Beruflich Dokumente
Kultur Dokumente
PADA DEWASA
MAKALAH
diajukan untuk memenuhi tugas mata kuliah
Oleh
Albertus Budi Arianto (30120110001)
BANDUNG
2011
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Penyakit saluran pernapasan merupakan salah satu penyebab kesakitan dan kematian yang
paling sering dan penting pada anak, terutama pada bayi, karena saluran pernafasannya masih
sempit dan daya tahan tubuhnya masih rendah. Disamping faktor organ pernafasan , keadaan
pernafasan bayi dan anak juga dipengaruhi oleh beberapa hal lain, seperti suhu tubuh yang
tinggi, terdapatnya sakit perut, atau lambung yang penuh.
Banyak teori yang menerangkan patogenesis dari syndrom yang berhubungan dengan
kerusakan awal paru-paru yang terjadi dimembran kapiler alveolar.
Adanya peningkatan permeabilitas kapiler dan akibat masuknya cairan ke dalam ruang
interstitial, seolah-olah dipengaruhi oleh aktifitas surfaktan. Akibatnya terjadi tanda-tanda
atelektasis. Cairan juga masuk dalam alveoli dan mengakibatkan oedema paru. Plasma dan sel
darah merah keluar dari kapiler-kapiler yang rusak, oleh karena itu mungkin perdarahan
merupakan manifestasi patologi.
B. Tujuan Penulisan
C. Manfaat Penulisan
Manfaat dari penulisan makalah ini, yaitu: Mahasiwa dapat mendeskripsikan berbagai
penyakit dengan gangguan sistem respiratory, khususnya pada Lower Respiratory Problem.
D. Metode Penulisan
Metode yang digunakan dalam penulisna makalah ini, yaitu studi pustaka, mencari bahan di
perpustakaan dan internet.
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Inflamasi dan Infeksi Pada Masalah Respirasi Bawah
1. Bronchitis Akut
a. Definisi
Bronkitis digambarkan sebagai inflamasi dari pembuluh bronkus. Inflamasi
menyebabkan bengkak pada permukaannya, mempersempit pembuluh dan
menimbulkan sekresi dari cairan inflamasi.
Bronchitis adalah suatu penyakit yang ditandai adanya dilatasi (ektasis)
bronkus lokal yang bersifat patologis dan berjalan kronik. Perubahan bronkus
tersebut disebabkan oleh perubahan-perubahan dalam dinding bronkus berupa
destruksi elemen-elemen elastis dan otot-otot polos bronkus. Bronkus yang terkena
umumnya bronkus kecil (medium size), sedangkan bronkus besar jarang terjadi. Hal
ini dapat memblok aliran udara ke paru-paru dan dapat merusaknya.
Bronkitis Akut adalah batuk yang tiba-tiba terjadi karena infeksi virus yang
melibatkan jalan nafas yang besar. Bronkitis akut pada umumnya ringan.
Berlangsung singkat (beberapa hari hingga beberapa minggu), rata-rata 10-14 hari.
Meski ringan, namun adakalanya sangat mengganggu, terutama jika disertai sesak,
dada terasa berat, dan batuk berkepanjangan.
b. Etiologi
Bronkitis Akut selalu terjadi pada anak yang menderita Morbilli, Pertusis dan
infeksi Mycoplasma Pneumonia. Belum ada bukti yang meyakinkan bahwa bakteri
lain merupakan penyebab primer Bronkitis Akut pada anak.
Seringkali disebabkan infeksi virus yang menyebabkan permukaan dalam
pembuluh bronkus menjadi inflamasi. Virus yang biasa menyerang adalah
rhinovirus, respiratory syncytial virus (RSV), dan influenza virus.
Bakteri juga dapat menyebvabkan bronkitis seperti Mycoplasma,
Pneumococcus, Klebsiella, Haemophilus.
Iritan kima seperti asap rokok gastric refluks yang dapat mengenai jalan nafas
atas, gasoline.
c. Patofisiologi
Virus dan bakteri biasa masuk melalui port d’entre mulut dan hidung “dropplet
infection” yang selanjutnya akan menimbulkan viremia/bakterimia dan gejala atau
reaksi tubuh untuk melakukan perlawanan.
Patofisiologi bronkitis yang mengarah pada terjadinya masalah keperawatan (Mutaqin, 2008)
d. Manifestasi Klinik
Gejala utama bronkitis adalah timbulnya batuk produktif (berdahak) yang
mengeluarkan dahak berwarna putih kekuningan atau hijau. Dalam keadaan normal
saluran pernapasan kita memproduksi mukus kira-kira beberapa sendok teh setiap
harinya. Apabila saluran pernapasan utama paru (bronkus) meradang, bronkus akan
menghasilkan mukus dalam jumlah yang banyak yang akan memicu timbulnya
batuk. Selain itu karena terjadi penyempitan jalan nafas dapat menimbulkan
shortness of breath.
Menurut Gunadi Santoso dan Makmuri (1994), tanda dan gejala yang ada yaitu :
Biasanya tidak demam, walaupun ada tetapi rendah
Keadaan umum baik, tidak tampak sakit, tidak sesak
Mungkin disertai nasofaringitis atau konjungtivitis
Pada paru didapatkan suara napas yang kasar
Menurut Ngastiyah (1997), yang perlu diperhatikan adalah akibat batuk yang lama,
yaitu :
Batuk siang dan malam terutama pada dini hari yang menyebabkan anak
kurang istirahat.
Daya tahan tubuh anak yang menurun.
Anoreksia sehingga berat badan anak sukar naik.
Kesenangan anak untuk bermain terganggu.
Konsentrasi belajar anak menurun.
e. Test Diagnostik
1. Foto Thorax : Tidak tampak adanya kelainan atau hanya hyperemia
2. Laboratorium : Leukosit > 17.500.
Pemeriksaan lainnya yang biasa dilakukan:
1. Tes fungsi paru-paru
2. Gas darah arteri
3. Rontgen dada.
f. Penatalaksanaan
Pada bronkitis akut, tidak ada terapi spesifik, sebagian besar penderita
sembuh tanpa banyak masalah.
1. Tindakan Perawatan
Pada tindakan perawatan yang penting ialah mengontrol batuk dan mengeluarakan
lendir :
Sering mengubah posisi
Banyak minum
Inhalasi
Nebulizer
Untuk mempertahankan daya tahan tubuh, setelah muntah dan tenang perlu
diberikan minum susu atau makanan lain
2. Tindakan Medis :
Jangan beri obat antihistamin berlebih
Beri antibiotik bila ada kecurigaan infeksi bakterial
Dapat diberi efedrin 0,5 – 1 mg/KgBB tiga kali sehari
Chloral hidrat 30 mg/Kg BB sebagai sedatif
2. Pneumonia
a. Definisi
Pneumonia adalah suatu peradangan atau inflamasi pada parenkim paru
yang umumnya disebabkan oleh agent infeksi.
Pneumonia adalah penyakit inflamasi pada paru yang dicirikan dengan
adanya konsolidasi akibat eksudat yang masuk dalam area alveoli. (Axton & Fugate,
1993).
) Pneumonia adalah inflasi parenkim paru, biasanya berhubungan dengan
pengisian cairan di dalam alveoli. Hal ini terjadi ini terjadi akibat adanya invaksi
agen atau infeksius adalah adanya kondisi yang mengganggu tahanan saluran.
Trakhabrnkialis, adalah pun beberapa keadaan yang mengganggu mekanisme
pertahanan sehingga timbul infeksi paru misalnya, kesadaran menurun, umur tua,
trakheastomi, pipa endotrakheal, dan lain-lain. Dengan demikian flora endogen yang
menjadi patogen ketika memasuki saluran pernafasan. ( Ngasriyal, Perawatan Anak
Sakit, 1997
b. Etiologi
Pneumonia dapat disebabkan oleh bermacam-macam etiologi seperti:
1. Bakteri: stapilokokus, streplokokus, aeruginosa, eneterobacter
2. Virus: virus influenza, adenovirus
3. Micoplasma pneumonia
4. Jamur: candida albicans
5. Aspirasi: lambung
c. Patofisiologi
Sebagian besar pneumonia didapat melalui aspirasi partikel infektif. Ada
beberapa mekanisma yang pada keadaan normal melindungi paru dari infeksi.
Partikel infeksius difiltrasi di hidung, atau terperangkap dan dibersihkan oleh mukus
dan epitel bersilia di saluran napas. Bila suatu partikel dapat mencapai paru-paru,
partikel tersebut akan berhadapan dengan makrofag alveoler, dan juga dengan
mekanisme imun sistemik, dan humoral. Bayi pada bulan-bulan pertama kehidupan
juga memiliki antibodi maternal yang didapat secara pasif yang dapat melindunginya
dari pneumokokus dan organisme-organisme infeksius lainnya. Perubahan pada
mekanisme protektif ini dapat menyebabkan anak mudah mengalami pneumonia
misalnya pada kelainan anatomis kongenital, defisiensi imun didapat atau kongenital,
atau kelainan neurologis yang memudahkan anak mengalami aspirasi dan perubahan
kualitas sekresi mukus atau epitel saluran napas. Pada anak tanpa faktor-faktor
predisposisi tersebut, partikel infeksius dapat mencapai paru melalui perubahan pada
pertahanan anatomis dan fisiologis yang normal. Ini paling sering terjadi akibat virus
pada saluran napas bagian atas. Virus tersebut dapat menyebar ke saluran napas
bagian bawah dan menyebabkan pneumonia virus.
Kemungkinan lain, kerusakan yang disebabkan virus terhadap mekanisme
pertahanan yang normal dapat menyebabkan bakteri pathogen menginfeksi saluran
napas bagian bawah. Bakteri ini dapat merupakan organisme yang pada keadaan
normal berkolonisasi di saluran napas atas atau bakteri yang ditransmisikan dari satu
orang ke orang lain melalui penyebaran droplet di udara. Kadang-kadang pneumonia
bakterialis dan virus (contoh : varisella, campak, rubella, CMV, virus Epstein-Barr,
Virus Herpes Simpleks) dapat terjadi melalui penyebaran hematogen baik dari
sumber terlokalisir atau bakteremia/viremia generalisata.
Setelah mencapai parenkim paru, bakteri menyebabkan respons inflamasi
akut yang meliputi eksudasi cairan, deposit fibrin, dan infiltrasi leukosit
polimorfonuklear di alveoli yang diikuti infitrasi makrofag. Cairan eksudatif di
alveoli menyebabkan konsolidasi lobaris yang khas pada foto toraks. Virus,
mikoplasma, dan klamidia menyebabkan inflamasi dengan dominasi infiltrat
mononuklear pada struktur submukosa dan interstisial. Hal ini menyebabkan
lepasnya sel-sel epitel ke dalam saluran napas, seperti yang terjadi pada bronkiolitis.
d. Manifestasi Klinik
Secara khas diawali dengan awitan menggigil, demam yang timbul dengan cepat
(39,5 ºC - 40,5 ºC).
Nyeri dada yang ditusuk-tusuk yang dicetuskan oleh bernafas dan batuk.
Takipnea (25 – 45 kali/menit) disertai dengan pernafasan mendengur, pernafasan
cuping hidung
Nadi cepat dan bersambung
Bibir dan kuku sianosis
Sesak nafas
e. Test Diagnostik
1. Sinar X: mengidentifikasikan distribusi struktural (misal: lobar, bronchial); dapat
juga menyatakan abses)
2. Pemeriksaan gram/kultur, sputum dan darah: untuk dapat mengidentifikasi semua
organisme yang ada.
3. Pemeriksaan serologi: membantu dalam membedakan diagnosis organisme
khusus.
4. Pemeriksaan fungsi paru: untuk mengetahui paru-paru, menetapkan luas berat
penyakit dan membantu diagnosis keadaan.
5. Biopsi paru: untuk menetapkan diagnosis
6. Spirometrik static: untuk mengkaji jumlah udara yang diaspirasi
7. Bronkostopi: untuk menetapkan diagnosis dan mengangkat benda asing
8. Penatalaksanan
Pengobatan diberikan berdasarkan etiologi dan uji resistensi tapi karena hal
itu perlu waktu dan pasien pneumonia diberikan terapi secepatnya:
Penicillin G: untuk infeksi pneumonia staphylococcus.
Amantadine, rimantadine: untuk infeksi pneumonia virus
Eritromisin, tetrasiklin, derivat tetrasiklin: untuk infeksi pneumonia
mikroplasma.
Menganjurkan untuk tirah baring sampai infeksi menunjukkan tanda-tanda
Pemberian oksigen jika terjadi hipoksemia.
Bila terjadi gagal nafas, diberikan nutrisi dengan kalori yang cukup.
3. TBC
a. Definisi
Tuberculosis merupakan penyakit infeksi bakteri menahun yang disebabkan
oleh Mycobakterium tuberculosis yang ditandai dengan pembentukan granuloma
pada jaringan yang terinfeksi. Mycobacterium tuberculosis merupakan kuman aerob
yang dapat hidup terutama di paru / berbagai organ tubuh lainnya yang bertekanan
parsial tinggi. Penyakit tuberculosis ini biasanya menyerang paru tetapi dapat
menyebar ke hampir seluruh bagian tubuh termasuk meninges, ginjal, tulang, nodus
limfe. Infeksi awal biasanya terjadi 2-10 minggu setelah pemajanan. Individu
kemudian dapat mengalami penyakit aktif karena gangguan atau ketidakefektifan
respon imun.
b. Etiologi
TB paru disebabkan oleh Mycobakterium tuberculosis yang merupakan
batang aerobic tahan asam yang tumbuh lambat dan sensitive terhadap panas dan
sinar UV. Bakteri yang jarang sebagai penyebab, tetapi pernah terjadi adalah M.
Bovis dan M. Avium.
c. Patofisiologi
Pada tuberculosis, basil tuberculosis menyebabkan suatu reaksi jaringan
yang aneh di dalam paru-paru meliputi : penyerbuan daerah terinfeksi oleh makrofag,
pembentukan dinding di sekitar lesi oleh jaringan fibrosa untuk membentuk apa yang
disebut dengan tuberkel. Banyaknya area fibrosis menyebabkan meningkatnya usaha
otot pernafasan untuk ventilasi paru dan oleh karena itu menurunkan kapasitas vital,
berkurangnya luas total permukaan membrane respirasi yang menyebabkan
penurunan kapasitas difusi paru secara progresif, dan rasio ventilasi-perfusi yang
abnormal di dalam paru-paru dapat mengurangi oksigenasi darah.
5. Test Diagnostik
6. Penatalaksanaan
a. Promotif
1. Penyuluhan kepada masyarakat mengenai TBC
2. Pemberitahuan baik melalui spanduk/iklan tentang bahaya TBC, cara
penularan, cara pencegahan, faktor resiko
3. Mensosialisasiklan BCG di masyarakat.
b. Preventif
1. Vaksinasi BCG
2. Menggunakan isoniazid (INH)
3. Membersihkan lingkungan dari tempat yang kotor dan lembab.
4. Bila ada gejala-gejala TBC segera ke Puskesmas/RS, agar dapat diketahui
secara dini.
c. Kuratif
Pengobatan tuberkulosis terutama pada pemberian obat antimikroba
dalam jangka waktu yang lama. Obat-obat dapat juga digunakan untuk
mencegah timbulnya penyakit klinis pada seseorang yang sudah terjangkit
infeksi. Penderita tuberkulosis dengan gejala klinis harus mendapat minuman
dua obat untuk mencegah timbulnya strain yang resisten terhadap obat.
Kombinasi obat-obat pilihan adalah isoniazid (hidrazid asam isonikkotinat =
INH) dengan etambutol (EMB) atau rifamsipin (RIF). Dosis lazim INH untuk
orang dewasa biasanya 5-10 mg/kg atau sekitar 300 mg/hari, EMB, 25 mg/kg
selama 60 hari, kemudian 15 mg/kg, RIF 600 mg sekali sehari. Efek samping
etambutol adalah Neuritis retrobulbar disertai penurunan ketajaman penglihatan.
Uji ketajaman penglihatan dianjurkan setiap bulan agar keadaan tersebut dapat
diketahui. Efek samping INH yang berat jarang terjadi. Komplikasi yang paling
berat adalah hepatitis. Resiko hepatitis sangat rendah pada penderita dibawah
usia 20 tahun dan mencapai puncaknya pada usia 60 tahun keatas. Disfungsi
hati, seperti terbukti dengan peningkatan aktivitas serum aminotransferase,
ditemukan pada 10-20% yang mendapat INH. Waktu minimal terapi kombinasi
18 bulan sesudah konversi biakan sputum menjadi negatif. Sesudah itu masuk
harus dianjurkan terapi dengan INH saja selama satu tahun.
4. Abses Paru
a. Definisi
Infeksi destruktif berupa lesi nekrotik pada jaringan paru yang terlokalisir
sehingga membentuk kavitas yg berisi nanah (pus) dalam parenkim paru pada satu
lobus atau lebih.
b. Etiologi
Beberapa penyebab dari abses paru adalah :
1. Pseudomonas aeruginosa.
2. Klebsiella pneumoniae.
3. Staphylococcus aureus (dapat menyebabkan beberapa abscesses).
4. Streptococcal pneumonia.
5. spesies Nocardia.
6. spesies Fungal.
c. Patofisiologi
Menurut Prof. dr . Hood Alsagaff (2006) adalah, bila terjadi aspirasi, kuman
Klebsiela Pneumonia sebagai kuman komensal disaluran pernapasan atas ikut masuk
ke saluran pernapasan bawah, akibat aspirasi berulang, aspirat tidak dapat
dikeluarkan dan pertahanan saluran napas menurun sehingga terjadi keradangan.
Proses keradangan dimulai dari bronki atau bronkiol, menyebar ke parenchim paru
yang kemudian dikelilingi jaringan granulasi. Perluasan ke pleura atau hubungan
dengan bronkus sering terjadi, sehingga pus atau jaringan nekrotik dapat dikeluarkan.
Drainase dan pengobatan yang tidak memadai akan menyebabkan proses abses yang
akut akan berubah menjadi proses yang kronis atau menahun.
d. Manifestasi Klinik
Malaise umum
Kurangnya berat badan
Demam
Ketika abses paru berhubungan dengan pneumonia atau infeksi melalui darah :
Merasa kesakitan
Batuk dengan sputum purulen sering ditemukan
e. Test Diagnostik
1. Laboratorium
Pemeriksaan darah rutin :
Ditemukan leukositosis, meningkat lebih dari 12.000/mm3 atau
bahkan pernah dilaporkan sampai 32.700/mm3
Laju endapan darah ditemukan meningkat >58 mm/1 jam
Pemeriksaan sputum dengan pengecatan gram tahan asam dan KOH
merupakan pemeriksaan awal untuk menentukan pemilihan antibiotik
secara tepat.
Pemeriksaan kultur bakteri dan tes kepekaan antibiotika merupakan cara
terbaik dalam menegakkan diagnosa klinis dan etiologis serta tujuan
terapi.
Pemeriksaan AGD menunjukan penurunan tekanan angka O2 dalam
darah arteri
2. Bronkoskopi akurasi >80%.
3. Aspirasi jarum per kutan.
4. Radiologi
5. Foto dada PA dan lateral.
6. CT scan.
7. DD: TBC, bulla infeksi, emboli septik, keganasan, nodul reumatoid, vaskulitis,
sarkoidosis, infark paru, kongenital.
f. Penatalaksanaan
1. Terapi antimikroba intravena tergantung pada hasil kultur sputum dan
sensitivitas yang diberikan untuk periode yang lama. Pengobatan pilihan
tergantung pada organisme yang diisolasi.
2. Klindamisin merupakan obat pilihan, diikuti penisilin dengan metronidasol.
Seftasidim ditambah aminoglikosida atau sefoperazon digunakan jika organisme
penyebabnya adalah Pseudomonas Aeruginosa. S.Aureus diobati dengan
oksasilin, nafsilin, atau sefalosporin (sefuroksim) generasi pertama. Dosis
inravena yang banyak biasanya diperlukan, karena antibiotik harus menembus
jaringan nekrotik dan cairan dalam abses. Pengobatan ini dilanjutkan dengan
terapi jangka panjang preparat oral.
3. Drainase adekuat abses paru sering dicapai melalui drainase postural dan
fisioterapi dada. Penggunaan bronkoskopi untuk mengalirkan abses merupakan
hal yang kontroversial. Tindakan ini akan sangat berguna untuk menyingkirkan
benda asing atau tumor atau untuk mencari letak saat drainase bronkus.
4. Diet tinggi protein dan kalori penting karena infeksi kronis berkaitan dengan
keadaan katabolik, yang memerlukan peningkatan masukan kalori dan protein
untuk mempercepat penyembuhan.
5. Antibiotik oral menggantikan terapi intravena, setelah pasien menunjukan tanda-
tanda perbaikan, dalam 3-4 hari, seperti yang ditunjukkan dengan suhu tubuh
yang normal, penurunan hitung sel darah putih, dan perbaikan dalam gambaran
hasil rontgen dada ( resolusi infiltrat sekitarnya, penurunan ukuran kavitas, dan
tidak terdapat cairan). Jika pengobatan dihentikan terlalu cepat, dapat terjadi
relaps. Lamanya terapi antobiotik mungkin akan berkisar 6-16 minggu.
6. Intervensi bedah jarang dilakukan. Namun, reseksi paru (lobektomi) dilakukan
jika terjadi hemoptisis masif, malignansi, atau tidak memberikan respon
terhadap penatalaksanaan medik.
B. Emboli Paru
a. Definisi
Emboli paru adalah penyumbatan arteri pulmonalis (arteri paru-paru) oleh
embolus secara tiba-tiba terjadi ( Perisai Husada Klinik Specialis penyakit dalam dan
syaraf)
Emboli paru adalah obstruksi salah satu atau lebih arteri pulmonalis oleh
trombus yang berasal dari suatu tempat. ( brunner dan suddarth, 1996, 620)
b. Etiologi
Kebanyakan kasus emboli paru ( brunner dan suddarth, 1996, 620) disebabkan oleh :
1. Bekuan darah
2. Gelembung udara
3. Lemak
4. Gumpalan parasit
5. Sel tumor
c. Patofisiologi
Satu dari komponen trias virchow ( stasis, hiperkoagulabilitas dan cedera
intimal ), menggambarkan hampir semua pasien dengan emboli paru. Risiko penyakit
meningkat sejalan dengan bertambahnya usia. Faktor idiopatik ikut terlibat dalam
salah satu faktor yang menyebabkan keadaan protrombotik. Trombosis vena dalam
paling sering berasal dari vena yang berasal dari tungkai bawah dan biasanya
menyebar ke bagian proksimal sebelum akhirnya mengalami embolisasi. Ada
beberapa emboli yang berasal langsung dari trombus vena yang terdapat di tungkai
bawah, sekitar 95% trombus mengalami embolisasi ke paru-paru dan melepaskan diri
dari vena dalam bagian proksimal bagian bawah kaki ( termasuk bagian atas vena
poplitea). Trombosis yang berkembang di vena subklavia aksilaris disebabkan oleh
munculnya kateter pada vena sentral, biasanya terdapat pada pasien dengan penyakit
yang ganas dan trombosis pada ekstremitas atas yang diinfuksi oleh aktivitas.
Kejadian hipoksemia menstimulasi saraf-saraf simpatik yang mengakibatkan
vasokonstriksi di pembuluh-pembuluh darah sistemik, meningkatkan vena balik dan
strok volume. Pada emboli yang masih masif, kardiak output biasanya berkurang
akan tetapi terus-menerus meningkat tekanan pada atrium kanannya. Peningkatan
resistensi pembuluh darah pulmonal menghalangi aliran darah ventrikel kanan
sehingga mengurangi beban dari ventrikel kiri. Sekitar 25% hingga 30% oklusi dari
vaskular oleh emboli berhubungan dengan peningkatan tekanan di arteri pulmonalis.
Dengan keadaan lebih lanjut seperti obstruksi pembuluh darah, hipoksemia yang
memburuk, stimulasi vasokonstriksi dan peningkatan tekanan arteri pulmonalis.
Lebih dari 50% obstruksi yang terdapat pada arteri pulmonalis biasanya muncul
sebelum terdapat peningkatan yang besar dari tekanan arteri pulmonalis. Ketika
obstruksi yang terdapat pada sirkulasi arteri pulmonalis makin membesar, ventrikel
kanan harus menghasilkan tekanan sistolik lebih dari 50mmHg dan rata-rata tekanan
arteri pulmonalis lebih dari 40 mmHg untuk mempertahankan perfusi pulmonal.
Pasien dengan penyakit kardiopulmonal sering terjadi kerusakan substansial pada
kardiak outputnya dibandingkan dengan orang dengan kondisi tubuh yang normal.
d. Manifestasi Klinik
Pada anamnesis dan pemeriksaan fisik baik trombosis vena dalam maupun
emboli paru biasanya tidak spesifik. Pasien dengan trombosis pada vena ekstremitas
bawah biasanya tidak disertai dengan eritema, demam, nyeri, dan bengkak. Ketika
tanda-tanda tersebut muncul, biasanya tanda tersebut tidaklah spesifik akan tetapi bila
dievaluasi kembali bisa dinilai. Nyeri dengan dorsi eksi pada bagian kaki (tanda
homans) akan muncul pada trombosis vena dalam, akan tetapi kadang tanda ini juga
kurang sensitif. Gejala yang paling sering terjadi emboli paru yaitu sesak napas, lalu
nyeri dada pleuritik dan muntah darah yang terjadi pada infark pulmonal yang
disebabkan oleh emboli yang lebih kecil di bagian perifer. Palpitasi, batuk,
kecemasan biasanya merupakan gejala-gejala yang tidak spesifik pada emboli
pulmonal akut. Sinkop biasanya muncul pada emboli pulmonal yang masih masiv.
Takipneu dan takikardi merupakan tanda dari emboli paru yang paling umum, akan
tetapi memang masih tidak spesifik. Gejala-gejala lain yang muncul juga meliputi
demam, wheezing, nyeri pada pleura, serta pengangkatan ventrikel kanan. Sesak
napas, takipneu serta hipoksemia pada pasien biasanya diikuti pada pasien-pasien
dengan penyakit kardiopulmonal.
e. Test Diagnostik
Kelainan laboratorium ( darah tepi, kimia darah, analisis gas darah,
elektrokardiografi, dan radiologi) yang ditemukan pada pasien emboli paru
merupakan kelainan yang tidak spesifik, serta tidak dapat menegakkan diagnosis.
Pemeriksaan laboratorium tersebut penting dilakukan dengan tujuan atau dapat
dimanfaatkan untuk menyingkirkan penyakit lainnya.
1. Pemeriksaan darah tepi
Kadang-kadang ditemukan leukositosis dan laju endap darah yang
sedikit meninggi.
2. Pemeriksaan D-dimer
D-dimer plasma, produk hasil degradasi dari fibrin yang berikatan
silang (cross-linked fibrin), telah diteliti secara bertahun-tahun. Kadar D-
dimer yang meningkat di plasma yang terdapat pemebkuan akut didalamnya
karena aktivasi terus menerus dari pembekuan dan fibrinolisis. Karena itu
nilai normal D-dimer pada fase akut dari PE dan DVT tidaklah mungkin,
dengan kata lain nilai duga negatif D dimer tinggi. Sebaliknya, meskipun D-
dimer sangat spesifik untuk fibrin, spesifitas untuk fibrin karena
tromboempolisme vena rendah karena fibrin di produksi oleh banyak faktor
seperti penuaan, kanker, atau peradangan, infeksi, nekrosis, diseksi aorta
karena itu nilai duga positif untuk D-dimer rendah. Karena itu, D-dimer tidak
berguna ntuk menegakkan diagnosis PE.
Ada berbagai macam tes D-dimer, beberapa di antaranya tidak cocok
sebagai tes diagnostik untuk emboli paru. D-dimer tes yang telah disahkan
sebagai tes untuk emboli paru bervariasi dalam sensitivitas dan spesifisitas,
sebagian karena perbedaan dalam akurasi mereka dan sebagian lagi karena
nilai cutoff yang mereka gunakan untuk mendefinisikan normalitas (yaitu,
trade-off antara sensitivitas dan spesifisitas) . Dalam prakteknya, sebagian
besar tergantung pada sensitivitas dan terkait rasio kemungkinan negatif.
3. Kimia darah
Pada emboli paru masih dapat ditemukan peningkatan kadar enzim
SGOT, LDH dan CPK yang arti klinisnya masih belum jelas. Terdapat
peningkatan kadar FDP yang mencapai puncaknya pada hari ketiga serangan.
Parameter laboratorium ini lebih mempunyai arti klinis mengingat angka
negatif atau positif palsunya relatif kecil.
5. Elektrokardiografi
Kelainan yang ditemukan pada EKG juga tidaklah spesifik untuk
emboli paru, tetapi tidak dapat dipakai sebagai petanda pertama dugaan
adanya emboli paru, terlebih kalau digabungkan dengan keluhan dan
gambaran klinis lainnya. Pada emboli paru masif kira-kira 77% kasus akan
menunjukkan gambaran EKG seperti pada pasien korpulmonal akut sebagai
berikut :
Adanya strain ventrikel kanan
Perputaran searah jarum jam dan ditemukannya gambaran rS atau RS
pada V1 sampai V5/V6 dan juga qR pada V1 dan V2
Terdapat tanda klasik korpulmonal akut S1Q3 atau S1 Q3 T3 juga QR
pada aVF dan III serta elevasi segmen ST menyerupai infark miokard
akut
Terdapat RBBB komplet atau inkomplet
Gelombang P pulmonal pada II, III, dan aVF
Lain-lain : aritmia, takikardi dan gelepar atrial
6. Kelainan radiologis
Pada pemeriksaan foto rongent dada pasien emboli, biasanya
ditemukan kelainan, yang sering berhubungan adanya kelainan penyakit
kronik paru atau jantung. Memang tidak ada gambaran patognomonik untuk
emboli paru pada hasil foto dada. Pada pasien emboli paru tanda radiologik
yang sering didapatkan adalah pembesaran arteri pulmonalis desendens,
peninggian diafragma bilateral, pembesaran jantung kanan, densitas paru
daerah terkena dan tanda western mark. Pembesaran arteri pulmonalis
desendens disebabkan karena peningkatan terkanan arteri tersebut dan
menyebabkan dilatasi pembuluh darah diatas obstruksi. Pembesaran jantung
kanan bervariasi besarnya, sering-sering sulit dideteksi. Tanda western mark
yaitu suatu hiperlusens paru dan ini dianggap paling khas pada emboli paru.
f. Penatalaksanaan
Menurut Brunner dan Suddarth (1996, 623) tujuan pengobatan adalah untuk
menghancurkan (lisis) emboli yang ada dan mencegah pembentukan yang baru.
Pengobatan emboli paru dapat mencakup beragam modalitas :
1. Terapi antikoagulan, meliputi heparin, natrium warfarin telah menjadi
metode tradisional untuk mengatasi trombosis vena profunda akut dan
embolisme paru.
2. Terapi trombolitik, meliputi urokinase, streptokinase mungkin juga
digunakan untuk mengatasi embolisme paru, terutama pada pasien yang
sangat terganggu. Terapi trombolitik menghancurkan trombus atau
emboli lebih cepat dan memulihkan fungsi hemodinamik sirkulasi paru
lebih besar, karena mengurangi hipertensi paru dan memperbaiki
perfusi, oksigenasi, dan cardiac output.
3. Tindakan umum untuk meningkatkan status pernapasan dan vaskuler.
Terapi oksigen diberikan untuk memperbaiki hipoksia dan untuk
menghilangkan vasokontriksi vaskular paru dan mengurangi hipertensi
paru.
4. Intervensi bedah. Intervensi bedah yang dilakukan adalah embolektomi
paru, tetapi embolektomi paru dapat diindikasikan dalam kondisi
berikut:
a. Jika pasien mengalami hipotensi persisten, syok, dan gawat
panas.
b. Jika tekanan arteri pulmonal sanggat tinggi.
c. Jika anngiogram menunjukan obstruksi bagian besar pembuluh
darah paru
C. Edema Paru
a. Definisi
Edema paru adalah akumulasi cairan di paru-paru secara tiba-tiba akibat
peningkatan tekanan intravaskular.
b. Etiologi
Ketidak-seimbangan Starling Forces :
A. Peningkatan tekanan kapiler paru :
1. Peningkatan tekanan vena paru tanpa adanya gangguan fungsi ventrikel
kiri (stenosis mitral).
2. Peningkatan tekanan vena paru sekunder oleh karena gangguan fungsi
ventrikel kiri.
3. Peningkatan tekanan kapiler paru sekunder oleh karena peningkatan
tekanan arteria pulmonalis (over perfusion pulmonary edema).
B. Penurunan tekanan onkotik plasma.
1. Hipoalbuminemia sekunder oleh karena penyakit ginjal, hati, protein-
losing enteropaday, penyakit dermatologi atau penyakit nutrisi.
C. Peningkatan tekanan negatif intersisial :
1. Pengambilan terlalu cepat pneumotorak atau efusi pleura (unilateral).
2. Tekanan pleura yang sangat negatif oleh karena obstruksi saluran napas
akut bersamaan dengan peningkatan end-expiratory volume (asma).
D. Peningkatan tekanan onkotik intersisial.
1. Sampai sekarang belum ada contoh secara percobaan maupun klinik.
Insufisiensi Limfatik :
A. Post Lung Transplant.
B. Lymphangitic Carcinomatosis.
C. Fibrosing Lymphangitis (silicosis).
d. Manifestasi Klinik
Gejala yang paling umum dari pulmonary edema adalah sesak napas. Ini
mungkin adalah penimbulan yang berangsur-angsur jika prosesnya berkembang
secara perlahan, atau ia dapat mempunyai penimbulan yang tiba-tiba pada kasus dari
pulmonary edema akut. Gejala-gejala umum lain mungkin termasuk mudah lelah,
lebih cepat mengembangkan sesak napas daripada normal dengan aktivitas yang biasa
(dyspnea on exertion), napas yang cepat (tachypnea), kepeningan, atau kelemahan.
Tingkat oksigen darah yang rendah (hypoxia) mungkin terdeteksi pada
pasien-pasien dengan pulmonary edema. Lebih jauh, atas pemeriksaan paru-paru
dengan stethoscope, dokter mungkin mendengar suara-suara paru yang abnormal,
sepeti rales atau crackles (suara-suara mendidih pendek yang terputus-putus yang
berkoresponden pada muncratan cairan dalam alveoli selama bernapas).
e. Test Diagnostik
Sianosis sentral. Sesak napas dengan bunyi napas seperti mukus berbuih.
Ronchi basah nyaring di basal paru kemudian memenuhi hampir seluruh
lapangan paru, kadang disertai ronchi kering dan ekspirasi yang memanjang
akibat bronkospasme sehingga disebut sebagai asma kardiale. Takikardia
dengan S3 gallop. Murmur bila ada kelainan katup.
Elektrokardiografi Bisa sinus takikardia dengan hipertrofi atrium kiri atau fibrilasi
atrium, tergantung penyebab gagal jantung. Gambaran infark, hipertrofi ventrikel kiri
atau aritmia bisa ditemukan
Laboratorium
Analisa gas darah pO2 rendah, pCO2 mula-mula rendah dan kemudian
hiperkapnia.
Enzim kardiospesifik meningkat jika penyebabnya infark miokard.
Darah rutin, ureum, kreatinin, , elektrolit, urinalisis, foto thoraks, EKG,
enzim jantung (CK-MB, Troponin T), angiografi koroner.
Foto thoraks Pulmonary edema secara khas didiagnosa dengan X-ray dada.
Radiograph (X-ray) dada yang normal terdiri dari area putih terpusat yang
menyinggung jantung dan pembuluh-pembuluh darah utamanya plus tulang-tulang
dari vertebral column, dengan bidang-bidang paru yang menunjukan sebagai bidang-
bidang yang lebih gelap pada setiap sisi, yang dilingkungi oleh struktur-struktur
tulang dari dinding dada.
X-ray dada yang khas dengan pulmonary edema mungkin menunjukan lebih banyak
tampakan putih pada kedua bidang-bidang paru daripada biasanya. Kasus-kasus yang
lebih parah dari pulmonary edema dapat menunjukan opacification (pemutihan)
yang signifikan pada paru-paru dengan visualisasi yang minimal dari bidang-bidang
paru yang normal. Pemutihan ini mewakili pengisian dari alveoli sebagai akibat dari
pulmonary edema, namun ia mungkin memberikan informasi yang minimal tentang
penyebab yang mungkin mendasarinya.
2. Ca-Paru
a. Definisi
Kanker adalah pertumbuhan sel abnormal yang cenderung menyerang
jaringan disekitarnya dan enyebar ke organ tubuh lain yang letaknya jauh.
(Elizabeth J. Corwin. 2009: 66)
Kanker paru adalah Sebagian besar kanker paru-paru berasal dari sel-sel di
dalam paru-paru; tetapi kanker paru-paru bisa juga berasal dari kanker di
bagian tubuh lainnya yang menyebar ke paru-paru. (Radenbeletz,
http://medicastore.com/penyakit/6/Kanker_Paru.html)
Kanker paru adalah semua penyakit keganasan di paru, mencakup keganasan
yang berasal dari paru sendiri maupun keganasan dari luar paru (metastasis
tumor di paru).( Perhimpunan Dokter Paru Indonesia, 2003)
kanker paru adalah sebuah bentuk perkembangan sel yang sangat cepat
(abnormal) di dalam jaringan paru yang disebabkan oleh perubahan bentuk
jaringan sel atau ekspansi dari sel itu sendiri. (artikel kesehatan dan info
penyakit ,http://www.spesialis.info/?waspadai-gejala-penyakit-kanker-paru-
paru,308)
Kesimpulan: Kanker paru adalah pertumbuhan sel kanker yang tidak terkendali
yang terjadi di jaringan paru dan menyerang jaringan biologis didekatnya serta
bermetastasis melalui sirkulasi darah dan limfatik.
b. Etiologi
Meskipun etiologi sebenarnya dari kanker paru belum diketahui, teteapi ada beberapa
factor yang bertanggung jawab dalam peningkatan insiden kanker paru:
1. Merokok
Tak diragukan lagi merupakan factor utama, suatu hubungan statistik yang
definitive telah ditegakkan antara perokok berat (lebih dari 20 batang perhari) dari
kanker paru (karsinoma bronkogenik). Perokok seperti ini mempunyai
kecendrungan 10 kali lebih besar dari pada perokok ringan. Selanjutnya orang
perokok berat yang sebelumnya dan telah meninggalkan kebiasaannya akan
kembali pada pola resiko bukan perokok dalam waktu sekitar 10 tahun.
Hidrokarbon karsinogenik telah ditemukan dalam tar dari tembakau rokok. Yang
jika dikenakan pada kulit hewan, menimbulkan tumor.
2. Radiasi
Efek radiasi pengion berkaitan dengan efek mutageniknya; radiasin ini
menyababkan pemutusan, translokasi, dan yang lebih jarang mutasi titik pada
kromosom. Secara biologis, pemutusan DNA untaiganda tampaknya merupakan
hal terpenting dalam karsinogenesis radiasi.
3. Kanker paru akibat kerja
Terdapat insiden yang tinggi dari pekerja yang terpapar dengan karbonil nikel
(pelebur nikel) dan arsenic (pembasmi rumput). Pekerja pemecah hematite (paru
– paru hematite) dan orang – orang yang bekerja dengan asbestos dan dengan
kromat juga mengalami peningkatan insiden.
4. Polusi udara
Mereka yang tinggal di kota mempunyai angka kanker paru yang lebih dari pada
mereka yang tinggal di desa dan walaupun telah diketahui adanya karsinogen dari
industri dan uap diesel dalam atmosfer dikota.
5. Genetik
Terdapat perubahan / mutasi beberapa gen yang berperan dalam kanker paru,
yakni:
a. Proton onkogen
b. Tumor suppressor gen
c. Gene encoding enzymem
c. Patofisiologi
Ada tiga langkah perkembangan kanker, yaitu insiasi, promosi dan progresi.
Insiasi atau tahap awal yang dimulai dengan sel-sel yang normal mengadakan kontak
dengan karsinogen. Dari etiologi yang menyerang percabangan segmen atau sub-
bronkus menyebabkan silia hilang dan deskuamasi sehingga terjadi pengendapan
karsinogen. Tahap kedua yaitu promosi, dengan adanya pengendapan karsinogen
maka menyebabkan metaplasia, hiperplasia, dan displasia. Termasuk dalam faktor-
faktor promosi yaitu rokok, penyalahgunaan alkohol, dan komponen makanan yang
terus menerus mempengaruhi sel-sel yang sudah mengadakan mutasi atau perubahan.
Faktor-faktor promotor ini menambah perubahan struktur sel, sehingga kecepatan
mutasi spontan juga bertambah. Selain itu jumlah sel-sel yang tidak normal juga
meningkat. Pada tahap akhir yaitu progresi: bila lesi perifer yang disebabkan oleh
metaplasia, hiperplasia, dan displasia menembus ruang pleura biasa timbul efusi
pleura, dan bisa di ikuti invasi langsung pada kosta dan korpus vertebra. Lesi yang
letaknya sentral berasal dari salah satu cabang bronkus yang terbesar. Lesi ini
menyebabkan obstruksi dan ulserasi bronkus di ikuti dengan supurasi dibagian distal.
Gejala-gejala yang timbul dapat berupa batuk, hemoptisis, dipsnea, demam dan
dingin. Wheezing unilateral dapat terdengar pada auskultasi. Pada stadium lanjut,
penurunan berat badan biasanya menunjukkan adanya metastase, khususnya pada
hati. Kanker paru dapat bermetastase ke struktur-struktur terdekat seperti kelenjar
limfe, dinding esofagus, perikaarrdium, otak, tulang rangka.
Karsinoma bronkhogenik berawal sebagai lesi mukosa kecil yang biasanya
padat dan berwarna abu-abu putih. Lesi dapat membentuk massa intralumen,
menginvasi mukosa bronchus, atau membentuk massa besar yang mendorong
parenkim paru di dekatnya. Beberap tumor besar mengalami kavitasi akibat nekrosis
sentral atau terbentuknya focus perdarahan. Akhirnya, tumor ini dapat meluas ke
strukutur intrathoraks di dekatnya. Penyebaran yang lebih jauh dapat terjadi melalui
limfatik atau darah.
Karsinoma bronkhogenik biasanya dibedakan menjadi karsinoma paru –
paru sel kecil (SCLC), yaitu karsinoma oat cell. Sedangkan karsinoma paru – paru sel
tidak kecil (NSCLC), yaitu karsinoma sel skuamosa, adenokarsinoma, dan karsinoma
sel besar.
Karsinoma sel oat (oat cell), biasanya terletak di tengah di sekitar
percabangan utama bronchi. Tumor ini timbul dari sel – sel Kulchitsky, kompnen
norma dari epitel bronkus. Secara mikroskopis, tumor ini terbentuk dari sel – sel kecil
dengan inti hiperkromatik pekat dan sitoplasma sedikit. Karsinoma oat cell memiliki
waktu pembelahan yang tercepat dan prognosis yang terburuk dibandingkan dengan
semua karsinoma bronkogenik. Metastasis dini ke mediastinum dan kelenjar limfe
hilus, demikian pula dengan penyebaran hematogen ke organ – organ distal, sering
dijumpai.
Karsinoma sel skuamosa berasal dari permukaan epitel bronkus. Perubahan
epitel termasuk metaplasia, atau displasia akibat merokok jangka panjang, secara khas
mendahului timbulnya tumor. Tumor ini cenderung timbul di bagian tengah bronkus
utama dan akhirnya menyebar ke kelenjar hilus local, tetapi tumor ini lebih lambat
menyebar keluar thoraks dibandingkan dengan tipe histologik lain. Karsinoma sel
skuamosa seringkali disertai batuk dan hemoptisis akibat iritasi atau ulserasi,
pneumonia, dan pembentukan abses akibat abstruksi dan infeksi sekunder.
Adenokarsinoma, memperlihatkan susunan selular seperti kelenjar bronchus
dan dapat mengandung mucus. Biasanya timbul di bagian perifer segmen bronkus dan
kadang – kadang dapat dikaitkan denga jaringan parut local pada paru – paru dan
fibrosis interstitial kronik. Lesi seringkali meluas melalui pembuluh darah dan limfe
pada stadium dini, dan secara klinis tetap tidak menunjukan gejala – gejala sampai
terjadi metastasis yang jauh.
Karsinoma sel besar adalah sel – sel ganas yang besar dan berdifferensiasi
sangat buruk dengan sitoplasma yang besar dan ukuran inti bermacam – macam. Sel –
sel ini cenderung untuk timbul pada jaringan paru perifer, tumbuh cepat dengan
penyebaran ekstensif dan cepat ke tempat – tempat yang jauh.
Secara keseluruhan, NSCLC memiliki prognosis lebih baik daripada SCLC. Jika
NSCLC ( karsinoma sel skuamosa atau adenokarsinoma) terdeteksi sebelum
metastasis atau penyebaran local dapat dicapai kesembuhan dengan lobektomi atau
pneumonektomi.
d. Manifestasi Klinik
Gejala paling umum yang ditemui pada penderita kanker paru adalah :
1. Batuk yang terus menerus atau menjadi hebat
2. Dahak berdarah, berubah warna dan maikn banyak
3. Nafas sesak dan pendek – pendek
4. Sakit kepala, nyeri atau retak tulang dengan sebab yang tidak jelas
5. Kelelahan kronis
6. Kehilangan selera makan atau turunnya berat badan
7. Suara serak atau parau
8. Pembengkakan di wajah atau leher
e. Test Diagnostik
1. Foto Rontgen Dada secara Posterior-Anterior (PA) dan Lateral
Pola foto rontgen dada berdasarkan gambaran histology
Squamous Small Adeno- largecell
cell cell carsinoma
carcinoma
Masa hilar atau prihilar 40 % 78% 17% 32%
Lesi parenkim
< 4,0 cm 9% 21% 45% 18%
> 4,0 cm 19% 8% 26% 41%
Obstruksi, pneumonitis, 31% 32% 74% 65%
kolaps/kontriksi daerah
peripleural
Mediastinal 2% 13% 3% 10%
enlargement
Pada kanker paru, pemeriksaan foto rontgen dada ulang diperlukan juga untuk
menilai doubling time-nya. Dilaporkan bahwa, kebanyakan kanker paru
mempunyai doubling time 37-65 hari. Bila doubling time >18 bulan berarti
tumornya benigna. Tanda-tanda tumor benigna lainnya adalah lesi berbentuk bulat
konsentris, solid dan adanya kalsifikasi yang tegas.
5. Pemeriksaan Hispatologi
Merupakan standard emas diagnosis kanker paru, untuk mendapatkan spesimennya
dapat dengan cara biopsy melalui :
a. Bronkoskopi
b. Transtorakal biopsy
c. Torakoskopi
d. Mediastinoskopi
6. Pemeriksaan Serologi
Sampai saat ini belum ada penanda tumor-tumor (tumor-marker) untuk diagnostic
kanker paru yang spesifitasnya tinggi. Beberapa tes yang dipakai adalah :
a. CEA (Carcinoma Embryonic Antigen)
b. NSE (Neuro-Spesific enolase)
c. Cyfra 21-1 (Cytokeratin fragments 19)
f. Penatalaksanaan
2. Manajemen pembedahan
Reseksi bedah adalah metoda yang lebih dipilih untuk pasien dengantumor
setempat tanpa adanya penyebaranmetastatik dan mereka yang fungsi jantung paru
yang baik.
1. Asma
a. Definisi
Asma bronchial adalah gangguan fungsi aliran udara paru yang ditandai oleh
kepekaan saluran nafas terhadap berbagai rangsangan dengar karakteristik
bronkospasme, hiper sekresimukosa dan infeksi saluran pernafasan.
Sedangkan mernurut Manahutu E.Y (1992) bahwa Asma bronchial adalah
penyakit dengan karakteristik peningkatan hiperaktivitas bronkus terhadap berbagai
rangsangan. Dengan manifestasi penyempitan trachea dan bronkus yang luas dan
menyeluruh dengan derajat yang berubah, karena pengobatan maupun secara
spontan,bronkospasme.
b. Etiologi
Etiologi yang pasti dari asma belum diketahui, dari hasil penelitian yang
dilakukan, menjelaskan bahwa saluran nafas penderita asma mempunyai sifat yang
sangat khas, yaitu sangat peka terhadap berbagai rangsangan.
1. Faktor pencetus
1. Alergen (makanan, bumbu masak, bulu binatang, debu,dll)
2. Asap rokok
3. Zat-zat di tempat kerja (woll, debu, tepung, serbuk kayu)
4. Obat-obatan : Aspirin, penicilin
5. Infeksi terutama oleh virus
6. Emosi
7. Lingkungan dan cuaca, udara yang terlalu lembab, terlalu panas, atau dingin.
8. Aktivitas fisik yang berlebihan
9. Aktor yang sulit dihindarkan: bau tajam
10. Penyakit tertentuyang memperberat : infeksi hidung (sinusitis).
2. Faktor Keturunan
3. Patofisiologi
Dasar kelainan pada asma adalah suatu hiperaktivitas bronkus yaitu sindroma
klinik yang ditandai oleh kepekaan saluran nafas terhadap berbagai rangsangan, baik
rangsangan dari dalam maupun dari luar.
a. Bronkospasme
Disebabkan karena kontraksi otot polos bronkus.
- Edema mukosa
- Hipersekresi
- sesak
- batuk
- wheezing
Asma ditandai dengan kontraksi spastic dari otot polos bronkhiolus yang menyebabkan
sukar bernapas. Penyebab yang umum adalah hipersensitivitas bronkhiolus terhadap benda-benda
asing di udara. Reaksi yang timbul pada asma tipe alergi diduga terjadi dengan cara sebagai
berikut : seorang yang alergi mempunyai kecenderungan untuk membentuk sejumlah antibody Ig
E abnormal dalam jumlah besar dan antibodi ini menyebabkan reaksi alergi bila reaksi dengan
antigen spesifikasinya. (Tanjung, 2003) Pada asma, antibody ini terutama melekat pada sel mast
yang terdapat pada interstisial paru yang berhubungan erat dengan brokhiolus dan bronkhus kecil.
Bila seseorang menghirup alergen maka antibody Ig E orang tersebut meningkat, alergen bereaksi
dengan antibodi yang telah terlekat pada sel mast dan menyebabkan sel ini akan mengeluarkan
berbagai macam zat, diantaranya histamin, zat anafilaksis yang bereaksi lambat (yang merupakan
leukotrient), faktor kemotaktik eosinofilik dan bradikinin.
Efek gabungan dari semua faktor - faktor ini akan menghasilkan edema lokal pada
dinding bronkhioulus kecil maupun sekresi mucus yang kental dalam lumen bronkhioulus dan
spasme otot polos bronkhiolus sehingga menyebabkan tahanan saluran napas menjadi sangat
meningkat. (Tanjung, 2003) Pada asma, diameter bronkiolus lebih berkurang selama ekspirasi
daripada selama inspirasi karena peningkatan tekanan dalam paru selama eksirasi paksa menekan
bagian luar bronkiolus. Karena bronkiolus sudah tersumbat sebagian, maka sumbatan selanjutnya
adalah akibat dari tekanan eksternal yang menimbulkan obstruksi berat terutama selama ekspirasi.
Pada penderita asma biasanya dapat melakukan inspirasi dengan baik dan adekuat, tetapi sekali-
kali melakukan ekspirasi. Hal ini menyebabkan dispnea. Kapasitas residu fungsional dan volume
residu paru menjadi sangat meningkat selama serangan asma akibat kesukaran mengeluarkan
udara ekspirasi dari paru. Hal ini bisa menyebabkan barrel chest. (Tanjung, 2003)
4. Manifestasi Kinik
Bising mengi (wheezing) yang terdengar dengan/tanpa stetoskop
Batuk produktif, sering pada malam hari
Nafas atau dada seperti tertekan, ekspirasi memanjang
5. Test Diagnostik
6. Penatalaksanaan
Usaha Pencegahan
1. Usaha menghindari faktor pencetus
2. Imunoterapi : hanya pada kasus tertentu. Alergen secara periodik dimulai dari
dosis kecil, kemudian ditingkatkan dengan tujuan menimbulkan kekebalan
terhadap alergen pencetus serangan.
Obat-obatan untuk pencegahan
1. Korti kosteroid
Tipikal yang mempunyai manfaat anti inflamasi yang kuat.
2. Kromolin
Bekerja menstabilkan sel mast dan mengurangi pelepasan mediator penyebab
bronkospasme.
3. Cetotiven
Mempunyai efek menghambat pelepasan mediator dari sel mast dan efek
profilaksis pada asma ekstrinsik terutama pada anak.
Pengobatan pada serangan asma
1. Bronkodilator
Obat pelega, melebarkan jalan nafas terutama dengan jalan merelaksasikan
otot polos bronkus, contohnya antagonis beta 2, metilkantin, anti kolinergik.
2. Kortikostroid
3. Anti biotik : bila ada infeksi
4. Terapi cairan melalui infus
5. Terapi oksigen : 2-4 L/menit
6. Fisioterapi dada dan terapi intalasi
2. COPD
a. Definisi
COPD adalah sekresi mukoid bronchial yang bertambah secara menetap
disertai dengan kecenderungan terjadinya infeksi yang berulang dan penyempitan
saluran nafas , batuk produktif selama 3 bulan, dalam jangka waktu 2 tahun berturut-
turut (Ovedoff, 2002). Sedangkan menurut Price & Wilson (2005), COPD adalah
suatu istilah yang sering digunakan untuk sekelompok penyakit paru-paru yang
berlangsung lama dan ditandai dengan obstruksi aliran udara sebagai gambaran
patofisiologi utamanya.
Menurut Alsagaff & Mukty (2006), COPD dapat diklasifikasikan sebagai berikut:
1. Asma Bronkhial: dikarakteristikan oleh konstruksi yang dapat pulih dari otot
halus bronkhial, hipersekresi mukoid, dan inflamasi, cuaca dingin, latihan,
obat, kimia dan infeksi.
2. Bronkitis kronis: ditandai dengan batuk-batuk hampir setiap hari disertai
pengeluaran dahak sekurang-kurangnya 3 bulan berturut-turut dalam satu
tahun, dan paling sedikit selama 2 tahun. Gejala ini perlu dibedakan dari
tuberkulosis paru, bronkiektasis, tumor paru, dan asma bronkial.
3. Emfisema: suatu perubahan anatomis paru-paru yang ditandai dengan
melebarnya secara abnormal saluran udara sebelah distal bronkus terminal,
disertai kerusakan dinding alveolus.
b. Etiologi
Faktor-faktor yang dapat meningkatkan resiko munculnya COPD (Mansjoer, 1999)
adalah:
1. Kebiasaan merokok
2. Polusi udara
3. Paparan debu, asap, dan gas-gas kimiawi akibat kerja.
4. Riwayat infeksi saluran nafas.
5. Bersifat genetik yaitu defisiensi -1 antitripsin.
c. Patofisiologi
d. Manifestasi Klinik
Berdasarkan Brunner & Suddarth (2005) adalah sebagai berikut :
1. Batuk produktif, kronis pada bulan-bulan musim dingin.
2. Batuk kronik dan pembentukan sputum purulen dalam jumlah yang sangat
banyak.
3. Dispnea.
4. Nafas pendek dan cepat (Takipnea).
5. Anoreksia.
6. Penurunan berat badan dan kelemahan.
7. Takikardia, berkeringat.
8. Hipoksia, sesak dalam dada.
e. Test Diagnostik
1. Anamnesis :
Riwayat penyakit ditandai 3 gejala klinis diatas dan faktor-faktor penyebab.
2. Pemeriksaan fisik :
Pasien biasanya tampak kurus dengan barrel-shapped chest (diameter
anteroposterior dada meningkat).
Fremitus taktil dada berkurang atau tidak ada.
Perkusi pada dada hipersonor, peranjakan hati mengecil, batas paru
hati lebih rendah, pekak jantung berkurang.
Suara nafas berkurang.
3. Pemeriksaan radiologi
Foto thoraks pada bronkitis kronik memperlihatkan tubular shadow
berupa bayangan garis-garisyang pararel keluar dari hilus menuju ke apeks
paru dan corakan paru yang bertambah.
Pada emfisema paru, foto thoraks menunjukkan adanya overinflasi
dengan gambaran diafragma yang rendah yang rendah dan datar, penciutan
pembuluh darah pulmonal, dan penambahan corakan kedistal.
6. Pemeriksaan EKG
f. Penatalaksanaan
1. Pencegahan : Mencegah kebiasaan merokok, infeksi dan polusi udara.
2. Terapi ekserbasi akut dilakukan dengan :
Antibiotik, karena eksaserbasi akut biasanya disertai infeksi :
a. Infeksi ini umumnya disebabkan oleh H. Influenza dan S.
Pneumonia, maka digunakan ampisilin 4 x 0,25 – 0,5 g/hari atau
aritromisin 4 x 0,5 g/hari.
b. Etiologi
Merokok
Keturunan
Infeks
hipotesis elastase-antielastase
c. Patofisiologi
Pada emfisema beberapa faktor penyebab obstruksi jalan napas yaitu :
inflamasi dan pembengkakan bronki; produksilendir yang berlebihan; kehilangan
rekoilelastik jalannapas; dan kolaps bronkiolus serta redistribusi udara ke alveoli
yang berfungsi.
Karena dinding alveoli mengalami kerusakan, area permukaan alveolar
yang kontak langsung dengan kapiler paru secara kontinu berkurang, menyebabkan
peningkatan ruang rugi (area paru dimana tidak ada pertukaran gas yang dapat
terjadi) dan mengakibatkan kerusakan difusi oksigen. Kerusakan difusi oksigen
mengakibatkan hipoksemia. Pada tahap akhir penyakit, eliminasi karbondioksida
mengalami kerusakan, mengakibatkan peningkatan tekanan karbondioksida dalam
darah arteri (hiperkapnia) dan menyebabkan asidosis respiratorius.
Karena dinding alveolar terus mengalami kerusakan, jaring-jaring kapiler
pulmonal berkurang. Aliran darah pulmonal meningkat dan ventrikel kanan dipaksa
untuk mempertahankan tekanan darah yang tinggi dalam arteri pulmonal. Dengan
demikian, gagal jantung sebelah kanan (korpulmonal) adalah salah satu komplikasi
emfisema.Terdapatnya kongesti, edema tungkai, distensi vena leher atau nyeri pada
region hepar menandakan terjadinya gagal jantung.
Sekresi meningkat dan tertahan menyebabkan individu tidak mampu untuk
membangkitkan batuk yang kuat untuk mengeluarkan sekresi. Infeksi akut dan
kronis dengan demikian menetap dalam paru yang mengalami emfisema
memperberat masalah.
Individu dengan emfisema mengalami obstruksi kronik kealiran masuk dan aliran
keluar udara dari paru. Paru-paru dalam keadaan heperek spansikronik. Untuk
mengalirkan udara kedalam dan keluar paru-paru, dibutuhkan tekanan negatif
selama inspirasi dan tekanan positif dalam tingkat yang adekuat harus dicapai dan
dipertahankan selama ekspirasi. Posisi selebihnya adalah salah satu inflasi. Dari
pada menjalani aksi pasif involunter, ekspirasi menjadi aktif dan membutuhkan
upaya otot-otot. Sesak napas pasien terus meningkat, dada menjadi kaku, dan iga-
iga terfiksaksi pada persendiannya. Dada seperti tong (barrel chest) pada banyak
pasien ini terjadi akibat kehilangan elastisitas paru karena adanya kecenderungan
yang berkelanjutan pada dinding dada untuk mengembang.
d. Manifestasi Klinik
1. Dispnea
2. Takipnea
3. Inspeksi : barrel chest, penggunaan otot bantu pernapasan
4. Perkusi : hiperresonan, penurunan fremitus pada seluruh bidang paru
5. Auskultasi bunyi napas : krekles, ronchi, perpanjangan ekspirasi
6. Hipoksemia
7. Hiperkapnia
8. Anoreksia
9. Penurunan BB
10. Kelemahan
e. Test Diagnostik
Rontgen dada
Menunjukkan hiperinflasi, pendataran diafragama, pelebaran margin
intercosta, dan jantung normal.
Spirometri
Pemeriksaan fungsi pulmonary, biasanya menunjukkan peningkatan kapasitas
paru total dan volume residual, penurunan dalam kapsitas vital dan volume
ekspirasi kuat.
Pemeriksaan gas-gas darah arteri
Dapat menunjukkan hipoksia ringan dengan hiperkapnia.
Hitung darah lengkap (HDL).
f. Penatalaksanaan
Bronkodilator
adrenergik dan Untuk mendilatasi jalan nafas. Mencakup agonis
metilxantin, yang menghasilkan dilatasi bronchial melalui mekanisme yang
berbeda.
Terapi Aerosol
Aerosolisasi dari bronkodilator salin dan mukolitik sering kali digunakan
untuk membantu dalam bronkodilatasi.
Aerosol yang dinebuliser menghilangkan brokospasme, menurunkan edema
mukosa, dan mengencerkan sekresi bronchial. Hal ini memudahkan proses
pembersihan bronkiolus, membantu mengendalikan proses inflamasi, dan
memperbaiki fungsi ventilasi.
Pengobatan Infeksi
Pasien dengan emfisema rentan terjadap infeksi paru dan harus diobati pada
saat awal timbulnya tanda-tanda infeksi. Terapi antimikroba dengan
tetrasiklin, ampisilin, amoksisilin, atau trimetroprim-sulfametoxazol biasanya
diresepkan.
Kortikosteroid
Digunakan setelah tindakan lain untuk melebarkan bronkiolus dan membuang
sekresi. Prednison biasanya diresepkan.
Oksigenasi
Terapi oksigen dapat meningkatkan kelangsungan hidup pada pasien dengan
emfisema berat.
8. Efusi Pleura
a. Definisi
Efusi pleura adalah suatu keadaan dimana terdapat penumpukan cairan dari
dalam kavum pleura diantara pleura parietalis dan pleura viseralis dapat
berupa cairan transudat atau cairan eksudat ( Pedoman Diagnosis danTerapi /
UPF ilmu penyakit paru, 1994, 111).
Efusi pleura adalah jumlah cairan ion purulen yang berlebihan dalam rongga
pleura, antara lain visceral dan parietal. ( tucker : 1998 : 265 )
Efusi pleura adalah akumulas cairan didalam rongga pleura ( Al-segaf : 1995
: 143 )
Efusi pleura adalah suatu keadaan dimana terdapat penumpukan cairan dalam
pleura berupa transudat atau eksudat yang diakibatkan karena terjadinya
ketidakseimbangan antara produksi dan absorpsi di kapiler dan pleura
viseralis. Efusi pleura bukanlah suatu disease entity tapi merupakan suatu
gejala penyakit yang serius yang dapat mengancam jiwa penderita (Hood
Alsaggaff, 1995).
Dari berbagai definisi diatas maka efusi pleura adalah akumulasi cairan yang
berlebihan pada rongga pleura, cairan tersebut mengisi ruangan yang mengelilingi
paru. Cairan dalam jumlah yang berlebihan dapat mengganggu pernapasan dengan
membatasi peregangan paru selama inhalasi.
b. Etiologi
Berdasarkan jenis cairan yang terbentuk, cairan pleura dibagi menjadi transudat,
eksudat dan hemoragis
1. Transudat dapat disebabkan oleh kegagalan jantung kongestif (gagal jantung
kiri), sindroma nefrotik ( hipoproteinemia ), asites (oleh karena sirosis
hepatis), syndroma vena cava superior, tumor, sindroma meig, dialisis
peritoneal, atelektasis akut, pasca bedah abdomen.
2. Eksudat disebabkan oleh infeksi, TB, preumonia dan sebagainya, tumor,
infark paru, radiasi, penyakit kolagen.
3. Efusi hemoragis dapat disebabkan oleh adanya tumor, trauma, infark paru,
tuberkulosis.
Berdasarkan lokasi cairan yang terbentuk, efusi dibagi menjadi unilateral dan
bilateral.
1. Efusi yang unilateral tidak mempunyai kaitan yang spesifik dengan penyakit
penyebabnya.
2. Akan tetapi efusi yang bilateral bisa ditemukan juga pada penyakit-penyakit
dibawah ini :
Kegagalan jantung kongestif,
sindroma nefrotik,
asites,
infark paru,
lupus eritematosus systemic,
tumor dan tuberkulosis.
c. Patofisiologi
Dalam keadaan normal, selalu terjadi filtrasi cairan ke dalam rongga pleura
melalui kapiler pada pleura parietalis tetapi cairan ini segera direabsorpsi oleh
saluran limfe, sehingga terjadi keseimbangan antara produksi dan reabsorpsi, tiap
harinya diproduksi cairan kira-kira 16,8 ml (pada orang dengan berat badan 70 kg).
Kemampuan untuk reabsorpsinya dapat meningkat sampai 20 kali. Apabila antara
produk dan reabsorpsinya tidak seimbang (produksinya meningkat atau
reabsorpsinya menurun) maka akan timbul efusi pleura.
Diketahui bahwa cairan masuk kedalam rongga melalui pleura parietal dan
selanjutnya keluar lagi dalam jumlah yang sama melalui membran pleura parietal
melalui sistem limfatik dan vaskular. Pergerakan cairan dari pleura parietalis ke
pleura visceralis dapat terjadi karena adanya perbedaan tekanan hidrostatik dan
tekanan koloid osmotik. Cairan kebanyakan diabsorpsi oleh sistem limfatik dan
hanya sebagian kecil yang diabsorpsi oleh sistem kapiler pulmonal. Hal yang
memudahkan penyerapan cairan pada pleura visceralis adalah terdapatnya banyak
mikrovili di sekitar sel-sel mesothelial.
d. Manifestasi Klinik
Manifestasi klinik efusi pleura akan tergantung dari jumlah cairan yang ada
serta tingkat kompresi paru.
Jika jumlah efusinya sedikit (misalnya <250 ml), mungkin belum menimbulkan
manifestasi klinik dan hanya dapat dideteksi dengan X-ray foto thorakks. Dengan
membesarnya efusi akan terjadi restriksi ekspansi paru dan pasien mungkin
mengalami :
1. Dispneu bervariasi
2. Nyeri pleuritik biasanya mendahului efusi sekunder akibat penyakit pleura
3. Trakea bergeser menjauhi sisi yang mengalami efusi
4. Ruang interkostal menonjol (efusi yang berat)
5. Pergerakan dada berkurang dan terhambat pada bagian yang terkena
6. Perkusi meredup di atas efusi pleura
7. Egofoni di atas paru-paru yang tertekan dekat efusi
8. Suara nafas berkurang di atas efusipleura
9. Fremitus vokal dan raba berkurang
e. Test Diagnostik
1. Sinar tembus dada
Permukaan cairan yang terdapat dalam rongga pleura akan membentuk
bayangan seperti kurva, dengan permukaan daerah lateral lebih tinggi daripada
bagian medial. Bila permukaannya horizontal dari lateral ke medial, pasti terdapat
udara dalam rongga tersebut yang dapat berasal dari luar atau dari dalam paru-
paru itu sendiri. Hal lain yang bisa terlihat dalam foto dada efusi pleura adalah
terdorongnya mediastinum pada sisi yang berlawanan dengan cairan. Namun, bila
terdapat atelektasis pada sisi yang bersamaan dengan cairan, mediastinum akan
tetap pada tempatnya.
2. Torakosintesis
Aspirasi cairan pleura berguna sebagai sarana untuk diagnosis maupun
terapeutik. Pelaksanaan sebaiknya dilakukan pad posisi duduk. Aspirasi dilakukan
pada bagian paru-paru di sela iga IX garis axila posterior dengan memakai jarum
abocath nomor 14 atau 16. pengeluaran cairan sebaikna tidak lebih dari 1000-
1500 cc pada setiap kali aspirasi. Aspirasi banyak sekaligusakan menimbulkan
pleura shock (hipotensi) atau edema paru-paru. Edema paru-paru terjadi karena
paru-paru terlalu cepat mengembang.
3. Biopsi pleura
Pemerikasaan histologis satu atau beberapa contoh jaringan pleura dapat
menunjukkan 50-75% diagnosis kasus pleuritis tuberkulosis atau tumor pleura.
Bila hasil biopsi pertama tidak memuaskan dapat dilakukan biopsi ulangan.
Komplikasi biopsi adalah pneumothoraks, hemotoraks, dam penyabaran infeksi
atau tumor pada dinding dada.
4. Pemeriksaan tambahan :
Bronkoskopi, scanning isotop, torakoskopi.
f. Penatalaksanaan
A. Pengkajian
1. Identitas klien
Nama, tempat tanggal lahir, umur, jenis kelamin, agama/suku, warga Negara, bahasa
yang digunakan, penanggung jawap meliputi : nama, alamat, hubungan dengan klien.
4. Pola eliminasi.
o Kaji terhadap rekuensi, karakteristik, kesulitan/masalah dan juga pemakaian alat
bantu seperti folly kateter, ukur juga intake dan output setiap sift.
o Eliminasi proses, kaji terhadap prekuensi, karakteristik,
kesulitan/masalah defekasi dan juga pemakaian alat bantu/intervensi dalam Bab.
2. Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan gangguan suplai oksigen berkurang. (obstruksi jalan napas oleh secret, spasme
bronkus).
3. Gangguan rasa nyaman : nyeri berhubungan dengan proses peradangan pada selaput paru-paru.
Perencanaan
No Diagnosa keperawatan Rasional
Tujuan (NOC) Intervensi (NIC)
1. Bersihan jalan napas Tujuan : Ventilasi/oksigenisasi 1. Kaji/pantau frekuensi 1. Takipnea biasanya ada
tak efektif berhubungan adekuat untuk kebutuhan pernapasan, catat rasio beberapa derajat dan dapat
inspirasi/ekspirasi ditemukan pada penerimaan
dengan gangguan individu.
atau selama stress/adanya
peningkatan produksi proses infeksi akut.
secret, sekresi tertahan, Kriteria hasil : Mempertahankan Pernapasan dapat melambat
dan frekuensi ekspirasi
tebal dan kental. jalan napas paten dan bunyi napas
memanjang disbanding
. bersih/jelas. inspirasi
2 Kerusakan pertukaran Tujuan : Mempertahankan tingkat 1. Kaji frekuensi, 1. Berguna dalam evaluasi
gas berhubungan oksigen yang adekuat untuk kedalaman pernapasan, derajat distress pernapasan
keperluan tubuh. catat pengguanaan otot dan kronisnya proses
dengan gangguan suplai
aksesorius, napas bibir, penyakit.
oksigen berkurang. Kriteria hasil : ketidakmampuan
(obstruksi jalan napas 1. Tanpa terapi oksigen, SaO2 95 bicara/berbincang.
% dan klien tidan mengalami
oleh sekret, spasme
sesak napas. 2. Kaji/awasi secara rutin 2. Sianosis mungkin perifer
bronkus). 2. Tanda-tanda vital dalam batas kulit dan warna (terlihat pada kuku) atau
normal membrane mukosa. sentral (terlihat sekitar bibir
3. Tidak ada tanda-tanda sianosis. atau danun telinga). Keabu-
abuan dan dianosis sentral
mengindikasikan beratnya
hipoksemia
3. Gangguan rasa Tujuan : Rasa nyeri berkurang 1. Tentukan karakteristik 1. Nyeri dada biasanya ada
nyaman : nyeri sampai hilang. nyeri, misalnya ; tajam, dalam beberapa derajat
konsisten, di tusuk, pneumonia, juga dapat
berhubungan dengan
Kriteria hasil : selidiki perubahan timbul komplikasi seperti
proses peradangan pada 1. Klien mengatakan rasa nyeri karakter/intensitasnyeri perikarditis dan
selaput paru-paru. berkurang/hilang. /lokasi. endokarditis.
2. Ekspresi wajah rileks.
2. Pantau tanda-tanda 2. Perubahan frekuensi
vital. jantung atau TD
menunjukan bahwa pasien
mengalami nyeri,
khususnya bila alasan lain
untuk perubahan tanda-
tanda vital.
3. Tindakan non-analgetik
3. Berikan tindakan
diberikan dengan sentuhan
nyaman, misalnya ;
lembut dapat
pijatan punggung,
menghilangkan
perubahan posisi,
ketidaknyamanan dan
musik
memperbesar efek terapi
tenang/perbincangan,
analgesic.
relaksasi/latihan napas.
4. Tawarkan pembersihan
4. Pernapasan mulut dan terapi
mulut dengan sering. oksigen dapat mengiritasi
dan mengeringkan
memberan mukosa,
potensial ketidaknyamanan
umum.
5. Anjurkan dan bantu
pasien dalam teknik 5. Alat untuk mengontrol
menekan dada selama ketidaknyamanan dada
episode batuk. sementara meningkatkan
keefektifan upaya batuk.
6. Berikan analgesic dan
antitusif sesuai 6. Obat ini dapat digunakan
indikasi. untuk menekan batuk non
produktif/proksimal atau
menurunkan mukosa
berlebihan, meningkatkan
kenyamanan/istirahat
umum.
(Doenges, 1999. hal 171).
BAB II
PENUTUP
a. Kesimpulan
Bernafas merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia yang harus terpenuhi. Jika
hal ini tidak terpenuhi, maka akan menghambat proses kimiawi dan mekanik dalam tubuh
dimana oksigen (H2O) merupakan komponen yang penting dalam proses metabolisme
tubuh.
Asuhan keperawatan pada sistem respirasi bagian bawah ditujukan untuk mengatasi
masalah-masalah respirasi pada sistem respirasi bagian bawah yang menghambat jalannya
sistem pernapasan khususnya pada masalah kebutuhan dasar manusia pada pemenuhan
Oksigenisasi dalam berbagai langkah-langkah yang sistematis
Daftar Pustaka
www.medicastore.com
http://www.klikpdpi.com/konsensus/konsensus-ppok/ppok.pdf
Bare Brenda G, Smeltzer Suzan C. Keperawatan Medikal Bedah, Edisi 8, Vol. 1, EGC, Jakarta