Beruflich Dokumente
Kultur Dokumente
31
KATA PENGANTAR
PujisyukurkehadiratTuhan Yang MAhaEsa, atasberkat, rahmaddanhidayah-Nya, sehingga
kami dapatmenyelesaikanmakalahdenganjudul “Psikologi Pada Lansia”
Tim Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR i
DAFTAR ISI ii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG 1
1.2 TUJUAN PENULISAN 1
1.3 METODE PENULISAN 1
1.4 SISTEMATIKA PENULISAN 1
BAB II PEMBAHASAN
2.1 DEFINISI
2.2 ETIOLOGI
2.3 ASUHAN KEPERAWATAN
BAB III PENUTUP
3.1 KESIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. LATAR BELAKANG
Penuaan adalah konsekuensi yang tidak dapat dihindari. Walaupun proses penuaan benar
adanya dan merupakan sesuatu yang normal, tetapi pada kenyataannya proses ini menjadi beban
bagi orang lain dibadingkan dengan proses lain yang terjadi. Perawat yang akan merawat lansia
harus mengerti sesuatu tentang aspek penuaan yang normal dan tidak normal serta mengetahui
konsep gangguan psikologi pada lansia.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1. PENGERTIAN
Proses menua (lansia) adalah proses alami yang disertai adanya penurunan kondisi fisik,
psikologis maupun sosial yang saling ber interaksi satu sama lain. Keadaan itu cenderung
berpotensi menimbulkan masalah kesehatan secara umum maupun kesehatan jiwa secara khusus
pada lansia.
Masalah kesehatan jiwa lansia termasuk juga dalam masalah kesehatan yang dibahas
pada pasien-pasien Geriatri dan Psikogeriatri yang merupakan bagian dari Gerontologi, yaitu
ilmu yang mempelajari segala aspek dan masalah lansia, meliputi aspek fisiologis, psikologis,
sosial, kultural, ekonomi dan lain-lain (Depkes.RI, 1992:6)
Sementara Psikogeriatri adalah cabang ilmu kedokteran jiwa yang mempelajari masalah
kesehatan jiwa pada lansia yang menyangkut aspek promotof, preventif, kuratif dan rehabilitatif
serta psikososial yang menyertai kehidupan lansia.
Psikologi Lansia
Ada 4 ciri yang dapat dikategorikan sebagai pasien Geriatri dan Psikogeriatri, yaitu :
1.Keterbatasan fungsi tubuh yang berhubungan dengan makin meningkatnya usia.
2.Adanya akumulasi dari penyakit-penyakit degeneratif
3.Lanjut usia secara psikososial yang dinyatakan krisis bila : a) Ketergantungan pada orang lain
(sangat memerlukan pelayanan orang lain), b) Mengisolasi diri atau menarik diri dari kegiatan
kemasyarakatan karena berbagai sebab, diantaranya setelah menajalani masa pensiun, setelah
sakit cukup berat dan lama, setelah kematian pasangan hidup dan lain-lain.
4.Hal-hal yang dapat menimbulkan gangguan keseimbangan (homeostasis) sehingga membawa
lansia kearah kerusakan / kemerosotan (deteriorisasi) yang progresif terutama aspek psikologis
yang mendadak, misalnya bingung, panik, depresif, apatis dsb. Hal itu biasanya bersumber dari
munculnya stressor psikososial yang paling berat, misalnya kematian pasangan hidup, kematian
sanak keluarga dekat, terpaksa berurusan dengan penegak hukum, atau trauma psikis.
ASPEK-ASPEK PSIKOLOGIS PADA PENUAAN
Aspek psikologis pada lansia tidak dapat langsung tampak.Pengertian yang salah tentang lansia
adalah bahwa mereka mempunyai kemampuan memory dan kecerdasan mental yang kurang.
Berikut aspek psikologis pada penuaan :
B. Pendekatan psikis
Perawatan mempunyai peranan yang panjang untuk mengadakan pendekatan edukatif pada klien
lanjut usia, perawat dapat berperan sebagai supporter, interpreter terhadap segala sesuatu yang
asing, sebagai penampung rahasia pribadi dan sebagai sahabat yang akrab.
C. Pendekatan sosial
Mengadakan diskusi, tukar pikiran, dan bercerita merupakan upaya perawatan dalam pendekatan
sosial. Memberi kesempatan berkumpul bersama dengan sesama klien lanjut usia untuk
menciptakan sosialisasi mereka.
D. Pendekatan spiritual
Perawat harus bisa memberikan ketenangan dan kepuasan batin dalam hubungannya dengan
tuhan atau agama yang dianutnya, terutama jika klien dalam keadaan sakit atau mendekati
kematian.
MASALAH KEPERAWATAN PSIKOSOIAL PADA LANSIA :
Ø Berduka disfungsional,
Ø Ketidakberdayaan,
Ø Gangguan pola tidur,
Ø Resiko terhadap cedera,
Ø Perubahan nutrisi,
Ø Defisit perawatan diri,
Ø Ansietas.
TUJUAN & TINDAKAN
Tujuan : mengajarkan klien untuk bersepons emosional yang adaptif.
Tindakan :
Ø Lingkungan aman,
Ø Cegah terjadinya kecelakaan,
Ø Hubungan saling percaya perawat – klien,
Ø Dorong untuk mengekspresikan pengalaman yang menyakitkan untuk mengurangi intensitas
masalah,
Ø Ubah pikiran negatif dan identifikasi aspek positif (kemampuan, keberhasilan),
Ø Bantu mengubah persepsi yang salah/negatif menjadi positif,
Ø Beri pujian,
Ø Libatkan dalam kegiatan dan interaksi sosial ,
Ø Meningkatkan status kesehatan : perawatan diri, istirahat, makan, minum.
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Proses menua (lansia) adalah proses alami yang disertai adanya penurunan kondisi fisik,
psikologis maupun sosial yang saling ber interaksi satu sama lain. Keadaan itu cenderung
berpotensi menimbulkan masalah kesehatan secara umum maupun kesehatan jiwa secara khusus
pada lansia.
Aspek psikologis pada lansia tidak dapat langsung tampak.Pengertian yang salah tentang lansia
adalah bahwa mereka mempunyai kemampuan memory dan kecerdasan mental yang kurang.Oleh
karena itu Untuk para perawat agar dapat mengaplikasikan pengetahuan yang didapat kedalam
praktek lapangan.
DAFTAR PUSTAKA
Carpenito, L. “ Diagnosa Keperawatan Aplikasi Pada Praktek Klinis”, Edisi ke-6, EGC, Jakarta,
2000.
Nugroho, Wahjudi. “Keperawatan Gerontik”, Edisi ke-2, EGC, Jakarta 2000.
Leeckenotte, Annete Glesler. “Pengkajian Gerontologi”, Edisi ke-2, EGC, Jakarta, 1997.
Watson, Roger. “Perawatan Lansia”, Edisi ke-3, EGC, Jakarta 2003
A. Riwayat Keluarga
Genogram :
B. Riwayat Pekerjaan
Pekerjaan saat ini : Tidak ada
Alamat pekerjaan :-
Berapa Jarak Dari Rumah : -
Alat Transportasi :-
Pekerjaan Sebelumnya : Memantat
Berapa jarak dari rumah : ± 100 meter
Alat Transportasi : Tidak ada (jalan kaki)
Sumber-sumber pendapatan dan kecukupan terhadap kebutuhan:cukup untuk kebutuhan sehari-
hari.
C. Riwayat Lingkungan Hidup
Type tempat tinggal : Permanen
Jenis Lantai : tanah, x tegel, porselin, lainya. Sebutkan !papan
Kondisi lantai : licin, x lembab, kering, lainnya. Sebutkan !.............................
Tangga Rumah :
Tidak ada x
Ada : aman (ada pegangan), tidak aman
Penerangan : x cukup, kurang
Tempat Tidur : x aman, (pagar pembatas, tidak terlalu tinggi), tidak aman
Alat dapur : x berserakan, tertata rapi,
WC :
Tidak ada
x Ada : x aman (posisi duduk, ada pegangan), tidak aman (lantai licin, tidak ada pegangan)
Kebersihan lingkungan :x bersih (tidak ada yang membahayakan), tidak bersih dan tidak aman
(pecahan kaca, gelas, paku,dll.)
D. Riwayat Rekreasi
Hobbi/Minat : Memasak
Keanggotaan dalam organisasi :PKK
Liburan/perjalanan :-
E. System Pendukung
Perawat/Bidan/dokter/fisiotherapi :Perawat dan bidan
Jarak dari rumah :2 KM
Rumah Sakit : RSUD Dr. MURJANI Jaraknya ± 15 KM
Klinik :
Pelayanan kesehatan di rumah :Tidak ada
Makanan yang dihantarkan :Nasi, Sayur, dan Lauk.
Perawat sehari-hari yang dilakukan keluarga :Menyediakan Makanan.
Lain-lain :-
F. Diskripsi Kekhususan
Kebiasaan ritual :Klien sudah tidak sholat lagi, karena sudah tua.
Yang lainnya : Sering memberi sesajen di air.
G. Status Kesehatan
ulu :Klien tidak pernah sakit yan serius yang harus diopname dirumah sakit, namun klien sering merasa
pusing, dan nyeri-nyeri di kakinya.
:P : Destruksi sendi, Q : menusuk-nusuk, R ; Kaki, S : 3 (Sedang) T : kadang-kadang.
Obat-obatan :
NO NAMA OBAT DOSIS KET
Alergi :
- Obat-obatan :Tidak Ada
- Makanan :Tidak Ada
- Faktor Lingkungan :Tidak Ada
- Penyakit yang diderita : Reumatik
J. Pengkajian Fisik
1. Data Klinik :
Keadaan umum : Baik,
Tingkat Kesadaran :CM
GCS :M = 4, V = 5, P = 6, (15)
Tinggi Badan :130cm Berat badan : 36 Kg.
Temperatur :36̊ cNadi : 80x/menit.
Tekanan Darah :120/90mmHg
3. Metabolik Integumen
Kulit :
Warna : normal, pucat, cianosis, kunin, lainnya! Bintik-bintik hitam
Turgor : norma, menurun
Lecet: tidak, ya !sebutkan.................
Bengkak: tidak, ya !sebutkan.............
Bercak: tidak, ya !sebutkan................
Mulut
Gusi : normal, putih, lecet, lainnya................
Gigi : normal, lainya! Sebutkan beberapa ada.
Skore Norton : jelas, 19 (kecil sekali/tidak terjadi)
4. Persarafan Sensori
Pupil : sama, tidak sama, sebutkan, disebelah kanan ada selaput putih
Reaksi terhadap cahaya
Kiri : ya, tidak
Kanan : ya tidak
Mata : jelas, berair, kabur, lainnya. Sebutkan.....................
5. Muskuloskeletal
Range of motion : penuh, tidak.sebutkan..............
Keseimbangan : Stabil, tidak stabil.sebutkan..............
Menggenggam
Kanan : Kuat, Lemah
Kiri : Kuat, Lemah
Kekuatan otot kaki :
Kanan : Kuat, lemah
Kiri : Kuat, lemah
K. Pengetahuan
Pengetahuan klien tentang kesehatan dirinya:
Klien mengatakan jarang sakit. Hanya sewaktu-waktu nyeri di kaki dan pusing
ANALISA DATA
NO. DATA ETIOLOGI PROBLEM
1. DS : “saya cemas dg anak-anak Social ekonomi ansietas
saya yang masih belum kerja dan
berkeluarga”
RENCANA KEPERAWATAN
Dx.
No. Tujuan Intervensi Rasional
Kep.
1. 1 Selama dilakukan 1. Kaji tingkat cemas klien 1.respon ndividu dapat
tindakan keperawatan 2. Catat pembatasan focus bervariasi tergantung pada
diharapkan cemas klien pikiran pola kultural yang
teratasi dengan kriteria3. Observasi pola bicara klien dipelajari.Persepsi yang
hasil: apakah cepat atau lambat menyimpang dari situasi
- Menunjukan ekspresi 4. Diskusikan dengan klien mungkin dapat
tenang tentang apa yang memperbesar perasaan.
- Waktu tidur trpenuhi dicemaskan oleh klien 2.Penyempitan focus
- Nafsu makan 5. Tanyakan mekanisme umumnya merefleksikan
meningkat koping yang digunakan rasa takut
oleh klien jika sedang 3.Menyediakan petunjuk
cemas lengenai factor-faktor
6. Pertahankan kontak sering seperti tingkat
dengan klien untuk ansietas,kemampuan untuk
mendengarkan klien memahami tingkat
bercerita kerusakan otak ataupun
perbedaan bahasa
4.pasien mungkin perlu
menolak realitas sampai
siap untuk menghadapinya
5.Mungkin dapat menghadapi
situasi dg baik pada waktu
itu
6.Untuk memantapkan
hubungan & meningkatkan
ekspresi perasaan
IMPLEMENTASI
Dx.
No. Implementasi Evaluasi
Kep.
1. 1. 1 1. Mengaji tingkat cemas klien S : “Makasih sudah mau
2. Mencatat pembatasan focus pikiran mendengarkan cerita saya”
3. Mengobservasi pola bicara klien apakah cepat
atau lambat O: - klien tampak senang bercerita
4. Mendiskusikan dengan klien tentang apa yang masalahnya
dicemaskan oleh klien - Klien tersenyum
5. Menanyakan mekanisme koping yang - Klien mempunyai teman cerita
digunakan oleh klien jika sedang cemas yaitu Cucunya
6. Mempertahankan kontak sering dengan klien
untuk mendengarkan klien bercerita A: masalah teratasi sebagian
P: lanjutkan intervensi
1. Kaji tingkat cemas klien
2. Catat pembatasan focus pikiran
3. Observasi pola bicara klien apakah
cepat atau lambat
4. Diskusikan dengan klien tentang
apa yang dicemaskan oleh klien
5. Tanyakan mekanisme koping yang
digunakan oleh klien jika sedang
cemas
6. Pertahankan kontak sering dengan
klien untuk mendengarkan klien
bercerita
Tambahkan komentar
Klasik
Kartu Lipat
Majalah
Mozaik
Bilah Sisi
Cuplikan
Kronologis
1.
Mar
31
KELOMPOK 5:
ADITYA TAGAF
DESI NOVIANTY
SUMIANTI
WANTO ANDREANTO
AKADEMI KEPERAWATAN
2012
KATA PENGANTAR
Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa karena berkat taufik dan hidayah-Nya,
makalah ini dapat diselesaikan. Makalah ini merupakan makalah pengetahuan bagi
mahasiswa/i akper pemkab kotim maupun para pembaca untuk bidang Ilmu Pengetahuan.
Makalah ini sendiri dibuat guna memenuhi salah satu tugas kuliah dari
dosen mata kuliah Keperawatan Anak I dengan judul “ASUHAN KEPERAWATAN
GERONTIK PADA NY.R DENGAN MASALAH GANGGUAN O2 DAN CO2”.
Dalam penulisan makalah ini penulis berusaha menyajikan bahasa yang sederhana dan
mudah dimengerti oleh para pembaca.
Penulis menyadari bahwa makalah ini jauh dari sempurna dan masih banyak
kekurangan. Oleh karenanya, penulis menerima kritik dan saran yang positif dan
membangun dari rekan-rekan pembaca untuk penyempurnaan makalah ini. Penulis juga
mengucapkan banyak terima kasih kepada rekan-rekan yang telah membantu dalam
penyelesaian makalah ini.
Akhir kata, semoga makalah ini dapat memberikan manfaat kepada kita semua.
Amin.
Penulis
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL i
KATA PENGANTAR ii
BAB I PENDAHULUAN
BAB II PEMBAHASAN
A. Pengertian oksigenasi
E. PENATALAKSANAAN
F. MASALAH KEPERAWATAN
G. DIAGNOSA KEPERAWATAN
H. RENCANA KEPERAWATAN
DAFTAR KEPUSTAKAAN
PENGKAJIAN 15
ANALISA DATA 18
RENCANA KEPERAWATAN 19
3.1 KESIMPULAN 22
3.2 SARAN 22
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
O2 dan CO2 merupakan bagian dari kehidupan manusia, sehingga kualitas oksigenasi
ikut menentukan kualitas hidup. Oksigenasi adalah memberikan aliran gas oksigen (O2)
lebih dari 21 % pada tekanan 1 atmosfir sehingga konsentrasi oksigen meningkat dalam
tubuh. memberikan pengobatan sesuai penyebab dan untuk memperbaiki fungsi
oksigenasi seperti dijelaskan dalam makalah ini.
B. Tujuan
1. Bagi mahasiswa
D. Rumusan Masalah
Metode yang digunakan dalam penulisan makalah ini yaitu metode deskriptif
dengan menggunakan studi melalui pendekatan proses keperawatan dengan langkah-
langkah pengkajian, perumusan diagnosa, perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi.
Tehnik pengumpulan data yaitu dengan menggunakan studi kepustakaan yaitu
mempelajari Dokumentasi Keperawatan serta sumber-sumber lainnya yang
berhubungan dengan judul makalah dan masalah yang dibahas
F. Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan makalah ini yaitu Kata Pengantar, Daftar Isi, Bab I
Pendahuluan yang terdiri dari Latar Belakang, Rumusan Masalah, Tujuan Penulisan,
Metode Penulisan, dan Sistematika Penulisan. Bab II Pembahasan. Bab III Penutup
yang terdiri dari Kesimpulan dan Saran. Daftar Pustaka.
BAB II
PEMBAHASAN
I. PENGERTIAN OKSIGENASI
Oksigenasi adalah memberikan aliran gas oksigen (O2) lebih dari 21 % pada
tekanan 1 atmosfir sehingga konsentrasi oksigen meningkat dalam tubuh.
1. Hidung
• Terdiri atas bagian eksternal dan internal
• Bagian eksternal menonjol dari wajah dan disangga oleh tulang hidung dan
kartilago
• Bagian internal hidung adalah rongga berlorong yang dipisahkan menjadi
rongga hidung kanan dan kiri oleh pembagi vertikal yang sempit, yang disebut
septum
• Rongga hidung dilapisi dengan membran mukosa yang sangat banyak
mengandung vaskular yang disebut mukosa hidung
• Permukaan mukosa hidung dilapisi oleh sel-sel goblet yang mensekresi
lendir secara terus menerus dan bergerak ke belakang ke nasofaring oleh
gerakan silia
• Hidung berfungsi sebagai saluran untuk udara mengalir ke dan dari paru-
paru
• Hidung juga berfungsi sebagai penyaring kotoran dan melembabkan serta
menghangatkan udara yang dihirup ke dalam paru-paru
• Hidung juga bertanggung jawab terhadap olfaktori (penghidu) karena
reseptor olfaktori terletak dalam mukosa hidung, dan fungsi ini berkurang
sejalan dengan pertambahan usia
2. Faring
• Faring dibagi menjadi tiga region : nasal (nasofaring), oral (orofaring), dan laring
(laringofaring)
• Fungsi faring adalah untuk menyediakan saluran pada traktus respiratorius dan
digestif
3. Laring
• Laring atau organ suara merupakan struktur epitel kartilago yang menghubungkan
- Kartilago krikoid : satu-satunya cincin kartilago yang komplit dalam laring (terletak
di bawah kartilago tiroid)
- Kartilago aritenoid : digunakan dalam gerakan pita suara dengan kartilago tiroid
- Pita suara : ligamen yang dikontrol oleh gerakan otot yang menghasilkan bunyi
suara (pita suara melekat pada lumen laring)
• Fungsi utama laring adalah untuk memungkinkan terjadinya vokalisasi
• Laring juga berfungsi melindungi jalan nafas bawah dari obstruksi benda asing
dan memudahkan batu
4. Trakea
• Disebut juga batang tenggorok
• Ujung trakea bercabang menjadi dua bronkus yang disebut karina
3. Bronkiolus Terminalis
• Bronkiolus membentuk percabangan menjadi bronkiolus terminalis (yang tidak
mempunyai kelenjar lendir dan silia)
4. Bronkiolus respiratori
• Bronkiolus terminalis kemudian menjadi bronkiolus respiratori
• Bronkiolus respiratori dianggap sebagai saluran transisional antara jalan napas konduksi
dan jalan udara pertukaran gas
6. Alveoli
• Merupakan tempat pertukaran O2 dan CO2
• Terdapat sekitar 300 juta yang jika bersatu membentuk satu lembar akan seluas 70 m2
• Terdiri atas 3 tipe :
- Sel-sel alveolar tipe I : adalah sel epitel yang membentuk dinding alveoli
- Sel-sel alveolar tipe II : adalah sel yang aktif secara metabolik dan mensekresi surfaktan
(suatu fosfolipid yang melapisi permukaan dalam dan mencegah alveolar agar tidak
kolaps)
- Sel-sel alveolar tipe III : adalah makrofag yang merupakan sel-sel fagotosis dan bekerja
sebagai mekanisme pertahanan
PARU
• Merupakan organ yang elastis berbentuk kerucut
• Terletak dalam rongga dada atau toraks
• Kedua paru dipisahkan oleh mediastinum sentral yang berisi jantung dan beberapa
pembuluh darah besar
• Setiap paru mempunyai apeks dan basis
• Paru kanan lebih besar dan terbagi menjadi 3 lobus oleh fisura interlobaris
• Paru kiri lebih kecil dan terbagi menjadi 2 lobus
• Lobos-lobus tersebut terbagi lagi menjadi beberapa segmen sesuai dengan segmen
bronkusnya
PLEURA
• Merupakan lapisan tipis yang mengandung kolagen dan jaringan elastis
• Terbagi mejadi 2 :
- Pleura parietalis yaitu yang melapisi rongga dada
- Pleura viseralis yaitu yang menyelubingi setiap paru-paru
• Diantara pleura terdapat rongga pleura yang berisi cairan tipis pleura yang berfungsi
untuk memudahkan kedua permukaan itu bergerak selama pernapasan, juga untuk
mencegah pemisahan toraks dengan paru-paru
• Tekanan dalam rongga pleura lebih rendah dari tekanan atmosfir, hal ini untuk
mencegah kolap paru-paru
1. Ventilasi yaitu masuk dan keluarnya udara atmosfir dari alveolus ke paru-paru
atau sebaliknya.Proses keluar masuknya udara paru-paru tergantung pada perbedaan
tekanan antara udara atmosfir dengan alveoli. Pada inspirasi, dada ,mengembang,
diafragma turun dan volume paru bertambah. Sedangkan ekspirasi merupakan
gerakan pasif.
Faktor-faktor yang mempengaruhi ventilasi :
a. Tekanan udara atmosfir
b. Jalan nafas yang bersih
c. Pengembangan paru yang adekuat
2. Difusi yaitu pertukaran gas-gas (oksigen dan karbondioksida) antara alveolus dan
kapiler paru-paru.Proses keluar masuknya udara yaitu dari darah yang
bertekanan/konsentrasi lebih besar ke darah dengan tekanan/konsentrasi yang lebih
rendah. Karena dinding alveoli sangat tipis dan dikelilingi oleh jaringan pembuluh
darah kapiler yang sangat rapat, membran ini kadang disebut membran respirasi.
Perbedaan tekanan pada gas-gas yang terdapat pada masing-masing sisi membran
respirasi sangat mempengaruhi proses difusi. Secara normal gradien tekanan oksigen
antara alveoli dan darah yang memasuki kapiler pulmonal sekitar 40 mmHg.
Faktor-faktor yang mempengaruhi difusi :
a. Luas permukaan paru
b. Tebal membran respirasi
c. Jumlah darah
d. Keadaan/jumlah kapiler darah
e. Afinitas
f. Waktu adanya udara di alveoli
3. Transpor yaitu pengangkutan oksigen melalui darah ke sel-sel jaringan tubuh dan
1. Tahap Perkembangan
Saat lahir terjadi perubahan respirasi yang besar yaitu paru-paru yang sebelumnya
berisi cairan menjadi berisi udara. Bayi memiliki dada yang kecil dan jalan nafas yang
pendek. Bentuk dada bulat pada waktu bayi dan masa kanak-kanak, diameter dari
depan ke belakang berkurang dengan proporsi terhadap diameter transversal. Pada
orang dewasa thorak diasumsikan berbentuk oval. Pada lanjut usia juga terjadi
perubahan pada bentuk thorak dan pola napas.
2. Lingkungan
Ketinggian, panas, dingin dan polusi mempengaruhi oksigenasi. Makin tinggi daratan,
makin rendah PaO2, sehingga makin sedikit O2 yang dapat dihirup individu. Sebagai
akibatnya individu pada daerah ketinggian memiliki laju pernapasan dan jantung yang
meningkat, juga kedalaman pernapasan yang meningkat.
Sebagai respon terhadap panas, pembuluh darah perifer akan berdilatasi, sehingga
darah akan mengalir ke kulit. Meningkatnya jumlah panas yang hilang dari permukaan
tubuh akan mengakibatkan curah jantung meningkat sehingga kebutuhan oksigen juga
akan meningkat. Pada lingkungan yang dingin sebaliknya terjadi kontriksi pembuluh
darah perifer, akibatnya meningkatkan tekanan darah yang akan menurunkan
kegiatan-kegiatan jantung sehingga mengurangi kebutuhan akan oksigen.
3. Gaya Hidup
Aktifitas dan latihan fisik meningkatkan laju dan kedalaman pernapasan dan denyut
jantung, demikian juga suplay oksigen dalam tubuh. Merokok dan pekerjaan tertentu
pada tempat yang berdebu dapat menjadi predisposisi penyakit paru.
4. Status Kesehatan
Pada orang yang sehat sistem kardiovaskuler dan pernapasan dapat menyediakan
oksigen yang cukup untuk memenuhi kebutuhan tubuh. Akan tetapi penyakit pada
sistem kardiovaskuler kadang berakibat pada terganggunya pengiriman oksigen ke sel-
sel tubuh. Selain itu penyakit-penyakit pada sistem pernapasan dapat mempunyai efek
sebaliknya terhadap oksigen darah. Salah satu contoh kondisi kardiovaskuler yang
mempengaruhi oksigen adalah anemia, karena hemoglobin berfungsi membawa
oksigen dan karbondioksida maka anemia dapat mempengaruhi transportasi gas-gas
tersebut ke dan dari sel.
5. Narkotika
Narkotika seperti morfin dan dapat menurunkan laju dan kedalam pernapasan ketika
depresi pusat pernapasan dimedula. Oleh karena itu bila memberikan obat-obat
narkotik analgetik, perawat harus memantau laju dan kedalaman pernapasan.
3. Riwayat perkembangan
a. Neonatus : 30 – 60 x/mnt
b. Bayi : 44 x/mnt
c. Anak : 20 – 25 x/mnt
d. Dewasa : 15 – 20 x/mnt
e. Dewasa tua : volume residu meningkat, kapasitas vital menurun
5. Riwayat sosial
Perlu dikaji kebiasaan-kebiasaan klien dan keluarganya, misalnya : merokok,
pekerjaan, rekreasi, keadaan lingkungan, faktor-faktor alergen dll.
6. Riwayat psikologis
Disini perawat perlu mengetahui tentang :
a. Perilaku / tanggapan klien terhadap masalahnya/penyakitnya
b. Pengaruh sakit terhadap cara hidup
c. Perasaan klien terhadap sakit dan therapi
d. Perilaku / tanggapan keluarga terhadap masalah/penyakit dan therapi
7. Riwayat spiritual
8. Pemeriksaan fisik
a. Hidung dan sinus
Inspeksi : cuping hidung, deviasi septum, perforasi, mukosa (warna, bengkak, eksudat,
darah), kesimetrisan hidung.
Palpasi : sinus frontalis, sinus maksilaris
b. Faring
Inspeksi : warna, simetris, eksudat ulserasi, bengkak
c. Trakhea
Palpasi : dengan cara berdiri disamping kanan pasien, letakkan jari tengah pada bagian
bawah trakhea dan raba trakhea ke atas, ke bawah dan ke samping sehingga
kedudukan trakhea dapat diketahui.
d. Thoraks
Inspeksi :
• Postur, bervariasi misalnya pasien dengan masalah pernapasan kronis klavikulanya
menjadi elevasi ke atas.
• Bentuk dada, pada bayi berbeda dengan orang dewasa. Dada bayi berbentuk
bulat/melingkar dengan diameter antero-posterior sama dengan diameter tranversal (1
: 1). Pada orang dewasa perbandingan diameter antero-posterior dan tranversal adalah
1:2
Beberapa kelainan bentuk dada diantaranya : Pigeon chest yaitu bentuk dada yang
ditandai dengan diameter tranversal sempit, diameter antero-posterior membesar dan
sternum sangat menonjol ke depan. Funnel chest merupakan kelainan bawaan dengan
ciri-ciri berlawanan dengan pigeon chest, yaitu sternum menyempit ke dalam dan
diameter antero-posterior mengecil. Barrel chest ditandai dengan diameter antero-
posterior dan tranversal sama atau perbandingannya 1 : 1.
Kelainan tulang belakang diantaranya : Kiposis atau bungkuk dimana punggung
melengkung/cembung ke belakang. Lordosis yaitu dada membusung ke depan atau
punggung berbentuk cekung. Skoliosis yaitu tergeliatnya tulang belakang ke salah satu
sisi.
• Pola napas, dalam hal ini perlu dikaji kecepatan/frekuensi pernapasan apakah
pernapasan klien eupnea yaitu pernapasan normal dimana kecepatan 16 – 24 x/mnt,
klien tenang, diam dan tidak butuh tenaga untuk melakukannya, atau tachipnea yaitu
pernapasan yang cepat, frekuensinya lebih dari 24 x/mnt, atau bradipnea yaitu
pernapasan yang lambat, frekuensinya kurang dari 16 x/mnt, ataukah apnea yaitu
keadaan terhentinya pernapasan.
Perlu juga dikaji volume pernapasan apakah hiperventilasi yaitu bertambahnya jumlah
udara dalam paru-paru yang ditandai dengan pernapasan yang dalam dan panjang
ataukah hipoventilasi yaitu berkurangnya udara dalam paru-paru yang ditandai dengan
pernapasan yang lambat.
Perlu juga dikaji sifat pernapasan apakah klien menggunakan pernapasan dada yaitu
pernapasan yang ditandai dengan pengembangan dada, ataukah pernapasan perut yaitu
pernapasan yang ditandai dengan pengembangan perut.
Perlu juga dikaji ritme/irama pernapasan yang secara normal adalah reguler atau
irreguler, ataukah klien mengalami pernapasan cheyne stokes yaitu pernapasan yang
cepat kemudian menjadi lambat dan kadang diselingi apnea, atau pernapasan kusmaul
yaitu pernapasan yang cepat dan dalam, atau pernapasan biot yaitu pernapasan yang
ritme maupun amplitodunya tidak teratur dan diselingi periode apnea.
Perlu juga dikaji kesulitan bernapas klien, apakah dispnea yaitu sesak napas yang
menetap dan kebutuhan oksigen tidak terpenuhi, ataukah ortopnea yaitu kemampuan
bernapas hanya bila dalam posisi duduk atau berdiri.
Perlu juga dikaji bunyi napas, dalam hal ini perlu dikaji adanya stertor/mendengkur
yang terjadi karena adanya obstruksi jalan napas bagian atas, atau stidor yaitu bunyi
yang kering dan nyaring dan didengar saat inspirasi, atau wheezing yaitu bunyi napas
seperti orang bersiul, atau rales yaitu bunyi yang mendesak atau bergelembung dan
didengar saat inspirasi, ataukah ronchi yaitu bunyi napas yang kasar dan kering serta
di dengar saat ekspirasi.
Perlu juga dikaji batuk dan sekresinya, apakah klien mengalami batuk produktif yaitu
batuk yang diikuti oleh sekresi, atau batuk non produktif yaitu batuk kering dan keras
tanpa sekresi, ataukah hemoptue yaitu batuk yang mengeluarkan darah
• Status sirkulasi, dalam hal ini perlu dikaji heart rate/denyut nadi apakah takhikardi
yaitu denyut nadi lebih dari 100 x/mnt, ataukah bradikhardi yaitu denyut nadi kurang
dari 60 x/mnt.
Juga perlu dikaji tekanan darah apakah hipertensi yaitu tekanan darah arteri yang
tinggi, ataukah hipotensi yaitu tekanan darah arteri yang rendah.
Juga perlu dikaji tentang oksigenasi pasien apakah terjadi anoxia yaitu suatu keadaan
dengan jumlah oksigen dalam jaringan kurang, atau hipoxemia yaitu suatu keadaan
dengan jumlah oksigen dalam darah kurang, atau hipoxia yaitu berkurangnya
persediaan oksigen dalam jaringan akibat kelainan internal atau eksternal, atau
cianosis yaitu warna kebiru-biruan pada mukosa membran, kuku atau kulit akibat
deoksigenasi yang berlebihan dari Hb, ataukah clubbing finger yaitu membesarnya
jari-jari tangan akibat kekurangan oksigen dalam waktu yang lama.
Palpasi :
Untuk mengkaji keadaan kulit pada dinding dada, nyeri tekan, massa, peradangan,
kesimetrisan ekspansi dan taktil vremitus.
Taktil vremitus adalah vibrasi yang dapat dihantarkan melalui sistem
bronkhopulmonal selama seseorang berbicara. Normalnya getaran lebih terasa pada
apeks paru dan dinding dada kanan karena bronkhus kanan lebih besar. Pada pria lebih
mudah terasa karena suara pria besar
Kemungkinan penyebab :
• Disfungsi kardiak output akibat penyakit arteri koroner, penyakit jantung
• Berkurangnya volume darah akibat perdarahan, dehidrasi, reaksi alergi dan reaksi
kegagalan jantung
• Cardiak arrest akibat gangguan elektrolit
• Ketidakseimbangan elektrolit seperti kelebihan potassiom dalam darah
B. Humidifikasi
Pengisapan uap panas untuk membantu mengencerkan atau melarutkan lendir.
C. Postural drainage
Adalah posisi khuus yang digunakan agar kekuatan gravitasi dapat membantu di dalam
pelepasan sekresi bronkhial dari bronkhiolus yang bersarang di dalam bronkhus dan
trakhea, dengan maksud supaya dapat membatukkan atau dihisap sekresinya.
Biasanya dilakukan 2 – 4 kali sebelum makan dan sebelum tidur / istirahat.
Tekniknya :
• Sebelum postural drainage, lakukan :
- Nebulisasi untuk mengalirkan sekret
- Perkusi sekitar 1 – 2 menit
- Vibrasi 4 – 5 kali dalam satu periode
• Lakukan postural drainage, tergantung letak sekret dalam paru.
Chest tube drainage / intra pleural drainage digunakan setelah prosedur thorakik,
satu atau lebih chest kateter dibuat di rongga pleura melalui pembedahan dinding dada
dan dihubungkan ke sistem drainage.
Indikasinya pada trauma paru seperti : hemothoraks, pneumothoraks, open
pneumothoraks, flail chest.
Tujuannya :
• Untuk melepaskan larutan, benda padat, udara dari rongga pleura atau rongga thoraks
dan rongga mediastinum
• Untuk mengembalikan ekspansi paru dan menata kembali fungsi normal kardiorespirasi
pada pasien pasca operasi, trauma dan kondisi medis dengan membuat tekanan negatif
dalam rongga pleura.
Tipenya :
a. The single bottle water seal system
b. The two bottle water
c. The three bottle water
A. DATA BIOGRAFI
Nama : Ny ”R”
Pendidikan : SD
Agama : Islam
Kab.Kotamadya
B. RIWAYAT KEPERAWATAN
1. Genogram
Keterangan : : Laki – laki : Garis Keturunan
2. Riwayat Keluarga
Dalam keluarga klien tidak ada yang mnderita penyakit menurun seperti
DM,hipertensi, asma, dll. Tidak ada pula yang mnderita penyakit menular seperti
TBC.
C.RIWAYAT PEKERJAAN
Pekerjaan saat ini :saat ini klien bekerja sebagai petani
Alamat pekerjaan :-
Penerangan : cukup
E.RIWAYAT REKREASI
Hobby atau Minat : berkebun, bertani, menjahit, memasak
F.SISTEM PENDUKUNG
Perawat/Bidan/Dokter/Fisioterafi* : perawat
Kebiasaan Ritual : klien biasa nya tiap malam jumat menyiapkan sesajian untuk
leluhur
Yang lainnya :-
H.STATUS KESEHATAN
Status Kesehatan umum Selama setahun yang lalu: asma, rematik, vertigo
Status kesehatan umum selama 5 tahun yang lalu : asma, batuk - batuk
Pemahaman & Penatalaksanaan Masalah Kesehatan : biasa nya bila timbul klien
minum obat yang telah di anjurkan dan sering minum air hangat.
Obat-obatan :
Oksigenasi :
Cairan dan Elektrolit : klien minum air putih 1500ml per hari,di
dampingi teh dan kopi
Istirahat dan Tidur : istirahat klien cukup, tidur sehari kira2 10 jam
Emosi : stabil
Dimensia : tidak
Orientasi : normal
Bicara : normal
Vertigo : ya
APGAR =
K.TINJAUAN SISTEM
Keadaan Umum : Baik
TB :160 cm BB: 44 Kg
PENGKAJIAN PERSISTEM
Batuk : ya
Sputum : tidak ada
3.Pola nafas
Irguler
Hiper Ventilasi
4.Bunyi nafas
a.Normal
vesikuler di.........................................
Bronchial di..............................................
b.Abnormal
Stridor lokasi............................
Streror lokasi...............................
Wheezing lokasi..........................
Rales lokasi...............
Ronchi lokasi....................
Krepitasi lokasi.................................
c. Resonen Lokal
Pectoreloguy
Bronchofoni
Egofoni
5.Pergerakan dada
Meningkat lokasi
Menurun lokasi
Lain-lain
Masker Respirator
CARDIOVASKULER ( B2 : BLEEDING )
1.Nadi
Frekuensi 88 x/menit
Reguler Kuat
2.Bunyi Jantung
Normal
3.Letak Jantung
4.Pembesaran Jantung
tidak
5.Nyeri Dada
Ya
7.Clubbing Finger
Tidak
Tingkat Kesadaran :
Compos Mentis
1.GCS :
2.Refleks
Normal
3.Koordinasi Gerak : Ya
4.Kejang Tidak
5.Lain-lain..........................................
1. Mata ( Penglihatan )
a. Bentuk
Normal
b. Visus.....................
Pupil :
Isokor
Normal
d. Medan Penglihatan :
Normal
e. Buta Warna
Tidak
Meningkat
2. Hidung (Penciuman )
a. Bentuk : Normal
3. Telinga ( Pendengaran )
a. Aurikel : Normal
b. Membran tympani
Terang
c. Otorrhoea :
Ya,jenis....................... Tidak
e. Tinitus : Tidak
4. Perasa
Normal
5. Peraba
Normal
a. Mulut
Lembab
b. Lidah
bersih
e. Abdomen
Kenyal
h. Asites tidak
i. Lain – lain.............................
BAB 1 X/hari
Terbatas
Fraktur
Tidak
Dislokasi
Tidak
Haemotom
Tidak
2. Integumen
REPRODUKSI
Perempuan :
Payudara
Bentuk Simetris
Benjolan tidak
Kelamin
Bentuk normal
Keputihan tidak
ENDOKRIN
1. Faktor Alergi
Tidak
Manifestasi : tidak ada
PENGETAHUAN :
Pengetahuan klien tentang kesehatan dirinya: klien mengetahui jika dirinya mempunyai
penyakit asma biasanya minum obat yang dianjurkan dan juga minum air hangat saat
terasa nyeri
.........................................
NIM.
ANALISA DATA
NO DATA ETIOLOGI PROBLEM
1.DS-:Klien mengatakan “saya kerusakan Gangguan pertukaran gas
sesak nafas bila cuaca dingin membrane alveoli O2 dan CO2
dan ada debu”
RENCANA KEPERAWATAN
Dx.
No. Tujuan Intervensi Rasional
Kep.
1. 1 Gangguan pertukaran O2 1. Kaji dan monitor 1. Sebagai indicator adanya
dan CO2 teratasi frekuensi nafas gangguan nafas dan
dengan criteria: indicator dalam tindakan
- Kilen mengatakan selanjutnya
sesak nafas berkurang
atau hilang 2. Berkurangnya tekanan
- Klien tidak batuk lagi 2. Beri posisi yang diafragma keatas sehingga
- Frekuensi nafas dalam menyenangkan sesuai ekspresi paru maksimal
batas normal (16 – 18 dengan keinginan sehingga klien dapat
x/mnt) klien.(posisi semi fowler) bernafas dengan leluasa
5. Untuk mempertahankan
sirkulasi O2 dan CO2
5. Pertahankan sirkulasi O2
dalam ruangan
Dx.
No. Implementasi Evaluasi
Kep.
1. 1. 1 1. Mengkaji dan monitor frekuensi nafas S : Klien mengatakan “saya masih
sering sesak nafas”
2. memberi posisi yang menyenangkan sesuai
dengan keinginan klien.(posisi semi fowler)O : Klien Nampak sesak nafas disertai
3. mengajarkan klien untuk batuk efektif batuk kering
PENUTUP
3.1 KESIMPULAN
Lansia mengalami persoalan khusus tentang gangguan O2 dan CO2 , itu tidak
jauh dari penyebab penurunan fungsi tubuh dan factor usia. Kita tentunya
mengetahui fungsi tubuh sangat memerlukan O2 dan CO2 yang disurvey melalui
system Kardiovaskuler, apabila dalam sytem kardiovaskuler tergganggu tentu akan
mengganggu dalam pertukaran gas O2 dan CO2 keberbagai jaringan tubuh. Akhir
– akhir ini banyak masalah yang terjadi di kota – kota besar dalam masalah
kesehatan udara, terutama polusi yang semakin hari semakin mengkhawtirkan
karena merusak kesehatan terutama terhadap manula.
3.2 SARAN
Perlu diingat dalam masalah kesehatan pernapasan dalam hal O2 dan CO2
sangat penting dijaga karena 2 hal ini sangat penting dan diperlukan dalam system
hidup. Maka dari itu Kita harus menjaga sejak dini. Banyak cara agar kita hidup
selalu sehat baik itu dengan gaya hidup yang tidak sehat perlu ditinggalkan,
konsumsi makanan dengan gizi yang seimbang, dan olahraga teratur. Semua yang
kita akukan pada masa muda akan kita petik saat tua.
Diposting 31st March 2012 oleh Inka Februaria
Tambahkan komentar
2.
Mar
31
OLEH :
HENDRYANTO
IDA KUSUMADINATA
KATA PENGANTAR
Tim Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR i
DAFTAR ISI ii
BAB I PENDAHULUAN
BAB II PEMBAHASAN
2.1 DEFINISI
2.2 ETIOLOGI
3.1 KESIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. LATAR BELAKANG
BAB II
PEMBAHASAN
2.1. PENGERTIAN
Proses menua (lansia) adalah proses alami yang disertai adanya penurunan
kondisi fisik, psikologis maupun sosial yang saling ber interaksi satu sama lain. Keadaan
itu cenderung berpotensi menimbulkan masalah kesehatan secara umum maupun
kesehatan jiwa secara khusus pada lansia.
Masalah kesehatan jiwa lansia termasuk juga dalam masalah kesehatan yang
dibahas pada pasien-pasien Geriatri dan Psikogeriatri yang merupakan bagian dari
Gerontologi, yaitu ilmu yang mempelajari segala aspek dan masalah lansia, meliputi
aspek fisiologis, psikologis, sosial, kultural, ekonomi dan lain-lain (Depkes.RI, 1992:6)
Psikologi Lansia
Ada 4 ciri yang dapat dikategorikan sebagai pasien Geriatri dan Psikogeriatri, yaitu :
Aspek psikologis pada lansia tidak dapat langsung tampak.Pengertian yang salah tentang
lansia adalah bahwa mereka mempunyai kemampuan memory dan kecerdasan mental
yang kurang. Berikut aspek psikologis pada penuaan :
- Teori aktivitas : Sebagai orang yang telah berumur, mereka meninggalkan bentuk
aktivitas yang pasti, dan mengkompensasi dengan melakukan banyak aktivitas yang baru.
2.Tipe Kepribadian Mandiri (Independent personality), pada tipe ini ada kecenderungan
mengalami post power sindrome, apalagi jika pada masa lansia tidak diisi dengan
kegiatan yang dapat memberikan otonomi pada dirinya.
3.Tipe Kepribadian Tergantung (Dependent personalitiy), pada tipe ini biasanya sangat
dipengaruhi kehidupan keluarga, apabila kehidupan keluarga selalu harmonis maka pada
masa lansia tidak bergejolak, tetapi jika pasangan hidup meninggal maka pasangan yang
ditinggalkan akan menjadi merana, apalagi jika tidak segera bangkit dari kedukaannya.
4.Tipe Kepribadian Bermusuhan (Hostility personality), pada tipe ini setelah memasuki
lansia tetap merasa tidak puas dengan kehidupannya, banyak keinginan yang kadang-
kadang tidak diperhitungkan secara seksama sehingga menyebabkan kondisi ekonominya
menjadi morat-marit.
5.Tipe Kepribadian Kritik Diri (Self Hate personalitiy), pada lansia tipe ini umumnya
terlihat sengsara, karena perilakunya sendiri sulit dibantu orang lain atau cenderung
membuat susah dirinya.
A. Pendekatan fisik
Perawatan fisik secara umum bagi klien lanjut usia ada 2 bagian yaitu :
- Klien lanjut usia yang masih aktif, yang masih mampu bergerak tanpa bantuan orang
lain.
- Klien lanjut usia yang pasif atau tidak dapat bangun yang mengalami kelumpuhan atau
sakit.
B. Pendekatan psikis
C. Pendekatan sosial
Mengadakan diskusi, tukar pikiran, dan bercerita merupakan upaya perawatan dalam
pendekatan sosial. Memberi kesempatan berkumpul bersama dengan sesama klien lanjut
usia untuk menciptakan sosialisasi mereka.
D. Pendekatan spiritual
Perawat harus bisa memberikan ketenangan dan kepuasan batin dalam hubungannya
dengan tuhan atau agama yang dianutnya, terutama jika klien dalam keadaan sakit atau
mendekati kematian.
Ø Berduka disfungsional,
Ø Ketidakberdayaan,
Ø Gangguan pola tidur,
Ø Perubahan nutrisi,
Ø Ansietas.
Tindakan :
Ø Lingkungan aman,
Ø Beri pujian,
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Proses menua (lansia) adalah proses alami yang disertai adanya penurunan kondisi
fisik, psikologis maupun sosial yang saling ber interaksi satu sama lain. Keadaan itu
cenderung berpotensi menimbulkan masalah kesehatan secara umum maupun
kesehatan jiwa secara khusus pada lansia.
Aspek psikologis pada lansia tidak dapat langsung tampak.Pengertian yang salah
tentang lansia adalah bahwa mereka mempunyai kemampuan memory dan kecerdasan
mental yang kurang.Oleh karena itu Untuk para perawat agar dapat mengaplikasikan
pengetahuan yang didapat kedalam praktek lapangan.
DAFTAR PUSTAKA
Carpenito, L. “ Diagnosa Keperawatan Aplikasi Pada Praktek Klinis”, Edisi ke-6, EGC,
Jakarta, 2000.
Leeckenotte, Annete Glesler. “Pengkajian Gerontologi”, Edisi ke-2, EGC, Jakarta, 1997.
I. PENGKAJIAN
A. DATA BIOGRAFI
Nama : Ny.R
Golongan Darah :-
Agama : Islam
TB/BB : 130 cm
Alamat : Baamang, RT 2, RW 1
A. Riwayat Keluarga
Genogram :
B. Riwayat Pekerjaan
Alamat pekerjaan :-
Alat Transportasi :-
x Ada : x aman (posisi duduk, ada pegangan), tidak aman (lantai licin, tidak ada
pegangan)
Kebersihan lingkungan :x bersih (tidak ada yang membahayakan), tidak bersih dan
tidak aman (pecahan kaca, gelas, paku,dll.)
E. System Pendukung
Perawat/Bidan/dokter/fisiotherapi :Perawat dan bidan
Jarak dari rumah :2 KM
Rumah Sakit : RSUD Dr. MURJANI Jaraknya ± 15 KM
Klinik :
Pelayanan kesehatan di rumah :Tidak ada
Makanan yang dihantarkan :Nasi, Sayur, dan Lauk.
Perawat sehari-hari yang dilakukan keluarga :Menyediakan Makanan.
Lain-lain :-
F. Diskripsi Kekhususan
Kebiasaan ritual :Klien sudah tidak sholat lagi, karena sudah tua.
G. Status Kesehatan
Riwayat Penyakit dahulu :Klien tidak pernah sakit yan serius yang harus diopname
dirumah sakit, namun klien sering merasa pusing,
dan nyeri-nyeri di kakinya.
Keluhan Utama :P : Destruksi sendi, Q : menusuk-nusuk, R ; Kaki, S : 3
(Sedang) T : kadang-kadang.
Obat-obatan :
Alergi :
J. Pengkajian Fisik
1. Data Klinik :
Keadaan umum : Baik,
Tingkat Kesadaran :CM
GCS :M = 4, V = 5, P = 6, (15)
Tinggi Badan :130cm Berat badan : 36 Kg.
Temperatur :36̊ cNadi : 80x/menit.
Tekanan Darah :120/90mmHg
Kulit :
Warna : normal, pucat, cianosis, kunin, lainnya! Bintik-
bintik hitam
Turgor : norma, menurun
Lecet: tidak, ya !sebutkan.................
Bengkak: tidak, ya !sebutkan.............
Bercak: tidak, ya !sebutkan................
Mulut
Gusi : normal, putih, lecet, lainnya................
Gigi : normal, lainya! Sebutkan beberapa ada.
Skore Norton : jelas, 19 (kecil sekali/tidak terjadi)
4. Persarafan Sensori
Pupil : sama, tidak sama, sebutkan, disebelah kanan ada selaput putih
Reaksi terhadap cahaya
Kiri : ya, tidak
Kanan : ya tidak
Mata : jelas, berair, kabur, lainnya. Sebutkan.....................
5. Muskuloskeletal
Ditandai dengan:
DS : ““saya cemas dg anak-anak saya yang masih belum kerja dan berkeluarga”
RENCANA KEPERAWATAN
Dx.
No. Tujuan Intervensi Rasional
Kep.
1. 1 Selama dilakukan 1. Kaji tingkat cemas klien 1.respon ndividu dapat
tindakan keperawatan 2. Catat pembatasan focus bervariasi tergantung pada
diharapkan cemas klien pikiran pola kultural yang
teratasi dengan kriteria3. Observasi pola bicara klien dipelajari.Persepsi yang
hasil: apakah cepat atau lambat menyimpang dari situasi
- Menunjukan ekspresi 4. Diskusikan dengan klien mungkin dapat
tenang tentang apa yang memperbesar perasaan.
- Waktu tidur trpenuhi dicemaskan oleh klien 2.Penyempitan focus
- Nafsu makan 5. Tanyakan mekanisme umumnya merefleksikan
meningkat koping yang digunakan rasa takut
oleh klien jika sedang 3.Menyediakan petunjuk
cemas lengenai factor-faktor
6. Pertahankan kontak sering seperti tingkat
dengan klien untuk ansietas,kemampuan untuk
mendengarkan klien memahami tingkat
bercerita kerusakan otak ataupun
perbedaan bahasa
4.pasien mungkin perlu
menolak realitas sampai
siap untuk menghadapinya
5.Mungkin dapat menghadapi
situasi dg baik pada waktu
itu
6.Untuk memantapkan
hubungan & meningkatkan
ekspresi perasaan
IMPLEMENTASI
Dx.
No. Implementasi Evaluasi
Kep.
1. 1. 1 1. Mengaji tingkat cemas klien S : “Makasih sudah mau
2. Mencatat pembatasan focus pikiran mendengarkan cerita saya”
3. Mengobservasi pola bicara klien apakah cepat
atau lambat O: - klien tampak senang bercerita
4. Mendiskusikan dengan klien tentang apa yang masalahnya
dicemaskan oleh klien - Klien tersenyum
5. Menanyakan mekanisme koping yang - Klien mempunyai teman cerita
digunakan oleh klien jika sedang cemas yaitu Cucunya
6. Mempertahankan kontak sering dengan klien
untuk mendengarkan klien bercerita A: masalah teratasi sebagian
P: lanjutkan intervensi
1. Kaji tingkat cemas klien
2. Catat pembatasan focus pikiran
3. Observasi pola bicara klien apakah
cepat atau lambat
4. Diskusikan dengan klien tentang
apa yang dicemaskan oleh klien
5. Tanyakan mekanisme koping yang
digunakan oleh klien jika sedang
cemas
6. Pertahankan kontak sering dengan
klien untuk mendengarkan klien
bercerita
Tambahkan komentar
3.
Mar
31
MAKALAH KEPERAWATAN
GERONTIK PERSONAL HYGIENE
PADA LANSIA (kelompok 10)
MAKALAH
KEPERAWATAN GERONTIK
KELOMPOK 10:
Eny Novianti
Harianto
Melinda Lestari
AKADEMI KEPERAWATAN
2012
BAB II
PEMBAHASAN
Dalam kehidupan sehari-hari kebersihan merupakan hal yang sangat penting dan harus
diperhatikan karena kebersihan akan mempengaruhi kesehatan dan psikis seseorang. Kebersihan itu
sendiri dangat dipengaruhi oleh nilai individu dan kebiasaan. Hal-hal yang sangat berpengaruh itu di
antaranya kebudayaan, sosial, keluarga, pendidikan, persepsi seseorang terhadap kesehatan, serta tingkat
perkembangan.
Pengertian
Personal hygiene berasal dari bahasa Yunani yaitu personal yang artinya perorangan dan hygiene
berarti sehat. Kebersihan seseoang adalah suatu tindakan untuk memelihara kebersihan dan kesehatan
seseoran untuk kesejahteraan fisik dan psikis (Tarwoto, 2004).
Kebersihan diri adalah upaya individu dalam memelihara kebersihan diri yang meliputi kebersihan
rambut, gigi dan mulut, mata, telinga, kuku, kulit, dan kebersihan dalam berpakaian dalam meningkatkan
kesehatan yang optimal (Effendy, 1997).
Klasifikasi
1. Kebersihan rambut
3. Kebersihan mata
4. Kebersihan telinga
5. Kebersihan kuku
6. Kebersihan kulit
Tujuan
1. Citra tubuh
Gambaran individu terhadap dirinya sangat mempengaruhi kebersihan diri. Misalnya, karena
adanya perubahan fisik sehingga individu tidak peduli terhadap kebersihannya.
2. Praktik sosial
Pada anak-anak selalu dimanja dalam kebersihan diri, maka kemungkinan akan terjadi perubahan
pola Personal Hygiene.
3. Status sosioekonomi
Personal Hygiene memerlukan alat dan bahan seperti sabun, pasta gigi, sikat gigi, sampo, alat
mandi yang semuanya memerlukan uang untuk menyediakannya.
4. Pengetahuan
Pengetahuan Personal Hygiene sangat penting karena pengetahuan yang baik dapat meningkatkan
kesehatan. Misalnya pada pasien penderita DM ia harus menjaga kebersihan kakinya.
5. Budaya
Di sebagian masyarakat jika individu sakit tertentu maka tidak boleh dimandikan.
6. Kebiasaan seseorang
Ada kebiasaan seseorang yang menggunakan produk tertentu dalam perawatan dirinya seperti
penggunaan sabun, sampo, dan lain-lain.
7. Kondisi fisik
Pada keadaan sakit tertentu kemampuan untuk merawat diri berkurang dan perlu bantuan untuk
melakukannya.
1. Dampak Fisik
Banyak gangguan kesehatan yang diderita seseorang karena tidak terpeliharanya kebersihan
perorangan dengan baik. Gangguan fisik yang sering terjadi adalah gangguan integritas kulit,
gangguan membrane mukosa mulut, infeksi pada mata dan telinga, dan gangguan fisik pada kuku.
2. Dampak Psikososial
Masalah social yang berhubungan dengan Personal Hygiene adalah gangguan kebutuhan rasa
nyaman, kebutuhan dicintai dan mencintai, kebutuhan harga diri, aktualisasi diri dan gangguan
interaksi sosial.
Memenuhi kebutuhan kebersihan diri pada lansia adalah suatu tindakan perawatan sehari – hari
yang harus diberikan kepada klien lanjut usia terutama yang berhubungna dengan kebershan perorangan
(Personal Hygiene), yaitu antara lain kebersihan mulut dan gigi, kebersihan kulit dan badan, kebersihan
kepala, rambut dan kuku, serta kebersihan tempat tidur dan posisi tidur (Nugror, 1995).
Dimana keadaan fisiknya mampu bergerak tanpa bantuan orang lain sehingga kebutuhan sehari –
hari dapat terenuhi.
Mereka yang keadaan fisiknya memerlukan pertolongan orang lain, seperti sakit atau lumpuh.
Bagi mereka yang masih aktif, hal –hal yang perlu di perhatikan antara lain:
1. Mandi
Mandi agar dibatasi karena kulit lansia biasanya mengering. Hal ini disebabkan kelenjar kulit yang
mengeluarkan lemak mulai kurang bekerja. Maka sehabis mandi kulit lansia sebaiknya diolesi
baby oil terutama di lengan, siku, ketiak, paha, dan sebagainya.
2. Kebersihan mulut
Kenersihan mulut adalah sangat penting. Perlu diingat atau dibantu para lansia untuk menyikat
gigi yang hanya tinggal beberapa buah. Gigi palsu perlu mendapat perhatian khusus, dibersihkan
dengan sabun dan sikat. Untuk menghilangkan bau gigi palsu direndam dalam air hangat yang
telah dibubuhi obat pembersih mulut beberapa tetes selama 5 – 10 menit, setelah itu bilas sampai
bersih dari sabun dan bubuk pembersih mulut tersebut. Sebaiknya jangan mencuci gigi palsu di
bawah air mengalir untuk mencegah bahaya gigi palsu terjatuh dan pecah.
3. Perawatan rambut
Lanjut usia terutama wanita kadang – kadang mengalami kesulitan dalam mencuci rambut
sehingga perlu mendapat bantuan perawat atau ank cucunya. Sama halnya dengan kulit, rambut
orang lansia juga kehilngan lemaknya sehingga sehabis keramas perlu diberi conditioner. Setelah
selesai mencuci rambut harus segera dikeringkan agar lansia tidak kedinginan.
4. Perawatan kuku
Kuku jari tangan dan kaki perlu mendapatkan perawatan, Menggunting kuku jangan terlalu pendek
dan jangan sampai terluka karena luka pada orang tua lebih sulit sembuh.
5. Pakaian
Pakaian hendaknya jangan terbuat dari bahan yang kasar. Dasar pakainan harus lunak, harus
mudah dikenakan dan dibersihkan. Pakaian lansia dijaga agar tetap rapi karena cenderung para
lansia tidak peduli lagi terhadap pakaiannya. Lansia lebih enak dengan piyama tipis jangan
pakaian dari wool karena bias terjadi iritasi.
6. Mata
Elastisitas lensa mata pada lansia berkurang akibatnya tulisan kecil terlihat kabur pada jarak
normal, sedangkan pada jarak jauh akan terlihat terang. Gejala yang tidak normal antara lain:
7. Lingkungan
Suasana lingkungan harus disesuaikan. Bila memungkinkan jagalah kelembapan ruang tidur atau
ruangan lainnya dirumah dengan memasang humidifier. Perubahan temperature secara tiba – tiba
harus dihindarkan.
Bagi lansia yang terus beristirahat di tempat tidur, kebersihan di tempat tidur perlu tetap diperhatikan,
yaitu:
Berikan bantal angin yang berbentuk cincin untuk mencegah lecet pada tumit dan bokong
Pada letak atau posisi setengah duduk, di bagian kepala tempat tidur diberi sandaran atau
papah.
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi personal hygiene pada lansia antara lain:
1. Faktor Pengetahuan
Menurut Purwanto (1999) dalam Friedman (1998), domain kognitif berkaitan dengan pengetahuan
yang bersifat intelektual (cara berpikir, berabstraks, analisa, memecahkan masalah dan lain-lain).
Yang meliputi pengetahuan (knowledge), pemahaman (comperehension), penerapan (aplication),
analisa (analysis), sintesis (synthesis) dan evaluasi (evaluation).
Individu dengan pengetahuan tentang pentingnya kebersihan diri akan selalu menjaga kebersihan
dirinya untuk mencegah dari kondisi / keadaan sakit (Notoatmodjo, 1998).
3. Faktor Ekonomi
Menurut Geismer dan La Sorte (1964) dalam Friedman (1998), besar pendapatan keluarga akan
mempengaruhi kemampuan keluarga untuk menyediakan fasilitas dan kebutuhan-kebutuhan yang
diperlukan untuk menunjang hidup dan kelangsungan hidup keluarga.
4. Faktor Budaya
Kebudayaan dan nilai pribadi mempengaruhi kemampuan perawatan hygiene. Seorang dari latar
belakang kebudayaan berbeda memiliki praktik perawatan diri yang berbeda. Keyakinan yang
didasari kultur sering menentukan definisi tentang kesehatan dan perawatan diri (Potter dan Ferry,
2005).
5. Faktor Lingkungan
Lingkungan mencakup semua faktor fisik dan psikososial yang mempengaruhi atau berakibat
terhadap kehidupan dan kelangsungan hidup lingkungan berpengaruh terhadap kemampuan untuk
meningkatkan dan mempertahankan status fungsional, dan meningkatkan kesejahteraan (Potter
dan Ferry, 2005).
6. Faktor Citra Tubuh
Citra tubuh merupakan konsep subjektif seseorang tentang penampilan fisiknya. Personal hygiene
yang baik akan mempengaruhi terhadap peningkatan citra tubuh individu (Stuart & Sundeen, 1999
dalam Setiadi 2005).
1. Kurang perawatan diri, makan berhubungan degan penurunan kemampuan visual dan motorik,
keleamahan otot
Intervensi :
Pastikan dari klien atau anggota keluarga makanan apa yang disukai atau tidak disukai klien.
Berikan teknik pengurangan nyeri, sejak nyeri mempengaruhi nafsu makan dan kemampuan
untuk makan sendiri
Tempatkan klien dalam posisi paling normal yang sesuai dengan ketidakmampuan fisiknya
(terbaik dalam posisi duduk di kursi dengan meja)
- Pilih tempat makan dengan warna yang berbeda untuk membantu memmbedakan artikel
(misal baki merah, piring putih )
- Pastikan pola makan yang biasanya dari individu dan berikan artikel makan sesuai
dengan yang disukai (atau atur artikel makan dalam pola makan yang menyerupai jam);
catat pada rencana pengaturan perawatan yang digunakan (misal, daging jam 6, kentang
jam 9, sayur - sayur jam 12)
- Dorong makan dengan menggunakan tangan ( missal, makan - makanan roti, daging,
buah, hot dog) untuk meningkatkan kemandirian
Untuk meningkatkan jumlah maksimum kemandirian, berikan alat bantu adaptif yang
diperlukan
- Belatan pergelangan atau tangan dengan klem untuk memegang alat makan
Bantu dengan pengadaan jika dibutuhkan: alat pembuka, serbet, sediaan bumbu, alat
pemotong daging, roti, mentega
- Berikan lingkungan tenang terisolasi sampai klien dapat untuk makan dan tidak mudah
mengalihkan perhatian dari tugas
- Orientasikan individu atau klien terhadap lokasi dan tujuan dari perlengkapan untuk
makan
- Tempatkan individu atau klien pada posisi paling normal untuk makan, secara fisik klien
dapat makan
- Dorong individu atau klien untuk menjalani tugas, tetapi waspada terhadap kelemahan,
frustasi, atau agitasi
Kaji untuk meyakinkan bahwa individu dan keluarga memahami alasan dan tujuan seluruh
intervensi
2. Kurang perawatan diri, mandi / hygiene berhubungan dengan penurunan kemampuan visual dan
motorik, kelemahan otot
Intervensi :
Dorong individu untuk menggunakan lensa koretif yang diresepkan atau alat bantu
pendengaran
Pertahankan kehangatan suhu kamar mandi, pastikan suhu air yang disukai klien
Berikan keamanan dalam kamar mandi (lantai tidak licin, batang pegangan)
Jika klien secara fisik mampu, dorong penggunaan bak mandi atau pancuran, tergantung
pada fasilitas yang ada dirumah (klien harus latihan di RS dalam persiapan pulang ke rumah)
- Kursi atau tempat duduk tidak ada sandaran sewaktu mandi dengan bak mandi atau
pancuran
- Pemegang spon yang panjang untuk mencapai punggung atau ekstremitas bawah
- Tempat pegangan pada dinding kamar mandi jika dibutuhkan untuk mobilisasi
- Alas atau keset kaki yang tidak licin pada lantai kamar mandi, bak mandi atau pancuran
- Alat pencukur
- Berikan waktu konsisten untuk mandi rutin sebagai bagian dari suatu program struktur
untuk membantu menurukan ansietas
- Pertahankan intruksi sederhana dan hindari pengalihan, orientasi tujuan adanya
perlengkapan mandi
- Jika klien tidak dapat untuk memandiakan keseluruhan tubuh, biarkan klien
memandikan satu bagian tubuhnya sampai dikerjakan dengan benar, berikan umpan
balik positif terhadap keberhasilan
- Aktivitas pengawasan dilakukan samapi klien dapat dengan aman melaksanakan tugas
yang tidak dibantu
- Dorong perhatian terhadap tugas, tetapi waspada terhadap kelelahan yang dapat
meningkatkan ansietas
Pastikan fasilitas mandi di rumah tersedia dan bantu dalam menentukkan jika ada berbagai
kebutuhan beradaptasi, rujuk keterapi ekupasi atau pelayanaan sosial untuk membantu dalam
mendapatkan pelengkapan yang dibutuhkan
3. Kurang perawatan diri berpakaian atau berdandan berhubungan dengan penurunan kemampuan
visual dan motorik, kelemahan otot
Intervensi :
Dorong individu untuk menggunakan lensa korektif yang diresepkan atau alat bantu
pendengaran
Tingkatkan kemandirian dalam mengenakan pakaian melalui latihan ters menerus dan tidak
dibantu
Pilih pakaian yang tidak sempit, dengan lengan baju besar dan celana pendek serta bukan
bagian depan
Sediakan waktu yang cukup untuk mengenakan pakaian dan melepaskan pakaian, sejak
tugas dapat melemahkan, membuat nyeri atau mengalami kerusakan
Renacanakan individu untuk belajar dan mendemonsrtasikan satu bagian dari aktivitas
sebelum berkembang lebih lanjut
Berikan bantuan dalam mengenakan pakaian jika di perlukan (umumnya beberapa bantuan
yang digunakan termasuk gantungan pakaian, penarik ritsleting, kancing, sendok sepatu yang
panjang, pengikat sepatu yang elastis
Dorong individu atau klien untuk menggunakan pakaian atau luar biasa daripada pakaian
malam
- Tentukan suatu waktu rutin yang konsisten dalam mengenakan pakaian untuk
memberikan suatau program terstruktr untuk menurunkan ansietas
- Pertahankan instruktsi sederhana dan ulangi instruksi tersebut dengan sering, hindari
pengalihan
Kaji pemahaman dan pengetahuan individu serta keluarga terhadap instruksi dan rasional
diatas
B. RIWAYAT KEPERAWATAN
1. Genogram
Keterangan : Laki – laki Garis keturunan
Pasien
Perempuan Tinggal serumah
Garis hubungan Meninggal
2. Riwayat Keluarga
Klien anak ke 3 dari 4 bersaudara
Klien seorang janda dan mempunyai 6 orang anak
Klien tinggal bersama 1 orang anaknya
C. RIWAYAT PEKERJAAN
Pekerjaan saat ini : -
Alamat pekerjaan : -
Jarak dari rumah : -
Alat transportasi : -
Pekerjaan sebelumnya : -
Jarak dari rumah : -
Alat transportasi : -
Sumber – sumber pendapatan & kecukupan terhadap kebutuhan : Klien mendapat uang
bulanan dari anak - anaknya
E. RIWAYAT REKREASI
Hobbi / Minat : Berkebun
Keanggotaan organisasi : -
Liburan / Perjalanan : Keluar kota (mengunjungi anak)
F. SISTEM PENDUKUNG
Perawat / Bidan / Dokter / Fisioterapi : L (perawat)
Jarak dari rumah : ± 1 km
Rumah Sakit : RSUD DR. MURJANI / ± 3 km
Klinik : PKM BMG I / ± 1,5 km
Pelayanan kesehatan di rumah : -
Makanan yang dihantarkan : -
Perawatan sehari – hari yang dilakukan keluarga : -
Lain – lain : -
G. DISKRIPSI KEKHUSUSAN
Kebiasaan ritual : Klien beragama Islam, melaksanakan solat 5 waktu.
Yang lainnya : -
H. STATUS KESEHATAN
Status kesehatan umum selama setahun yang lalu : Klien sering merasa lemah dan cepat lelah
jika
beraktifitas banyak.
Status kesehatan umum selama 5 tahun yang lalu : Klien tidak ada menderita penyakit berat.
Paling hanya
sakit kepala, demam, batuk, atau flu biasa.
Keluhan Utama
1. Provocative / Paliative : -
2. Quality / Quantity : -
3. Region : -
4. Severity Scale : -
5. Timing : -
Pemahaman & penatalaksanaan masalah kesehatan : Jika sakit klien biasa membeli obat
di warung
Obat – obatan
-
Alergi (Catatan agent dan reaksi spesifik)
Obat – obatan : -
Makanan : -
Faktor lingkungan : -
Penyakit yang diderita
-
APGAR : 6 (Sedang)
K. TINJAUAN SISTEM
Keadaan umum : Baik
Tingkat kesadaran : Composmentis
Tanda – tanda vital : TD 130 / 80 mmHg TB 151 kg
N 72 x/m BB 51 kg
RR 20 x/m
S 36,4
PENGKAJIAN PERSISTEM
REPRODUKSI
Perempuan:
Payudara : Bentuk simetris, tidak ada benjolan
Kelamin : Bentuk normal, tidak ada keputihan, klien menopause
ENDOKRIN
PENGETAHUAN
Pengetahuan klien tentang kesehatan dirinya: klien menyadari dirinya sudah lansia, merasa lemah dan
sering cepat lelah sehingga terbatas dalam melakukan perawatan diri.
ANALISA DATA
1. DS : “Saya merasa lemah dan sering KelemahAn otot Kurang perawatan diri
cepat lelah bila beraktivitas jadi untuk
perawatan diri ya seadanya saja”
DO : - K/U Baik
- Tampak tidak rapi, kotor, dan tidak
terawat
- Rambut putih, kulit keriput
I. PRIORITAS MASALAH
RENCANA KEPERAWATAN
Dx.
No. Tujuan Intervensi Rasional
Kep.
1. 1 Setelah dilakukan tindakan 1. Anjurkan klien mandi 2x sehari 1. Menjaga kebersihan dan
keperawatan selama 1 x 24 dan ajarkan klien memakai baby kelembaban kulit
jam, klien mampu oil setiap habis mandi 2. Menjaga kebersihan dan
melakukan perawatan diri 2. Anjurkan klien menyikat gigi kesegaran mulut
dengan kriteria hasil : minimal setiap mandi 3. Menjaga kebersihan rambut dan
1. Klien tampak bersih, rapi, 3. Anjurkan klien mencuci rambut kelembaban kulit kepala
dan terawat rutin 3x seminggu, memakai 4. Menjaga kerapianrambut
2. Klien tampak sehat conditioner dan anjurkan untuk 5. Menjaga kebersihan kuku,
minta bantuan orang terdekat / menghindari terjadi luka karena
anak akan sulit sembuh
4. Anjurkan klien menyisir 6. Menjaga kenyamanan dan
rambutnya tiap hari dan ditata menjaga agar selalu rapi dan tidak
rapi terjadi iritasi
5. Anjurkan klien minta bantuan 7. Meningkatkan pengetahuan dan
pada orang terdekat / anak untuk kesadaran klien akan pentingnya
memotong kuku bila panjang, tetap melakukan perawatan diri /
bila bisa mandiri ingatkan untuk
hati – hati dan jangan terlalu menjaga kebersihan diri meskipun
pendek atau sampai sudah lansia
menimbulkan luka
6. Anjurkan klien untuk memakai
pakaian yang tidak berbahan
kasar, tidak tebal, mudah dan
nyaman dipakai
7. Berikan penkes tentang
pentingnya melakukan
perawatan diri / menjaga
kebersihan diri bagi lansia
IMPLEMENTASI
Dx.
No. Implementasi Evaluasi
Kep.
1. 1. 1 1. Menganjurkan klien mandi 2x sehari dan mengajarkan Tanggal 28 Maret 2012
klien memakai baby oil setiap habis mandi Jam 17.00 WIB
2. Menganjurkan klien menyikat gigi minimal setiap
mandi S : “Saya sudah mulai mencoba
3. Mengnjurkan klien mencuci rambut rutin 3x seminggu, menjalankan anjuran – anjuran untuk
memakai conditioner dan menganjurkan untuk minta perawatan diri saya dan saya meminta
bantuan orang terdekat / anak bimbingan dari anak saya karena saya
4. Mengnjurkan klien menyisir rambutnya tiap hari dan sudah tua begini tidak bisa melakukannya
ditata rapi sendiri”
5. Menganjurkan klien minta bantuan pada orang terdekat
/ anak untuk memotong kuku bila panjang, bila bisa O:
mandiri ingatkan untuk hati – hati dan jangan terlalu - Klien tampak bersih, rapi, dan terawat
pendek atau sampai menimbulkan luka - Klien tampak sehat
6. Menganjurkan klien untuk memakai pakaian yang tidak
berbahan kasar, tidak tebal, mudah dan nyaman
dipakai A : Masalah teratasi
7. Memberikan penkes tentang pentingnya melakukan
perawatan diri / menjaga kebersihan diri bagi lansia P : Lanjutkan intervensi
BAB III
PENUTUP
3.1 KESIMPULAN
Dalam kehidupan sehari-hari kebersihan merupakan hal yang sangat penting dan harus
diperhatikan karena kebersihan akan mempengaruhi kesehatan dan psikis seseorang. Kebersihan itu
sendiri dangat dipengaruhi oleh nilai individu dan kebiasaan. Hal-hal yang sangat berpengaruh itu di
antaranya kebudayaan, sosial, keluarga, pendidikan, persepsi seseorang terhadap kesehatan, serta
tingkat perkembangan.
Memenuhi kebutuhan kebersihan diri pada lansia adalah suatu tindakan perawatan sehari – hari
yang harus diberikan kepada klien lanjut usia terutama yang berhubungna dengan kebershan
perorangan (Personal Hygiene), yaitu antara lain kebersihan mulut dan gigi, kebersihan kulit dan
badan, kebersihan kepala, rambut dan kuku, serta kebersihan tempat tidur dan posisi tidur.
3.2 SARAN
DAFTAR PUSTAKA
Tambahkan komentar
4.
Mar
31
KELOMPOK 8 :
GILANG RAMADAN
ISTIQOMAH
NOVITA SARI
RETNO WULANDARI RIPHA
BAB I
PENDAHULUAN
BAB II
PEMBAHASAN
a. Cairan intraselular
Cairan yang terkandung di antara sel disebut cairan intraselular. Pada
orangdewasa, sekitar duapertiga dari cairan dalam tubuhnya terdapat di
intraselular(sekitar 27 liter rata-rata untuk dewasa laki-laki dengan berat badan
sekitar 70kilogram), sebaliknya pada bayi hanya setengah dari berat badannya
merupakancairan intraselular.
b. Cairan ekstraselular
Cairan yang berada di luar sel disebut cairan ekstraselular. Jumlah relatif
cairanekstraselular berkurang seiring dengan usia. Pada bayi baru lahir, sekitar
setengahdari cairan tubuh terdapat di cairan ekstraselular. Setelah usia 1 tahun,
jumlahcairan ekstraselular menurun sampai sekitar sepertiga dari volume total.
Inisebanding dengan sekitar 15 liter pada dewasa muda dengan berat rata-rata
70kg.
Cairan ekstraselular dibagi menjadi:
Cairan Interstitial
Cairan yang mengelilingi sel termasuk dalam cairan interstitial, sekitar
11-12 liter pada orang dewasa.Cairan limfe termasuk dalam
volumeinterstitial.Relatif terhadap ukuran tubuh, volume ISF adalah
sekitar 2 kalilipat pada bayi baru lahir dibandingkan orang dewasa.
Cairan Intravaskular
Merupakan cairan yang terkandung dalam pembuluh darah
(contohnyavolume plasma). Rata-rata volume darah orang dewasa
sekitar 5-6Ldimana 3 liternya merupakan plasma, sisanya terdiri dari sel
darah merah,sel darah putih dan platelet.
Cairan Transeluler
Merupakan cairan yang terkandung diantara rongga tubuh tertentu
sepertiserebrospinal, perikardial, pleura, sendi sinovial, intraokular dan
sekresisaluran pencernaan.Pada keadaan sewaktu, volume cairan
transeluleradalah sekitar 1 liter, tetapi cairan dalam jumlah banyak
dapat masuk dankeluar dari ruang transeluler.
Selain air, cairan tubuh mengandung dua jenis zat yaitu elektrolit dan
non elektrolit.
Elektrolit
Merupakan zat yang terdisosiasi dalam cairan dan menghantarkan arus listrik.
Elektrolit dibedakan menjadi ion positif (kation) dan ion negatif (anion). Jumlah
kationdan anion dalam larutan adalah selalu sama (diukur dalam miliekuivalen).
o Kation
Kation utama dalam cairan ekstraselular adalah sodium (Na +), sedangkankation
utama dalam cairan intraselular adalah potassium (K+).Suatusistem pompa
terdapat di dinding sel tubuh yang memompa keluar sodiumdan potassium ini.
o Anion
Anion utama dalam cairan ekstraselular adalah klorida (Cl-) danbikarbonat (HCO3-
), sedangkan anion utama dalam cairan intraselularadalah ion fosfat (PO 43-
).Karena kandungan elektrolit dalam plasma dan cairan interstitial pada
intinyasama maka nilai elektrolit plasma mencerminkan komposisi dari cairan
ekstraselulertetapi tidak mencerminkan komposisi cairan intraseluler.
a) Natrium
Natrium sebagai kation utama didalam cairan ekstraseluler dan paling berperan
didalam mengatur keseimbangan cairan. Kadar natrium plasma: 135-
145mEq/liter. Kadarnatrium dalam plasma diatur lewat beberapa mekanisme:
- Left atrial stretch reseptor
- Central baroreseptor
- Renal afferent baroreseptor
- Aldosterone (reabsorpsi di ginjal)
- Atrial natriuretic factor
- Sistem renin angiotensin
-Sekresi ADH
-Perubahan yang terjadi pada air tubuh total (TBW=Total Body Water)
Non elektrolit
Merupakan zat seperti glukosa dan urea yang tidak terdisosiasi dalam cairan. Zat
lainya termasuk penting adalah kreatinin dan bilirubin.
Cairan adalah volume air bisa berupa kekurangan atau kelebihan air. Air
tubuh lebih banyak meningkat tonisitus adalah terminologi guna
perbandingan osmolalitas dari salah satu cairan tubuh yang normal.
Cairan tubuh terdiri dari cairan eksternal dan cairan internal. Volume
cairan intrasel tidak dapat diukur secara langsung dengan prinsip difusi
oleh karena tidak ada bahan yang hanya terdapat dalam cairan intrasel.
Volume cairan intrasel dapat diketahui dengan mengurangi jumlah cairan
ekternal, terdiri dari cairan tubuh total.
a) Osmosis
Osmosis adalah bergeraknya molekul (zat terlarut) melalui membrane
semipermeabel (permeabel selektif) dari larutan berkadar lebih rendah menuju
larutanberkadar lebih tinggi hingga kadarnya sama. Seluruh membran sel dan
kapiler permeable terhadap air, sehingga tekanan osmotik cairan tubuh seluruh
kompartemen sama.Membran semipermeabel ialah membran yang dapat dilalui
air (pelarut), namun tidakdapat dilalui zat terlarut misalnya protein.
Tekanan osmotik plasma darah ialah 285+ 5 mOsm/L. Larutan dengan
tekananosmotik kira-kira sama disebut isotonik (NaCl 0,9%, Dekstrosa 5%, Ringer
laktat).Larutan dengan tekanan osmotik lebih rendah disebut hipotonik (akuades),
sedangkanlebih tinggi disebut hipertonik.
b) Difusi
Difusi ialah proses bergeraknya molekul lewat pori-pori. Larutan akan bergerak
darikonsentrasi tinggi ke arah larutan berkonsentrasi rendah. Tekanan hidrostatik
pembuluhdarah juga mendorong air masuk berdifusi melewati pori-pori
tersebut.Jadi difusitergantung kepada perbedaan konsentrasi dan tekanan
hidrostatik.
c) Pompa Natrium Kalium
Pompa natrium kalium merupakan suatu proses transpor yang memompa
ionnatrium keluar melalui membran sel dan pada saat bersamaan memompa ion
kalium dariluar ke dalam. Tujuan dari pompa natrium kalium adalah untuk
mencegah keadaanhiperosmolar di dalam sel.
2.4 TANDA DAN GEJALA KETIDAKSEIMBANGAN CAIRAN DAN
ELEKTROLIT
1. Perubahan volume
Sedang 6% 5 % - 10 %
Berat 8% 10 % - 15 %
asi Dewasa
cairan untuk rumatan, defisit cairan dan kehilangan cairan yang sedang
berlangsung.
Cararehidrasi:
Kelebihan volume
Kelebihan volume cairan ekstraselular merupakan suatu kondisi akibat iatrogenic
(pemberian cairan intravena seperti NaCl yang menyebabkan kelebihan air dan
NaClataupun pemberian cairan intravena glukosayang menyebabkan kelebihan
air) ataupundapat sekunder akibat insufisiensi renal (gangguan pada GFR),
sirosis, ataupun gagaljantung kongestif.Kelebihan cairan intaseluler dapat terjadi
jika terjadi kelebihancairan tetapi jumlah NaCl tetap atau berkurang.
2. Perubahan konsentrasi
- Hiponatremia
Jika < 120 mg/L maka akan timbul gejala disorientasi, gangguan mental,
letargi,iritabilitas, lemah dan henti pernafasan, sedangkan jika kadar < 110 mg/L
makaakan timbul gejala kejang, koma. Hiponatremia ini dapat disebabkan
oleheuvolemia (SIADH, polidipsi psikogenik), hipovolemia (disfungsi tubuli
ginjal,diare, muntah, third space losses, diuretika), hipervolemia (sirosis, nefrosis).
Keadaan ini dapat diterapi dengan restriksi cairan (Na+ ≥ 125 mg/L) atau NaCl3%
ssebanyak (140-X)xBBx0,6 mg dan untuk pediatrik 1,5-2,5 mg/kg.
Koreksi hiponatremia yang sudah berlangsung lama dilakukan scara
perlahanlahan,sedangkan untuk hiponatremia akut lebih agresif. Untuk
menghitung Naserum yang dibutuhkan dapat menggunakan rumus:
Na= Na1 – Na0 x TBW
keterangan :
Na = Jumlah Na yang diperlukan untuk koreksi (mEq)
Na1 = 125 mEq/L atau Na serum yang diinginkan
Na0 = Na serum yang actual
TBW = total body water = 0,6 x BB (kg)
- Hipernatremia
Jika kadar natrium > 160 mg/L maka akan timbul gejala berupa perubahanmental,
letargi, kejang, koma, lemah. Hipernatremi dapat disebabkan olehkehilangan
cairan (diare, muntah, diuresis, diabetes insipidus, keringatberlebihan), asupan air
kurang, asupan natrium berlebihan. Terapi keadaan iniadalah penggantian cairan
dengan 5% dekstrose dalam air sebanyak {(X-140) xBB x 0,6}: 140.
- Hipokalemia
Jika kadar kalium < 3 mEq/L. Dapat terjadi akibat dari redistribusi akut kaliumdari
cairan ekstraselular ke intraselular atau dari pengurangan kronis kadar totalkalium
tubuh. Tanda dan gejala hipokalemia dapat berupa disritmik jantung,perubahan
EKG (QRS segmen melebar, ST segmen depresi, hipotensi postural,kelemahan
otot skeletal, poliuria, intoleransi glukosa. Terapi hipokalemia dapatberupa koreksi
faktor presipitasi (alkalosis, hipomagnesemia, obat-obatan), infuspotasium klorida
sampai 10 mEq/jam (untuk mild hipokalemia ;>2 mEq/L) atauinfus potasium
klorida sampai 40 mEq/jam dengan monitoring oleh EKG (untukhipokalemia
berat;<2mEq/L disertai perubahan EKG, kelemahan otot yanghebat).Rumus untuk
menghitung defisit kalium:
K = K1 – K0 x 0,25 x BB
Keterangan :
K = kalium yang dibutuhkan
K1 = serum kalium yang diinginkan
K0 = serum kalium yang terukur
BB = berat badan (kg)
- Hiperkalemia
Terjadi jika kadar kalium > 5 mEq/L, sering terjadi karena insufisiensi renal
atauobat yang membatasi ekskresi kalium (NSAIDs, ACE-inhibitor,
siklosporin,diuretik). Tanda dan gejalanya terutama melibatkan susunan saraf
pusat(parestesia, kelemahan otot) dan sistem kardiovaskular (disritmik,
perubahanEKG). Terapi untuk hiperkalemia dapat berupa intravena kalsium
klorida 10%dalam 10 menit, sodium bikarbonat 50-100 mEq dalam 5-10 menit,
atau diuretik,hemodialisis.
1) Perubahan komposisi
- Asidosis respiratorik (pH< 3,75 dan PaCO2> 45 mmHg)
Kondisi ini berhubungan dengan retensi CO2 secara sekunder untuk
menurunkanventilasi alveolar pada pasien bedah. Kejadian akut merupakan
akibat dariventilasi yang tidak adekuat termasuk obstruksi jalan nafas,
atelektasis,pneumonia, efusi pleura, nyeri dari insisi abdomen atas, distensi
abdomen danpenggunaan narkose yang berlebihan. Manajemennya melibatkan
koreksi yangadekuat dari defek pulmonal, intubasi endotrakeal, dan ventilasi
mekanis bilaperlu. Perhatian yang ketat terhadap higiene trakeobronkial saat post
operatif adalah sangat penting.
- Alkalosis respiratorik (pH> 7,45 dan PaCO2 < 35 mmHg)
Kondisi ini disebabkan ketakutan, nyeri, hipoksia, cedera SSP, dan ventilasi
yangdibantu.Pada fase akut, konsentrasi bikarbonat serum normal, dan
alkalosisterjadi sebagai hasil dari penurunan PaCO2 yang cepat. Terapi ditujukan
untukmengkoreksi masalah yang mendasari termasuk sedasi yang sesuai,
analgesia,penggunaan yang tepat dari ventilator mekanik, dan koreksi defisit
potasium yangterjadi.
- Asidosis metabolik (pH<7,35 dan bikarbonat <21 mEq/L)
Kondisi ini disebabkan oleh retensi atau penambahan asam atau
kehilanganbikarbonat.Penyebab yang paling umum termasuk gagal ginjal, diare,
fistula ususkecil, diabetik ketoasidosis, dan asidosis laktat.Kompensasi awal yang
terjadiadalah peningkatan ventilasi dan depresi PaCO2.Penyebab paling umum
adalahsyok, diabetik ketoasidosis, kelaparan, aspirin yang berlebihan dan
keracunanmetanol.Terapi sebaiknya ditujukan terhadap koreksi kelainan yang
mendasari.
Terapi bikarbonat hanya diperuntukkan bagi penanganan asidosis berat dan
hanyasetelah kompensasi alkalosis respirasi digunakan.
- Alkalosis metabolik (pH>7,45 dan bikarbonat >27 mEq/L)
Kelainan ini merupakan akibat dari kehilangan asam atau penambahan
bikarbonatdan diperburuk oleh hipokalemia.Masalah yang umum terjadi pada
pasien bedahadalah hipokloremik, hipokalemik akibat defisit volume
ekstraselular.Terapiyang digunakan adalah sodium klorida isotonik dan
penggantian kekuranganpotasium. Koreksi alkalosis harus gradual selama perode
24 jam denganpengukuran pH, PaCO2 dan serum elektrolit yang sering.
Dehidrasi
Dehidrasi sering dikategorikan sesuai dengan kadar konsentrasi serum
darinatrium menjadi isonatremik (130-150 mEq/L), hiponatremik (<139
mEq/L) atauhipernatremik (>150 mEq/L). Dehidrasi isonatremik
merupakan yang paling seringterjadi (80%), sedangkan dehidrasi
hipernatremik atau hiponatremik sekitar 5-10% darikasus.
1) Dehidrasi Isotonis (isonatremik) terjadi ketika kehilangan cairan
hampir samadengan konsentrasi natrium terhadap darah.
Kehilangan cairan dan natrium besarnyarelatif sama dalam
kompartemen intravaskular maupun kompartemen ekstravaskular.
2) Dehidrasi hipotonis (hiponatremik) terjadi ketika kehilangan cairan
dengankandungan natrium lebih banyak dari darah (kehilangan
cairan hipertonis). Secara garisbesar terjadi kehilangan natrium
yang lebih banyak dibandingkan air yang hilang. Karenakadar
natrium serum rendah, air di kompartemen intravaskular berpindah
kekompartemen ekstravaskular, sehingga menyebabkan penurunan
volume intravaskular.
3) Dehidrasi hipertonis (hipernatremik) terjadi ketika kehilangan cairan
dengankandungan natrium lebih sedikit dari darah (kehilangan
cairan hipotonis). Secara garisbesar terjadi kehilangan air yang lebih
banyak dibandingkan natrium yang hilang. Karenakadar natrium
tinggi, air di kompartemen ekstraskular berpindah ke
kompartemenintravaskular, sehingga meminimalkan penurunan
volume intravaskular.
ANALISA DATA
A. DATA BIOGRAPI
Nama : Ny.” R ”
TTL : 6 – agustus -1942
Jenis Kelamin : perempuan GOL.darah: O
Pendidikan : SD
Agama : islam
TB/BB : 153 Cm, 42 kg
Penampilan : rapi,bersih ciri-ciri tubuh: rambut
beruban
Alamat : kel: basirih hulu RT/RW: 5 / 3
kec: mentaya hilir selatan
kabupaten: kotawaringin timur
Orang Terdekat : anak
Hubungan : keluarga
Alamat/telp : JL. Mujahidin / 085752xxxx
B. RIWAYAT KEPERAWATAN
1. Genogram
xxxx
2. Riwayat Keluarga
C. RIWAYAT PEKERJAAN
Alat transportasi : -
TB : 153 cm BB : 42 kg
PENGKAJIAN PERSISTEM
PERNAFASAN (B1 : BREATHING)
1. bentuk dada
√
Simetris funne chestl
batuk: ya tidak
√
sputum: ya tidak
warna :
3. pola nafas
a. frekwensi nafas : 20 x/ menit : regular
4. bunyi nafas
a. normal
vasikuer disemua lapangan dada
bronchial di manubrium sternum
frekuensi : 88 x/menit
regular kuat
irregular lemah
√
2. Bunyi jantung
Normal
4. Pembesaran jantung
√
Ya Tidak
5.Nyeri Dada
√
Ya Tidak
6.Edema
Palpebra anasarka ekstremitasatas
√
7. Clubbing Finger
√
Ya Tidak
Tingkat Kesadaran:
4. kejang : ya tidak
5.lain-lain :
PENGINDERAAN (persepsi sensori)
1. Mata (penglihatan)
√
a. Bentuk
Normal enoftalmus
eksoptalmus lain
b. visus
c. pupil
iskor unisokor refleks cahaya
miosis midriasis positif negative
d. Gerak bola mata :
√
normal menyempit
e. Medan penglihatan:
f. Buta warna :
√
Ya,jenis tidak
meningkat tidak
2. Hidung (Penciuman)
a. bentuk : normal denasi
√
b. gangguanpenciuman : ya tidak
3. Telinga (Pendengaran)
√
e. tinnitus : ya tidak
4. perasa
√
5. peraba
√
normal kelainan,sebutkan
b. lidah
hiperemik kotor lain lain
c. kebersihan rongga mulut
tidak berbau berbau gigi bersih gigi kotor
d. tenggorokan
sakit menelan/ nyeri menelan
sulit menelan lain-lain
e. abdomen
kenyal tegang kembung
nyeri tekan, lokasi
√
benjolan, lokasi
h. asites : ya tidak
i. lain-lain
2.masalah usus besar dan rectum / anus
BAB :5X/hari
√
lavamen : ya tidak
bebas terbatas
tidak ya lokasi
dislokasi
√
tidak ya lokasi
haematom
√
tidak ya lokasi
2. integument
warna kulit : akral:
√
ikterik hangat
seasonik panas
pucat dingin kering
kemerahan dingin basah
hyperpigmentasi
turgor : elastic tidak elastic
tulang belakang
lordosi: kiposis: scoliosis: lain-lain ,sebutkan
REPRODUKSI
laki-laki :
kelamin bentuk : normal tidak normal,keterangan
kebersihan alat kelamin : bersih kotor keterangan
perempuan
payudara
bentuk : simetris asimetris
benjolan : ya tidak
kelamin
bentuk : normal tidak
keputihan : ada tidak keterangan
siklus haid 28 hari
ENDOKRIN
√
1. factor alergi
ya tidak
manifestasi :…………
cara mengatasi :…………
2.kelainan endokrin
tidak ada kelainan pada endokrin
PENGETAHUAN
pengetahuan klien tentang kesehatan dirinya :
klien saat merasa sakit langsung kepuskesmas diantar keluarganya
SHORT PORTABLE MENTAL STATUS QUESTIONNAIRE (SPMSQ)
No.Reg :
Ruang :
No. Reg :
Ruang :
No. Reg :
Ruang :
NO PERTANYAAN JAWABAN
1. APAKAH ANDA SEBENARNYA PUAS TIDAK √
DENGAN KEHIDUPAN ANDA?
2. APAKAH ANDA TELAH MENINGGALKAN √ YA
BANYAK KEGIATAN DAN MINAT /
KESENANGAN ANDA?
3. APAKAH ANDA MERASA KEHIDUPAN √ YA
ANDA KOSONG?
4. APAKAH ANDA MERASA SERING BOSAN? √ YA
No.Reg :
Ruang :
SKORE NORTON
Baik 4 √
Lumayan 3
Buruk 2
Sangat Buruk 1
2. KESADARAN
Komposmentis 4 √
Apatis 3
Konfus/spoor 2
Stupor/koma 1
3. AKTIVITAS
Ambualan 4 √
Tiduran 1
4. MOBILITAS
Bergerak bebas 4 √
Sedikit terbatas 3
Sangat terbatas 2
Tiduran 1
5. INKONTINENSIA
Tida ada 4
Kadang-kadang 3 √
No. Reg :
Ruang :
APGAR
Penilaian Total 8
Peryataan-peryataan yang dijawab :
selalu : skore 2
kadang-kadang :skore 1
hampir tidak pernah :skore 0
>3 = tinggi
4-6= menengah / sedang
7-10= rendah
ANALISA DATA
I. PRIORITAS MASALAH
1. Ketidakseimbangan volume cairan kurang dari kebutuhan tubuh
RENCANA KEPERAWATAN
Dx.
No. Tujuan Intervensi Rasional
Kep.
1. 1 Setelah dilakukan Mandiri :
tindakan keperawatan
selama 1 x 24 jam 1. Pantau masukan dan 1. Dengan pemantauan
diharapkan cairan haluaran tersebut dapat dievaluasi
dalam tubuh klien keaktifan terapi.
terpenuhi dengan
criteria hasil :
1. Mempertahankan
urine output sesuai
dengan usia dan
berat badan, berat
jenis urine normal,
hematokrit normal. 2. Perubahan tekanan darah
2. Tanda – tanda vital 2. Pantau tanda vital dan nadi dapat digunakan
dalam batas normal perkiraan kasar darah
3. Tidak ada tanda – atau menunjukkan
tanda dehidrasi, perubahan pada klien.
elastisitas turgor kulit
baik, membrane
mukosa lembab, tidak
ada rasa haus yang 3. Untuk mengetahui sedini
berlebihan. mungkin seandainya
3. Monitor adanya tanda – terjadi dehidrasi.
tanda dehidrasi.
4. Menyeimbangkan output
yang berlebihan.
4. Anjurkan untuk minum ±
1500 – 2500 ml / hari.
5. Agar klien menjadi lebih
nyaman dengan adanya
5. Dorong keluarga untuk keluarga yang
membantu klien makan. memperhatikan
nutrisinya.
Dx.
No. Implementasi Evaluasi
Kep.
1. 1. 1 S = Klien mengatakan, “Saya
1. Memantau masukan dan haluaran berak cair terus – menerus
Hasil : kurang lebih 5x hari ini.”
Intake :
- Minum = ± 1800 ml/hari O=
Output : 1. k/u lemah
- BAB = ± 800 ml/hari 2. Klien nampak haus
- IWL = ± 630 3. Membrane mukosa kering
ml/hari + 4. TTV :
= ± 1430 ml/hr TD = 110/80 mmHg
BC : I – O = 1800 – 1430 RR = 20 x/m
= + 270 ml/hari S = 36,5 oC
N = 88 x/m
2. Memantau tanda vital 5. BB sebelum sakit = 45 kg
Hasil : 6. BB sesudah sakit = 42 kg
TTV : 7. TB = 153 cm
TD = 110/80 mmHg 8. Minum = ± 1800 ml/hari
RR = 20 x/m 9. BAB = 5x/hari
S = 36,5 oC 10. IWL = 630 ml/hari
N = 88 x/m
A = Masalah keperawatan
ketidakseimbangan volume
3. Monitor adanya tanda – tanda dehidrasi. cairan kurang dari kebutuhan
Hasil : klien nampak haus, membrane tubuh belum teratasi.
mukosa kering.
BAB III
PENUTUP
1.1 KESIMPULAN
Air merupakan bagian terbesar pada tubuh manusia, persentasenya dapat
berubahtergantung pada umur, jenis kelamin dan derajat obesitas seseorang.
Pada bayi usia< 1tahun cairan tubuh adalah sekitar 80-85% berat badan dan pada
bayi usia > 1 tahunmengandung air sebanyak 70-75 %. Seiring dengan
pertumbuhan seseorang persentasejumlah cairan terhadap berat badan
berangsur-angsur turun yaitu pada laki-laki dewasa50-60% berat badan,
sedangkan pada wanita dewasa 50 % berat badan.
DAFTAR PUSTAKA
1. Pandey CK, Singh RB. Fluid and electrolyte disorders. Indian J.Anaesh.
2003;47(5):380-387.
4. Keane PW, Murray PF. Intravenous fluids in minor surgery. Their effect on
recovery
5. Heitz U, Horne MM. Fluid, electrolyte and acid base balance. 5th ed. Missouri:
Elsevier-mosby; 2005.p3-227
6. Guyton AC, Hall JE.Textbook of medical physiology. 9th ed. Pennsylvania: W.B.
7. Latief AS, dkk. Petunjuk praktis anestesiologi: terapi cairan pada pembedahan.
Ed.
Springhouse; 2002:3-189.
9. Schwartz SI, ed. Principles of surgery companion handbook. 7th ed. New york:
McGraw-Hill; 1999:53-70.
11. Lyon Lee. Fluid and Electrolyte Therapy. Oklahoma State University - Center
for
http://member.tripod.com/~lyser/ivfs.htm
12. Leksana E. Terapi cairan dan elektrolit. Smf/bagian anestesi dan terapi intensif
FK
13. Barash PG, Cullen BF, Stoelting RK. Handbook of clinical anesthesia. 5th ed.
15. Ellsbury DL, George CS. Dehydration. eMed J [serial online] 2006 Mar [dikutip
6
Tambahkan komentar
5.
Mar
31
ASUHAN KEPERAWATAN
GANGGUAN ISTIRAHAT DAN TIDUR
PADA LANSIA (kelompok9)
ASUHAN KEPERAWATAN GANGGUAN ISTIRAHAT DAN TIDUR PADA LANSIA
DI SUSUN OLEH :
RISTI WULANDARI
SITI ROHANA
YOGA ADI SAPUTRA
MOHAMAD ARIFIN
AKADEMI KEPERAWATAN
Tahun 2012
SAMPIT
KATA PENGANTAR
Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa karena berkat rahmad dan
hidayah-Nya, makalah ini dapat diselesaikan. Makalah ini merupakan makalah
pengetahuan bagi mahasiswa/I Akper Pemkab Kotim maupun para pembaca
untuk bidang Ilmu Pengetahuan.
Makalah ini sendiri dibuat guna memenuhi salah satu tugas kuliah dari
dosen mata kuliah keperawatan Gerontik dengan judul Asuhan Keperawatan
Kebutuhan Istirahat dan Tidur . Dalam penulisan makalah ini penulis berusaha
menyajikan bahasa yang sederhana dan mudah dimengerti oleh para pembaca.
Penulis menyadari bahwa makalah ini jauh dari sempurna dan masih banyak
kekurangan. Oleh karenanya, penulis menerima kritik dan saran yang positif
dan membangun dari rekan-rekan pembaca untuk penyempurnaan makalah ini.
Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR
..................................................................................................
..... i
DAFTAR ISI
..................................................................................................
................... ii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar
Belakang.......................................................................................
.. 1
1.3 Rumusan
Masalah....................................................................................
1
1.4 Metode
Penulisan.....................................................................................
2
1.5 Sistematika
Penulisan............................................................................... 2
BAB II PEMBAHASAN
2.2 Mekanisme
Tidur..............................................................................
........ 3
2.3 Tahap – Tahap
Tidur..............................................................................
... 3
2.4 Kegunaan
Tidur..............................................................................
.......... 4
2.8 askep
pengkajian.......................................................................
.......... 8
3.1 KESIMPULAN
.................................................................................
..... 11
3.2 SARAN
.................................................................................
.................. 11
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
Pada dasarnya istirahat adalah suatu kondisi yang tenang, rileks tanpa
ada stres emosional, bebas dari kecemasan. Namun tidak berarti tidak
melakukan aktivitas apa pun, duduk santai di kursi empuk atau berbaring di
atas tempat tidur juga merupakan bentuk istirahat. Sebagai pembanding,
klien/orang sakit tidak beraktifitas tapi mereka sulit mendapatkan istirahat
begitu pula dengan mahasiswa yang selesai ujian merasa melakukan istirahat
dengan jalan-jalan. Oleh karena itu perawat dalam hal ini berperan
dalam menyiapkan lingkungan atau suasana yang nyaman untuk
beristirahat bagi klien/pasien.
Penulis membuat makalah ini untuk memenuhi tugas dari dosen mata
kuliah Keperawatan Gerontik serta memberikan informasi dan ilmu
pengetahuan tentang Pemenuhan Kebutuhan Istirahat dan Tidur.
PEMBAHASAN
2.1. Pengertian
Istirahat adalah suatu kondisi yang tenang, rileks tanpa ada stres
emosional, bebas dari kecemasan. Namun tidak berarti tidak melakukan
aktivitas apa pun, duduk santai di kursi empuk atau berbaring di atas tempat
tidur juga merupakan bentuk istirahat. Sebagai pembanding, klien/orang
sakit tidak beraktifitas tapi mereka sulit mendapatkan istirahat begitu pula
dengan mahasiswa yang selesai ujian merasa melakukan istirahat dengan
jalan-jalan. Oleh karena itu perawat dalam hal ini berperan
dalam menyiapkan lingkungan atau suasana yang nyaman untuk
beristirahat bagi klien/pasien.
Menurut Narrow (1645-1967) terdapat enam kondisi seseorang dapat
beristirahat : Merasa segala sesuatu berjalan normal ; Merasa diterima
; Merasa diri mengerti apa yang sedang berlangsung ; Bebas dari perlukaan
dan ketidak nyamanan ; Merasa puas telah melakukan aktifitas-aktifitas
yang berguna ; Mengetahui bahwa mereka akan mendapat pertolongan bila
membutuhkannya.
Teori Feed Back : Kelemahan sel-sel saraf yang menyebabkan rasa ngantuk
Instink/Naluri
· Otot2 rileks
§ Tahap I :
o Mulai saat hilangnya Gel Alpha yang biasa terdapat pada seseorag
yang sedang terjaga.
§ Tahap II :
§ Tahap III :
o Muncul gel Deltha, yang lambat dengan amplitudo besar, tinggi dan
dalam.
o Berlangsung ± 10 menit
§ Tahap IV :
o TD turun
§ Pada orang dewasa tahap ini 20-25% dari tidur malam, bila seseorang
terbangun pada tahap ini mereka dapat mengingat mimpi mereka.
§ Saat perpindahan dari NREM ke REM biasanya terjadi hentakan otak yang
tidak disadari.
§ TD menngkat.
§ Sekresi getah/asam lambung meningkat
§ Orang yang tidak mengalami periode REM biasanya tidak merasa puas
dengan tidurnya.
§ Memperbaiki ingatan.
§ Relaksasi
Bayi baru lahir : Lama tidur 14-18 jam/hari dengan 50% REM dan 1 siklus
tidur rata-rata 45-60 menit
Bayi(s/d 1 thn) : 1 siklus tidur rata2 12-14 jam/hari dengan 20-30% REM dan
tidur sepanjang malam
Todler(1-3 thn): Lama tidur 11-12 jam/hari dengan 25% REM dan Tidur
sepanjang malam + tidur siang
Dewasa menengah : ± 7 jam/hari dengan 20% REM dan sering sulit tidur
Dewasa tua : ± 6 jam/hari dengan 20-25% REM dan sering sulit tidur
1.Umur
2.Penyakit
Hal ini umumnya terjadi pada klien dengan nyeri, kecemasan, dispnea. Pada
kasus penyakit akibat digigit nyamuk tse-tse. Juga pada kasus tertentu
dengan klien gangguan hipertiroid.
3.Motivasi
4.Emosi
Suasana hati, marah, cemas dan stres dapat menyebabkan seseorang tidak
bisa tidur atau mempertahankan tidur.
5.Lingkungan
Lingkungan yang tidak kondusif seperti di dekat bandara atau di tepi jalan-
jalan umum atau di tempat-tempat umum yang menimbulkan kebisingan.
6.Obat – obatan
Pola dan konsumsi makanan yang mengandung merica, gas/air yang banyak,
pola dan konsumsi minuman yang mengandung kafein ,gas dll.
8.Aktivitas.
Kurang beraktivitas dan atau melakukan aktivitas yang berlebihan justru
akan menyebabkan kesulitan untuk memulai tidur.
- Delirium/Mengigau.
Kode
pos : 74322
Tanggal Pengkajian :
25 Maret 2012
A. DATA BIOGRAFI
Nama : Tn. M
TTL : Bandung, 14 maret 1925
Pendidikan : SD
Agama : Islam
Hubungan : istri
B. RIWAYAT KEPERAWATAN
1. Genogram
Keterangan : : Laki – laki : Garis
Keturunan
: Garis Hubungan :
Meninggal
2. Riwayat Keluarga
..Di dalam keluarga klien tidak ada yang menderita penyakit menurun
seperti DM, Hipertensi, Asma Dan menular seperti Hepatitis, TBC dan lain –
lain.
C.RIWAYAT PEKERJAAN
Pekerjaan saat ini : tidak ada
Alamat pekerjaan : -
Alat transportasi : -
Penerangan : cukup
WC
E.RIWAYAT REKREASI
F.SISTEM PENDUKUNG
Perawat/Bidan/Dokter/Fisioterafi* : ada
Lain-lain
G.DESKRIPSI KEKHUSUSAN
Status Kesehatan umum Selama setahun yang lalu: klien pernah menderita
demam,sakit kepala, flu,batuk, maag, dan hernia. Yang sering kambuh yaitu
maag.
Status kesehatan umum selama 5 tahun yang lalu : klien menderita hernia.
3.Region : Epigastrium
Obat-obatan :
Indeks KATZ : A
Istirahat dan Tidur : klien siang tidur dari jam 12.00 – 13.00 dan
malam dari jam 20.00 – 04.00. Kwantitas : klien sering terbangun, setiap jam
klien terbangun dan susah untuk memulai tidur lagi.
Emosi : terkontrol
Adaptasi : klien mampu beradaptasi dengan baik.
Status mental :
Afasia :-
Dimensia : tidak
Orientasi : normal
Bicara : normal
Vertigo : tidak
APGAR =
K.TINJAUAN SISTEM
RR 20 X/menit Suhu : 36 0c
TB : 165 cm BB: 60 Kg
PENGKAJIAN PERSISTEM
3.Pola nafas
5.Pergerakan dada
Meningkat lokasi
Menurun lokasi
Lain-lain
Masker Respirator
CARDIOVASKULER ( B2 : BLEEDING )
1.Nadi
Frekuensi.........80.........................x/menit
Reguler Kuat
Irreguler Lemah
2.Bunyi Jantung
Normal
3.Letak Jantung
6.Edema :
Lainnya.........................
1.GCS :
Total GCS : 15
2.Refleks : normal
4.Kejang :Tidak
5.Lain-lain..........................................
1. Mata ( Penglihatan )
a. Bentuk : Normal
b. Visus.....................
Pupil : isokor
2. Hidung (Penciuman )
a. Bentuk : Normal
b. Gangguan Penciuman : Ya
3. Telinga ( Pendengaran )
a. Aurikel : Normal
e. Tinitus : Tidak
4. Perasa : normal
5. Peraba : normal
PERKEMIHAN – ELIMINASI URI ( B4 : BLADDER )
a. Mulut
b. Lidah : bersih
BAB 1 X/hari
2. Integumen
Turgor :Elastik
Akral : hangat
REPRODUKSI
Laki –laki :
ENDOKRIN
...................................
......
NIM.
ANALISA DATA
RENCANA KEPERAWATAN
Dx.
No. Tujuan Intervensi Rasional
Kep.
1 1 Setelah dilakukan 1. Lakukan pengkajian 1. Memberikan informasi
tindakan masalah gangguan dasar dalam menentukan
keperawatan tidur klien, rencana keperawatan.
diharapkan gangguan karakteristik dan 2. Mengatur pola tidur.
istirahat tidur tidak penyebab kurang tidur.3. Meningkatkan tidur.
terjadi,dengan 2. Lakukan persiapan 4. Meningkatkan tidur.
criteria hasil: untuk tidur malam 5. Meningkatkan tidur.
seperti pada jam 9 6. Meningkatkan tidur.
1. Klien tampak malam sesuaidengan 7. Mengurangi gangguan
rileks dan lebih segar pola tidur klien. tidur.
2. Ttv dalam batas 3. Lakukan mandi air 8. Mengurangi gangguan
normal hangat. tidur.
3. Klien dapat tidur 4. Anjurkan makan yang 9. Mengurangi gangguan
6-8 jam setiap cukup satu jam sebelum tidur.
malam. tidur. 10. Mengurangi tidur.
5. Berikan susu hangat 11. Meningkatkan pola tidur.
sebelum tidur.
6. Keadaan tempat
tidur yang nyaman,
bersih dan bantal yang
nyaman.
7. Bunyi telepon dan
alarm hp di kecilkan.
8. Berikan pengobatan
seperti analgetik dan
sedative,setengah jam
sebelum tidur.
IMPLEMENTASI
Dx.
No. Implementasi Evaluasi
Kep.
1. 1. 1 1. melakukan pengkajian masalah S : klien mengatakan “saya
gangguan tidur klien, karakteristik dan masih sering terbangun pada
penyebab kurang tidur. malam hari”
Hasil : klien sering terbangun pada O : - : - ku baik
malam hari - konjungtiva anemis
2. menganjurkan klien untuk tidur - klien setiap 1 jam
malam seperti pada jam 9 malam bangun apabila tidur
sesuaidengan pola tidur klien. malam
Hasil : klien tidur jam 20.00 – 04.00 wib -klien tampak lelah
3. anjurkan keluarga klien untuk -klien menguap
memberikan Keadaan tempat tidur yang - TD : 140/90 mmHg
nyaman, bersih dan bantal yang N : 80 x/ menit
nyaman. RR : 20x/ menit
Hasil : keluarga klien menuruti anjuran S : 36 C
ersebut.. - Kuantitas tidur malam
4. meningkatkan aktivitas sehari – hari dari jam 20.00 – 04.00
dan kurangi aktivitas sebellum tidur. - Kuantitas tidur siang dari
Hasil : klien tidak melakukan kegiatan jam 12.00 – 13.00
sebelum tidur A ; masalah belum teratasi
. P : lanjutkan intervensi
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Istirahat adalah suatu kondisi yang tenang, rileks tanpa ada tress
emosional, bebas dari kecemasan. Namun tidak berarti tidak
melakukan aktivitas apa pun, duduk santai di kursi empuk atau
berbaring di atas tempat tidur juga merupakan bentuk istirahat.
Sebagai pembanding, klien/orang sakit tidak beraktifitas tapi
mereka sulit mendapatkan istirahat begitu pula dengan
mahasiswa yang selesai ujian merasa melakukan istirahat dengan
jalan-jalan
B. SARAN
Tambahkan komentar
6.
Mar
31
ENDAH MURNI
TRI NURWAHYUNI
AKADEMI KEPERAWATAN
KATA PENGANTAR
Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa karena berkat taufik dan hidayah-Nya,
makalah ini dapat diselesaikan. Makalah ini merupakan makalah pengetahuan bagi mahasiswa/i
akper pemkab kotim maupun para pembaca untuk bidang Ilmu Pengetahuan.
Makalah ini sendiri dibuat guna memenuhi salah satu tugas kuliah dari dosen mata
kuliah Keperawatan Anak I dengan judul “ASUHAN KEPERAWATAN GERONTIK PADA NY. S
DENGAN MASALAH GANGGUAN SEKSUAL”. Dalam penulisan makalah ini penulis berusaha
menyajikan bahasa yang sederhana dan mudah dimengerti oleh para pembaca.
Penulis menyadari bahwa makalah ini jauh dari sempurna dan masih banyak
kekurangan. Oleh karenanya, penulis menerima kritik dan saran yang positif dan membangun
dari rekan-rekan pembaca untuk penyempurnaan makalah ini. Penulis juga mengucapkan
banyak terima kasih kepada rekan-rekan yang telah membantu dalam penyelesaian makalah ini.
Akhir kata, semoga makalah ini dapat memberikan manfaat kepada kita semua.
Amin.
Penulis
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL............................................................................................................... i
BAB I PENDAHULUAN
BAB II PEMBAHASAN
F. ............................................................................................................
G. PENATALAKSANAAN...........................................................................
H. MASALAH KEPERAWATAN..................................................................
I. DIAGNOSA KEPERAWATAN.................................................................
J. RENCANA KEPERAWATAN..................................................................
DAFTAR KEPUSTAKAAN
PENGKAJIAN............................................................................................ 15
ANALISA DATA......................................................................................... 18
RENCANA KEPERAWATAN....................................................................... 19
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dewasa lanjut (Late adult hood) atau lebih dikenal dengan istilah lansia adalah periode
dimana seseorang telah mencapai usia diatas 45 tahun. Pada periode ini masalah seksual
masih mendatangkan pandangan bias terutama pada wanita yang menikah, termasuk
didalamnya aspek sosio-ekonomi. Pada pria lansia masalah terbesar adalah masalah psikis dan
jasmani, sedangkan pada wanita lansia lebih didominasi oleh perasaan usia tua atau merasa
tua.
Pada penelitian di negara barat, pandangan bias tersebut jelas terlihat. Penelitian Kinsey
yang mengambil sampel ribuan orang, ternyata hanya mengambil 31 wanita dan 48 pria yang
berusia diatas 65 tahun. Penelitian Masters-Jonhson juga terutama mengambil sampel mereka
yang berusia antara 50-70 tahun, sedang penelitian Hite dengan 1066 sampel hanya
memasukkan 6 orang wanita berusia di atas 70 tahun(Alexander and Allison,1995).
• Banyak golongan lansia tetap menjalankan aktifitas seksual sampai usia yang cukup
lanjut, dan aktifitas tersebut hanya dibatasi oleh status kesehatan dan ketiadaan
pasangan.
• Aktifitas dan perhatian seksual pasangan suami istri lansia yang sehat berkaitan dengan
pengalaman seksual kedua pasangan tersebut sebelumnya.
• Mengingat bahwa kemungkinan hidup seorang wanita lebih panjang dari pria, seorang
wanita lansia yang ditinggal mati suaminya akan sulit untuk menemukan pasangan
hidup.
Saat ini jumlah wanita di Indonesia yang memiliki Usia Harapan Hidup (UHH) diatas 45
tahun lebih meningkat dan pada usia tersebut wanita masih berharap dapat melakukan
hubungan seksual secara normal. Karena faktor usia, hubungan seksual pada lansia umumnya
memiliki frekwensi yang relatif rendah, sehingga diperlukan suatu penelaahan tentang masalah
seksual pada lansia.
Fenomena sekarang, tidak semua lansia dapat merasakan kehidupan seksual yang
harmonis. Ada tiga penyebab mengapa kehidupan seksual tidak harmonis. Pertama, komunikasi
seksual diantara pasangan tidak baik. Kedua, pengetahuan seksual tidak benar. Ketiga karena
gangguan fungsi seksual pada salah satu maupun kedua pihak bisa karena perubahan fisiologis
maupun patologis.
Agar kualitas hidup lansia tidak sampai terganggu karena masalah seksual, maka setiap
disfungsi seksual harus segra diatasi dengan cara yang benar dan ilmiah. Yang perlu
diperhatikan dalam penanganan disfungsi seksual ialah pertama kita harus menentukan jenis
disfungsi seksual dengan tepat, mencari penyebabnya, memberikan pengobatan sesuai
penyebab dan untuk memperbaiki fungsi seksual seperti dijelaskan dalam makalah ini.
B. Tujuan
1. Tujuan Umum
2. Tujuan Khusus
C. Manfaat
1. Bagi mahasiswa
Merupakan sumber tambahan informasi dan pengetahuan tentang permasalahan seksual pada
masa usia lanjut sebagai acuan dalam memberikan pelayanan kebidanan pada saat praktik
lapangan.
2. Bagi institusi dan civitas akademika
Mengukur pengetahuan dan pengalaman mahasiswa dalam menyusun suatu makalah dengan
mengambil dari berbagai sumber literature serta dijadikan sebagai sumber bacaan tambahan di
perpustakaan
D. Rumusan Masalah
2. Apa perubahan fisiologik aktivitas seksual akibat proses penuaan bila ditinjau dari pembagian
tahapan seksual?
3. Apa di samping faktor perubahan fisik, faktor psikologi juga sering kali menyebabkan penurunan
fungsi dan potensi seksual pada lanjut usia?
E. Metode Penulisan
Metode yang digunakan dalam penulisan makalah ini yaitu metode deskriptif dengan
menggunakan studi melalui pendekatan proses keperawatan dengan langkah-langkah
pengkajian, perumusan diagnosa, perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi. Tehnik
pengumpulan data yaitu dengan menggunakan studi kepustakaan yaitu mempelajari
Dokumentasi Keperawatan serta sumber-sumber lainnya yang berhubungan dengan judul
makalah dan masalah yang dibahas
F. Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan makalah ini yaitu Kata Pengantar, Daftar Isi, Bab I
Pendahuluan yang terdiri dari Latar Belakang, Rumusan Masalah, Tujuan Penulisan, Metode
Penulisan, dan Sistematika Penulisan. Bab II Pembahasan. Bab III Penutup yang terdiri dari
Kesimpulan dan Saran. Daftar Pustaka.
BAB II
PEMBAHASAN
1. Wanita
· Vagina
Vagina mengalami kontraktur, panjang dan lebar vagina mengalami
pengecilan. Fornises menjadi dangkal, begitu pula serviks tidak lagi menonjol ke
dalam vagina. Sejak klimakterium, vagina berangsur-angsur mengalami atropi,
meskipun pada wanita belum pernah melahirkan. Kelenjar seks mengecil dan
ber¬henti berfungsi. Mukosa genitalia menipis begitu pula jaringan sub-mukosa tidak
lagi mempertahankan elastisitas¬nya akibat fibrosis.
· Uterus
· Ovarium
Payudara akan menyusut dan menjadi datar, kecuali pada wanita yang
gemuk, dimana payudara tetap besar dan menggantung. Keadaan ini disebabkan
oleh karena atrofi hanya mempengaruhi kelenjar payudara saja. Kelenjar pituari
anterior mempengaruhi secara histologik maupun fungsional, begitu pula kelenjar
tiroid dan adrenal menjadi “keras” dan mengkibatkan bentuk tubuh serupa
akromegali ringan. Bahu menjadi gemuk dan garis pinggang menghilang. Kadang
timbul pertumbuhan rambut pada wajah. Rambut ketiak, pubis mengurang, oleh
karena pertumbuhannya dipengaruhi oleh kelenjar adrenal dan bukan kelenjar
ovarium. Rambut kepala menjadi jarang. Kenaikan berat badan sering terjadi pada
masa klimakterik.
2. Pria
· Prostat
· Testis
1. Fase desire
2. Fase arousal
· Lansia pria : ereksi membutuhkan waktu lebih lama, dan kurang begitu kuat;
penurunan produksi sperma sejak usia 40tahun akibat penurunan testoteron; elevasi
testis ke perineum lebih lambat.
3. Lase orgasmik
· Lansia wanita : tanggapan orgasme kurang intens disertai lebih sedikit konstraksil
kemampuan mendapatkan orgasme multipel berkurang.
Tingkah laku buruk beberapa klinisi, dokter, suster dan orang lain yang
mungkin membuat inadekuat konseling tentang efek prosedur operasi terhadap
fungsi seksual.
C. Di samping faktor perubahan fisik, faktor psikologi juga sering kali menyebabkan penurunan
fungsi dan potensi seksual pada lanjut usia seperti :
1. Rasa tabu atau malu bila mempertahankan kehidupan seksual pada lansia.
2. Sikap keluarga dan masyarakat yang kurang menunjang serta diperkuat oleh tradisi dan budaya.
5. Disfungsi seksual karena perubahan hormonal atau masalah kesehatan jiwa lainnya misalnya
cemas, depresi, pikun dsb.
D. Beberapa hal yang dapat menyebabkan masalah kehidupan sosial antara lain :
1. Infark miokard
Mungkin mempunyai efek yang kecil pada fungsi seksual. Banyak pasien segan
untuk terlibat dalam hubungan seksual karena takut menyebabkan infark.
2. Pasca stroke
Masalah seksual mungkin timbul setelah perawatan di rumah sakit karena pasien
mengalami anxietas akibat perubahan gambaran diri, hilangnya kapasitas, takut akan
kehilangan cinta atau dukungan relasi serta pekerjaan atau rasa bersalah dan malu atas
situasi. Pola seksual termasuk kuantitas dan kualitas aktivitas seksual sebelum stroke
sangat penting untuk diketahui sebelum nasehat spesifik tentang aktivitas seksual
ditawarkan. Karena sistem saraf otonomik jarang mengalami kerusakan pada stroke,
maka respon seksual mungkin tidak terpengaruh.
3. Kanker
4. Diabetes mellitus
5. Arthritis
Ada penyakit paru obstruktif kronik, libido mungkin terpengaruh karena adanya
kelelahan umum, kebutuhan pernafasan selama aktivitas seksual mungkin dapat
menyebabkan dispnoe, yang mungkin dapat membahayakan jiwa.
8. Obat-obatan
Untuk mengatasi beberapa gangguan baik fisik maupun psikis termasuk masalah
seksual diperlukan penanganan yang serius dan terpadu. Proses penanganan ini memerlukan
waktu yang cukup lama tergantung dari keluhan dan kerjasama antara pasien dengan konselor.
Dari ketiga gangguan tersebut, masalah seksual merupakan masalah yang penanganannya
memerlukan kesabaran dan kehati-hatian, karena pada beberapa masyarakat Indonesia
terutama masyarakat pedesaan membicarakan masalah seksual adalah masalah yang tabu.
Manajemen yang dilakukan tenaga kesehatan untuk mengatasi gangguan seksual pada
lansia adalah sebagai berikut :
1. Anamnesa Riwayat Seks
Pemeriksaan tambahan yang dilakukan meliputi keadaan jantung, haati, ginjal dan paru-
paru. Status endokrin dan metaboliuk meliputi keadaan gula darah, status gizi dan status
hormonal tertentu. Apabila keluhan mengenai disfungsi ereks pada pria, pemeriksaan khas juga
meliputi a.l pemeriksaan dengan snap gauge atau nocturnal penile tumescence testing. (Hadi-
Martono, 1996)
· Konseling Psikoseksual
· Therapi Hormon
· Peralatan Mekanis
· Bedah Pembuluh
3. Bimbingan Psikososial
4. Penyembuhan Hormon
· Pada wanita lansia : Terapi pengganti hormon (HRT) dengan pemberian estrogen
pada klimakterium.
· Oral phentholamin
1 Disfungsi seksual berhubungan dengan perubahan struktur tubuh/fungsi yang ditandai dengan
perubahan dalam mencapai kepuasan seksual
2. Gangguan gambaran diri berhubungan dengan perubahan bentuk salah satu anggota tubuh.
3. Perubahan pola seksualitas berhubungan dengan efek penyakit akut dan kronis
RENCANA KEPERAWATAN
Dx.
No. Tujuan Intervensi Rasional
Kep.
1. 1 Pasien dapat menerima 1. Bantu pasien untuk
1. Agar pasien lebih bisa
perubahan struktur tubuh mengekspresikan perubahan menerima perubahan tersebut
terutama pada fungsi fungsi tubuh termasuk organ
seksual yang dialaminya seksual seiring dengan
Kriteria hasil: bertambahnya usia.
2. Menambah pemahaman klien
· Mengekspresikan
2. Berikan pendidikan
tentang semua perubahan
kenyamanan kesehatan tentang
yang di alami nya agar
· Mengekspresikan penurunan fungsi seksual.
penurunan fungsi seksuel tidak
kepercayaan diri
menjadi beban pikiran
3. Makanan bergizi dianjurkan
untuk menjaga daya tahan
5. Beri kesempatan 5.
pada Untuk mengetahui apakah
kehilangan
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Pada usia lanjut, hambatan untuk aktivitas seksual yang dapat dibagi menjadi
hambatan eksternal yang datang dari lingkungan dan hambatan internal,yang terutama
berasal dari subjek lansianya sendiri. Hambatan eksternal biasanya berupa pandangan
sosial, yang menganggap bahwa aktivitas seksual tidak layak lagi dilakukan lagi oleh
lansia.Hambatan eksternal bilamana seorang janda atau duda akan menikah lagi sering kali
juga berupa sikap menentang dari anak-anak, dengan berbagai alasan.
Masa tua merupakan masa yang sangat ditakuti dengan alasan terjadinya
kemunduran fisik terutama pada penampilan. Rasa khawatir akan kehilangan perhatian dari
pasangan membawa akibat terhadap frekwensi maupun kualitas hubungan seks, baik secara
langsung maupun tidak.
B. SARAN
Permasalahan pada masa lansia sering terabaikan, tidak hanya di lingkungan keluarga lansia
sendiri, tetapi juga di lingkungan masyarakat bahkan pusat pelayanan kesehatan. Lansia
sebagaimana pria dan wanita mulai dari kanak-kanak hingga dewasa lainnya mempunya hak-hak
untuk diperlakukan adil dan sama, mendapat informasi dan pelayanan kesehatan yang sempurna
dan optimal, serta diperlakukan dan dihargai masa akhir usia mereka, merasakan kehidupan
yang harmonis serta merasakan kenikmatan seksual yang aman dan nyaman. Oleh karena itu,
pengetahuan tentang permasalahan seksual pada lansia baik pria maupun wanita perlu
sebarluaskan sejak dini, dan perlunya kerjasama yang optimal disetiap instansi pemerintah dan
masyarakat untuk mengatasi masalah ini agar para lansia mendapatkan kehidupan yang nayak,
dan harmonis sebagai manusia dan warga negara seutuhnya.
DAFTAR PUSTAKA
Darmojo, R Boedi dan Martono, H Hadi.2000.Geriatri ( ilmu kesehatan usia lanjut ). Jakarta :
FKUI
Widyastuti, Yani dan Anita Rahmawati, Yuliasti, E. 2009. Kesehatan Reproduksi. Yogyakarta.
Fitramaya
http://kuliahbidan.wordpress.com/2008/07/17/masalah-seksual-lansia/
FORMAT PENGKAJIAN INDIVIDU ASUHAN KEPERAWATAN GERONTIK
A. DATA BIOGRAFI
Pendidikan : SD
Agama : islam
TB / BB : 150 cm/45 kg
Hubungan : anak
Alamat / telepon :-
B. RIWAYAT KEPERAWATAN
1. Genogram
Laki-laki Garis keturunan
Perempuan Tinggal serumah
Garis Hubungan Meninggal
2. Riwayat keluarga
Di keluarga klien tidak ada yang menderita penyakit menurun seperti DM ataupun penyakit
menular seperti TB paru
C. RIWAYAT PEKERJAAN
Sumber-sumber pendapatan & kecukupan terhadap kebutuhan : dari anak tertua dan dari
menantu klien
Penerangan : cukup
WC : jamban
E. RIWAYAT REKREASI
F. SISTEM PENDUKUNG
Perawatan sehari-hari yang di lakukan keluarga : keluarga klien tidak melakukan perawatan
khusus kepada klien di rumah
G. DISKRIPSI KEKHUSUSAN
H. STATUS KESEHATAN
Status kesehatan umum selama setahun yang lalu : setahun terakhir, klienmenderita maag
dan asam urat
Status kesehatan umum selama 5 tahun yang lalu : klien mengatakan tidak prnah menderita
penyakit yang parah, hsnya penyakit biasa
seperti pilek, demam
Keluhan utama
3. Region : di uluhati
4. Severity scale : 4 (0-10)
5. Timing : kadang-kadang
Pemahaman & penatalaksanaan masalah kesehatan : klien mengerti kalau sakit harus ke
puskesmas untuk berobat. .
Obat – obatan :
Penyakit yang pernah di derita : klien menderita maag dan asam urat
IndeksKATZ: A
Oksigenasi : frekuensi nafas 18x/menit, klien tidak
menggunakan alat bantu pernafasan, bernafas melalui
hidung
Cairan & elektrolit : klien minum air putih ± 1000ml/hari, klien minum
kopi setiap pagi
Istirahat & tidur : klien tidur cukup, tidur malam ± 7 jam dan tidur
siang ± 1 jam dalam sehari, klien merasa puas saat
bangun
Status mental
Afasia :-
Bahasa yang digunakan : klien menggunakan bahasa banjar dan dayak dalam
kehidupan sehari-hari
K. TINJAUAN SISTEM
RR : 18x/menit suhu : 36 °C
TB : 150 cm BB : 50 kg
PENGKAJIAN PERSISTEM
3. Polanafas
4. Bunyinafas
a. Normal
1. Nadi
1. GCS : E4 M6 V5
Total GCS : 15
2. Reflex : normal
3. Koordinasi gerak : ya
4. Kejang : tidak
PENGINDERAAN (persepsisensori)
1. Mata (penglihatan)
a. Bentuk : normal
b. Visus :-
c. Pupil : isokor
2. Hidung (penciuman)
a. Bentuk : normal
3. Telinga (pendengaran)
d. Gangguan pendengaran : ya
e. Tinnitus : tidak
4. Perasa : menurun
5. Peraba : menurun
PERKEMIHAN-ELIMINASI URI (B4 : BLADDER)
Warna : kuning
e) Abdomen : kenyal
2. Integument
Akral : hangat
REPRODUKSI
Perempuan :
Payudara
Bentuk : normal
Benjolan : tidakada
Kelamin
Bentuk : normal
Keputihan : tidak ada keputihan
ENDOKRIN
PENGETAHUAN
Pengetahuan klien tentang kesehatan dirinya : klien kurang peka terhadap masalah
kesehatan
ANALISA DATA
Dx.
No. Tujuan Intervensi Rasional
Kep.
1 1 Pasien dapat menerima 1. Lakukan pendekatan dan
1. Agar klien mau
perubahan struktur tubuh bina hubungan saling mengungkapkan masalah nya
terutama pada fungsi percaya dengan pasien
seksual yang dialaminya 2. Bantu pasien untuk
Kriteria hasil: mengekspresikan perubahan
2. Agar pasien lebih bisa
· Mengekspresikan fungsi tubuh termasuk organ
menerima perubahan tersebut
kenyamanan seksual seiring dengan
· Mengekspresikan bertambahnya usia.
kepercayaan diri 3. Berikan pendidikan
kesehatan tentang
penurunan fungsi seksual.
IMPLEMENTASI
Alamat : islam
NO PERYANYAAN JAWABAN
1 Tanggal berapa hari ini ? 28
10 15 - 6 9
Keterangan :
10 15 – 6 √
JUMLAH KESALAHAN :
Tambahkan komentar
7.
Mar
31
Disusun oleh:
Dwi kirnawati
Juliansyah
Fauzi herawan
SAMPIT
KATA PENGANTAR
Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa karena berkat taufik dan
hidayah-Nya, makalah ini dapat diselesaikan. Makalah ini merupakan makalah
pengetahuan bagi mahasiswa/i akper pemkab kotim maupun para pembaca
untuk bidang Ilmu Pengetahuan.
Makalah ini sendiri dibuat guna memenuhi salah satu tugas kuliah
dari dosen mata kuliah Keperawatan Anak I dengan judul “ASUHAN
KEPERAWATAN GERONTIK PADA NY. A DENGAN MASALAH GANGGUAN
AKTIVITAS”. Dalam penulisan makalah ini penulis berusaha menyajikan bahasa
yang sederhana dan mudah dimengerti oleh para pembaca.
Penulis menyadari bahwa makalah ini jauh dari sempurna dan masih
banyak kekurangan. Oleh karenanya, penulis menerima kritik dan saran yang
positif dan membangun dari rekan-rekan pembaca untuk penyempurnaan
makalah ini. Penulis juga mengucapkan banyak terima kasih kepada rekan-rekan
yang telah membantu dalam penyelesaian makalah ini.
Akhir kata, semoga makalah ini dapat memberikan manfaat kepada kita
semua. Amin.
Penulis
DAFTAR ISI
LAPORAN PENDAHULUAN
a. Pengertian
Aktivitas adalah suatu energy atau keadaan bergerak dimana manusia
memerlukannya untuk dapat memenuhi kebutuhan hidup.
b. Epidemologi/insiden kasus
Pemenuhan kebutuhan aktivitas dan latihan biasanya menyangkut tentang
kemampuan untuk mobilisasi secara mandiri.
Gangguan mobilisasi dapat terjadi pada semua tingkatan umur, yang beresiko
tinggi terjadi gangguan mobilisasi adalah orang yang lanjut usia, post cedera dan post
trauma.
c. Etiologi/penyebab
- Kelainan postur
- Gangguan perkembangan otot
- Kerusakan system saraf pusat
- Trauma lanngsung pada system mukuloskeletal dan neuromuscular
- Kekakuan otot
d. Factor predisposisi
- Pengobatan
- Terapi pembatasan gerak
- Kurang pengetahuan tentang manfaat pergerakan fisik
- IMT diatas 75% sesuai dengan usia
- Kerusakan sensori persepsi
- Nyeri, tidak nyaman
- Intoleransi aktivitas/ penurunan kekuatan dan stamina
- Depresi mood dan cemas
- Keengganan untuk memulai gerak
- Gaya hidup menetap, tidak fit
- Malnutrisi umum dan spesifik
- Kehilangan integrasi struktur tulang
- Keterbatasan lingkungan fisik dan social
- Keterbatasan daya tahan kardiovaskuler
- Kepercayaan terhadap budaya berhubungan dengan aktivitas yang tepat
disesuaikan dengan umur
g. Pemeriksaan fisik
a. Tingkat kesadaran
b. Postur/bentuk tubuh
o Skoliosis
o Kiposis
o Lordosis
o Cara berjalan
c. Ekstremitas
o Kelemahan
o Gangguan sensorik
o Tonus otot
o Atropi
o Tremor
o Gerakan tak terkendali
o Kekuatan otot
o Kemampuan jalan
o Kemampuan duduk
o Kemampuan berdiri
o Nyeri sendi
o Kekakuan sendi
h. Pemeriksaan diagnostic
“pemeriksaan kekuatan otot (neuthopografi)”
i. Prognosis
Apabila ada perubahan mobilisasi, maka setiap system tubuh beresiko terjadi
gangguan. Tingkat keparahan dari gangguan tersebut tergantung pada umur klien, dan
kondisi kesehatan secara keseluruhan serta tingkat imobilisasi yang dialami. Misalnya,
perkembangan pengaruh mobilisasi lansia berpenyakit kronik lebih cepat dibandingkan
dengan klien yang lebih muda.
a. Pengkajian
1. Tingkat aktivitas sehari-hari
a. Pola aktivitas sehari-hari
b. Jenis, frekuensi, dan lamanya latihan fisik
2. Tingkat kelelahan
a. Aktivitas yang membuat lelah
b. Riwayat sesak nafas
3. Gangguan pergerakan
a. Penyebab gangguan pergerakan
b. Tanda dan gejala
c. Efek dari gangguan pergerakan
4. Pemeriksaan fisik
a. Tingkat kesadaran
b. Postur bentuk tubuh
c. Rencana keperawatan
1. Untuk diagnose keperawatan intoleransi aktivitas
Intervensi:
o Monitor keterbatasan aktivitas, kelemahan saat aktivitas
o Bantu pasien dalam melakukan aktivitas sendiri
o Catat tanda vital
o Kolaborasi dengan dokter
o Lakukan aktivitas yang adekuat
Rasional:
d. Evaluasi
Evaluasi asuhan keperawatan pada klien terganggu kesejajaran tubuh dan
mobilisasi berdasarkan criteria hasil setiap tujuan keperawatan, yaitu:
- Klien akan mempertahankan rentang gerak pada sendi ekstremitas atas
- Klien akan mengikuti program latihan teratur 3-4 kali sehari dengan
perencanaan pulang
- Klien akan melakukan rentang gerak penuh pada sendi yang sakit
- Tidak ada kontraktur sendi
LAPORAN KASUS
A. DATA BIOGRAFI
Nama : Ny. A
TTL : Sampit, 13 juli 1949
Jenis kelamin : perempuan
Gol. Darah :B
Agama : islam
Pendidikan :-
Status perkawinan : janda
TB/BB : 145 cm, 43 kg
Penampilan : rapi
Ciri-ciri : rambut kelabu, kulit keriput, gigi bersih, warna kulit pucat, agak
bungkuk
Alamat : kelurahan ketapang, kecamatan mentawa baru ketapang, RT 04,
RW 05, kabupaten kotawaringin timur
Orang yang dekat : Ny. K
Hubungan : anak klien
Alamat/telpon : 0852459734xx
B. RIWAYAT KEPERAWATAN
1. Genogram
2. Riwayat keluarga
Klien adalah anak kedua dari sepuluh bersaudara. Suami klien meninggal
sepuluh tahun yang lalu. Dikeluarga klien tidak ada riwayat penyakit
menurun maupun menular berbahaya lainnya. Saat muda klien bekerja
sebagai petani dan suami klien bekerja sebagai tukang kayu. Kedua orang
tua klien bekerja sebagai petani. Sejak kecil hingga menikah klien hidup
serba kekurangan, tapi klien masih bisa membiayai anaknya sekolah. Saat
semua anak klien sudah bekerja dan menikah hidup klien mulai
berkecukupan, tetapi klien sering mengeluhkan nyeri sendi dan postur
tulang punggung klien mulai bungkuk dan klien agak susah saat berjalan.
Tapi klien masih bisa memenuhi kebutuhannya (makan) sendiri namun saat
berjalan ataupun mandi, klien selalu dibantu keluarganya karena klien tidak
kuat berdiri lama.
C. RIWAYAT PEKERJAAN
Saat ini klien sudah tidak bekerja, sebelumnya klien adalah seorang petani, dan jarak
tempat kerjanya dari rumah adalah 1km dan biasa ditempuh klien dengan jalan kaki. Saat
ini pendapatan klien bersumber dari uang yang diberikan anak-anaknya tiap bulan dan
semua kebutuhan klien terpenuhi.
E. RIWAYAT REKREASI
Hobby/ minat klien adalah membuat kue kering. Klien tidak mengikuti kegiatan apapun
dank lien jarang melakukan liburan atau perjalanan kecuali perjalanan pulang kampong
tiap lebaran.
F. SISTEM PENDUKUNG
Rumah klien dekat dengan puskesmas, kurang lebih 500m. jarak antara rumah sakit dengan
rumah klien adalah 2km. Klien jarang mendapatkan pelayanan kesehatan dirumah dan
perawatan sehari-hari yang dilakukan keluarga adalah membantunya berjalan dan mandi.
G. DISKRIPSI KEKHUSUSAN
Klien selalu melaksanakan kebiasaan ritual sholat 5 waktu dirumah setiap harinya.
H. STATUS KESEHATAN
Sejak 5 tahun lalu hingga sekarang klien hanya sering mengeluh nyeri sendi dan pinggang
setiap sebelum tidur, klien juga merasa sering lemah bila terlalu lama berdiri sehingga agak
susah berjalan. Klien tidak memiliki keluhan lain selain hal tersebut.
1. Provocative/palliative : nyeri sendi dan nyeri punggung
2. Quality/Quantity : nyut-nyutan seperti membawa batu
3. Region : di punggung dan seluruh persendian
4. Severity scale :4
5. Timing : setiap sebelum tidur
Pemahaman dan penatalaksanaan masalah kesehatan : bila nyeri muncul klien hanya
menggosok bagian tubuh yang sakit dengan minyak urut dan klien tidak pernah
memeriksakan penyakit yang dideritanya ke dokter ataupun memeriksakan diri ketempat
pelayanan kesehatan lainnya.
Klien tidak memiliki riwayat alergi terhadap obat-obatan, makanan, maupun factor
lingkungan.
Penyakit yang diderita klien adalah reumatik.
J. PSIKOLOGI
Klien merupakan anak kedua dari sepuluh bersaudara yang berusia 62 tahun, klien
menyukai semua bagian tubuhnya, klien ingin hidupnya tenang sampai akhir
hayatnya, klien merasa dirinya berharga karena seluruh keluarganya
menyayanginya. Emosi klien labil, klien gampang tersinggung. Klien dapat
beradaptasi dengan baik terhadap lingkungannya. Mekanisme pertahanan diri
minimal.
Status mental :
Tingkat kesadaran klien compos mentis, klien tidak mengalami dimensia, orientasi
dan bicara klien normal. Bahasa yang digunakan bahasa banjar. Klien mampu
membaca dan mampu berinteraksi dengan lawan bicaranya. Klien tidak memiliki
vertigo.
Short portable mental status questionnaire (SPMSQ) : 3
Mini mental state exam (MMSE) :3
Geriatric depression scale :4
APGAR :7
K. TINJAUAN SISTEM
Keadaan umum klien baik, tingkat kesadaran compos mentis, tanda-tanda vital ; TD:
140/100 mmHg, RR: 20x/menit, Nadi: 82x/menit, suhu: 35,4˚C, TB: 145cm, BB: 43kg.
PENGKAJIAN PERSISTEM
REPRODUKSI
Bentuk payudara klien simetris, tidak ada benjolan, bentuk kelamin normal, tidak ada
keputihan, siklus haid 7hari.
ENDOKRIN
Tidak ada factor alergi dan kelainan endokrin pada klien.
PENGETAHUAN
Klien tidak mengetahui apa penyebab persendian dan punggungnya yang sering sakit, klien
tidak tahu bagaimana cara menghilangkannya. Klien hanya tahu cara menguranginya yaitu
dengan menggunakan minyak urut.
ANALISA DATA
DO:
-k/u lemah
-kesadaran compos mentis
-P: nyeri sendi dan
punggung
-Q: nyut-nyut seperti
membawa batu
-R: di persendian dan
punggung
-S: 4
-T: setiap mau tidur
-klien tidak bisa berdiri
lama
-berjalan ataupun mandi
dibantu keluarga
-TD: 140/100mmHg
-RR: 20x/menit
-N: 82x/menit
-S: 35,4˚C
PRIORITAS MASALAH
1. Gangguan mobilitas fisik
DIAGNOSA MASALAH
1. Gangguan mobilitas fisik b/d kelemahan
RENCANA KEPERAWATAN
Dx.
No. Tujuan Intervensi Rasional
Kep.
1. 1 Setelah dilakukan 1. Pertahanan body aligment
1. Mencegah iritasi dan
tindakan keperawatan, dan posisi yang nyaman komplikasi
diharapkan gangguan
mobilitas fisik
2. Cegah pasien jatuh
berkurang atau teratasi, 2. Mempertahankan keamanan
dengan criteria hasil: pasien
- klien dapat melakukan 3. Lakukan latihan aktif
aktivitas secara adekuat maupun pasif 3. Meningkatkan sirkulasi dan
- k/u baik mencegah kontraktur
- tidak terjadi cidera
- klien meningkatkan 4. Lakukan fisiotheraphy 4. Meningkatkan fungsi paru
aktivitas sesuai batas dada dan postural
toleransi 5. Memaksimalkan mobilisasi
5. Tingkatkan aktivitas sesuai
batas toleransi
IMPLEMENTASI
Dx.
No. Implementasi Evaluasi
Kep.
1. 1 1. mempertahanan body aligment dan posisi S: “saya masih merasa lemah saat
yang nyaman terlalu lama berdiri”
Hasil: klien mempertahankan body aligment.
O:
2. mencegah pasien jatuh -k/u lemah
Hasil: klien dibantu saat berpindah dan mandi -aktivitas klien meningkat
sehingga mencegah terjadinya jatuh -tidak terjadi cidera
DAFTAR PUSTAKA
Rosidawati, dkk. 2008. Mengenal Usia Lanjut dan Perawatannya. Jakarta. Salemba Medika
Stanley Mickey. 2002. Buku Ajar Keperawatan Gerontik. Jakarta. EGC
Diposting 31st March 2012 oleh Inka Februaria
Tambahkan komentar
8.
Mar
31
AKALAH ASUHAN KEPERAWATAN
PADA LANSIA DENGAN GANGGUAN
ELIMINASI (kelompok 3)
MAKALAH
DI SUSUN OLEH:
IRWANSYAH
ALFIANEDI
AKADEMI KEPERAWATAN PEMERINTAH KABUPATEN KABUPATEN
KOTAWARINGIN TIMUR
2012
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas berkat dan rahmatNya
lah kami dapat menyelesaikan makalah ini yang berjudul Makalah Asuhan
Keperawatan Gangguan Eliminasi Pada Lansia”
Makalah ini disusun untuk melengkapi tugas Keperawatan Gerontik. Selain itu
diharapkan makalah ini dapat membantu teman-teman yang lain dalam memahami
konsep eliminasi pada lansia khususnya.
Penulis,
BAB I
PENDAHULUAN
I. LATAR BELAKANG
Menua (menjadi tua) adalah suatu proses secra perlahan – lahan
kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri / mengganti dan mempertahankan
fungsi normalnya sehingga tidak dapat bertahan terhadap infeksi dan memperbaiki
kerusakan yang diderita. Proses menua merupakan proses yang terus – menerus
berlanjut secara alamiah. Dimulai sejak lahir dan umumnya dialami pada semua
makhluk hidup.
Usia lanjut adalah tahap akhir dari siklus hidup manusia, merupakan bagian
dari proses alamiah kehidupan yang tidak dapat dihindarkan dan akan dialami oleh
setiap individu. Penuaan adalah normal, dengan perubahan fisik dan tingkah laku
yang dapat diramalkan terjadi pada semua orang pada saat mereka mencapai usia
tahap perkembangan kronologis tertentu. Ini merupakan suatu fenomena yang
kompleks dan multi dimensional yang dapat diobservasi di dalam satu sel dan
berkembang pada keseluruhan sistem. Walaupun hal itu terjadi pada tingkat
kecepatan yang berbeda, di dalam parameter yang cukup sempit, proses tersebut
tidak tertandingi.
Pada tahap ini individu mengalami banyak perubahan, baik secara fisik
maupun mental, khususnya kemunduran dalam berbagai fungsi dan kemampuan
yang pernah dimilikinya. Perubahan penampilan fisik sebagai bagian dari proses
penuaan yang normal, seperti berkurangnya ketajaman panca indera, menurunnya
daya tahan tubuh , lebih mudah terkena konstipasi merupakan ancaman bagi
integritas orang usia lanjut. Belum lagi mereka masih harus berhadapan dengan
kehilangan peran diri, kedudukan sosial serta perpisahan dengan orang-orang yang
dicintai.
II. TUJUAN PENULISAN
V. SISTEMATIKA PENULISAN
Sistematika penulisan makalah ini yaitu kata pengantar, daftar isi, bab I
pendahuluan yang terdiri dari latar belakang, rumusan masalah, tujuan penulisan,
metode penulisan, dan sistematika penulisan. Bab II berisi tinjauan pustaka. Bab
III penutup yang terdiri dari kesimpulan dan saran. Daftar pustaka.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Eliminasi Urine
Ø Komposisi Urine
3. Gaya hidup
Banyak segi gaya hidup mempengaruhi seseorang dalam hal eliminasi
urine. Tersedianya fasilitas toilet atau kamar mandi dapat mempengaruhi
frekuensi eliminasi. Praktek eliminasi keluarga dapat mempengaruhi
tingkah laku.
4. Stress psikologi
5. Tingkat aktivitas
6. Tingkat perkembangan
7. Kondisi patologis
Eliminasi fekal
Ø Proses Eliminasi
2. Pada lansia banyak makanan yang tidak tercerna dan kadangkadang tak
cukup cairan untuk mencerna sehingga timbul konstipasi.. konstipasi dapat
juga terjadi karena tidak mengkonsumsi makanan yang memadai/kurang
melakukan latihan fisik.
2. Imfaksi fekal : massa fees yang keras di lipatan rectum yang diakibatkan
oleh retensi dan akumulasi material yang berkepanjangan. Biasanya
disebabkan oleh konstipasi.
3. Diare : keluarnya feses cairan dan meningkatnya buang air besar akibat
cepatnya kimus melewati usus besar, sehingga usus besar tidak mempunyai
waktu cukup untuk menyerap air. Diare disebabkan oleh stress fisik, obat-
obatan,alergi dan lain-lain.
1. Gerontologi
2. Geriatri
· Ilmu yang mempelajari proses menjadi tua pada manusia serta akibat
akibatnya pada tubuh manusia. Dengan demikian jelaslah bahwa objek dari
geriatri adalah manusia lanjut usia.
4. Proses Menua
a. Secara individual
3. Tidak ada satu factor pun ditemukan untuk mencegah proses menua.
b. Teori-teori biologi
Menurut teori ini semua telah terprogram secara genetik untuk spesies-
spesies tertentu. Menua terjadi sebagai akibat dari perubahan biokimia
yang diprogram oleh molekul-molekul/DNA dan setiap sel pada saatnya
akan mengalami mutasi. Sebagai contoh yang khas adalah mutasi dari sel-
sel kelamin. (terjadi penurunan kemampuan fungsional sel).
d. Teori stress
Radikal bebas dapat terbentuk di alam bebas, tidak stabilnya radikal bebas
(kelompok atom) mengakibatkan oksidasi oksigen bahan-bahan organik
seperti karbohidrat dan protein. Radikal ini meyebabkan selsel tidak dapat
regenerasi.
g. Teori program
° Ukuran optimum (pola hidup) dilanjutkan pada cara hidup dari lanjut
usia.
Dasar kepribadian/tingkah laku tidak berubah pada lanjut usia. Teori ini
merupakan gabungan dari teori diatas. Pada teori ini menyatakan bahwa
perubahan yang terjadi pada seseorang yang lanjut usia sangat dipengaruhi
oleh tipe personality yang dimilikinya.
a. Hereditas : Keturunan/genetik
b. Nutrisi : Makanan
c. Status kesehatan
d. Pengalaman hidup
e. Lingkungan
f. Stress
Perubahan-perubahan fisik
Sel
1. Berat otak menurun 10-20 % (setiap orang berkurang sel saraf otaknya
dalam setiap harinya).
3. Lambat dalam respon dan waktu untuk bereaksi, khususnya dengan stress.
Sistem pendengaran
Sistem penglihatan
1. Sfingter pupil timbul sklerosis dan hilangnya respon terhadap sinar
Sistem kardiovaskuler
Sistem respirasi
Sistem gastrointestinal
1. Kehilangan gigi, penyebab utama adanya Periodontal disease yang biasa
terjadi setelah umur 30 tahun, penyebab lain meliputi kesehatan gigi yang
buruk dan gizi yang buruk.
2. Indera pengecap menurun, adanya iritasi yang kronis dari selaput lendir,
atropi indera pengecap (± 80 %), hilangnya sensitifitas dari saraf pengecap
di lidah terutama rasa manis dan asin, hilangnya sensitifitas dari saraf
pengecap tentang rasa asin, asam dan pahit.
3. Esofagus melebar.
Sistem reproduksi
2. Atrofi payudara.
Sistem genitourinaria
1. Ginjal
4. Atrofi vulva
5. Vagina
Sistem endokrin
2. Kifosis
1. Pengkajian
a. Eliminasi urine
b. Eliminasi bowel
1. Status gizi
2. Pemasukan diit
9. Keadaan diare.
2. Intervensi
a. Eliminasi Urine
b. Eliminasi Bowel
4. Cukup cairan
I. Data Biografi
Nama : Ny. S
Umur : 74 tahun
Pendidikan : SD
Agama : Islam
TB/BB : 149 cm / 37 kg
Alamat : Sda
Keterangan:
2. Riwayat Keluarga
Klien adalah anak ke-4 dari lima bersaudara, klien dulunya berasal dari
keluarga petani. Ayah dan ibu klien sudah meninggal. Suami klien sudah
meninggal sejak klien berumur 51 tahun. Sekarang klien tinggal ikut anaknya.
Dalam keluarga klien ada yang menderita penyakit stroke yaitu kakak
pertamanya dan sudah meninggal. Dalam lingkungan keluarga klien tidak ada
yang menderita penyakit menular seperti TBparu.
Alamat pekerjaan :-
Transportasi :-
Penerangan : cukup
V. RIWAYAT REKREASI
Status kesehatan umum selama setahun yang lalu :sering pegal-pegal dan
kesemutan pada ektremitas, dan hipertensi
Status kesehatan umum selama lima tahun yang lalu : Klien pernah mederita
sakit stroke dan di opname di RSUD Sragen, Jawa tengah selama 2 minggu
P :-
Q :-
R :-
S :-
T :-
Obat-obatan :-
Makanan :-
Faktor lingkungan :-
Cairan/elektrolit :
Emosi : stabil
Status mental :
· Dimensia : ada
· Orientasi : baik
· Vertigo : ada
PENGKAJIAN PERSISTEM
B1/pernapasan
B2/Kardiovaskuler
· Nadi : 74x/m, reguler dan kuat
B3/ persarafan
· Reflek : normal
1. Mata
· Bentuk : normal
· Visus :-
· Pupil : isokor
· Gerak bola mata : menyempit
2. Hidung
· Bentuk : normal
3. Telinga
· Aurikel : normal
· Tinitus : ada
4. Perasa : normal
5. Peraba : normal
B4/perkemihan
· Masalah kandung kemih : Tidak terjadi nyeri saat BAK, tidak ada distensi
suprapubik , BAK lancar , tidak terjadi infeksi, tidak terjadi terjadi
inkontinensia urine.
· Produksi urin : volume BAK ± 400 ml / hari
· Warna : kuning
· Bau :amoniak
B5/eliminasi alvi
· Lidah : normal
· Abdomen : dintensi
· Obat pencahar :
· Lavamen :
B6/Otot/tulang/integumen
1. Otot-tulang
2. Integumen
REPRODUKSI
Payudara
· Bentuk : simetris
Kelamin
· Bentuk : normal
ENDOKRIN
· Manifestasi :-
· Cara mengatasi :-
Klien tahu bahwa dirinya sakit hipertensi dan rematik, tapi klien menganggap
sakitnya itu adalah sakit orang sudah tua.
ANALISA DATA
DO :
1. Klien hanya makan nasi dan sedikit
sayur mayur.
2. Bising usus 3 x /menit
3. Perkusi abdomen hypertimpani.
RENCANA KEPERAWATAN
tidak bergas.
IMPLEMENTASI
Dx.
No. Implementasi Evaluasi
Kep.
1. 1. 1 1. Mengkaji pengetahuan klien mengenai S: “Saya sudah dapat BAB
pemahaman tentang nutrisi. Hasil: “yang saya dengan lancar, minum sebanyak 5
tahu saya harus makan makanan yang sedikit gelas / hari, mau mencoba
garam agar tensi saya tidak naik. mengkonsumsi sayuran dan buah-
buahan”.
2. Menganjurkan klien makan sayur dan buah.
Hasil: “ saya akan mencoba makan sayur” O:
Bising usus 10x / menit.
3. Menganjurkan klien untuk meningkatkan Makan dengan lauk – pauk dan
intake cairan ± 1500 cc yang dipenuhi secara sayuran.
bertahap. Hasil: “nanti saya akan mencoba Perkusi abdomen tympani.
minum yang banyak”.
A:Masalah teratasi
4. Menganjurkan klien untuk makan makanan
yang tidak bergas. Hasil: “saya akan P: Hentikan intervensi
mengurangi makan singkong”
BAB III
PENUTUP
I. KESIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA
Asfawan. M, Dkk. 1988. Gizi dan Kesehatan Manula (Manusia Lanjut Usia).
Jakarta : PT Mediyatama Sarana Prakarsa
Tambahkan komentar
9.
Mar
31
KELOMPOK 2
2. Edi Taufikurahman
3. Kiki Apriliyanti
4. Novia Yesiana
AKADEMI KEPERAWATAN
2012
KATA PENGANTAR
Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa karena berkat taufik dan hidayah-Nya,
makalah ini dapat diselesaikan. Makalah ini merupakan makalah pengetahuan bagi
mahasiswa/I akper pemkab kotim maupun para pembaca untuk bidang Ilmu Pengetahuan.
Makalah ini sendiri dibuat guna memenuhi salah satu tugas kuliah dari dosen
mata kuliah Keperawatan Gerontik dengan judul Standar ASUHAN KEPERAWATAN
GERONTIK PADA PASIEN LANSIA DENGAN MASALAH PEMENUHAN
KEBUTUHAN KESELAMATAN DAN KEAMANAN. Dalam penulisan makalah ini
penulis berusaha menyajikan bahasa yang sederhana dan mudah dimengerti oleh para
pembaca. Penulis menyadari bahwa makalah ini jauh dari sempurna dan masih banyak
kekurangan. Oleh karenanya, penulis menerima kritik dan saran yang positif dan
membangun dari rekan-rekan pembaca untuk penyempurnaan makalah ini.
Penulis juga mengucapkan banyak terima kasih kepada rekan-rekan yang telah
membantu dalam penyelesaian makalah ini.
Akhir kata, semoga makalah ini dapat memberikan manfaat kepada kita semua.
Amin.
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR
................................................................................................................. i
DAFTAR ISI
............................................................................................................................... ii
BAB I............................................................................................................................
PENDAHULUAN
A. LATAR
BELAKANG............................................................................................... 1
B. TUJUAN PENULISAN
............................................................................................ 2
C. RUMUSAN
MASALAH........................................................................................... 2
D. METODE
PENULISAN............................................................................................ 2
E. SISTEMATIKA
PENULISAN.................................................................................. 2
BAB II PEMBAHASAN
B. KESELAMATAN DAN
KEAMANAN................................................................... 4
BAB III.............................................................................................................................
PENUTUP
A. KESIMPULAN
......................................................................................................... 39
B. SARAN
...................................................................................................................... 39
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Penyakit pada usia lanjut dengan gejala khas yaitu multipatologi (lebih dari satu
penyakit), kemampuan fisiologis tubuh yang sudah menurun, tampilan gejala yang
tidak khas/menyimpang, dan penurunan status fungsional (kemampuan kreraktivitas).
Penyakit-penyakit yang ditemukan pada pasien geriatri umumnya adalah penyakit
degeneratif kronik (Kane, 1994).
Setiap orang pasti ingin memiliki masa tua yang bahagia tetapi keinginan tidaklah
selalu dapat menjadi nyata. Pada kehidupan nyata, banyak sekali lansia-lansia yang
menjadi depresi, stress, dan berpenyakitan. Banyak kita temukan lansia yang dikirim
ke panti jompo dan tidak terurus oleh keluarga, ada lansia yang diasingkan dari
kehidupan anak cucunya meskipun hidup dalam lingkungan yang sama, ada lansia yang
masih harus bekerja keras meskipun sudah tua, dan masih banyak hal-hal lainnya yang
menjadi penyebab (Lueckenotte, 2000; Hall & Hassett, 2002).
B. TUJUAN PENULISAN
C. RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan masalah dalam makalah ini
adalah bagaimana asuhan keperawatan pada lansia (Lanjut Usia) dengan pemenuhan
kebutuhan keselamatan dan keamanan.
D. METODE PENULISAN
Metode yang digunakan dalam penulisan makalah ini yaitu metode kepustakaan
dan dikutip dari sumber-sumber yang dapat dibuktikan kebenarannya.
E. SISTEMATIKA PENULISAN
Sistematika penulisan makalah ini yaitu Kata Pengantar, Daftar Isi, Bab I
Pendahuluan yang terdiri dari Latar Belakang, Rumusan Masalah, Tujuan Penulisan,
Metode Penulisan, dan Sistematika Penulisan. Bab II Pembahasan. Bab III Penutup
yang terdiri dari Kesimpulan dan Saran. Daftar Pustaka.
BAB II
PEMBAHASAN
5. Kolaborasi, perawat juga harus bekerja sama dengan lintas program maupun
secara lintas sektoral dalam pemenuhan kebutuhan keamanan keluarga untuk mencapai
kesehatan dan keamanan keluarga yang optimal.
Keselamatan adalah suatu keadaan seseorang atau lebih yang terhindar dari
ancaman bahaya atau kecelakaan. Kecelakaan merupakan kejadian yang tidak dapat
diduga dan tidak diharapkan yang dapat menimbulkan kerugian, sedangkan keamanan
adalah keadaan aman dan tentram.
KONSEP DASAR
a. Usia
Pada anak-anak tidak terkontrol dan tidak mengetahui akibat dari apa yang dilakukan.
Pada orang tua atau lansia akan mudah sekali terjatuh atau kerapuhan tulang.
b. Tingkat kesadaran
Pada pasien koma, menurunnya respons terhadap rangsang, paralisis, disorientasi, dan
kurang tidur.
c. Emosi
Emosi seperti kecemasan, depresi, dan marah akan mudah sekali terjadi dan
berpengaruh terhadap masalah keselamatan dan keamanan.
d. Status mobilisasi
f. Informasi/komunikasi
h. Keadaan imunitas
Gangguan imunitas akan menimbulkan daya tahan tubuh yang kurang sehingga mudah
terserang penyakit.
Sel darah putih berfungsi sebagai pertahanan tubuh terhadap suatu penyakit.
j. Status nutrisi
Keadaan nutrisi yang kurang dapat menimbulkan kelemahan dan mudah terserang
penyakit, demikian sebaliknya, kelebihan nutrisi berisiko terhadap penyakit tertentu.
k. Tingkat pengetahuan
· Tersedak.
· Jatuh.
· Terpotong.
· Luka bakar.
· Tenggelam.
· Keracunan.
b. Di rumah sakit
· Mikroorganisme.
· Cahaya.
· Kebisingan.
· Temperatur.
· Kelembapan.
· Kesalahan prosedur.
· Peralatan medik.
· Radiasi.
· Syok elektrik.
e. Menghindari kecelakaan:
· Tempat tidur dalam keadaan rendah dan ada penghalang pada pasien
yang gelisah.
h. Memasang label pada obat, botol, dan obat-obatan yang mudah terbakar.
m. Menyiapkan alat pemadam kebakaran dalam keadaan siap pakai dan mampu
menggunakannya.
A. DEFINISI
Jatuh adalah suatu kejadian yang di laporkan penderita atau saksi mata ,yang
melibatkan seseorang mendadak terbaring/terduduk di lantai /tempat yang lebih rendah
atau tanpa kehilangan kesadaran atau luka (Reuben) Jatuh sering terjadi atau dialami
oleh usia lanjut. Banyak faktor berperan di dalamnya ,kelemahan otot ekstremitas
bawah kekakuan sendi, sinkope dan dizzines ,serta faktor ekstrinsik sertai lantai yang
licin dan tidak rata tersandung benda-benda ,pengelihatan kurang terang dan
sebagainya. Tidak mengejutkan bahwa jatuh merupakan kejadian yang mempercepat
patah tulang pada orang dengan kepadatan mineral tulang {Bone Mineral
Density(BMD)} rendah.
Jatuh dapat dicegah sehingga akan mengurangi risiko patah tulang. Jatuh adalah
penyebab terbesar untuk patah tulang pinggul dan berkaitan dengan meningkatnya
risiko yang berarti terhadap berbagai patah tulang meliputi punggung, pergelangan
tangan, pinggul, lengan bagian atas.
Jatuh dapat disebabkan oleh banyak faktor, sehingga strategi pencegahan harus
meliputi berbagai komponen agar sukses. Aktivitas fisik meliputi pola gerakan yang
beragam seperti latihan kekuatan atau kelas aerobik dapat meningkatkan massa tulang
sehingga tulang lebih padat dan dapat menurunkan risiko jatuh.
Banyak hal yang dapat dilakukan untuk mengurangi risiko jatuh dan meminimalisir
dampak dari jatuh yang terjadi. Pedoman yang dikeluarkan oleh American Geriatrics
Society, British Geriatrics Society, dan American Academy of Orthopedi Surgeons
pada pencegahan jatuh meliputi beberapa rekomendasi untuk orang tua(AGS et
al.2001) .
Faktor penyebab jatuh pada lansia dapat dibagi dalam 2 golongan besar, yaitu:
1. Faktor Intrinsik
Faktor instrinsik dapat disebabkan oleh proses penuaan dan berbagai penyakit
seperti Stroke dan TIA yang mengakibatkan kelemahan tubuh sesisi, Parkinson
yang mengakibatkan kekakuan alat gerak, maupun Depresi yang menyebabkan
lansia tidak terlalu perhatian saat berjalan.
2. Faktor Ekstrinsik
Alat-alat atau perlengkapan rumah tangga yang sudah tua atau tergeletak di
bawah, tempat tidur tidak stabil atau kamar mandi yang rendah dan tempat
berpegangan yang tidak kuat atau tidak mudah dipegang, lantai tidak datar, licin
atau menurun, karpet yang tidak dilem dengan baik, keset yang tebal/menekuk
pinggirnya, dan benda-benda alas lantai yang licin atau mudah tergeser, lantai licin
atau basah, penerangan yang tidak baik (kurang atau menyilaukan), alat bantu jalan
yang tidak tepat ukuran, berat, maupun cara penggunaannya.
B. PENCEGAHAN
Pencegahan dilakukan berdasar atas faktor resiko apa yang dapat menyebabkan
jatuh seperti faktor neuromuskular, muskuloskeletal, penyakit yang sedang
diderita, pengobatan yang sedang dijalani, gangguan keseimbangan dan gaya
berjalan, gangguan visual, ataupun faktor lingkungan. dibawah ini akan di uraikan
beberapa metode pencegahan jatuh pada orang tua :
1. Latihan fisik
Latihan fisik diharapkan mengurangi resiko jatuh dengan meningkatkan kekuatan tungkai
dan tangan,memperbaiki keseimbangan, koordinasi, dan meningkatkan reaksi terhadap
bahaya lingkungan,latihan fisik juga bisa mengurangi kebutuhan obat-obatan sedatif.
Latihan fisik yang dianjurkan yang melatih kekuatan tungkai, tidak terlalu berat dan
semampunya, salah satunya adalah berjalan kaki.(1,4,5,6)
2. Managemen obat-obatan
§ Kurangi pemberian obat-obatan yang sifatnya untuk waktu lama terutama sedatif
dan tranquilisers
§ Hindari pemberian obat multiple (lebih dariempat macam) kecuali atas indikasi
klinis kuat
3. Modifikasi lingkungan
Atur suhu ruangan supaya tidak terlalu panas ataudingin untuk menghindari pusing akibat
suhu diantara:
§ Jangan sampai ada kabel listrik pada lantai yang biasa untuk melintas.
§ Pasang pegangan tangan pada tangga, bila perlu pasang lampu tambahan untuk
daerah tangga.
§ Singkirkan barang-barang yang bisa membuat terpeleset dari jalan yang biasa
untuk melintas.
§ Atur letak furnitur supaya jalan untuk melintas mudah, menghindari tersandung.
5. Alas kaki
§ Jangan berjalan hanya dengan kaus kaki karena sulit untuk menjaga
keseimbangan
Terapi untuk pasien dengan gangguan berjalan dan keseimbangan difokuskan untuk
mengatasi atau mengeliminasi penyebabnya atau faktor yang mendasarinya.
§ Apabila pada lansia yang kasus gangguan berjalannya tidak dapat ditangani
dengan obat-obatan maupun pembedahan. Oleh karena itu, penanganannya
adalah dengan alat bantu jalan seperti cane (tongkat), crutch (tongkat ketiak)
dan walker. (Jika hanya 1 ekstremitas atas yang digunakan, pasien dianjurkan
pakai cane). Pemilihan cane type apa yang digunakan, ditentukan oleh
kebutuhan dan frekuensi menunjang berat badan. Jika ke-2 ekstremitas atas
diperlukan untuk mempertahankan keseimbangan dan tidak perlu menunjang
berat badan, alat yang paling cocok adalah four-wheeled walker. Jika kedua
ekstremitas atas diperlukan untuk mempertahankan keseimbangan dan
menunjang berat badan, maka pemilihan alat ditentukan oleh frekuensi yang
diperlukan dalam menunjang berat badan.
§ Berhenti merokok
§ Latihan fisik
ASUHAN KEPERAWATAN
Pengkajian
1. Faktor-faktor yang berhubungan dengan sistem sensori komunikasi pasien seperti adanya
perubahan perilaku pasien karena gangguan sensori komunikasi:
a. Halusinasi;
d. Ilusi;
f. Perasaan terasing;
g.Kurangnya konsentrasi;
a. Kesadaran menurun;
b.Kelemahan fisik;
c. Imobilisasi;
Pengkajian resiko (Risk assessment tools) dan adanya bahaya dilingkungan klien
(home hazards appraisal).
a. Resiko Jatuh
b. Riwayat kecelakaan
c. Keracunan
Beberapa anak dan orang tua sangat beresiko tinggi terhadap keracunan. Pengkajian
meliputi seluruh aspek pengetahuan keluarga tentang resiko bahaya keracunan dan
upaya pencegahannya.
d. Kebakaran
Beberapa penyebab kebakaran dirumah perlu ditanyakan tentang sejauh mana klien
mengantisipasi resiko terjadi kebakaran, termasuk pengetahuan klien dan keluarga
tentang upaya proteksi dari bahaya kecelakaan akibat api.
e. Pengkajian Bahaya
Meliputi mengkaji keadaan: lantai, peralatan rumah tangga, kamar mandi, dapur, kamar
tidur, pelindung kebakaran, zat-zat berbahaya, listrik, dll apakah dalam keadaan aman
atau dapat mengakibatkan kecelakaan.
Gangguan keamanan berupa jatuh di rumah pada lansia memiliki insidensi yang cukup
tinggi, banyak diantara lansia tersebut yang akhirnya cedera berat bahkan meninggal.
Bahaya yang menyebabkan jatuh cenderung mudah dilihat tetapi sulit untuk diperbaiki,
oleh karena itu diperlukan pengkajian yang spesifik tentang keadaan rumah yang
terstuktur.
Contoh pengkajian checklist pencegahan jatuh pada lansia yang dikeluarkan oleh
Departemen kesehatan dan pelayanan masyarakat Amerika.
Diagnosa Keperawatan dan Intervensi (Tarwoto dan Wartonah)
1. Risiko injuri
Definisi: kondisi dimana pasien berisiko mengalami injuri akibat hubungannya dengan
kondisi lingkungan, adaptasi, dan sumber-sumber yang mengancam.
b. Kelemahan;
c. Gangguan kesadaran;
e. Epilepsi;
f. Episode kejang;
g. Vertigo;
h. Gangguan persepsi.
a. AIDS;
b. Demensia;
d. Epilepsi;
e. Penyakit perdarahan.
a. Cek keadaan pasien setiap jam dan berikan penghalang pada tempat
tidurnya
j. Lakukan kajian keadaan kulit pasien dan gunakan tempat tidur khusus
untuk mencegah dekubitus
Y Rasional:
a. Pencegahan primer
e. Mempertahankan keamanan
f. Mencegah aspirasi
g. Mencegah jatuh
h. Mencegah kecelakaan akibat gangguan sensori
i. Mencegah kecelakaan
k. Mencegah injuri
2. Perubahan proteksi
a. Defisit imunologi;
b. Malnutrisi;
a. Riwayat kecelakaan;
b. Nutrisi kurang;
c. Gangguan darah;
d. Pembedahan;
f. Penyakit imunitas;
g. AIDS.
Y Intervensi:
d. Monitor tanda vital, integritas kulit, efek obat, dan pendarahan dari bekas
suntikan
· Pemberian pengobatan
· Mempertahankan keamanan
· Teknik isolasi
Y Rasional:
e. Menghindari pendarahan
Definisi: kondisi di mana pasien mempunyai risiko yang tinggi terhadap masuknya virus
penyakit.
b. Kerusakan jaringan;
d. Prosedur invasif;
e. Malnutrisi;
f. Penyakit kronis.
a. Kondisi kulit;
b. Nilai laboratorium;
a. AIDS;
Y Intervensi:
· Hidup sehat
Y Rasional:
e. Mencegah komplikasi
Seorang klien mengalami masalah keperawatan resiko tinggi terjadinya cidera bila kondisi
lingkungan dan adaptasi atau pertahanan seseorang beresiko menimbulkan cedera.
§ Resiko terjadinya keracunan: adanya resiko terjadinya kecelakaan akibat terpapar, atau
tertelannya obat atau zat berbahaya dalam dosis yang dapat menyebabkan keracunan.
§ Resiko terjadinya sufokasi: adanya resiko kecelakaan yang menyebabkan tidak adekuatnya
udara untuk proses bernafas.
§ Resiko terjadinya trauma: adanya resiko yang menyebabkan cedera pada jaringan (ms. Luka,
luka bakar, atau fraktur).
§ Respon alergi lateks: respon alergi terhadap produk yang terbuat dari lateks.
§ Resiko respon alergi lateks: kondisi beresiko terhadap respon alergi terhadap produk yang
terbuat dari lateks.
§ Resiko terjadinya aspirasi: klien beresiko akan masuknya sekresi gastrointestinal, sekresi
orofaringeal, benda padat atau cairan kedalam saluran pernafasan.
§ Resiko terjadinya sindrom disuse (gejala yang tidak diinginkan): klien beresiko terhadap
kerusakan sistem tubuh akibat inaktifitas sistem musculoskeletal yang direncanakan atau
tidak dapat dihindari.
2. Perencanaan
Secara umum rencana asuhan keperawatan harus mencakup dua aspek yaitu:
Tujuan: Klien memperlihatkan upaya menghindari cedera (jatuh) atau cidera (jatuh) tidak
terjadi
Kriteria hasil: Setelah dilakukan tindakan keperawatan berupa modifikasi lingkungan dan
pendidikan kesehatan dalam 1 hari kunjungan diharapkan Klien mampu:
c. Melaporkan penggunaan cara yang tepat dalam melindungi diri dari cidera.
3. Intervensi
Secara umum kriteria hasil paling penting pada kasus resiko tinggi cidera adalah
membantu klien untuk mengidentifikasi bahaya, dan mampu melakukan tindakan
menjaga keamanan. Kriteria hasil yang lebih spesifik diantaranya, Klien mampu:
mengidentifikasi bahaya lingkungan yang dapat meningkatkan kemungkinan
cidera, mengidentifikasi tindakan preventif atas bahaya tertentu, melaporkan
penggunaan cara yang tepat dalam melindungi diri dari cidera.
A. DATA BIOGRAFI
Nama : Ny. M
Pendidikan : SD
Agama : Islam
Ciri-ciri Tubuh : Kulit keriput, ada bekas luka gores di lutut kiri,
kifosis
B. RIWAYAT KEPERAWATAN
1. Genogram
Klien adalah anak ketiga dari 3 orang bersaudara. Merupakan anak dari pasangan petani.
Ayah klien meninggal dunia saat klien duduk di kelas 4 SD. Sedangkan ibu klien
meninggal saat klien kelas 6 SD. Klien sendiri tidak tahu penyakit apa yang pernah diderita
oleh mendiang orang tuanya. Setelah orang tua klien meninggal dunia, awalnya klien
tinggal bertiga dengan saudara-saudara klien saja sebelum akhirnya kakak pertamanya
menikah. Klien akhirnya tinggal berdua dengan kakak keduanya sampai akhirnya kakak
klien juga menikah. Klien lupa kapan tepatnya klien menikah. Klien menikah dengan
seorang guru dan memiliki 4 orang anak. Setelah suami klien meninggal dunia tahun 2003
karena stroke, klien tinggal dengan anak bungsunya di rumah.
C. RIWAYAT PEKERJAAN
Alamat Pekerjaan : -
Alat Transportasi : -
Pekerjaan Sebelumnya : -
Alat Transportasi : -
Sumber pendapatan didapat dari hasil pensiunan suami klien dan dari penghasilan
anak-anak klien terutama anak bungsu klien.
Penerangan : Cukup
Derajat privasi :
E. RIWAYAT REKREASI
F. SISTEM PENDUKUNG
Perawat : Ny.N
Klinik : - Jarak
Makanan yg dihantarkan : -
Perawatan sehari-hari yang dilakukan di rumah: -
Lain-lain : -
G. DISKRIPSI KEKHUSUSAN
H. STATUS KESEHATAN
Setahun yang lalu klien sempat dirawat di RS karena mengalami kecelakaan lalu lintas
dengan anak klien. Klien mengalami luka lecet di pergelangan tangan dan kaki klien.
Klien sering mengeluh sakit di punggung, dan lutut klien terasa ngilu. Keluhan itu
berlangsung sampai sekarang. Klien juga punya riwayat penyakit gastritis.
2. Quality/Quantity : ngilu-ngilu
klien menyadari dirinya sudah lansia dan sering sakit-sakitan. Klien tergolong orang yang
peduli terhadap kesehatannya, kalau sakit klien akan segera berobat. Klien juga tahu kalau
dia menderita arthritis gout atau umumnya dikenal oleh orang awam (termasuk klien)
dengan asam urat. Tapi klien sendiri tidak tahu dengan jelas apa sebenarnya asam urat itu
sendiri dan obat-obat apa yang diminum klien selama ini.
§ Obat-obatan:
Menurut klien obat yang diminumnya adalah paracetamol dan vitamin (karena sampel
sudah tidak ada)
Obat-obatan : -
Makanan : -
Faktor Lingkungan : -
Indeks KATZ : A
Cairan & Elektrolit : Klien minum ±4-6 gelas/hari, klien suka minum kopi
Status mental
Afasia : -
Demensia : Tidak
Orientasi : Normal
Bicara : Normal
Vertigo : Tidak
APGAR : 6 (Sedang)
K. TINJAUAN SISTEM
L. PENGKAJIAN PERSISTEM
3. Pola Nafas
4. Bunyi Nafas
c. Abnormal : -
d. Resonen lokal : -
5. Pergerakan dada : -
1. Nadi
6. Edema : Tidak
1. GCS
Total GCS: 14
2. Refleks : Normal
3. Koordinasi gerak : Ya
4. Kejang : Tidak
5. Lain-lain : -
§ PENGINDERAAN (PERSEPSI SENSORI)
1. Mata (Penglihatan)
a. Bentuk : Normal
b. Visus : -
c. Pupil : Isokor
2. Hidung (Penciuman)
a. Bentuk : Normal
3. Telinga (Pendengaran)
a. Aurikel : Normal
c. Otorrhae : Tidak
d. Gangguan Pendengaran : Ya
e. Tinitus : Ya
4. Perasa : Normal
5. Peraba : Normal
Frekuensi : 2-6x/hari
Bau : Amoniak
b. Lidah : Hiperemik
e. Abdomen : Kenyal
h. Asites : Tidak
Lavemen : Tidak
2. Integumen
Akral : Hangat
M. REPRODUKSI
Perempuan:
N. ENDOKRIN
O. PENGETAHUAN
Pengetahuan klien tentang kesehatan dirinya: klien menyadari dirinya sudah lansia dan
akan rentan terhadap sakit. Klien memang selalu berobat tiap kali dia sakit. Tapi klien
tidak mengerti manfaat obat-obatan yang didapatnya secara spesifik.
ANALISA DATA
DO:
- klien tampak memijat kedua kakinya
- klien tampak hati-hati saat merubah
posisi dari duduk jadi berdiri
- klien kifosis
Penumpukan
1. P : penumpukan Kristal asam urat Nyeri akut
Kristal asam urat
Q : ngilu, cenat-cenut
R ; di daerah lutut paling terasa sakit,
selain itu juga terasa sakit di punggung
sampai daerah pinggang
S : 6 (dari 0-10)
T : di daerah lutut paling terasa sakit,
selain itu juga terasa sakit di punggung
sampai daerah pinggang
RENCANA KEPERAWATAN
Dx.
No. Tujuan Intervensi Rasional
Kep.
1. 1 Setelah dilakukan 1. Kaji karakteristik nyeri 1. Nyeri merupakan respon
tindakan keperawatan subjektif yang dapat dikaji
selama 2x24 jam dengan menggunakan skala
diharapkan nyeri hilang nyeri.
atau terkontrol dengan
kriteria hasil: 2. Bantu klien dalam 2. Nyeri mungkin
1. Klien tidak mengidentifikasi faktor dipengaruhi oleh kecemasan
mengungkapkan pencetus atau peradangan pada sendi
perasaan nyeri
2. Gerak tidak terbatas 3. Akan melancarkan
3. Aktivitas bisa sedikit peredaran darah sehingga
meningkat 3. Ajarkan relaksasi: teknik kebutuhan oksigen pada
4. Skala nyeri 0 (dari 0- terkait ketegangan otot jaringan terpenuhi dan
10) rangka yang dapat mengurangi nyeri
5. Menunjukkan mengurangi intensitas
ekspresi rileks nyeri 4. Pengetahuan tersebut
membantu mengurangi
nyeri dan dapat membantu
4. Tingkatkan pengetahuan meningkatkan kepatuhan
tentang penyebab nyeri klien terhadap rencana
dan hubungan dengan terapeutik
berapa lama nyeri akan
berlangsung 5. Pemakaian alkohol,
kafein, dan oba-obatan
diuretik akan menambah
peningkatan kadar asam urat
5. Anjurkan klien untuk dalam serum.
tidak meminum minuman
seperti alkohol, kafein atau
mengonsumsi obat-obatan
diuretik, tapi perbanyak
minum air putih
2. 2 Setelah dilakukan
1. Kaji adanya faktor-faktor
1. Mengidentifikasi adanya
tindakan perawatan resiko injuri pada klien. faktor-faktor resiko yang
selama 2x24 jam mungkin akan timbul
diharapkan cidera tidak 2. Lakukan modifikasi
terjadi dengan kriteria lingkungan agar lebih2. Mengurangi risiko injuri
hasil: aman sesuai hasil akibat lingkungan yang tidak
1. Mengidentifikasi pengkajian terhadap resiko aman
bahaya apa saja yang injuri
dapat meningkatkan
kemungkinan cidera3. Monitor klien secara
terutama bahaya berkala terutama 2 hari3. Mencegah kecelakaan
lingkungan pertama kunjungan rumah akibat faktor-faktor resiko
2. Mengidentifikasi yang mungkin terjadi dan
tindakan preventif atas dialami oleh klien
bahaya tertentu 4. Ajarkan klien dan
3. Melaporkan keluarga tentang upaya 4. Mencegah komplikasi
penggunaan cara yang pencegahan cidera akibat injuri dan
tepat dalam melindungi mempertahankan keamanan
diri dari cidera.
Dx.
No. Implementasi Evaluasi
Kep.
1. 1. 1 1. Mengkaji karakteristik nyeri (22/3/2012) S: “kaki saya masih terasa ngilu”
Hasil: nyeri dirasakan dominan dilutut, selain
itu nyeri juga dirasakan pada punggung O:
sampai kedaerah pinggang dengan skala nyeri- klien menunjukkan bagian
6 (dari 0-10) kakinya yang sakit, tepatnya
2. Membantu klien dalam mengidentifikasi dilutut.
factor pencetus (22/3/2012) - Klien kifosis
Hasil: nyeri karena terjadinya penumpukan- Tampak hati-hati dan pelan saat
kristal asam urat pada sendi berjalan
3. Mengajarkan relaksasi: anjurkan klien untuk- Ekspresi wajah sedikit meringis
menggunakan air hangat untuk mandi- Saat merubah posisi dari duduk
(22/3/2012) jadi berdiri, tampak hati-hati
Hasil: klien memahami anjuran yang
diberikan dan akan mulai melakukan apa yang A: Masalah belum teratasi
dianjurkan
4. Meningkatkan pengetahuan tentang P: Lanjutkan Intervensi
penyebab nyeri dan hubungan dengan berapa - Kaji karakteristik nyeri
lama nyeri akan berlangsung (22/3/2012) - Bantu klien dalam
Hasil: klien masih belum sepenuhnya mengidentifikasi faktor pencetus
memahami HE yang diberikan. Klien hanya
tahu kalau dirinya mengalami asam urat - Ajarkan relaksasi: teknik terkait
begitu saja. ketegangan otot rangka yang dapat
5. Menganjurkan klien untuk tidak meminum mengurangi intensitas nyeri
minuman seperti alkohol, kafein atau - Tingkatkan pengetahuan tentang
mengonsumsi obat-obatan diuretik, tapi penyebab nyeri dan hubungan
perbanyak minum air putih (22/3/12) dengan berapa lama nyeri akan
Hasil: Karena klien suka kopi, klien berlangsung
mengatakan kalau klien akan mencoba Anjurkan klien untuk tidak
mengurangi minum kopi secara bertahap meminum minuman seperti
setelah mendengar anjuran yang diberikan dan alcohol, kafein atau obat-obatan
akan minum air putih lebih sering diuretik, tapi perbanyak minum air
dibandingkan dengan kopi. putih
2. 2. 2 1. Mengkaji adanya faktor-faktor resiko injuri S: -
pada klien (22/3/2012)
2. Hasil: faktor resiko yang ditemukan yaitu: O:
a. adanya nyeri pada ekstremitas yang akan- Fokus penglihatan mulai
mengurangi fleksibelitas dalam bergerak, berkurang
klien rentan terjatuh - Lapang pandang menyempit
b. Penurunan sensori penglihatan - Aktivitas terbatas karena sakit
c. Lingkungan yang kurang kondusif/ tidak pada ekstrimitas dan punggung,
adekuat gerak agak pelan dan hati-hati
3. Melakukan modifikasi lingkungan agar lebih- Lingkungan sudah dibersihkan
aman sesuai hasil pengkajian (22/3/2012) dari faktor-faktor resiko
4. Hasil: bersama keluarga klien membersihkan- WC masih berpotensi
lingkungan rumah klien, termasuk halaman menimbulkan injuri bagi klien
belakang yang beresiko tinggi menyebabkan karena lantainya yang agak licin
injuri atau trauma dengan membuang
pecahan-pecahan kaca, duri ataupun lumut A: Masalah teratasi sebagian
yang bisa menyebabkan klien jatuh
P: Lanjutkan Intervensi
5. Memonitor klien secara berkala terutama -2 Kaji adanya faktor-faktor resiko
hari pertama kunjungan rumah (22/3/2012) injuri pada klien
6. Hasil: masih terdapat faktor resiko injuri di
- Lakukan modifikasi lingkungan
sekitar klien agar lebih aman sesuai hasil
pengkajian terhadap resiko injuri
7. Mengajarkan klien dan keluarga tentang
- Monitor klien secara berkala
upaya pencegahan cidera (22/3/2012) terutama 2 hari pertama kunjungan
Hasil: klien dan keluarga memahami apa yang rumah
diajarkan seperti mengatur pencahayaan di
- Ajarkan klien dan keluarga
rumah (karena klien mengalami penurunan
sensori), menjaga lingkungan agar tetap bersih tentang upaya pencegahan cidera
dan tidak menimbulkan resiko cidera dan
komplikasi cidera bagi klien
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Kebutuhan Keselamatan dan Keamanan juga merupakan kebutuhan dasar bagi lansia.
Di sini perawat dalam pemenuhan kebutuhan keamanan dapat berperan secara
langsung maupun tidak langsung yaitu sebagai Pemberi Perawatan Langsung (care
giver), Pendidik, Pengawas Kesehatan, Konsultan, dan Kolaborasi. Keselamatan
adalah suatu keadaan seseorang atau lebih yang terhindar dari ancaman bahaya atau
kecelakaan, sedangkan keamanan adalah keadaan aman dan tentram.
B. SARAN
http://www.stikeskabmalang.wordpress.com/2009/09/19/pengkajian-dan-pencegahan-
jatuh-pada-lansia/
http://www.cita09060144.student.umm.ac.id/2010/02/05/peran-perawat-dalam-
pemenuhan-kebutuhan-keamanan-dan-keselamatan/
Diposting 31st March 2012 oleh Inka Februaria
Tambahkan komentar
10.
Mar
31
BAMBANG SURYADINOR
NITA RAHMADANI
SUMIRLAN TRISNO
AKADEMI KEPERAWATAN
2012
KATA PENGANTAR
Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa karena berkat taufik dan hidayah-
Nya, makalah ini dapat diselesaikan. Makalah ini merupakan makalah pengetahuan
bagi mahasiswa/i akper pemkab kotim maupun para pembaca untuk bidang Ilmu
Pengetahuan.
Makalah ini sendiri dibuat guna memenuhi salah satu tugas kuliah dari
dosen mata kuliah Keperawtan Gerontik dengan judul “ASUHAN KEPERAWATAN
PADA LANSIA DENGAN GANGGUAN PEMENUHAN KEBUTUHAN NUTRISI”.
Dalam penulisan makalah ini, penulis berusaha menyajikan bahasa yang
sederhana dan mudah dimengerti oleh para pembaca.
Penulis menyadari bahwa makalah ini jauh dari sempurna dan masih banyak
kekurangan. Oleh karenanya, penulis menerima kritik dan saran yang positif dan
membangun dari rekan-rekan pembaca untuk penyempurnaan makalah ini. Penulis
juga mengucapkan banyak terima kasih kepada rekan-rekan yang telah membantu
dalam penyelesaian makalah ini.
Akhir kata, semoga makalah ini dapat memberikan manfaat kepada kita semua.
Amin.
Penulis
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
BAB II PEMBAHASAN
2.1. PENGERTIAN........................................................................................ 3
2.7. ASKEP.................................................................................................... 12
A. KESIMPULAN ....................................................................................... 13
B. SARAN ................................................................................................... 13
DAFTAR PUSTAKA
LAPORAN KASUS
BAB I
PENDAHULUAN
1.2. Tujuan
Setelah membaca makalah ini di harapkan mahasiswa mampu
melakukan Asuhan Keperawatan Dengan Gangguan Nutrisi Pada Lansia
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian
Nutrisi adalah zat-zat gizi atau zat-zat lain yang berhubungan dengan
kesehatan dan penyakit, termasuk keseluruhan proses dalam tubuh manusia
untuk menerima makanan atau bahan-bahan dari lingkungan hidupnya dan
menggunakan bahan-bahan tersebut untuk aktivitas penting dalam tubuh serta
mengeluarkan sisanya. Nutrisi juga dapat dikatakan sebagai ilmu tentang
makanan, zat-zat gizi dan zat-zat lain yang terkandung, aksi, reaksi, dan
keseimbangan yang berhubungan dengan kesehatan dan penyakit.
Nutrisi yang adekuat merupakan suatu komponen esensial pada
kesehatan lansia. Faktor-faktor fisiologis yang dapat dikaitkan dengan
kebutuhan nutrisi yang unik pada lansia adalah menurunnya sensitivitas
olfaktorius, perubahan persepsi rasa dan peningkatan kolesistokinin yang
dapat memengaruhi keinginan untuk makan dan peningkatan rasa
kenyang. Proses penuaan itu sendiri sebenarnya tidak mengganggu proses
penyerapan vitamin pada berbagai tingkatan yang luas. Namun, laporan-
laporan terakhir mengindikasikan bahwa lansia mengalami defisiensi
vitamin B12, vitamin D dan asam folat. Perubahan-perubahan dan
kebutuhan mineral meliputi rendahnya kebutuhan akan zat besi pada
wanita lansia daripada wanita usia produktif. Asupan kalsium sebagai
salah satu mineral esensial lainnya bagi lansia sekitar 600 mg per hari untuk
wanita. Hal ini hanya menggambarkan 30 sampai 40% dari tingkat
kebutuhan yang disarankan. Suplemen kalsium tidak akan diabsorpsi
secara merata. Karena perbedaan derajat keasaman yang dibutuhkan untuk
absorpsi yang sesuai, kalsium sitrat malat merupakan bentuk yang lebih
dipilih untuk diberikan bagi lansia yang mengalami hipoklohidria atau
aklorhidria. Pada proses penuaan yang normal, peningkatan jaringan
adipose secara normal dapat menyertai penurunan massa tubuh dan cairan
tubuh total.
PENUTUP
3.1 KESIMPULAN
3.2 SARAN
Tanggal Pengkajian : 25
Maret 2012
A. DATA BIOGRAFI
Nama :Tn “S”
TTL :Sampit, 20 Oktober 1945
Jenis Kelamin :laki-laki
Pendidikan : SMA
Agama : Islam
Status Perkawinan :Duda
TB / BB : 162 cm, 50 Kg
Penampilan :Rapih danbersih Ciri – ciri tubuh :Kurus
Alamat : Jl. Merdeka, Kel. Ketapang RT 3 RW V
Kec.Mentawa Baru Hilir Telp/ Hp : -
Kabupaten. Kotawaringin Timur
Orang Yang Dekat :Ny “E”
Hubungan :Anak
Alamat / Telepon : Jl. Merdeka No.45
B. RIWAYAT KEPERAWATAN
1. Genogram
Keterangan :
: Laki-laki
: Perempuan
: Meninggal dunia
: Tinggal serumah
: Garis pernikahan
: Garis keturunan
: Klien
2. RiwayatKeluarga
Klien seorang duda, mempunyai anak satu. Klien hidup bersama anak
laki-lakinya. Di keluarga klien tidak ada yang menderita penyakit
seperti diabetes, hipertensi, asma, TB, atau hepatitis.
C. RIWAYAT PEKERJAAN
Pekerjaan saat ini : Berkebun
Alamat pekerjaan : Jl. MajuMundur
Jarak dari rumah : ± 1km
Alat transportasi : Jalan kaki
Pekerjaan sebelumnya : Swasta
Jarak darirumah : ± 3 Km
Alat transportasi : Sepeda Motor
Sumber-sumber Pendapatan & Kecukupan Terhadap Kebutuhan:
Pendapatan berasal dari hasil berkebun dan dibiayai oleh anak.
E. RIWAYAT REKREASI
Hobbi / Minat : Memancing
KeanggotaanOrganisasi : Pengajian
Liburan / Perjalanan : Jalan – jalan, berkunjung ketempat Anak
F. SISTEM PENDUKUNG
Perawat / Bidan / Dokter / Fisioterapi : Perawat
Jarak Dari Rumah : ±1 Km
RumahSakit : Ada Jarak ±5 Km
Klinik : Ada Jarak ±4 Km
Pelayanan Kes. Dirumah : Tidakada
Makanan Yang dihantarkan : Tidakada
Perawatan Sehari-hari Yang Dilakukan Keluarga : Check Up kePuskesmas
G. DISKRIPSI KEKHUSUSAN
Kebiasaan Ritual : klien shalat 5 waktu, klien kadang menjalankan shalat
tahajud.
Yang Lainnya : Tidakada
H. STATUS KESEHATAN
Status Kesehatan Umum Selama SetahunYangLalu : klien pernah menderita
Anemia
Status KesehatanSelama 5 Tahun Yang Lalu : Tidak ada masalah
KeluhanUtama :
Klien mengatakan tidak nafsu makan
Alergi :
Obat-Obatan :Tidakada
Makanan :Tidakada
FaktorLingkungan : Tidakada
K. TINJAUAN SISTEM
KeadaanUmum :Baik
TB 168 cm BB 50kg
PENGKAJIAN PERSISTEM
4) PENGINDERAAN
1. Mata (Penglihatan)
a. Bentuk : Normal
b. Pupil : Ishokor
c. Gerak Bola Mata : Normal
d. Medan Penglihatan : Normal
e. ButaWarna : Tidak
f. TekananInraOkuler : Tidak
2. Hidung (Penciuman)
Bentuk : Normal
GangguanPenciuman : Tidak
3. Telinga (Pendengaran)
a. Aurikel : Normal
b. Membran Tympani : Terang
c. Otorrchea : Tidak
d. GangguanPendengaran : Tidak
e. Tinitus : Tidak
4. Perasa : Normal
5. Peraba : Normal
4 4
4 4
Fraktur : Tidak
Dislokasi :Tidak
Haemotom : Tidak
2. Integumen
Warna Kulit : Kuning langsat
Akral : Hangat
Turgor : Tidakelastis
Tulang Belakang : Normal
8) REPRODUKSI
Laki-laki :
Kelamin Bentuk : Normal
Kebersihan Alat Kelamin : Bersih
9) ENDOKRIN
1. Faktor Alergi : Tidak
Manifestasi : Tidakada
Cara Mengatasi : Tidakada
2. Kelainan Endokrin : Tidakada
10) PENGETAHUAN
Pengetahuan klien tentang kesehatan dirinya :
Klien mengetahui tentang kondisi kesehatannya dan klien sering cek up
untuk kesehatannya
ANALISA DATA
DO :
- Gigi tidak lengkap
- Lidah ada sariawan
- PolaMakan : 2x/hr, Ketidak
hanyamampumenghabiskan ¼ porsimakanan Intake yang seimbangan
- Konjugtiva anemis tidakadekuat nutrisi : nutrisi
- BB sebelumnya= 51 kg, BB saatini 50 kg kurang dari
- Klien kurang makan sayur dan jarang makan kebutuhan tubuh
buah-buahan
- klienhidupsendiri
RENCANA KEPERAWATAN
Dx.
No. Tujuan Intervensi Rasional
Kep.
1. 1 Setelah dilakukan 1. Timbang berat badan 1. R/mengetahui perubahan
tindakan keperawatan setiap hari keadaan umum nutrisi pada
selama 1x24 jam klien
diharapkan
ketidakseimbangan 2. Anjurkan makan sedikit 2. R/Dilatasi gaster dapat
nutrisi : nutrisi kurang tapi sering terjadi bila pemberian
dari kebutuhan tubuh makan terlalu cepat setelah
teratasi dengan periode puasa
Kriteria hasil :
1. Nafsu makan 3. Anjurkan makan-makanan3. R/membantu meningkatkan
meningkat yang lunak dan mudah intake makanan
2. Berat badan meningkat dicerna.
3. Adanya perubahan pola
makan 4. Membantu meningkatkan
4. Konjungtiva normal 4. Anjurkan keluarga untuk nafsu makan
5. Klien tampak tidak menyediakan makanan
lemah kesukaan klien.
5. R/ Mencegah terjadinya
5. Anjurkan makan makanan mual dan membantu
yang disajikan dalam meningkatkan nafsu makan
kondisi hangat
Dx.
No. Implementasi Evaluasi
Kep.
1. 1. 1 Tgl 25 Maret 2012 (09.00 wib) 26 Maret 2012 (09.00 wib)
DS : “Saya sudah
1. Menimbang berat badan setiap hari menghabiskan setengah porsi
Hasil : BB = 50 kg makanan”
Lihat komentar
ASUHAN KEPERAWATAN LANSIA
DENGAN GANGGUAN PSIKOLOGI DAN
PSIKOSOSIAL
Jumat, 27 Juni 2014
Asuhan Keperawatan Lansia Dengan Gangguan Psikologi Dan Psikokosial
BAB 1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Lanjut usia adalah suatu kejadian yang pasti akan dialami oleh semua orang yang dikarunia
usia panjang, terjadi tidak bisa dihindari oleh siapapun, namun manusia dapat berupaya untuk
menghambat kejadiannya (Arya, 2008). Proses menua (aging) adalah proses alami yang disertai
adanya penurunan kondisi fisik, psikologis maupun sosial yang saling berinteraksi satu sama lain.
Keadaan itu cenderung berpotensi menimbulkan masalah kesehatan secara umum maupun
kesehatan jiwa secara khusus pada lansia (Kuntjoro, 2002).
Lansia tidak hanya meliputi aspek biologis, tetapi juga psikologis dan sosial. Lansia banyak
menghadapi berbagai masalah kesehatan yang perlu penanganan segera dan terintegrasi
(Akhmadi, 2009).Menurut Laksamana (1983:77), perubahan yang terjadi pada lansia dapat
disebut sebagai perubahan `senesens` dan perubahan 'senilitas'. Perubahan `senesens' adalah
perubahan-perubahan normal dan fisiologik akibat usia lanjut. Perubahan 'senilitas' adalah
perubahan-perubahan patologik permanent dan disertai dengan makin memburuknya kondisi
badan pada usia lanjut. Sementara itu, perubahan yang dihadapi lansia pada umumnya adalah
pada bidang klinik, kesehatan jiwa dan problema bidang sosio ekonomi. Oleh karena itu lansia
adalah kelompok dengan resiko tinggi terhadap problema fisik dan mental.
Lansia sebagai tahap akhir dari siklus kehidupan manusia, sering diwarnai dengan kondisi
hidup yang tidak sesuai dengan harapan. Oleh karena itu dalam pendekatan pelayanan
kesehatan pada kelompok lansia sangat perlu ditekankan pendekatan yang dapat mencakup
sehat fisik, psikologis, spiritual dan sosial. Hal tersebut karena pendekatan dari satu aspek saja
tidak akan menunjang pelayanan kesehatan pada lansia yang membutuhkan suatu pelayanan
yang komprehensif.
B. Rumusan Masalah
Bagaimanakah asuhan keperawatan lansia yang mengalami gangguan psikososial?
C. Tujuan
1. Tujuan Umum
Mengetahui dan mempelajari tentang asuhan keperawatan lansia yang mengalami
gangguan psikososial.
2. Tujuan Khusus
TINJAUAN PUSTAKA
1. Batasan Lansia
c. Lanjut usia tua (Old) ialah kelompok usia antara 75 dan 90 tahun.
d. Usia sangat tua (Very Old) ialah kelompok di atas usia 90 tahun.
2. Proses Menua
Pada hakekatnya menjadi tua merupakan proses alamiah yang berarti seseorang telah
melalui tiga tahap kehidupannya yaitu masa kanak-kanak, masa dewasa dan masa tua (Nugroho,
1992). Tiga tahapan ini berbeda baik secara biologis maupun secara psikologis. Memasuki masa
tua berarti mengalami kemunduran secara fisik maupun secara psikis. Kemunduran fisik ditandai
dengan kulit yang mengendor, rambut putih, penurunan pendengaran, penglihatan menurun,
gerakan lambat, kelainan berbagai fungsi organ vital, sensitivitas emosional meningkat.
1. Definisi
Perkembangan psikososial lanjut usia adalah tercapainya integritas diri yang utuh.
Pemahaman terhadap makna hidup secara keseluruhan membuat lansia berusaha menuntun
generasi berikut (anak dan cucunya) berdasarkan sudut pandangnya. Lansia yang tidak
mencapai integritas diri akan merasa putus asa dan menyesali masa lalunya karena tidak
merasakan hidupnya bermakna (Anonim, 2006). Sedangkan menurut Erikson yang dikutip oleh
Arya (2010) perubahan psikososial lansia adalah perubahan yang meliputi pencapaian keintiman,
generatif dan integritas yang utuh.
Ada beberapa faktor yang sangat berpengaruh terhadap kesehatan psikososial lansia
menurut Kuntjoro (2002), antara lain:
Setelah orang memasuki masa lansia umumnya mulai dihinggapi adanya kondisi fisik yang
bersifat patologis berganda (multiple pathology), misalnya tenaga berkurang, energi menurun,
kulit makin keriput, gigi makin rontok, tulang makin rapuh, dsb. Secara umum kondisi fisik
seseorang yang sudah memasuki masa lansia mengalami penurunan secara berlipat ganda. Hal
ini semua dapat menimbulkan gangguan atau kelainan fungsi fisik, psikologik maupun sosial,
yang selanjutnya dapat menyebabkan suatu keadaan ketergantungan kepada orang lain. Dalam
kehidupan lansia agar dapat tetap menjaga kondisi fisik yang sehat, maka perlu menyelaraskan
kebutuhan-kebutuhan fisik dengan kondisi psikologik maupun sosial, sehingga mau tidak mau
harus ada usaha untuk mengurangi kegiatan yang bersifat memforsir fisiknya. Seorang lansia
harus mampu mengatur cara hidupnya dengan baik, misalnya makan, tidur, istirahat dan bekerja
secara seimbang.
Penurunan fungsi dan potensi seksual pada lanjut usia sering kali berhubungan dengan berbagai
gangguan fisik seperti:
1) Gangguan jantung
2) Gangguan metabolisme, misal diabetes mellitus
3) Vaginitis
4) Baru selesai operasi : misalnya prostatektomi
5) Kekurangan gizi, karena pencernaan kurang sempurna atau nafsu makan sangat kurang
a) Rasa tabu atau malu bila mempertahankan kehidupan seksual pada lansia.
b) Sikap keluarga dan masyarakat yang kurang menunjang serta diperkuat oleh tradisi
dan budaya .
e) Disfungsi seksual karena perubahan hormonal atau masalah kesehatan jiwa lainnya
misalnya cemas, depresi, pikun dsb.
Pada umumnya setelah orang memasuki lansia maka ia mengalami penurunan fungsi
kognitif dan psikomotor. Fungsi kognitif meliputi proses belajar, persepsi, pemahaman,
pengertian, perhatian dan lain-lain sehingga menyebabkan reaksi dan perilaku lansia menjadi
makin lambat. Sementara fungsi psikomotorik (konatif) meliputi hal-hal yang berhubungan
dengan dorongan kehendak seperti gerakan, tindakan, koordinasi, yang berakibat bahwa lansia
menjadi kurang cekatan.
Dengan adanya penurunan kedua fungsi tersebut, lansia juga mengalami perubahan
aspek psikososial yang berkaitan dengan keadaan kepribadian lansia. Beberapa perubahan
tersebut dapat dibedakan berdasarkan 5 tipe kepribadian lansia sebagai berikut:
1) Tipe Kepribadian Konstruktif (Construction personalitiy), biasanya tipe ini tidak banyak mengalami
gejolak, tenang dan mantap sampai sangat tua.
2) Tipe Kepribadian Mandiri (Independent personality), pada tipe ini ada kecenderungan mengalami
post power sindrome, apalagi jika pada masa lansia tidak diisi dengan kegiatan yang dapat
memberikan otonomi pada dirinya
3) Tipe Kepribadian Tergantung (Dependent personalitiy), pada tipe ini biasanya sangat dipengaruhi
kehidupan keluarga, apabila kehidupan keluarga selalu harmonis maka pada masa lansia tidak
bergejolak, tetapi jika pasangan hidup meninggal maka pasangan yang ditinggalkan akan
menjadi merana, apalagi jika tidak segera bangkit dari kedukaannya.
4) Tipe Kepribadian Bermusuhan (Hostility personality), pada tipe ini setelah memasuki lansia tetap
merasa tidak puas dengan kehidupannya, banyak keinginan yang kadang-kadang tidak
diperhitungkan secara seksama sehingga menyebabkan kondisi ekonominya menjadi morat-
marit.
5) Tipe Kepribadian Kritik Diri (Self Hate personalitiy), pada lansia tipe ini umumnya terlihat
sengsara, karena perilakunya sendiri sulit dibantu orang lain atau cenderung membuat susah
dirinya.
Pada umumnya perubahan ini diawali ketika masa pensiun. Meskipun tujuan ideal pensiun
adalah agar para lansia dapat menikmati hari tua atau jaminan hari tua, namun dalam
kenyataannya sering diartikan sebaliknya, karena pensiun sering diartikan sebagai kehilangan
penghasilan, kedudukan, jabatan, peran, kegiatan, status dan harga diri. Reaksi setelah orang
memasuki masa pensiun lebih tergantung dari model kepribadiannya seperti yang telah diuraikan
pada point tiga di atas.
Bagaimana menyiasati pensiun agar tidak merupakan beban mental setelah lansia?
Jawabannya sangat tergantung pada sikap mental individu dalam menghadapi masa pensiun.
Dalam kenyataan ada menerima, ada yang takut kehilangan, ada yang merasa senang memiliki
jaminan hari tua dan ada juga yang seolah-olah acuh terhadap pensiun (pasrah). Masing-masing
sikap tersebut sebenarnya punya dampak bagi masing-masing individu, baik positif maupun
negatif. Dampak positif lebih menenteramkan diri lansia dan dampak negatif akan mengganggu
kesejahteraan hidup lansia. Agar pensiun lebih berdampak positif sebaiknya ada masa persiapan
pensiun yang benar-benar diisi dengan kegiatan-kegiatan untuk mempersiapkan diri, bukan
hanya diberi waktu untuk masuk kerja atau tidak dengan memperoleh gaji penuh. Persiapan
tersebut dilakukan secara berencana, terorganisasi dan terarah bagi masing-masing orang yang
akan pensiun. Jika perlu dilakukan assessment untuk menentukan arah minatnya agar tetap
memiliki kegiatan yang jelas dan positif. Untuk merencanakan kegiatan setelah pensiun dan
memasuki masa lansia dapat dilakukan pelatihan yang sifatnya memantapkan arah minatnya
masing-masing. Misalnya cara berwiraswasta, cara membuka usaha sendiri yang sangat banyak
jenis dan macamnya. Model pelatihan hendaknya bersifat praktis dan langsung terlihat hasilnya
sehingga menumbuhkan keyakinan pada lansia bahwa disamping pekerjaan yang selama ini
ditekuninya, masih ada alternatif lain yang cukup menjanjikan dalam menghadapi masa tua,
sehingga lansia tidak membayangkan bahwa setelah pensiun mereka menjadi tidak berguna,
menganggur, penghasilan berkurang dan sebagainya.
Akibat berkurangnya fungsi indera pendengaran, penglihatan, gerak fisik dan sebagainya
maka muncul gangguan fungsional atau bahkan kecacatan pada lansia. Misalnya badannya
menjadi bungkuk, pendengaran sangat berkurang, penglihatan kabur dan sebagainya sehingga
sering menimbulkan keterasingan. Hal itu sebaiknya dicegah dengan selalu mengajak mereka
melakukan aktivitas, selama yang bersangkutan masih sanggup, agar tidak merasa terasing atau
diasingkan. Karena jika keterasingan terjadi akan semakin menolak untuk berkomunikasi dengan
orang lain dan kdang-kadang terus muncul perilaku regresi seperti mudah menangis, mengurung
diri, mengumpulkan barang-barang tak berguna serta merengek-rengek dan menangis bila
ketemu orang lain sehingga perilakunya seperti anak kecil.
Dalam menghadapi berbagai permasalahan di atas pada umumnya lansia yang memiliki
keluarga bagi orang-orang kita (budaya ketimuran) masih sangat beruntung karena anggota
keluarga seperti anak, cucu, cicit, sanak saudara bahkan kerabat umumnya ikut membantu
memelihara (care) dengan penuh kesabaran dan pengorbanan. Namun bagi mereka yang tidak
punya keluarga atau sanak saudara karena hidup membujang, atau punya pasangan hidup
namun tidak punya anak dan pasangannya sudah meninggal, apalagi hidup dalam perantauan
sendiri, seringkali menjadi terlantar. Disinilah pentingnya adanya Panti Werdha sebagai tempat
untuk pemeliharaan dan perawatan bagi lansia di samping sebagai long stay rehabilitation yang
tetap memelihara kehidupan bermasyarakat. Disisi lain perlu dilakukan sosialisasi kepada
masyarakat bahwa hidup dan kehidupan dalam lingkungan sosial Panti Werdha adalah lebih baik
dari pada hidup sendirian dalam masyarakat sebagai seorang lansia.
Ada beberapa macam perubahan psikososial yang terjadi pada lansia menurut Anonim
(2006) antara lain :
Perubahan yang dialami oleh lansia yang berhubungan dengan aktivitas-aktivitas sosial pada
tahap sebelumnya baik itu dengan lingkungan keluarga atau masyarakat luas.
2) Perubahan peran sesuai dengan tugas perkembangan
Kesiapan lansia untuk beradaptasi atau menyesuaikan diri terhadap tugas perkembangan usia
lanjut dipengaruhi oleh proses tumbuh kembang pada tahap sebelumnya. Apabila pada tahap
perkembangan sebelumnya melakukan kegiatan sehari-hari dengan teratur dan baik serta
membina hubungan yang serasi dengan orang di sekitarnya, maka pada usia lanjut ia akan tetap
melakukan kegiatan yang biasa ia lakukan pada tahap perkembangan sebelumnya.
3) Perubahan tingkat depresi
Tingkat depresi adalah kemampuan lansia dalam menjalani hidup dengan tenang, damai, serta
menikmati masa pensiun bersama anak dan cucu tercinta dengan penuh kasih sayang.
4) Perubahan stabilitas emosi
Kemampuan orang yang berusia lanjut untuk menghadapi tekanan atau konflik akibat perubahan
– perubahan fisik, maupun sosial – psikologis yang dialaminya dan kemampuan untuk mencapai
keselarasan antara tuntutan dari dalam diri dengan tuntutan dari lingkungan, yang disertai dengan
kemampuan mengembangkan mekanisme psikologis yang tepat sehingga dapat memenuhi
kebutuhan – kebutuhan dirinya tanpa menimbulkan masalah baru.
a. Depresi
1. Pengertian
Depresi merupakan satu masa terganggunya fungsi manusia yang berkaitan dengan alam
perasaan yang sedih dan gejala penyertanya, termasuk perubahan pada pola tidur dan nafsu
rnakan, psikomotor, konsentrasi, keielahan, rasa putus asa dan tak berdaya, serta gagasan
bunuh diri (Kap'an dan Sadock, 1998).
Perilaku yang berhubungan dengan depresi menurut Kelliat (1996) meliputi beberapa aspek
seperti:
a) Afektif
Kemarahan, ansietas, apatis, kekesalan, penyangkalan perasaan, kemurungan, rasa bersalah,
ketidakberdayaan, keputusasaan, kesepian, harga diri rendah, kesedihan.
b) Fisiologik
Nyeri abdomen, anoreksia, sakit punggung, konstipasi, pusing, keletihan, gangguan pencernaan,
insomnia, perubahan haid, makan berlebihan/kurang, gangguan tidur, dan perubahan berat
badan.
c) Kognitif
d) Perilaku
Agresif, agitasi, alkoholisme, perubahan tingkat aktivitas, kecanduan obat, intoleransi, mudah
tersinggung, kurang spontanitas, sangat tergantung, kebersihan diri yang kurang, isolasi sosial,
mudah menangis, dan menarik diri.
b. Berduka Cita
Kehilangan adalah suatu keadaan individu yang berpisah dengan sesuatu yang
sebelumnya ada, kemudian menjadi tidak ada, baik terjadi sebagian atau keseluruhan. Periode
duka cita merupakan suatu periode yang sangat rawan bagi seorang penderita lanjut usia.
Meninggalnya pasangan hidup, seorang teman dekat atau bahkan seekor hewan yang sangat
disanyangi bias mendadak memutuskan ketahanan kejiwaan yang sudah rapuh dari seorang
lansia, yang selanjutnya akan memicu terjadinya gangguan fisik dn kesehatannya. Periode 2
tahun pertama setelah ditinggal mati pasangan hidup atau teman dekat tersebut merupakan
periode yang sangat rawan. Pada periode ini orang tersebut justru harus dibiarkan untuk dapat
mengekspresikan dukacita tersebut. Sering diawali dengan perasaan kosong, kemudian diikuti
dengan menangis dan kemudian suatu periode depresi. Depresi akibat duka-cita pada usia lanjut
biasanya tidak bersifat self limiting. Dokter atau petugas kesehatan harus memberi kesempatan
pada episode tersebut berlalu. Diperlukan pendamping yang dengan penuh empati
mendengarkan keluhan, memberikan hiburan dimana perlu dan tidak membiarkan tiap episode
berkepanjangan dan berjalan terlalu berat. Apabila upaya diatas tidak berhasil, bahkan timbul
depresi berat, konsultasi psikiatrik mungkin diperlukan, dengan kemungkinan diberikan obat anti
depresan.
c. Kesepian
Kesepian atau loneliness, biasanya dialami oleh seseorang lanjut usia pada saat
meninggalnya pasangan hidup atau teman dekat, terutama bila dirinya sendiri saat itu juga
mengalami berbagai penurunan status kesehatan, misalnya menderita berbagai penyakit fisik
berat, gangguan mobilitas atau gangguan sensorik, terutama gangguan pendengaran
(Brocklehurts-Allen, 1987).
Harus dibedakan antara kesepian dengan hidup sendiri. Banyak di antara lansia hidup
sendiri tidak mengalami kesepian, karena aktivitas social yang masih tinggi, tetapi dilain pihak
terdapat lansia yang walaupun hidup di lingkungan yang beranggotakan cukup banyak, tohh
mengalami kesepian.
Pada penderita kesepian ini peran dari organisasi social sangat berarti, karena bias
bertindak menghibur, memberikan motivasi untuk lebih meningkatkan peran social penderita, di
samping memberikan bantuan pengerjaan pekerjaan di rumah bila memang terdapat disabilitas
penderita dalam hal-hal tersebut.
d. Dementia
1. Pengertian
Demensia dapat diartikan sebagai gangguan kognitif dan memori yang dapat
mempengaruhi aktifitas sehari-hari. Grayson (2004) menyebutkan bahwa demensia bukanlah
sekedar penyakit biasa, melainkan kumpulan gejala yang disebabkan beberapa penyakit atau
kondisi tertentu sehingga terjadi perubahan kepribadian dan tingkahlaku.
2. Karakteristik Demensia
Menurut John (1994) bahwa lansia yang mengalami demensia juga akan mengalami keadaan
yang sama seperti orang depresi yaitu akan mengalami deficit aktivitas kehidupan sehari-hari
(AKS), gejala yang sering menyertai demensia adalah :
A. Gejala Awal
Kinerja mental menurun
Fatique
Mudah lupa
Gagal dalam tugas
B. Gejala Lanjut
Gangguan kognitif
Gangguan afektif
Gangguan perilaku
C. Gejala Umum
Mudah lupa
Aktivitas sehari-hari terganggu
Disorientasi
Cepat marah
Kurang konsentrasi
Resti jatuh
1. Pengkajian
a. Fisik
Wawancara
Pemeriksaan fisik: Head to Toe dan system tubuh
b. Psikologis
Bicara penderita dalam keadaan teragitasi dan cemas mungkin tertekan. Keluar air mata
dan menangis ditemukan pada gangguan depresi dan gangguan kognitif, terutama jika penderita
merasa frustasi karena tidak mampu menjawab pertanyaan pemeriksa (Weinberg, 1995; Kaplan
et al, 1997; Hamilton, 1985). Adanya alat bantu dengar atau indikasi lain bahwa penderita
menderita gangguan pendegaran, misalnya selalu minta pertanyaan diulang, harus dicatat
(Gunadi, 1984).
Sikap penderita pada pemeriksa untuk bekerjasama, curiga, bertahan dan tak berterima
kasih dapat memberi petunjuk tentang kemungkinan adanya reaksi transferensi. Penderita lanjut
usia dapat bereaksi pada dokter muda seolah-olah dokter adalah seorang tokoh yang lebih tua,
tidak peduli, terhadap adanya perbedaan usia (Weinberg, 1995; Laitman, 1990).
1. Gangguan Persepsi.
Halusinasi dan ilusi pada lanjut usia merupakan fenomena yang disebabkan oleh
penurunan ketajaman sensorik. Pemeriksa harus mencatat apakah penderita mengalami
kebingungan terhadap waktu atau tempat selama periode halusinasi. Adanya kebingungan
menyatakan suatu kindisi organic. Halusinasi dapat disebabkan oleh tumor otak dan patologi
fokal yang lain. Pemeriksaan yang lebih lanjut siperlukan untuk menegakkan diagnosis pasti
(Hamilton, 1985).
2. Fungsi Visuospasial.
Suatu penurunan kapasitas visuospasial adalah normal dengan lanjutnya usia. Meminta
penderita untuk mencontoh gambar atau menggambar mungkin membantu dalam penilaian.
Pemeriksaan neuropsikologis harus dilaksanakan jika fungsi visuospasial sangat terganggu
(Kaplan et al, 1997; Hamilton, 1985).
3. Proses Berpikir.
Gagasan tentang bunuh diri atau pembunuhan harus dicari. Pemeriksa harus menetukan
apakah terdapat waham dan bagaimana waham tersebut mempengaruhi kehidupan penderita.
Waham mungkin merupakan alas an untuk dirawat. Pasien yang sulit mendengar mungkin secara
keliru diklasifikasikan sebagai paranoid atau pencuriga (Weinberg, 1995; Kaplan et al, 1997;
Hamilton, 1985; Laitman, 1990).
6. Kesadaran.
Indicator yang peka terhadap disfungsi otak adalah adanya perubahan kesadaran , adanya
fluktuasi tingkat kesadaran atau tampak letargik. Pada keadaan yang berat penderita dalam
keadaan somnolen atau stupor (Kaplan et al, 1997; Hamilton, 1985).
7. Orientasi.
Gangguan orientasi terhadap waktu, tempat dan orang berhubungan dengan gangguan
kognisi. Gangguan orientasi sering ditemukan pada gangguan kognitif, gangguan kecemasan,.
Gangguan buatan, gangguan konversi dan gangguan kepribadian, terutama selama periode
stress fisik atau lingkungan yang tidak mendukung (Kaplan et al, 1997; Hamilton, 1985).
Pemeriksa harus menguji orientasi terhadap tempat dengan meminta penderita menggambar
lokasi saat ini. Orientasi terhadap orang mungkin dinilai dengan dua cara: apakah penderita,
mengenali namanya sendiri, dan apakah juga mengenali perawat dan dokter. Orientasi waktu
diuji dengan menanyakan tanggal, tahun, bulan dan hari.
8. Daya Ingat.
Daya ingat dinilai dalam hal daya ingat jangka panjang, pendek dan segera. Tes yang
siberikan pada penderita dengan memberikan angka enam digit dan penderita diminta untuk
mengulangi maju dan mundur. Penderita dengan daya ingat yang tak terganggu biasanya dapat
mengingat enam angka maju dan lima angka mundur. Daya ingat jangka panjang diuji dengan
menanyakan tempat dan tanggal lahir, nama dan hari ulang tahun anak-anak penderita. Daya
ingat jangka pendek dapat diperiksa dengan beberapa cara, misalnya menyebut tiga benda pada
awal wawancara dan meminta penderita mengingat kembali benda tersebut diakhir wawancara.
Atau dengan mengulangi cerita tadi secara tepat/persis (Hamilton, 1985).
Sejumlah fungsi intelektual mungkin diajukan untuk menilai pengetahuan umum dan fungsi
intelektual. Menghitung dapat diujikan dengan meminta penderita untuk mengurangi 7 angka dari
100 dan mengurangi 7 lagi dari hasil akhir dan seterusnya samapi dicapai angka 2. Pemeriksa
mencatat respons sebagai dasar untuk pengujian selanjutnya. Pemeriksa juga dapat meminta
penderita untuk menghitung mundur dari 20 ke 1, dan mencatat waktu yang diperlukan untuk
menyelesaikan pemeriksaan tersebut (Kaplan et al, 1997; Hamilton, 1985).
Penderita ditanya nama presiden Indonesia, nama kota besar di Indonesia. Pemeriksa
harus memperhitungkan tingkat pendidikan penderitam status social ekonomi dan pengalaman
hidup penderita dalam menilai hasil dari beberapa pengujian tersebut.
Penting bagi klinisi untuk memeriksa kemampuan membaca dan menulis dan menetukan
apakah penderita mempunyai deficit bicara khusus. Pemeriksa dapat meminta penderita
membaca kisah singkat dengan suara keras atau menulis pada penderita. Apakah menulis
dengan tangan kiri atau kanan juga perlu dicatat. (Hamilton, 1985).
12. Pertimbangan.
c. Spiritual
Agama atau kepercayaan makin terintegrasi dalam kehidupannya (Maslow, 1970) Lansia
makin matur dalam kehidupan keagamaanya , hal ini terlihat dalam berfikir dan bertindak dalam
sehari-hari (Murray dan Zentner, 1970). Perawat harus bias memberikan ketenangan dan
kepuasan batin dalam hubungannya dengan Tuhan atau agama yang dianutinya dalam keadaan
sakit atau mendeteksi kematian. Sehubungan dengan pendekatan spiritual bagi klien lanjut usia
yang menghadapi kematian, DR. Tony Styobuhi mengemukakan bahwa maut sering kali
menggugah rasa takut. Rasa semacam ini didasari oleh berbagai macam faktor, seperti
ketidakpastian akan pengalaman selanjutnya, adanya rasa sakit dan kegelisahan ngumpul lagi
dengan keluarga dan lingkungan sekitarnya. Dalam menghadapi kematian setiap klien lanjut usia
akan memberika reaksi yang berbeda, tergantung dari kepribadian dan cara menghadapi hidup
ini. Adapun kegelisahan yang timbul diakibatkan oleh persoalan keluarga perawat harus dapat
menyakinkan lanjut usia bahwa kalaupun keluarga tadi di tinggalkan, masih ada orang lain yang
mengurus mereka. Sedangkan rasa bersalah selalu menghantui pikiran lanjut usia. Umumny
pada waktu kematian akan dating agama atau kepercayaan seseorang merupakan factor yang
penting sekali. Pada waktu inilah kelahiran seorang iman sangat perlu untuk melapangkan dada
klien lanjut usia. Dengan demikian pendekatan perawat pada klien lanjut usia bukan hanya
terhadap fisik saja, melainkan perawat lebih dituntut menemukan pribadi klien lanjut usia melalui
agama mereka.
2. Diagnosa Keperawatan
Tujuan :
1) Pasien mampu mengekspresikan perasaannya
2.) Pasien mampu kembali bersosialisasi dengan lingkungan
Intervensi
Bina hubungan saling percaya
Bantu klien menguraikan kelebihan dan kekurangan interpersonal.
Bantu klien membina kembali hubungan interpersonal yang positf / adaptif dan memberikan
kepuasan timbal balik :
a) Beri penguatan dan kritikan yang positif
b) Dengarkan semua kata-kata klien dan jangan menyela saat klien bertanya.
b. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan gangguan konsep diri dan depresi
Tujuan :
1) Pasien mampu berpartisipasi dalam memutuskan perawatan dirinya
2) Pasien mampu melakukan kegiatan dalam menyelesaikan masalahnya
Intervensi
Bicara secara langsung dengan klien, hargai individu dan ruang pribadinya jika tepat
Beri kesempatan terstruktur bagi klien untuk membuat pilihan perawatan
Beri kesempatan bagi pasien untuk bertanggung jawab terhadap perawatan dirinya
Beri kesempatan menetapkan tujuan perawatan dirinya. Contoh : minta pasien memilih
apakah mau mandi, sikat gigi atau gunting kuku.
Beri kesempatan untuk menetapkan aktifitas perawatan diri untuk mencapai tujuan. Contoh :
Jika pasien memilih mandi, bantu pasien untuk menetapkan aktifitas untuk mandi (bawa sabun,
handuk, pakaian bersih)
Berikan pujian jika pasien dapat melakukan kegiatannya.
Tanyakan perasaan pasien jika mampu melakukan kegiatannya.
Sepakati jadwal pelaksanaan kegiatan tersebut secara teratur.
Bersama keluarga memilih kemampuan yang bisa dilakukan pasien saat ini
Anjurkan keluarga untuk memberikan pujian terhadap kemampuan yang masih dimiliki pasien.
Anjurkan keluarga untuk membantu pasien melakukan kegiatan sesuai kemampuan yang
dimiliki.
Anjurkan keluarga memberikan pujian jika pasien melakukan kegiatan sesuai dengan jadwal
kegiatan yang sudah dibuat.
d. Resiko perilaku kekerasan berhubungan dengan perasaan tidak berharga dan putusasa
Tujuan :
1) Pasien tidak membahayakan dirinya sendiri
2) Pasien mampu memilih alternatif penyelesaian masalah yang konstruktif
Intervensi
Identifikasi derajat resiko / potensi untuk bunuh diri
Bantu pasien mengenali perasaan yang menjadi penyebab timbulnya ide bunuh diri.
Ajarkan beberapa alternatif cara penyelesaian masalah yang konstruktif.
Bantu pasien untuk memilih cara yang palin tepat untuk menyelesaikan masalah secara
konstruktif.
Beri pujian terhadap pilihan yang telah dibuat pasien dengan tepat.
Anjurkan pasien mengikuti kegiatan kemasyarakatan yang ada di lingkungannya
Lakukan tindakan pencegahan bunuh diri
Mendiskusikan dengan keluarga koping positif yang pernah dimiliki klien dalam menyelesaikan
masalah
e. Harga diri rendah berhubungan dengan koping individu tak efektif sekunder terhadap respon
kehilangan pasangan.
Tujuan :
1) Klien merasa harga dirinya naik.
2) Klien mengunakan koping yang adaptif.
3) Klien menyadari dapat mengontrol perasaannya.
Intervensi
Bina hubungan saling percaya dan keterbukaan.
Maksimalkan partisipasi klien dalam hubungan terapeutik.
Bantu klien menerima perasaan dan pikirannya.
Bantu klien menjelaskan konsep dirinya dan hubungannya dengan orang lain melalui
keterbukaan.
Berespon secara empati dan menekankan bahwa kekuatan untuk berubah ada pada klien.
Mengeksplorasi respon koping adaptif dan mal adaptif terhadap masalahnya.
Bantu klien mengidentifikasi alternatif pemecahan masalah.
Bantu klien untuk melakukan tindakan yang penting untuk merubah respon maladaptif dan
mempertahankan respon koping yang adaptif.
Identifikasi dukungan yang positif dengan mengaitkan terhadap kenyataan.
Berikan kesempatan untuk menangis dan mengungkapkan perasaannya.
BAB 3
PENUTUP
A. Kesimpulan
Melalui makalah ini kami mengharapkan mahasiswa dapat mengetahui mengenai askep
lansia masalah psikososial, mulai dari konsep psikososial, masalah psikososial pada lansia serta
asuhan keperawatan terkait dengan masalah psikososial tersebut.
Diposting oleh Kristina Barek Woka di 22.16
Kirimkan Ini lewat EmailBlogThis!Berbagi ke TwitterBerbagi ke FacebookBagikan ke Pinterest
Mengenai Saya
Arsip Blog
▼ 2014 (5)
o ▼ Juni (5)
ASUHAN KEPERAWATAN LANSIA DENGAN GANGGUAN PSIKOLOG...
Asuhan Keperawatan Lansia Dengan Gangguan Psikolog...
ASUHAN KEPERAWATAN LANSIA DENGAN GANGGUAN PSIKOLOG...
ASUHAN KEPERAWATAN LANSIA DENGAN GANGGUAN PSIKOLOG...
ASUHAN KEPERAWATAN LANSIA DENGAN GANGGUAN PSIKOLOG...
Pages
Tuis
Blogger templates
Archive
▼ 2013 (1)
o ▼ April (1)
ASUHAN KEPERAWATAN LANSIA DENGAN GANGGUAN
PSIKOLO...
Blogroll
Meer oor my
Desi Artika
Bekyk my hele profiel
Aangedryf deur Blogger.
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Psikogeriatri atau psikiatri adalah cabang ilmu kedokteran yang memperhatikan pencegahan,
diagnosis, dan terapi gangguan fisik dan psikologis atau psikiatrik pada lanjut usia. Saat ini disiplin
ini sudah berkembang menjadi suatu cabang psikiatrik, analaog dengan psikiatrik anak
(Brocklehurts, Allen, 1987). Diagnosis dan terapi gangguan mental pada lanjut usia memerlukan
pengetahuan khusus, karena kemungkinan perbedaan dalam manisfestasi klinis, pathogenesis dan
patofisiologi gangguan mental antara pathogenesis dewasa muda dan lanjut usia (Weinberg, 1995;
Kolb-Brodie, 1982). Faktor penyulit pada pasien lanjut usia juga perlu dipertimbangkan, antara
lain sering adanya penyakit dan kecacatan medis kronis penyerta, pemakaian banyak obat
(polifarmasi) dan peningkatan kerentanan terhadap gangguan kognitif (Weinberg, 1995; Gunadi,
1984).
Sehubungan dengan meningkatnya populasi usia lanjut, perlu mulai dipertimbangkan adanya
pelayanan psikogeriatrik di rumah sakit yang cukup besar. Bangsal akut, kronis dan day hospital,
merupakan tiga layanan yang mungkin harus sudah mulai difikirkan (Brocklehurts, Allen, 1987).
Tentang bagaimana kerjasama antara bidang psikogeriatrik dan geriatrik dapat dilihat pada bab
mengenai pelayanan kesehatan pada usia lanjut.
1.3 Tujuan
1.3.1. Tujuan Umum
Mengetahui dan mempelajari tentang asuhan keperawatan lansia yang mengalami gangguan
psikologi dan psikososial.
2. Depresi Sedang
Gejala :
a) Kehilangan minat dan kegembiraan
b) Berkurangnya energy yang menuju meningkatnya keadaan mudah lelah dan menurunnya
aktivitas.
c) Kosentrasi dan perhatian yang kurang
d) Harga diri dan kepercayaan diri yang kurang
e) Pandangan masa depan yang suram dan pesimis
3. Depresi Berat
Gejala :
a) Mood depresif
b) Kehilangan minat dan kegembiraan
c) Berkurangnya energi yang menuju meningkatnya keadaan mudah lelah (rasa lelah yang nyata
sesudah kerja sedikit saja) dan menurunnya aktivitas.
d) Konsentrasi dan perhatian yang kurang
e) Gagasan tentang rasa bersalah dan tidak berguna
f) Pandangan masa depan yang suram dan pesimistis
g) Perbuatan yang membahayakan dirinya sendiri atau bunuh diri
h) Tidur terganggu
i) Disertai waham, halusinasi
j) Lamanya gejala tersebut berlangsung selama 2 minggu
2.5.1.3. Karakteristik Depresi Pada Lanjut Usia
Meskipun depresi banyak terjadi dikalangan lansia,- depresi ini sering di diagnosis salah
atau diabaikan. Rata-rata 60-70% lanjut usia yang mengunjungi praktik dokter umum adalah
mereka dengan depresi, tetapi ; acapkali tidak terdeteksi karena lansia lebih banyak memfokuskan
pada keluhan badaniah yang sebetulnya ; adalah penyerta dari gangguan emosi (Mahajudin, 2007).
Menurut Stanley & Beare (2007), sejumlah faktor yang menyebabkan keadaan ini,
mencakup fakta bahwa depresi pada lansia dapat disamrkan atau tersamarkan oleh gangguan fisik
lainnya (masked depression). Selain itu isolasi sosial, sikap orang tua, penyangkalan pengabaian
terhadap proses penuaan normal menyebabkan tidak terdeteksi dan tidak tertanganinya gangguan
ini. Depresi pada orang lanjut usia dimanifestasikan dengan adanya keluhan tidak merasa berharga,
sedih yang berlebihan, murung, tidak bersemangat, merasa kosong, tidak ada harapan, menuduh
diri, ide-ide pikiran bunuh diri dan pemilihan diri yang kurang bahkan penelantaran diri (Wash,
1997).
B. Stresor Pencetus
Ada 4 sumber utama stresor yang dapat mencetuskan gangguan alam perasaan ( depresi ) menurut
Stuart dan Sundeen ( 1998 ), yaitu :
1. Kehilangan keterikatan yang nyata atau dibayangkan, termasuk kehilangan cinta seseorang, fungsi
fisik, kedudukan atau harga diri. Karena elemen aktual dan simbolik melibatkan konsep
kehilangan, maka persepsi seseorang merupakan hal sangat penting.
2. Peristiwa besar dalam kehidupan, hal ini sering dilaporkan sebagai pendahulu episode depresi dan
mempunyai dampak terhadap masalah-masalah yang dihadapi sekarang dan kemampuan
menyelesaikan masalah.
3. Peran dan ketegangan peran telah dilaporka mempengaruhi perkembangan depresi, terutama pada
wanita.
4. Perubahan fisiologik diakibatkan oleh obat-obatan atau berbagai penyakit fisik. Seperti infeski,
neoplasma, dan gangguan keseimbangan metabolik, dapat mencentuskan gangguan alam perasaan.
Diantara obat-obatan tersebut terdapat obat anti hipertensi dan penyalahgunaan zat yang
menyebabkan kecanduan. Kebanyakan penyakit kronik yang melemahkan tubuh juga sering
disertai depresi.
Menurut Townsed (1998), penyebab depresi adalah gabungan dari faktor predisposisi (teori
biologis terdiri dari genetik dan biokimia), dan faktor pencetus (teori psikososial terdiri dari
psikoanalisis, kognitif, teori pembelajaran, teori kehilangan objek).
3. Pendekatan Kognitif
Menurut Beck (1967 ; 1976), Samiun (2006), seseorang yang mengalami depresikarena
memiliki kemapanan kognitif yang negatif (negative cognitive sets) untuk menginterpretasikan
diri sendiri, dunia dan masa depan mereka. Misalnya, seseorang yang berhasil mendapatkan
pekerjaan akan mengabaikan keberhasilan tersebut dan menginterpretasikan sebagai suatu yang
kebetulan dan tetap memikirkan kegagalannya. Akibat dari persepsi yang negatif itu, individu akan
memiliki self-concept sebagai seorang yang gagal, menyalahkan diri, merasa masa depannya
suram dan penuh dengan kegagalan. Masalah utam pada lansia yang depresi adalah kurangnya rasa
percaya diri (self-confidence) akibat persepsi diri yang negatif (Townsend, 1998).
Negative cognitive sets digunakan individu secara otomatis dan tidak menyadari adanya
distorsi pemikiran dan adanya interpretasi alternative yang lebih positif, sehingga menyebabkan
tingkat aktifitas berkurang karena merasa tidak ada alasan berusaha. Individu menjadi tidak dapat
mengontrol aspek-aspek negative dari kehidupannya dan merasa tidak berdaya (helplessness).
Perasaan ketidakberdayaan ini yang menyebabkan depresi (Abramson, 1978; Peterson, 1984;
Samiun, 2006).
Menurut Kaplan et all (1997), Interpretasi yang keliru (misinterpretation) kognitif yang sering
adalah melibatkan distorsi negative pengalaman hidup, penilaian diri yang negative, pesimistis dan
keputusasaan. Pandangan negative dan ketidakberdayaan yang dipelajari (learned helplessness)
tersebut selanjutnya menyebabkan perasaan depresi. Pengalaman awal memberikan dasar
pemikiran diri yang negative dan ketidakberdayaan ini, sepertio pola asuh orang tua, kritik yang
terus menerus tanpa diimbangi dengan pujian, dan kegagalan-kegagalan yang sering dialami
individu (Beck, et al., 1979; Samiun, 2006).
5. Pendekatan Fisiologis
Teori fisiologis menerangkan bahwa depresi terjadi karena aktivitas neurologis yang rendah
(neurotransmiter norepinefrin dan serotonin) pada sinaps-sinaps otak yang berfungsi mengatur
kesenangan. Neurotransmitter ini memainkan peranan penting dalam fungsi hypothalamus, seperti
mengontrol tidur, selera makan, seks dan tingkah laku motor (Sachar, 1982; Samiun, 2006),
sehingga seringkali seseorang yang mengalami depresi disertai dengan keluhan-keluhan tersebut.
Pendekatan genetic terhadap kejadian depresi dengan penelitian saudara kembar. Monozogotik
Twins (MZ) berisiko mengalami depresi 4,5 kali lebih besar (65%) daripada kembar bersaudara
(Dizigotik Twins/DZ) yang 14% (Nurberger & Gershon, 1982; Samiun, 2006). Secara keseluruhan
dapat dikatakan bahwa secara genetic depresi itu diturunkan.
Menurut Mangoenprasodjo (2004), depresi pada lansia merupakan perpaduan interaksi yang
unik dari berkurangnya interaksi social, kesepian, masalah social ekonomi, perasaan rendah diri
karena penurunan kemampuan rendah diri, kemandirian, dan penurunan fungsi tubuh, serta
kesedihan ditinggal orang yang dicintai, factor kepribadian, genetic, dan factor biologis penurunan
neuron-neuron dan neurotransmitter di otak. Perpaduan ini sebagai factor terjadinya depresi pada
lansia. Kompleksitasnya perubahan-perubahan yang terjadi pada lansia, sehingga depresi pada
lansia dianggap sebagai hal yang wajar terjadi.
2.5.1.7. Faktor-faktor yang menyebabkan depresi pada lanjut usia yang tinggal di Institusi
Terjadinya depresi pada lanjut usia yang tinggal dalam institusional seperti tinggal di panti wreda
(Endah dkk, 2003) :
a. Faktor Psikologis
Motivasi masuk panti wreda sangat penting bagi lanjut usia untuk menentukan tujuan hidup
dan apa yang ingin dicapainya dalam kehidupan di panti. Tempat dan situasi yang baru,
orang0orang yang belum dikenal, aturan dan nilai-nilai yang berbeda, dan keterasingan
merupakan stressor bagi lansia yang membutuhkan penyesuaian diri. Adanya keinginan dan
motivasi lansia untuk tinggal dipanti akan membuatnya bersemangat meningkatkan toleransi dan
kemampuan adaptasi terhadap situasi baru.
Menurut Maramis (1995), pada lanjut usia permasalah yang menarik adalah kekurangan
kemampuan dalam beradaptasi secara psikologis terhadap perubahan yang terjadi pada dirinya.
Penurunan kemampuan beradaptasi terhadap perubahan dan stress lingkungan sering
menyebabkan depresi. Hubungan stress dan kejadian depresi seringkali melibatkan dukungan
social (social support) yang tersedia dan digunakan lansia dalam menghadapi stressor. Ada bukti
bahwa individu yang memiliki teman akrab dan dukungan emosional yang cukup, kurang
mengalami depresi bila berhadapan dengan stress (Billings, et all, 1983; Samiun, 2006).
Rasa kurang percaya diri atau tidak berdaya dan selalu menganggap bahwa hidupnya telah
gagal karena harus menghabiskan sisa hidupnya jauh dari orang-orang yang dicintai
mengakibatkan lansia memandang masa depan suram dan selalu menyesali diri, sehingga
mempengaruhi kemampuan lansia dalam beradaptasi terhadap situasi baru tinggal di institusi.
b. Faktor Psikososial
Kunjungan keluarga yang kurang, berkurangnya interaksi social dan dukungan social
mengakibatkan penyesuaian diri yang negative pada lansia. Menurunnya kepasitas hubungan
keakraban dengan keluarga dan berkurangnnya interaksi dengan keluarga yang dicintai dapat
menimbulkan perasaan tidak berguana, merasa disingkirkan, tidak dibutuhkan lagi dan kondisi ini
dapat berperan dalam terjadinya depresi. Tinggal di institusi membuat konflik bagi lansia antara
integritas, pemuasan hidup dan keputusasaan karena kehilangan dukungan social yang
mengakibatkan ketidakmampuan untuk memelihara dan mempertahankan kepuasan hidup dan
self-esteemnya sehingga mudah terjadi depresi pada lansia (Stoudemire, 1994).
Kemampuan adaptasi dan lamanya tinggal dipanti mempengaruhi terjadinya depresi. Sulit
bagi lansia meninggalkan tempat tinggal lamanya. Pada lansia yang harus meninggalkan rumah
tempat tinggal lamanya (relokasi) oleh karena masalah kesehatan atau social ekonomi merupakan
pengalaman yang traumatic karena berpisah dengan kenangan lama dan pertalian persahabatan
yang telah memberikan perasaan aman dan stabilitas sehingga sering mengakibatkan lansia merasa
kesepian dan kesendirian bahkan kemeorosotan kesehatan dan depresi (Friedman, 1995).
Pekerjaan di waktu muda dulu yang berkaitan dengan peran social dan pekerjaannya yang
hilang setelah memasuki masa lanjut usia dan tinggal di institusi mengakibatkan hilangnya gairah
hidup, kepuasaan dan penghargaan diri. Lansia yang dulunya aktif bekerja dan memiliki peran
penting dalam pekerjaannya kemudian berhenti bekerja mengalami penyesuaian diri dengan peran
barunya sehingga seringkali menjadi tidak percaya dan rendah diri (Rini, 2001).
c. Faktor Budaya
Perubahan social ekonomi dan nilai social masyarakat, mengakibatkan kecenderungan
lansia tersisihkan dan terbengkalai tidak mendapatkan perawatan dan banyak yang memilih untuk
menaruhnya di panti lansia (Darmojo & Martono, 2004). Pergeseran system keluarga (family
system) dari extendend family ke nuclear family akibat industrialisasi dan urbanisasi
mengakibatkan lansia terpinggirkan. Budaya industrialisasi dengan sifat mandiri dan individualis
menggangap lansia sebagai “trouble maker” dan menjadi beban sehingga langkah penyelesainnya
dengan menitipkan di panti. Akibatnya bagi lansia memperburuk psikologisnya dan
mempengaruhi kesehatannya.
Tinggal di panti wreda harusnya merupakan alternative yang terakhir bagi lansia, karena
tinggal dalam keluarga adalah yang terbaik bagi lansia sesuai dengan tugas perkembangan
keluarga yang memiliki lansia untuk mempertahankan pengaturan hidup yang memuaskan dan
mempertahankan ikatan keluarga antargenerasi (Duvall, 1985 yang dikutip oleh Friedman, 1998).
Skoring nilai 1 diberikan pada pernyataan Favorable untuk jawaban “ya” dan nilai 0 untuk
jawaban “tidak” sedangkan pernyataan Unfavorable, jawaban “tidak” diberi nilai 1 dan jawaban
“ya” diberi nilai 0.
Assasment Tool geriatric depressions scale (GDS) untuk mengkaji depresi pada lansia sebagai
berikut:
No. Pernyataan Ya Tidak
1. Apakah bapak/ibu sekarang ini merasa puas dengan
kehidupannya?
2. Apakah bapak/ibu telah meninggalkan banyak kegiatan atau
kesenangan akhir-akhir ini?
3. Apakah bapak/ibu sering merasa hampa/kosong di dalam hidup
ini?
4. Apakah bapak/ibu sering merasa bosan?
5. Apakah bapak/ibu merasa mempunyai harapan yang baik di
masa depan?
6. Apakah bapak/ibu merasa mempunyai pikiran jelek yang
menganggu terus menerus?
7. Apakah bapak/ibu memiliki semangat yang baik setiap saat?
8. Apakah bapak/ibu takut bahwa sesuatu yang buruk akan terjadi
pada anda?
9. Apakah bapak/ibu merasa bahagia sebagian besar waktu?
10 Apakah bapak/ibu sering merasa tidak mampu berbuat apa-apa?
11. Apakah bapak/ibu sering merasa resah dan gelisah?
12. Apakah bapak/ibu lebih senang tinggal dirumah daripada keluar
dan mengerjakan sesuatu?
13. Apakah bapak/ibu sering merasa khawatir tentang masa depan?
14. Apakah bapak/ibu akhir0akhir ini sering pelupa?
15. Apakah bapak/ibu piker bahwa hidup bapak/ibu sekarang ini
menyenangkan?
16. Apakah bapak/ibu sering merasa sedih dan putus asa?
17. Apakah bapak/ibu merasa tidak berharga akhir-akhir ini?
18. Apakah bapak/ibu sering merasa khawatir tentang masa lalu?
19. Apakah bapak/ibu merasa hidup ini menggembirakan?
20 Apakah sulit bagi bapak/ibu untuk memulai kegiatan yang
baru?
21. Apakah bapak/ibu merasa penuh semangat?
22. Apakah bapak/ibu merasa situasi sekarang ini tidak ada
harapan?
23. Apakah bapak/ibu berpikir bahwa orang lain lebih baik
keadaannya daripada bapak/ibu?
24. Apakah bapak/ibu sering marah karena hal-hal yang sepele?
25. Apakah bapak/ibu sering merasa ingin menangis?
26. Apakah bapak/ibu sulit berkonsentrasi?
27. Apakah bapak/ibu merasa senang waktu bangun tidur dipagi
hari?
28. Apakah bapak/ibu tidak suka berkumpul di pertemuan social?
29. Apakah mudah bagi bapak/ibu membuat sesuatu keputusan?
30. Apakah pikiran bapak/ibu masih tetap mudah dalam
memikirkan sesuatu seperti dulu?
2.5.3. Kesepian
Kesepian atau loneliness, biasanya dialami oleh seseorang lanjut usia pada saat
meninggalnya pasangan hidup atau teman dekat, terutama bila dirinya sendiri saat itu juga
mengalami berbagai penurunan status kesehatan, misalnya menderita berbagai penyakit fisik berat,
gangguan mobilitas atau gangguan sensorik, terutama gangguan pendengaran (Brocklehurts-
Allen, 1987).
Harus dibedakan antara kesepian dengan hidup sendiri. Banyak di antara lansia hidup sendiri
tidak mengalami kesepian, karena aktivitas social yang masih tinggi, tetapi dilain pihak terdapat
lansia yang walaupun hidup di lingkungan yang beranggotakan cukup banyak, tohh mengalami
kesepian.
Pada penderita kesepian ini peran dari organisasi social sangat berarti, karena bias bertindak
menghibur, memberikan motivasi untuk lebih meningkatkan peran social penderita, di samping
memberikan bantuan pengerjaan pekerjaan di rumah bila memang terdapat disabilitas penderita
dalam hal-hal tersebut.
2.5.4. Dementia
2.5.4.1. Pengertian
Demensia dapat diartikan sebagai gangguan kognitif dan memori yang dapat mempengaruhi
aktifitas sehari-hari. Grayson (2004) menyebutkan bahwa demensia bukanlah sekedar penyakit
biasa, melainkan kumpulan gejala yang disebabkan beberapa penyakit atau kondisi tertentu
sehingga terjadi perubahan kepribadian dan tingkahlaku.
Demensia adalah keadaan dimana seseorang mengalami penurunan kemampuan daya ingat
dan daya pikir, dan penurunan kemampuan tersebut menimbulkan gangguan terhadap fungsi
kehidupan sehari-hari. Kumpulan gejala yang ditandai dengan penurunan kognitif, perubahan
mood dan tingkah laku sehingga mempengaruhi aktivitas kehidupan sehari-hari penderita.
2.5.4.2. Etiologi
Penyebab demensia yang reversible sangat penting diketahui karena pengobatan yang baik
pada penderita dapat kembali menjalankan kehidupan sehari-hari yang normal. Untuk mengingat
berbagai keadaan tersebut telah dibuat suatu “jembatan keledai” sebagai berikut:
D Drugs (obat)
Obat sedative
Obat penenang minor atau mayor
Obat anti konvulsan
Obat anti hipertensi
Obat anti aritmia
E emotional (gangguan emosi, ex: depresi)
M metabolic dan endokrin
Seperti: DM
Hipoglikemia
Gangguan ginjal
Gangguan hepar
Gangguan tiroid
Gangguan elektrolit
E Eye & Ear (disfungsi mata dan telinga)
N Nutritional
Kekurangan vit B6 (pellagra)
Kekurangan vit B1 (sindrom wernicke)
Kekurangan vut B12 (anemia pernisiosa)
Kekurangan asam folat
T Tumor dan Trauma
I Infeksi
Ensefalitis oleh virus, contoh: herpes simplek
Bakteri, contoh: pnemokok
TBC
Parasit
Fungus
Abses otak
Neurosifilis
A Arterosklerosis (komplikasi peyakit aterosklerosis, missal: infark miokard, gagal jantung, dan
alkohol).
Keadaan yang secara potensial reversible atau yang bias dihentikan seperti:
Intoksikasi (obat, termasuk alkohol)
Infeksi susunan saraf pusat
Gangguan metabolic
Gangguan vaskuler (demensia multi-infark)
Lesi desak ruang:
Hematoma subdural akut/kronis
Metastase neoplasma
Hidrosefalus yang bertekanan normal
Depresi (pseudo-demensia depresif)
B. Dementia Presenilis
Seperti namanya, maka gangguan ini gejala utamanya ialah seperti sebelum masa senile akan
dibicarakan 2 macam demensia presenilis yaitu:
1. Penyakit Alzheimer
Penyakit Alzheimeir ini biasanya timbul antara usia 50-60 tahun. Yang disebabkan oleh
karena adanya degenerasi kortek yang difus pada otak dilapisan luar, terutama di daerah frontal
dan temporal. Atrofi otak ini dapat dilihat pada pneumoensefalogam, system ventrikel membesar
serta banyak hawa diruang subarachnoid. Penyakit ini dimulai pelan sekali, tidak ada ciri yang
khas pada gangguan intelegensi atau pada kelainan perilaku. Terdapat disorientasi, gangguan
ingatan, emosi yang lebih, kekeliruan dalam berhitung, dam pembicaraan sehari-hari dapat terjadi
afasi, perseverasi (mengulang-ngulang perkataan; perbuatan tanpa guna), pembicaraan logoklonia
(pengulangan tiap suku kata akhir secara tidak teratur), dan bila sudah berat maka penderita tidak
dapat dimengerti lagi. Ada yang jadi gelisah dan hiperaktif.
Kadang-kadang sepintas lalu timbul aproksia (kehilangan kecakapan yang diperoleh
sebelumnya untuk melakukan pekerjaan atau gerakan yang memerlukan keterampilan),
hemiplegia tau pra plegi, parese pada muka dan spasme pada ekstremitas juga sering terjadi
sehingga pada stadium akhir timbul kontraktur. Pada fase ini sudah sangant dement dan tidak
diadakan kotak dengannya lagi. Biasanya penyakit ini berlangsung selama 5-10 tahun.
2. Penyakit Pick
Secara patologis penyakit ini ialah atrofi dan gliosis di daerah-daerah asosiatif. Daerah
motoric, sensorik, dan daerah proyeksi secara relative dan banyak berubah. Yang terganggu ialah
daerah kortek yang secara filogenptik lebih mudah dan yang penting buat fungsi asosiasi yang
lebih tinggi. Sebab itu yang terutama terganggu ialah pembicaraan dan proses berpikir.
Penyakit ini mungkin herediter, diperkirakan terdapat factor menjadi pencetus dari sel-sel
ganglion yang tertentu yaitu: yang genetic paling muda. Lobus frontalis menjadi demikian atrofis
sehingga kadang kelihatan seperti ditekan oleh suatu lingkaran. Biasanya terjadi pada umut 45-60
tahun, yang termuda yang pernah diberitakan ialah 31 tahun.
Penyakit Pick terdapat 2x lebih banyak pada kaum wanita dari pad kaum pria. Gejala
permulaan: ingatan berkurang, kesukaran dalam pemikiran dan konsentrasi, kurang spontanitas,
emosi menjadi tumpul. Penderita menjadi acuh tak acuh, kadang-kadang tidak dapat menyesuaikan
diri serta menyelesaikan masalah dalam situasi yang baru.
Dalam waktu 1 tahun sudah terjadi demensia yang jelas. Ada yang efor, ada yang jadi susah
dan curiga. Sering terdapat gejala fokal seperti afasia, aproksia, aleksia, tetapi gejala ini sering
diselubungi oleh demensia umum. Ciri afasia yang penting pada penyakit ini ialah terjadinya
secara pelan-pelan (tidak mendadak seperti pada gangguan pembuluh darah otak), terdapatnya
logorrhea yang spontan (yang tidak terdapat pada afasia sebab gangguan pembuluh darah). Tidak
jarang ada echolalia dan reaksi stereotip.
Pada fase lanjut demensia menjadi hebat, terdapat inkontinensia, kemampuan buat
berbicara hilang dan kekeksia yang berat. Biasanya penderita meninggal dalam waktu 4-6 tahun
karena suatu penyakit infeksi tambahan.
Smapai sekarang tidak ada pengobatan terhadap kasus demensia presenilis. Dapat
direncanakan bantuan yang simptomatik dalam lingkungan yang memadai. Biar gelisah dapat
dipertimbangkan pemberian obat psikotropik.
Dariuszky (2004) memberikan karakteristik individu yang memiliki Self-esteem tinggi sebagai
berikut:
1. Mempunyai harapan yang positif dan realitis atas usahanya mapupun hasil dari usahanya.
2. Bersedia mempertanggungjawabkan kegagalan maupun kesalahannya.
3. Memandang dirinya sama dan sederajat dengan orang lain.
4. Cenderung melakukan aktivitas-aktivitas yang bertujuan untuk memperbaiki atau
menyempurnakan dirinya.
5. Tidak kuatir akan keselamatan hidupnya dan lebih berani mengambil resiko.
6. Mempunyai bukti atau alas an yang kuat untuk menghargai dirinya sendiri atas keberhasilan yang
telah diraihnya.
7. Relative puas dan bahagia dengan hidupnya dan kemampuannya cukup bagus dalam hal
penyesuaian diri.
Sedangkan ciri-ciri orang yang memiliki Self-esteem yang rendah menurut Dariuszky (2004)
adalah:
1. Sulit menemukan hal-hal yang positif dalam tindakan yang mereka lakukan.
2. Cenderung cemas mengenai hidupnya dan kurang berani mengambil resiko.
3. Kurang menghargai keberhasilan yang mereka raih.
4. Mereka terlalu peduli akan tanggungjawab atas kegagalan yang mereka perbuat dan mencari
alasan untuk membuktikan bahwa mereka salah.
5. Merasa rendah diri ketika berhadapan dengan orang lain.
6. Tidak termotivasi untuk memperbaiki dan menyempurnakan diri.
7. Merasa kurang puas dan tidak bahagia dengan hidupnya, dan tidak mampu meyesuaikan diri.
8. Pikiran cenderung mudah terserang perasaan putus asa, depresi dan niat bunuh diri.
Tanda dan gejala gangguan Self-esteem menurut Carpenito (2001) sebagai berikut:
1. Pengungkapan diri negative
2. Rasa bersalah atau malu
3. Evaluasi diri tidak mampu menangani kejadian
4. Menghindari diskusi tentang topic dirinya
5. Merasionalisasi penolakan/menolak umpan balik positif dan membesarkan umpan balik negative
tentang diri
6. Ketidakmampuan untuk menentukan tujuan
7. Ragu-ragu untuk mencoba sesuatu yang baru
8. Hipersensitif terhadap kritik ringan
9. Tanda dari keresahan seperti marah, mudah tersinggung, keputusasaan, dan menangis
10. Mengingkari masalah nyata
11. Perilaku penyalahgunaan diri (pengerusakaan, usaha bunuh diri, penyalahgunaan zat, dan menjadi
korban)
12. Penampilan tubuh buruk (postur, kontak mata, gerakan)
13. Merasionalisasi kegagalan pribadi
Stuart dan Sudeen (1993); Keliat (1994), mengemukakan 10 cara individu mengekspresikan secara
langsung harga diri rendah yaitu:
1. Mengejek dn mengkritik pandagan negative tentang dirinya. Sering mengatakan dirinya “bodoh”,
“tidak tahu apa-apa” dan sikap negative terhadap dirinya.
2. Merendahkan/mengurangi martabat diri
3. Menghindari, mengabaikan atau menolak kemampuan yang nyata dimiliki dan merasa tidak
mampu melakukan apapun.
4. Rasa bersalah dan khawatir
5. Individu menolak diri dan menghukum diri sendiri, iritabel dan pesimis terhadap kehidupan.
Kadang timbul perasaan dirinya penting yang berlebih-lebihan. Dapat juga ditemukan gejala fobia
dan obsesi.
6. Manifestasi fisik
7. Keluhan tidak punya tenaga, cepat lelah, gejala psikosomatis, tekanan darah tinggi, dan
penyalahgunaan zat.
8. Menunda keputusan
9. Sangat ragu-ragu dalam mengambil keputusan, rasa aman terancam dan ketegangan peran.
10. Masalah dalam berhubungan dengan orang lain
11. Menarik diri dan isolasi social karena perasaan tidak berharga. Kadang menjadi kejam dan
mengeksploitasi orang lain.
12. Menarik diri dari realitas
13. Kecemasan karena penolakan diri mencapai tingkat berat atau panic, individu mungkin mengalami
gangguan asosiasi, halusinasi, curiga, cemburu dan paranoid.
14. Merusak diri
15. Harga diri yang rendah mendorong klien untuk mengakhiri kehidupan karena merasa tidak
berguna dan tidak ada harapan untuk hidup.
16. Merusak/melukai orang lain
17. Kebencian dan penolakan pada diri dapat dilampiaskan ke orang lain.
18. Kecemasan dan takut
19. Kekhawatiran menghadapi masa depan yang tidak jelas karena merasa tidak mampu menjalani
kehidupan. Pandangan hidup seiring terpolarisasi.
2.5.5.4. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Self-Esteem
Harga diri (Self-esteem) bukanlah suatu sifat bawaan ang tidak dapat diubah. Ia diengaruhi
oleh berbagai factor seperti suasana hati, kondisi kesehatan, kehilangan sesuatu yang dicintai,
kehilangan pekerjaan. Pension dan lain-lain. Banyak orang yang tidak mampu mengatasi kondisi
seprti itu dan jatuh dalam kekalutan emosional dan tidak memiliki persepsi yang sehat mengenai
dirinya mauoun lingkungan eksternalnya, sehingga orang itu memiliki Self-esteem yang rendah
(Dariuszky, 2004).
Menurut Stuart dan Sudeen (1993); Keliat (1994), stressor yang mempengaruhi Self-esteem
adalah penolakan dan kurangnya penghargaan dari orang lain, persaingan, kesalahan dan
kegagalan yang berulang, cita-cita yang tidak dapat dicapai, ideal self yang tidak realistic dan gagal
bertanggungjawab terhadap diri.
Factor-faktor yang mempengaruhi Self-esteem menurut Carpenito (2001):
1) Patofisiologi
Berhubungan dengan perubahan penampilan, sekunder akibat dari kehilngan citra tubuh,
kehilangan fungsi tubuh dan bentuk badan berubah akibat dari trauma, pembedahan, dan cacat
lahir.
2) Situasional (personal, lingkungan)
Berhubungan dengan tidak terpenuhinya kebutuhan, umpan balik, perasaan diabaikan sekunder
akibat kemaitian orang terdekat. Perasaan kegagalan/penurunan berat badan. Kegagalan disekolah,
riwayat ketidakefektifan hubungan dengan orang tua, riwayat penyalahgunaan zat, penolakan
orang tua, harapan yang tidak realistis dari orang tua, hukuman yang tidak konsisten. Perasaan
tidak berdaya dan/atau kegagalan sekunder akibat dari institusional seperti penjara, rumah sakit
jiwa, panti asuhan, dan rumah penitipan.
3) Maturasional
Pada usia bayi dan usia bermain berhubungan dengan kurangnya stimulasi dan kedekatan dengan
orang tuanya, perpisahan dari orang tua/orang terdekat, evaluasi negative yang terus menerus oleh
orang tua, ketidakadekuatan dukungan orang tua, dan ketidakmampuan untuk mempercayai orang
terdekat.
4) Sumber eksternal dan internal
Kekuatan dan perkembangan pada individu sangat berpengaruh terhadap Self-esteem. Pada sumber
internal, misalnya orang yang humoris koping individunya lebih efektif. Sumber eksternal
misalnya adanya dukungan dari masyarakat, dan ekonomi yang kuat.
5) Pengalaman sukses dan gagal
Ada kecenderungan bahwa riwayat sukses akan meningkatkan Self-esteem seseorang, dan
frekuensi gagal yang sering mengakibatkan rendahnya Self-esteem.
c. Spiritual
Agama atau kepercayaan makin terintegrasi dalam kehidupannya (Maslow, 1970) Lansia
makin matur dalam kehidupan keagamaanya , hal ini terlihat dalam berfikir dan bertindak dalam
sehari-hari (Murray dan Zentner, 1970). Perawat harus bias memberikan ketenangan dan kepuasan
batin dalam hubungannya dengan Tuhan atau agama yang dianutinya dalam keadaan sakit atau
mendeteksi kematian. Sehubungan dengan pendekatan spiritual bagi klien lanjut usia yang
menghadapi kematian, DR. Tony Styobuhi mengemukakan bahwa maut sering kali menggugah
rasa takut. Rasa semacam ini didasari oleh berbagai macam faktor, seperti ketidakpastian akan
pengalaman selanjutnya, adanya rasa sakit dan kegelisahan ngumpul lagi dengan keluarga dan
lingkungan sekitarnya. Dalam menghadapi kematian setiap klien lanjut usia akan memberika
reaksi yang berbeda, tergantung dari kepribadian dan cara menghadapi hidup ini. Adapun
kegelisahan yang timbul diakibatkan oleh persoalan keluarga perawat harus dapat menyakinkan
lanjut usia bahwa kalaupun keluarga tadi di tinggalkan, masih ada orang lain yang mengurus
mereka. Sedangkan rasa bersalah selalu menghantui pikiran lanjut usia. Umumny pada waktu
kematian akan dating agama atau kepercayaan seseorang merupakan factor yang penting sekali.
Pada waktu inilah kelahiran seorang iman sangat perlu untuk melapangkan dada klien lanjut usia.
Dengan demikian pendekatan perawat pada klien lanjut usia bukan hanya terhadap fisik saja,
melainkan perawat lebih dituntut menemukan pribadi klien lanjut usia melalui agama mereka.
Intervensi
Bina hubungan saling percaya
Bantu klien menguraikan kelebihan dan kekurangan interpersonal.
Bantu klien membina kembali hubungan interpersonal yang positf / adaptif dan memberikan
kepuasan timbal balik :
a) Beri penguatan dan kritikan yang positif
b) Dengarkan semua kata-kata klien dan jangan menyela saat klien bertanya.
c) Berikan penghargaan saat klien dapat berprilaku yang positif
d) Hindari ketergantungan klien
Libatkan dalam kegiatan ruangan.
Ciptakan lingkungan terapeutik
Libatkan keluarga/system pendukung untuk membantu mengatasi masalah klien.
2. Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan gangguan konsep diri dan depresi
Tujuan :
1) Pasien mampu berpartisipasi dalam memutuskan perawatan dirinya
2) Pasien mampu melakukan kegiatan dalam menyelesaikan masalahnya
Intervensi
Bicara secara langsung dengan klien, hargai individu dan ruang pribadinya jika tepat
Beri kesempatan terstruktur bagi klien untuk membuat pilihan perawatan
Beri kesempatan bagi pasien untuk bertanggung jawab terhadap perawatan dirinya
Beri kesempatan menetapkan tujuan perawatan dirinya. Contoh : minta pasien memilih apakah
mau mandi, sikat gigi atau gunting kuku.
Beri kesempatan untuk menetapkan aktifitas perawatan diri untuk mencapai tujuan. Contoh :
Jika pasien memilih mandi, bantu pasien untuk menetapkan aktifitas untuk mandi (bawa sabun,
handuk, pakaian bersih)
Berikan pujian jika pasien dapat melakukan kegiatannya.
Tanyakan perasaan pasien jika mampu melakukan kegiatannya.
Sepakati jadwal pelaksanaan kegiatan tersebut secara teratur.
Bersama keluarga memilih kemampuan yang bisa dilakukan pasien saat ini
Anjurkan keluarga untuk memberikan pujian terhadap kemampuan yang masih dimiliki pasien.
Anjurkan keluarga untuk membantu pasien melakukan kegiatan sesuai kemampuan yang
dimiliki.
Anjurkan keluarga memberikan pujian jika pasien melakukan kegiatan sesuai dengan jadwal
kegiatan yang sudah dibuat.
4. Resiko membahayakan diri berhubungan dengan perasaan tidak berharga dan putusasa
Tujuan :
1) Pasien tidak membahayakan dirinya sendiri
2) Pasien mampu memilih alternatif penyelesaian masalah yang konstruktif
Intervensi
Identifikasi derajat resiko / potensi untuk bunuh diri
Bantu pasien mengenali perasaan yang menjadi penyebab timbulnya ide bunuh diri.
Ajarkan beberapa alternatif cara penyelesaian masalah yang konstruktif.
Bantu pasien untuk memilih cara yang palin tepat untuk menyelesaikan masalah secara
konstruktif.
Beri pujian terhadap pilihan yang telah dibuat pasien dengan tepat.
Anjurkan pasien mengikuti kegiatan kemasyarakatan yang ada di lingkungannya
Lakukan tindakan pencegahan bunuh diri
Mendiskusikan dengan keluarga koping positif yang pernah dimiliki klien dalam menyelesaikan
masalah
5. Harga diri rendah berhubungan dengan koping individu tak efektif sekunder terhadap respon
kehilangan pasangan.
Tujuan :
1) Klien merasa harga dirinya naik.
2) Klien mengunakan koping yang adaptif.
3) Klien menyadari dapat mengontrol perasaannya.
Intervensi
Bina hubungan saling percaya dan keterbukaan.
Maksimalkan partisipasi klien dalam hubungan terapeutik.
Bantu klien menerima perasaan dan pikirannya.
Bantu klien menjelaskan konsep dirinya dan hubungannya dengan orang lain melalui
keterbukaan.
Berespon secara empati dan menekankan bahwa kekuatan untuk berubah ada pada klien.
Mengeksplorasi respon koping adaptif dan mal adaptif terhadap masalahnya.
Bantu klien mengidentifikasi alternatif pemecahan masalah.
Bantu klien untuk melakukan tindakan yang penting untuk merubah respon maladaptif dan
mempertahankan respon koping yang adaptif.
Identifikasi dukungan yang positif dengan mengaitkan terhadap kenyataan.
Berikan kesempatan untuk menangis dan mengungkapkan perasaannya.
BAB 3
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Bahwa pelayanan geriatrik di Indonesia sudah saatnya diupayakan di seluruh jenjang
pelayanan kesehatan di Indonesia. Untuk itu pengetahuan mengenai geriatric harus sudah
merupakan pengetahuan yang diajarkan pada semua tenaga kesehatan. Dalam hal ini pengetahuan
mengenai psikogeriatri atau kesehatan jiwa pada usia lanjut merupakan salah satu di antara
berbagai pengetahuan yang perlu diketahui. Tatacara pemeriksaan dasar psikogeriatri oleh karena
itu sering disertakan dalam pemeriksaan/assesmen geriatric, antara lain mengenai pemeriksaan
gangguan mental. Kognitif, depresi dan beberapa pemeriksaan lain.
DAFTAR PUSTAKA
Martono Hadi dan Kris Pranaka. 2010. Buku Ajar Boedhi-Darmojo GERIATRI. Jakarta: Fakultas
Kedokteran UNIVERSITAS INDONESIA
Depkes R.I. 1999. Kesehatan keluarga, Bahagia di Usia Senja. Jakarta: Medi Media
Nugroho Wahyudi. 1995. Perawatan Usia Lanjut. Jakarta: EGC
TOP
0 opmerkings:
Tuis
Subscribe to: Plaas opmerkings (Atom)
Blogger news
Template by:
About
Designed by SkinCorner Free Blogger Templates | Sponsored by Papercraft for Kids | Power
Point Templates