Sie sind auf Seite 1von 10

BAB I

PENDAHULUAN

Tuberkulosis merupakan infeksi yang disebabkan oleh bakteri Mycobacterium tuberculosis. Penyakit
tuberkulosis merupakan penyakit menahun, bahkan dapat seumur hidup. Setelah seorang terinfeksi
kuman tuberkulosis, hampir 90% penderita secara klinis tidak sakit, hanya didapatkan tes tuberkulin
positif, 10% akan sakit. Penderita yang sakit, bila tanpa pengobatan, setelah 5 tahun, 50% penderita
Tb paru akan mati, 25% penderita sehat dengan pertahanan tubuh yang baik, dan 25% akan menjadi
kronik dan infeksius. Penyebaran secara hematogen dan limfogen berkaitan dengan daya tahan tubuh,
jumlah dan virulensi kuman. Sarang yang ditimbulkan dapat sembuh secara spontan, akan tetapi bila
tidak terdapat imunitas yang adekuat, penyebaran ini akan menimbulkan keadaan cukup gawat, yaitu
tuberkulosis milier.3

Tuberkulosis milier (TB) merupakan penyebarluasan Mycobacterium tuberculosis melalui


penyebaran hematogen. TB miliaria klasik didefinisikan sebagai milletlike (rata-rata, 2 mm; kisaran,
1-5 mm) pembenihan basil TB di paru-paru, seperti yang dibuktikan pada radiografi dada. Pola ini
terlihat pada 1-3% dari semua kasus TB. 8

TB miliaria dapat terjadi di organ individu (sangat jarang, <5%), di beberapa organ, atau seluruh
tubuh (> 90%), termasuk otak. Infeksi ini ditandai dengan sejumlah besar basil TB, meskipun mudah
mungkin terlewatkan dan fatal jika tidak diobati.8

Sampai dengan 25% dari pasien dengan TB miliaria mungkin memiliki keterlibatan meningeal. Selain
itu, TB miliar dapat menyerupai banyak penyakit. Dalam beberapa seri kasus, sampai dengan 50%
dari kasus yang terdiagnosis antemortem. Oleh karena itu, indeks kecurigaan yang tinggi klinis
penting untuk mendapatkan diagnosis awal dan memastikan hasil klinis membaik.8

Awal terapi empiris untuk TB miliaria mungkin tapi belum definitif meningkatkan kemungkinan
kelangsungan hidup dan tidak boleh dipotong ketika hasil tes yang tertunda. Pada otopsi, lesi TB
beberapa terdeteksi di seluruh organ tubuh seperti paru-paru, hati, limpa, otak, dan lain-lain.8

1
BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

A. DEFINISI
Tuberkulosis milier adalah suatu tuberculosis yang ditandai dengan diseminasi bakteri
secara luas di dalam tubuh yang penyebarannya secara hematogen dan limfogen dan
terdapatnya lesi yang berukuran sangat kecil (1–5 mm).1

B. ETIOLOGI DAN FAKTOR RISIKO

Etiologi dan faktor risiko TB milier, antara lain:5

 Kanker
 Transplantasi
 Infeksi HIV
 Malnutrisi
 Diabetes Mellitus

C. EPIDEMIOLOGI
Indonesia sekarang berada pada ranking kelima negara dengan beban TB tertinggi di
dunia. Estimasi prevalensi TB semua kasus adalah sebesar 660,000 (WHO, 2010) dan
estimasi insidensi berjumlah 430,000 kasus baru per tahun. Jumlah kematian akibat TB
diperkirakan 61,000 kematian per tahunnya. Indonesia merupakan negara dengan
percepatan peningkatan epidemi HIV yang tertinggi di antara negara-negara di Asia. HIV
dinyatakan sebagai epidemic terkonsentrasi (a concentrated epidemic), dengan perkecualian
di provinsi Papua yang prevalensi HIVnya sudah mencapai 2,5% (generalized epidemic). 4

D. PATOGENESIS
Infeksi primer terjadi setelah seseorang menghirup Mycobacterium tuberculosis.

Setelah melalui barier mukosilier saluran napas, basil TB akan mencapai alveoli. Kuman

akan mengalami multiplikasi di paru, yang disebut fokus Ghon. Melalui aliran limfe, basil

mencapai kelenjar limfe hilus. Fokus Ghon dan limfadenopati hilus membentuk kompleks

2
primer. Melalui kompleks primer basil dapat menyebar melalui pembuluh arah ke seluruh

tubuh. Respon imun seluler/hipersensitivitas tipe lambat terjadi 4-6 minggu setelah infeksi

primer. Banyaknya basil TB serta kemampuan daya tahan tubuh host akan menentukan

perjalanan penyakit selanjutnya. Pada kebanyakan kasus, respon imun tubuh dapat

menghentikan multiplikasi kuman, sebagian kecil menjadi kuman dorman. Pada penderita

dengan daya tahan tubuh yang buruk, respon imun tidak dapat menghentikan multiplikasi

kuman sehingga penderita akan menjadi sakit pada beberapa bulan kemudian. Sehingga

kompleks primer akan mengalami salah satu hal sebagai berikut.:

1. Penderita akan sembuh dengan tidak meninggalkan cacat (restirution ad integrum)

2. Sembuh dengan meninggalkan bekas (seperti Sarang Ghon, firotik, perkapuran)

3. Menyebar dengan cara:

a. Perkontinuitatum ke jaringan sekitarnya

Sebagai contoh adalah pembesaran kelenjar limfe di hilus, sehingga

menyebabkan penekanan bronkus lobus medius, yang mengakibatkan

atelektasis. Kuman akan menjalar sepanjang bronkus yang tersumbat menuju

lobus yang atelektasis, hal ini disebut sebagai epituberkulosis. Pembesaran

kelenjar limfe di leher, dapat menjadi abses yang disebut scrofuloderma.

Penyebaran ke pleura dapat menyebabkan efusi pleura.

b. Penyebaran bronkogen

Penyebaran bronkogen ke paru bersangkutan atau paru sebelahnya, atau

tertelan bersama dahak sehingga terjadi penyebaran di usus.

c. Penyebaran secara hematogen dan limfogen ke organ lain.

E. DIAGNOSIS
Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala klinis, pemeriksaan fisik/jasmani,
pemeriksaan laboratorium, radiologis, dan pemeriksaan penunjang yang lain.

3
Gejala Klinis

Gejala klinis tuberkulosis dapat dibagi menjadi dua golongan, yaitu gejala respiratorik dan
gejala sistemik.4

 Gejala respiratorik
 batuk > 2 minggu
 batuk darah
 sesak napas
 nyeri dada

 Gejala Sistemik
 Demam
 Gejala sistemik lain adalah malaise, keringat malam, anoreksia dan berat badan
menurun.

PEMERIKSAAN FISIK

Pada pemeriksaan jasmani kelainan yang akan dijumpai tergantung dari organ yang
terlibat. Pada tuberkulosis paru, kelainan yang didapat tergantung luas kelainan struktur
paru. Pada permulaan (awal) perkembangan penyakit umumnya tidak (atau sulit sekali)
menemukan kelainan. Kelainan paru pada umumnya terletak di daerah lobus superior
terutama daerah apeks dan segmen posterior (S1 dan S2) , serta daerah apeks lobus inferior
(S6).10
Pada pemeriksaan jasmani dapat ditemukan antara lain suara napas bronkial, amforik,
suara napas melemah, ronkhi basah, tanda-tanda penarikan paru, diafragma dan
mediastinum. Pada pleuritis tuberkulosis, kelainan pemeriksaan fisis tergantung dari
banyaknya cairan di rongga pleura. Pada perkusi ditemukan pekak, pada auskultasi suara
napas yang melemah sampai tidak terdengar pada sisi yang terdapat cairan. Pada
limfadenitis tuberkulosis, terlihat pembesaran kelenjar getah bening, tersering di daerah
leher (pikirkan kemungkinan metastasis tumor), kadang-kadang di daerah ketiak.
Pembesaran kelenjar tersebut dapat menjadi “cold abscess”. 10

4
1. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan penunjang yang perlu dilakukan, antara lain:

 Pemeriksaan Darah Lengkap


Leukositosis dan leukopenia biasanya ditemukan pada pasien-pasien TB
milier. Biasanya pasien mengalami anemia, dan trombositopenia namun bisa juga
mengalami trombositosis.5

 Sedimen eritrosit
Sedimen eritrosit biasanya meningkat pada kebanyakan pasien TB milier.5

 Kultur Bakteri
Kultur sputum, darah, urin, ataupun cairan serebrospinal sangat diperlukan
untuk menegakkan diagnosis. Tes sensitivitas sangat diperlukan untuk isolasi,dan
harus diteliti adanya kemungkinan MDR-TB. Hasil pemeriksaan sputum yang negatif
tidak menyingkirkan kemungkinan pasiennya mengalami TB. Untuk kultur darah
mycobacterium, biasanya positif pada pasien tanpa infeksi HIV ataupun dengan
infeksi HIV.

 Pemeriksaan Foto Toraks

Pada pemeriksaan foto toraks, akan didapatkan:

 Bayangan berawan/noduler di segmen apical dan posterior lobus atas paru


dan segmen superior lobus bawah
 Kavitas, terutama lebih dari satu, dikelilingi oleh bayangan opak berawan
atau nodular.
 Bayangan bercak milier
 Efusi pleura unilateral
 Fibrotik pada segmen apical atau lobus atas
 Kalsifikasi
 Fibrotoraks atau penebalan pleura.7

5
Contoh gambaran foto toraks pada pasien TB milier dapat dilihat pada gambar
dibawah ini.

Gambar 1. Foto Toraks pada pasien dengan TB milier

 Pemeriksaan khusus
1. BACTEC
2. PCR
3. Pemeriksaan Serologi, seperti:
a. ELISA
b. ICT
c. Mycadot
d. Uji peroksidase
e. Uji serologi yang baru / IgG TB

F. DIAGNOSIS BANDING
Diagnosis Banding TB milier adalah:5

1. Sindrom Gawat Napas Akut


2. Addison’s disease
3. Asites
4. Blastomycosis

6
5. Tamponade Jantung
6. Disseminated intravascular coagulation
7. Epididymal tuberculosis
8. Pneumonitis Hipersensitivitas
9. Pneumocystis carinii pneumonia
10. Bacterial pneumonia

G. PENATALAKSANAAN
Regimen OAT untuk TB milier sama seperti TB paru. Pada keadaaan yang berat atau
diduga ada keterlibatan. Paduan obat: 2RHZE/4RH. Pada keadaan khusus (sakit berat),
tergantung pada keadaan klinis, radiologi, dan evaluasi pengobatan, maka pengobatan
lanjutan dapat diperpanjang sampai 12 bulan. Pemberian kortikosteroid tidak rutin, hanya
diberikan pada keadaan dengan gejala meningitis, sesak napas, gejala toksik, dan demam
tinggi.

H. PROGNOSIS
Jika tidak diobati, kematian yang terkait dengan TB miliaria diasumsikan mendekati
100%. Dengan pengobatan dini dan tepat, bagaimanapun, kematian dikurangi menjadi
kurang dari 10%. Semakin dini diagnosis, semakin baik kemungkinan hasil yang positif.
Pengobatan dini untuk TB diduga telah ditunjukkan untuk meningkatkan hasil.7
Sebagian besar kematian terjadi dalam 2 minggu pertama masuk ke rumah sakit. Ini
mungkin berhubungan dengan onset tertunda pengobatan. Sampai dengan 50% dari semua
kasus TB diseminata terdeteksi pada otopsi tidak terjawab antemortem dalam seri kasus
yang dilaporkan. 7
Tingkat relaps 0-4% dengan terapi yang memadai dan terapi secara langsung diamati,
meskipun hasil dari studi bervariasi. Sebagian besar relaps terjadi selama 24 bulan pertama
setelah terapi selesai. 7

I. PENCEGAHAN
Masyarakat dan pasien TB perlu diberdayakan melalui pemberian informasi yang
memadai tentang TB, pentingnya upaya pencegahan dan pengendalian TB, serta hak dan
kewajiban pasien TB sebagaimana tercantum dalam TB patient charter. Pendampingan dan

7
pemberdayaan sosial ekonomi pasien merupakan bagian dari upaya pemenuhan kebutuhan
tersebut. Upaya KIE dapat pula menunjang kebutuhan tersebut sekaligus memberdayakan
masyarakat secara umum. Pemberdayaan masyarakat lebih lanjut dapat difasilitasi melalui
penguatan desa siaga untuk pengendalian TB.
Seluruh upaya tersebut memerlukan monitoring dan evaluasi serta payung hukum
untuk menjaga kesinambungannya. Berkembangnya wacana revitalisasi Gerdunas ataupun
pembentukan komisi nasional pengendalian TB akhir-akhir ini menggarisbawahi perlunya
penguatan payung kemitraan dalam pengendalian TB.3

J. KOMPLIKASI
Komplikasi dari TB milier antara lain TB meningitis, TB saluran kemih, TB
peritoneal, pneumotoraks, dan Laringitis tuberculosis. Pneumotoraks termasuk komplikasi
TB milier yang jarang terjadi.6’

8
DAFTAR PUSTAKA

1. Alsagaff, H. 2009. Dasar-Dasar Ilmu Penyakit Paru. Surabaya. Fakultas


Kedokteran Universitas Airlangga
2. Chhabra, N, Dixir, R, dan Aseri, ML. 2011. Adjunctive Corticosteroid
Therapy in Tuberculosis management: A Critical Reappraisal. India. Indian
Journal of Tuberculosis.
3. PDPI. 2011. Tuberkulosis: Pedoman Diagnosis dan Penatalaksanaan. Jakarta:
Perhimpunan Dokter Paru Indonesia
4. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2007. Pedoman Penanggulangan
Nasional Tuberkulosis Edisi 2. Jakarta. Depkes RI
5. Departemen Kesehatan RI. 2011. Strategi Nasional Pengendalian TB Di
Indonesia 2011-2014. Jakarta: Depkes RI
6. Djojodibroto, RD. 2007. Respirologi (Respiratory Medicine). Jakarta: Penerbit
Buku Kedokteran EGC
7. Khan, AN., Akhtar, J., Baneen, U., dkk. 2011. Recurrent Pneumothorax: A
rare Complication of Miliary Tuberculosis. India: Department of Tuberculosis
and Respiratory Disease, Jawaharlal Nehru Medical College.
8. Leesnau, KD. 2011. Miliary Tuberculosis, available from:
http://emedicine.medscape.com/article/221777-overview#showall [Accessed
February 1, 2012]
9. Wibisono, MJ. Winariani, dan Hariadi, S. 2010. Buku Ajar Ilmu Penyakit Paru
2010. Surabaya: Departemen Ilmu Penyakit Paru FK UNAIR/ RSUD Dr.
Soetomo
10. Tajiri, T., Tate, G, Makino, M, dkk. 2002. Autopsy Cases of Miliary
Tuberculosis: Clinicopathologic Features Including Background Factors.
Tokyo: Department of Pathology, Showa University Hospital.

9
10

Das könnte Ihnen auch gefallen