………………………………………………………………….. 32
3
Bahan
Kerangka Khotbah
4
Kerangka Khotbah Minggu Sengsara 1
Minggu, 11 Februari 2018
Narasi tentang kedatangan Yesus ke Yerusalem dalam suasana penuh kemenangan ini
dicatat oleh semua penulis Injil (Mat, Mark, Luk dan Yoh). Alur ceritanya sama, kecuali yang khas
bagi Yohanes adalah penyambutan dengan palma. Sebagai sebuah kisah yang layak dicermati
secara khusus, mari kita memerhatikan beberapa frasa penting dari teks, sbb:
1. Orang banyak (ay.12, Keesokan harinya ketika orang banyak yang datang merayakan pesta
mendengar, bahwa Yesus sedang di tengah jalan menuju Yerusalem, Orang banyak yang
dimaksud adalah rakyat jelata—bukan penguasa-- dan pemeluk agama Yahudi yang saleh
(Yahudi moderat/reformis) yang rindu pembaruan dan yang memahami kitab suci dengan
serius. Orang banyak ini adalah pesiarah dari luar Yerusalem dan kelompok orang Yahudi
yang memaknai kehidupan ibadah dengan kerinduan akan penyempurnaan Taurat di dalam
Yesus sang Mesias yang sedang berarak ke Yerusalem. Orang banyak ini sungguh-sungguh
menghargai dan memuja Yesus itu tidak malu dan bahkan tidak akan merasa takut untuk
mengakui-Nya sebagai raja Sion di hadapan siapa pun juga, sejauh hal itu mendatangkan
kemuliaan bagi-Nya. Mereka inilah yang begitu bersemangat untuk menghormati Yesus dan
menyambutnya dengan teriakan: …Dia yang datang dalam nama Tuhan, raja Israel.
2. …daun palem dan Hosana. (Ayat 13. mereka mengambil daun-daun palem, dan pergi
menyongsong Dia sambil berseru-seru: "Hosana! Diberkatilah Dia yang datang dalam nama
Tuhan, Raja Israel!"
…daun palem---. Hanya Yohanes yang menyebutkan penggunaan daun palem-- juga
ranting-ranting palem. Sedari dulu, pohon palem telah menjadi lambang kemenangan dan
kejayaan. Kebiasaan ini dicatat oleh penulis 2 Makabe 10:1-7 berkaitan dengan
penahbisan ulang (pentahiran) Bait Allah oleh Yudas Makabe sesudah dirusak oleh orang
Siria. Akan tetapi, bukan hanya itu saja. Dibawanya ranting-ranting palem dan cemara
juga merupakan bagian dari upacara pesta hari raya Pondok Daun bagi Tuhan (Im. 23:40;
Neh. 8:16), dan di sini mereka memakainya untuk mengungkapkan sukacita mereka
dalam menyambut kedatangan Tuhan Yesus. Hal ini menegaskan bahwa seluruh pesta
dan perayaan selalu mengacu kepada Injil-Nya dan digenapi oleh Injil-Nya itu, terutama
yang berkaitan dengan pesta hari raya Pondok Daun tersebut (Za. 14:16).
Hosana atau Hosyiana
Hosana istilah Ibrani Hosyiana artinya Ya TUHAN, berilah kiranya keselamatan (Mzm.
118:25). Pengujaran itu sehari-hari adalah tolonglah. Di dalam Perjanjian Baru
penggunaannya terbatas pada peristiwa ini saja. Penggunaannya dalam liturgi kadang
istilah ini lebih merupakan bagian dari kidung pujian ketimbang sebuah doa, dan begitu
5
juga penggunaannya di sini. Yesus disambut sebagai Raja Israel, yang datang dengan
kekuasaan Tuhan. Orang-orang ini mengharapkan Yesus mendirikan kerajaan Daud
dengan kuasa (bdg. Mrk. 11:10). Orang-orang itu dipenuhi dengan penantian akan Mesias
atau Kristus = yang diurapi Tuhan (bdg. Yoh. 6:15). Dengan seruan atau yel-yel hosanna,
mereka mengakui Tuhan kita Yesus sebagai Raja Israel, yang datang dalam nama
Tuhan, meskipun kini Dia berada dalam keadaan yang miskin dan hina, serta tampil
dengan kesederhaan di tengah-tengah penyambut yang mengakui-Nya sebagai Raja,
yang berbicara mengenai martabat dan kehormatan-Nya, yang harus kita puja. Seruan itu
berbicara mengenai pemerintahan dan kuasa-Nya, yang kepadanya kita harus tunduk.
Dengan menyerukan hosana, mereka mengharapkan tiga hal: Pertama, supaya kerajaan-
Nya datang, berupa terang dan pengetahuan akan kerajaan itu, dan dalam kuasa dan
kedahsyatannya. Semoga Allah mempercepat pekerjaan Injil. Kedua, supaya kerajaan-
Nya menaklukkan musuh, dan selalu mengalami kemenangan dalam setiap rintangan
(Why. 6:2). Ketiga, supaya kerajaan-Nya terus berlanjut. Dalam kontek ini hosana
berarti, Semoga Raja hidup selamanya. Semoga kerajaan-Nya tidak akan pernah
hancur, meskipun diganggu (Mzm. 72:17).
3. …seekor keledai muda. … (ay. 14, 15 Yesus menemukan seekor keledai muda lalu Ia naik ke
atasnya, seperti ada tertulis: 15 "Jangan takut, hai puteri Sion, lihatlah, Rajamu datang, duduk
di atas seekor anak keledai."). Menaiki keledai seorang diri menunjukkan kesederhanaan dan
kerendahan hati-Nya. Hal itu telah dinubuatkan, dan inilah pemenuhan nubuat itu. Injil Matius
mencatat, ketika Ia sudah tiba di Betfage di bukit Saitun, Ia sendiri meminta agar murid-murid-
Nya mempersiapkan bagi-Nya seekor keledai muda (Matius 21:1). Tuan keledai itu pun tidak
berkeberatan dan bahkan bangga menyediakan keledai-Nya buat Yesus. Nama pemilik keledai
itu pun tidak disebutkan. Rupanya, si pemilik keledai adalah seorang yang tidak suka pamer
nama kalau berbuat sesuatu bagi Tuhan. Dengan tulus, ikhlas dan bangga ia berbuat sesuatu:
menyerahkan keledainya bagi Yesus dalam menjalankan misinya yaitu mendamaikan manusia
dengan Allah.
Selanjutnya, menunggang keledai muda itu baru pertama kali di akhir hidup dan pelayanan-
Nya Ia biasanya bepergian dengan berjalan kaki bersama murid-murid dan para pengiku-Nya.
Ia dan para pengikut-Nya harus bersedia hidup dengan cara sederhana dan tidak terpengaruh
oleh hal-hal yang kelihatannya hebat dan mewah di zaman itu. Sekalipun begitu, cara itu pun
masih jauh lebih sederhana daripada yang biasa dilakukan para pembesar di dunia ini. Walau
Ia memang sedang merendahkan diri-Nya, tetapi dalam penglihatan yang dialami Yohanes,
Yesus Kristus terlihat dalam kemuliaan-Nya, menunggang seekor kuda putih, memegang
panah dan memakai mahkota (Wahyu 6:2). Dengan perkataan lain manakala Yesus datang
ke Yerusalem dengan maksud menunjukkan bahwa Ia menginginkan kuasa politis, tentu Ia
akan mengendarai kuda. Tidak sulit bagi-Nya mendapatkan seekor kuda untuk maksud itu.
Tetapi, kini Yesus sengaja mencari seekor keledai muda, untuk menggenapi Zakharia 9:9,
sekaligus sebagai penggenap nubuat mesianis. Namun, Ia datang dan menggenapi dengan cara
lain, dalam cara yang di mata manusia rendah dan lemah. Terhadap sikap Yesus yang
mengendarai keledai itu, para murid tidak mengerti akan hal itu dan mereka baru mengerti
setelah Yesus dimuliakan (ay. 16, 16 Mula-mula murid-murid Yesus tidak mengerti akan hal
6
itu, tetapi sesudah Yesus dimuliakan, teringatlah mereka, bahwa nas itu mengenai Dia, dan
bahwa mereka telah melakukannya juga untuk Dia.):
Ia memanggil Lazarus keluar dari kubur…./… kamu sama sekali tidak berhasil (ay.17-19,
Orang banyak yang bersama-sama dengan Dia ketika Ia memanggil Lazarus keluar dari
kubur dan membangkitkannya dari antara orang mati, memberi kesaksian tentang Dia. 18
Sebab itu orang banyak itu pergi menyongsong Dia, karena mereka mendengar, bahwa Ia
yang membuat mujizat itu. 19 Maka kata orang-orang Farisi seorang kepada yang lain: "Kamu
lihat sendiri, bahwa kamu sama sekali tidak berhasil, lihatlah, seluruh dunia datang
mengikuti Dia."
Pendahuluan
Apakah yang membedakan orang Kristen dengan orang non-Kristen? Saya kira jawaban atas
pertanyaan ini bukan jawaban tunggal. Yang pasti bahwa orang Kristen menjadikan Kristus
sebagai teladan kehidupan. Sedemikian besar kasih Allah kepada dunia, sehingga semua orang
Kristen dipanggil untuk berkarya bagi perbaikan dunia dari kerusakan akibat dosa. Tuhan Yesus
telah menunjukkan keteladanan bekerja demi keselamatan dunia. Dalam peran sebagai saksi
Kristus, seluruh hidup Yesus patut diteladani oleh semua orang Kristen. Sebagai pengikut Kristus
mata kita menatap kepada Kristus untuk meneladani-Nya, mengindahkan pengajaranNya dan setia
menanggung segala resiko dari keteladanan itu. Dapat dikatakan bahwa karakter Kristen sejati
adalah tidak hidup sekedar untuk membahagiakan diri sendiri dan pasif terhadap persoalan dunia
sekitar, melainkan aktif menyatakan kasih Allah yang menyelamatkan semesta.
Nas Yohanes 12:20-36 menceritakan tentang penerimaan orang-orang Yerusalem terhadap
Yesus. Ketika itu Yerusalem merupakan pusat pemerintahan Herodes. Terdapat di sana Bait Allah
yang mengukuhkan kedudukan kota itu sebagai pusat agama Yahudi. Sewaktu Tuhan Yesus
memasuki kota itu, banyak orang Yahudi menyambutnya sebagai mesias. Bukan hanya mereka.
Orang-orang Yunani pun ingin bertemu dengan Yesus. Inilah momentum bagi Yesus untuk
menegaskan kepada kalangan luas tentang misi-Nya. Pada kesempatan strategis itu Yesus
memberitahukan tentang penderitaan-Nya. Yesus memakai metafora sebiji gandum yang ditanam
ke dalam tanah untuk menghasilkan lebih banyak gandum. Demikianlah makna penderitaan
hingga kematian Yesus. Penderitaan dan kematian Kristus menunjukkan komitmen kesetiaan
10
terhadap terhadap Allah. Komitmen itulah yang dapat melahirkan kerja keras dan pengorbanan di
ladang misi. Penderitaan dan kematian sebagai komitmen kesetiaan perlu disiapkan dan
disongsong. Di zaman yang sangat mendewakan materi dan kuasa, nilai-nilai kehidupan seperti
kesederhanaan, keadilan, kejujuran, kesetaraan, keutuhan ciptaan hanya dapat diwujudkan dengan
komitmen kesetiaan yang memungkinkan cara hidup yang khas, seperti yang diteladankan Yesus.
Jika kita membandingkan injil Yohanes dengan injil-injil Sinoptis (Matius, Markus dan
Lukas), ada beberapa kekhasan injil Yohanes. Pertama, injil Yohanes banyak memuat kisah yang
tidak terdapat dalam injil Sinoptis. Hal itu memperlihatkan maksud dari injil ini, yaitu untuk
memperlengkapi cerita yang sudah ada pada injil lainnya. Kedua, injil sinoptis menyajikan cerita
dengan gaya melaporkan apa yang terjadi. Sementara injil Yohanes menyampaikan arti dan
maksud dari segala yang dilihat dan didengarnya. Ketiga, dalam injil Yohanes hubungan antara
Yesus dengan Allah dibuat lebih nyata. Yesus sejak kekal adalah anak Allah.
Dapat ditegaskan di sini bahwa tujuan dari injil Yohanes adalah untuk memelihara iman
orang-orang percaya bahwa Yesus adalah anak Allah yang diutus untuk menyelamatkan dunia.
Seperti dikatakan dalam Yohanes 20:31, "supaya kamu percaya bahwa Yesuslah Mesias, Anak
Allah, dan supaya kamu oleh imanmu memperoleh hidup dalam nama-Nya." Dalam menghadapi
rupa-rupa tantangan dan permasalahan yang menggugat iman kepada Yesus, injil Yohanes
menghadirkan jawaban tegas. Selain itu, seperti pendapat para bapa gereja, Injil Yohanes juga
ditulis untuk melawan ajaran gnostik1 yang telah menyusup ke dalam gereja pada akhir abad I.
Perikop Yohanes 12:20-36 diawali dengan keinginan serius dari orang-orang Yunani untuk
menjumpai Yesus. Mereka ada di Yerusalem untuk mengikuti perayaan agama Yahudi. Bisa saja
niat bertemu Yesus itu dibedakan atas dua motif. Motif pertama, alasan bertemu Yesus berkaitan
dengan harapan mesianis kaum Yahudi. Orang-orang itu telah mendengar ajaran agama Yahudi
tentang mesias yang diutus Allah untuk membebaskan umat Israel dari kuasa bangsa penindas.
Seperti Musa yang memimpin umat Israel dari Mesir atau para hakim yang ditus untuk
membebaskan Israel dari ancaman kuasa bangsa lain, demikianlah mesias akan muncul dan
memimpin perjuangan melawan kuasa penjajahan Romawi. Menyimak berbagai informasi tentang
kuasa Yesus melakukan mujizat membuat mereka mengharapkan kehadiran sosok mesias
pembebas tersebut. Mereka datang untuk bertemu dan berbicara dengan Yesus, guna memastikan
bahwa padanya ada kapasitas untuk bertindak selaku mesias politik yang akan mengalahkan
dominasi kerajaan Romawi. Motif kedua, kemungkinan orang-orang Yunani telah mengetahui
rencana jahat untuk membunuh Yesus. Mereka bertemu Yesus untuk meluputkannya dari rencana
jahat itu.
Jawaban Yesus terhadap permintaan mereka membuka perspektif baru tentang mesias.
Mesias dalam pandangan umum waktu itu adalah tokoh pahlawan yang gagah perkasa, yang mahir
memainkan siasat dan senjata, yang lihai berkelahi dan berperang, tangkas menaklukan lawan.
Sosok mesias seperti itu berbeda sama sekali dengan sosok kemesiasan Yesus yang secara sadar
menempuh jalan sengsara. Karya Kristus tidak berdasarkan hukum dendam dan perang, melainkan
berdasarkan hukum kasih dan pengampunan. Kristus tidak mengangkat dan mengayun senjata
untuk menghukum dan membinasakan orang berdosa, melainkan melakukan karya kasih untuk
menyadarkan dan memberdayakan dunia agar terbebas dari lilitan dan ancaman kuasa dosa. Tuhan
1
Kata “gnostik” dalam bahasa Yunani artinya pengetahuan. Ajaran gnostik menempatkan pengetahuan akan misteri
ilahi sabagai syarat mendapatkan keselamatan. Intinya jiwa dari manusia yang dapat diselamatkan adalah suatu
percikan dari keilahian dalam tubuh. Penyelamatan berarti pelepasan jiwa dari kecemaran badaniah, dan
penyerapannya ke dalam sumbernya. Ajaran ini bertentangan dengan doktrin utama Kristen tentang karya penebusan
di dalam Kristus.
11
Yesus mengangkat ilustrasi dari dunia pertanian. Sebutir gandum baru akan menghasilkan banyak
butir gandum setelah ia dikuburkan.
Refleksi
Ketika hawa kematian telah tersebar, Tuhan Yesus menyatakan kesiapannya untuk
berkorban demi penyelamatan semesta sesuai rencana Allah. Prinsipnya, pengorbanan Kristus
adalah cara Allah untuk menyatakan kasihNya yang mendamaikan dan menyelamatkan dunia.
Jalan itu bukan jalan biasa. Tidak mudah bagi akal manusia memahami salib dan kematian Kristus
sebagai cara Allah menyelamatkan semesta. Di sini, metafora biji gandum dipakai untuk
menjelaskan beberapa pemahaman tentang karya Kristus sebagai teladan pelayanan Kristiani.
Pemahaman pertama, pelayanan menuntut totalitas. Seluruh hidup Yesus dipertaruhkan
demi karya keselamatan. Karya Kristus yang tersalib sampai mati itu menunjukkan kepada kita
tentang totalitas pelayanan demi perbaikan semesta. Pelayanan yang demikian terlalu besar bagi
orang-orang yang hanya memikirkan diri sendiri. Di jalan pelayanan, apa yang dijaga dan dirawat
untuk diri sendiri akan hilang. Orang yang merawat nyawa akan kehilangan nyawa. Pemahaman
ini menekankan relasi yang menyatukan kita dengan Yesus, sehingga kita menjadi pelayanNya,
berada bersama-Nya, dan dihormati Bapa-Nya.
Pemahaman kedua, jalan salib adalah jalan kemenangan yang sesungguhnya. Motivasi setia
kepada Allah dibuktikan dengan kerelaan untuk menanggung segala resiko pelayanan. Penderitaan
dan kematian pada jalan salib menunjukkan kesetiaan yang paripurna. Penderitaan dan kematian
Kristus merupakan tanda kesetiaan berkarya bagi keselamatan dunia. Hanya ketika hidup kita
menyatu sempurna dengan kehendak Allah, ada keberanian mengambil seantero tanggung jawab
dan resiko pelayanan. Ketika hidup pelayanan kita menyatu sempurna dengan karya Allah bagi
semesta, kita akan menyadari kehadiran Tuhan dalam segala bentuk dan fase pelayanan, bahwa
Tuhan menemani kita dalam menghadapi berbagai tantangan dan kemelut. Tantangan dan kemelut
berakhir pada kematian, tetapi anugerah kemenagan dan kebahagiaan sejati melampaui kematian.
Pemahaman ketiga, jalan salib yang berujung kematian bukan jalan biasa. Jalan ini
ditemukan pada karya Allah melalui Kristus. Ibarat terang yang datang dari Allah, maka hanya
hidup dan karya Kristus yang tersalib itu yang dapat menunjukkan betapa Allah mengasihi dunia
ini. Anak tunggal-Nya direlakan-Nya berkarya, berkorban, menderita dan dihinakan hingga ke
alam maut demi keselamatan semesta yang dikasihi-Nya. Salib bukan singgasana kuasa yang
pongah. Salib bukan simbol kekayaan yang glamor, melainkan simbol kasih yang aktif berjuang.
Salib Kristus adalah simbol solidaritas dan empati dengan kaum yang tidak berdaya, tanda kasih
yang rela menghampakan diri, menderita, bekerja keras hingga mengorbankan diri. Memandang
kepada Kristus membantu kita untuk memahami makna salib sebagai tanda cinta yang aktif, yang
menyelamatkan. Kristus yang tersalib adalah Kristus yang ditinggikan sehingga mata kita tidak
terhalang untuk menemukan kasih Allah, mengikuti teladan-Nya dalam berkarya, dan aktif
melayani untuk perbaikan semesta.
Dari waktu ke waktu permasalahan dunia kian kompleks, sehingga tanggung jawab iman
menuntut kerja keras dan kesediaan berkorban. Alam semesta tidak lagi utuh, karena keserakahan
manusia. Bentuk-bentuk kejahatan berkembang pesat. Ketidakadilan dan kebencian merajalela.
Renungan ini mengajak kita memandang komitmen kesetiaan yang diteladankan Yesus.
Menghadapi ancaman penderitaan dan kematian, Ia menyatakan kesediaan-Nya untuk berkorban
demi keselamatan semesta: berkarya dengan totalitas, melayani dengan setia dan menyatu dengan
Allah demi menyelamatkan dunia, memperbaiki kerusakan semesta.
Kerangka Khotbah Minggu Sengsara 3
Minggu, 25 Februari 2018
Pengantar
Kita memasuki Minggu Sengsara 3, dan tema yang diajukan di sini adalah: Kepentingan
yang jahat membuat Yesus menderita. Penderitaan Kristus dalam hal ini merupakan pokok
pemberitaan yang penting dalam Minggu-minggu Sengsara. Setidak-tidaknya, ada 2 (dua) pokok
pikiran yang berkembang di sekitar topik-topik penderitaan Kristus sebagai berikut: Pertama,
penderitaan Kristus adalah merupakan bagian dari rencana Allah untuk menyelamatkan dunia dan
manusia. Penderitaan Kristus adalah bagian dari skenario Allah. Kedua, penderitaan Kristus adalah
hasil rekayasa manusiawi yang akan memberikan penjelasan menyangkut kepentingan-
kepentingan manusia yang jahat. Pokok-pokok pikiran seperti ini akan menjelaskan tentang sisi-
sisi yang berbeda dari dari cara pandang kita tentang penderitaan Kristus, dan seharusnya ini akan
memperkaya pemahaman kita tentang penderitaan Kristus itu sendiri.
Dengan tidak bermaksud mengabaikan penderitaan Kristus sebagai bagian dari rencana
Allah, thema yang diajukan di atas, mengasumsikan bahwa penderitaan yang dialami oleh Yesus
adalah merupakan penderitaan ‘ditimpakan’ oleh manusia kepada Kristus. Penderitaan Kristus
dalam hal ini dipahami sebagai hasil dari rekayasa manusia, penderitaan karena ulah manusia.
Dalam penderitaan Kristus, kita melihat potret buram dari bobroknya perilaku etis
manusia/masyarakat yang kemudian melalui proses rekayasa telah menempatkan Kristus di dalam
penderitaan-Nya.
Teks Markus 14:1-2 secara gamblang memberikan gambaran tentang peran dari para
petinggi agama cq. Imam-imam kepala dan ahli-ahli Taurat dalam kaitan dengan usaha untuk
membunuh Yesus. Penderitaan yang berujung pada pembunuhan Yesus dalam hal ini dilihat dalam
perspektif suatu kejahatan yang direncanakan oleh orang-orang kalangan atas dalam struktur
masyarakat agama pada waktu itu. Para pemimpin agama merancang kejahatan melalui proses
rekayasa sosial yang melibatkan banyak pihak, baik kalangan lingkaran dalam kelompok Yesus
(cq. Yudas) tetapi juga kelompok-kelompok yang berada di luar kelompok Yesus seperti orang
banyak, para petugas pada peradilan agama, termasuk di dalamnya peradilan yang dilakukan oleh
otoritas kekuasaan (Pilatus). Tujuan yang hendak dicapai ialah Yesus terbunuh melalui cara-cara
yang penuh dengan tipu muslihat. Terkait dengan rekayasa ini, mereka juga memilih/menentukan
waktu yang ‘tepat’ bilamana Yesus harus dieksekusi.
Bagian ini menarik. Secara teoretis, agama-agama (dan karena itu petinggi agama-agama)
dipandang berada pada garis depan dari upaya bersama untuk mendatangkan kebaikan. Demikian
pula teks-teks keagamaan (teks kitab suci) yang diajarkan dan atau menjadi rujukan bagi para
petinggi agama, selalu akan menjadi teks-teks yang menganjurkan kebaikan, baik itu secara
personal, maupun komunal. Tak ada agama yang tidak berorientasi pada kebaikan. Agama-agama
dan para petinggi agama selalu dipandang sebagai agen-agen kebaika. Mereka, karena itu, tidak
semestinya masuk ketegori orang-orang ‘jahat’, atau lebih tepat orang-orang yang merancang
13
kejahatan. Tetapi Markus 14 ayat 1 - 2 memberikan gambaran yang berbeda. Imam-imam kepala
dan ahli-ahli Taurat menjadi aktor utama dibalik peristiwa pembunuhan Yesus. Mereka merancang
tipu muslihat. Mereka mencari jalan untuk menangkap dan membunuh Yesus (ay. 1). Karena itu
tidaklah berlebihan jika bagian ini disebut sebagai kejahatan keagamaan, kejahatan yang dirancang
oleh para petinggi agama, dan yang sesungguhnya akan memberikan penjelasan tentang: When
Religion become Evil.
Kitab Injil Markus pasal 14 ayat 1-2, memberikan sisi yang sebaliknya dari anggapan
umum seperti yang diajukan di atas. Pertanyaannya, mengapa para petinggi agama mesti
mengambil sikap yang ‘tidak lazim’ dan melibatkan diri sebagai aktor utama dari rekayasa sosial
yang berujung pada pembunuhan Yesus. Boleh jadi, realitas Yesus telah sampai pada taraf
‘meresahkan’. Berhubungan dengan realitas Yesus yang tampaknya makin membuat popularitas
para petinggi agama ( yang dalam hal ini dipersonifikasi dalam tampilan Imam-imam Kepala dan
para Ahli Taurat ) menjadi semakin berkurang dan bahwa ‘gerakan’ yang tumbuh sebagai akibat
dari pengajaran dan aksi-aksi yang Yesus lakukan semakin menggelisahkan, maka keputusan
untuk menghentikan pergerakan Yesus dan para pengikutnya menjadi penting. Para petinggi
Agama yang ‘ gelisah ‘ ini merasa perlu untuk mengambil tindakan untuk ‘menghabisi’ Yesus dan
kelompok-Nya pada kesempatan pertama. Kenyamanan mereka (tetapi juga kekuasaan mereka)
yang terusik dengan tampil Yesus pada pentas sejarah telah mendorong para pemangku
kepentingan dari agama Yahudi untuk mengambil langkah-langkah ‘kontroversil’ untuk
menghentikannya.
Dalam konteks ini kita memahami permufakatan (atau lebih tepat konspirasi) di antara para
elit keagamaan, di antara Imam-iman Kepala dan Orang-orang Parisi. Kitab Injli Markus secara
gamblang memaparkan tentang permufakatan dan tipu daya yang dilakukan oleh para petinggi
agama Yahudi dan mereka yang diikut-sertakan dalam rekayasa sosial ini.
Apakah yang akan dijelaskan ketika kitab suci memberikan gambaran tentang perilaku
elite keagamaan yang terperangkap dalam permufakatan jahat dan tipu daya yang berujung pada
penderitaan dan kematian Kristus? Permufakatan seperti ini secara jelas memberikan gambaran
tentang moralitas masyarakat yang bobrok. Jika para petinggi (secara khusus petinggi keagamaan)
yang seharusnya menjadi penganjur kebaikan, tetapi pada kenyataannya terperangkap dalam suatu
rekayasa sosial yang jahat, maka pertanyaannya ialah bagaimana struktur masyarakat yang ada di
bawahnya? Memang gambaran tentang perilaku para elit – khususnya elit keagamaan – tidak serta
merta akan memberikan gambaran tentang perilaku masyarakat yang ada di bawahnya. Tetapi, jika
para elit keagamaan tidak dapat menjaga perilaku mereka, bagaimana mereka dapat mengajarkan
kebaikan kepada orang kebanyak. Asumsinya ialah para elit mesti dapat memberikan teladan
kepada masyarakat, dan jika hal itu tidak lagi dapat mereka lakukan, maka pengajaran macam apa
yang harus diterima oleh masyarakat. Kegagalan imam-imam kepala dan orang-orang Farisi dalam
menjaga perilaku etis mereka tentu akan berdampak langsung terhadap moralitas masyarakat yang
berada dalam ‘pemeliharaan’ mereka. Para elit ini, dengan permufakatan jahat dan tipu daya yang
mereka lakukan terhadap Yesus, sesungguhnya akan memberikan gambaran tentang gagalnya
14
proses transfer nilai-nilai moral mereka. Inilah yang dimaksudkan dengan moralitas sosial yang
bobrok seperti yang diutarakan di atas.
Teks yang sampai kepada kita tentu akan menjadi teks akan diteruskan kepada orang
banyak (warga Jemaat). Pertanyaan pokok yang dikedepankan di sini adalah apakah pesan teks
bagi pembaca masa kini dan di sini? Berkaitan dengan topik kepentingan-kepentingan yang jahat
dari para petinggi agama dan penderitaan Kristus, beberapa pokok pikiran dikemukakan di sini
sebagai pesan minggu sengsara 3, sebagai berikut:
1. Persoalan keteladanan
Ketidak-mampuan para petinggi agama untuk memberikan teladan bagi mereka yang berada
di bawahnya menjadi pokok yang penting dan berharga. Teks ini mesti menjadi pesan yang
kuat bagi warga Gereja yang menempati posisi-posisi khusus di dalam masyarakat.mereka
harus belajar dan merasa terdorong untuk dapat memberi teladan dalam kehidupan mereka.
Pendahuluan
Akhir-akhir ini khususnya dalam kesempatan beribadah orang sering menyanyikan lagu
“Hidup ini adalah kesempatan“ ciptaan dari Pdt. D. Surbakti. Syair/liriknya sangat sederhana,
mudah diingat dan yang paling penting adalah lagu ini sarat makna, mungkin saja ini menjadi
alasan banyak orang yang menyukai lagu ini.
Benar bahwa hidup ini adalah kesempatan untuk melayani, baik melayani Tuhan maupun
melayani sesama. Untuk mewujudkan kerinduan untuk melayani maka banyak orang dengan
penuh semangat mengambil bagian dalam berbagai bentuk kegiatan pelayanan yang dilaksanakan
oleh gereja. Semangat ini semestinya kita beri apresiasi. Namun muncul pertanyaan bagi kita
adalah apakah semangat melayani ini didasarkan pada motifasi dan tujuan yang benar dan dengan
cara yang dikehendaki oleh Tuhan atau tidak? Sebab setiap pelayanan akan teruji dan harus
dipertanggungjawabkan. Oleh Karena itu semangat melayani baik kepada Tuhan maupun sesama
15
semestinya didasarkan pada motifasi, tujuan serta cara yang benar dan bertanggung jawab sesuai
dengan yang Tuhan kehendaki.
Pada Minggu sengsara ke-4 hari ini kita berefleksi tentang hal ini yang didasarkan pada
perenungan Firman Tuhan yang terpilih dari Markus 14:3-11.
Selain dalam Injil Markus kisah dalam teks ini juga di catat dalam Injil Matius dan Injil
Yohanes yaitu Matius 26:6-13; Yohanes 12:1-8. Dengan beberapa perbedaan, misalnya:
Markus mencatat bahwa peristiwa ini terjadi dua hari sebelum hari raya Paskah dan dan hari
raya Pondok Daun di mulai sedangkan Yohanes 6 hari sebelum Paskah dimulai.
Menurut Markus dan Matius peristiwa ini terjadi di rumah Simon si kusta, sedangkan Yohanes
kisah ini terjadi di rumah Lazarus yang dibangkitakan oleh Yesus.
Markus dan Matius tidak menyebut dengan jelas siapa perempuan yang mengurapi Yesus
tetapi Yohanes menyebut nama perempuan itu yakni Maria saudara Lazarus.
Markus dan Matius mengatakan bahwa minyak narwastu dicurahkan di atas kepala Yesus
tetapi Yohanes mengatakan bahwa Maria meminyaki kaki Yesus dan menyeka dengan
rambut.
Terhadap sikap perempuan ini, Markus mencatat ada orang yang gusar, Matius mencatat
murid-murid gusar sedangkan Yohanes lebih jelas menyebut Yudas Iskariot.
Terhadap perbedaan-perbedaan ini tentunya bukan untuk diperdebatkan karena masing-
masing penulis Injil mempunya maksud dan tujuan tertentu dan dengan gayanya yang berbeda-
beda menyampaikan maksudnya. Dengan informasi yang berbeda itu, dapat melengkapi dan
menolong kita untuk memahami teks yang kita baca
Dari perikop sebelumnya kita memperoleh gambaran tentang situasi yang dihadapi oleh Yesus
saat itu yaitu bahwa para iman-imam kepala dan ahli-ahli Taurat semakin gencar mencari jalan
untuk menangkap dan membunuh Yesus dengan menempuh berbagai cara termasuk tipu muslihat.
Orang orang yang dalam Agama Yahudi pandai berbicara dan mengajar tentang kebenaran namun
justru secara diam-diam merencanakan kejahatan yang sangat mengerikan. Ibarat serigala berbulu
domba. Berhadapan dengan situasi yang demikian maka Ia mengalami peristiwa sebagaimana
diceritakan dalam pembacaan kita hari ini.
Untuk mendalami teks ini maka saya ingin membaginya menjadi 3 bagian:
1. Melayani dengan hati sebagai tanda syukur atas keselamatan yang diberikan oleh Yesus (ayat
3). Untuk bagian ini kita mencatat dua tokoh penting dalam kisah ini, yaitu Simon si kusta
dan Seorang perempuan.
Banyak penafsir yang sering mengabaikan peran Simon si kusta yang telah menerima Yesus
dan murid-murid-Nya dan mungkin juga ada orang yang lain, untuk singgah di rumahnya
bahkan makan bersama sebelum mereka melanjutkan perjalanan ke Yeruslem. Ada beberapa
penafsir yang mengatakan bahwa sebutan Simon si kusta bukan berarti Simon masih
menderita penyakit kusta, sebab jika ia masih menderita sakit kusta maka tentunya ia tidak
mengundang orang untuk datang ke rumahnya atau juga orang-orang tidak akan datang ke
rumahnya. Sebab dalam Alkitab baik PL maupun PB penyakit kusta menunjuk pada berbagai
penyakit kulit, khususnya yang bersisik putih, licin, dan jika ditekan tidak terasa sakit. Karena
penyakit ini menular dan berbahaya maka bagi kalangan orang Israel penyakit ini dianggap
najis dan berbahaya bahkan dianggap sebagai kutukan Tuhan sehingga orang-orang yang
menderita sakit kusta dijauhi bahkan dikucilkan oleh masyarakat.
Jadi kemungkinan yang benar adalah bahwa Simon pernah menderita penyakit kusta tetapi
kemudian ia adalah salah satu dari orang-orang kusta yang disembuhkan oleh Yesus. Ia pernah
berada dalam pergumulan hidup yang sangat berat tetapi Tuhan Yesus telah menolongnya
memberi keselamatan kepadanya melalui kesembuhannya. Karena itu, tindakannya adalah
16
wujud dari rasa syukur dan terima kasih atas apa yang telah dilakukan oleh Yesus bagi
keselamaatannya. Caranya adalah mengundang Yesus singgah dirumahnya dan menjamu
Yesus bersama murid-murid dengan makan dan minum. Selanjutnya tokoh kedua yang
melakukan pelayanan kepada Yesus adalah seorang perempuan, yang oleh penulis Injil
Yohanes disebut Maria saudara Lazarus. Teks ini tidak berbicara apa-apa tentang alasan
kenapa perempuan ini mengurapi Yesus dengan minyak Narwastu yang sangat mahal
harganya, yakni sekitar 300 dinar (upah kerja selama 1 tahun). Tindakan memberi sesuatu
yang sangat-sangat berharga kepada sesorang pada umumnya dilakukan karena orang tersebut
pernah melakukan sesuatu yang sangat penting bagi dirinya, menolong atau menyelamatkan
dia dari sesuatu yang membebani atau mengancam kehidupannya. Jika seorang perempuan
yang dimaksudkan oleh Markus adalah Maria seperti yang dicatat oleh penulis Injil Yohanes
maka tentu yang dilakukan oleh Maria adalah untuk menyatakan rasa syukur dan
terimakasihnya kepada Tuhan Yesus yang telah menolong keluarga mereka yakni
membangkitkan Lazarus saudara laki-laki mereka dari kematian. Bagi Maria keselamatan
yang telah diterima melalui mujizat yang dilakukan oleh Yesus jauh lebih berharga dari
minyak Narwastu yang selama ini dimilikinya. Ia ingin melayani Tuhan dengan cara
mempersembahkan yang paling berharga yang ia miliki dalam hidupnya.
Refleksi
Berdasarkan pendalaman teks yang kita baca hari ini, maka ada beberapa hal yang dapat kita
catat sebagai pelajaran penting dalam kehidupan kita khususnya dalam tanggung jawab untuk
melayani Kristus dan juga melayani sesama kita.
Pertama, apa arti hidup ini kalau bukan untuk melayani? Setiap orang percaya semestinya
menyadari bahwa hidupnya untuk melayani Tuhan dan sesama sebagaimana yang ditunjukan oleh
Yesus Kristus selama ia berada ditengah-tengah dunia. Bahkan Ia sendiri berkata” Karena Anak
Manusia datang juga datang bukan untuk dilayani melainkan untuk melayani dan untuk
memberikan nyawa-Nya menjadi tebusan bagi banyak orang. Jadi kita hanya akan menemukan
arti hidup kita yang sesungguhnya apabila kita melayani.
Kedua, kisah tentang Simon si kusta dan seorang perempuan dalam bacaan Alkitab hari
mengajarkan kita agar dalam setiap perbuatan untuk melayani Tuhan maupun sesama mestinya
dilakukan dengan sepenuh hati, dengan iman dan sebagai suatu ungkapan syukur atas keselamatan
yang telah kita terima melalui pengorbanan-Nya bagi kita.
Dalam melayani kita juga belajar memberi yang terbaik. Terbaik disini bukan pada mahalnya
pemberian kita tetapi yang didasarkan pada kasih, cinta dan penghormatan/penghargaan kita
kepada Tuhan dan sesama. Melayani dengan cara yang benar dan diwaktu yang tepat.
Ketiga, kita juga diingatkan untuk menjauhi sikap melayani yang disertai dengan kepentingan-
kepentingan yang terselubung, misalnya; mencari kehormatan, tamak atau memperkaya diri
sendiri. Tidak jarang kita temukan ada orang-orang yang kelihatan begitu aktif dan bersemangat
untuk melayani tetapi sebenarnya punya tujuan lain. Agama atau gereja atau pelayanan hanya
dimanfaatkan untuk mewujudkan apa yang ingin ia capai.
Empat, melayani tanpa pengenalan yang baik akan Tuhan dan firman-Nya pasti akan sia-sia.
Karena itu, membangun hubungan pribadi dengan Tuhan dan terus belajar akan Firman-Nya akan
menolong kita dapat melayani dengan baik, Amin. (hbk)
18
Teks
Peristiwa pembasuhan kaki para murid oleh Yesus memperlihatkan dengan jelas tentang
karakter Yesus. Karakter yang penuh cinta. Bagi Yesus cinta artinya pelayanan dan pengorbanan.
Pelayanan dan pengorbanan sejati hanya dapat dilakukan dengan dan dalam kerendahan. Dengan
perkataan lain, pelayanan dan pengorbanan sejati mensyaratkan kerendahan. Tanpa kerendahan
adalah tidak mungkin bertumbuh pelayanan dan pengorbanan sejati. Tanpa kerendahan pelayanan
dan pengorbanan merupakan pecitraan. Apa saja yang dilakukan sebagai pecitraan cenderung
berniat investasi popularitas atau ketenaran.
Membasuh kaki merupakan suatu tradisi sosial masyarakat Palestina atau kota Yerusalem
zaman itu. Sepatu yang berbentuk sandal tidak sepenuhnya melindungi kaki dari debu, lumpur dan
berbagai kotoran. Sementara kondisi lingkungan dan jalan di Yerusalem (Palestina) sangat
berdebu di musim panas dan berlumpur di musim hujan. Oleh karena itu, pada setiap pintu masuk
rumah selalu tersedia air dalam tempayan untuk membasuh kaki. Pekerjaan membasuh kaki itu
adalah tugas para budak.
Ketika Yesus dan murid-murid-Nya memasuki rumah ibu Yohanis Markus sebagai tempat
mereka merayakan Paskah, tersedia air di muka pintu untuk membasuh kaki, tetapi tidak ada budak
yang hendak melaksanakan tugas itu. Para murid pun, tidak ada yang bersedia untuk melaksanakan
pekerjaan itu. Mereka menganggap diri tidak dalam posisi sebagai budak. Menjadi murid dianggap
sebagai posisi yang menjanjikan kehormatan, bukan untuk menjadi budak. Injil Lukas
menampilkan, pada perjamuan malam di Paskah terakhir itu, adanya perdebatan panas para murid
tentang perolehan kedudukan dan kekuasaan. Siapa yang terbesar di antara mereka (Lukas 22:24).
Siapa dapat apa! Mengikut Yesus artinya memperoleh jatah kekuasaan dan kehormatan. Itu
harapan mereka. Yesus tahu itu.
Para murid sudah mengikut Yesus selama tiga tahun. Kali ini mereka merayakan perjamuan
Paskah ketiga atau terakhir. Sesudah itu, suatu episode drama tragis kronis segera dijalani.
Kekerasan, penganiayaan atau penderitaan sadis segera dilakoni atau dikenakan pada Yesus
sebagai jalan salib yang niscaya. Memasuki episode tragis kronis itu, cinta yang terwujud dalam
pengorbanan dan yang mensyaratkan kerendahan menjadi tontonan dan sekaligus diletakkan oleh
Yesus menjadi dasar etos kemuridan.
Sayangnya, sampai pada masa akhir para murid bersama Yesus, murid-murid masih
beroientasi kepada perolehan jatah kekuasaan dan kehormatan. Mestinya mereka tidak lagi berada
pada posisi moral yang serendah itu menurut standar kemuridan. Standar kemuridan adalah
menyangkal diri, memikul salib dan bersedia kehilangan nyawa..., menurut role model Yesus
(Matius 16:24ff). Sudah tiga tahun bersama Yesus, mestinya para murid sudah paham dan
menginternalisasi ajaran dan etika Yesus menjadi etos kemuridan. Kecenderungan berorientasi
kepada kekuasaan dan kehormatan, mestinya, sudah menjadi barang usang yang telah dibuang
jauh-jauh karena tidak pas lagi dengan model hidup kemuridan yang telah dipolakan oleh Yesus.
Mestinya, pada perjamuan Paskah terakhir itu, para murid berada pada puncak kualitas hidup
kemuridan setelah tiga tahun belajar dari Yesus. Mestinya, pada perjamuan malam itu, para murid
mendemostrasikan pembasuhan kaki seorang terhadap yang lain, teristimewa membasuh kaki
Yesus, Sang Guru dan Tuhan, sebagai indikasi watak kerendahan kemuridan.
Makanya Yesus harus memperingatkan mereka lagi. Yesus berkata: “Jadi jikalau Aku
membasuh kakimu, Aku adalah Tuhan dan Gurumu, maka kamu wajib saling membasuh kakimu;
sebab Aku telah memberikan suatu teladan kepada kamu, supaya kamu juga berbuat seperti yang
telah Kuperbuat kepadamu” (ayat 14-15). Bagi Yesus menjadi Tuhan dan Guru bukanlah
kehormatan yang perlu dipertahankan, melainkan tanggung jawab melayani sebagai hamba,
bahkan siap mengorbankan nyawa (Mark.10:45; Fil.2:6-7). Teks ini mengandung hikmat bahwa
menjadi Tuhan dan hamba bukanlah dua kedudukan yang memiliki kesenjangan yang kontradiktif,
yang satu tidak bisa menjadi yang lain dan saling berlawanan, seperti lazimnya dipahami. Adalah
mustahil Tuhan menjadi hamba dan lebih mustahil lagi seorang hamba menjadi Tuhan. Begitulah
19
yang umumnya dimengerti. Kemustahilan ini tidak berlaku bagi Yesus. Menurut model Yesus,
Tuhan itu kehadiran-Nya dinikmati melalui pelayanan-Nya sebagai hamba dan pelayanan sejati
sosok hamba merupakan keniscayaan cinta sang Tuhan. Jadi adanya hubungan dialektika antara
Tuhan dan hamba. Tanpa kehambaan Yesus, manusia tidak dijumpai dan karena itu manusia tidak
dapat ditebus untuk selamat. Bagi Yesus, keselamatan manusia mensyaratkan Tuhan menghamba.
Konteks
Kita sedang berada dalam suatu era yang di dalamnya kesejahteraan pribadi menjadi orientasi
utama. Setiap orang berdaya upaya untuk mencapai derajat kesejahteraan individu itu. Berbagai
cara dan peluang dipakai untuk maksud itu. Sekolah lebih tinggi supaya hidup lebih sejahtera.
Besaran pendapatan ditingkatkan supaya hidup lebih sejahtera. Kedudukan dan pangkat dikejar
supaya hidup lebih sejahtera. Berbagai kebesaran lainnya perlu digapai supaya hidup lebih
sejahtera. Jadi kesejahteraan pribadi menjadi tujuan. Derajat kepuasan menikmati berbagai
pemenuhan kebutuhan hidup menjadi cita-cita. Tidakkah kita berkarya mati-matian untuk hidup
lebih sejahtera untuk diri sendiri? Tidakkah kita berupaya menduduki jabatan tertentu atau
memperoleh pangkat tertentu untuk menikmati berbagai fasilitas dan kemudahan yang semakin
membuat kehidupan lebih enak?
Orientasi ini telah melahirkan nafsu egoisme yang semakin mengental. Nafsu mengumpulkan
kekayaan sebanyak-banyaknya tanpa kerja keras atau berpura-pura bekerja. Fenomena ini
dipertontonkan melalui korupsi yang menggurita secara berjemaah untuk kesejahteraan individu.
Nafsu kesejahteraan yang egoisitis ini telah menciptakan kesenjangan yang semakin menganga
dan kontradiksi yang semakin tajam antara golongan yang punya dan golongan yang tidak punya.
Yang kuat semakin kuat dan yang lemah semakin lemah. Yang berada semakin kaya dan yang
miskin semakin melarat.
Ternyata kelompok kuat dan kaya itu hanya segelintir orang. Data statistik menunjukkan
bahwa hanya 1% orang kaya menguasai lebih dari setengah kekayaan dunia. Lalu 3/4 penduduk
bumi hanya menguasai 1/6 kekayaan bumi.2 Untuk Indonesia harta milik satu orang kaya setara
dengan kekayaan 25 juta penduduk miskin.3 Jadi kekayaan 10 orang kaya saja di Indonesia sudah
setara dengan kekayaan seluruh penduduk Indonesia. Skalanya menjadi 10: 250.000.000. Bumi
dan segala kekayaannya diciptakan Tuhan untuk kehidupan seluruh umat manusia, dikuasai hanya
oleh sekelompok kecil orang. Suatu piramide ketimpangan sosial ekonomi yang amat
memprihatinkan.
Mahatma Gandhi (1869-1948), sang pemimpin spiritual India, berkata bahwa ada tujuh dosa
sosial yang menghancurkan peradaban manusia. Tujuh dosa sosial itu adalah: kekayaan tanpa
kerja, kenikmatan tanpa nurani, ilmu tanpa kemanusiaan, pendidikan tanpa karakter, politik tanpa
prinsip, ekonomi tanpa etika, ibadah tanpa pengorbanan. Peringatan Mahatma Gandhi yang
disampaikan sekitar 100 tahun yang lalu itu masih begitu relevan dan up to date hingga kini,
termasuk kita di Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) dan lebih khusus lagi kita dalam
persekutuan Gereja Masehi Injili di Timor (GMIT). Tujuh dosa sosial ini tidak dapat dilepaskan
dari nafsu kesejahteraan egoistis.
Roh kesejahteraan egoistis ini nampak menggejala juga dalam pelayanan GMIT. Banyak
jemaat mengeluh karena ada pendeta yang hanya bertugas pada hari Minggu saja. Hari Minggu
naik mimbar dan turun mimbar dianggap pelayanan sudah selesai. Pendeta hari Minggu ini telah
menjadi kebiasaan sehingga tidak adanya rasa bersalah oleh pendeta-pendeta yang bersangkutan
sementara gaji mereka dibayar penuh melalui sistem sentralisasi gaji karyawan GMIT. Kenyataan
ini amat jelas menunjukkan “terima gaji tanpa kerja”.
2
Paul F.Knitter, 2003, Satu Bumi Banyak Agama, Jakarta: BPK Gunung Mulia, hal.95.
3
Laporan Oxfam 2016.
20
Amat terkesan pula bahwa tugas pelayanan gereja dianggap lebih sebagai pekerjaan profesi
dan bukan panggilan. Roh sekuler lebih dominan dari pada spirit melayani sebagai panggilan
kemuridan. Kecenderungan melayani di Jemaat kota, bahkan di kantor Sinode dipandang lebih
terhormat dari pada melayani di Jemaat pedesaan. Sementara jumlah Jemaat kota (ibukota
Kabupaten dan Provinsi) hanya 7% dari total Jemaat GMIT. Orientasi kota tetapi realitas pedesaan.
Adakah di lingkup pelayanan GMIT terdapat orientasi jabatan atau kedudukan demi kesejahteraan
individual? Adakah di lingkup pelayanan GMIT terdapat orientasi kesejahteraan diri lebih
dominan dari pada spirit melayani sebagai panggilan kemuridan?
Message
Sebagai murid Yesus, posisi ketinggian dan kerendahan bukanlah dua kedudukan yang
kontradiktif melainkan dialektis. Menurut role model (teladan) yang ditampilkan oleh Yesus,
membasuh kaki murid merupakan kriteria sang Tuhan dan Guru (ayat 14-15). Membasuh kaki
merupakan tugas pelayanan seorang hamba (kerendahan) yang dilayankan oleh Yesus dalam
posisi sebagai Tuhan dan Guru (ketinggian). Kalau begitu sikap atau karakter merendahkan diri
merupakan kriteria kehormatan kemuridan. Jadi kehormatan tidak perlu dicari atau dikejar, karena
kehormatan itu terkandung di dalam tugas melayani sebagai hamba. Semakin setia seorang murid
Yesus melayani sebagai hamba, semakin besar ia dihormati oleh jemaat dan terutama oleh Yesus
yang adalah Tuhan dan Guru. Sebaliknya murid yang tidak setia melayani, tidak akan mengambil
bagian dalam kehormatan dan kebahagiaan Tuhan (Matius 25:26-30). Bahkan hamba yang tidak
setia itu dikatergorikan sebagai hamba yang jahat, malas dan tidak berguna sehingga tidak layak
berada dalam wilayah kehormatan Tuhan.
Di mata Yesus, ketinggian penghormatan terhadap setiap murid ditentukan oleh kesetiaan
melayani sebagai hamba. Jadi bagi setiap pelaku pelayanan, khususnya pemangku jabatan
pelayanan dan organisasi, melayani dengan setia sebagai seorang hamba merupakan keniscayaan
kemuridan. Kehormatan sejati tidak ditentukan oleh jabatan, kedudukan atau pangkat, melainkan
terletak pada kesetiaan dalam pelayanan. Kesetiaan pada pelayanan hanya dapat dilakukan dalam
kerendahan. Karena kerendahan merupakan kriteria pelayanan sejati dan pengorbanan yang tulus.
Tanpa kerendahan, pelayanan sejati dan pengorbanan yang tulus tidak dapat dilakukan. Karena
mustahil orang sombong, angkuh dan atau yang berorientasi kepada kedudukan (ketinggian)
bersedia mengorbankan kehormatannya untuk kesejahteraan orang lain.
Kalau begitu obsesi setiap murid Yesus atau pelaku pelayanan adalah kesetiaan melayani dan
ketulusan berkorban yang disemangati oleh kerendahan. Mereka saling membasuh kaki. Jadi
orientasi kesejahteraan egoistis bukanlah obsesi murid Yesus. Inilah keteladanan yang ditampilkan
Yesus. (mdb)
Pendahuluan
21
Injil Markus memang unik, walupun berada dalam urutan kedua perjanjian baru namun Injil
ini merupakan injil tertua sekaligus injil terpendek. Injil ini memperkenalkan Kristus sebagai Putra
Allah dan Mesias sekaligus Hamba yang menderita. Hal ini dilakukan penginjil (penulis injil)
dengan tujuan agar umat percaya dapat bertahan dalam berbagai situasi kondisi, sebab pada waktu
itu yaitu pada tahun 60-an M, orang percaya (orang Kristen) diperlakukan secara kejam oleh
masyarakat sekitar pada waktu itu, mereka disiksa bahkan dibunuh dibawah pemerintahan Kaisar
Nero.
Tafsiran
Ayat 32 : Pada ayat ini diperlihatkan Tuhan Yesus dan para murid (pengikut dalam versi
BIMK) sampai di suatu tempat bernama Getsemani, kalimat “suatu tempat”
berarti sebidang tanah untuk bercocok tanam sebab Getsemani sendiri berarti
tempat pemerasan minyak (zaitun). Sementara kalimat “duduklah di sini,
sementara Aku berdoa” bermaksud menggambarkan bahwa Tuhan Yesus ingin
mencari tempat yang terpisah dari tempat murid-murid-Nya menunggu. Tuhan
Yesus ingin mndapat suatu suasana tenang
Ayat 33 : Bagian ini memperlihatkan Tuhan Yesus mengajak serta tiga orang murid yaitu
Petrus, Yakobus dan Yohanes dan pada saat itu Tuhan Yesus merasa takut dan
gentar (dalam BIMK menggunakan kalimat “Ia mulai merasa sedih dan gelisah”)
sementara dalam bahasa Yunani menggunakan kata ekthambeisthai dan
ademonein kedua kata yang dalam bahasa Yunani ini kalau diterjemahkan artinya
sangat sukar sebab ini berarti suatu ketakutan dan penderitaan yang sangat luar
biasa tanpa batas. Menggambarkan bagaimana suasana hati Tuhan Yesus yang
begitu bercampur baur: cemas, gelisah, takut, gentar, tertekan, rasa tak menentu,
bingung, susah hati yang begitu mendalam.
Ayat 34 : Kalimat “hati-Ku sangat sedih” menggambarkan bagaimana dalamnya perasaan
Tuhan Yesus atas kejadian yang Ia tahu akan menimpa-Nya dan perasaan itu ialah
perasaan seperti mau mati rasanya“ dalam kalau harfiah dalam bahasa Yunani
“seperti sampai pada kematian” kalimat ini semakin menambah kesan kuat bahwa
seolah-olah Aku sudah mati. Sedangkan kata berjaga-jagalah bermaksud bukan
untuk mengawasi Tuhan Yesus berdoa melainkan bermaksud agar para murid tidak
jatuh kedalam dosa.
Ayat 35 : Ayat ini menggambarkan bagaimana Tuhan Yesus merebahkan diri sampai ke
tanah/wajah-Nya menghadap ke tanah dan berdoa. Dalam doaNya Tuhan Yesus
memohon sekiranya mungkin atau kalau mungkin atau kalau Allah setuju berarti
Tuhan Yesus berharap Allah menolongNya atau memohon perkenanan Allah agar
saat/jam/waktu itu yaitu saat-saat Yesus mengalami penderitaan dilalukan dari
padaNya.
Ayat 36 : Ini merupakan isi doa Tuhan Yesus, bahasa Aram “Abba” berarti ayah atau
bapa(k). Istilah yang umum pada waktu itu. Tuhan Yesus tahu bahwa Bapa
sanggup untuk menolongNya tidak mengalami penderitaan (cawan) tersebut
dengan berkata “ambilah cawan ini dari pada-Ku” tetapi kalimat “tetapi janganlah
apa yang Aku kehendaki melainkan apa yang Engkau kehendaki” mencerminkan
suatu doa yang sungguh-sungguh berserah pada Allah Bapa.
Ayat 37 : Setelah selesai berdoa Tuhan Yesus kembali untuk mengecek keadaan ketiga
murid yang dibawaNya serta dan Tuhan Yesus bertanya kepada Simon, (kalau
dilihat ada perubahan nama yang awalnya Petrus sekarg disebut Simon). Kepada
Simon Tuhan Yesus bertanya “sedang tidurkah engkau?” adalah bentuk retoris
22
karena Tuhan Yesus jelas tahu mereka bertiga kedapatan sedang tidur. Oleh karena
itu ini bukan sekedar pertanyaan melainkan teguran untuk tidak tidur/berjaga-
jaga/bersiaga/waspada dan teguran tersebut dipertegas dengan pertanyaan
“tidakkah engkau sanggup berjaga-jaga satu jam?”
Ayat 38 : Teguran diatas disambung dengan perintah yaitu “berjaga-jagalah dan berdoalah”
agar waspada menghadapi segala kemungkinan. Kemungkinan yang dimaksud
adalah pencobaan atau saat dimana seseorang tidak tahan menghadapi cobaan dan
jatuh dalam dosa karena walaupun roh penurut alias punya kesadaran dan semangat
patuh akan firman tetapi daging lemah alias perasaan negatif, rasa takut, cemas,
dan rasa ragu selalu berusaha menggagalkan orang percaya. Lewat penggambaran
pertentangan mau dikatakan bahwa orang percaya harus selalu waspada karena
setiap saat sewaktu lengah dapat jatuh dalam pencobaan dan ketika tidak kuat
menghadapi pencobaan maka akan jatuh dalam dosa.
Ayat 39 : Bagian ini menggambarkan bagaimana Tuhan Yesus kembali untuk berdoa kedua
kalinya.
Ayat 40 : Ketika untuk kedua kalinya juga untuk mengecek mereka, mereka tertidur dan
gambaran mata yang berat mau memberitahukan bahwa mereka sangat mengantuk.
Mata mereka hanya mau tertutup saja. Sedangkan kalimat tidak tahu jawab apa
yang diberikan menggambarkan bahwa mereka malu karena mereka kedapatan
tertidur lagi sehingga tidak tahu harus berkata apa lagi.
Ayat 41 : Pada kali yang ketiga hal yang sama terjadi dan Tuhan Yesus mendapati hal yang
sama dan kalimat perintah keluar yaitu tidurlah dan istirahatlah. Sebab saat atau
waktunya sudah tiba bahwa Tuhan Yesus diserahkan.
Ayat 42 : Kata perintah bangunlah atau bangkitlah mau menggambarkan naik dari posisi
sedang tidur. Dan kalimat marilah kita pergi menggambarkan bahwa mereka pergi
untuk menghadapi rombongan yang mau menangkapNya bukan pergi dalam
pengertian melarikan diri. Dia (Yudas) merupakan oknum yang dimaksud “dia
yang menyerahkan aku…” sudah dekat maksudnya rombongan tetapi juga
masa/saat/waktu penderitaan sudahlah dekat.
Refleksi
Kesendirian merupakan hal yang tidaklah mengenakkan. Tidak mengenakkan sebab hanya kita
saja yang berjuang dalam menghadapi segala sesuatu, kesendirian yang dimaksud disini ialah
Tuhan Yesus menghadapi kesendirian secara fisik bahwa para murid-Nya tidaklah bersama-sama
denganNya padahal ketika mereka duduk berjaga bersama hal tersebut merupakan suatu
dukungan/support kepada guru mereka. Di sinilah Tuhan Yesus bergumul dengan kesendirian-
Nya. Walaupun demikian Tuhan Yesus tidak benar-benar sendiri, ada Allah yang menemani
Tuhan Yesus dalam kesendirian-Nya agar Tuhan Yesus sanggup menghadapi masa penderitaan
yang sebenarnya sangat berat kalau dipikul sendiri namun dengan penguatan dari Allah hal
tersebut dapat dihadapi.
Kerangka Khotbah Minggu Sengsara 7
Minggu, 25 Maret 2018
23
Pendahuluan
Kisah penyangkalan Simon Petrus menjadi bagian penting dalam rangkaian kisah sengsara
dan penyaliban Yesus. Dalam hampir setiap rangkaian perayaan dan penghayatan minggu-minggu
sengsara Tuhan, kisah penyangkalan Petrus kerapkali dibaca dan direnungkan ulang. Memang
tidak dapat dipungkiri pentingnya peristiwa penyangkalan ini, peristiwa ini kelak menjadi titik
balik bagi Petrus untuk pada akhirnya justru karena penyangkalan ini dia menjadi murid yang
sungguh gigih dalam komitmen imannya. Sebagaimana tiap-tiap murid dalam peristiwa dan
penghayatan mereka masing-masing yang pada akhirnya membuat mereka menjadi para martir
dalam pekabaran Injil Yesus. Lagipula memang seluruh rangkaian peristiwa kesengsaraan Tuhan
yang adalah puncak hidup dan pelayanan Yesus menjadi inti pemberitaan Injil dicatat oleh para
penginjil Matius, Markus, Lukas dan Yohanes.
Kerangka Khotbah ini berdasarkan bacaan dari Injil Markus yang adalah Injil yang ditulis
paling awal dari ke-3 Injil lainnya. William Barclay dalam bukunya “Pemahaman Alkitab Setiap
Hari” (BPK GM, cet. 4, 2009, hal 6, 7, 590) mencatat bahwa Petrus adalah narasumber utama
dalam injil Markus ini.
Tafsiran
Ayat 66-67:
Kisah penyangkalan Petrus di perikop ini harus dimulai dari pasal 14:54 di mana
diceritakan bahwa Petrus mengikuti rombongan yang membawa Yesus ke rumah Imam Besar
untuk Ia diadili di sana, setelah peristiwa penangkapan Yesus di taman Getsemani. Dalam Injil
Markus, Lukas dan Yohanes diceritakan bahwa Petrus duduk dekat api, berdiang dekat api yang
menghangatkan udara yang pada saat itu bersama-sama dengan orang-orang lain yang sedang
mengelilingi api itu. Kemungkinan untuk memperbesar api, ada orang yang menggerakan
beberapa kayu bakar agar, sehingga api bertambah besar sesaat lalu biasanya mengeluarkan
percikan api yang membuat suasana menjadi lebih terang, sehingga membuat wajah-wajah orang
yang duduk di sekitar api itu menjadi lebih jelas terlihat, kemungkinan pada saat itulah orang
mengenali Petrus adalah salah satu dari murid Yesus. Seorang hamba perempuan dari Imam Besar
mengenali Petrus adalah murid Yesus, orang yang sedang di adili di dalam rumah Imam Besar.
Pada saat itu memang rumah Imam Besar adalah juga tempat ‘pengadilan’ agama Yahudi dan oleh
karena itu rumah Imam Besar pasti memiliki sel penjara untuk memenjarakan para pelanggar
hukum agama Yahudi.
Kisah penyangkalan Petrus memang sudah seringkali kita baca sebagai kisah seorang
murid yang malu atau lebih tepatnya takut mengakui keberadaan dirinya di hadapan banyak orang
bahwa ia adalah murid dari sang Guru, oleh karena nyawanya terancam. Tidak dapat dipungkiri
inilah ‘mindset’ kita terhadap kisah penyangkalan Petrus. Namun kali ini bacaan ini juga mau
menunjukkan kepada kita bahwa sesungguhnya ada sisi lain dari kisah penyangkalan Petrus ini.
Harus diakui bahwa benar Petrus menyangkali Gurunya, Ia tidak berani menjawab pertanyaan
hamba perempuan Imam besar dan orang lain itu. Petrus menyangkal bahwa ia adalah murid
Tuhan, karena ia takut bahwa ia juga mungkin akan bernasib sama dengan gurunya, diadili di
dalam rumah Imam Besar itu. Mestinya ia tidak perlu terlalu takut, karena yang bertanya padanya
hanyalah seorang hamba perempuan, yang pasti kesaksian hamba perempuan ini tidak akan
24
didengar, karena ia hanyalah seorang hamba bahkan perempuan, tidak ada ‘suara’ untuk didengar
di dalam masyarakat. Namun sesungguhnya Petruslah murid yang berani. Berani karena setelah
peristiwa penangkapan Yesus di Taman Getsemani, ternyata tidak ada satupun dari murid Yesus
yang berani untuk mengikuti guru mereka sampai ke rumah Imam Besar, mereka semua masing-
masing menyelamatkan diri mereka, tapi Petrus, sekalipun diliputi ketakuatan tapi keinginannya
untuk mengetahui apa yang terjadi dengan guru-Nya lebih besar dari pada ketakutannya. Itulah
yang membuatnya ada di sekitar rumah Imam Besar Kayafas, sekalipun ia tahu itu akan
membahayakan dirinya. Bahkan setelah ada orang yang mengenalinya sebagai murid Yesus,
namun ia tidak berniat lari dan menyelamatkan dirinya dan meninggalkan rumah Imam Besar.
Begitu juga setelah penyangkalannya yang kedua. Ia masih bertahan berada di sekitar gurunya. Di
satu sisi, benarlah bahwa ia menyangkali mengenal Yesus sebagai gurunya, namun di sisi lain
dialah murid yang berani menanggung resiko itu untuk ada di tempat di mana gurunya sedang
diadili.
Ayat 68-72:
Injil Markus mencatat bahwa Yesus berkata pada Petrus di pasal 14:30, “…sebelum ayam
berkokok dua kali, engkau telah menyangkal aku tiga kali. Maka ayat 68 mencatat setelah
penyangkalan Petrus yang pertama, ayam berkokok pertama kali. Setelah penyangkalan yang ke-
3 ayam berkokok kedua kalinya (lihat Markus 14:30). Mengenai hal ini, ada beberapa perbedaan
di antara Injil-Injil Sinoptik. Injil Matius mencatat 26:34 “…sebelum ayam berkokok engkau telah
menyangkal Aku 3 kali”. Mengenai bunyi kokok ayam ini, Barclay dalam bukunya mencatat
bahwa dalam 24 jam ada 3 kali pergantian jaga tentara Romawi pada jam 3 pagi ada pergantian
jaga ‘shift’ ke-3, dan pada setiap pergantian jaga dibunyikan terompet yang nyaring bunyinya,
pergantian jaga ini disebut sebagai ‘gallicinium’ dalam bahasa Latin yang berarti ‘ayam
berkokok’. Barclay merasa bahwa bisa saja yang Yesus maksudkan dengan bunyi ayam berkokok
ini adalah suara terompet tentara Romawi di pergantian jaga pada jam 3 pagi.
Refleksi
Bagi jemaat-jemaat Kristen berada di manapun, situasi dalam ancaman seperti ini
seringkali dialami. Ancaman bisa terjadi kepada gereja yang berada di tempat-tempat minoritas
dan terancam, tapi juga di tempat-tempat di mana gereja menjadi mayoritas dan dalam keadaan
nyaman. Dalam hal ini, ketika gereja/orang-orang Kristen berada di tempat aman dan nyaman
sekalipun, tidak luput dari ‘ancaman’ dan tantangan. Ancaman dan tantangan bisa datang dari
masyarakat, lingkungan kantor, teman, yang menawarkan gaya hidup yang jauh dari ajaran
Kristus. Pada maksud inilah bacaan ini mengarahkan kita pada tema “Menyangkal Diri Bukan
Menyangkal Yesus”. Kita diminta untuk menyangkal diri dan bukan menyangkal Yesus.
Pada Minggu Sengsara yang ke-7, umat Kristen sebagai gereja ataupun pribadi diingatkan
bahwa ketika kita semakin dekat pada puncak penghayatan sengsara Tuhan Yesus, maka
mampukah kita untuk menyangkal diri terhadap tantangan kehidupan di jaman sekarang. Gereja
purba dan Gereja Roma Katolik menyatakan penghayatan mereka dengan berpantang
puasa/menyangkal diri selama masa raya sengsara Tuhan, dari segala keinginan dunia, misalnya
berpuasa dari mengisap rokok bagi mereka yang merokok, dari makan daging, dan dari keinginan
tiap-tiap pribadi yang berbeda. Mampukah kita juga menyangkal diri dari dendam, kebencian,
permusuhan, menyangkal diri dari keinginan hanya untuk memenuhi kepentingan diri sendiri dan
25
tidak peduli terhadap sesama yang lapar, sakit dan menderita. Sejatinya penghayatan terhadap
penderitaan Tuhan Yesus, melahirkan penghayatan terhadap penderitaan sesama manusia. (mlj)
Pendahuluan
Kisah kematian Tuhan Yesus diceritakan oleh semua Injil. Jika dibuat kronologi cerita
menurut keempat Injil, kita menemukan beberapa keterangan yang berbeda. Injil Matius 27:45-56
memberi suatu keterangan tambahan bahwa kematian Tuhan Yesus membuat kubur terbuka, orang
yang meninggal bangkit dan menampakkan diri ke Yerusalem. Aspek yang ditekankan Injil Matius
adalah betapa kuatnya kuasa Tuhan Yesus sehingga mengguncang dunia orang mati. Tentu saja
kematian Tuhan Yesus menunjukkkan bahwa Dia adalah Tuhan. Injil Lukas 23:44-49 menyebut
kematian Tuhan Yesus membuat semua orang yang melihat peristiwa kematian Tuhan Yesus,
pulang dan memukul-mukul diri. Aspek yang ditonjolkan ialah adanya penyesalan kolektif di
mana mempertegas bahwa orang banyak (ochlos) telah jatuh pada suatu kesalahan dimana suara
banyak orang belum tentu adalah suara Tuhan. Injil Yohanes 19:28-37, hanya sedikit memberi
keterangan tentang kematian Tuhan Yesus. Hanya ada satu hal yang disampaikan bahwa setelah
kematian Tuhan Yesus, seorang prajurit menikam lambung Tuhan Yesus dan keluarlah darah dan
air segar. Ini untuk menegaskan perkataan Mazmur 34:21 bahwa meski Ia mati namun tak satu
pun tulang yang dipatahkan. Aspek yang ditekankan ialah kematian Tuhan Yesus bukanlah kuasa
manusia melainkan Allah bergerak dengan cara-Nya sendiri.
Berbeda dengan ketiga Injil yang lain, Injil Markus lebih rinci menegaskan bahwa peristiwa
kematian Tuhan Yesus menimbulkan kontroversi dimana terdapat dua kelompok. Kelompok
mayoritas menikmati kematian Tuhan Yesus, sementara kelompok minoritas yang diwakili oleh
para perempuan melihat kematian Tuhan Yesus sebagai bentuk kejahatan yang mengerikan.
Karena itu Injil Markus secara rinci menyebut nama perempuan-perempuan itu kemudian
menambahkan keterangan bahwa banyak perempuan lain yang datang ke Yerusalem untuk
bergabung dan mengutuki kematian itu. Aspek yang hendak dikatakan oleh Markus ialah bahwa
Allah secara sukarela menghadapi peristiwa kematian, Ia taat sampai mati namun pada saat
bersamaan kuasa Allah telah menghidupkan suatu kesadaran baru bagi mereka yang percaya
bahwa kematian itu bukan akhir dari kebenaran. Justru kematian itu adalah awal dari kebangkitan
baru. Kuasa Allah menjangkau orang-orang kecil dan kehilangan harapan untuk memberdayakan
diri dan terus bersaksi. Inilah makna tertinggi dari kuasa, kuasa Allah bukan tentang suatu pamer
kehebatan tetapi suatu kemauan untuk mentransformasi diri dan membentuk komunitas yang
percaya.
26
Latar Belakang
Kitab Markus adalah kitab yang paling unik. Disebutkan sebagai kitab tertua. Keunikan kitab
Markus dapat kita ketahui semenjak awal penulisannya. Kitab Markus tidak menceritakan tentang
kisah kelahiran Tuhan Yesus. Dalam pasal 1, Markus memulai tulisannya dengan menyoroti karya
pelayanan Tuhan Yesus. Itulah mengapa beberapa teolog menyebut bahwa Injil Markus adalah
Injil tentang karya. Kuasa Allah yang menjadi ciri khas Yesus Kristus dinampakkan melalui karya-
karya dalam mengajar, menyembuhkan dan melakukan berbagai mujizat. Sepanjang penulisan
Injil Markus, konsistensi ini sangat kelihatan. Dan dalam teks tentang kematian Tuhan Yesus,
sorotan utama Injil Markus adalah konsekuennya Tuhan Yesus menjalankan peran sebagai hamba
yang taat untuk melakukan kehendak Bapa. Dengan pemahaman yang mendalam, konstruksi kitab
Markus menyebut bahwa Allah memiliki kuasa untuk melawan ketidakadilan, Allah memiliki
kuasa untuk menghancurkan kejahatan, Allah memiliki kuasa untuk melawan segala bentuk
kekerasan namun Allah memilih ketaatan karena keberhasilan suatu karya terletak pada ketaatan.
Ketaatan itu membuka mata kita bahwa kematian Allah bukanlah hasil rekayasa manusia, Allah
justru secara sukarela menghadapi kematian itu. Bagi manusia, itu kematian yang tidak adil, bagi
Allah, ketaatan dalam kematian justru menjadi suatu harga yang harus dibayar supaya manusia
belajar dan berefleksi bagaimana beratnya dosa dan kemauan untuk menyambut anugerah Allah.
Diawali dengan keterangan waktu sebagai gambaran manusia yang akan senantiasa berhadapan
dengan berbegai penderitaan dan diakhiri dengan satu pilihan seperti pilihan para perempuan untuk
mentransformasi waktu.
Tafsiran Teks
Ayat 33-35
Keterangan waktu yang dipakai adalah keterangan waktu ‘kronos’ suatu urutan waktu dari
jam 12 - jam 3 sore. Yesus disalibkan jam 12 dan bertarung kurang lebih 3 jam. Jika ditarik
kebelakang saat Tuhan Yesus ditangkap ditaman Getsemani pada waktu pagi. Lalu di adili,
ditampar, dicambuk, disiksa, darah-Nya menetes, sampai jam 3 sore, dapat kita bayangkan bahwa
kekerasan fisik yang dialami Tuhan Yesus dialami kurang lebih 9 jam. Pertarungan waktu itu
menghadirkan beberapa fakta lain. Bahwa semenjak pagi bukannya manusia berdoa dan berjumpa
dengan Allah, tetapi malah sibuk menghakimi. Jam 6 pagi, jam 12 siang adalah saat berdoa bagi
orang Yahudi telah dipakai untuk menghujat Allah. Jam di mana manusia berjumpa dengan Tuhan
beralih menjadi jam dimana manusia memamerkan kesombongan yang berwajah kekerasan.
Namun ketaatan Allah justru memberi nilai baru bahwa kehidupan manusia bukan tentang
menjalankan waktu (kronos) melainkan tentang (kairos) menghadirkan waktu-waktu berkualitas.
Manusia bergerak didalam waktu kronos dan Allah konsekuen dalam waktu kairos. Demikianlah
makna kegelapan ‘skotos’ dimana Orang beriman dan ilmuwan menerima itu sebagai keajaiban.
Referensi kitab suci tentang kegelapan selalu diartikan sebagai saat kritis dalam sejarah (bdk.
Amos 8:9-10a). Waktu kritis terjadi ketika manusia memilih waktu kronos sebagai prioritas.
Seruan Eloi, Eloi Lama Sabakhtani dalam bahasa Aram adalah seruan yang terbiasa di telinga
orang Yahudi. Waktu itu memang Yesus mengucapkannya dalam dialek Galielea dengan
27
menggunakan bahasa Aram sehingga dialek ini mungkin mendapat penghinaan padahal ini kutipan
dari Mazmur 22:2 yang dinyanyikan umat dalam bait Allah. Nyanyian itu adalah nyanyian Daud
yang direfleksikan sebagai bentuk permohonan umat atas ketidakberdayaan menghadapi berbagai
derita. Sayangnya seruan itu dipolitisir dalam kisah kematian Tuhan Yesus. El adalah nama Allah,
mereka merekayasa seruan Eloi dengan menyebut bahwa Tuhan Yesus memanggil nama Elia.
Bagi orang banyak ini adalah seruan yang pantas untuk dihina, bagi Allah justru disaat kritis seruan
kepada Tuhan tak boleh berhenti. Allah membawa seruan itu di mana saja, tetapi manusia
membatasi seruan itu hanya pada ruang-ruang suci. Inilah makna ketaatan di mana dalam segala
keadaan, firman Tuhan adalah pegangan.
Ayat 35-36
Markus melanjutkan model ketaatan Tuhan Yesus ketika berhadapan dengan penghinaan.
Kekerasan psikis tak hanya dialami oleh Tuhan Yesus. Sekarang kekerasan baru menimpa Tuhan
Yesus yaitu kekerasan fisik. Seseorang yang tidak disebutkan namanya datang dengan bunga
karang, mencucukkan pada sebuah buluh lalu memberi Yesus minum anggur asam. Anggur asam
yang dicampur dengan bunga karang yang dimaksud adalah minuman campuran empedu dan mur
yang menggambarkan anggur yang asam dan pahit. Knox Chamblin menyebut minuman itu adalah
suatu upaya untuk membuat penderitaan Mereka menyangka memberi anggur asam bisa
memperpanjang waktu penderitaan Tuhan Yesus. Tetapi mereka salah, Markus menegaskan
bahwa usai memberi anggur asam, Tuhan menyerahkan diri-Nya. Sekali lagi kematian Tuhan
Yesus bukan atas inisiatif manusia, ketika mereka berusaha membuat-Nya makin menderita, Allah
justru menyerahkan diri-Nya.
Ayat 37-39
Penyerahan diri kepada Allah adalah bentuk ketaatan total. Lalu terjadilah apa yang disebut
keajaiban. Tabir/tirai ‘Katapetasma’ Bait Allah terbelah menjadi dua dari atas sampai bawah. Di
Bait Allah kita tahu ada pemisahan antara ruang kudus dan ruang mahakudus. Terbelahnya bait
Allah hendak menyatakan kebaranian manusia menyentuh apa yang tak boleh disentuh,
pengulangan dosa manusia yang mau menjadi sama seperti Allah dan karya Allah yang
menghancurkan ruang-ruang pembatas yang diciptakan manusia, Bait Allah menjadi tanda Allah
yang dapat dijumai dimana saja sekaligus Allah yang menghancurkan kuasa maut dan membuka
anugerah baru bagi kehidupan manusia. Peristiwa itu membuat seorang kepala pasukan
menyatakan pengakuannya: sungguh, orang ini adalah Anak Allah. Anugerah yang terbuka
diperdengarkan bagi orang asing, bahwa Allah dalam anugerah-Nya telah memanggil segala
bangsa untuk hidup baru di dalam anugerah-Nya. Dari ketaatan Allah, sekarang Markus bergeser
kepada ketaatan manusia. Anugerah Allah hanya bisa dinikmati oleh mereka yang menyadari
keberadaan diri mereka yang berdosa. Hanya dengan menerima Yesus sebagai Tuhan maka
manusia beroleh kemungkinan baru di dalam keselamatan.
Ayat 40-41
28
Penyebutan nama-nama perempuan ada kemungkinan berkaitan dengan mereka yang telah
mengalami kekayaan rohani dalam relasi dengan Tuhan. Perempuan selalu dimarginalkan sebagai
tokoh yang lemah dan berada di status kelas bawah. Gerakan keselamatan Allah menjadi sangat
menakjubkan ketika menjangkau orang-orang yang paling hina dan terpinggirkan. Dari panggilan
pribadi, sekarang mereka membentuk komunitas. Markus mau menyatakan bahwa kuasa Allah tak
akan berkahir. Demikianlah pengakuan Billy Graham: ketika aku berkhotbah semua orang
berbondong-bondong mendengar khotbahku, rasa-rasanya tak ada kursi yang kosong. Tetapi aku
sering bertanya apakah khotbahku mampu mengubah kehidupan mereka. Dia, Yesus dari Galilea,
seorang yang tak banyak bicara telah mengubah kehidupan banyak manusia dan sampai hari ini
masih banyak manusia di seantero bumi yang tetap setia kepada-Nya. Demikianlah ketaatan
menjadi kunci dalam pembaharuan kehidupan.
Refleksi
Pendahuluan
Hari ini kita – segenap umat kristiani – merayakan Paskah memperingati peristiwa
kebangkitan Tuhan Yesus, sehingga meyakinkan setiap orang bahwa Ia adalah Allah yang hidup,
yang menjadikan kematian bukan akhir proses kehidupan melainkan yang melenyapkan kematian
sekaligus memberi kehidupan baru.
Di dalam, dan melalui Yesus Kristus yang telah bangkit dari antara orang mati ada jaminan
dan kepastian bagi setiap orang yang percaya kepada-Nya dan yang dikasihi-Nya, bahwa mereka
percaya kepada Allah, Tuhan yang hidup dan sungguh-sungguh menghidupkan. Kuasa
kebangkitan-Nya itulah jaminan dan kekuatan bagi gereja-Nya untuk terus hidup dan berkarya
sekalipun untuk itu harus berhadapan dengan berbagai tantangan dan masalah. Kuasa kebangkitan
Yesus adalah kekuatan yang menghidupkan dan berlangsung kekal sampai selama-lamanya. Oleh
sebab itu maka bersukacitalah, sebab Yesus Kristus bangkit.
Pendalaman Teks
Perikop Mrk. 16:1-8 (//Mat. 28:1-10; Luk. 24:1-12; Yoh. 20:1-10) sama-sama berbicara
tentang peristiwa kebangkitan Tuhan Yesus, tentu dengan gaya dan cirri khas masing-masing yang
saling melengkapi dan menjelaskan. Suasana mencekam dan menyeramkan publik waktu itu yang
terjadi sebagai akibat dari peristiwa kematian Yesus, ternyata “membangkitkan” kepercayaan, rasa
hormat, keberpihakan kepada Yesus pada segelintir orang yang mengenal-Nya. Mereka-mereka
ini yang semula berdiri jauh-jauh dan bungkam ketika Yesus diadili, digiring ke Golgota dan
menyalibkan-Nya karena memang keadaan tidak memungkinkan mereka untuk tampil
demonstrative mengikuti-Nya, apalagi untuk membela-Nya. Mereka baru “mendekati” Yesus
ketika Ia dikuburkan. Mereka mendatangi kuburan Yesus untuk berziarah sebagaimana lazimnya
dilakukan oleh masyarakat kepada kerabatnya yang telah meninggal dan dikuburkan.
Penulis injil Markus menyebut nama mereka, sejumlah perempuan yaitu “Maria Magdalena
dan Maria ibu Yakobus serta Salome” (ay. 1). Apakah tidak ada seorang laki-lakipun yang
menyertai mereka? Padahal dalam cerita-cerita Alkitab pada umumnya figur laki-laki lebih
ditonjolkan ketimbang figur perempuan. Namun untuk peristiwa sangat penting yaitu tentang
peristiwa kebangkitan Tuhan Yesus, justru figur perempuan-perempuan yang ditonjolkan. Inilah
pertanyaan penting yang patut mendapat jawaban dari kita semua hari ini. Apapun jawaban kita,
yang pasti cuma sejumlah perempuan yang mendatangi kuburan Yesus pada “pag-pagi benar”
setelah matahari terbit dengan semangat dan niat untuk “meminyaki Yesus”. Kerelaan sejumpah
perempuan dalam cerita hari ini untuk mendatangi kuburan Yesus dilatarbelakangi oleh cinta kasih
mereka terhadap-Nya, yang selama ini bersama-sama dengan mereka, dan mereka tahu bahwa Ia
bukanlah seorang penjahat yang pantas dihukum mati dan jasad-Nya diperlakukan sangat tidak
manusiawi dan beradab. Keyakinan mereka akan Yesus berbeda dengan keyakinan mayoritas
orang terhadap-Nya, hal ini jugalah yang membuat respon merekapun berbeda. Mereka harus
berbuat demikian terhadap Yesus karena mereka meyakini-Nya sebagai “Dia orang benar” dan
apa yang dilakukan-Nya adalah kebenaran yang sejati itu.
Motivasi, niat dan tindakan konkrit mereka untuk mendatangi kuburan Yesus dan meminyaki-
Nya ternyata menghadapi tantangan, karena pintu kuburan Yesus ditutupi dengan batu yang besar
sehingga tentu saja sebagai “perempuan-perempuan” tidak ada yang bisa menggulingkannya.
Itulah sebabnya mereka saling bertanya “Siapa yang akan menggulingkan baru itu bagi kita dari
pintu kubur?” (ay.3). Ada “batu besar” yang menghalangi pelayanan mereka terhadap Yesus,
mereka sadar betul bahwa “kemampuan” mereka untuk “menggulingkan” batu itu (bukan tidak
30
ada, tetapi tidak sanggup mereka lakukan). Yang perempuan-perempuan “lemah” itu butuhkan
sekarang adalah “batu” itu terguling, digulingkan untuk jangan menutup akses mereka kepada
Yesus karena mereka hendak meminyaki-Nya.
Hal berikut terjadi diluar jangkauan akal pikiran kita, “ketika mereka melihat dari dekat
tampaklah batu yang memang sangat besar itu sudah terguling” (ay.4). Siapa yang
menggulingkannya? Yang pasti dia yang menggulingkannya adalah yang “mahakuat, mahabesar,
mahakuasa, mahabaik ” yang sanggup melakukan hal-hal yang tidak mungkin menjadi mungkin.
Dialah yang melapangkan jalan, mengatasi masalah, memudahkan perempuan-perempuan itu
dengan minyak ditangan mereka untuk bertemu dengan jasad Yesus.
Dalam ay. 5-6 dikatakan bahwa “lalu mereka masuk ke dalam kubur dan mereka melihat
seorang muda yang memakai jubah putih duduk di sebelah kanan. Merekapun sangat terkejut,
tetapi orang muda itu berkata kepada mereka : Jangan kamu takut! Kamu mencari Yesus orang
Nazaret, yang disalibkan itu. Ia telah bangkit. Ia tidak ada di sini. Lihatlah! Inilah tempat mereka
membaringkan Dia”…
Perempuan-perempuan itu harus mengalami kenyataan bahwa mereka tidak menemukan jasad
Yesus, yang mereka temukan adalah “seorang muda yang memakai jubah putih” yang membuat
mereka terkejut (bahkan takut). Dia mengoreksi pikiran dan orientasi mereka untuk berjumpa
dengan Yesus, bahkan ia juga menyampaikan kepada mereka “siapa sebenarnya Yesus” yang
sedang mereka cari itu. Mereka yang semula membayangkan dapat berjumpa dengan jasad Yesus
di dalam kuburan, ternyata harus menemukan “tempat dan kuburan kosong” karena Yesus telah
bangkit. Ia tidak lagi ada dalam kuburan. Kuburan bukan “kurungan” bagi-Nya, kuburan bukan
tempat akhir hidup-Nya, kematian tidak dapat membelenggu-Nya. Karena itu janganlah mencari
Yesus di tempat-tempat yang kosong karena sudah pasti Ia tidak ada di sana. Para perempuan yang
berniat melayani Yesus dengan meminyaki jasad-Nya, diberi tugas baru yang semestinya segera
meeka laksanakan yaitu “pergilah, katakanlah kepada murid-murid-Nya dan kepada Petrus: Ia
mendahului kamu ke Galilea, di sana kamu akan melihat Dia, seperti yang dikatakan-Nya kepada
kamu” (ay.7).
Perempuan-perempuan ini tidak disuruh untuk “masuklah kedalam kuburan….” Tetapi
pergilah, katakanlah…… Perjalanan mereka menuju kuburan harus dihentikan. Sebaliknya, harus
berbalik arah pergi ke menjumpai murid-murid-Nya (ingat, ke-12 murid Yesus semuanya laki-
laki) dan (terutama, itu laki-laki satu yang bernama) Petrus. Mereka semua harus ke Galilea
(karena Yesus telah mendahului mereka ke Galilea). Sebutan Galilea di sini bukan Cuma
menunjuk kepada suatu tempat (geografis) tetapi lebih luas dari itu maknanya yaitu menuju kepada
kehidupan manusia secara konkrit (di suatu tempat, dalam ruang dan waktu yang jelas, dalam
segala aspek kehidupan). Jadi dengan mengatakan bahwa Ia telah mendahului kamu ke Galilea
bukan Cuma berarti Yesus sedang menungguh mereka di tempat yang bernama Galilea, tetapi Ia
sedang menunggu mereka untuk ada di mana-mana tempat, di berbagai kesempatan, untuk
melayani di segala aspek kehidupan yang konkrit. Inilah tugas yang harus dikerjakan oleh
perempuan-perempuan dan laki-laki (para murid Yesus) terutama oleh Petrus (laki-laki yang
disebut namanya) oleh orang muda berjubah putih itu.
Mendengar “penjelasan dan perintah” demikian, perempuan-perempuan itu “meninggalkan
kubur Yesus, sebab gentar dan dahsyat menimpa mereka. Mereka tidak mengatakan apa-apa
kepada siapapun juga karena takut. Dengan singkat mereka sampaikan semua pesan itu kepada
Petrus dan teman-temannya…” (ay.8).
Refleksi
Semangat dan tindakan untuk berbuat sesuatu bagi Tuhan Yesus itu baik dan harus dimiliki
oleh setiap orang yang percaya kepada-Nya. Namun semangat dan tidakan-tindakan itu harus diuji,
apakah itu berarti kita “berjumpa dengan Yesus di tempat di mana Ia ada dan sedang melayani”
31
ataukah kita justru ke “tempat yang lain” yang kita sangka Ia sedang ada di sana dan sangat senang
melihat kita. Memang Yesus pernah dikuburkan, tetapi Ia kini telah bangkit. Kuburan telah
ditinggalkan-Nya. Ia tidak ada di sana. Karena itu “mencari Yesus dengan berjalan menuju”
kuburan harus dirobah, direformasi untuk mencari-Nya di tempat di mana Dia berada? Di manakah
Dia berada setelah bangkit? Dia pergi menemui orang-orang dari berbagai latarbelakang dengan
berbagai problema yang mereka hadapi untuk melayani mereka mencapai shalom yang
disimbolkan dengan menyebut nama tempat Galiea. Di situlah Dia berada dan berkarya. Oleh
sebab itu maka carilah Yesus yang telah bangkit itu di mana Dia berada. Banyak Gereja (Jemaat,
orang percaya) yang mencari dan mau melayani Yesus, namun sayangnya ia cari dan melayani di
“kuburan yang kosong” bukan di tempat di mana Yesus sedang ada dan melayani. Apakah Yesus
cuma berada didalam ruang-ruang kebaktian dan di sekitar halamannya saja? Tegas harus
dikatakan tidak. Dia sedang ada bersama mereka yang tertindas, tersisih, terpinggirkan, termiskin,
terjajah dan terbuang dari keluarga, masyarakat bahkan juga dari gereja sendiri.
Saya tidak bermaksud mencela kemeriahan perayaan Paskah di mana-mana yang
diekspresikan dengan berbagai cara dan menelan biaya, tenaga dan waktu yang banyak, namun
jkalau semuanya itu tidak membawa “kebangkitan bagi kehidupan dan pelayanan kita” kepada
Tuhan, sesama dan segenap ciptaan-Nya sebagaimana dikehendaki-Nya, maka bukan tidak
mungkin, kita sedang mempertontonkan “kesibukan dalam kuburan” yang sudah kosong karena
Yesus tidak berada di sana. Suatu tindakan “bekin cape diri percuma saja”.
Selamat merayakan Paskah. (brt)
Pengantar
Sekitar tahun 1967, ujar seorang pendeta yang menceritakan pengalamannya, saat
mengikuti sebuah ‘latihan kepemimpinan’ selama enam minggu di Singapura. Dalam latihan itu,
para peserta tidak hanya dikonsumsi otaknya dengan berbagai materi pelatihan, tetapi juga
ditantang komitmennya dan dibina daya tahannya. Setiap hari acara dimulai pada pukul empat
pagi, dan baru berakhir pukul sepuluh malam. Tak semenit pun dibiarkan lowong. Ada lagi yang
menarik dan relevan, setiap acara selalu dibuka dengan sebuah salam. Pemimpin acara berucap,
“Kristus telah bangkit!”, lalu seluruh peserta menjawab, “Sungguh, Ia telah bangkit!”
Makna simbolis salam ini adalah, bahwa setiap pekerjaan yang akan kita lakukan, kita
awali dengan kesadaran bahwa kita punya Tuhan yang bangkit. Ia hadir, berjalan dan bekerja
bersama-sama kita. Kita tidak lagi dibiarkan sendirian. Karenanya, ini seharusnya membawa
perubahan dan perbedaan besar. Maksudnya, kehadiran Yesus Kristus yang telah bangkit itu dalam
hidup kita, mestinya dapat memulihkan iman dan pengharapan kita. Tetapi apakah betul demikian?
Namun, masih ada pertanyaan yang lebih jujur dan tegas, “Mengapa seringkali tidak?” Dalam
pengalaman dan pengamatan kita bersama, ini adalah karena banyak orang Kristen berjalan dan
berkarya seolah-olah tanpa Kristus.
Rangkuman Eksegese
32
1. Testimoni Paulus tentang kebangkitan Kristus diawali dengan sebuah penegasan atas
pemberitaannya yang mereka terima dan percaya, yang di dalamnya mereka teguh berdiri,
yakni Injil yang aku beritakan kepadamu. Bagi Paulus, menyangkal fakta kebangkitan Kristus
dari antara orang mati berarti mengabaikan seluruh makna Injil. Rasul Paulus menegaskan
kembali bagaimana kebenaran kebangkitan Kristus telah merealisasikan suatu bagian yang
pasti dari Injil itu, dan bahwa kebangkitan Kristus itu mencakup semua orang percaya.
Artinya, bila mereka percaya dan teguh berpegang pada janji-Nya, yang olehnya mereka
diselamatkan, iman mereka tidak akan pernah sia-sia.
2. Ternyata orang-orang di Korintus (Yahudi maupun Yunani) tampaknya sulit sekali untuk
percaya bahwa Yesus telah bangkit dari antara orang mati. Tidak jelas, apakah kesulitan
tersebut berasal dari lingkungan jemaat sendiri atau dari lingkungan sekitar mereka yang
dihadapi oleh jemaat. Mereka lalu melaporkannya kepada Paulus yang saat itu sedang berada
di Efesus. Bahkan, ada semacam penolakan tegas terhadap pemberitaannya mengenai
kebangkitan Kristus yang bagi Paulus merupakan intisari dari Injil.
3. Rupanya penolakan dimaksud bisa dipahami oleh karena konsep kebangkitan di kalangan
orang-orang Yahudi maupun orang-orang Yunani bertentangan dengan pemberitaan Paulus,
bahwa Yesus telah bangkit secara fisik dari antara orang mati. Konsep orang-orang Yahudi
umumnya percaya adanya kebangkitan tubuh, namun itu bukan terjadi sekarang, melainkan
pada akhir zaman. Lain lagi, konsep orang-orang Yahudi dari golongan Saduki. Mereka
menolak adanya kebangkitan orang mati, bahkan kaum ini digambarkan sebagai lawan Yesus.
Sementara, orang-orang Yunani umumnya percaya akan kekekalan jiwa, dan karena itu
percaya akan kehidupan setelah kematian, namun menolak bahwa tubuh fisik ini dapat bangkit
lagi setelah kematian.
4. Menarik, bahwa terhadap penolakan kebangkitan Yesus dari antara orang mati oleh
kelompok-kelompok tersebut di atas, dilawan Paulus dengan tegas. Bagi Paulus, kebangkitan
Yesus bukan hanya perkara iman melainkan juga merupakan perkara sejarah yang bisa
diverifikasi berdasarkan kesaksian Kitab Suci. Menurut beberapa penafsir, ia mengutip sebuah
rumusan kredo Gereja mula-mula (3-4). Rumusan kredo tersebut sangat mungkin sudah ada,
bahkan hanya beberapa bulan setelah kebangkitan Yesus. Bagian pertama berbicara mengenai
kematian Yesus, dan bagian kedua berbicara mengenai kebangkitan Yesus. Paulus kemudian
memberikan kesaksian berupa daftar para saksi mata yang melihat penampakan-penampakan
Yesus pasca kebangkitan (5-7).
5. Kemudian testimoni Paulus mengenai dirinya, bahwa Kristus menampakkan diri kepadanya
sebagai yang paling akhir dari semuanya, dan menganggap dirinya sebagai yang paling hina
dari semua rasul karena ia telah menganiaya Jemaat Allah. Namun, hanya oleh kasih karunia
Allah ia dipakai bersama dengan rasul-rasul yang lainnya mengajar sehingga jemaat Korintus
menjadi percaya. Paulus mengagungkan kasih karunia Allah yang memungkinkannya untuk
menjadi salah satu saksi dari kebangkitan Yesus (8-11).
Rangkuman Aplikasi
1. Kristus telah bangkit! Ini berarti yang terburuk telah berhasil dihadapi, diatasi, dan dilewati.
Karena itu, “Hai orang-orang yang sudah dikubur di dalam tanah, dan yang keadaannya sudah
tidak tertolong lagi, bangkitlah dan bersorak-sorai! Sebab embun Tuhan ialah embun terang
dan bumi akan melahirkan arwah (pengharapan) kembali” (bnd. Yes. 26:19). Ingat! Di jantung
33
setiap permasalahan, kini terbitlah optimisme. Bukan optimisme yang kosong, melainkan
pengharapan sejati yang tak pernah berakhir di ketiadaan pengharapan. Tak peduli, betapa
fananya hidup ini, dan betapa hancur berkeping-kepingnya dunia di sekitar pergumulan dan
pergulatan Anda, pasti di ujungnya adalah kemenangan. Inilah kuasa kebangkitan Kristus
yang memulihkan.
3. Adalah suatu keniscayaan, pengalaman Paulus menjadi pengalaman semua orang percaya.
Tetapi kalau kita semua katakan, bahwa orang Kristen senantiasa memiliki dasar pengharapan
yang teguh, mengapa dalam kenyataan banyak sekali orang Kristen yang ikut-ikutan
mengalami berbagai krisis tertentu sekarang ini? Mengapa gereja gagal menjadi inspirator
pengharapan bagi dunia sekelilingnya? Mengutip komentar kritis seorang teolog, “Secara
kasat mata, kita melihat banyak gereja yang bertumbuh amat mengagumkan. Ini tidak
disangkali! Yang ingin saya katakan adalah, walaupun besar dan kaya, mereka tidak
4. menyalakan ‘lampu peringatan’ ketika dunia berjalan salah; tidak menyalakan ‘lampu
petunjuk’ ketika dunia gamang mencari-cari jalan; dan tidak menyalakan ‘lampu
pengharapan’ ketika dunia nyaris rebah dalam keputusasaan.” Inilah peringatan dan tuntutan
dari esensi Paskah. Paskah tidak mengangkat kesulitan dan tantangan kehidupan manusia,
kecuali pesimisme agar melahirkan optimisme yang berpengharapan. (gr)
34
Bahan Liturgi
PEMBUKA IBADAH
Suara 1 : Inilah perayaan minggu sengsara
Suatu perayaan untuk mengenang
Kehidupan dan penderitaan Tuhan Yesus
35
Demikianlah arti kehadiran Tuhan Yesus bagi seisi dunia
(Membacakan Yesaya 53:3-5) …………….
ATRAKSI SITUASIONAL
Instrumen ‘Kepala Yang Berdarah’ ………..
Suara 2 : Tetes-tetes darah kudus membasahi bumi
Ratapan kehidupan menjadikan tumbal
Sang Pencipta direndahkan oleh ciptaan-Nya
Lalu semuanya tertunduk menatap misteri anugerah
Demi kita, Ia menelan semua derita
(Masuk pemeran Tuhan Yesus, pakaian-Nya berlumur darah) ………
Suara 3 : Di setiap jejak langkah-Nya
Tertulis kasih Allah sungguh kekal
(Berjalan mengelilingi jemaat, lalu meninggalkan ruangan) ………
Sayangnya, cerita derita berulang kembali
Para penebar dosa menyjikan catatan bagi derita kehidupan
Instrumen ‘Dunia Dalam Rawa Payah’ …………
Derita itu ada di dalam rumah, tamparan sang suami
Melukai raga dan bathin seorang ibu
(Masuk suami yang menarik isteri, pakaian si isteri berantakan. Sang suami
menariknya ke sana ke mari) ………
Tangisan sang anak, bertanya tentang siapakah ayahnya?
(Masuk seorang ibu yang hamil, berjalan tertatih-tatih) ………
Dan untuk kamu, aku dan kita
Apa dan siapa yang akan kita tulis dengan pena derita?
MENGHADAP TUHAN
(Masuk seorang Penatua membawa lilin sengsara I, lilin diletakkan pada
tempatnya, seorang Diaken membawa mahkota duri besar sebagai simbol
derita dan seorang membawa Alkitab) ………..
(Pembawa Alkitab [PA] berdiri di depan jemaat) ………..
PA : Siapakah yang boleh naik ke atas gunung TUHAN? Siapakah yang boleh berdiri di
tempat-Nya yang kudus?
Jemaat : Orang yang bersih tangannya dan murni hatinya, yang tidak menyerahkan dirinya
kepada penipuan, dan yang tidak bersumpah palsu
PA : Dialah yang akan menerima berkat dari TUHAN dan keadilan dari Allah yang
menyelamatkan dia (PA mendekati Pnt 1 dan Dkn 1) ….
Pnt 1 : Dan dalam cahaya kebenaran ini, lihatlah derita yang dialami Tuhanmu (Dkn 1
mengangkat mahkota duri) ……..
Tuhanmu melepaskan mahkota kemuliaan-Nya dan taat sampai mati diatas kayu
salib
(Ketiganya meninggalkan ruangan) …………
Nyanyian : KJ. 169 bait 1 & 3 ‘Memandang Salib Rajaku’
VOTUM
Pelayan : Tuhan Pengasih dan Penyayang melayakkan kita untuk beribadah. Di dalam nama
Bapa, Anak dan Roh kudus, kita beroleh damai yang abadi
37
Nyanyian : GB. 171 ‘Kami Datang Menghampiri Salib-Mu’ (Masuk seorang pembawa
salib, seorang membawa lilin yang sudah dinyalakan dan berdiri didepan
jemaat)
Pembaca 2 : Salib ini telah tertinggal kosong
Allahmu teraniaya dan menghembuskan nafas kematian
Namun disalib itu, Ia tinggalkan kehidupan baru
Kehidupan yang dipenuhi anugerah
Supaya kita melepaskan segala dosa dan hidup dalam anugerah kebaikan
Pater Aphes hemon, Ya Tuhan ampunilah kami
Jemaat : Ya Tuhan ampunilah kami
Nyanyian : GB. 171 ‘Kami Datang Menghampiri Salib-Mu’ (Pembawa salib dan
pembawa lilin meninggalkan ruangan) ………
Pelayan : Mari kita berdoa (Doa Pengakuan dosa. Usai doa pelayan berkata …..)
Kita mengakui dosa kita karena kita percaya bahwa Tuhan berkenan mengampuni
kita. Firman-Nya berkata: Karena begitu besar kasih Allah akan dunia ini, sehingga
Ia telah mengaruniakan anak-Nya yang tunggal, supaya setiap orang yang percaya
kepada-Nya tidak binasa melainkan beroleh hidup yang kekal (Yoh. 3:16). Dengan
demikian, marilah kita membangun komitmen hidup baru dan bersama-sama
berkata:
Pelayan + J : Kasihilah Tuhan Allahmu, dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu dan
dengan segenap akal budimu dan dengan segenap kekuatanmu. Kasihilah
sesamamu manusia seperti dirimu sendiri (Bndk. Markus 12:3-31)
Nyanyian : KJ. 178 bait 1 & 2 ‘Kar’na Kasih-Nya Padaku’
PUJIAN MAZMUR
Pemazmur : Mari kita berdiri dan memadahkan mazmur menurut Mazmur 136:1-9
Pmzr + J : (Menyanyikan KPP. 225 bagian refrain)
Pemazmur : (Menyanyikan KPP. 225 bait 1 penggalan 5)
Jemaat : (Menyanyikan KPP. 225 bait 1 penggalan 6)
Pmzr + J : (Menyanyikan KPP. 225 bagian refrain)
Pemazmur : (Menyanyikan KPP. 225 bait 2 penggalan 5)
Jemaat : (Menyanyikan KPP. 225 bait 2 penggalan 6)
Pmzr + J : (Menyanyikan KPP. 225 bagian refrain)
Pemazmur : (Menyanyikan KPP. 225 bait 3 penggalan 5)
Jemaat : (Menyanyikan KPP. 225 bait 3 penggalan 6)
Pmzr + J : (Menyanyikan KPP. 225 bagian refrain)
Pemazmur : (Menyanyikan KPP. 225 bait 4 penggalan 5)
Jemaat : (Menyanyikan KPP. 225 bait 4 penggalan 6)
Pmzr + J : (Menyanyikan KPP. 225 bagian refrain)
Pemazmur : Baiklah segala orang percaya terus menyatakan didalam jiwanya untuk selalu
bersyukur kepada Tuhan, haleluya (duduk)
PEMBERITAAN FIRMAN
Doa dan Pembacaan Alkitab
38
Ucapan Bahagia dan Nyanyian ‘Hosiana’ versi NKB. 223b
Khotbah
PENGAKUAN IMAN
Penatua 3 : Mari kita berdiri dan mengikrarkan Pengakuan Iman Rasuli, baiklah kita semua
berkata …………
Nyanyian : PKJ 190 bait 1 ‘Sampai kapan Engkau Mengeluh’
(duduk)
PERSEMBAHAN
Dkn. 3 : Saatnya kita menyatakan syukur kepada Tuhan dengan memberi persembahan dan
merenungkan kesaksian 2 Korintus 8:12-13 ‘Sebab jika kamu rela untuk
memberi, maka pemberianmu akan diterima, kalau pemberianmu itu
berdasarkan apa yang ada padamu, bukan berdasarkan apa yang tidak ada
padamu. Sebab kamu dibebani bukanlah supaya orang-orang lain mendapat
keringanan, tetapi supaya ada keseimbangan.’
Nyanyian : GB. 273 ‘Gereja Bagai Bahtera’ (Persembahan diedarkan)
Diaken 3 : (Mengajak jemaat berdiri dan berdoa ………)
Nyanyian : ‘Ku Bawa Korban Syukurku’ (Jemaat memberikan persembahan
perpuluhan, nazar dan persembahan khusus lainnya)
(duduk)
PENGUTUSAN
Pelayan : Saudara-saudari ……. Berdirilah sekarang
Lihatlah mahkota duri ini
Tuhanmu melepaskan kebesaran-Nya supaya kita beroleh keselamatan
Hiduplah dengan saling rendah hati
Pergilah ditengah dunia, sembuhkanlah yang sakit
Hiburlah mereka yang berduka
Kuatkanlah setiap lutut yang goyah
Dan berdoalah bagi keselamatan dunia ini
Sekarang, saya silahkan kita saling bersalaman dan mengucapkan pesan
pengutusan: ‘Persembahkan mahkota hatimu’ (jemaat saling bersalaman dan
mengucapkan : ‘Persembahkan mahkota hatimu’) ………
Nyanyian : NKB. 83 bait 1 ‘Nun Di Bukit Yang Jauh’
BERKAT
Pelayan : Arahkan hati kepada Tuhan dan terimalah berkat-Nya ………….
Tuhan yang menderita bagi kamu adalah Tuhan yang senantiasa mengasihani
kamu sehingga kamu beroleh anugerah keselamatan kekal, dan dalam naungan
salib kudus, kamu terus menikmati damai sejahtera di dalam nama Bapa, dan
Anak dan Roh Kudus, amin.
Nyanyian : (‘Amin’)
39
Amin -- Amin -- Amin
PENJELASAN IBADAH
Ibadah ini dirancang untuk perayaan minggu-minggu sengsara. Untuk itu beberapa hal yang harus
kita pahami bersama:
1. Tata Ibadah yang diusulkan di atas dan sesudah Penjelasan Ibadah ini hanyalah berupa contoh
Tata Ibadah Minggu Sengsara yang harus dibuat oleh masing-masing Majelis Jemaat, secara
khusus oleh UPP Liturgi.
2. Ibadah dimulai dengan menyampaikan apa sesungguhnya perayaan minggu sengsara. Kita
memahami perayaan minggu sengsara sebagai rangkaian kesengsaraan Tuhan Yesus sampai
kematian-Nya di bukit Golgota. Karena itu, kita harus melandasinya dengan kutipan teks
Alkitab. Teks Alkitab dapat berubah sesuai konteks dan tema sebagaimana tertera dalam
Daftar Bacaan Alkitab GMIT Tahun 2018.
3. Atraksi situasional bisa saja tidak digunakan, namun tujuan utama atraksi situasional ialah
menghubungkan derita Tuhan Yesus di masa lalu dan bagaimana penderitaan terjadi di masa
kini dalam relasi kehidupan di bumi ini.
4. Hampir semua unsur ibadah membutuhkan respon jemaat. Hal ini untuk menghindari ibadah
hanya menjadi milik satu atau dua orang pemeran liturgi.
5. Dalam ibadah ini hendaknya dekorasi dipersiapkan dengan konsep gelap dan kering. Suatu
makna kesengsaraan Tuhan. Lalu mesti menyiapkan sebuah simbol. Simbol bertujuan untuk
mengajak jemaat memahami tujuan suatu ibadah. Simbol dapat diganti misalnya jubah
berdarah, anggur asam, paku, palu atau disesuaikan dengan tema.
6. Dalam bagian ibadah ini beberapa lagu memang sengaja dirancang untuk melibatkan respon
jemaat. Lagu salam, lagu respon atas nas pembimbing, lagu pengakuan dosa, lagu usai
pembacaan Alkitab sebaiknya dinyanyikan selama perayaan minggu sengsara.
7. Kata-kata yang ada bisa diganti sesuai tema mingguan. Yang paling utama adalah memahami
pola liturgi, bagaimana unsur-unsur yang ada menampilkan sesuatu yang berbeda. Setiap
unsur ditampilkan dan saling terkait.
8. Pada perayaan minggu sengsara, hal yang perlu mendapat perhatian adalah penggunaan salib
pada unsur pengakuan dosa. Salib yang dimaksud adalah salib yang berada di tempat dekorasi.
Salib itu diangkat dan dibawa mendekati jemaat lalu diletakkan kembali. Itu berarti dekor
salib bukanlah salib mati melainkan salib yang bisa diangkat. Salib menunjukkan suatu makna
derita dan lilin yang dibawa menunjukkan makna anugerah Tuhan.
9. Pada bagian pembacaan Nas Pembimbing, kami menyarankan usai membaca nas
pembimbing, pelayan memberi penjelasan singkat tentang makna kutipan nas pembimbing.
10. Pengakuan dosa memiliki aspek spiritual yang kuat. Dalam pengakuan dosa kita diajak untuk
menghayati derita Tuhan Yesus dan bagaimana kehidupan kita merespon derita Tuhan Yesus.
Karena perayaan selama 7 minggu, maka di setiap minggu dapat digunakan 7 perkataan Tuhan
Yesus lalu kita merefleksikannya dengan dosa yang kita perbuat. Kita juga membuat
40
rangkaian pengakuan dosa, berita anugerah dan komitmen hidup baru sebagai satu kesatuan.
Kami menyarankan dalam komitmen hidup baru kita dapat mengutip berbagai ayat Alkitab
yang berkaitan dengan pengampunan dosa kecuali dalam bagian komitmen hidup baru kita
tetap mengucapkan hukum kasih secara bersama.
11. Pada bagian pujian Mazmur, kita tetap menyanyikan mazmur. Buku mazmur dapat kita
jumpai di toko-toko buku. Di Lampiran kami sertakan Nyanyian Mazmur itu. Bila tidak
mampu dinyanyikan maka dapat dibacakan secara berbalasan.
12. Beberapa lagu pada unsur yang lain dapat diganti sesuai kebutuhan.
13. Pada bagian pengutusan, kita memperkayanya dengan ‘salam’ suatu ajakan untuk bersama-
sama melakukan perintah Tuhan.
14. Kami berharap liturgi ini dapat diperkaya dengan berbagai ide baru sesuai konteks jemaat dan
sebaiknya dipersiapkan. Satu hari dikhususkan untuk musik dan kantoria, satu hari
dipersiapkan bersama petugas liturgi.
15. Mengenai masalah durasi waktu ibadah diharapkan setiap Majelis Jemaat menyesuaikan
dengan durasi waktu ibadah di Jemaat masing-masing.
Berdasarkan beberapa catatan di atas maka pola liturgi minggu sengsara yang disiapkan dapat kita
perkecil dan jika menjadi sebuah liturgi yang digunakan setiap minggu maka pola liturginya
sebagai berikut:
41
TATA IBADAH PERAYAAN MINGGU SENGSARA
GEREJA MASEHI INJIL DI TIMOR
PEMBUKA IBADAH
Suara 1 : (Membacakan kutipan Yesaya 53:3-5) …………….
REFLEKSI SITUASIONAL
(Membuat rangkaian kata-kata singkat tentang bagaimana derita Tuhan
Yesus dan penderitaan masa kini)
Instrumen ‘Kepala Yang Berdarah’ ………..
MENGHADAP TUHAN
(Masuk seorang penatua membawa lilin sengsara I, lilin diletakkan pada
tempatnya, seorang diaken membawa simbol …. dan seorang membawa
Alkitab) ………..
(Pembawa Alkitab berdiri di depan jemaat) ………..
PA : Siapakah yang boleh naik ke atas gunung TUHAN? Siapakah yang boleh berdiri di
tempat-Nya yang kudus?
Jemaat : Orang yang bersih tangannya dan murni hatinya, yang tidak menyerahkan dirinya
kepada penipuan, dan yang tidak bersumpah palsu
PA : Dialah yang akan menerima berkat dari TUHAN dan keadilan dari Allah yang
menyelamatkan dia (PA kembali berdiri bersama Pnt 1 dan Dkn 1) ….
Pnt 1 : Dan dalam cahaya kebenaran ini, lihatlah derita yang dialami Tuhanmu (Dkn 1
mengangkat simbol) ……..
Tuhanmu melepaskan mahkota kemuliaan-Nya dan taat sampai mati diatas kayu
salib
(Ketiganya meninggalkan ruangan) …………
Nyanyian :
VOTUM
42
Pelayan : Tuhan pengasih dan penyayang melayakkan kita untuk beribadah. Di dalam nama
bapa, Anak dan Roh Kudus, kita beroleh damai yang abadi
PUJIAN MAZMUR
(Pemazmur mengajak jemaat berdiri dan bernyanyi berbalasan, ditutup dengan
penegasan pemazmur tentang makna pujian mazmur)
PEMBERITAAN FIRMAN
Doa dan Pembacaan Alkitab
Ucapan Bahagia dan Nyanyian ‘Hosiana’ versi NKB. 223b
43
Khotbah
PENGAKUAN IMAN
Penatua 3 : Mari kita berdiri dan mengikrarkan Pengakuan Iman Rasuli, baiklah kita semua
berkata …………
Nyanyian :
(duduk)
PENGUTUSAN
Pelayan : (Rumusan kata-kata diganti setiap minggu dengan mengingatkan makna simbol
dan mengajak jemaat melakukan tugas pengutusan dan diakhiri dengan berjabatan
tangan)
Nyanyian :
BERKAT
Pelayan : Arahkan hati kepada Tuhan dan terimalah berkat-Nya:
Tuhan yang menderita bagi kamu adalah Tuhan yang senantiasa mengasihani
kamu sehingga kamu beroleh anugerah keselamatan kekal, dan dalam naungan
salib kudus, kamu terus menikmati damai sejahtera di dalam nama Bapa, dan
Anak dan Roh Kudus, amin.
Nyanyian : (‘Amin’)
Amin -- Amin -- Amin
Desain dekor: Tampak Salib kosong, dengan dominan hitam. Bunga kering dan kayu kering
tak beraturan.
PANGGILAN BERIBADAH
INSTRUMEN ‘Memandang Salib Rajaku’……………………..
Suara 1 : (Mendekati Salib kosong) Puisi ‘Rintih Salib’
Di sini tak ada apa-apa
Di sini tak ada siapa-siapa
Begitulah kudegar rintih kayu tua bernama ‘salib’
(Menutup telinga)
Maaf ……… pujianmu selesai
Doamu kututup
Biarkan angin mendengar lalu terbang entah kemana
(Mengambil kertas dan disobek tak beraturan)
Di sini tak ada apa-apa
Di sini tak ada siapa-siapa
Hanya ada aroma darah yang menyengat
(sambil tertawa)
Hai kamu pelahap nikmat
Rintih salib menertawaimu
Makan …….. makan, makan kayu tua ini
Dan mulutmu penuh bau busuk menjijikkan
(sambil menangis dan memeluk salib)
Di sini tak ada apa-apa
Di sini tak ada siapa-siapa
Hanya ada salib bagi anak sengsara
Hanya ada matahari mengupas peluh
(berteriak dengan keras)
Di sini tak ada apa dan siapa ………..
Penatua 1 : (Membacakan)
Mari kita berdiri berdiri menyanyikan KJ 169 bait 1 & 3 Memandang Salib Rajaku)
Memandang salib Rajaku yang mati untuk dunia,
kurasa hancur congkakku dan harta hilang harganya.
45
Berpadu kasih dan sedih mengalir dari luka-Mu;
mahkota duri yang pedih menjadi keagungan-Mu.
VOTUM
Pelayan : Ibadah Jumat Agung, dikuduskan hanya oleh Tuhan. Dalam misteri segala kuasa,
Tuhan memberkati ibadah ini.
SALAM : (Nyanyian berbalasan)
RATAPAN PENYESALAN
(Instrumen ‘Pada Satu Bukit’ .............)
Orang 1 : Ketika mendengar berita salib, yang ada dipikiranku hanyalah satu : bukankah salib
itu adalah tempat bagi mereka yang disebut penjahat? Aku pikir itu salib biasa. tetapi
yang disalibkan itu ternyata Tuhan, Yesus yang agung. Aku tertunduk diam. Tuhanku
betapa mulia hati-Mu, mau berkorban bagi kami.
Orang 2 : Kitalah yang membuat Dia menerima ganjaran untuk apa yang tidak dibuat-Nya. Allah
telah menimpakkan kesalahan kita bagi Dia. Dan di salib itu, Tuhan menyembuhkan
luka dosa dan membiarkan diri-Nya terluka. O Tuhan, betapa mulia hati-Mu, mau
terluka menggantikan kami.
Orang 3 : Dalam ratapan dan penyesalan telah terungkap sebuah kebenaran: Allah mana seperti
Allah kita yang mau berkorban dan mempertaruhkan kehidupan-Nya. Tuhan manakah
yang rela melepaskan titik-titik darah suci untuk mengampuni kita?
Pelayan : Hanya Tuhan kita yang mau menjadi manusia, menderita dan mati bagi kita.
Jemaat : Ampunilah kami, dan ajarkan kami untuk menguburkan manusia lama, supaya dosa-
dosa yang membinasakan itu tidak lagi menjadi penghalang iman kami. Dan dengan
segala tindakan kasih-Mu, ajarkan hati kami untuk senatiasa mau berseru:
P+J : Kristus, Engkau mau mati bagi kami.
Biarlah kami mau berdamai dengan kehendak-Mu, Amin.
Pujian : Menyanyikan NYTB 194 : 1 & 2 ‘Di Atas Gunung Jauh’
Pada satu bukit jauh dari sini lihat salib Tuhan berdiri
S’potong kayu kasar, tanda dosa besar
Di sana Tuhanku t’lah mati
Refr. Kudatang pada salib itu
Kukenangkan cinta Tuhanku
Ya kujatuh pada kaki-Nya, sanaku dapat ampun dosa
O, kayu yang kasar yang dihina dunia
B’rikan kelepasan yang kekal
Akulah sebabnya Tuhan ke Golgota
Menebus dosaku semua
Solo : (menyanyikan penutup lagu .........)
Ya kujatuh pada kaki-Nya, sanaku dapat ampun dosa
BERITA KELEPASAN
Pelayan : Sesungguhnya kasih setia Tuhan tak akan pernah lekang oleh waktu, dan tak akan
pernah terkurung oleh ruang.
Jemaat : Nestapa, perih dan luka hanyalah derita tubuh fana
Sebab dalam kesengsaraan, Ia mengampuni.
46
Pelayan : Di salib Ia membelai kita dengan kasih. Bahkan mautpun tak mungkin mengakhiri
besar kasih-Nya akan dunia ini. Biarlah kita yang berdosa berseru dengan penyertaan-
Nya dan janji suci yang keluar dari bibir mulut-Nya:
P+J : Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya hari ini juga, engkau akan ada bersama-ama
dengan Aku di dalam Firdaus.
PENGAKUAN IMAN
Penatua: Marilah kita, mengikrarkan pengakuan iman dengan menyanyikan lagu ‘Allah
Tritunggal’ versi Manalolobanda’ syair Pdt. S. Pandie
Kami mengaku Bapa Sang Pencipta
Dialah Tuhan Pemilik semesta
Segala karya Tuhan berlimpah kebaikan
Mentari, bulan, bintang bersaksi dalam terang
Refr. Ya Bapa, Putra di dalam Roh Kudus
Kasih cinta-Mu selalu sempurna
Allah Tritunggal kekal, kini sepanjang masa
Berkat-Mu tak berbanding, agung dan mulia
Kami percaya, Yesus Sang Penebus
Dialah Tuhan yang dinubuatkan
Datang diutus Bapa, dan mati bagi kami
Ia pun telah bangkit, maut tertunduk malu (ke Reff.)
Kami muliakan, kuasa-Mu, Roh Kudus
Engkau menghibur dan menjaga kami
Roh yang menghimpun umat, menjadi g’reja kudus
Supaya kami setia, hingga penghakiman (ke reff.) (duduk)
PERSEMBAHAN
Doa
Jemaat menyanyikan PKJ. 147 ‘Di Sini Aku Bawa’.
48
DOA SYAFAAT
PANGGILAN PENGUTUSAN
.................. Musik Sedih ....................
Murid 1 : Ya Tuhan, kami adalah para pengkhianat sejati, ketika kami lari dan membiarkan-
Mu tersalib
Murid 2 : Ya Guru, kami adalah pemberi janji murahan sebab di mata-Mu kami menyangkali
Engkau
Murid 3 : Betapa malunya kami ketika mendapatkan-Mu mati di salib ini. Apakah kami harus
menebus salah dan dosa ini dan mati seperti-Mu?
Murid 4 : Kita memang harus sedih karena kita memang orang tak beradab, hati kita memang
akan gundah gulana. Tapi lupakah kamu ketika Guru masih hidup, Ia berpesan: Anak
manusia harus diserahkan kepada bangsa-bangsa yang tidak mengenal Allah, diolok-
olokkan, dihina dan diludahi? Ia akan disesah dan dibunuh?
Murid 5 : Memang Ia sendiri yang menggenapi kata-kata-Nya. Pantas Ia menjadi Guru yang
sejati.
Yusuf : Mari kita menguburkan Dia, aku telah menyediakan tempat yang layak untuk-Nya
Nikodms : (Maju ke depan) hidup-Nya sudah berakhir tapi bukankah kita masih hidup. Guru
pernah mengajarkan aku tentang lahir baru dan kini Ia menggenapinya.
Pergunakanlah waktu yang ada dengan menyampaikan kabar kepada seluruh penjuru
bumi bahwa Kristus sudah mati tapi kami dan semua yang menjadi murid-Nya diutus
memberitakan nama-Nya
Penatua 2 : Akhirnya inilah berita kematian, Jumat Agung karena keagungan pengorbanan
Yesus. Marilah kita belajar berkorban dan pulanglah dalam tekad menjadi murid
sejati, berdamailah dengan Tuhan, berdamailah dengan sesama dan berdamailah
dengan bumi di mana kita ada.
Jemaat : (berdiri dan menyanyikan NKB. 128 ‘Ku Berserah Kepada Allahku’)
49
BERKAT
Pelayan : Arahkanlah hatimu kepada Tuhan:
Allah sumber pengharapan dalam Yesus yang telah hidup dan mati bagi kita akan
senantiasa menuntun, menjaga, memberkati keluar masukmu dari sekarang sampai
selama-lamanya.
Jemaat : Amin -- Amin -- Amin
PERSIAPAN
- Pelayan dan Majelis Jemaat berdoa di konsistori
- Jemaat berdoa, mempersiapkan diri ………………
- Warta Jemaat
PANGGILAN BERIBADAH
Penatua 1 : Saudara-saudari ………
Hari ini telah terdengar kesukaan besar
Berita kebangkitan Kristus
Dinyatakan bagi semua orang percaya
Diaken 1 : Batu kubur telah terguling
Tuhan Yesus tak ada di tempat pembaringan
Paskah menggulingkan maut
Paskah menaklukan dunia orang mati
Penatua 2 : Dan hari ini berita Paskah dinyatakan bagi kita
Paskah telah menghampiri kita
50
Merangkul satukan semua yang tercecer
Memanggil segala bangsa
Berdirilah sekarang, beribadahlah dalam sukacita Paskah
Nyanyian :
VOTUM
Pelayanan : Tuhan Yesus yang telah menang atas maut, Tuhan penyelamat telah datang
menguduskan dan memberkati ibadah ini.
BERITA ANUGERAH
Pelayan : Hendaklah kita mengakui segala dosa, dan sejak hari ini persembahkan kebenaran
hatimu kepada Tuhan. Ingatlah kebenaran firman Tuhan seperti yang diucapkan
oleh Tuhan Yesus: ‘Akulah kebangkitan dan hidup; barangsiapa percaya
kepada-Ku, ia akan hidup walaupun ia sudah mati.’ (Yohanes 11:25)
Nyanyian :
PUJIAN MAZMUR
Pemazmur : Mari kita berdiri dan membacakan secara berbalasan (atau menyanyikan) Mazmur
46
(duduk)
PEMBERITAAN FIRMAN
Pelayan: Mengajak Jemaat menyiapkan hati dan menyanyikan GB. 59 ‘Firman Allah Kekal’
usai nyanyian jemaat disilahkan berdiri
Doa dan Pembacaan firman dari Markus 16:1-8
Ucapan Bahagia …………
Nyanyian KJ. 473b ‘Haleluya’
Haleluya -- Haleluya -- Haleluya (duduk)
Khotbah
PENGAKUAN IMAN
Penatua 3 : Saatnya kita mengikrarakan Pengakuan Iman Rasuli, saya silahkan kita berdiri
dan setiap orang yang percaya berkata ……………
Nyanyian :
PERSEMBAHAN
Diaken 3 : Kemenangan Paskah adalah kemenangan bagi semua orang percaya. Itu bukan
usaha kita, itu adalah kasih karunia Allah yang dinyatakan dalam Tuhan kita
Yesus Kristus. Kini, hendaklah kita selalu mengucap syukur, dan dengan hati yang
penuh sukacita, kita dipanggil memberi persembahan. Berilah persembahanmu
dan ingatlah perkataan firman Tuhan: ‘Aku mau bersyukur kepada TUHAN
dengan segenap hatiku, aku mau menceritakan segala perbuatan-Mu yang
ajaib.’ (Mazmur 9:2).
Nyanyian : (Persembahan di edarkan)
Diaken 3 : (mengajak jemaat berdiri dan berdoa ……….)
Nyanyian : ‘Persembahan Kami’
52
DOA SYAFAAT
PENGUTUSAN
Pelayan : Berdirilah sekarang ………..
Berita Paskah dikumandangkan bagi segala bangsa
Tetapi yang terutama bagi kamu yang percaya
Bagi kamu yang mau bersaksi ditengah dunia
Bagi kamu yang senantiasa mau bersinar di tengah kegelapan
Jemaat : Berita itu adalah berita bagi kami
Kami bukan hanya menikmati kemenangan Paskah
Kami akan senantiasa bersaksi dan menjadi anak-anak terang
Nyanyian :
BERKAT
Pelayan : Arahkan hatimu kepada Tuhan dan terimalah berkat-Nya:
Allah yang perkasa melindungi dan memberkatimu, Tuhan Yesus yang hidup,
menghidupimu dengan kasih karunia. Roh yang Kudus memberimu
kebijaksanaan dan damai, menjaga keluar masukmu sekarang dan selamanya.
Nyanyian : (‘Amin’)
Amin -- Amin -- Amin
KJ. 407 bait 1 ‘Tuhan Kau Gembala Kami’
SALAM PEMBUKA
Penatua 1 : Kemenangan Paskah telah kita nikmati
Batu kubur telah terguling
Kuasa Tuhan melewati pagi
Membangkitkan harapan yang usang
Diaken 1 : Hari ini panggilan Paskah tergenapi
Generasi percaya telah tumbuh
Memberi hati, menggenapi janji
Mengembangkan hidup makin terarah
Instrumen musik …………. ‘Makin Dekat Tuhan Kepadamu’ ….
(seorang Penatua mengantar anak-anak yang hendak dibaptis dan dua orang
calon anggota sidi)
53
MENGHADAP TUHAN
Instrumen ‘Bila Kulihat Bintang Gemerlapan’
Penatua 2 : Inilah fakta kemenangan Paskah
Mereka yang dipenuhi resah
Telah beroleh kekuatan baru
Menggugah hati penuh haru
Hai anak-anak Paskah
Beribadahlah sekarang, mari berdirilah di hadapan Tuhan
Paskah telah memberi kepastian
Nyanyian :
TABHISAN IBADAH
54
Usai mengakui segala keberadaan diri, mulailah belajar untuk hidup kita
menggapai anugerah Allah. Renungkan perkataan firman Tuhan:
‘Sebab jika kamu mengaku dengan mulutmu, bahwa Yesus adalah Tuhan,
dan percaya dalam hatimu, bahwa Allah telah membangkitkan Dia dari
antara orang mati, maka kamu akan diselamatkan.’ (Roma 10:9).
Nyanyian :
MAZMUR PUJIAN
Pemazmur : Marilah kita berdiri dan menyanyikan Mazmur 18:47-51
(duduk)
PENGAKUAN IMAN
Diaken 3 : Mari kita berdiri dan mengaku iman percaya kita dengan menyanyikan KJ. 280
bait 1 – 3 ‘Aku Percaya’ ………
(duduk)
PERSEMBAHAN
Diaken 4 : Memberi persembahan adalah pengajaran yang telah disampaikan bagi kita sejak
dahulu kala. Memberi bukan sekedar suatu tradisi beribadah. Memberi adalah
respon ucapan syukur untuk segala kebaikan Tuhan. Tuhan memberi berkat setiap
waktu sehingga kita tak bisa mengukur betapa luas, panjang, lebar, luas, tinggi
dan dalam penyertaan Tuhan.
Mari kita berdoa ………
Nyanyian :
DOA SYAFAAT
PENGUTUSAN
Pelayan : Berdirilah sekarang ……..
Paskah menggapai kita
Meminta kehidupan yang beraroma sorga
Jangan hanya kebaikan di waktu pagi
Paskah meminta kebaikan di setiap waktu
Disini, dan di kehidupan setiap
55
Jemaat : Kami sesungguhnya telah mati karena dosa
Tetapi Paskah memberi harapan baru
Dan aroma kematian akan kami ubah menjadi aroma kehidupan
Dan seluruh bumi bercahaya dalam kemenangan
Nyanyian :
BERKAT
Pelayan : Arahkan hati kepada Tuhan, terimalah berkat-Nya:
Allah yang perkasa melindungi dan memberkatimu, Tuhan Yesus yang hidup,
memberimu kasih karunia. Roh yang Kudus memberimu kebijaksanaan dan
damai, menjaga keluar masukmu sekarang dan selamanya.
Nyanyian : (‘Amin’)
Amin -- Amin -- Amin
56
BEBERAPA SARAN PENGGUNAAN SIMBOL DALAM MASA PASKAH 2018
58
NYANYIAN MAZMUR MASA PASKAH 2018
MAZMUR 147:1-11
60
61
62
63
MAZMUR 22:23-27
64
65
66
67
68
69
70