Beruflich Dokumente
Kultur Dokumente
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur marilah kita ucapkan kehadirat Allah SWT, karena berkat karunia
dan rahmat-Nyalah kami dari kelompok 11 dapat menyelesaikan makalah ini dengan
sebaik-baiknya. Makalah ini berisi penjelasan tentang persoalan pornografi & pornoaksi
yang semakin marak terjadi khususnya di Negeri Indonesia ini. Kami telah merangkum
dari informasi yang kami dapatkan baik dari media cetak maupun media elektronik.
Makalah ini disusun supaya pembaca dapat lebih mengembangkan pengetahuan
tentang kesosiologian dan mampu mengenal jati diri sendiri, peranan atau fungsinya di
tengah masyarakat, serta mengenal nilai dan norma sosial yang berlaku, sehingga dapat
diharapkan terhindar dari perilaku menyimpang khusunya yeng berkaitan tentang harga
diri.
Bertitik tolak dari itu, maka makalah ini disusun secara berurut, rapi, dan mudah
untuk dipahami, supaya tidak terjadi kekeliruan pada para pembaca.Oleh sebab itu kami
berterimakasih kepada dosen pembimbing dalam mengerjakan makalah ini.
Kami selaku penyusun menyadari sepenuhnya bahwa makalah ini masih jauh dari
sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran yang ada relevasinya dengan penyempurnaan
makalah ini, sangat kami harapkan. Kritik dan saran sekecil apapun akan kami perhatikan
dan pertimbangkan guna penyempurnaan makalah-makalah kami selanjutnya.
Akhir kata, semoga makalah ini mampu memberikan manfaat bagi para pembaca.
DAFTAR ISI
JUDUL HAL
SAMPUL 01
KATA PENGANTAR 02
DAFTAR ISI 03
BAB 1 PENDAHULUAN 04
I.1 Latar Belakang Masalah 04
I.2 Rumusan Masalah 06
I.3 Tujuan Penulisan 06
I.4 Manfaat Penulisan 06
I.5 Metode Penulisan 07
BAB II PEMBAHASAN 08
II.1 Sekilas Perkembangan Pornografi di Indonesia 08
II.2 Persentase Pertumbuhan Kasus Porno di Dunia & Indonesia 09
II.3 Dampak dari Pornografi & Pornoaksi 12
II.4 Cara Meningkatkan Kesadaran Kepada Masyarakat 14
II.5 Aturan Hukum Negara Indonesia 16
BAB III SIMPULANA & SARAN 18
III.1 Simpulan 18
III.2 Saran 20
BAB IV LITERATUR 21
BAB I
PENDAHULUAN
b. Secara praktis, diharapkan dapat memberikan dan menumbuhkan kesadaran dalam jiwa
individu, masyarakat, dan pemerintah terhadap bahaya pornografi dan pornoaksi dalam
kehidupan berbangsa, bermasyarakat dan bernegara serta memerikan dorongan agar masing-
masing individu, masyarakat dan pemerintah tersebut dapat memberikan kontribusi sesuai
dengan perannya masing-masing untuk meminimalisir bahaya pornografi dalam kehidupan
bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.
Metode yang kami gunakan adalah metode library riset dan cyber riset.
Libarary riset ialah metode yang merupakan tempat menghimpun data, informasi, berita,
& opini, yang di ambil dari Perpustakaan Pribadi Penulis, Perpustakaan Universitas Riau &
Perputakaan Kota Wilayah Pekanbaru pada tanggal 24 Juni 2010 – 30 Juni 2010.
Cyber riset ialah metode yang merupakan tempat menghimpun data, informasi, berita, &
opini, yang di ambil dari internet yang bersumber dari alamat terpercaya yang kami tuliskan di
bagian bab literatur, pada 24 Juni 2010 – 30 Juni 2010.
BAB II
PembahaSan
II.1 Sekilas Tentang Pornografi dan Pornoaksi serta Perkembangannya di
Indonesia
Pengertian ‘pornografi’ secara umum telah dipahami oleh setiap individu. Dengan pola
pikir individu yang berbeda, kata ‘pornografi’, terlepas dari konotasi positif dan negatifnya,
memiliki sejumlah arti yang hampir sama dalam keragaman komunitas masyarakat kita.
Pornografi sering dikonotasikan dengan pertunjukan seks, cabul, bagian tubuh terlarang yang
dipertontonkan (khususnya perempuan), dan segala bentuk aksi yang membuat pendengar atau
indidu yang menyaksikan terangsang layaknya manusia normal.
Secara terminologi, pornografi merupakan kata serapan dari Bahasa Inggris yang berasal
dari kata dalam Bahasa Yunani ‘porne’ dan ‘graphos’ yang berarti gambaran atau tulisan
mengenai wanita jalang. Atau dalam arti lain adalah tulisan tentang wanita susila. Berikut ini
beberapa definisi mengenai pornografi:
Menurut definisi RUU Pornografi, "Pornografi adalah materi seksualitas yang dibuat oleh
manusia dalam bentuk gambar, sketsa, ilustrasi, foto, tulisan, suara, bunyi, gambar bergerak,
animasi, kartun, syair, percakapan, gerak tubuh, atau bentuk pesan komunikasi lain melalui
berbagai bentuk media komunikasi dan/atau pertunjukan di muka umum, yang dapat
membangkitkan hasrat seksual dan/atau melanggar nilai-nilai kesusilaan dalam masyarakat.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia : Pornografi adalah penggambaran tingkah laku secara
erotis dengan lukisan atau tulisan untuk membangkitkan nafsu berahi; bahan bacaan yang dengan
sengaja dan semata-mata dirancang untuk membangkitkan nafsu berahi.
Oxford English Dictionary : Pornografi adalah pernyataan atau saran mengenai hal-hal yang
mesum atau kurang sopan di dalam sastra atau seni.
RUU Pasal 1 ayat 1, menyebutkan, “Pornografi adalah substansi dalam media atau alat
komunikasi yang dibuat untuk menyampaikan gagasan-gagasan yang mengeksploitasi seksual,
kecabulan, dan/atau erotika.” Pasal 1 ayat 2: “Pornoaksi adalah perbuatan mengekploitasi
seksual, kecabulan, dan/atau erotika di muka umum.
Persentase di Dunia :
Berdasarkan data yang diperoleh dari buku “Kumpulan Kisah Inspiratif” dari Kick
Andy, Metro TV & BENTANG, yang berjudul “Jangan Bugil diDepan Kamera”
menuliskan bahwa: Saat ini lebih dari 500 video porno buatan Indonesia baik berbentuk
VCD,DVD,bahkan dari Ponsel ke Ponsel. Sangat mengejutkan 90 % dibuat oleh
mahasiwa dan pelajar yang setiap hari nya lebih dari dua film porno di produksi.
Hasil penelitian Sony Ady Setyawan, mahasiswa Yogyakarta mengungkapkan,
sebagian besar video porno di buat secara amatiran,berdasarkan keisengan belaka.
Kebanyakan menggunakan medi Ponsel yang direkam mulai dari adegan telanjang
sampai hubungan seks atau perkosaan. Sesungguhnya kita telah memasuki gelombang
keempat dalam dunia porno grafi seperti yang terjadi di Jepang.
Pornografi di Indonesia sangat mengkhawatirkan. Sony Setyawan, penulis buku
500 Gelombang Video Porno Indonesia dan penggagas kampanye “ Jangan Bugi didepan
Kamera” mengungkapkan pada 2001 menemukan 6-8 buah video porno buatan orang
Indonesia. Awalnya ia meramalkan lima tahun lagi jumlah video porno “Made in
Indoneia” naik sepuluh kali lipat. Tapi Ramalannya salah besar karena jumlah
peningkatannya lebih besar beberapa kalilipat dari dugaan sebelumnya, yaitu pada tahun
2006 telah mencapai lebih dari 500 buah!, 60 % berisi hubungan intim. Berdasarkan
paparanya Sony membuat tingkatan atau gelombang tentang Video Porno yaitu :
1. Video Porno yang dibuat secara amatiran/iseng.
2. Video Porno yang dibuat atas nama cinta.
3. Video Porno yang dengan Candid Camera ( Kamera Tersembunyi).
4. Video Porno yang dibuat karena ada unsur Komersial.
5. Video Porno yang dibuat dengan adegan kekerasan/pemerkosaan.
6. Video Porno yang dibuat dengan melibakan anak-anak.
Lantas Indonesia Sekarang Sudah di posisis mana?
Ya... Indonesia sudah dipossisi Ke lima karena dapat kita hitung pada tahun 2006 Video
Porno telah mencapai 500 buah bagai mana pada tahun 2010 ini. Berdasarkan data Sony
atas temuannya lagi di Negara kita ini setiap harinya ada 8-11 video Porno baru yang di
Produksi. Bila tak segera di henikan Kita akan sama dengan Jepang bukan karena
kepintarannya tapi kebodohan & kemiskinan moral jiwa.
Berikut ini adalah data Top Rank Negara yang tercatat paling sering mengakses
cyberporn melalui internet berdasarkan pengamatan Googletrends dari tahun 2005-2010:
1. India
2. Indonesia
3. Filipina
4. Australia
5. Selandia Baru
6. Irlandia
7. Inggeris
8. Kanada
9. Amerika Serikat
10. Jerman
(sumber:http://www.google.com/trendsq=cyber+porn&ctab=0&geo=all&date=all&sor
t=0)
Kelemahan Hukum
Larangan pornografi sebenarnya telah diatur dalam hukum positif kita, diantaranya
adalah dalam KUHP, UU No 8/1992 tentang Perfilman, UU No 36/1999 tentang
Telekomunikasi, UU No 40/1999 tentang Pers dan UU No 32/2002 tentang Penyiaran.
Namun pada tahap aplikasi, beberapa UU ini tidak dapat bekerja dengan maksimal
karena mengandung beberapa kelemahan dan kekurangan pada substansinya, yaitu
perumusan melanggar kesusilaan yang bersifat abstrak/multitafsir, jurisdiksi yang bersifat
territorial dan perumusan beberapa istilah dan pengertiannya yang tidak mencakup
aktivitas pornografi diinternet, sistem perumusan sanksi pidana yang tidak tepat dan
jumlah sanksi pidana denda yang relatif kecil, sistem perumusan pertanggungjawaban
pidana korporasi/badan hukum yang tidak jelas dan tidak rinci, dan tidak adanya
harmonisasi tindak pidana dan kebijakan formulasi tindak pidana, baik pada tingkat
nasional, regional maupun internasional. Adanya kelemahan-kelemahan ini menunjukkan
perlu adanya amandemen bahkan pembaharuan hukum, agar hukum dapat menjangkau
penjahat-penjahat di dunia maya.
Dalam penanganan Internal, para orang tua untuk menelaah kembali pendidikan
dasar agama yang bukan hanya teori di dalam setiap sumah tangga, namun lebih menitik
beratkan kepada praktek. Selain itu, setiap individu hendaknya memiliki kesadaran
pribadi mengenai dampak dari pornografi dan pornoaksi. Dengan adanya kesadaran
masing-masing individu diharapkan setiap pribadi memiliki pengendalian terhadap diri
sendiri untuk tidak melakukan perbuatan yang tidak senonoh dan melanggar norma
agama dan kesopanan.
Pornografi dan pornoaksi di Indonesia senantiasa menuai pro dan kontra. Ada yang
menilai perlu ditanggulangi oleh pemerintah secara serius, namun ada pula yang menilai regulasi
dalam hal ini bukanlah suatu hal yang krusial di dalam suatu negara dibandingkan dengan
masalah lain seperti kemiskinan, krisis ekonomi, dan sebagainya. Meskipun aparat pemerintah
terkesan lamban dalam menyusun peraturan perundang-undangan mengenai pornografi, terlepas
dari berbagai kontroversi dalam pembahasan dan pengesahannya, lahirnya UU Pornografi patut
menjadi catatan kita, terutama dalam konteks upaya melahirkan produk hukum yang dapat
menjawab berbagai keresahan masyarakat terhadap bahaya maraknya pornografi dan pornoaksi.
Untuk itu, implementasi UU Pornografi di daerah membutuhkan partisipasi aktif semua pihak
agar bersikap proaktif dalam memberantas segala bentuk pornografi dan pornoaksi, sehingga
masyarakat indonesia benar-benar bersih dan aman dari bahaya pornografi/pornoaksi.
Upaya untuk menumbuhkan kesadaran terhadap bahaya pornografi dan pornoaksi ini
dapat dicapai melalui peran para pakar dan praktisi pendidikan agar dapat menghimbau dan
memelopori tumbuh-kembangnya pendidikan budi pekerti, penanaman nilai-nilai keagamaan dan
pendidikan karakter bangsa. Pemerintah juga bisa melakukan aksi pemblokiran situs porno di
internet, begitu pula terhadap produk media cetak pornografi seperti majalah yang kini kian
marak, seyogyanya ada keberanian pihak aparat hukum untuk melakukan penindakan.
Yang kita perlukan adalah keseragaman faham untuk memerangi bahaya dan dampak
pornografi. Jika setiap pihak telah sepakat bahwa pornografi perlu ditanggulangi, maka setiap
individu dapat memerikan saran dan kontribusi masing-masing sesuai dengan peranannya di
masyarakat. Kebijakan ini sesungguhnya merupakan ajakan untuk bersinergi bagi para pemuka
agama, bagi para pakar tekhnologi informatika, bagi orang tua, bagi para pemerintah, bagi para
pekerja seni, bagi para pendidik, dan setiap elemen masyarakat untuk menyeragamkan tujuan
dan memahami bahwa memang pornografi dan kekerasan bukanlah modal yang relevan untuk
membangun bangsa. Sehingga pada akhirnya, setiap dari kita dapat menjadi bagian dari solusi
dari permasalahan pornografi di Indonesia.
BAB IV
LITERATUR
IV.1 Literatur
Link Internet
http://www.menkokesra.go.id
http://www.depkominfo.go.id
http://www.kalselprov.go.id
http://www.indosiar.com
http://id.wikipedia.org
http://www.ubb.ac.id
http://riky-perdana.blogspot.com
http://trends.google.com
http://solution.wen.su
http://yusufhanafiah.blogspot.com
Artikel Referensi:
“UU Pornografi” karya Drs Usman Yatim M.Pd
“Studi Kasus Pornografi (Realitas Dan Tantangan Dalam Konteks Ke-
Indonesiaan)” karya Isyrokh Fuaidy Soetaman
“Kumpulan Kisah Inspiratif ( Jangan Bugil diDepan Kamera)”, hal 32. Kick
Andy
“Sosiologi Suatu Pengantar ( Masalah Sosial)”, bab 9. Soerjono Soekanto