Beruflich Dokumente
Kultur Dokumente
K5 - Pielonefritis PRIN
K5 - Pielonefritis PRIN
ANALISIS JURNAL
2.2 Penulis
1. Nezman Nuri
2. Rafita Ramayati
3. Oke Rina Ramayani
4. Rosmayanti Syafriani Siregar
5. Beatrix Siregar
2.9 Kesimpulan
Kesimpulan yang dapat diambil yaitu standar pemeriksaan pielonefritis adalah
kultur dan sentitifitas urin. Interleukin 6 urin sebagai penanda yang baru untuk
diagnosa adanya pielonefritis sehingga akan mencegah dan meminimalisi
komplikasi yang mungkin akan timbul. Dengan pemeriksaan IL-6 urin, tindakan
invasif pemeriksaan pielonefritis dan terjadinya komplikasi dapat dihindari.
LAMPIRAN
Nezman dkk (2013) Interleukin-6 urin. sebagai pemeriksaan cepat pielonefritis pada
neonatus. The Journal of Medical School, University of Sumatera Utara. Volume
46,No. 2.
3.1.2 Etiologi
Penyebab dari pielonefretis, meliputi hal – hal berikut (Dikutip dalam
Muttaqin dan Sari, 2014).
1. Uropatogen. Agen bakteri, meliputi Escherichia coli, klebsiella, proteus,
dan staphylococcus aureus.
2. Infeksi saluran kemih. Terutama pada kondisi stasis kemih akibat batu
saluran kemih, refluks vesikoureter dan penurunan imunitas pada proses
penuaan, sera peningkatan kada glukosa dalam urine pad apsien diabetes
mellitus di mana akan menyebabkan pertumbuhn bakteri lebih besar.
3.1.3 Klasifikasi
1. Pyelonefritis akut
Pyelonefritis akut biasanya singkat dan sering terjadi infeksi berulang
karena terapi tidak sempurna atau infeksi baru. 20% dari infeksi yang
berulang terjadi setelah dua minggu setelah terapi selesai.Infeksi bakteri
dari saluran kemih bagian bawah ke arah ginjal, hal ini akan
mempengaruhi fungsi ginjal. Infeksi saluran urinarius atas dikaitkan
dengan selimut antibodi bakteri dalam urin. Ginjal biasanya membesar
disertai infiltrasi interstisial sel-sel inflamasi. Abses dapat dijumpai pada
kapsul ginjal dan pada taut kortikomedularis. Pada akhirnya, atrofi dan
kerusakan tubulus serta glomerulus terjadi. Kronis Pielonefritis kronis juga
berasal dari adanya bakteri, tetapi dapat juga karena faktor lain seperti
obstruksi saluran kemih dan refluk urin.
Pielonefritis akut adlah peradangan pada pielum dengan maniftasi
pembentukan jaringan parut pada ginjal dan dapat menyebabkan kerusakan
pada ginjal, gagal ginjal, pembentukan abses (misalnya nefrik, perinefrik),
sepsis, syok, atau kegagalan multisistem.
Pemenuhan
Pielonefritis Akut
Informasi
3.1.8 Penatalaksanaan
1. Pielonefritis Akut: pasien pielonefritis akut berisiko terhadap bakteremia
dan memerlukan terapi antimikrobial yang intensif. Terapi parentral di
berikan selama 24-48 jam sampai pasien afebril. Pada waktu tersebut,
agens oral dapat diberikan. Pasien dengan kondisi yang sedikit kritis akan
efektif apabila ditangani hanya dengan agens oral. Untuk mencegah
berkembangbiaknya bakteri yang tersisa, maka pengobatan pielonefritis
akut biasanya lebih lama daripada sistitis. Masalah yang mungkin timbul
dalam penanganan adalah infeksi kronik atau kambuhan yang muncul
sampai beberapa bulan atau tahun tanpa gejala. Setelah program
antimikrobial awal, pasien dipertahankan untuk terus dibawah penanganan
antimikrobial sampai bukti adanya infeksi tidak terjadi, seluruh faktor
penyebab telah ditangani dan dikendalikan, dan fungsi ginjal stabil.
Kadarnya pada terapi jangka panjang.
2. Pielonefritis kronik: agens antimikrobial pilihan didasarkan pada
identifikasi patogen melalui kultur urin, nitrofurantion atau kombinasi
sulfametoxazole dan trimethoprim dan digunakan untuk menekan
pertumbuhan bakteri. Fungsi renal yang ketat, terutama jika medikasi
potensial toksik.
3.1.9 Komplikasi
Ada tiga komplikasi penting dapat ditemukan pada pielonefritis akut
(Patologi Umum & Sistematik J. C. E. Underwood, 2002):
1. Nekrosis papila ginjal. Sebagai hasil dari proses radang, pasokan darah
pada area medula akan terganggu dan akan diikuti nekrosis papila ginjal,
terutama pada penderita diabetes melitus atau pada tempat terjadinya
obstruksi.
2. Fionefrosis. Terjadi apabila ditemukan obstruksi total pada ureter yang
dekat sekali dengan ginjal. Cairan yang terlindung dalam pelvis dan sistem
kaliks mengalami supurasi, sehingga ginjal mengalami peregangan akibat
adanya pus.
3. Abses perinefrik. Pada waktu infeksi mencapai kapsula ginjal, dan meluas
ke dalam jaringan perirenal, terjadi abses perinefrik.
3.2.3 Intervensi
Perubahan eliminasi urine b.d respons inflamasi saluran kemih, irtasi saluran
kemih.
Tujuan: Dalam waktu 3x24 jam gangguan eliminasi dapat teratasi secara optimal
sasuai kondisi klien.
Kriteria evaluasi:
- Tidak ada keluhan iritasi dalam melakukan miksi, seperti disuria dan urgensi.
- Mampu melakukan miksi setiap 3-4 jam.
- Produksi urine 50 cc/jam, urine tidak keruh atau urine yang keluar berwarna
kuning jernih.
Intervensi Rasional
Kaji pola berkemih dan catat produksi Mengetahui fungsi ginjal.
urine tiap 6 jam.
Palpasi kemungkinan adanya distensi Menilai perubahan kandung kemih akibat
kandung kemih. dari infeksi saluran kemih.
Istirahatkan pasien. Pada kondisi istirahat, maka ada
kesempatan jaringan untuk memperbaiki
Nyeri b.d reaksi inflamasi respons inflamasi akibat infeksi pada pielum dan
parenkim ginjal.
Tujuan: dalam waktu 1x24 jam nyeri berkurang/hilang atau teradaptasi.
Kriteria evaluasi:
- Secara subjektif melaporkan nyeri berkurang/hilang atau dapat diadaptasi 0-1 (0-
4).
- Dapat mengidentifikasi aktivitas yang meningkatkan atau menurunkan nyeri.
- Klien tidak gelisah.
Intervensi Rasional
Jelaskan dan bantu klien dengan Pendekatan dengan menggunakan
tindakan pereda nyeri nonfarmakologi relaksasi dan nonfarmakologi lainnya
dan noninvasif telah menunjukkan keefektifan dalam
mengurangi nyeri.
Lakukan manajemen nyeri
keperawatan:
Atur posisi fisiologis. Posisi fisiologis akan meningkatkan
asupan O2 ke jaringan yang
mengalami iskemia sekunder dari
inflamasi
Istiahatkan klien. Istirahat akan menurunkan kebutuhan
O2 jaringan perifer sehingga akan
meningkatkan suplai darah ke
jaringan.
Manajemen lingkungan: lingkungan Lingkungan tenang akan menurunkan
tenang, kurang cahaya, dan batasi stimulus nyeri eksterna atau
pengunjung. kesensitifan terhadap cahaya dan
menganjurkan klien untuk beristirahat
dan pembatasan pengunjung akan
membantu meningkatkan kondisi O2
ruangan yang akan berkurang apabila
banyak pengunjung yang berada di
ruangan.
Ajarkan teknik relaksasi pernapasan Meningkatkan asupan O2 sehingga
dalam. akan menurunkan nyeri sekunder
iskemia.
Hipertermi b.d. respons sistemik sekunder dari infeksi pada pielum parenkim
ginjal
Tujuan: Suhu tubuh menurun setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2x24
jam
Kriteria evaluasi: Suhu tubuh normal 36-37 C
Intervensi Rasional
Monitor suhu tubuh pasien Peningkatan suhu tubuh bisa menjadi
stimulus penahan cairan yang dapat
mengganggu control dari system saraf
pusat
Anjurkan minum air putih lebih banyak Pemenuhan hidrasi cairan tubuh oleh
perawat melalui via oral atau via
intravena dengan jumlah total pemberian
cairan 2500-3000 ml/hr yang bertujuan
selain sebagai pemelihara juga untuk
meningkatkan produksi urine yang juga
memberikan dampak terhadap
pengeluaran suhu tubuh melalui system
perkemihan
Beri kompres dingin di kepala dan Memberikan respons dingin pada pusat
aksila pengatur panas dan pada pembuluh darah
Kolaborasi dengan ahli gizi dalam Diet yang sesuai dapat mempercepat
pemberian diet penyembuhan