Sie sind auf Seite 1von 15

LAPORAN PENDAHULUAN DIABETES MELITUS

A. DEFINISI
Diabetes melitus merupakan penyakit hiperglikemia yang ditandai dengan
ketidakadaan absolute insulin atau penurunan relative insensitivitas sel terhadap
insulin (Corwin, 2009). Diabetes Melitus (DM) adalah keadaan hiperglikemia kronik
disertai berbagai kelainan metabolik akibat gangguan hormonal, yang menimbulkan
berbagai komplikasi kronik pada mata, ginjal, saraf, dan pembuluh darah, disertai lesi
pada membran basalis dalam pemeriksaan dengan mikroskop elektron (Mansjoer dkk,
2007).
Menurut American Diabetes Association (ADA) tahun 2005, diabetus
merupakan suatu kelompok panyakit metabolik dengan karakterristik hiperglikemia
yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau kedua-duanya. Diabetes
Mellitus (DM) adalah kelainan defisiensi dari insulin dan kehilangan toleransi
terhadap glukosa ( Rab, 2008). Diabetes Melitus merupakan sekelompok kelainan
heterogen yang ditandai oleh kelainan kadar glukosa dalam darah atau hiperglikemia
yang disebabkan defisiensi insulin atau akibat kerja insulin yang tidak adekuat
(Brunner & Suddart, 2002).

B. KLASIFIKASI
Dokumen konsesus tahun 1997 oleh American Diabetes Association’s Expert
Committee on the Diagnosis and Classification of Diabetes Melitus, menjabarkan 4
kategori utama diabetes, yaitu: (Corwin, 2009)
1. Tipe I: Insulin Dependent Diabetes Melitus (IDDM)/ Diabetes Melitus tergantung
insulin (DMTI): Lima persen sampai sepuluh persen penderita diabetik adalah tipe
I. Sel-sel beta dari pankreas yang normalnya menghasilkan insulin dihancurkan
oleh proses autoimun. Diperlukan suntikan insulin untuk mengontrol kadar gula
darah. Awitannya mendadak biasanya terjadi sebelum usia 30 tahun.
2. Tipe II: Non Insulin Dependent Diabetes Mellitus (NIDDM)/ Diabetes Mellitus
tak tergantung insulin (DMTTI): Sembilan puluh persen sampai 95% penderita
diabetik adalah tipe II. Kondisi ini diakibatkan oleh penurunan sensitivitas

1
terhadap insulin (resisten insulin) atau akibat penurunan jumlah pembentukan
insulin. Pengobatan pertama adalah dengan diit dan olah raga, jika kenaikan kadar
glukosa darah menetap, suplemen dengan preparat hipoglikemik (suntikan insulin
dibutuhkan, jika preparat oral tidak dapat mengontrol hiperglikemia). Terjadi
paling sering pada mereka yang berusia lebih dari 30 tahun dan pada mereka yang
obesitas.
3. Diabetes Kehamilan: Gestasional Diabetes Melitus (GDM): Diabetes yang terjadi
pada wanita hamil yang sebelumnya tidak mengidap diabetes.

C. ETIOLOGI
1. Diabetes Melitus tergantung insulin (DMTI)
a. Faktor genetik: Penderita diabetes tidak mewarisi diabetes tipe I itu sendiri
tetapi mewarisi suatu presdisposisi atau kecenderungan genetic kearah
terjadinya diabetes tipe I. Kecenderungan genetic ini ditentukan pada individu
yang memililiki tipe antigen HLA (Human Leucocyte Antigen) tertentu. HLA
merupakan kumpulan gen yang bertanggung jawab atas antigen tranplantasi
dan proses imun lainnya.
b. Faktor imunologi: Pada diabetes tipe I terdapat bukti adanya suatu respon
autoimun. Ini merupakan respon abnormal dimana antibody terarah pada
jaringan normal tubuh dengan cara bereaksi terhadap jaringan tersebut yang
dianggapnya seolah-olah sebagai jaringan asing.
c. Faktor lingkungan: Faktor eksternal yang dapat memicu destruksi sel β
pancreas, sebagai contoh hasil penyelidikan menyatakan bahwa virus atau
toksin tertentu dapat memicu proses autoimun yang dapat menimbulkan
destuksi sel β pancreas.
2. Diabetes Melitus tak tergantung insulin (DMTTI)
Secara pasti penyebab dari DM tipe II ini belum diketahui, factor genetic
diperkirakan memegang peranan dalam proses terjadinya resistensi insulin.
Diabetes Melitus tak tergantung insulin (DMTTI) penyakitnya mempunyai pola
familiar yang kuat. DMTTI ditandai dengan kelainan dalam sekresi insulin
maupun dalam kerja insulin. Pada awalnya tampak terdapat resistensi dari sel-sel

2
sasaran terhadap kerja insulin. Insulin mula-mula mengikat dirinya kepada
reseptor-reseptor permukaan sel tertentu, kemudian terjadi reaksi intraselluler
yang meningkatkan transport glukosa menembus membran sel. Pada pasien
dengan DMTTI terdapat kelainan dalam pengikatan insulin dengan reseptor. Hal
ini dapat disebabkan oleh berkurangnya jumlah tempat reseptor yang responsif
insulin pada membran sel. Akibatnya terjadi penggabungan abnormal antara
komplek reseptor insulin dengan system transport glukosa. Kadar glukosa normal
dapat dipertahankan dalam waktu yang cukup lama dan meningkatkan sekresi
insulin, tetapi pada akhirnya sekresi insulin yang beredar tidak lagi memadai
untuk mempertahankan euglikemia (Price, 1995 cit Indriastuti 2008). Diabetes
Melitus tipe II disebut juga Diabetes Melitus tidak tergantung insulin (DMTTI)
atau Non Insulin Dependent Diabetes Melitus (NIDDM) yang merupakan suatu
kelompok heterogen bentuk-bentuk Diabetes yang lebih ringan, terutama dijumpai
pada orang dewasa, tetapi terkadang dapat timbul pada masa kanak-kanak.
Faktor risiko yang berhubungan dengan proses terjadinya DM tipe II, diantaranya
adalah:
a. Usia (resistensi insulin cenderung meningkat pada usia di atas 65 tahun)
b. Obesitas
c. Riwayat keluarga
d. Kelompok etnik

D. PATOFISIOLOGI
Diabetes tipe I. Pada diabetes tipe satu terdapat ketidakmampuan untuk
menghasilkan insulin karena sel-sel beta pankreas telah dihancurkan oleh proses
autoimun. Hiperglikemi puasa terjadi akibat produkasi glukosa yang tidak terukur oleh
hati. Di samping itu glukosa yang berasal dari makanan tidak dapat disimpan dalam
hati meskipun tetap berada dalam darah dan menimbulkan hiperglikemia posprandial
(sesudah makan). Jika konsentrasi glukosa dalam darah cukup tinggi maka ginjal tidak
dapat menyerap kembali semua glukosa yang tersaring keluar, akibatnya glukosa
tersebut muncul dalam urin (glukosuria). Ketika glukosa yang berlebihan di
ekskresikan ke dalam urin, ekskresi ini akan disertai pengeluaran cairan dan elektrolit

3
yang berlebihan. Keadaan ini dinamakan diuresis osmotik. Sebagai akibat dari
kehilangan cairan berlebihan, pasien akan mengalami peningkatan dalam berkemih
(poliuria) dan rasa haus (polidipsia).
Defisiensi insulin juga akan menggangu metabolisme protein dan lemak yang
menyebabkan penurunan berat badan. Pasien dapat mengalami peningkatan selera
makan (polifagia), akibat menurunnya simpanan kalori. Gejala lainnya mencakup
kelelahan dan kelemahan. Dalam keadaan normal insulin mengendalikan
glikogenolisis (pemecahan glukosa yang disimpan) dan glukoneogenesis
(pembentukan glukosa baru dari dari asam-asam amino dan substansi lain), namun
pada penderita defisiensi insulin, proses ini akan terjadi tanpa hambatan dan lebih
lanjut akan turut menimbulkan hiperglikemia. Disamping itu akan terjadi pemecahan
lemak yang mengakibatkan peningkatan produksi badan keton yang merupakan
produk samping pemecahan lemak. Badan keton merupakan asam yang menggangu
keseimbangan asam basa tubuh apabila jumlahnya berlebihan. Ketoasidosis yang
diakibatkannya dapat menyebabkan tanda-tanda dan gejala seperti nyeri abdomen,
mual, muntah, hiperventilasi, nafas berbau aseton dan bila tidak ditangani akan
menimbulkan perubahan kesadaran, koma bahkan kematian. Pemberian insulin
bersama cairan dan elektrolit sesuai kebutuhan akan memperbaiki dengan cepat
kelainan metabolik tersebut dan mengatasi gejala hiperglikemi serta ketoasidosis. Diet
dan latihan disertai pemantauan kadar gula darah yang sering merupakan komponen
terapi yang penting.
Diabetes tipe II. Pada diabetes tipe II terdapat dua masalah utama yang
berhubungan dengan insulin yaitu resistensi insulin dan gangguan sekresi insulin.
Normalnya insulin akan terikat dengan reseptor khusus pada permukaan sel. Sebagai
akibat terikatnya insulin dengan resptor tersebut, terjadi suatu rangkaian reaksi dalam
metabolisme glukosa di dalam sel. Resistensi insulin pada diabetes tipe II disertai
dengan penurunan reaksi intrasel ini. Dengan demikian insulin menjadi tidak efektif
untuk menstimulasi pengambilan glukosa oleh jaringan.
Untuk mengatasi resistensi insulin dan untuk mencegah terbentuknya glukosa
dalam darah, harus terdapat peningkatan jumlah insulin yang disekresikan. Pada
penderita toleransi glukosa terganggu, keadaan ini terjadi akibat sekresi insulin yang

4
berlebihan dan kadar glukosa akan dipertahankan pada tingkat yang normal atau
sedikit meningkat. Namun demikian, jika sel-sel beta tidak mampu mengimbangi
peningkatan kebutuhan akan insulin, maka kadar glukosa akan meningkat dan terjadi
diabetes tipe II. Meskipun terjadi gangguan sekresi insulin yang merupakan ciri khas
DM tipe II, namun masih terdapat insulin dengan jumlah yang adekuat untuk
mencegah pemecahan lemak dan produksi badan keton yang menyertainya. Karena itu
ketoasidosis diabetik tidak terjadi pada diabetes tipe II. Meskipun demikian, diabetes
tipe II yang tidak terkontrol dapat menimbulkan masalah akut lainnya yang dinamakan
sindrom hiperglikemik hiperosmoler nonketoik (HHNK).
Diabetes tipe II paling sering terjadi pada penderita diabetes yang berusia lebih
dari 30 tahun dan obesitas. Akibat intoleransi glukosa yang berlangsung lambat
(selama bertahun-tahun) dan progresif, maka awitan diabetes tipe II dapat berjalan
tanpa terdeteksi. Jika gejalanya dialami pasien, gejala tersebut sering bersifat ringan
dan dapat mencakup kelelahan, iritabilitas, poliuria, polidipsi, luka pada kulit yang
lama sembuh-sembuh, infeksi vagina atau pandangan yang kabur (jika kadra
glukosanya sangat tinggi).

5
E. PATHWAYS

(Price, 2000)

6
F. MANIFESTASI KLINIS
1. Diabetes Tipe I
a. Hiperglikemia
b. glukosuria, diuresis osmotik, poliuria, polidipsia, polifagia
c. keletihan dan kelemahan
d. ketoasidosis diabetik (mual, nyeri abdomen, muntah, hiperventilasi, nafas bau
buah, ada perubahan tingkat kesadaran, koma, kematian)
2. Diabetes Tipe II
a. lambat (selama tahunan), intoleransi glukosa progresif
b. gejala seringkali ringan mencakup keletihan, mudah tersinggung, poliuria,
polidipsia, luka pada kulit yang sembuhnya lama, infeksi vaginal, penglihatan
kabur
c. komplikasi jangka panjang (retinopati, neuropati, penyakit vaskular perifer)

G. DATA PENUNJANG
1. Glukosa darah: gula darah puasa > 130 ml/dl, tes toleransi glukosa > 200 mg/dl, 2
jam setelah pemberian glukosa.
2. Aseton plasma (keton) positif secara mencolok.
3. Asam lemak bebas: kadar lipid dan kolesterol meningkat
4. Osmolalitas serum: meningkat tapi biasanya < 330 mOsm/I
5. Elektrolit: Na mungkin normal, meningkat atau menurun, K normal atau
peningkatan semu selanjutnya akan menurun, fosfor sering menurun.
6. Gas darah arteri: menunjukkan Ph rendah dan penurunan HCO3
7. Trombosit darah: Ht meningkat (dehidrasi), leukositosis dan hemokonsentrasi
merupakan respon terhadap stress atau infeksi.
8. Ureum/kreatinin: mungkin meningkat atau normal
9. Insulin darah: mungkin menurun/ tidak ada (Tipe I) atau normal sampai tinggi
(Tipe II)
10. Urine: gula dan aseton positif
11. Kultur dan sensitivitas: kemungkinan adanya ISK, infeksi pernafasan dan infeksi
luka.

7
H. PENGKAJIAN KEPERAWATAN
1. Identitas
Nama, umur, pendidikan, suku bangsa, pekerjaan, penanggung jawab, agama,
status kawin, alamat, no medical record, ruang rawat, tanggal masuk, diagnosa
medis, yang mengirim/merujuk, tinggi badan/berat badan, sumber informasi.
2. Keluhan Utama: Lemah, mual, nyeri luka DM, nafas pasien mungkin berbau
aseton pernapasan kussmaul, poliuri, polidipsi, penglihatan yang kabur, kelemahan
dan sakit kepala
3. Riwayat kesehatan sekarang: Berisi tentang kapan terjadinya penyakit (Coma
Hipoglikemik, KAD/ HONK), penyebab terjadinya penyakit (Coma Hipoglikemik,
KAD/ HONK) serta upaya yang telah dilakukan oleh penderita untuk
mengatasinya.
4. Riwayat kesehatan dahulu: Adanya riwayat penyakit DM atau penyakit – penyakit
lain yang ada kaitannya dengan defisiensi insulin misalnya penyakit pankreas.
Adanya riwayat penyakit jantung, obesitas, maupun arterosklerosis, tindakan medis
yang pernah di dapat maupun obat-obatan yang biasa digunakan oleh penderita.
5. Riwayat kesehatan keluarga: Riwayat atau adanya faktor resiko, riwayat keluarga
tentang penyakit, obesitas, riwayat pankreatitis kronik, riwayat melahirkan anak
lebih dari 4 kg, riwayat glukosuria selama stress (kehamilan, pembedahan, trauma,
infeksi, penyakit) atau terapi obat (glukokortikosteroid, diuretik tiasid, kontrasepsi
oral).
6. Kaji terhadap manifestasi Diabetes Mellitus: poliuria, polidipsia, polifagia,
penurunan berat badan, pruritus vulvular, kelelahan, gangguan penglihatan, peka
rangsang, dan kram otot. Temuan ini menunjukkan gangguan elektrolit dan
terjadinya komplikasi aterosklerosis.
7. Kaji pemahaman pasien tentang kondisi, tindakan, pemeriksaan diagnostik dan
tindakan perawatan diri untuk mencegah komplikasi.
8. Pemeriksaan fisik
a. Kepala dan leher
Kaji bentuk kepala, keadaan rambut, adakah pembesaran pada leher, adakah
gangguan pendengaran, lidah sering terasa tebal, ludah menjadi lebih kental,

8
gigi mudah goyah, gusi mudah bengkak dan berdarah, apakah penglihatan
kabur / ganda, diplopia, lensa mata keruh.
b. Sistem integumen
Turgor kulit menurun, adanya luka atau warna kehitaman bekas luka,
kelembaban dan suhu kulit di daerah sekitar ulkus dan gangren, kemerahan
pada kulit sekitar luka, tekstur rambut dan kuku.
c. Sistem pernafasan
Adakah sesak nafas, batuk, sputum, nyeri dada.Pada penderita DM mudah
terjadi infeksi.
d. Sistem kardiovaskuler
Perfusi jaringan menurun, nadi perifer lemah atau berkurang,
takikardi/bradikardi, hipertensi/ hipotensi, aritmia, kardiomegalis.
e. Sistem gastrointestinal
Terdapat polifagi, polidipsi, mual, muntah, diare, konstipasi, dehidrasi,
perubahan berat badan, peningkatan lingkar abdomen, obesitas.
f. Sistem urinary
Apakah terdapat tanda Poliuri, retensio urine, inkontinensia urine, rasa panas
atau sakit saat berkemih.
g. Sistem muskuloskeletal
Penyebaran lemak, penyebaran masa otot, perubahan tinggi badan, cepat lelah,
lemah dan nyeri, adanya gangren di ekstrimitas.
h. Sistem neurologis
Terjadi penurunan sensoris, parasthesia, anastesia, letargi, mengantuk, reflek
lambat, disorientasi.

9
I. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Nyeri akut b.d agen injuri biologis (penurunan perfusi jaringan perifer)
2. Perfusi jaringan tidak efektif b.d hipoksemia jaringan.
3. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d. ketidakmampuan
menggunakan glukose (tipe 1)
4. Defisit Volume Cairan b.d Kehilangan volume cairan secara aktif, Kegagalan
mekanisme pengaturan
(Merriam-Webster. 2009)

J. INTERVENSI KEPERAWATAN

No Diagnosa Tujuan (Noc) Intervensi (NIC)


1 Nyer akut NOC: Manajemen nyeri :
berhubungan ü Tingkat nyeri a. Lakukan pegkajian nyeri
dengan agen cideraü Nyeri terkontrol secara komprehensif termasuk
biologis (penurunanü Tingkat kenyamanan lokasi, karakteristik, durasi,
perfusi jaringan Setelah dilakukan asuhan frekuensi, kualitas dan ontro
perifer) keperawatan selama 3 x 24 presipitasi.
jam, klien dapat : b. Observasi reaksi nonverbal
 Mengontrol nyeri, dari ketidaknyamanan.
dengan indikator : c. Gunakan teknik komunikasi
 Mengenal faktor- terapeutik untuk mengetahui
faktor penyebab pengalaman nyeri klien
 Mengenal onset nyeri sebelumnya.

 Tindakan pertolongan d. Kontrol ontro lingkungan yang

non farmakologi mempengaruhi nyeri seperti

 Menggunakan suhu ruangan, pencahayaan,

analgetik kebisingan.

 Melaporkan gejala- e. Kurangi ontro presipitasi

gejala nyeri kepada nyeri.


f. Pilih dan lakukan penanganan

10
tim kesehatan. nyeri (farmakologis/non
 Nyeri terkontrol farmakologis)..
 Perubahan respirasi g. Ajarkan teknik non
rate farmakologis (relaksasi,
 Perubahan tekanan distraksi dll) untuk mengetasi
darah nyeri..

 Kehilangan nafsu h. Berikan analgetik untuk

makan mengurangi nyeri.


i. Evaluasi tindakan pengurang
nyeri/ontrol nyeri.
j. Kolaborasi dengan dokter bila
ada komplain tentang
pemberian analgetik tidak
berhasil.
k. Monitor penerimaan klien
tentang manajemen nyeri.
Administrasi analgetik :.
a. Cek program pemberian
analogetik; jenis, dosis, dan
frekuensi.
b. Cek riwayat alergi..
c. Tentukan analgetik pilihan,
rute pemberian dan dosis
optimal.
d. Monitor TTV sebelum dan
sesudah pemberian analgetik.
e. Berikan analgetik tepat waktu
terutama saat nyeri muncul.
f. Evaluasi efektifitas analgetik,
tanda dan gejala efek
samping.

11
2 Perfusi jaringan NOC : NIC :
tidak efektif b.dü Circulation status Peripheral Sensation Management
hipoksemia ü Tissue Prefusion : cerebral (Manajemen sensasi perifer)
jaringan. Kriteria Hasil : a. Monitor adanya daerah tertentu
o mendemonstrasikan yang hanya peka terhadap
status sirkulasi panas/dingin/tajam/tumpul
 Tekanan systole b. Monitor adanya paretese
dandiastole dalam c. Instruksikan keluarga untuk
rentang yang mengobservasi kulit jika ada lsi
diharapkan atau laserasi
 Tidak ada d. Gunakan sarun tangan untuk
ortostatikhipertensi proteksi
 Tidak ada tanda e. Batasi gerakan pada kepala, leher
tanda peningkatan dan punggung
tekanan intrakranial f. Monitor kemampuan BAB
(tidak lebih dari 15 g. Kolaborasi pemberian analgetik
mmHg) h. Monitor adanya tromboplebitis

 mendemonstrasikan i. Diskusikan menganai penyebab

kemampuan kognitif perubahan sensasi

yang ditandai
3 Ketidakseimbangan Nutritional Status : Nutrition Management
nutrisi kurang dari Nutrient Intake a. Monitor intake makanan dan
kebutuhan tubuh  Kalori minuman yang dikonsumsi klien
b.d.  Protein setiap hari
ketidakmampuan  Lemak b. Tentukan berapa jumlah kalori
menggunakan  Karbohidrat dan tipe zat gizi yang dibutuhkan
glukose (tipe 1)  Vitamin dengan berkolaborasi dengan ahli

 Mineral gizi
c. Dorong peningkatan intake kalori,
 Zat besi
zat besi, protein dan vitamin C
 Kalsium
d. Beri makanan lewat oral, bila

12
memungkinkan
e. Kaji kebutuhan klien akan
pemasangan NGT
f. Lepas NGT bila klien sudah bisa
makan lewat oral
4 Defisit Volume NOC: NIC :
Cairan b.d  Fluid balance Fluid management
Kehilangan volume  Hydration a. Timbang popok/pembalut jika
cairan secara aktif,  Nutritional Status : diperlukan
Kegagalan Food and Fluid Intake b. Pertahankan catatan intake dan
mekanisme Kriteria Hasil : output yang akurat
pengaturan § Mempertahankan urine c. Monitor status hidrasi (
output sesuai dengan usia kelembaban membran mukosa,
dan BB, BJ urine normal, nadi adekuat, tekanan darah
HT normal ortostatik ), jika diperlukan
§ Tekanan darah, nadi, suhu d. Monitor vital sign
tubuh dalam batas normal e. Monitor masukan makanan /
§ Tidak ada tanda tanda cairan dan hitung intake kalori
dehidrasi, Elastisitas turgor harian
kulit baik, membran f. Kolaborasikan pemberian cairan
mukosa lembab, tidak ada IV
rasa haus yang berlebihan g. Monitor status nutrisi
h. Berikan cairan IV pada suhu
ruangan
i. Dorong masukan oral
j. Berikan penggantian nesogatrik
sesuai output
k. Dorong keluarga untuk
membantu pasien makan
l. Tawarkan snack ( jus buah, buah
segar )

13
m. Kolaborasi dokter jika tanda
cairan berlebih muncul meburuk
n. Atur kemungkinan tranfus
o. Persiapan untuk tranfusi

14
DAFTAR PUSTAKA

Brunner & Suddarth. (2002). Buku Ajar keperawtan medikal bedah, edisi 8 vol 3. Jakarta:
EGC
Carpenito, L.J. (2000). Diagnosa Keperawatan, Aplikasi pada Praktik Klinis, edisi
6. Jakarta: EGC
Corwin, EJ. (2009). Buku Saku Patofisiologi, 3 Edisi Revisi. Jakarta: EGC
Indriastuti, Na. (2008). Laporan Asuhan Keperawatan Pada Ny. J Dengan Efusi Pleura
dan Diabetes Mellitus Di Bougenvil 4 RSUP dr Sardjito Yogyakarta. Yogyakarta:
Universitas Gadjah Mada
Johnson, M., et all. (2000). Nursing Outcomes Classification (NOC) Second Edition. New
Jersey: Upper Saddle River
Mansjoer, A dkk. 2007. Kapita Selekta Kedokteran, Jilid 1 edisi 3. Jakarta: Media
Aesculapius
Mc Closkey, C.J., et all. (1996). Nursing Interventions Classification (NIC) Second
Edition. New Jersey: Upper Saddle River
Rab, T. (2008). Agenda Gawat Darurat (Critical Care). Bandung: Penerbit PT Alumni
Santosa, Budi. (2007). Panduan Diagnosa Keperawatan NANDA 2005-2006. Jakarta:
Prima Medika
Merriam-Webster. 2009. Diagnosa Keperawatan 2015-2017, edisi 10. Jakarta: EGC
Price,Sylvia Anderson. 2000. Patofisiologi. Jakarta :EGC
Doenges, E. Marilynn. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan. Edisi 3. Jakarta: EGC

15

Das könnte Ihnen auch gefallen