Beruflich Dokumente
Kultur Dokumente
DISUSUN OLEH :
FATIMAH AZZAHRA , S.Kep.,NS
Patient Safety dewasa ini telah menjadi isu diperbincangkan diberbagai negara. Isu ini
berkembang karena masih banyaknya kejadian tidak diharapkan (KTD) dan kejadian
nyaris cedera (KNC) masih sering terjadi di rumah sakit. Hal ini terbukti pada tahun
2012, Institute of Medicine, Amerika Serikat dalam “TO ERR IS HUMAN, Building a
Safer Health System” melaporkan bahwa dalam pelayanan pasien rawat inap di rumah
sakit ada sekitar 3-16% Kejadian Tidak Diharapkan (KTD) yang akhirnya
memerlukan perpanjangan lama hari rawat, atau menimbulkan kecacatan pasien paska
perawatan. Sehingga pada tahun 2004, WHO mencanangkan World Alliance for
Patient Safety, program bersama dengan berbagai negara untuk meningkatkan
keselamatan pasien di rumah sakit. WHO Collaborating Center for Patient Safety
pada tanggal 2 Mei 2007 resmi menerbitkan “Nine Life Saving Patient Safety
Solution”. Dengan diterbitkannya Nine Life Saving Patient Safety oleh WHO2, maka
Komite Keselamatan Pasien Rumah Sakit (KKP-RS) mendorong rumah sakit di
Indonesia untuk menerapkan Sembilan Solusi “Life-Saving” Keselamatan Pasien
Rumah Sakit, langsung atau bertahap sesuai dengan kemampuan dan kondisi RS
masing-masing. Salah satu dari sembilan solusi tersebut, adalah komunikasi secara
benar saat serah terima/operan jaga.
Komunikasi serah terima pasien/operan jaga antar unit dan diantara petugas
pelayanan kesehatan kadang tidak menyertakan informasi yang penting, atau
informasi yang diberikan kurang tepat dan sulit dipahami sehingga terjadi
kesenjangan dalam komunikasi yang dapat menyebabkan kesalahan penafsiran atau
kesalahpahaman. Selain itu, bisa mengakibatkan terputusnya kesinambungan layanan,
pengobatan yang tidak tepat dan potensial dapat mengakibatkan cedera pada pasien.
Sehingga, perlu pendekatan untuk memudahkan sistematika operan jaga. Hal ini
ditujukan untuk memperbaiki pola serah terima pasien termasuk penggunaan protocol
dalam mengkomunikasikan informasi yang bersifat kritis, memberikan kesempatan
bagi para praktisi untuk bertanya dan menyampaikan pertanyaan-pertanyaan pada saat
serah terima dan melibatkan para pasien serta keluarga dalam proses operan jaga.
Menurut Swansburg (1990), bahwa lebih dari 80% waktu kerja dipakai untuk
komunikasi, 16% untuk membaca dan 4% untuk menulis sehingga peran komunikasi
sangat penting.
TINJAUAN PUSTAKA
A. Pengertian
Penelitian yang di lakukan oleh FatmaSiti Fatimah (2014), Data di Rumah Sakit PKU
Muhammadiyah Yogyakarta Unit II dimana IKP paling banyak adalah kesalahan
pemberian obat. Survei tanggal 1 Juli 2013 didapat data IKP paling banyak dilaporkan
adalah kesalahan pemberian obat dibanding dengan IKP lain, tahun 2012 ada 2
insiden kesalahan pemberian obat oleh perawat di ruang rawat inap, 1 insiden di
laboratorium salah pemberian label. Data tahun 2013 bulan Januari sampai Juni juga
didapatkan laporan terbanyak IKP yaitu 2 insiden kesalahan pemberian obat di ruang
rawat inap, masing-masing 1 kasus insiden pasien jatuh, kejadian nyaris cidera (KNC)
salah transfusi darah pada pasien dan salah infus. Hal ini menunjukkan masih
tingginya IKP terutama kesalahan pemberian obat injeksi, dimana seharusnya
kesalahan pemberian obat tidak boleh terjadi. Sistem pelaporan di Rumah Sakit PKU
Muhammadiyah Yogyakarta Unit II sudah baik namun, berdasarkan informasi dari
manajer keperawatan di Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Yogyakarta Unit II
belum pernah memberikan pelatihan terkait patient safety ataupun sejenis latihan lain
pada perawat untuk meningkatkan keselamatan pasien. Dari penelitian yang
dilakukan didapatkan hasil :
WHO (2007) menerbitkan panduan solusi keselamatan pasien di rumah sakit yang
salah satunya adalah komunikasi yang benar saat handover. Kesenjangan dalam
komunikasi saat handover pasien, antara unit-unit pelayanan serta antar tim pelayanan
dalam satu unit, bisa mengakibatkan terputusnya kesinambungan layanan, pengobatan
yang tidak tepat, dan potensial risiko dapat mengakibatkan cedera terhadap pasien.
The Joint Commission USA antara tahun 1995 - 2006 mencatat dari 25.000- 30.000
adverse events di Australia 11% adalah karena komunikasi yang salah dalam
handover (WHO, 2007). Tahun 2009 Agency for Health care Research and Quality
survey melaporkan hampir setengah dari 176.811 (49 %) staf rumah sakit yang jadi
responden mengatakan bahwa informasi penting tentang perawatan pasien sering
hilang pada saat pertukaran shif (Lee et al. ,2005). Dari kedua penelitian yang
dilaporkan diatas, dapat disimpulkan bahwa komunkasi efektif sangat penting
dilakukan oleh perawat pada saat handover.
Penelitian yang di lakukan oleh Nofita Dwi H,dkk (2014) , Komunikasi dalam proses
timbang terima dilakukan secara langsung dari dokter yang selesai dinas kepada
dokter yang akan dinas. Belum ada lembar timbang terima yang khusus digunakan
dalam proses tersebut, sehingga terjadi ketidakseragaman informasi yang disampaikan
pada saat timbang terima. Informasi yang seringkali tidak disampaikan pada saat
timbang terima pasien adalah: identitas pasien (nama pasien), rencana pelayanan
selanjutnya dari pasien yang ada di UGD, rencana penerimaan rujukan dari luar, dan
kondisi sarana dan prasarana di UGD. Informasi yang tidak disampaikan saat timbang
terima tersebut menyebabkan kebingungan bagi dokter yang bertugas selanjutnya.
Tidak jarang dokter harus menghubungi kembali dokter yang lepas dinas untuk
memperjelas pemeriksaan dan rencana tindakan terhadap pasien tersebut. Hal tersebut
akan memperlama waktu penanganan pasien di UGD. Tidak ada perbedaan proses
timbang terima saat jam dinas pagi, sore, maupun malam.
Penelitian yang dilakukan oleh Kaushalya Patidar (2014) , pada 60 perawat yang
sudah dan belum mendapat pelatihan tentang serah terima pasien di Rumah Sakit
Ujjain, didapatkan hasil bahwa pelatihan serah terima pasien sangat berpengaruh
dengan kualitas laporan serah terima pasien, dan tidak ada hubungan yang signifikan
antara perawat yang sudah memiliki pengalaman yang lama dalam merawat pasien
dengan kualitas laporan serah terima pasien. Dalam penelitian ini perawat yang belum
mendapat pelatihan tentang serah terima pasien masih menggunakan metode
tradisonal dalam pemberian informasi serah terima pasien. Sedangkan perawat yang
sudah mendapat pelatihan serah terima pasien walaupun pengalaman bekerjanya
masih terbilang baru sudah menggunakan model bedside handover yaitu handover
yang dilakukan di samping tempat tidur pasien dengan melibatkan pasien atau
keluarga pasien secara langsung untuk mendapatkan feedback.
Ada 3 hal yang menyebabkan pentingnya bentuk komunikasi pada serah terima
informasi pasien :
1. Isi informasi dan proses serah terima pasien dapat meningkatkan kualitas
komunikasi antar tenaga kesehatan dan dapat menjamin keamanan dalam
pemberina perawatan (former Australian Council on Safety and Quality in
Health Care, 2005)
2. Sebagai sebuah proses yang sangat penting karena dalam hal ini ada informasi
yang mengandung pertanggung jawaban perawatan yang diberikan kepada
pasein dari tenaga kesehatan yang satu dengan yang lainnya. (Australian
Medical Association (AMA), 2006)
3. Serah terima yang di lakukan oleh perawat dengan metode bedside handover
tidak hanya melibatkan petugas pemberi perawtan tetapi juga dapat
melibatkan pasien , sehingga komitmen untuk menerapkan Patient Center
tercapai. (Chaboyer et al.)
Kesimpulan
http://digilib.unimus.ac.id/files/disk1/145/jtptunimus-gdl-anitanuurl-7231-3-babii.pdf
DepKes, RI. 2008. Panduan nasional keselamatan pasien rumah sakit (patient
safety). ed: 2. Jakarta.
Institute of medicine (IOM). 2012. Health IT and patient safety building safer
sysyems for better care. Wangsington DC: The National Academies.
http://eresources.pnri.go.id:2057/docview/1648623547/fulltextPDF?accountid=25704