Sie sind auf Seite 1von 17

TINJAUAN PUSTAKA

Anatomi dan Kinesiologi Antebrakhii Distal

Bagian antebrakhii distal sering disebut pergelangan tangan, batas atasnya kira-kira
1,5-2 inchi distal radius. Pada tempat ini ditemukan bagian distal tulang radius yang relatif
lemah karena tempat persambungan antara tulang kortikal dan tulang spongiosa dekat
sendi. Dorsal radius bentuknya cembung dengan permukaan beralur-alur untuk tempat
lewatnya tendon ekstensor. Bagian volarnya cekung dan ditutupi oleh otot pronator
quadratus. Sisi lateral radius distal memanjang ke bawah membentuk prosesus styloideus
radius dengan posisi yang lebih rendah dari prosesus styloideus ulna. Bagian ini
merupakan tempat insersi otot brakhioradialis.1

Pada antebrakhii distal ini ditemui 2 sendi yaitu sendi radioulna distal dan sendi
radiocarpalia. Kapsul sendi radioulna dan radiocarpalia melekat pada batas permukaan
sendi. Kapsul ini tipis dan lemah tapi diperkuat oleh beberapa ligamen antara lain:

1. Ligamentum carpal volar (yang paling kuat)


2. Ligamentum carpal dorsal
3. Ligamentum carpal dorsal dan volar
4. Ligamentum collateral

Radius bagian distal bersendi dengan tulang karpus yaitu tulang lunatum dan
navikulare ke arah distal, dan dengan tulang ulna bagian distal ke arah medial. Bagian
distal sendi radiokarpal diperkuat dengan simpai di sebelah volar dan dorsal, dan ligament
radiokarpal kolateral ulnar dan radial. Antara radius dan ulna selain terdapat ligament dan
simpai yang memperkuat hubungan tersebut, terdapat pula diskus artikularis, yang melekat
dengan semacam meniskus yang berbentuk segitiga, yang melekat pada ligamen kolateral
ulna. Ligamen kolateral ulna bersama dengan meniskus homolognya dan diskus artikularis
bersama ligament radioulnar dorsal dan volar, yang kesemuanya menghubungkan radius
dan ulna, disebut kompleks rawan fibroid triangularis (TFCC = triangular fibro cartilage
complex) (Sjamsuhidayat & de Jong, 1998).

Gerakan sendi radiokarpal adalah fleksi dan ekstensi pergelangan tangan serta gerakan
deviasi radius dan ulna. Gerakan fleksi dan ekstensi dapat mencapai 90 derajat oleh karena
adanya dua sendi yang bergerak yaitu sendi radiolunatum dan sendi lunatum-kapitatum
dan sendi lain di korpus. Gerakan pada sendi radioulnar distal adalah gerak rotasi.
(Sjamsuhidayat & de Jong, 1998)

Gambar 1a. Sudut normal sendi radiokarpal di bagian ventral (tampak lateral) Gambar 1b. Sudut normal yang dibentuk oleh ulna terhadap sendi radiokarpal

Sendi radiokarpal normalnya memiliki sudut 1 - 23 derajat pada bagian palmar (ventral)
seperti diperlihatkan pada gambar 1a. Fraktur yang melibatkan angulasi ventral umumnya
berhasil baik dalam fungsi, tidak seperti fraktur yang melibatkan angulasi dorsal sendi
radiokarpal yang pemulihan fungsinya tidak begitu baik bila reduksinya tidak sempurna.
Gambar 1b memperlihatkan sudut normal yang dibentuk tulang ulna terhadap sendi
radiokarpal, yaitu 15 - 30 derajat. Evaluasi terhadap angulasi penting dalam perawatan
fraktur lengan bawah bagian distal, karena kegagalan atau reduksi inkomplit yang tidak
memperhitungkan angulasi akan menyebabkan hambatan pada gerakan tangan oleh ulna.
(Simon & Koenigsknecht, 1987)
Definisi

Fraktur adalah hilangnya kontinuitas tulang, tulang rawan sendi, tulang rawan
epifisis, baik yang bersifat total maupun yang parsial. Bila trauma terjadi pada atau
dekat persendian, mungkin terdapat fraktur pada tulang disertai dislokasi sendi yang
disebut fraktur dislokasi. Dislokasi adalah keadaan tulang yang membentuk sendi
tidak lagi berhubungan secara anatomis. Kebanyakan fraktur terjadi karena
kegagalan tulang menahan tekanan terutama tekanan membengkok, memutar dan
tarikan.1,2

Fraktur Colles adalah fraktur radius bagian distal (sampai 1 inchi dari ujung
distal) dengan angulasi ke posterior, dislokasi ke posterior, dan deviasi fragmen
distal ke radial; dapat bersifat kominutiva dan dapat disertai fraktur prosesus stiloid
ulna. Dislokasi ini menyebabkan bentuk lengan bawah dan tangan bila dilihat dari samping
menyerupai bentuk garpu( dinner-fork deformity). Abraham Colles adalah orang yang
pertama kali mendeskripsikan fraktur radius distalis pada tahun 1814 dan sekarang dikenal
dengan nama fraktur Colles (Armis, 2000). Cedera yang digambarkan oleh Abraham
Colles pada tahun 1814 adalah fraktur melintang pada radius tepat di atas pergelangan
tangan, dengan pergeseran dorsal fragmen distal. Sejak saat itu fraktur jenis ini diberi
nama sebagai fraktur Colles sesuai dengan nama Abraham Colles. Biasanya penderita
jatuh terpeleset sedang tangan berusaha menahan badan dalam posisi terbuka dan pronasi.
Gaya akan diteruskan ke daerah metafisis radius distal yang akan menyebabkan patah
radius 1/3 distal di mana garis patah berjarak 2 cm dari permukaan persendian pergelangan
tangan.1

Fraktur Colles

Epidemiologi

Fraktur distal radius terutama fraktur Colles’ lebih sering ditemukan pada wanita,
dan jarang ditemui sebelum umur 50 tahun (Clancey, 1984; Cooney, 1982). Secara
umum insidennya kira-kira 8 – 15% dari seluruh fraktur dan diterapi di ruang gawat
darurat. Dari suatu survey epidemiologi yang dilakukan di Swedia, didapatkan angka
74,5% dari seluruh fraktur pada lengan bawah merupakan fraktur distal radius
(Cooney,1980). Umur di atas 50 tahun pria dan wanita 1 berbanding 5. Sebelum
umur 50 tahun, insiden pada pria dan wanita lebih kurang sama di mana fraktur
Colles’ lebih kurang 60% dari seluruh fraktur radius (Cooney,1980). Sisi kanan lebih
sering dari sisi kiri. Angka kejadian rata-rata pertahun 0,98%. Usia terbanyak dikenai
adalah antara umur 50 – 59 tahun (Dias dkk, 1980; Sarmiento dkk, 1980).

Patofisiologi

Trauma yang menyebabkan fraktur di daerah pergelangan tangan biasanya


merupakan trauma langsung, yaitu jatuh pada permukaan tangan sebelah volar atau
dorsal. Jatuh pada permukaan tangan sebelah volar menyebabkan dislokasi fragmen
fraktur sebelah distal ke arah dorsal. Dislokasi ini menyebabkan bentuk lengan
bawah dan tangan bila dilihat dari samping menyerupai garpu, seperti yang terjadi
pada fraktur Colles.1,3

Umumnya fraktur distal radius terutama fraktur Colles’ dapat timbul setelah
penderita terjatuh dengan tangan posisi terkedang dan meyangga badan (Appley,
1995 ; Salter, 1981). Pada saat terjatuh sebagian energi yang timbul diserap oleh
jaringan lunak dan persendian tangan, kemudian baru diteruskan ke distal radius,
hingga dapat menimbulkan patah tulang pada daerah yang lemah yaitu antara batas
tulang kortikal dan tulang spongiosa.

Pada saat jatuh terpeleset, posisi tangan berusaha untuk menahan badan dalam
posisi terbuka dan pronasi. Lalu dengan terjadinya benturan yang kuat, gaya akan
diteruskan ke daerah metafisis radius distal dan mungkin akan menyebabkan patah
radius 1/3 distal di mana garis patah berjarak 2 cm dari permukaan persendian
pergelangan tangan. Sehingga tulang yang kemungkinan mengalami fraktur pada
posisi tersebut adalah radius distal

Dengan posisi tangan pada saat jatuh seperti gambar di bawah, maka gaya
yang kuat akan berlawanan arah ke daerah pergelangan tangan. Dan seperti yang
telah disebutkan sebelumnya bahwa yang mungkin mengalami fraktur adalah distal
radius sebab dilihat dari struktur jaringannya saja tulang daerah tersebut memang
rawan patah.

Diagnosis Klinis

Biasanya penderita mengeluh deformitas pada pergelangan tangan dengan adanya


riwayat trauma sebelumnya. Pada penemuan klinis untuk fraktur distal radius terutama
fraktur Colles akan memberikan gambaran klinis yang klasik berupa “dinner fork
deformity atau silver fork deformity, yaitu bagian distal fragmen fraktur beranjak ke arah
dorsal dan radial, bagian distal ulna menonjol ke arah volar, sementara tangan biasanya
dalam posisi pronasi, dan gerakan aktif pada pergelangan tangan tidak dapat dilakukan.
Selain itu juga didapatkan kekakuan, gerakan yang bebas terbatas, dan pembengkakan di
daerah yang terkena, nyeri bila pergelangan tangan digerakkan.1
A. KLASIFIKASI FRAKTUR COLLES

Ada banyak sistem klasifikasi yang digunakan pada fraktur ekstensi dari radius distal.
Namun yang paling sering digunakan adalah sistem klasifikasi oleh Frykman. Berdasarkan
sistem ini maka fraktur Colles dibedakan menjadi:
Pemeriksaan Radiologi

Diagnosis fraktur dengan fragmen terdislokasi tidak menimbulkan kesulitan. Secara


klinis dengan mudah dapat dibuat diagnosis patah tulang Colles. Bila fraktur terjadi tanpa
dislokasi fragmen patahannya, diagnosis klinis dibuat berdasarkan tanda klinis patah
tulang. (Sjamsuhidayat & de Jong, 1998)

Pemeriksaan radiologik juga diperlukan untuk mengetahui derajat remuknya fraktur


kominutif dan mengetahui letak persis patahannya (Sjamsuhidayat & de Jong, 1998). Pada
gambaran radiologis dapat diklasifikasikan stabil dan instabil. Dikatakan stabil apabila
hanya terjadi satu garis patahan, dan instabil bila patahannya kominutif dan “crushing”
dari tulang cancellous.2,3

Bila secara klinis ada atau diduga ada fraktur, maka harus dibuat 2 foto tulang yang
bersangkutan. Sebaiknya dibuat foto antero-posterior (AP) dan lateral. Bila kedua proyeksi
ini tidak dapat dibuat karena keadaan pasien yang tidak mengizinkan, maka dibuat 2
proyeksi tegak lurus satu sama lain. Perlu diingat bahwa bila hanya 1 proyeksi yang dibuat,
ada kemungkinan fraktur tidak dapat dilihat. Proyeksi tambahan oblik biasanya juga
dibutuhkan untuk menilai trauma pada persendian. Pada fraktur ekstremitas, daerah yang
difoto harus cukup luas dengan mencakup setidaknya satu persendian. Namun,
pemeriksaan radiologis tulang yang berada di antara dua sendi sebaiknya mencakup
keseluruhan panjang tulang mulai dari persendian proksimal hingga persendian distal
tulang tersebut. Untuk melihat fraktur pada tulang radius bagian distal, khususnya fraktur
Colles, dibuat foto proyeksi AP dan lateral.4

Hal-hal yang harus diperhatikan pada pemeriksaan foto Roentgen:

 Adakah fraktur, dimana lokasinya?


 Tipe (jenis) fraktur dan kedudukan fragmen
 Bagaimana struktur tulang: biasa?patologik?
 Bila dekat/pada persendian:adakah dislokasi?fraktur epifisis?
Pemeriksaan foto Roentgen pada kasus curiga fraktur digunakan untuk:
a. Mendiagnosis adanya fraktur dengan memperhatikan lokasinya, tipe (jenis
fraktur), dan kedudukan fragmen. Bila dekat atau pada persendian, maka dapat
diperhatikan adanya dislokasi, fraktur epifisis, dan pelebaran sela sendi karena
efusi ke dalam rongga sendi.
b. Menentukan struktur tulang apakah tulang dasarnya normal atau patologis.
c. Memperlihatkan posisi ujung tulang sebelum dan sesudah terapi fraktur. Foto
roentgen dilakukan segera setelah reposisi untuk menilai kedudukan fragmen.
Bila dilakukan reposisi terbuka perlu diperhatikan kedudukan pen
intramedular(kadang-kadang pen menembus tulang) ataupun plate and
screw(kadang-kadang screw lepas).
d. Pemeriksaan periodik untuk menilai penyembuhan fraktur
- Pembentukan callus
- Konsolidasi
- Remodeling: terutama pada anak-anak
- Adanya komplikasi
 Hal-hal yang harus diperhatikan pada pemeriksaan foto rontgen:
1. Foto tulang apa
2. Jenis tulang (anak/ dewasa)
3. Alignment: Simetris/tidak
4. Bone : Ada fraktur/ tidak
Jika ada:
o Jenisnya
o lokasi fraktur
o kedudukan fraktur
o ada callus atau tidak
o ada komplikasi atau tidak
o ada reaksi periosteal atau tidak
o keadaan struktur tulang(korteks dan medulla)
5. cartilago:
o Apakah ada dislokasi/tidak
o Destruksi
o Bagaimana celah sendinya
6. Soft Tissue: apakah ada swelling atau tidak

Pemeriksaan CT-Scan

Ct-scan bersifat lebih sensitif daripada radiografi konvensional untuk mendeteksi


kerusakan tulang karena dapat menampilkan potongan aksial, koronal dan sagital dari
objek. Selain itu ct scan digunakan jika ingin memperlihatkan gambaran yang cukup pada
sendi radiokarpal dan jaringan lunak, yang tidak dapat dilihat jelas pada radiografi
konvensional.4

MRI (Magnetic Resonance Imaging)

MRI digunakan jika ingin melihat lebih jelas jaringan lunak khusunya adanya cedera
ligamen dan triangular fibrocartilage complex ( TFCC) atau dapat juga digunakan jika
curiga terdapat fraktur yang tidak dapat diperlihatkan pada radiografi konvensional.

MRI tidak rutin digunakan pada evaluasi awal fraktur radius distal akut pada trauma
tangan. Namun bagaimanapun, pencitraan ini berguna untuk melilai kelainan tulang,
ligamen, dan jaringan lunak yang berkaitan dengan fraktur radius distal. MRI rutin
digunakan untuk menilai integritas ligamentum intercarpal, kompleks rawan fibroid
triangularis, dan nervus medianus pada carpal tunnel.5,6
Diagnosis Banding

1) Fraktur Smith
Fraktur Smith adalah fraktur radius bagian distal dengan angulasi atau
dislokasi fragmen distal ke voler. Fraktur Smith dikenal sebagai kebalikan
dari fraktur Colles. Jika fraktur Colles terjadi karena jatuh pada permukaan
tangan pada bagian volar, maka fraktur Smith terjadi karena seseorang jatuh
pada permukaan tangan bagian dorsal, sehingga terjadi dislokasi fragmen
distal ke arah volar. Gambaran klinisnya dikenal sebagai garden spade
deformity.

2) Fraktur Galeazzi
Fraktur Galeazzi adalah fraktur sepertiga distal radius dengan dislokasi ulna bagian
distal. Terjadinya fraktur ini biasanya akibat trauma langsung sisi lateral ketika jatuh.
3) Fraktur Barton
Fraktur Barton adalah fraktur oblik dari tulang radius distal intraartikuler, dengan
patahan distal radius terdislokasi ke arah volar (fraktur Barton volar) atau ke arah
dorsal (fraktur Barton dorsal). Fraktur Barton merupakan dislokasi sendi
radiocarpal.
Penatalaksanaan

 Fraktur tak bergeser (atau hanya sedikit sekali bergeser), fraktur dibebat
dalam slab gips yang dibalutkan sekitar dorsum lengan bawah dan
pergelangan tangan dan dibalut kuat dalam posisinya.
 Fraktur yang bergeser harus direduksi di bawah anestesi. Tangan dipegang
dengan erat dan traksi diterapkan di sepanjang tulang itu (kadang-kadang
dengan ekstensi pergelangan tangan untuk melepaskan fragmen; fragmen
distal kemudian didorong ke tempatnya dengan menekan kuat-kuat pada
dorsum sambil memanipulasi pergelangan tangan ke dalam fleksi, deviasi
ulnar dan pronasi. Posisi kemudian diperiksa dengan sinar X. Kalau posisi
memuaskan, dipasang slab gips dorsal, membentang dari tepat di bawah siku
sampai leher metakarpal dan 2/3 keliling dari pergelangan tangan itu. Slab ini
dipertahankan pada posisinya dengan pembalut kain krep. Posisi deviasi
ulnar yang ekstrim harus dihindari; cukup 20 derajat saja pada tiap arah.
Lengan tetap ditinggikan selama satu atau dua hari lagi; latihan bahu dan jari
segera dimulai setelah pasien sadar. Kalau jari-jari membengkak, mengalami
sianosis atau nyeri, harus tidak ada keragu-raguan untuk membuka pembalut.

Reduksi : (a) pelepasan impaksi, (b) pronasi dan pergeseran ke depan, (c) deviasi ulnar. Pembebatan
: (d) penggunaan sarung tangan, (b) slab gips yang basah, (f) slab yang dibalutkan dan reduksi
dipertahankan hingga gips mengeras

Setelah 7-10 hari dilakukan pengambilan sinar X yang baru; pergeseran


ulang sering terjadi dan biasanya diterapi dengan reduksi ulang; sayangnya,
sekalipun manipulasi berhasil, pergeseran ulang sering terjadi lagi.
Fraktur menyatu dalam 6 minggu dan, sekalipun tak ada bukti penyatuan secara
radiologi, slab dapat dilepas dengan aman dan diganti dengan pembalut kain
krepsementara.

(a) Film pasca reduksi, (b) gerakan-gerakan yang perlu dipraktekkan oleh pasien
secara teratur

 Fraktur kominutif berat dan tak stabil tidak mungkin dipertahankan dengan
gips; untuk keadaan ini sebaiknya dilakukan fiksasi luar, dengan pen
proksimal yang mentransfiksi radius dan pen distal, sebaiknya mentransfiksi
dasar-dasar metakarpal kedua dan sepertiga. (Apley & Solomon, 1995)

Fraktur Colles, meskipun telah dirawat dengan baik, seringnya tetap menyebabkan
komplikasi jangka panjang. Karena itulah hanya fraktur Colles tipe IA atau IB dan tipe
IIA yang boleh ditangani oleh dokter IGD. Selebihnya harus dirujuk sebagai kasus
darurat dan diserahkan pada ahli orthopedik. Dalam perawatannya, ada 3 hal prinsip
yang perlu diketahui, sebagai berikut :

 Tangan bagian ekstensor memiliki tendensi untuk menyebabkan tarikan dorsal


sehingga mengakibatkan terjadinya pergeseran fragmen

 Angulasi normal sendi radiokarpal bervariasi mulai dari 1 sampai 23 derajat di


sebelah palmar, sedangkan angulasi dorsal tidak

 Angulasi normal sendi radioulnar adalah 15 sampai 30 derajat. Sudut ini dapat
dengan mudah dicapai, tapi sulit dipertahankan untuk waktu yang lama sampai
terjadi proses penyembuhan kecuali difiksasi.
Bila kondisi ini tidak dapat segera dihadapkan pada ahli orthopedik, maka beberapa hal
berikut dapat dilakukan :

1. Lakukan tindakan di bawah anestesi regional

2. Reduksi dengan traksi manipulasi. Jari-jari ditempatkan pada Chinese finger


traps dan siku dielevasi sebanyak 90 derajat dalam keadaan fleksi. Beban seberat
8-10 pon digantungkan pada siku selama 5-10 menit atau sampai fragmen
disimpaksi.

3. Kemudian lakukan penekanan fragmen distal pada sisi volar dengan


menggunakan ibu jari, dan sisi dorsal tekanan pada segmen proksimal
menggunakan jari-jari lainnya. Bila posisi yang benar telah didapatkan, maka
beban dapat diturunkan.

4. Lengan bawah sebaiknya diimobilisasi dalam posisi supinasi atau midposisi


terhadap pergelangan tangan sebanyak 15 derajat fleksi dan 20 derajat deviasi
ulna.

5. Lengan bawah sebaiknya dibalut dengan selapis Webril diikuti dengan


pemasangan anteroposterior long arms splint

6. Lakukan pemeriksaan radiologik pasca reduksi untuk memastikan bahwa telah


tercapai posisi yang benar, dan juga pemeriksaan pada saraf medianusnya

7. Setelah reduksi, tangan harus tetap dalam keadaan terangkat selama 72 jam
untuk mengurangi bengkak. Latihan gerak pada jari-jari dan bahu sebaiknya
dilakukan sedini mungkin dan pemeriksaan radiologik pada hari ketiga dan dua
minggu pasca trauma. Immobilisasi fraktur yang tak bergeser selama 4-6
minggu, sedangkan untuk fraktur yang bergeser membutuhkan waktu 6-12
minggu.
DAFTAR PUSTAKA

1. Sjamsuhidajat, Wim de Jong. Buku Ajar Ilmu Bedah:Sistem Muskuloskeletal. Edisi 2.


Jakarta:EGC.2004.Hal 840-70
2. Rasad, Sjahriar. Radiologi Diagnostik. Edisi 2. Jakarta:Balai Penerbit FKUI. 2009. Hal
31-43
3. Patel, Pradip R. Lecture Notes Radiologi. Edisi 2. Jakarta: Penerbit Erlangga. 2007.
Hal 222-30
4. Rasjad, Chairuddin. Pengantar Ilmu Bedah Ortopedi. Edisi 2. Makassar:Bintang
Lamumpatue. 2003. Hal 355-419
5. Grainger, R.G. Diagnostic Radiology. 2th Edition. Elsevier.1999. Page 1474-9
6. Hartanto, Huriawati,dkk. Kamus kedokteran dorlan. Edisi 29.
Jakarta:EGC.2002.Hal:876-77
REFERAT
FRAKTUR COLLES

PEMBIMBING:

dr. Hariatmoko, Sp.B

PENYUSUN

Kevin Jonatan

112017021

KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT BEDAH

RUMAH SAKIT UMUM BETHESDA LEMPUYANGWANGI

PERIODE 22 JANUARI 2018 – 31 MARET 2018

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA

JAKARTA

Das könnte Ihnen auch gefallen