Beruflich Dokumente
Kultur Dokumente
PENDAHULUAN
1
2004, angka kematian akibat diare 23 per 100 ribu penduduk dan pada
balita 75 per 100 ribu balita. Selama tahun 2006 sebanyak 41 kabupaten di
16 provinsi melaporkan KLB (kejadian luar biasa) diare di wilayahnya.
Jumlah kasus diare yang dilaporkan sebanyak 10.980 dan 277 diantaranya
menyebabkan kematian. Hal tersebut, terutama disebabkan rendahnya
ketersediaan air bersih, sanitasi buruk dan perilaku hidup tidak sehat.
Untuk Puskesmas Marisa, penyakit diare masih menjadi masalah
utama. Hal ini terlihat dari laporan setiap tahunnya yang menyebutkan
bahwa diare masih termasuk 10 penyakit terbanyak yang ditemukan di
Puskesmas Marisa. Besarnya prevalensi diare di Puskesmas Marisa ini
mendesak kita untuk segera menentukan program dalam rangka
menurunkan angka kejadian diare sehingga dapat menekan beban terhadap
kesejahteraan masyarakat.
2
kader yang kurang berwawasan menyebabkan penanganan diare
terhambat.
1.3 Tujuan
Untuk mengurangi angka kejadian diare di masyarakat dalam
wilayah kerja Puskesmas Marisa.
Tujuan khusus
1. Untuk mengurangi angka kejadian diare melalui program komunikasi yang
dapat mengintervensi faktor perilaku
2. Untuk mengurangi angka kejadian diare melalui program komunikasi yang
dapat mengintervensi faktor biologis
3. Untuk mengurangi angka kejadian diare melalui program komunikasi yang
dapat mengintervensi faktor lingkungan
4. Untuk mengurangi angka kejadian diare melalui program komunikasi yang
dapat mengintervensi faktor pelayanan kesehatan
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Diare akut adalah buang air besar lembek/cair bahkan dapat berupa
air saja yang frekuensinya lebih sering dari biasanya (biasanya tiga kali
atau lebih dalam sehari) dan berlangsung kurang dari 14 hari (Pedoman
Pemberantasan Penyakit Diare tahun 2007).
Menurut WHO (1980) diare adalah buang air besar encer atau cair
lebih dari tiga kali sehari. Diare akut adalah diare yang awalnya mendadak
dan berlangsung singkat, dalam beberapa jam atau hari.
Diare akut yaitu diare yang berlangsung kurang dari 15 hari. Diare
kronik adalah diare yang berlangsung lebih dari 15 hari namun tidak terus
menerus dan dapat disertai penyakit lain. Diare persisten merupakan istilah
yang dipakai di luar negeri yang menyatakan diare yang berlangsung 15-
30 hari dan berlangsung terus menerus.
2.2. Etiologi
Ditinjau dari teori Blum, penyebab diare dibedakan menjadi empat
faktor, yaitu: faktor biologi, faktor pelayanan kesehatan, faktor lingkungan
dan faktor perilaku.
4
3. Parasit : Entamoeba histolytica, Dientamoeba fragilis, Giardia lamblia,
Cryptosporidium parvum, Cyclospora sp, Isospora belli, Blastocystis
hominis, dan Enterobius vermicularis.
4. Cacing : Strongiloides stercoralis, Capillaria philippinensis, Trichinella
spiralis.
5. Jamur : Candidiasis, Zygomycosis, dan Coccidioidomycosis
Kemudian ada pula infeksi parenteral yaitu infeksi di bagian tubuh lain di
luar alat pencernaan, seperti otitis media akut (OMA), tonsilofaringitis,
bronkopneumonia, ensefalitis dsb.
Adapun faktor malnutrisi antara lain: malabsorbsi karbohidrat disakarida
(pada bayi dan anak yang terpenting dan tersering adalah intoleransi laktosa),
malabsorbsi lemak, dan malabsorbsi protein. Faktor makanan yaitu makanan basi,
makanan beracun, alergi makanan. Faktor psikologis yaitu rasa takut dan cemas,
walaupun jarang dapat menimbulkan diare terutama pada anak yang lebih besar.
Secara umum, port d’entrée kuman dapat berupa fecal oral. Semua
transmisi ini berhubungan dengan rute gastrointestinal. Hal ini dapat terjadi
karena tertelan makanan, terminum makanan atau minuman yang telah
terkontaminasi feses yang mengandung bakteri. Invasi pada usus halus dapat
terjadi karena lemahnya pertahanan tubuh pada saluran gastrointestinal tersebut.
Hampir semua kuman masuk melalui jalur ini. Diantaranya adalah:
a. Bakteri: tertelan/terminum makanan yang terkontaminasi bakteri.
i. Tertelan makanan yang mengandung toksin. Toksin dapat
berasal dari Staphylococcus aureus, Vibrio spp., dan Clostridium
perfrigens. Tertelan ekostoksin (jenis neurotoksin) Clostridium botulinum.
ii. Tertelan organisme yang mensekresikan toksin. Organisme ini
berproliferasi pada lumen usus dan melepaskan enterotoksin.
iii. Tertelan organisme yang bersifat enteroinvasif. Organisme ini
berproliferasi, menyerang dan menghancurkan sel epitel mukosa usus.
Misalnya, Escherichia coli, Salmonella spp., Bacillus cereus, Clostridium
spp, Vibrio cholerae, Campylobacter, Yersinia enterocolitica,
Staphylococcus aureus.
5
b. Virus: tertelan melalui makanan. Misalnya, Echovirus, Rotavirus, Norwalk
virus.
c. Protozoa: kista matang yang tertelan/terminum. Misalnya,
Entamoeba histolytica, Balantidium coli, Giardia lamblia, Cryptosporodium
parvum.
d. Jamur: flora normal pada esofagus, akan menginvasi usus pada
pasien yang immunocompromised. Misalnya, Candida albicans.
e. Cacing: tertelan telur matang/larva yang mengkontaminasi
makanan/minuman. Misalnya, Ascaris lumbricoides, Strongyloides stercoralis,
Trichuris trichiura.
6
menjadi tempat berkumpul masyarakat untuk mendapatkan pengobatan
dengan biaya yang murah dimana seharusnyanya tempat tersebut
digunakan perawat atau paramedis untuk memberikan penyuluhan
mengenai penyakit-penyakit yang sering terjadi seperti diare.
c. Kader tidak berwawasan
Kader di suatu kawasan sebenarnya adalah elemen penting untuk
memastikan tingkat kesehatan masyarakat dibawah pengawasannya.
Namun seringkali kader-kader hanya memikirkan imbalan yang di dapat
dari pekerjaannya. Terdapat kader yang tidak mempunyai inisiatif sendiri
untuk melakukan program-program penyuluhan kesehatan atau malah
tidak mempunyai inisiatif untuk mengetahui cara pencegahan sesuatu
penyakit. Hasilnya, mereka hanya menunggu program-program yang
dijalankan puskesmas.
7
tempat hidup yang dipandang paling sesuai bagi bibit penyakit lainnya yakni:
reservoir manusia, reservoir hewan, dan rerservoir serangga. Pada reservoir disini
bibit penyakit hidup di dalam tubuh manusia. Timbul atau tidaknya penyakit pada
manusia tersebut tergantung dari sifat-sifat yang dimiliki oleh bibit penyakit
ataupun pejamu.
Hubungan antara pejamu, bibit penyakit dan lingkungan dalam
menimbulkan suatu penyakit amat kompleks dan majemuk. Disebutkan bahwa
ketiga faktor ini saling mempengaruhi, dimana pejamu dan bibit penyakit saling
berlomba untuk menarik keuntungan dari lingkungan. Hubungan antara pejamu,
bibit penyakit dan lingkungan ini diibaratkan seperti timbangan. Disini pejamu
dan bibit penyakit berada di ujung masing- masing tuas, sedangkan lingkungan
sebagai penumpangnya.
Menurut Sutomo 1995, sanitasi lingkungan adalah bagian dari kesehatan
masyarakat secara umum yang meliputi prinsip-prinsip usaha untuk meniadakan
atau menguasai faktor-faktor lingkungan yang dapat menimbulkan penyakit
melalui kegiatan- kegiatan yang ditujukan untuk :
a. Sanitasi air
b. Sanitasi Makanan
c. Pembuangan Sampah
d. Sanitasi Udara
e. Pengendalian vektor dan binatang mengerat
Sanitasi adalah usaha kesehatan masyarakat yang menitikberatkan pada
pengawasan berbagai faktor lingkungan yang mempengaruhi derajat kesehatan
manusia. Sanitasi lebih mengutamakan upaya pencegahan. Bertolak dari
pemikiran di atas dapat disimpulkan beberapa gatra lingkungan akan
mempengaruhi derajat kesehatan masyarakat.
8
Ditempat tempat dimana mencuci tangan merupakan praktek umum yang
dilakukan sehari-hari, dan banyak terdapat sabun dan air bersih, orang tidak
menyadari untuk mencuci tangannya dengan sabun. Para staf kesehatan
sepenuhnya mengerti betapa pentingnya mencuci tangan dengan sabun, namun hal
ini tidak dilakukan karena ketiadaan waktu (tidak sempat), kertas untuk
pengeringnya kasar, penggunaan sikat yang menghabiskan waktu dan
lokasi wastafel yang jauh dimana tangan harus berkali-kali dicuci menggunakan
sabun dan dikeringkan sehingga merepotkan.
Pencucian tangan khusus dalam lingkungan medis biasanya membutuhkan
banyak sekali sabun dan air untuk memperoleh busa dan saat telapak tangan
digosok secara sistematis dalam kurun waktu 15-20 detik dengan teknik mengunci
antar tangan, setelah tangan dikeringkan pun para tenaga medis tidak
diperkenankan untuk mematikan air atau membuka pegangan pintu, apabila hal ini
mereka harus lakukan, tangan harus dilidungi dengan kertas tisyu atau handuk
kering bersih.
Pada lingkungan pemukiman yang padat dan kumuh, kebiasaan mencuci
tangan secara benar dengan sabun dapat menurunkan separuh dari penderita diare.
Komunitas yang mendapatkan intervensi dan komunitas pembanding yang mirip
tapi tidak mendapatkan intervensi menunjukkan bahwa jumlah penderita diare
berkurang separuhnya.
Keterkaitan perilaku mencuci tangan dengan sabun dan penyakit diare,
penelitian intervensi, kontrol kasus, dan lintas sektor dilakukan menggunakan data
elektronik dan data yang terkumpul menunjukkan bahwa risiko relatif yang
didapat dari tidak mencuci tangan dari percobaan intervensi adalah 95 persen
menderita diare, dan mencuci tangan degan sabun dapat mengurangi risiko diare
hingga 47 persen.
b. Tidak memberikan ASI (Air Susu lbu) secara penuh 4-6 bulan pada
pertama kehidupan. Pada bayi yang tidak diberi ASI risiko untuk
menderita diare lebih besar dari pada bayi yang diberi ASI penuh dan
kemungkinan menderita dehidrasi berat juga lebih besar.
9
c. Menggunakan botol susu, penggunaan botol ini. Memudahkan
pencemaran oleh kuman, karena botol susah dibersihkan.
d. Menyimpan makanan masak pada suhu kamar. Bila makanan disimpan
beberapa jam pada suhu kamar, makanan akan tercemar dan kuman akan
berkembang biak.
e. Menggunakan air minum yang tercemar. Air mungkin sudah tercemar dari
sumbernya atau pada saat disimpan di rumah. Pencemaran di rumah dapat
terjadi kalau tempat penyimpanan tidak tertutup atau apabila tangan
tercemar menyentuh air pada saat mengambil air dari tempat
penyimpanan.
f. Tidak membuang tinja (termasuk tinja bayi) dengan benar. Sering
beranggapan bahwa tinja bayi tidaklah berbahaya, padahal sesungguhnya
mengandung virus atau bakteri dalam jumlah besar.
2.3 Penatalaksanaan8,9
Ada beberapa prinsip penatalaksanaan penderita diare, yaitu:
Mencegah terjadinya dehidrasi dengan banyak minum, menggunakan
cairan rumah tangga yang dianjurkan misalnya kuah tajin, air sup,
kuah sayur.
Mengobati dehidrasi ringan dan sedang dengan pemberian oralit.
Apabila terdapat dehidrasi berat maka sebaiknya dirujuk ke Rumah
Sakit.
Tetap memberi makanan sebagai sumber gizi. Cairan dan makanan
yang diberikan sesuai anjuran seperti ASI, susu formula, anak usia 6
bulan atau lebih makanan mudah dicerna sedikit-sedikit tapi sering.
Mengobati masalah lain. Sesuai indikasi utamakan rehidrasi.
Penanggulangan kekurangan cairan merupakan tindakan pertama dalam
mengatasi pasien diare. Hal sederhana seperti meminumkan banyak air putih atau
oral rehidration solution (ORS) seperti oralit harus cepat dilakukan. Pemberian
ini segera apabila gejala diare sudah mulai timbul dan kita dapat melakukannya
sendiri di rumah. Kesalahan yang sering terjadi adalah pemberian ORS baru
dilakukan setelah gejala dehidrasi nampak.
10
Pada penderita diare yang disertai muntah, pemberian larutan elektrolit
secara intravena merupakan pilihan utama untuk mengganti cairan tubuh, atau
dengan kata lain perlu diinfus. Masalah dapat timbul karena ada sebagian
masyarakat yang enggan untuk merawat-inapkan penderita, dengan berbagai
alasan, mulai dari biaya, kesulitan dalam menjaga, takut bertambah parah setelah
masuk rumah sakit, dan lain-lain. Pertimbangan yang banyak ini menyebabkan
respon time untuk mengatasi masalah diare semakin lama, dan semakin cepat
penurunan kondisi pasien kearah yang fatal.
Diare karena virus biasanya tidak memerlukan pengobatan lain selain
ORS. Apabila kondisi stabil, maka pasien dapat sembuh sebab infeksi virus
penyebab diare dapat diatasi sendiri oleh tubuh (self-limited disease).
Diare karena infeksi bakteri dan parasit seperti Salmonella sp, Giardia
lamblia, Entamoeba coli perlu mendapatkan terapi antibiotik yang rasional,
artinya antibiotik yang diberikan dapat membasmi kuman.
Oleh karena penyebab diare terbanyak adalah virus yang tidak
memerlukan antibiotik, maka pengenalan gejala dan pemeriksaan laboratorius
perlu dilakukan untuk menentukan penyebab pasti. Pada kasus diare akut dan
parah, pengobatan suportif didahulukan dan terkadang tidak membutuhkan
pemeriksaan lebih lanjut kalau kondisi sudah membaik.
Dalam penatalaksanaan diare, juga sangat bergantung pada derajat
dehidrasi diare yang diderita oleh penderita. Maka dari itu perlu untuk mengetahui
derajat dehidrasi terlebih dahulu sebelum memberikan terapi.
Penilaian A B C
11
1. Lihat
Keadaan Umum Baik, sadar *Gelisah, rewel *Lesu, tidak sadar
Mata Normal Cekung Sangat cekung
Air mata Ada Tidak ada Tidak ada
Mulut dan lidah Basah Kering Sangat kering
Rasa haus Minum biasa, Haus, ingin Malas minum atau
tidak haus Minum banyak tidak bisa minum
2. Periksa
Turgor kulit Kembali cepat *Kembali lambat *Kembali sangat
lambat
3. Derajat Tanpa dehidrasi Dehidrasi Dehidrasi berat.
Dehidrasi ringan/sedang. Bila ada 1 tanda *
Bila ada tanda * ditambah satu atau
ditambah satu atau lebih tanda lain
lebih tanda lain
4. Terapi Rencana terapi A Rencana terapi B Rencana terapi C
12
Teruskan pemberian larutan ini hingga diare berhenti.
3. Bawa anak kepada petugas kesehatan bila anak tidak membaik dalam 3
hari atau menderita sebagai berikut
Buang Air besar cair lebih sering
Muntah berulang-ulang
Rasa haus yang nyata
Makan atau Minum sedikit
Demam
Tinja berdarah
13
Memberikan oralit kepada semua anak dengan diare yang
datang ke petugas kesehatan merupakan kebijaksaan
pemerintah
Jika akan diberi larutan oralit di rumah, tunjukkan kepada ibu jumlah
oralit yang diberikan setiap habis buang air besar dan diberikan oralit
yang cukup untuk 2 hari.
14
Bila anak menginginkan lebih banyak oralit berikanlah. Bujuk ibu untuk
meneruskan ASI. Untuk bayi dibawah 6 bulan yang tidak mendapat ASI
berikan juga 100 200 ml air masak selama masa ini
15
RENCANA TERAPI C UNTUK DEHIDRASI BERAT
16
2.4 Pencegahan Diare
1. Terhadap faktor penjamu.
17
Mempertinggi daya tahan tubuh manusia dan meningkatkan pengetahuan
masyarakat dalam prinsip-prinsip hygiene perorangan. Pencegahan diare pada
anak balita antara lain:
a. Imunisasi.
Pengobatan diare dengan upaya rehidrasi oral menyebabkan angka
kesakitan bayi dan anak balita makin menurun. Salah satu jalan pintas
yang sangat ampuh untuk menurunkan angka kesakitan suatu penyakit
infeksi baik oleh virus maupun bakteri adalah dengan imunisasi. Hal ini
berlaku pula untuk penyakit diare dan penyakit gastrointestinal lainnya.
Untuk dapat membuat vaksin secara baik, efisien. dan efektif diperlukan
pengetahuan mengenai mekanisme kekebalan tubuh pada umumnya
terutama, kekebalan saluran pencernakan makanan.
b. Pemberian ASI
ASI adalah makanan paling baik untuk bayi. Komponen zat
makanan tersedia dalam bentuk yang ideal dan seimbang untuk dicerna
dan diserap secara optimal oleh bayi. ASI saja sudah cukup untuk menjaga
pertumbuhan sampai umur 4-6 bulan. Tidak ada makanan lain yang
dibutuhkan selama masa ini. ASI adalah makanan bayi yang paling
alamiah, sesuai dengan kebutuhan gizi bayi dan mempunyai nilai proteksi
yang tidak bisa ditiru oleh pabrik susu manapun juga.
ASI steril, berbeda dengan sumber susu lain. Susu formula atau
cairan lain dapat saja disiapkan dengan air atau bahan-bahan yang
terkontaminasi dalam botol yang kotor. Pemberian ASI saja, tanpa cairan
atau makanan lain dan tanpa menggunakan botol, menghindarkan anak
dari bahaya bakteri dan organisme lain yang akan menyebabkan diare.
Keadaan seperti ini disebut disusui secara penuh.
Bayi - bayi harus disusui secara penuh sampai mereka berumur 6
bulan. Setelah 6 bulan dari kehidupannya, pemberian ASI harus diteruskan
sambil ditambahkan dengan makanan lain (proses menyapih).
ASI mempunyai khasiat preventif secara imunologik dengan
adanya antibodi dan zat-zat lain yang dikandungnya. ASI turut
18
memberikan perlindungan terhadap diare. Pada bayi yang baru lahir,
pemberian ASI secara penuh mempunyai daya lindung 4x lebih besar
terhadap diare daripada pemberian ASI yang disertai dengan susu botol.
Flora usus pada bayi -bayi yang disusui mencegah tumbuhnya bakteri
penyebab diare.
Pada bayi yang tidak diberi ASI secara penuh, pada 6 bulan
pertama kehidupan, risiko mendapat diare adalah 30 x lebih besar.
Pemberian susu formula merupakan cara lain dari menyusui. Penggunaan
botol untuk susu formula, biasanya menyebabkan risiko tinggi terkena
diare sehingga mengakibatkan terjadinya gizi buruk.
Pada akhir-akhir ini dengan bertambahnya penggunaan "Pengganti
ASI” (PASI) untuk makanan bayi, terutarna di negara-negara yang sedang
berkembang, timbulah berbagai sindrom, misalnya yang dikenal dengan
syndrome Jelliffe yang terdiri dari kekurangan kalori protein tipe
marasmus, monilisasi pada mulut, dan diare karena infeksi. Hal ini
disebabkan karena di negara-negara yang sedang berkembang, tingkat
pendidikan ibu yang masih rendah, kebersihan yang masih kurang, tidak
adanya sarana air bersih, dan rendahnya keadaaan sosial ekonomi dari
penduduknya.
c. Makanan Pendamping ASI
Pemberian makanan pendamping ASI adalah saat bayi secara
bertahap mulai dibiasakan dengan makanan orang dewasa. Pada masa
tersebut merupakan masa yang berbahaya bagi bayi sebab perilaku
pemberian makanan pendamping ASI dapat menyebabkan meningkatnya
risiko terjadinya diare ataupun penyakit lain yang menyebabkan kematian.
Perilaku pemberian makanan pendamping ASI yang baik meliputi
perhatian terhadap kapan, apa dan bagaimana makanan pendamping ASI
diberikan.
Ada bebarapa saran yang dapat meningkatkan cara pemberian
makanan pendamping ASI yang lebih baik, yaitu dengan memperkenalkan
makanan lunak ketika anak berumur 6 bulan tetapi teruskan pemberian
19
ASI. Tambahkan macam makanan sewaktu anak berumur 6 bulan atau
lebih. Berikan makanan lebih sering (4 x sehari). Setelah anak berumur 1
tahun, berikan semua makanan yang dimasak dengan baik, 4 - 6 x sehari,
teruskan pemberian ASI bila mungkin.
Kemudan pada usia lebig dari 6 tahun tambahkan minyak, lemak
dan gula ke dalam nasi/bubur dan biji-bijian untuk energi. Tambahkan
hasil olahan susu, telur, ikan, daging, kacang-kacangan, buah-buahan dan
sayuran berwarna hijau ke dalam makanannya.
Secara perilaku dapat dengan cuci tangan sebelum menyiapkan
makanan dan menyuapi anak. Suapi anak dengan sendok yang bersih.
Masak atau rebus makanan dengan benar, simpan sisanya pada
tempat yang dingin dan panaskan dengan benar sebelum diberikan kepada
anak.
d. Perilaku hidup bersih dan sehat
Untuk melakukan pola perilaku hidup bersih dan sehat dilakukan
beberapa penilaian antara lain adalah :
- Penimbangan balita. Apabila ada balita pertanyaanya adalah apakah
sudah ditimbang secara teratur ke posyandu minimal 8 kali setahun.
- Gizi , anggota keluarga makan dengan gizi seimbang.
- Air bersih, keluarga menggunakan air bersih (PAM, sumur, perpipaan)
untuk keperluan sehari-hari.
- Jamban keluarga, keluarga. buang air besar di jamban/WC yang
memenuhi syarat kesehatan.
- Air yang di minum dimasak terlebih dulu.
- Mandi menggunakan sabun mandi.
- Selalu cuci tangan sebelum makan dengan menggunakan sabun.
- Pencucian peralatan menggunakan sabun.
- Limbah, apakah SPAL sering di bersihkan.
2. Terhadap faktor bibit penyakit.
20
a. Memberantas sumber penularan penyakit, baik dengan mengobati
penderita maupun carrier atau dengan meniadakan reservoir
penyakit.
b. Mencegah terjadinya penyebaran kuman, baik di tempat umum
maupun di lingkungan rumah.
c. Meningkatkan taraf hidup rakyat, sehingga dapat memperbaiki dan
memelihara kesehatan.
2.5 Komplikasi
Dehidrasi (ringan, sedang, berat, hipotonik, isotonik/ hipertonik)
Renjatan hipovolemik
Hipokalemia/ dengan gejala meteorismus, hipotoni otot, lemah,
takikardia,perubahan EKG)
Hipoglikemia
Intoleransi sekunder akibat kerusakan vili mukosa usus dan defisiensi
enzim laktosa
Kejang, pada dehidrasi hipertonik
Malnutrisi energi protein (muntah dan mual bila lama/ kronik)
BAB III
21
PEMECAHAN MASALAH
22
NO KECAMATAN/DUSUN JUMLAH JLH
PNS HONOR PTT TKS
A Puskesmas Induk 45 4
B Pustu 8
C Bides 6
JUMLAH 59 4 3
Faktor perilaku
Kebiasaan tidak mencuci tangan dengan benar
Kebiasaan membuang sampah sembarangan
Kebiasaan tidak membuang tinja (termasuk tinja bayi) dan BAK
dengan benar
Tidak memberikan ASI secara penuh 6 bulan pertama
Menggunakan botol susu yang tidak dicuci dengan bersih
23
Menyimpan makanan masak pada suhu kamar
Menggunakan air minum yang tercemar
Faktor lingkungan
Dikelilingi oleh anak sungai yang tidak terpelihara kebersihannya
Kondisi perumahan penduduk kebanyakan berupa bedeng dengan
sanitasi kurang baik
Pengelolaan limbah RT dan limbah karet belum dilakukan dengan baik
Letak jamban atau tangki septik yang berdekatan dengan sumber air
untk kebutuhan sehari-hari
24
Adanya kebijakan pemerintah dalam pemberantasan penyakit diare antara
lain bertujuan untuk menurunkan angka kesakitan, angka kematian, dan
penanggulangan kejadian luar biasa (KLB).
1. Host
a. Meningkatkan higiene perorangan dengan mencuci tangan
pakai sabun dengan benar terutama pada waktu sebelum
makan, setelah buang air besar, sebelum memegang bayi,
setelah menceboki anak dan sebelum menyiapakan makanan
b. Meminum air minum sehat, atau air yang telah diolah, antara
lain dengan cara merebus, pemanasan dengan sinar matahari
atau proses klorinisasi
c. Membuang air besar dan air kecil pada tempatnya, sebaiknya
menggunakan jamban dengan septik tank
25
d. Pemberian ASI secara esklusif
e. Meningkatkan dan menjaga daya tahan tubuh dengan
mengomsumsi makanan bergizi.
2. Agen
a. Memberantas sumber penularan penyakit, baik dengan
mengobati penderita maupun carrier atau dengan meniadakan
reservoir penyakit.
b. Mencegah terjadinya penyebaran kuman, baik di tempat umum
maupun di lingkungan rumah.
B. Promotif
1. Penyuluhan tentang diare, penanganan awal, dan pencegahan
2. Menyebar informasi melalui media cetak mengenai diare dan
pencegahaannya
3. Menyebar informasi melalui media cetak mengenai cara
pembuatan oralit
4. Bekerja sama dengan pemuka masyarakat dan kader desa untuk
menanggulangi diare
C. Kuratif
1. Rencana Terapi A (Terapi diare tanpa dehidrasi di rumah) :
Dalam tatalaksana diare di rumah: Jika anak tidak diberi ASI
maka susu formula tetap diberikan. Jika berumur kurang dari 6
bulan dan belum mendapat makanan padat berikan susu formula
selang-seling dengan Oralit/cairan rumah tangga.
2. Rencana Terapi B (Terapi diare dengan dehidrasi ringan/sedang) :
a) Dalam pemberian cairan Oralit pada 4 jam pertama : untuk
anak di bawah usia 6 bulan yang tidak diberi ASI, berikan 100-
200 ml susu selang-seling dengan Oralit/ cairan rumah tangga.
b) Dalam mengobservasi anak dan membantu ibu memberikan
cairan Oralit, bila mata sembab pemberian Oralit dihentikan.
3. Rencana Terapi C (untuk diare dengan dehidrasi berat) :
Terapi intravena Ringer Laktat bila diperlukan pada bayi
setelah 1 jam pertama, diberikan 30 mg/kg dan dapat dilanjutkan
untuk 5 jam berikutnya 70 mg/kg berat badan. Untuk anak-anak
26
dan dewasa diberikan Ringer Laktat secara intravena dengan dosis
100 mg/kg berat badan.
Obat-obat lain yang sering dikombinasikan dengan Oralit pada
diare akut adalah Tetrasiklin, Trimetoprim, Metronidazol.
D. Rehabilitasi : rujuk ke RS
27
yang merugikan.
Rehabilitative Rujuk ke RS
PROSES EVALUASI
Setelah 6 bulan program, dilakukan evaluasi terhadap pelaksanaan
program, meliputi:
1. Persentasi ibu anak balita dan kelompok masyarakat lainnya yang
menghadiri ceramah, diskusi, dan demonstrasi
2. Jumlah oralit yang dibagikan gratis kepada masyarakat dan
persediaannya di puskesmas/ pustu/ posyandu
3. Persentase ibu anak balita yang membawa anaknya ke fasilitas
pelayanan masyarakat dan menggunakan oralit
4. Perubahan perilaku warga untuk masalah hygiene dan sanitasi
EVALUASI HASIL
1. Menurunkan prevalensi kasus diare
2. Menigkatnya kesadaran masyarakat untuk masalah hygiene dan
sanitasi.
28
Berdasarkan analisis hasil survey di wilayah kerja Puskesmas Marisa,
program yang memiliki prioritas tinggi dan memungkinkan (easy and important
way) untuk dilaksanakan adalah program penyuluhan Gerakan Cuci Tangan ke
sekolah-sekolah di wilayah kerja Puskesmas Marisa dan program penyuluhan
tentang penyakit diare kepada masyarakat di wilayah kerja Puskesmas Marisa.
Tujuan khusus
Meningkatkan pengetahuan warga wilayah kerja Puskesmas Muara
Bungo I mengenai diare, meliputi :
Mengetahui apa itu diare
Mengerti penyebab diare
Mengerti cara penularan diare
Mengerti tanda bahaya yang ditimbulkan diare
Mengerti langkah-langkah pencegahan diare
b. Sasaran
Tingkat kesehatan keluarga sangat dipengaruhi oleh faktor tingkat
pengetahuan dan sikap ibu terhadap kesehatan serta faktor lingkungan
fisik dan sosial budaya keluarga tersebut. Diare sebagian besar menyerang
anak balita, maka prioritas utama penyuluhan adalah ibu-ibu yang
memiliki balita, disamping itu juga orang tertentu yang berpengaruh
terhadap orang tua balita, misalnya pemuka masyarakat dan kader desa.
29
Tempat : Balai Desa Sungai Mengkuang
d. Materi
1) Pengertian Diare
Diare akut adalah buang air besar lembek/cair bahkan dapat
berupa air saja yang frekuensinya lebih sering dari biasanya
(biasanya tiga kali atau lebih dalam sehari) dan berlangsung kurang
dari 14 hari (Pedoman Pemberantasan Penyakit Diare tahun 2007).
2) Mengetahui bahaya diare
Dapat mengakibatkan gizi buruk
Dapat mengakibatkan sistem kekebalan tubuh menurun
sehingga mudah terserang penyakit.
Dapat mengganggu perkembangan dan pertumbuhan anak.
Diare yang tidak tertangani dengan baik dapat menyebabkan
kematian akibat tubuh mengalami kekurangan cairan.
3) Mengetahui gejala diare
Gejala penyakit diare antara lain;
Keluarnya tinja lunak atau cair dengan frekuensi > 3x/ sehari
Terdapat darah atau lendir atau ibu merasakan perubahan
konsistensi dan frekuensi BAB pada anak
Terdapat gejala penyerta lain seperti; demam, dan muntah tanpa
penyebab penyakit lain.
Mengetahui tanda-tanda bahaya umum seperti ; lesu dan lemas,
anak muntah hebat, atau memuntahkan seluruh makanannya,
mata anak cekung, ubun-ubun cekung, anak merasa sangat haus
atau tidak mau minum, menangis tanpa air mata, bibir kering,
gelisah atau rewel dan menurunnya kesadaran.
4) Penyebab penyakit diare;
30
Tidak menjaga kebersihan pribadi dan lingkungan ; tidak
mencuci tangan sebelum makan, membuang sampah dan BAB
tidak pada tempatnya
Menggunakan air minum yang tercemar
Jamban keluarga yang tidak memenuhi kesehatan
5) Mengetahui penanganan awal diare untuk di rumah
Memberikan edukasi tentang penyediaan, pembuatan dan
pemberian oralit dengan benar, selain oralit dapat juga
digunakan cairan rumah tangga lain seperti air minum, susu,
atau cairan lain yang masih mau diminum oleh anak.
Hindari sayuran dan buah-buahan dan larutan kadar gula tinggi
Langsung membawa penderita kesehatan apabila ditemukan
tanda-tanda bahaya umum pada anak.
6) Mengetahui cara mencegah terjadinya diare melalui menjaga
kebersihan pribadi dan lingkungan
Pengajaran cara cuci tangan yang benar.
Kebersihan lingkungan, yaitu dampak sampah dan limbah
terhadap kesehatan serta lingkungan, secara khusus terhadap
air.
Pengolahan makanan secara bersih.
Menggunakan peralatan makan yang sudah dicuci bersih.
Penyimpanan makanan jadi dengan benar
e. Metode Penyuluhan
Penyuluhan diselenggarakan dalam bentuk pemaparan materi,
pembagian brosur diare, dan diskusi interaktif dengan para
narasumber.
f. Media Penyuluhan
Poster dan brosur.
g. Evaluasi Program
Evaluasi Output:
Dilaksanakan sebelum berakhirnya acara, dengan cara memberikan
angket/kuesioner yang berisi pertanyaan sejauh mana peserta
memahami materi yang telah disampaikan.
Evaluasi Outcome:
Evaluasi dilaksanakan 1 bulan sekali berdasarkan persentasi angka
kejadian diare di wilayah kerja Puskesmas Muara Bungo I
31
2. Program Penyuluhan Gerakan Cuci Tangan Terhadap Anak-
Anak Sekolah Dasar di Wilayah Kerja Puskesmas Marisa
a. Tujuan Program
Memberikan pemahaman manfaat kebiasaan cuci tangan dalam
hubungannya dengan pencegahan diare
Menanamkan kebiasaan cuci tangan pada anak-anak sekolah
dasar di wilayah kerja Puskesmas Muara Bungo I
b. Sasaran Kegiatan
Anak-anak Sekolah Dasar di Wilayah Kerja Puskesmas Muara
Bungo I.
c. Tempat Kegiatan
Sekolah-sekolah di Wilayah Kerja Puskesmas Muara Bungo I,
terutama SD dan MI.
32
diare, dan mencuci tangan degan sabun dapat mengurangi risiko
diare hingga 47 persen.
f. Media Penyuluhan
Sabun untuk mencuci tangan, air bersih, poster.
g. Evaluasi Program
Evaluasi Output
Peserta penyuluhan memahami pentingnya kebiasaan mencuci
tangan yang baik dan benar.
Peserta penyuluhan dapat melakukan kebiasaan mencuci
tangan dengan baik dan benar.
Evaluasi Outcome
33
Evaluasi dilakukan enam bulan sekali melalui angka kejadian
diare di Puskesmas Muara Bungo I terutama pada usia anak-
anak.
34
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
1. Diare merupakan masalah global. Indonesia sendiri masih mengalami
tingkat kejadian diare yang besar, 300 per 1000 orang per tahun di tahun
2000.
2. Kejadian diare dipengaruhi oleh berbagai faktor, sesuai teori Blum, faktor-
faktor ini adalah faktor perilaku, lingkungan, biologis, dan layanan
kesehatan. Intervensi terhadap faktor-faktor ini diharapkan dapat menekan
angka kejadian diare.
3. Intervensi yang direncanakan adalah dengan mengadakan program
penyuluhan Gerakan Cuci Tangan ke sekolah-sekolah di wilayah kerja
Puskesmas Marisa dan program penyuluhan tentang penyakit diare kepada
masyarakat di wilayah kerja Puskesmas Marisa.
4.2 Saran
Program-progam yang diajukan dalam tulisan ini layak untuk dijalankan
karena menggunakan sumber daya secara minimal namun akan memberikan hasil
yang besar karena diarahkan pada faktor-faktor yang berperan besar dalam
kejadian diare.
35
DAFTAR PUSTAKA
36
37