Beruflich Dokumente
Kultur Dokumente
“KESELAMATAN PASIEN”
DISUSUN OLEH :
KEPERAWATAN A
(SEMESTER 3)
2017
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa atas segala limpahan Rahmat, Inayah,
Taufik dan Hinayahnya sehingga saya dapat menyelesaikan penyusunan makalah ini dalam
bentuk maupun isinya yang sangat sederhana. Semoga makalah ini dapat dipergunakan sebagai
salah satu acuan, petunjuk maupun pedoman bagi pembaca dalam administrasi pendidikan
dalam profesi keguruan.
Harapan saya semoga makalah ini membantu menambah pengetahuan dan
pengalaman bagi para pembaca, sehingga saya dapat memperbaiki bentuk maupun isi makalah
ini sehingga kedepannya dapat lebih baik.
Makalah ini saya akui masih banyak kekurangan karena pengalaman yang saya miliki
sangat kurang. Oleh kerena itu saya harapkan kepada para pembaca untuk memberikan
masukan-masukan yang bersifat membangun untuk kesempurnaan makalah ini.
Penyusun, Keperawatan A
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Hampir setiap tindakan medic menyimpan potensi resiko. Banyaknya jenis obat, jenis
pemeriksaan dan prosedur, serta jumlah pasien dan staff Rumah Sakit yang cukup besar,
merupakan hal yang potensial bagi terjadinya kesalahan medis (medical errors). Menurut
Institute of Medicine (1999). Kesalahan yang terjadi dalam proses asuhan medis ini akan
mengakibatkan atau berpotensi mengakibatkan cedera pada pasien, bisa berupa Near Miss atau
Adverse Event (Kejadian Tidak Diharapkan/KTD).
Near Miss atau Nyaris Cedera (NC) merupakan suatu kejadian akibat melaksanakan
suatu tindakan (commission) atau tidak mengambil tindakan yang seharusnya diambil
(omission), yang dapat mencederai pasien, tetapi cidera serius tidak terjadi, karena
keberuntungan (misalnya,pasien terima suatu obat kontra indikasi tetapi tidak timbul reaksi
obat), pencegahan (suatu obat dengan overdosis lethal akan diberikan, tetapi staf lain
mengetahui dan membatalkannya sebelum obat diberikan), dan peringanan (suatu obat dengan
overdosis lethal diberikan, diketahui secara dini lalu diberikan antidotenya).
Adverse Event atau Kejadian Tidak Diharapkan (KTD) merupakan suatu kejadian yang
mengakibatkan cedera yang tidak diharapkan pada pasien karena suatu tindakan (commission)
atau tidak mengambil tindakan yang seharusnya diambil (omission), dan bukan karena
“underlying disease” atau kondisi pasien. Kesalahan tersebut bisa terjadi dalam tahap
diagnostic seperti kesalahan atau keterlambatan diagnose, tidak menerapkan pemeriksaan yang
sesuai, menggunakan cara pemeriksaan yang sudah tidak dipakai atau tidak bertindak atas hasil
pemeriksaan atau observasi; tahap pengobatan seperti kesalahan pada prosedur pengobatan,
pelaksanaan terapi, metode penggunaan obat, dan keterlambatan merespon hasil pemeriksaan
asuhan yang tidak layak; tahap preventive seperti tidak memberikan terapi provilaktik serta
monitor dan follow up yang tidak adekuat; atau pada hal teknis yang lain seperti kegagalan
berkomunikasi, kegagalan alat atau system yang lain. Dalam kenyataannya masalah medical
error dalam sistem pelayanan kesehatan mencerminkan fenomena gunung es, yang hanya
terlihat sedikit dibagian puncaknya namun besar diakarnya
Gerakan "Patient safety" atau Keselamatan Pasien telah menjadi spirit dalam pelayanan
rumah sakit di seluruh dunia. Tidak hanya rumah sakit di negara maju yang menerapkan
Keselamatan Pasien untuk menjamin mutu pelayanan, tetapi juga rumah sakit di negara
berkembang, seperti Indonesia.
Kementrian Kesehatan Republik Indonesia telah mengeluarkan Peraturan Menteri
Kesehatan no 1691/2011 tentang Keselamatan Pasien Rumah Sakit. Peraturan ini menjadi
tonggak utama operasionalisasi Keselamatan Pasien di rumah sakit seluruh Indonesia. Banyak
rumah sakit di Indonesia yang telah berupaya membangun dan mengembangkan Keselamatan
Pasien, namun upaya tersebut dilaksanakan berdasarkan pemahaman manajemen terhadap
Keselamatan Pasien. Peraturan Menteri ini memberikan panduan bagi manajemen rumah sakit
agar dapat menjalankan spirit Keselamatan Pasien secara utuh.
Menurut PMK 1691/2011, Keselamatan Pasien adalah suatu sistem di rumah sakit yang
menjadikan pelayanan kepada pasien menjadi lebih aman, oleh karena dilaksanakannya:
asesmen resiko, identifikasi dan analisis insiden, kemampuan belajar dari insiden dan
tindaklanjutnya, serta implementasi solusi untuk meminimalkan timbulnya resiko dan
mencegah terjadinya cedera yang disebabkan oleh kesalahan akibat tindakan medis atau tidak
dilakukannya tindakan medis yang seharusnya diambil. Sistem tersebut merupakan sistem yang
seharusnya dilaksanakan secara normatif.
Melihat lengkapnya urutan mekanisme Keselamatan Pasien dalam PMK tersebut, maka,
jika diterapkan oleh manajemen rumah sakit, diharapkan kinerja pelayanan klinis rumah sakit
dapat meningkat serta hal-hal yang merugikan pasien (medical error, nursing error, dan
lainnya) dapat dikurangi semaksimal mungkin.
BAB II
PEMBAHASAN
A. PENGERTIAN
Patient safety didefinisikan sebagai upaya menghindari, mencegah dan memperbaiki hasil yang
merugikan pasien atau cidera akibat dari proses perawatan kesehatan (US National Patient Safety
Foundation,1999).
Cooper et al (2000) telah mendefenisikan bahwa “patient safety as the avoidance, prevention, and
amelioration of adverse outcomes or injuries stemming from the processes of healthcare.” Pengertian ini
maksudnya bahwa patient safety merupakan penghindaran, pencegahan, dan perbaikan dari kejadian yang tidak
diharapkan atau mengatasi cedera-cedera dari proses pelayanan kesehatan.
Patient safety melibatkan sistem operasional dan sistem pelayanan yang meminimalkan kemungkinan
kejadian adverse event/ error dan memaksimalkan langkah-langkah penanganan bila error telah terjadi. Sistem ini
mencegah terjadinya cedera yg disebabkan oleh kesalahan akibat melaksanakan suatu tindakan atau tdk
mengambil tindakan yang seharusnya diambil (KKP-RS(Solusi live-saving keselamatan pasien rumah sakit).
Keselamatan pasien (patient safety) rumah sakit adalah suatu sistem dimana rumah sakit membuat asuhan
pasien lebih aman. Sistem tersebut meliputi asesmen resiko, identifikasi dan pengelolaan hal yang berhubungan
dengan resiko pasien, pelaporan dan analisis insiden, kemampuan belajar dari insiden dan tindak lanjutnya serta
implementasi solusi untuk meminimalkan timbulnya resiko (Panduan Nasional Keselamatan Pasien Rumah sakit,
Depkes R.I. 2006).
Keselamatan pasien (patient safety) adalah suatu sistem dimana rumah sakit membuat asuhan pasien
lebih aman, mencegah terjadinya cidera yang disebabkan oleh kesalahan akibat melaksanakan suatu tindakan atau
tidak mengambil tindakan yang seharusnya diambil. Sistem tersebut meliputi pengenalan resiko, identifikasi dan
pengelolaan hal yang berhubungan dengan resiko pasien, pelaporan dan analisis insiden, kemampuan belajar dari
insiden, tindak lanjut dan implementasi solusi untuk meminimalkan resiko (Depkes 2008).
B. TUJUAN
Tujuan keselamatan pasien secara internasional adalah:
1. Identify patients correctly (mengidentifikasi pasien secara benar)
2. Improve effective communication (meningkatkan komunikasi yang efektif)
3. Improve the safety of high-alert medications (meningkatkan keamanan dari pengobatan
resiko tinggi)
4. Eliminate wrong-site, wrong-patient, wrong procedure surgery(mengeliminasi kesalahan
penempatan, kesalahan pengenalan pasien, kesalahan prosedur operasi)
5. Reduce the risk of health care-associated infections (mengurangi risiko infeksi yang
berhubungan dengan pelayanan kesehatan
6. Reduce the risk of patient harm from falls (mengurangi risiko pasien terluka karena jatuh)
C. PRINSIP PATIENT SAFETY
1. Kesadaran (Awarenes) tentang nilai keselamatan pasien Rumah sakit
2. Komitmen memberikan pelayanan kesehatan berorientasi patien safety
3. Kemanpuan Mengidentifikasi faktor resiko penyebab insiden terkait patien safety
4. Kepatuhan Pelaporan insiden terkait patient safety
5. Kemampuan Berkomunikasi yang efektif dengan pasien tentang faktor resiko penyebab
insiden terkait patient safety
6. Kemampuan Mengindentifikasi akar masalah penyebab insiden terkait patient safety
7. Kemampuan Memanfaatkan informasi tentang kejadian yang terjadadi untuk mencegah
kejadian berulang
Kebisingan
Salah satu bentuk polusi adalah kebisingan (noise) yang tidak dikehendaki oleh telinga
kita. Kebisingan tidak dikehendaki karena dalam jangka panjang dapat mengganggu
ketenangan. Ada 3 aspek yang menentukan kualitas bunyi yang dapat menentukan
tingkat gangguan terhadap manusia, yaitu :
a) Lama bunyi itu terdengar. Bila terlalu lama dapat menyebabkan ketulian (deafness).
b) Intensitas biasanya diukur dengan satuan desibel (dB), menunjukkan besarnya arus
energi per satuan luar.
c) Frekuensi suara (Hz), menunjukkan jumlah gelombang suara yang sampai ke telinga
kita per detiknya
Suhu Udara
Tubuh manusia akan selalu berusaha mempertahankan kondisi normal sistem tubuh
dengan menyesuaikan diri terhadap perubahanperubahan yang terjadi di luar tubuh.
Tetapi kemampuan untuk menyesuaikan diri dengan temperatur ruang adalah jika
perubahan temperatur luar tubuh tidak melebihi 20% untuk kondisi panas dan 35% untuk
kondisi dingin. Tubuh manusia bisa menyesuaikan diri karena kemampuannya untuk
melakukan proses konveksi, radiasi dan penguapan jika terjadi kekurangan atau
kelebihan panas yang membebaninya.
Siklus Udara (Ventilation)
Udara disekitar kita mengandung sekitar 21% oksigen, 0,03% karbondioksida, dan 0,9%
campuran gas-gas lain. Kotornya udara disekitar kita dapat mempengaruhi kesehatan
tubuh dan mempercepat proses kelelahan. Sirkulasi udara akan menggantikan udara kotor
dengan udara yang bersih. Agar sirkulasi terjaga dengan baik, dapat ditempuh dengan
memberi ventilasi yang cukup (lewat jendela), dapat juga dengan meletakkan tanaman
untuk menyediakan kebutuhan akan oksigen yang cukup (Wignjosoebroto,1995,hal.85).
Bau-Bauan
Adanya bau-bauan yang dipertimbangkan sebagai “polusi” akan dapat mengganggu
konsentrasi pekerja. Temperatur dan kelembaban adalah dua faktor lingkungan yang
dapat mempengaruhi kepekaan penciuman. Pemakaian air conditioning yang tepat adalah
salah satu cara yang dapat digunakan untuk menghilangkan bau-bauan yang mengganggu
sekitar tempat kerja. (Wignjosoebroto, 1995)
Getaran Mekanis
Getaran mekanis merupakan getaran–getaran yang ditimbulkan oleh peralatan mekanis
yang sebagian dari getaran tersebut sampai ke tubuh dan dapat menimbulkan akibat–
akibat yang tidak diinginkan pada tubuh kita. Besarnya getaran ini ditentukan oleh
intensitas, frekuensi getaran dan lamanya getaran itu berlangsung. Sedangkan anggota
tubuh manusia juga memiliki frekuensi alami apabila frekuensi ini beresonansi dengan
frekuensi getaran akan menimbulkan gangguan. Gangguan–gangguan tersebut
diantaranya, mempengaruhi konsentrasi, mempercepat kelelahan, gangguan pada anggota
tubuh. (Wignjosoebroto,1995, hal 87)
Selanjutnya Pasal 8 Peraturan Menteri Kesehatan tersebut diatas mewajibkan setiap Rumah
Sakit untuk mengupayakan pemenuhanSasaran Keselamatan Pasien yang meliputi
tercapainya 6 (enam) hal sebagai berikut:
1. Ketepatan identifikasi pasien
2. Peningkatan komunikasi yang efektif
3. Peningkatan keamanan obat yang perlu diwaspadai (high-allert)
4. Kepastian tepat-lokasi, tepat-prosedur, tepat pasien operasi
5. Pengurangan risiko infeksi tekait pelayanan kesehatan
6. Pengurangan risiko pasien jatuh
Dalam rangka menerapkan Standar Keselamatan Pasien, menurut Pasal 9 Peraturan Menteri
Kesehatan tersebut diatas, Rumah Sakit melaksanakan Tujuh Langkah Menuju Keselamatan
Pasien Rumah Sakit yang terdiri dari:
1. Membangun kesadaran akan nilai keselamatan pasien
2. Memimpin dan mendukung staf
3. Mengintegrasikan aktivitas pengelolaan risiko
4. Mengembangkan sistem pelaporan
5. Melibatkan dan berkomunikasi dengan pasien
6. Belajar dan berbagi pengalaman tentang keselamatan pasien
7. Mencegah cedera melalui implementasi sistem keselamatan pasien
Evidence Based Practic (EBP) menjadi sangat penting akhir-akhir ini karena isu patient
centered care yang semakin banyak digunakan di dunia kesehatan dan keperawatan. proses
keperawatan yang dimiliki oleh perawat dan juga petugas kesehatan lainnya di titik beratkan
dan berfokus hanya pada kesembuhan pasien dan semua keputusan yang berhubungan dengan
kesehatan dan perawatan pasien hanya di letakan pada tangan pasien. Artinya, pasien memiliki
hak penuh untuk menentukan nasib perawatan kesehatannya sendiri berdasarkan hasil diskusi
dengan tenaga kesehatan yang professional
G.MENERAPKAN BUDAYA PATIENT SAFETY DI RUMAH SAKIT
Tidak ada lagi alasan bagi setiap rumah sakit untuk tidak menerapkan budaya
keselamatan pasien karena bukan hanya kerugian secara materi yang didapat tetapi juga
ancaman terhadap hilangnya nyawa pasien. Apabila masih ada rumah sakit yang mengabaikan
keselamatan pasien sudah seharusnya diberi sanksi yang berat baik untuk rumah sakit maupun
petugas pelayanan kesehatan. Beberapa kasus yang terjadi di Indonesia, pihak rumah sakit
bahkan petugas pelayanan kesehatan tidak mendapat sanksi apapun sehingga menjadikan
penegakan hukum kesehatan di Indonesia masih sangat lemah. Sudah seharusnya apabila
terjadi kelalaian bahkan kesengajaan dari pihak rumah sakit yang mengakibatkan terancamnya
keselamatan pasien maka tidak hanya sanksi internal tetapi juga sudah masuk ke ranah pidana.
Inilah yang sampai saat ini belum berjalan sehingga masyarakat yang dirugikan karena
lemahnya penegakan hukum yang pada akhirnya kasusnya menguap begitu saja.
Ada beberapa faktor yang menjadi penyebab kenapa budaya keselamatan pasien belum
benar-benar diterapkan di berbagai rumah sakit. Pertama, rendahnya tingkat kepedulian
petugas kesehatan terhadap pasien, hal ini bisa dilihat dengan masih ditemukannya kejadian
diskriminasi yang dialami oleh pasien terutama dari masyarakat yang tidak mampu. Kedua,
beban kerja petugas kesehatan yang masih terlampaui berat terutama perawat. Perawatlah yang
bertanggung jawab terkait asuhan keperawatan kepada pasien sedangkan disisi lain masih ada
rumah sakit yang memiliki keterbatasan jumlah perawat yang menjadikan beban kerja mereka
meningkat. Selain perawat, saat ini di Indonesia juga masih kekurangan dokter terutama dokter
spesialis serta distribusi yang tidak merata. Ini berdampak pada mutu pelayanan yang tidak
sama di setiap rumah sakit. ketiga, orientasi pragmatisme para petugas kesehatan yang saat ini
masih melekat disebagian petugas kesehatan. Masih ditemukan para petugas kesehatan yang
hanya berorientasi untuk mencari materi/keuntungan semata tanpa mempedulikan keselamatan
pasien. Keempat, lemahnya pengawasan yang dilakukan oleh dinas kesehatan terhadap para
petugas kesehatan. Lemahnya pengawasan sendiri dikarenakan beberapa faktor mulai dari
terbatasnya personel yang dimiliki dinas kesehatan sampai rendahnya bargaining position dinas
kesehatan.
Keempat hal tersebut diatas yang setidaknya menjadi penghalang terwujudnya budaya
keselamatan pasien di setiap rumah sakit. jika hal ini tidak segera diselesaikan maka kasus-
kasus yang mengancam keselamatan pasien akan terus terjadi sehingga perlu upaya yang
maksimal untuk mewujudkan budaya keselamatan pasien. Mulai diterapkannya aturan baru
terkait akreditasi rumah sakit versi 2012 menjadi sebuah harapan baru agar budaya
keselamatan pasien bisa diterapkan diseluruh rumah sakit di Indonesia. Selain itu, harus ada
upaya untuk meningkatkan kesadaran para pemberi pelayanan kesehatan tentang pentingnya
menerapkan budaya keselamatan pasien dalam setiap tindakan pelayanan kesehatan. Dan juga
diperlukan sosialisasi yang masif kepada masyarakat terutama yang akan menggunakan jasa
pelayanan kesehatan untuk meningkatkan pengetahuan serta memperbaiki perilaku mereka
dalam memanfaatkan pelayanan kesehatan.
Upaya-upaya ini harus segera dilakukan agar tidak ada lagi kasu dugaan malpraktik
yang dapat merugikan masyarakat sehingga mutu pelayanan kesehatan di rumah sakit bisa
meningkat. Dengan meningkatkan kepedulian terhadap pasien maka dengan mudah budaya
keselamatan pasien bisa dijalankan. Jangan sampai hanya karena kesalahan sedikit yang
dilakukan oleh rumah sakit bisa berakibat pada rusaknya citra dunia perumah sakitan di
Indonesia dimata internasional.
1. Diagnosa
tidak menerapkan pemeriksaan yang tidak sesuai
2. Pemeriksaan
menggunakan cara pemeriksaan yang sudah tidak dipakai atau bertindak atas hasil
pemeriksaan atau observasi
3. pemberiaan obat
kesalahan sdpada procedure pengobatan
pelakasanaan terapi yang salah
metode penggunaan obat yang salah
keterlambatan dalam merespon hasil pemeriksaan asuhan yang tidak layak
4. kesalahan komunikasi
I. K3 Dalam Keperawatan : Pentingnya, Tujuan, Manfaat, Dan Etika
1) Pengertian K3
Keselamatan dan kesehatan kerja diartikan sebagai suatu pemikiran dan upaya untuk
menjamin keutuhan dan kesempurnaan baik jasmani maupun rohani tenaga kerja pada
khususnya dan manusia pada umumnya, hasil karya dan budayanya menuju masyarakat
makmur dan sejahtra. Sedangkan pengertian secara keilmuan adalah suatu ilmu
pengetahuan dan penerapannya dalam usaha mencegah kemungkinan terjadinya
kecelakaan dan penyakit akibat kerja.
2) Pentingnya
Pentinngnya k3 bisa dilihat atau ditelaah dari beberapa kasus terjadinya kecelakaan
dirumah sakit sudah tidak menjadi umum lagi. Hal demekian bisa muncul karena
adanya keterbatasan fasilitas keamanan kerja dan juga karena kelemahan pemahaman
faktor-faktor prinsip yang perlu diterapkan rumah sakit.
3) Tujuan
a) Tujuan umum
Adalah menciptakan tenaga kerja yang sehat dan produktif.
b) Tujuan Hyperkes
Tujuan Hyperkes dapat dirinci sebagai berikut :
a. Agar tenaga kerja dan setiap orang berada ditempat kerja selalu dalam keadaan
sehat dan selamat.
b. Agar sumber-sumber produksi dapat berjalan secara lancar tanpa adanya
hambatan
4) Manfaat
Berikut ini yaitu 4 manfaat audit keselamatan dan kesehatan kerja (K3)
a) Menejemen tahu kekurangan unsur sistem operasi sebelum munculnya masalah
operasi, insiden atau kecelakaan yang merugikan sehingga kerugian dapat ditekan
dan keandalan dan efisiensi dapat ditingkatkan
b) Didapat deskripsi yang pasti dan komplit mengenai status mutu proses keselamatan
dan kesehatan kerja yang ada saat minim tujuan apa yang ingin diraih dimasa yang
akan datang dan tingkat pemenuhan pada ketentuan perundang-undangan keslamatan
dan kesehatan kerja yang berlaku
c) Didapat penambahan pengetahuan, kemantangan dan kesadaran mengenai K3 untuk
perawat yang ikut serta dalam proses audit keselamatan dan kesehatan kerja
d) Peningkatan citra perusahaan
5) Etika
Banyak profesi memiliki kode etik praktik yang memang membantu, (Elwes dan
simnelt) menyarankan beberapa pertimbangan sebagai gerakan menuju kode etik
praktik bagi kesehatan.
Hubungan dengan klien
1. Lebih baik berkonsultasi dengan klien ketika merencanakan dan mengevaluasi
kegiatan promosi kesehatan, jika mungkin
2. Promosi harga diri dan otonomi diatara kelompok-kelompok klien harus
merupakan prinsip mendasar dari semua praktik promosi kesehatan
3. Semua praktik promosi
2. Life safety
3. Patient security
4. Kesehatan pekerja
5. Bahan berbahaya
6. Sanitasi lingkungan
7. Pengendalian limbah
a) Kesehatan kerja
Menurut WHO (widodo,2015) kesehatan adalah sebagai suatu keadaan fisik,
mental dan social kesejahteraan dan bukan hanya ketidak penyakitan atau
kelemahan.
Pada dasarnya kesehatan meliputi 4 aspek diantaranya:
1) kesehatan fisik terwujud apabila seseorang tidak meresa dan mengeluh
sakit atau tidak adanya keluhan dan memang secara objektif tidak tampak
sakit. Semua organ tubuh berfungsi normal atau tidak mengalami
gangguan
2) kesehatan mental (jiwa) mencakup 3 komponen yakni
pikiran sehat, dilihat dari cara berfikir atau jalan pikiran
emosional sehat, dilihat dari kemampuan untuk mengekspresikan
emosinya, seperti takut, gembira, khawtir, sedih, dll
spiritual sehat, dilihat dari cara mengekspresikan rasa syukur,
pujian, kepercayaan kepada Tuhan Yang Maha Esa
3) kesehatan social terwujud apabila seseorang mamapu berhubungan
dengan orang lain atau kelompok lain secara baik tanpa membedakan ras,
suku, agama, status social, ekonomi dll
4) kesehatan dari aspek ekonomi terlihat jika seseorang produktif, dimana
mempunyai kegiatan yang mendapat menolong terhadap dirinya sendiri
atau keluarga
b) Resiko
1) Pengertian resiko
Resiko adalah: sesuatu yang berpeluang untuk terjadinya kematian,
kerusakan, atau sakit yang dihasilkan karena bahaya
2) Manejemen resiko
Organisasi yang dapat menerapkan metode pengendalian resiko apapun
sejauh metode tersebut mamapu mengidentifikasi, mengevaluasi,
memilih prioritas dan mengendalikan resiko dengan melakukan
pendekatan jangka pendek dan jangka panjang
Dengan melakukan identifikasi bahaya dan resikon di tempat kerja akan
membantu dalam menyusun dan mengembangkan program K3 yang
diperlukan. Hal-hal yang harus diperhatikan adalah :
Jenis pekerjaan
Bahan-bahan yang digunakan
Mesin dan peralatan yang digunakan
Jumlah pekerja
Karakteristik bangunan
Cara dan pola kerja
3) Tujuan identifikasi resiko
Untuk mengetahui jenis resiko
Untuk mengetahui sumber resiko
Untuk mengetahui pekerja yang terpajang dari resiko
Untuk mengetahui pengendalian yang sudah dilakukan
c) Hazard
1) Pengertian hazard
Hazard adalah segala hal yang kemungkinan mengakibatkan kerugian baik
pada harta benda, maupun manusia.
2) Jenis-jenis hazard
Berdasarkan karakteristik dampak yang diakibatkan oleh sesuatu maka jenis
bahaya dapat dikelompokan menjadi 2 yaitu, bahaya kesehatan dan bahaya
keselamatan kerja. Bahaya kesehatan kerja dapat berupa bahan kimia, biologi
dan bahaya yang berkaitan dengan ekonomi, berdampak pada kesehatan dan
kenyamanan kerja, misalnya penyakit akibat kerja.
Dalam mengkaji pasien, perawat harus menyadari akan adanya risiko danhazard yang mungkin mereka
dapatkan. Berbagai macam upaya perludilakukan sebagai tindakan pencegaha. Upaya – upaya tersebut
dapatdilakukan baik dari pihak manajemen rumah sakit. Berikut beberapa upayayang perlu dilakukan
untuk mencegah terjadinya kekerasan fisik dan verbal pada perawat saat melakukan pengkajian :
Perawat harus melaporkan setiap adanya tindakan kekerasan dalam bentukapapun kepada pihak
rumah sakit.
Memberikan pengertian kepada pasien agar memperlakukan sesamamanusia dengan dasar
martabat dan rasa hormat.
Dalam melakukan kontak kepada pasien, perawat seharusnya
menjadi pendengar yang baik. Salah satu teknik pengumpulan data pada pengkajian
adalah wawancara.Saat melakukan wawancara, perawat harusmampu menempatkan diri sebagai
tempat curhat pasien sebaik mungkin.
Memberikan pelatihan dan pendidikan kepada perawat tentang caramenghindari tindakan
kekerasan verbal dan fisik.
Ketika pasien terlihat sedang dalam keadaan tidak terkontrol dan susahuntuk didekati, perawat
dapat melakukan pengkajian kepada keluarga pasien terlebih dahulu.\
Saat mengkaji, perawat tidak boleh menyampaikan kata – kata yangmenyinggung pasien dan
keluarganya.
Saat melakukan tindakan pemeriksaan fisik, perawat harus meminta persetujuan dari pasien
terlebih dahulu.
Manajemen rumah sakit perlu memfasilitasi perawat mempersiapkan diriuntuk menghadapi
risiko dan hazard.
Manajemen harus terbuka serta tidak berusaha menutupi terhadap laporan – laporan kekerasan
fisik maupun verbal terhadap perawat.
Memodifikasi lingkungan yang nyaman di rumah sakit mulai dari poli,ruangan rawat inap,
sampai ke unit gawat darurat dan ruang intensif untukmenentramkan suasana hati pasien dan
keluarga.
1. Untuk mengetahui level dan prioritas bahaya dan resiko ditempat kerja
2. Mengetahui tindakan pengendalian/program K3 yang diperlukan
3. The purpose of risk evaluation is to make decisions, based on the outcones of
risk analysis, about which risks need treatment and treatment priorities.
Evaluasi dan pengelolaan resiko adalah langkah lebih lanjut dari proses manajemen
resiko. Dimana tahapan manajemen resiko sesungguhnya mulai dari indetifikasi resiko
yang terjadi dari pembuatan daftar kategorisasi resiko, lalu mendiskripsikan resiko.
Beberapa kejadian yang mungkin menjadi resiko dalam kegiatan sehari-hari dirumah
sakit adalah adverse event dan resiko klinis. Adverse incident adalah kejadian atau
kondisi yang dapat membawa kerugian yang tidak disengaja dan tidak diharapkan pada
orang, property atau organisasi. Resiko klinis adalah kejadian yang tidak pasti atau
sekelompok kejadian yang bila itu terjadi akan memberikan efek negative kepada
layanan pasien.
BAB III
PENUNTUP