Sie sind auf Seite 1von 23

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Penyakit infeksi masih merupakan penyebab utama dari tingginya angka

mortalitas dan morbiditas di dunia hingga saat ini . Salah satu jenis dari penyakit

infeksi yaitu HAIs (Health-care Associated Infection) atau yang juga dikenal

dengan infeksi nasokomial. Istilah dari nosokomial sendiri berasal dari bahasa

Yunani yaitu nosokomeion yang berarti rumah sakit (nosos = penyakit, komeo =

merawat). Secara klinis dianggap sebagai infeksi nasokomial apabila infeksi

timbul dalam kurun waktu 48 jam setelah dirawat di rumah sakit sampai dengan

30 hari setelah lepas rawat.1

Saat ini infeksi nasokomial merupakan permasalahan global yang

mendapatkan perhatian khusus di bidang kesehatan. Hal ini dibuktikan dengan

didapatkannya infeksi nasokomial paling sedikit sekitar 9% (variasi 3% - 21%)

dari lebih 1,4 juta pasien rawat inap di rumah sakit seluruh dunia. Suatu penelitian

mengenai infeksi nasokomial telah dilakukan oleh WHO tahun 2006 di 55 rumah

sakit dari 14 negara yaitu dari 4 kawasan yang mewakili (Eropa, Timur Tengah,

Asia Tenggara, dan Pasifik Barat). Dari Hasil penelitian tersebut menunjukkan

rata-rata 8,7% pasien rumah sakit mengalami infeksi nosokomial. Frekuensi

tertinggi infeksi nosokomial dilaporkan dari rumah sakit di Kawasan Timur

Tengah dan Asia Tenggara (11,8% dan 10,0% masing-masing), dengan prevalensi

7,7% dan 9,0% masing-masing di Kawasan Eropa dan Pasifik Barat.2


Di Indonesia angka kejadian infeksi nasokomial secara nasional belum

menunjukkan angka yang pasti, namun begitu diadakannya survei sederhana oleh

Subdit Surveilans Direktorat Jendral Pemberantasan Penyakit Menular dan

Penyehatan Lingkungan Pemukiman (Ditjen PPM&PLP) di 10 rumah sakit umum

tahun 1987 didapatkan hasil yang cukup tinggi. Pada hasil survei menunjukkan

bahwa angka kejadian dari infeksi nasokomial yaitu 6% hingga 16% dengan rerata

9,8%. Pada ibukota Indonesia sendiri yaitu Jakarta, prevalensi kejadian infeksi

nosocomial sebesar ± 41,1%, di Surabaya ± 73,3% dan Yogyakarta ± 5,9%.3

Data untuk infeksi nasokomial di kota Makassar sendiri menyebutkan pada

trimester III tahun 2009 di RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo sebesar 4,4 %.

Penelitian terakhir menunjukkan untuk jenis infeksi nosokomial yang terbanyak

diderita adalah jenis Plebitis sebesar 81,8 % pada tahun 2010.4 Pada RSUD Haji

Makassar tahun 2012, ditemukan angka kejadian infeksi nosokomial yang terjadi

sebesar 3,44%.5

Melihat cukup tingginya prevalensi dari infeksi nasokomial maka menggiring

pemikiran kita terhadap cukup baik atau tidaknya kualitas udara dari ruang

perawatan di rumah sakit. Menurut penelitian, bakteri udara penyebab infeksi

nosokomial yang paling umum adalah Staphylococcus aureus, Escherichia coli,

Pseudomonas aeruginosa, Enterobacter spp, dan Klebsiella pneumonia.6

Mikroorganisme terutama bakteri memiliki kemampuan untuk berpindah dari

suatu agen reservoir ke penjamu yang rentan, salah satunya yaitu melalui udara.

Keberadaan dari bakteri-bakteri patogen di udara yang kemudian menjadi salah


satu faktor dalam menentukan kualitas udara di rumah sakit dari segi

mikrobiologi.

Secara universal di seluruh dunia, 5%-10% pasien memperoleh infeksi

nosokomial, kemudian 20%-30% pasien yang menjalani perawatan di unit

perawatan intensif (ICU). Systematic review of the literature conducted by WHO

menyatakan bahwa prevalensi tertinggi infeksi nosokomial adalah ICU sebesar

28,2%, surgery sebesar 26,4%, mixed population sebesar 23,6%, pediatrics

sebesar 18,2%, dan other high risk patient sebesar 3,6%.7 Hal ini yang kemudian

menyimpulkan bahwa infeksi nasokomial lebih sering terjadi di ruang rawat

intensif dibandingkan dengan ruang rawat biasa. Oleh karena itu, pada penelitian-

penelitian sebelumnya cenderung dilakukan diruang rawat intensif dibandingkan

dengan ruang rawat biasa terutama bangsal rumah sakit.

Berangkat dari masalah yang telah dipaparkan di atas, maka peneliti merasa

tertarik dalam mengetahui gambaran bakteri penyebab infeksi nasokomial dengan

melakukan identifikasi pada bakteri udara di Bangsal Rumah Sakit Ibnu Sina

Makassar Tahun 2018.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan diatas dapat dirumuskan

permasalahan, yaitu jenis dari bakteri udara yang banyak terdapat di bangsal

Rumah Sakit Ibnu Sina Makassar.


1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan Umum

Untuk mengidentifikasi bakteri udara di bangsal Rumah Sakit Ibnu Sina

Makassar

1.3.2 Tujuan Khusus

1. Mengurutkan jumlah jenis bankteri terbanyak yang ditdapatkan di

bangsal Rumah Sakit Ibnu Sina Makassar

2. Membedakan jenis koloni bakteri udara yang didapatkan

3. Mengetahui sifat biokimia bakteri

1.4 Manfaat Penelitian

1.4.1 Manfaat Keilmuan

1. Untuk menambah wawasan dan pengetahuan bagi peneliti dalam

bidang ilmu kedokteran mikrobiologi.

2 Untuk memberikan data primer mengenai identifikasi bakteri udara

yang dapat digunakan untuk penelitian selanjutnya.

2.1.1 Manfaat Aplikatif

1. Untuk meningkatkan kewaspadaan bagi semua orang dalam

lingkungan rumah sakit agar dapat mawas diri terhadap keberadaan

berbagai bakteri yang dapat saja menginfeksi tubuh kita.

2. Untuk memberikan data bagi pihak yang berwenang dalam evaluasi

dan pengambilan kebijakan layanan kesehatan


2.2 Hipotesis

1. Hipotesis Null (H0) : Terdapat bakteri udara patogen di bangsal

Rumah Sakit Ibnu Sina Makassar.

2. Hipotesis Alternatif (HA) : Tidak terdapat bakteri udara patogen di

bangsal Rumah Sakit Ibnu Sina Makassar.


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

1.1 Infeksi Nasokomial

1.1.1 Definisi

Infeksi nosokomial rumah sakit yang disebut juga sebagai infeksi

yang terkait dengan pemberian layanan kesehatan dalam fasilitas

perawatan kesehatan (Healthcare-associated infections - HAI). Pada waktu

dirawat di rumahsakit infeksi belum terjadi dan belum tampak tanda-tanda

klinis infeksi. Dalam hal ini penderita tidak sedang berada dalam masa

inkubasi penyakit akibat infeksi tersebut. Penderita mendapatkan

perawatan di rumah sakit lebih lama dari waktu inkubasi infeksi penyakit.

Sebagian besar infeksi nosokomial secara klinis terjadi terjadi antara 48

jam sampai empat hari sejak penderita mulai dirawat di rumahsakit.

Infeksi yang terjadi sesudah penderita pulang dari rumah sakit bisa

dianggap infeksi nosokomial rumah sakit jika organisme penyebabnya

didapat selama tinggal di rumah sakit.7

1.1.2 Epidemiologi

Menurut penelitian WHO (World Health Organization) pada rumah

sakit berasal dari 14 negara yang berada di empat kawasan (regional)

WHO, sekitar 8.7% penderita yang dirawat di rumah sakit mengalami

infeksi nosokomial rumah sakit Studi surveilans dari tahun 2002-2007

pada unit perawatan intensif (Intensive Care Unit-ICU) di Amerika Latin,

Asia, Afrika, dan Eropa, menunjukkan bahwa infeksi-infeksi yang


berhubungan dengan sirkulasi darah, dan pneumonia akibat penggunaan

alat ventilator, serta infeksi saluran kemih akibat penggunaan kateter yang

dilaporkan dari negara-negara yang diteliti di luar USA lebih tinggi

frekwensinya dibandingkan dengan kejadian yang dilaporkan dari ICU di

USA. Penelitian tersebut juga menunjukkan bahwa frekwensi MRSA

(Methicillin- resistant Staphylococcus aureus), spesies Enterobacter yang

resisten terhadap ceftriaxone, serta Pseudomonas aeruginosa yang resisten

terhadap uoroquinolone juga lebih tinggi frekwensinya di negara-negara di

luar USA.7

Suatu penelitian pada anak-anak di Afrika menunjukkan bahwa

mikroba penyebab bakteremia nosokomial rumah sakit berbeda jenisnya

dari mikroba penyebab bakteremia yang terjadi pada penduduk di luar

rumah sakit. Bakteremia nosokomial menyebabkan meningkatnya angka

kesakitan (morbiditas) dan angka kematian (mortalitas) serta

memperpanjang waktu rawat inap di rumah sakit. Karena data-data infeksi

nosokomial rumah sakit di negara-negara miskin tidak diketahui, sehingga

keadaan ini akan menjadi masalah kesehatan masyarakat yang harus lebih

diperhatikan. Sekitar 5-10% penderita yang dirujuk ke bagian kedaruratan

rumah sakit atau fasilitas keperawatan, yang di USA saja dapat mencapai

satu juta orang penderita setiap tahunnya.

Infeksi yang didapat di rumah sakit biasanya berhubungan dengan

tatalaksana diagnosis dan pengobatan yang dilakukan terhadap penderita

yang dirawat karena sakit atau karena mengalami cedera. Centers for
Disease Control (CDC) USA menyatakan bahwa 36% dari infeksi tersebut

dapat dicegah melalui penatalaksanaan yang ketat dalam merawat

penderita. Masalah yang menyebabkan infeksi ini sulit ditangani adalah

bahwa pada waktu baru masuk rumah sakit, sistem imun kesehatan

penderita sudah dalam kondisi yang rendah (immunocompromised).7

Penyakit nosokomial yang didapat di rumah sakit dapat disebabkan

oleh bakteri, virus, jamur, atau parasit. Mikroorganisme ini bisa berasal

dari dalam tubuh penderita sendiri (sumber endogin) atau mungkin berasal

dari sumber eksogin, yaitu dari lingkungan, dari perlengkapan rumah sakit

yang tercemar, dari petugas rumah sakit, atau berasal dari penderita lain

yang sedang dirawat di rumah sakit tersebut. Sumber endogin adalah

bagian tubuh yang biasanya menjadi tempat hidup koloni mikroorganisme,

misalnya nasofaring, alat pencernaan atau saluran urogenital.7

1.1.3 Mikroorganisme Penyebab

Infeksi nosokomial dapat disebabkan oleh berbagai jenis patogen,

yang berbeda jenisnya, tergantung pada perbedaan populasi penderita,

pengaturan sarana perawatan kesehatan, dan perbedaan negara.

Mikroorganisme patogen penyebab infeksi nosokomial dapat berupa

bakteri, virus, parasit dan jamur.7

1.1.3.1 Bakteri

Bakteri merupakan patogen yang paling sering menjadi penyebab

infeksi nosokomial. Bakteri dapat dikelompokkan menjadi bakteri


komensal (commensal bacteria) dan bakteri patogenik (patogenic

bacteria).7

A. Bakteri komensal. Kelompok bakteri ini didapatkan sebagai ora

normal usus manusia sehat, yang berperan penting dalam mencegah

perkembang biakan mikroorganisme patogen. Sebagian bakteri

komensal dapat menyebabkan infeksi jika hospes alaminya

mengalami penurunan daya tahan tubuh. Misalnya, staphylococcus

koagulase negatif yang terdapat di kulit dapat menimbulkan infeksi

intravaskuler dan Escherechia coli yang terdapat di usus dapat

menyebabkan infeksi saluran kencing.7

B. Bakteri patogenik. Bakteri kelompok ini memiliki virulensi yang

tinggi, dan dapat menyebabkan infeksi yang sporadik atau epidemik,

misalnya :

a. Bakteri anaerobik Gram-positif (misalnya Clostridium) yang

menyebabkan gangren ;

b. Bakteri Gram-positif (misalnya Staphylococcus aureus yang

terdapat di kulit dan hidung penderita atau staf rumah sakit) dapat

menyebar melalui darah dan menyebabkan infeksi di paru, tulang,

paru dan jantung. Kuman ini sering berkembang menjadi kuman

yang kebal terhadap antibiotika. Selain Staphylococcus aureus,

kuman Streptococcus beta-hemolyticus juga penting sebagai

penyebab infeksi nosokomial.


c. Bakteri Gram-negatif: Enterobacteriaceae (misalnya Escherechia

coli, Proteus, Klebsiella, Enterobacter, dan Serratia marcescens)

yang terdapat melekat di pipa kateter, kateter kandung kemih, dan

di tempat masuk kanula, pada penderita dengan imunitas rendah,

dapat menyebabkan infeksi yang berbahaya (misalnya terjadi

bakteremia, infeksi peritoneum, infeksi luka di tempat

pembedahan). Kuman-kuman ini juga bisa berkembang menjadi

kuman yang resisten terhadap antibiotika.

d. Kuman Gram-negatif, misalnya Pseudomonas spp. Yang sering

ditemukan di air dan tempat lembab, dapat berkembang biak di

saluran pencernaan penderita yang sedang rawat inap di rumah

sakit.

e. Bakteri yang berisiko untuk menimbulkan infeksi nosokomial di

rumah sakit antara lain adalah Legionella spp., yang dapat

menyebabkan pneumonia sporadik atau endemik melalui inhalasi

udara yang mengandung air tercemar berasal dari AC, shower,

atau aerosol terapeutik.

1.1.3.2 Virus

Infeksi nosokomial dapat disebabkan berbagai jenis virus,

termasuk virus-virus hepatitis B dan C, respiratory syncytial virus (RSV),

rotavirus, dan enterovirus. Virus hepatitis B dan C dapat ditularkan

melalui darah transfusi, dialisis, suntikan, dan endoskopi, sedangkan

enterovirus dapat ditularkan melalui jalur penularan tangan- ke mulut atau


jalur penularan tinja-mulut. Virus-virus lain yang dapat ditularkan sebagai

infeksi nosokomial antara lain adalah cytomegalovirus, HIV, Ebola, virus

in uenza, virus herpes simplex dan virus vaicella-zoster.7

1.1.3.3 Parasit dan Jamur

Protozoa usus, misalnya Giardia lamblia mudah ditularkan dalam

kelompok dewasa maupun anak-anak. Banyak jamur dan parasit lainnya

merupakan organisme oportunis dan menyebabkan infeksi pada penderita

yang mendapatkan pengobatan antibiotika dalam jangka waktu yang lama

dan dalam keadaan imunosupresi yang berat. Contoh jamur dan parasit ini

antara lain adalah Candida albicans, Aspergillus spp., Cryptococcus

neoformans, dan Cryptosporidium. Organisme-organisme ini merupakan

penyebab utama infeksi sistemik yang dialami oleh penderita-penderita

dengan immunocompromised. Pencemaran lingkungan melalui udara

dengan Aspergillus spp. yang berasal dari debu dan tanah juga dapat juga

terjadi, terutama pada waktu dilakukan perbaikan/konstruksi rumah sakit.

Sarcoptes scabiei penyebab penyakit scabies (gudig atau kudis) adalah

ektoparasit yang dapat menimbulkan wabah berulang di lingkungan

fasilitas perawatan kesehatan.7

1.1.4 Sumber Penularan dan Penyebaran

Bakteria penyebab infeksi nosokomial dapat diperoleh melalui

berbagai jalan, yaitu:7


1.1.4.1 Infeksi Endogen

Bakteri berasal dari ora normal menyebabkan infeksi di luar habitat

alaminya, menyebabkan infeksi di saluran kencing, luka/kerusakan

jaringan atau terjadi pertumbuhan yang berlebihan (overgrowth) dari ragi

dan C.di cale sesudah pengobatan dengan antibiotika yang berlebihan.

Misalnya, bakteri Gram-negatif yang terdapat di dalam usus sering

menyebabkan infeksi di tempat operasi abdomen atau infeksi di saluran

kencing pada penderita yang sedang menggunakan kateter.7

1.1.4.2 Infeksi Silang Eksogen

Flora berasal dari penderita lain atau dari staf rumah sakit. Bakteri

yang ditularkan dari penderita lain ditularkan dengan cara:7

A. Sentuhan langsung antar penderita melalui tangan, percikan air liur

atau cairan tubuh, atau cara lainnya.

B. Terhirup melalui titik ludah atau debu yang tercemar bakteri

penderita.

C. Pencemaran terjadi melalui staf perawat/dokter selama merawat

penderita, melalui tangan, pakaian, hidung dan tenggorok (selanjutnya

menjadi carrier).

D. Melalui benda yang terpapar oleh penderita (termasuk alat-alat

perawatan), tangan staf, pengunjung atau sumber lingkungan lainnya

(misalnya air, larutan lainnya, makanan).


1.1.4.3 Flora Berasal Dari Lingkungan Perawatan Kesehatan

Infeksi lingkungan yang bisa bersifat endemik atau epidemik ini

berasal dari mikroorganisme yang dapat hidup dengan baik di lingkungan

rumah sakit yaitu:7

A. Di dalam air, di tempat lembab, kadang-kadang di bahan steril atau

yang sudah didisinfeksi (Contoh: Pseudomonas, Acinetobacter,

Mycobacterium).

B. Pada benda-benda di ruang perawatan misalnya kain, alat dan

perlengkapan untuk merawat penderita.

C. Makanan

D. Debu halus dan titik ludah waktu batuk atau berbicara. Bakteri

berukuran garis tengah kurang dari 10 μm dapat bertahan di udara

selama beberapa jam, sehingga dapat terhirup seperti debu.

1.1.5 Patogenesis

Infeksi akan dimulai dari tempat masuknya mikoorganisme dan

akan menimbulkan infeksi setempat (lokal) dan menimbulkan gejala klinis

yang terbatas. Sebagai contoh, luka operasi di perut yang mengalami

infeksi, daerah sekitar luka akan menjadi merah, panas, dan nyeri. Infeksi

umum akan terjadi jika organisme memasuki aliran darah dan akan

menimbulkan gejala klinis sistemik, berupa demam, menggigil, penurunan

tekanan darah, atau gangguan mental. Keadaan ini dapat berkembang

menjadi sepsis, suatu keadaan yang berbahaya, karena menyerang


berbagai organ dengan cepat dan bersifat progresif. Keadaan ini kadang-

kadang disebut “keracunan darah” yang dapat menyebabkan kematian

penderita.7

Infeksi nosokomial rumah sakit dapat terjadi akibat tindakan

pembedahan, penggunaan kateter pada saluran kemih, hidung, mulut atau

yang dimasukkan ke dalam pembuluh darah. Selain itu benda-benda yang

berasal dari hidung atau mulut yang terhirup masuk ke dalam paru-paru.

Infeksi nosokomial rumah sakit yang paling sering terjadi adalah infeksi

saluran kemih (urinary tract infection-UTI), pneumonia karena

penggunaan ventilator, dan infeksi luka operasi. Sumber-sumber infeksi

lainnya dapat berasal dari kateter vena sentral, dan berasal dari pipa

endotrakeal yang dimasukkan ke lambung dari mulut. Melalui kateter ini

bakteri masuk ke dalam tubuh melewati bagian luar pipa kateter, lalu

mendapatkan jalan masuk ke dalam aliran darah. Infeksi nosokomial yang

ditularkan melalui kateter ini menjadi penyebab 4-20% kematian

penderita.7

1.1.6 Faktor Resiko

Semua penderita rawat inap di rumah sakit bersisiko untuk

mendapatkan infeksi dari pengobatan atau tindakan operatif yang

diterimanya. Anak-anak kecil, orang berusia lanjut, dan orang dengan

sistem imun tubuh yang lemah (compromised immune system)

mempunyai risiko lebih besar mendapatkan infeksi nosokomial. Faktor

risiko untuk mendapatkan infeksi nosokomial rumah sakit pada anak


terutama berasal dari kateter vena (termasuk untuk memasukkan makanan)

dan dari ventilator pneumonia. Selain itu pengobatan dengan antibiotik

lenih dari 10 hari, tindakan-tindakan invasif (memasuki tubuh), tatalaksana

pasca operasi yang buruk, dan disfungsi sistem imun. Faktor-faktor risiko

lainnya yang dapat meningkatkan risiko penderita rawat inap, dewasa

maupun anak, untuk mendapatkan infeksi nosokomial rumah sakit adalah:7

 Masa rawat inap yang panjang

 Adanya penyakit tersamar (underlying disease) yang berat

 Status imun penderita yang lemah dan nutrisi yang buruk

 Penggunaan kateter yang menetap (indwelling catheter)

 Petugas kesehatan yang lalai mencuci tangan sebelum maupun

sesudah menangani penderita

 Terjadinya bakteri resisten antibiotik karena penggunaan antibiotik

yang tidak tepat dan berlebihan.

Setiap tindakan invasif yang memasuki tubuh akan membawa

penderita pada kemungkinan mendapatkan infeksi. Berbagai tindakan

yang dapat meningkatkan risiko mendapatkan infeksi nosokomial rumah

sakit adalah:7

 Kateterisasi kandung kemih

 Ventilasi mekanik atau intubasi saluran pernapasan

 Pembedahan, perawatan atau pengaliran (drainage) luka operasi

 Pipa drainase lambung yang melewati mulut dan hidung


 Prosedur intravenus untuk memasukkan obat atau makanan dan

transfusi darah.

Infeksi saluran kemih merupakan infeksi nosokomial rumah sakit

yang paling sering terjadi, karena melalui kateter saluran kemih bakteri

dari usus dan uretra dapat memasuki kandung kemih dan menyebabkan

infeksi. Penderita dengan fungsi sistem imun yang buruk serta yang

mendapatkan pengobatan antibiotik yang tidak tepat dalam waktu yang

lama berisiko tinggi terinfeksi saluran kemihnya dengan jamur Candida.7

Pneumonia merupakan infeksi nosokomial rumah sakit yang

tersering dialami penderita sesudah infeksi saluran kemih. Bakteri dan

organisme lainnya mudah masuk ke dalam tenggorok bersama alat

kesehatan yang digunakan dalam penanganan penyakit pernapasan.

Bakteri ini akan membentuk koloni di daerah tenggorok yang menjadi

sumber infeksi nosokomial rumah sakit bagi penderita, misalnya

pneumonia. Penderita dengan penyakit paru obstruktif kronis (chronic

obstructive lung disease - COD), sangat rentan terinfeksi karena

mendapatkan pengobatan antibiotik yang berlebihan serta menggunakan

ventilator mekanik dalam waktu yang lama.7

Tindakan pembedahan invasif dapat meningkatkan risiko

mengalami infeksi karena bakteri dapat memasuki bagian tubuh yang

steril. Infeksi dapat berasal dari alat kedokteran yang digunakan atau dari

tangan petugas kesehatan. Pasca operasi penderita dapat mengalami


infeksi yang berasal dari pembalut yang tercemar atau dari tangan petugas

kesehatan yang melakukan penggantian pembalut. Luka-luka lain yang

mudah terinfeksi adalah luka trauma, luka bakar, atau luka lecet akibat

tekanan karena tidur lama atau karena menggunakan kursi roda.7

Banyak penderita rawat inap yang mendapatkan pengobatan

lanjutan, transfusi darah, atau pemberian makanan secara parenteral.

Keadaan ini dapat menyebabkan infeksi lokal atau infeksi umum karena

masuknya bakteri dari sekitar tempat kateter dimasukkan. Tatalaksana

tindakan di rumah sakit yang berisiko menyebabkan infeksi nosokomial

rumah sakit adalah tatalaksana gastrointestinal, obstetrik dan dialisis

ginjal.7

1.1.7 Gejala Klinik

Demam sering merupakan tanda pertama infeksi. Gejala dan tanda

lainnya dari adanya infeksi adalah napas yang cepat, tekanan darah rendah,

pengeluaran urine yang berkurang, dan jumlah leukosit meningkat serta

terjadinya gangguan mental. Penderita dengan infeksi saluran kemih dapat

mengalami nyeri kencing dan adanya darah di dalam urine. Jika terjadi

pneumonia, penderita mengalami gangguan saat bernapas dan gangguan

pada waktu batuk. Infeksi lokal yang terjadi dimulai dengan terjadinya

pembengkakan, kemerahan jaringan setempat, nyeri pada kulit atau sekitar

luka atau luka yang terbuka, yang dapat menimbulkan kerusakan jaringan

di bagian bawah otot, atau bisa juga menyebabkan sepsis.7


1.1.8 Diagnosis

Jika diduga telah terjadi infeksi, penderita rawat inap akan

mengalami demam yang tidak diketahui penyebabnya. Pada orang lanjut

usia, demam bisa tidak terjadi. Dalam hal ini adanya napas yang cepat dan

gangguan mental (bingung) merupakan gejala awal infeksi. Diagnosis

infeksi nosokomial rumah sakit dapat ditentukan dengan:7

 Mengevaluasi gejala dan tanda infeksi

 Memeriksa luka dan tempat masuk kateter untuk melihat adanya

warna kemerahan, pembengkakan, adanya nanah atau abses.

 Melakukan pemeriksaan sik yang lengkap untuk mengetahui apakah

ada penyakit tersamar (underlying disease).

 Pemeriksaan laboratorium, antara lain pemeriksaan darah lengkap,

urinalisis, biakan kuman dari luka, darah, dahak, urine atau cairan

tubuh untuk menemukan organisme penyebabnya.

 Pemeriksaan sinar-X dada jika diduga terjadi pneumonia.

 Melakukan pemeriksaan ulang atas semua tatalaksana dan tindakan

yang sudah dilakukan.

1.1.9 Pengobatan

Sesudah ditentukan penyebab infeksinya, jika penyebabnya adalah

bakteri, dilakukan uji kepekaan terhadap antibiotika sehingga penderita

dapat segera diobati dengan tepat. Sambil menunggu hasil uji kepekaan

antibiotik, pengobatan dapat dimulai menggunakan antibiotik spektrum

lebar, misalnya penisilin, cefalosporin, tetrasiklin, atau eritromisin. Jika


bakteri yang ditemukan sudah resisten terhadap antibiotik spektrum lebar

standard yang dicobakan, maka antibiotik yang lebih kuat yang biasanya

masih efektif dapat diberikan, yaitu vancomycin atau imipenem.7

Jika penyebab infeksi adalah jamur, dapat diberikan obat-obatan

antijamur, misalnya amphotericin B, nystatin, ketoconazole, itraconazole

dan uconazole. Virus tidak dapat diobati dengan antibiotik. Sejumlah obat

antiviral telah diuji cobakan untuk menghambat reproduksi virus, misalnya

acyclovir, ganciclovir, foscarnet, dan amantadine.7

1.1.10 Pencegahan

Tindakan yang dapat dilakukan oleh rumah sakit untuk mencegah

penyebaran infeksi nosokomial rumah sakit, antara lain adalah:7

 Isolasi penderita yang sudah diketahui penyebab infeksinya

 Pengawasan dan pengendalian infeksi untuk setiap 200 tempat tidur

 Identifikasi semua prosedur berisiko tinggi dan kemungkinan adanya

sumber infeksi lainnya

 Melaksanakan dengan tegas aturan untuk mencuci tangan bagi petugas

kesehatan dan pengunjung untuk mencegah penularan

mikroorganisme ke penderita atau penularan antar penderita yang

dirawat

 Melaksanakan dengan ketat pelaksanaan teknik aseptik pada semua

prosedur termasuk penggunaan pakaian steril, sarung tangan, masker,

dan alat pencegah penularan lainnya


 Melakukan sterilisasi semua alat kesehatan yang digunakan ulang,

misalnya ventilator, pelembab ruangan, dan semua hal yang

berhubungan dengan saluran pernapasan

 Mengganti sesering mungkin perban penutup luka dan memberikan

salep antibiotik di bawah perban.

 Lepaskan pipa nasogastrik dan endotrakeal sesegera mungkin sesudah

tidak diperlukan lagi.

 Menggunakan kateter vena yang sudah dibubuhi antibakteri untuk

mencegah bakteri agar tidak dapat masuk ke dalam aliran darah

 Mencegah kontak petugas kesehatan dengan sekresi pernapasan

dengan menggunakan pelindung, misalnya masker

 Menggunakan kateter urine yang sudah dilapisi silver- alloy untuk

mencegah bakteri menginfeksi kandung kemih

 Kurangi penggunaan prosedur berisiko tinggi dan lama pemakaian

alat-alat berisiko tinggi misalnya kateterisasi saluran kemih

 Melakukan sterilisasi semua instrumen medis dan perlengkapan

lainnya untuk mencegah kontaminasi

 Mengurangi penggunaan antibiotik secara berlebihan agar tidak

menganggu sistem imun penderita dan mengurangi terjadinya

resistensi bakteri.

1.2
1.3 Acbkakc

1.4 Kbacakc

1.5 Nakcnak

1.6 Nack

Daftar Pustaka

1. Ducel G, Fabry J, Nicolle L. Prevention of Hospital-acquired Infections, A

Practical Guide: Epidemiology of Nosocomial Infections. Available from:

www.who.int/csr/resources/publications/drugresist/en/whocdscsreph20021

2.pdf. 2 ed. Geneva: World Health Organization. 2002.

2. WHO.(2013). Healthcare Associated Infection (HAI).

http://whqlibdoc.who.int/hq/2005/WHO_EIP_SPO_QPS_05.2.pdf.Di

akses pada tanggal 28 Agustus 2017.


3. Wulandari Windi, dkk. Angka Kuman Udara dan Lantai Ruang Rawat

Inap Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Yogyakarta. VOL.I, No.1 ,

November 2015: 15-30.

4. Raya F., Sennang N., Aprianti S. 2012. Clinical Pathology and Medical

Laboratory. Vol. 18 no 3, Juli 2012. Diambil dari:

www.indonesianjournalofclinicalpathology.or.id/index.php/patologi/issue/

view/36. Di akses tanggal 28 Agustus 2017

5. RSUD Haji Makassar. Laporan Kejadian Infeksi Nosokomial di RSUD

Haji Makassar Tahun 2013. Makassar: RSUD Haji Makassar; 2013.

6. Prabhu, N., Sangeetha, M., Chinnaswamy, P and Joseph, PL. A Rapid

Method of Evaluating Microbial Load in Health Care Industry and

Application of Alcohol to Reduce Nosocomial Infection. Journal of the

Academy of Hospital Administration. 2006, Vol. 18, No. 1, P. 1-12

i. WHO.(2013). Healthcare Associated Infection (HAI).

7. Erasmus, V., Daha, T. J., Brug, H., Richardus, J. H., Behrendt, M. D., Vos,

M. C., & van Beeck, E. F. (2010). Systematic review of studies on

compliance with hand hygiene guidelines in hospital care. Infection

Control & Hospital Epidemiology, 31(03), 283-294.

8. Soedarto. 2016. Infeksi Nasokomial Di Rumah Sakit Edisi I. Jakarta:

Agung Seto.

Das könnte Ihnen auch gefallen