Sie sind auf Seite 1von 15

A CASE REPORT

KOMPLIKASI PADA PASIEN ATRIAL SEPTAL DEFECT DEWASA


DENGAN SURVIVALITAS ALAMI
Adhella Menur Naysilla
Dokter Umum RSUD Brigjen H. Hasan Basry, Kandangan,
Hulu Sungai Selatan, Kalimantan Selatan, Indonesia

Abstract

Perkembangan tata laksana penyakit jantung bawaan (PJB) menyebabkan pasien dapat menjalani kehidupanremaja
hingga dewasa yang kini dikenal dengan Grown Up Congenital Heart Disease (GUCH) dan Adult Congenital Heart
Disease (ACHD). Pasien ACHD asianotik dengan survivalitas alami (tanpa tindakan intervensi pada masa anak) dapat
menderita komplikasi berupa hipertensi pulmonal dan sindroma Eisenmenger. Komplikasi dapat meningkatkan mor-
biditas dan mortalitas pasien serta memperburuk kualitas hidup. Pasien dapat sajamembutuhkan tindakan pembedahan
korektif bahkan transplantasi jantung. Beberapa kondisi yang tidak dapat diperbaiki dengan pembedahan menyebab-
kan pasien harus mengonsumsi obat dan dalam pengawasan medis ketat seumur hidup.Laporan kasus ini membahas
seorang laki-laki suku Banjar 26 tahun datang dengan batuk darah dan sesak napas dengan saturasi oksigen keempat
ekstremitas 80%. Pasien memiliki riwayat penyakit jantung bawaan tanpa tindakan intervensi pada masa anak.Pasien
didiagnosis dengan ASD sekundum disertai hipertensi pulmonal berat dan sindrom Eisenmenger, polisitemia sekunder
PJB, dan TB paru dalam pengobatan kategori 1 fase lanjut. Diagnosis didapatkan dari anamnesis, pemeriksaan fisik,
serta pemeriksaan penunjang berupa EKG, radiologi, laboratorium, spirometri, dan ekokardiografi Doppler.Pasien
dirawat di ICU dan diterapi dengan oksigenasi, vasodilator pulmonal, diuretik, serta suplementasi besi dan asam folat.
Pengobatan TB paru dilanjutkan. Pasien menjalani flebotomi sebanyak 3 kali. Setelah dirawat 18 hari, pasien menun-
jukkan perbaikan klinis dan dirujuk ke RSUD Ulin Banjarmasin untuk pemeriksaan dan tata laksana lebih lanjut.

Kata kunci: ACHD asianotik, ASD sekundum, hipertensi pulmonal, sindroma Eisenmenger

PENDAHULUAN 53%, diikuti Ventricle Septal Defect/VSD (11%), Tetral-


Insidensi individu remaja dan dewasa dengan penyakit ogy of Fallot (11%), anomali aorta (7%), stenosis pulmo-
jantung bawaan (PJB) terus meningkat setiap tahun akibat nal (6%), dan anomali Ebstein (4%). Kebanyakan pasien
perkembangan teknik pembedahan dan intervensi kateter datang dengan simtom yang paling sering berupa dispneu
serta membaiknya perawatan padapasien PJB. Pasien saat aktivitas.Angka ketahanan hidup ACHD dipengaruhi
PJBdapatbertahan hidup dan menjalani kehidupan remaja berbagai faktor seperti riwayat lahir, usia saat terdiagno-
hingga dewasa yang kini dikenal dengan Grown Up sis, kompleksitas patologi, dan apakah dilakukan tinda-
Congenital Heart Disease (GUCH) dan Adult Congenital kan bedah atau tidak, serta jika mendapatkan tindakan
Heart Disease (ACHD). Pada populasi Inggris didapat- bedah apakah paliatif atau korektif.2
kan kurang lebih 150.000 pasien ACHD, sedangkan di
Amerika Serikat mencapai 1.000.000 pasien.Pada negara
berkembang sebagai contoh Mesir, didapatkan jumlah
kasus PJB baru sekitar 15.200 pasien per tahun dan 70%
di antaranya mencapai usia remaja hingga dewasa. Hal Address for Correspondance : Adhella Menur Naysilla
tersebut dikarenakan oleh faktor ketidakpedulian terhadap Email : adhellamnmd@gmail.com
penyakit, sosial ekonomi, dan hasil dari tindakan inter-
vensi.1
GUCH dan ACHD terdiri dari dua kelompok besar yaitu
PJB dengan survivalitas alami dan PJB dengan riwayat
How to cite this article :
terapi intervensi (pembedahan atau prosedur perkutan)
saat anak-anak. Penelitian pola PJB dengan survivalitas KOMPLIKASI PADA PASIEN ATRIAL
alami selama 20 tahun di negara berkembang menyim- SEPTAL DEFECT DEWASA
pulkan bahwa Atrial Septal Defect/ASD merupakan defek DENGAN SURVIVALITAS ALAMI
yang paling banyak ditemukan dengan frekuensi relatif

IndonesianJournal Chest & Critical Care Medicine Vol.4 No.2 April_Juni 2017
PENDAHULUAN Defect/VSD (11%), Tetralogy of Fallot
Insidensi individu remaja dan (11%), anomali aorta (7%), stenosis
dewasa dengan penyakit jantung bawaan pulmonal (6%), dan anomali Ebstein (4%).
(PJB) terus meningkat setiap tahun akibat Kebanyakan pasien datang dengan simtom
perkembangan teknik pembedahan dan yang paling sering berupa dispneu saat
intervensi kateter serta membaiknya aktivitas.Angka ketahanan hidup ACHD
perawatan padapasien PJB. Pasien dipengaruhi berbagai faktor seperti riwayat
PJBdapatbertahan hidup dan menjalani lahir, usia saat terdiagnosis, kompleksitas
kehidupan remaja hingga dewasa yang kini patologi, dan apakah dilakukan tindakan
dikenal dengan Grown Up Congenital bedah atau tidak, serta jika mendapatkan
Heart Disease (GUCH) dan Adult tindakan bedah apakah paliatif atau
Congenital Heart Disease (ACHD). Pada korektif.2
populasi Inggris didapatkan kurang lebih ACHD dibayangi berbagai
150.000 pasien ACHD, sedangkan di komplikasi terutama pada populasi dengan
Amerika Serikat mencapai 1.000.000 survivalitas alami. Pada ACHD asianotik
pasien.Pada negara berkembang sebagai dapat terjadi komplikasi berupa hipertensi
contoh Mesir, didapatkan jumlah kasus pulmonal dan sindrom Eisenmenger. Pada
PJB baru sekitar 15.200 pasien per tahun ACHD sianotik dapat terjadi berbagai
dan 70% di antaranya mencapai usia komplikasi akibat kondisi hipoksemia
remaja hingga dewasa. Hal tersebut kronis berbagai sistem seperti komplikasi
dikarenakan oleh faktor ketidakpedulian hematologi berupa sindrom
terhadap penyakit, sosial ekonomi, dan hiperviskositas, gangguan hemostasis
hasil dari tindakan intervensi.1 berupa trombositopenia dan gangguan
GUCH dan ACHD terdiri dari dua agregasi trombosit, komplikasi ginjal,
kelompok besar yaitu PJB dengan pembentukan batu empedu, komplikasi
survivalitas alami dan PJB dengan riwayat orthopedi berupa osteoartropati hipertrofi,
terapi intervensi (pembedahan atau komplikasi neurologi berupa risiko emboli
prosedur perkutan) saat anak-anak. serebral dan abses otak, hingga komplikasi
Penelitian pola PJB dengan survivalitas kulit berupa jerawat yang dapat menjadi
alami selama 20 tahun di negara port d’entreendokarditis
berkembang menyimpulkan bahwa Atrial infektif.Komplikasi yang dapat muncul
Septal Defect/ASD merupakan defek yang baik pada ACHD asianotik maupun
paling banyak ditemukan dengan frekuensi sianotik yaitu aritmia, endokarditis
relatif 53%, diikuti Ventricle Septal

IndonesianJournal Chest & Critical Care Medicine Vol.4 No.2 April_Juni 2017
infektif, gagal jantung, hingga sudden riwayat biru saat lahir, tetapi terdapat
death.3 riwayat ISPA berulang saat anak-anak.
Komplikasi dapat meningkatkan Pada pemeriksaan fisik didapatkan
morbiditas dan mortalitas pasien serta keadaan umum pasien lemahdan tampak
memperburuk kualitas hidup. Pasien dapat sianosis. Tekanan darah pasien 110/80
saja membutuhkan tindakan pembedahan mmHg, laju jantung 88 kali/ menit, laju
korektif bahkan transplantasi jantung. respirasi 26 kali/ menit, suhu 36,2o C, dan
Beberapa kondisi yang tidak dapat saturasi oksigen keempat ekstremitas 80%.
diperbaiki dengan pembedahan Tidak didapatkan konjungtiva palpebra
menyebabkan pasien harus mengonsumsi anemis maupun sklera ikterik. Tidak
obat dan dalam pengawasan medis ketat didapatkan hiperemis maupun sekret pada
seumur hidup. telinga, hidung, dan tenggorokan. Tidak
didapatkan pembesaran kelenjar getah
LAPORAN KASUS bening leher maupun peningkatan tekanan
Anamnesis dan Pemeriksaan Fisik vena jugularis. Pada pemeriksaan paru
Seorang pria 26 tahun suku Banjar, tidak didapatkan ronchi,rales, maupun
bekerja sebagai guru, dirawat di RSUD wheezingyang bermakna. Pada
Brigjen H. Hasan Basry, Kandangan, pemeriksaan jantung didapatkan kesan
Kalimantan Selatan dengan keluhan batuk kardiomegali, iktus cordis bergeser ke
darah sejak 2 hari sebelum masuk rumah laterosuperior pada sela iga ke III linea
sakit. Batuk darah warna merah segar, midklavikularis kiri, suara jantung 1 dan 2
sekitar 50 ml dengan frekuensibatuk 5-10 reguler, dan didapatkan suara jantung 3
kali sehari. Pasien juga mengeluh sesak pada awal diastole di sela iga ke III linea
napas yang diperberat dengan aktivitas, parasternalis kiri. Tidak didapatkan bising
pusing, badan terasa lelah, dan keluar jantung. Tidak didapatkan pembesaran
keringat dingin. Tidak didapatkan demam, hepar maupun lien. Pada keempat
nyeri dada, mual, maupun muntah. Tidak ekstremitas didapatkan jari tabuh dan tidak
ada keluhan buang air kecil maupun buang didapatkan oedema.
air besar. Pasien saat ini sedang menjalani
terapi obat anti tuberkulosis dari Pemeriksaan Penunjang
puskesmas bulan ke-4. Saat usia 22 tahun Pada pemeriksaan elektrokardiografi
pasien pernah berobat kedokter spesialis didapatkan kesansinus ritme denganright
jantung dan dikatakan jantung bocor, tetapi axis deviation dan dilatasi ventrikel kanan.
tidak melanjutkan pengobatan.Tidak ada Pada pemeriksaan X-Foto Thorax PA

IndonesianJournal Chest & Critical Care Medicine Vol.4 No.2 April_Juni 2017
didapatkan kesan kardiomegali disertai didapatkan kesan polisitemia dengan
hipertensi pulmonal dan elongasio aorta. trombositopenia.Pada pemeriksaan
Pada pemeriksaan laboratorium darah spirometri didapatkan fungsi paru
didapatkan Hb 19,5 g/dL, Ht 58,2%, mengarah pada penyakit paru restriktif
eritrosit 7.120.000/uL dengan morfologi (forced expiratory volume dalam 1 detik
normokrom normositik,leukosit 7.500/uL, 1,71 L; forced vital capacity 1,71 L). Pada
trombositopenia 63.000/uL, GDS 83 pemeriksaan ekokardiografiDoppler
mg/dL, ureum 25 mg/dL, kreatinin 1,19 didapatkan kesan ASD sekundumpirau
mg/dL, SGOT 12 mg/dL, SGPT 9,7 kanan ke kiri, regurgitasi trikuspid, dan
mg/dL, CKMB meningkat 82 U/L, PPT dilatasi ventrikel kanan. Fungsi sistolik
14,1 detik (kontrol 14,3), dan aPTT masih baik dengan EF: 83,3%. Didapatkan
memanjang 46,7 detik (kontrol 31,1 detik). kesan hipertensi pulmonal berat.
Pada pemeriksaan morfologi darah tepi

Gambar 1. Hasil EKG pasien didapatkan irama sinus, HR 86x/menit, right axis
deviation, gelombang P normal, interval PR 0,16 s, kompleks QRS 0,08 s, interval QT 0,36 s,
R/S di V1 > 1 dan didapatkan RV strain di lead II,III,aVF,V1-5 mengesankan adanya dilatasi
ventrikel kanan

IndonesianJournal Chest & Critical Care Medicine Vol.4 No.2 April_Juni 2017
(c)
(c)

(b)

(a)

Gambar 2. Hasil X-Foto Thorax PA didapatkan gambaran pembesaran jantung dengan


(a)apexrounded (CTR 65%), (b)conus pulmonalis menonjol, dan didapatkan (c) gambaran
pruning pembuluh darah pulmonal perifer.Kesan dilatasi ventrikel kanan disertai hipertensi
pulmonal

(c)

(d)

(a)

(b)

IndonesianJournal Chest & Critical Care Medicine Vol.4 No.2 April_Juni 2017
Gambar 3. Hasil ekokardiografi Doppler didapatkan (a)ASD sekundum 3,26 cm pirau kanan
ke kiri, (b)regurgitasi trikuspid, dan (c)dilatasi ventrikel kanan dengan gambaran (d)ventrikel
kiri D-shaped. Kesan hipertensi pulmonal berat secara kualitatif. EF sistolik 83%.

Diagnosis dan Tata Laksana Isoniazid (INH) dan 150 mg Rifampisin)


Diagnosis kerja berupa ASD yang dikonsumsi 3 tablet 3 kali
sekundum denganhipertensi pulmonal seminggudilanjutkan. Pasien menjalani
berat dan sindrom Eisenmenger, flebotomi sebanyak 3 kali dengan total
polisitemia sekunder dari PJB, dan TB volume darah yang dikeluarkan 800 cc.
paru dalam pengobatan kategori 1 fase Setelah dirawat 18 hari, pasien
lanjut. Pasien dirawat di ICU dan diterapi menunjukkan perbaikan klinis dan dirujuk
dengan pemberian oksigen NRM 6 ke RSUD Ulin Banjarmasin untuk
liter/menit, IVFD RL 60 ml/jam, injeksi pemeriksaan dan tata laksana lebih lanjut.
Ceftriaxon 1g tiap 12 jam intravena,
injeksi Asam Traneksamat 500 mg tiap 8 DISKUSI
jam intravena, injeksi Ranitidin 50 mg tiap Perjalanan Alamiah Atrial Septal Defect
12 jam intravena, Codein 3x30 mg per ASD terdiri dari tiga tipe
oral, BeraprostNatrium 3x20 mcg per oral, berdasarkan lokasi defek yaitu ASD
Ferrous sulphate2x300 mg per oral, Asam sekundum dimana defek terjadi pada fossa
folat 1x400 ug per oral, dan Furosemid ovalis (tipe inimenyumbang 60-70% dari
1x40 mg per oral.Pengobatan TB semua kasus), ASD primum, dan ASD
parukategori 1 fase lanjut berupa tablet sinus venosus.
2FDC (Fixed Dose Combination; 150 mg

Gambar 4. Tipe dan lokasi tipikal ASD. (1) ASD sinus venosus pada pertemuan antara
superior vena cava (SVC) dan right atrium (RA); (2) ASD sekundum; (3) ASD primum/ tipe
kanal AV. *MPA; main pulmonary artery.1

IndonesianJournal Chest & Critical Care Medicine Vol.4 No.2 April_Juni 2017
Saat janin, akibat tingginya tekanan Seiring berjalannya waktu,overload
vaskuler pulmonal menyebabkan volume pada ventrikel kanan
terjadinyapirau kanan ke kiri menyebabkan ventrikel kanan semakin
unidireksional pada level atrial. Segera dilatasi danterjadi peningkatan tekanan
setelah lahir hingga beberapa bulan, pulmonal. Hal tersebut menyebabkan
dengan adanya penurunan fisiologis ventrikel kanan menjadi tidak lagi
tekanan vaskuler pulmonal menyebabkan komplians.Proses kronik tersebut
adanya pirau kiri ke kanan pada anak mendasari mengapa simtom ASD baru
hingga remaja. Pirau melalui defek terjadi muncul ketika usia remaja hingga dewasa.
baik saat sistole maupun diastole, Pasien remaja dan dewasa banyak
terbanyak saat fase diastole. Pada fase mengeluhkan sesak napas saat beraktivitas
diastole,darah di tiap atrium memiliki 2 karena adanya reduksi konsumsi oksigen
jalur alternatif yaitu mengikuti rute normal maksimum akibatinefisiensi preload
melalui katup atrioventrikuler ke ventrikel berkelanjutan pada ventrikel kiri (beban
atau mengalir melalui ASD untuk mengisi volume berlebih ke ventrikel kanan akibat
ventrikel sisi satunya. Arah pirau yang adanya pirau sehingga preload ventrikel
melalui ASD selama diastole juga kiri berkurang dansekaligus
ditentukan oleh perbedaan instan pada menyebabkanoverload volume pada
kompliansi (respon penyesuaian/ distensi sirkulasi pulmonal). Kondisi tersebut akan
dinding ventrikel) dan kapasitas dari kedua semakin parah jika sudah adanya
ventrikel. Pada individu normal, ventrikel hipertensi pulmonal berat hingga
kiri memompa darah ke sirkulasi sistemik terjadinya pirau berkebalikan (kanan ke
memiliki kerja yang lebih berat dibanding kiri; sindrom Eisenmenger).1
ventrikel kanan yang memompa darah ke Indikasi operasi penutupan ASD
paru sehingga secara fisiologis terjadi adalah bila rasio aliran darah ke paru dan
hipertrofi dinding ventrikel kiri dan sistemik lebih dari 1,5.4ASD kecil dengan
menyebabkan kompliansi/ kesiapan diameter kurang dari 5 mm dan tanpa bukti
ventrikel kiri untuk distensi jika ada overload volume ventrikel kanan tidak
tambahan volume lebih rendah dibanding berpengaruh dan tidak membutuhkan
ventrikel kanan. Kondisi fisiologis tersebut upaya penutupan defek kecuali ditemukan
yang juga menjelaskan aliran pirau pada embolisme paradoksikal atau tidak
pasien ASD cenderung mengisi ke responsif dengan pemberian vasodilator
ventrikel kanan yang lebih komplians. pulmonal. Defek besar (>10 mm) dengan

IndonesianJournal Chest & Critical Care Medicine Vol.4 No.2 April_Juni 2017
bukti overload volume ventrikel kanan terapi intervensi primer saat usia dewasa,
yang sering ditemukan pada dekade ketiga ASD yang tidak membutuhkan terapi
kehidupan umumnya diupayakanditutup intervensi tetapi membutuhkan monitoring
untuk mencegah komplikasi jangka ketat dan follow up klinis berkelanjutan,
panjang seperti aritmia atrial, reduksi serta ASD yang memang tidak dapat
toleransi latihan, perubahan hemodinamik diatasi dengan tindakan pembedahan,
signifikan terkait regurgitasi trikuspid, hanya bisa diterapi dengan transplantasi
pirau kanan ke kiri, gagal jantung jantung. Atau pada pasien dengan risiko
kongestif, atau penyakit vaskuler pembedahan yang lebih besar daripada
5
pulmonal. Operasi elektif pada usia pra risiko evolusi alami.
sekolah (3–4 tahun) kecuali bila sebelum
usia tersebut sudah timbul gejala gagal Komplikasi Pada Pasien ASD Dewasa
jantung kongestif yang tidak teratasi secara dengan Survivalitas Alami
medikamentosa. Penutupan ASD juga a. Hipertensi Pulmonal
dapat dilakukan dengan memasang ASO Pirau kiri ke kanan seperti pada
6
(amplatzer septal occluder). ASDakan meningkatkan aliran darah
Tindakan penutupan ASD tidak pulmonal. Kondisi tersebut merupakan
dianjurkan lagi bila sudah terjadi penyebab hipertensi pulmonal dan
hipertensi pulmonal dengan penyakit hipertrofi ventrikel kanan pada usia dini.
obstruktif vaskuler paru. ASD dengan Jika situasi ini berlanjut maka hipertensi
hipertensi pulmonal dan pirau kanan ke pulmonal akan menetap dan ireversibel,
kiri (atau resistensi vaskuler pulmonal > bahkan setelah tindakan pembedahan
14 Woods) merupakan kontraindikasi korektif. Arteri pulmonalis normal
upaya penutupan defek. Namun, banyak merupakan suatu struktur “compliant”
pasien datang dengan hipertensi pulmonal dengan sedikit serat otot yang
intermediet dengan pirau bidireksional memungkinkan fungsi “pulmonary
atau predominan kiri ke kanan. vascular bed” sebagai sirkuit yang low
Rekomendasi untuk upaya penutupan pressure dan high flow. Kelainan vaskuler
defek pada kasus tersebut masih menjadi padahipertensi pulmonal mengenai arteri
kontroversi karena keterbatasan data. 1,4,5 pulmonalis kecil dengan diameter 4-10
Kasus ASD dengan survivalitas mm dan arteriol berupa hiperplasia otot
alami hingga remaja dan dewasa secara polos vaskuler, hiperplasia intima, dan
sederhana dapat diklasifikasikan menjadi 3 trombosis in situ. Hipertensi pulmonal
sub grup yaituASD yang membutuhkan akan menyebabkan pengerasan pembuluh

IndonesianJournal Chest & Critical Care Medicine Vol.4 No.2 April_Juni 2017
darah di dalam paru. Kondisi tersebut akan hiperinflasi, atau kompresi fisik pada
memperberat kerja jantung dalam paru.7
memompa darah ke paru. Lama-kelamaan Manajemen hipertensi pulmonal
pembuluh darah yang terkena akan termasuk modifikasi gaya hidup, terapi
menjadi kaku dan menebal sehingga konvensional, dan terapi penyakit-spesifik.
tekanan dalam pembuluh darah meningkat Evaluasi dilakukandengan berbagai
dan aliran darah juga terganggu. Proses metode, termasuk penilaian kelas
tersebut akhirnya menyebabkan strain dan fungsional, toleransi latihan,
7
gagal jantung ventrikel kanan. ekokardiografi, dan kateterisasi jantung
Hipertensi pulmonal adalah suatu kanan. Pasien hipertensi pulmonal
keadaan progresif yang ditandai dengan memiliki sirkulasi paru terbatas;
kenaikan Tekanan Arteri Pulmonal (TAP; peningkatan kebutuhan oksigen dapat
mean pulmonary arterial pressure/ memperburuk hipertensi paru dan gagal
mPAP)≥ 25 mmHg saat istirahat atau >30 jantung kanan.Jika terdapat hipoksemia
mmHg yang diukur dengan kateterisasi kronis, diperlukan oksigen tambahan
jantung kanan/ RVC dengan rerata termasuk terapi oksigen rawat jalan untuk
Tekanan Kapiler Pulmonar mempertahankan saturasi oksigen arteri di
(pulmonary-capillary wedge pressure/ atas 90%. Perbaikan klinis pasien dengan
PCWP) atau Tekanan Akhir Diastolik gagal jantung kanan dapat dicapai dengan
Ventrikel Kiri (left ventricular terapi diuretik yang mengurangi preload
end-diastolic pressure/ LVEDP) < 15 ventrikel kanan. Digoksin dapat berguna
mmHg dan Resistensi Vaskular Pulmonar karena bersifat simpatolitik terhadap
(pulmonary vascular resistance) > 3 Wood aktivasi simpatik neurohormonal yang
unit.7 meningkat pada hipertensi pulmonal.
Hipertensi pulmonal berkepanjangan Digoksin paling bermanfaat pada
mempunyai morbiditas dan mortalitas hipertensi pulmonal dengan atrial fibrilasi
lebih tinggi daripada kondisi intermiten atau kronis. 7,8
kausatifnya.Performa ventrikel kanan Terapi antikoagulan pada hipertensi
pasien ACHD yang harus menghadapi arteri pulmonal didasarkan pada adanya
peningkatan afterload ventrikel kanan faktor risiko tromboemboli vena, seperti
harus dipelihara. Faktor pemberat yang gagal jantung, gaya hidup sedentari, dan
harus dihindari berupa hipoksemia, predisposisi trombofilik. Sebagian besar
hiperkapnea, asidosis, ateletaksis, pedoman merekomendasikan antikoagulasi

IndonesianJournal Chest & Critical Care Medicine Vol.4 No.2 April_Juni 2017
warfarin dititrasi dengan rasio normalisasi hipertensi pulmonal terkait PJB,
internasional (INR) dari 1,5-2,5. 7 berdasarkan sifat hemodinamiknya
Obat untuk hipertensi pulmonal didefinisikan sebagai peningkatan
termasuk: calcium channel resistensi vaskuler pulmonal hingga 12
blockers(CCBs), prostanoids, antagonis Woods Units atau hingga rasio resistensi
endotelin, dan inhibitor phosphodiesterase pulmonal-sistemik ≥ 1,0. 9
type 5. Semua agen tersebutmemiliki efek Sindrom Eisenmenger ditemukan
vasodilator paru dan khususCCBs pada 5-10% pasien ACHD, dapat
memiliki sifat antiproliferatif. Golongan ditemukan pada lesi terisolasi tanpa
prostanoid yang dapat obstruksi pada jalur aliran keluar pulmonal
digunakanberupaEpoprostenol dan Iloprost seperti pada ASD dengan diameter > 3 cm.
serta analognya Beraprost. Antagonis Pada ASD, volume pirau dapat sangat
endotelin berupa Bosentan dan besar sehingga menyebabkan dilatasi
Ambrisentan. Inhibitor PDE-5berupa jantung kanan. Jika peningkatan resistensi
Sildenafil dan Tadalafil. 7,8 vaskuler pulmonal terjadi pada dekade ke-
b. Sindrom Eisenmenger 3 atau 4, beban tekanan akan terus
Istilah sindrom Eisenmenger bertambah dan miokardium ventrikel
digunakan untuk mendeskripsi penyakit kanan dapat terdekompensasi. Hal tersebut
vaskuler pulmonal dan sianosis akibat memperburuk sianosis dengan peningkatan
adanya hubungan antara sirkulasi pirau kanan ke kiri akibat peningkatan
pulmonal dan sistemik seperti pada ASD. tekanan pengisian ventrikel kanan. 9
Sindrom Eisenmenger merupakan suatu Keterbatasan aktivitas dan dispneu
kondisi patofisiologis adanya defek dapat stabil selama bertahun-tahun, tetapi
jantung kongenital yang awalnya buruknya kapasitas aktivitas merupakan
menyebabkan pirau dari kiri ke kanan, risiko rawat inap dan kematian. Pada studi
kemudian memicu penyakit vaskuler di Eropa didapatkan rerata usia kematian
pulmonal berat disertai hipertensi pasien sindrom Eisenmenger dan PJB
pulmonal dan akhirnya mengakibatkan simpeladalah 32,5 tahun, sedangkan untuk
aliran arah pirau berbalik sehingga PJB tipe kompleks 25,8 tahun. Pasien
menampilkan kondisi sianosis.9Pada sindrom Eisenmenger berisiko beberapa
kondisi ini, penutupan defek jantung akan kondisi medis seperti dehidrasi, tindakan
lebih berisiko daripada keuntungan yang pembedahan baik kardiak maupun non
diharapkan. Sindrom Eisenmenger kardiak, anestesi umum, anemia, infeksi
merupakan spektrum paling ekstrim dari

IndonesianJournal Chest & Critical Care Medicine Vol.4 No.2 April_Juni 2017
rongga thoraks, ketinggian, administrasi intravena, dan obat vasodilator. 9

Gambar 5. Patofisiologi sindroma Eisenmenger9

Akibat hipoksemia kronik yang Hipoksemia dan polisitemia berkaitan


progresif lambat disertai sianosis sentral, dengan hemostasis abnormal pada pasien
pasien sindrom Eisenmenger dewasa dapat ACHD. Etiologi yang mendasari berupa
menderita berbagai gangguan multisistem trombositopenia, disfungsi platelet,
dan kompleks seperti gangguan koagulasi hipofibrinogenemia, percepatan
(perdarahan dan embolisme paradoksikal), fibrinolisis, dan defisiensi faktor. Pasien
hemoptisis, disfungsi renal, osteoarthropati dapat menampilkan lebam spontan,
hipertrofi, aritmia, gagal jantung, epistaksis, dan hemoptisis. Pemanjangan
cerebrovascular accident, abses otak, waktu perdarahan, waktu trombin, dan
sinkop, penurunan kualitas hidup, dan waktu tromboplastin parsial dapat
kematian prematur.10 ditemukan. Aspirin, NSAID, dan heparin
Polisitemia merupakan respon dapat mengeksaserbasiefek tersebut. 10
adaptif utama terhadap hipoksemia kronik Peningkatan viskositas darah pada
dan dibutuhkan untuk oksigenasi jaringan kondisi sianosis tidak dapat dihindari
adekuat. Massa sel darah merah dapat tiga akibat eritropoesis sekunder. Kebanyakan
kali lipat lebih besar dan volume darah kondisi eritropoiesis kompensata dengan
-1
melebihi 100 ml kg . Sel darah putih Hb stabil tidak membutuhkan intervensi.
umumnya normal dan platelet dapat saja Flebotomi terapeutik biasanya tidak
normal atau lebih sering berkurang. dibutuhkan kecuali kadar Hb lebih dari 20

IndonesianJournal Chest & Critical Care Medicine Vol.4 No.2 April_Juni 2017
g/ dL dan hematokrit lebih dari 65% atau Flebotomi berulang akan mendeplesi
pasien menampilkan simtom ‘sindroma simpanan besi dan menyebabkan defisiensi
hiperviskositas’ yang umumnya berupa besi kronik sehingga harus dikoreksi.
nyeri kepala, konsentrasi berkurang, dan Namun, terapi defisiensi besi pada pasien
fatigue. Simtom ini umumnya dapat dengan ketidakstabilan eritropoiesis akibat
diperbaiki dengan mengeluarkan hipoksemia kronis dengan preparat besi
sedikitnya250 ml darah dan harus disertai oral cukup menantang karena dapat
penggantian volume cairan dekstrosa atau menghasilkan peningkatan cepat dan
salin. Sekali phlebotomi tidak boleh dramatis massa sel darah merah.
melebihi 250-500 ml dan saat yang sama Pemberian satu tablet Sulfat Ferrous (atau
diganti dengan 750-1000 ml dekstrosa atau glukonat) direkomendasikan dengan
saline intravena. Flebotomi terapeutik di disertai evaluasi berupa pemeriksaan kadar
lain pihak dapat menstimulasi sumsum Hb 7-10 hari setelah pemberian dimana
tulang untuk memproduksi sel darah pemberian preparat besi harus dihentikan
merah. Flebotomi direkomendasikan tidak jika ada peningkatan dramatis dari jumlah
5,10
lebih dari 2-3 kali per tahun. sel darah merah.10

Gambar 6. Bagan penanganan hiperviskositas11


Gangguan hemostasis pada Berkurangnya jumlah trombosit dan
hipoksemia kronis yang paling sering abnormalitas fungsi trombosit bersama
terjadi adalah trombositopenia dan defisiensi faktor pembekuan menyebabkan
gangguan agregasi trombosit. kecenderungan perdarahan pada pasien

IndonesianJournal Chest & Critical Care Medicine Vol.4 No.2 April_Juni 2017
dengan hipoksemia kronis. Epistaksis, ASD sekundum 3,26 cm dengan pirau
perdarahan gusi, menoragia, dan kanan ke kiri (sindrom Eisenmenger) dan
perdarahan pulmonal (dengan manifestasi didapatkan kesan hipertensi pulmonal
hemoptisis) sering ditemui. Kondisi berat. Pada pasien juga didapatkan
tersebut menyebabkan penggunaan polisitemia yang mungkin sekunder dari
antikoagulan menjadi kontroversial proses hipoksemia kronis.
dimana kejadian tromboembolik pada Pengobatan untuk menurunkan
sirkulasi pulmonal terjadi kira-kira 20% resistensi pulmonalsecara aktif berupa
pada pasien dengan hipoksemia kronis perbaikan oksigenasi. Hiperventilasi akan
menjadi dasar penggunaan antikoagulan. menginduksi alkalosis respiratorik dan
Meskipun antikoagulan terbukti menimbulkan vasodilatasi pulmoner.
bermanfaat pada pasien hipertensi Selain itu, pemberian oksigen pada
pulmonal idiopatik, tetapi belum ada studi sindroma Eisenmenger saat tidur dapat
prospektif pada populasi sindroma mengurangi polisitemia. Pada pasien ini
Eisenmenger sehingga tidak diberikan analog prostasiklin berupa
5,10
direkomendasikan penggunaannya. Beraprost sebagai agen vasodilator
Pada kasus ini didapatkan anamnesis pulmonal. Tujuan utama penggunaan
dan pemeriksaan fisik yang mengarah pada vasodilator adalah mengurangi resistensi
ACHD asianotik dengan survivalitas alami arteri pulmonalis dan meningkatkan curah
yang mengalami komplikasi hipertensi jantung tanpa menyebabkan hipotensi
pulmonal dan sindroma Eisenmenger. sistemik yang simtomatik. Vasodilator
Batuk darah masif dapat merupakan juga mengurangi overload pada ventrikel
manifestasi klinis hipertensi pulmonal kanan sehingga dapat meningkatkan curah
berat atau akibat gangguan hemostasis jantung ventrikel kanan. Flebotomi
sekunder dari kondisi hipoksemia kronis dilakukan karena pasien menunjukkan
berupa trombositopenia serta gangguan gejala sindroma hiperviskositas.Pemberian
koagulasi. Pasien tampak sianotik dengan tablet besi dan asam folat dimaksudkan
tanda hipoksemia kronis berupa jari tabuh untuk memperbaiki kualitas sel darah
disertai saturasi oksigen keempat merah pada kondisi polisitemia. Pasien
ekstremitas 80% sehingga didapatkan dirujuk ke rumah sakit pusat rujukan untuk
kesan sudah terjadi sindrom Eisenmenger. pemeriksaan dan tata laksana lebih lanjut.
Konfirmasi dengan pemeriksaan Pemeriksaan penunjang berupa kateterisasi
penunjang menunjukkan bahwa pasien jantung diharapkan dapat dilakukan pada
memiliki defek jantung bawaan berupa pasien ini dimana tujuannya adalah untuk

IndonesianJournal Chest & Critical Care Medicine Vol.4 No.2 April_Juni 2017
mengetahui fisiologi vaskuler dan menilai perawatan, kelanjutan perawatan usia
reaktivitas vaskuler pulmonal terhadap dewasa, serta apabila pasien ACHD datang
substansi vasoaktif seperti oksigen, nitric dengan komplikasi dan kondisi kritis.
oxide, dan prostasiklin sehingga dapat Kondisi fisiologis dan patofisiologis
menjadi pertimbangan untuk terapi dengan populasi ACHD cukup sulit dipahami oleh
substansi vasoaktif, intervensi kateter, dan kardiologis tanpa pelatihan khusus terkait
tindakan pembedahan. Kateterisasi juga kardiologi pediatri. Penempatan pasien
dapat membedakan pasien hipertensi populasi ini juga cukup membingungkan
pulmonal ireversibel dengan reversibel. baik pada kondisi rawat inap maupun
rawat jalan. Pelayanan pediatri tidak sesuai
SIMPULAN lagi untuk pelayanan berkelanjutan bagi
Individu dengan penyakit jantung pasien ACHD, tetapi di sisi lain pelayanan
bawaan dapat bertahan hidup dan kardiologi dewasa umumnya belum siap
menjalani kehidupan remaja hingga untuk menangani pasien ACHD.
dewasa baik dengan survivalitas alami, Pelayanan komprehensif spesifik berupa
maupun dengan riwayat terapi ACHDU (Adult Congenital Heart
intervensiyang kini dikenal dengan Grown Diseases Unit) telah dikembangkan di
Up Congenital Heart Disease (GUCH) Eropa dan Amerika Utara.12
dan Adult Congenital Heart Disease Masalah yang dihadapi di Indonesia
(ACHD). Populasi ini memiliki kebutuhan tekait populasi ACHD lebih kompleks dan
medis maupun tindakan bedah khusus rumit. Keterlambatan diagnosis dan terapi
akibat dari sifat alami dan kompleksitas penyakit jantung bawaan baik akibat masih
lesi terutama pada ACHD dengan kurangnya pelayanan kardiologis
survivalitas alami. Hampir seluruh pasien komprehensif di tingkat daerah, belum
ACHD dengan survivalitas alami akan familiarnya tenaga medis terkait populasi
datang ke berbagai tingkat fasilitas ini dan pengetahuan terkait
kesehatan akibat residu, sequele, dan penanganannya, rendahnya pengetahuan
komplikasi dari penyakitnya yang bersifat dan ekonomi pasien, maupun belum
progresif selama kehidupan dewasa dan efektifnya sistem penapisan penyakit
membutuhkan perawatan khusus. jantung bawaan serta belum maksimalnya
Tantangan paling besar adalah sistem rujukan dan rujuk balik,
transisi perawatan dari anak-anak yang menyebabkan ACHD dengan survivalitas
harus dioptimalisasi dan terstruktur dengan alami dapat sering ditemui dalam praktik.
baik untuk menghindari putusnya Adapun pasien yang sukses menjalani

IndonesianJournal Chest & Critical Care Medicine Vol.4 No.2 April_Juni 2017
tindakan intervensi saat masa anak-anak 3. Borghi A, Ciuffreda M, Quattrociocchi M,
Preda L. The grown-up congenital cardiac
memiliki risiko untuk loss to follow up dan patient. J Cardiovasc Med (Hagerstown).
dapat saja datang sebagai pasien ACHD 2007;8(1):78-82.
4. Webb G, Gatzoulis MA. Atrial septal
dengan berbagai komplikasi.Populasi defects in the adult. Circulation.
2006;114:1645-1653.
ACHD utamanya dengan survivalitas 5. Warnes CA, Williams RG, Bashore TM,
alami membutuhkan pengawasan dan Child JS, Conolly HM, Dearani JA, et al..
ACC/AHA 2008 Guidelines for the
evaluasi medis rutin seumur hidup. Management of Adults With Congenital
Heart Disease. Circulation.
Populasi unik ini berhak mendapatkan
2008;118:714-833. Madiyono B, Djer
pelayanan kesehatan yang optimal untuk MM. Tatalaksana penyakit jantung
bawaan. Sari Pediatri. 2000;2(3):155-162.
memecahkan masalah baik secara kuratif, 6. Madiyono B, Djer MM. Tatalaksana
rehabilitatif, maupun paliatif demi penyakit jantung bawaan. Sari Pediatri.
2000;2(3):155-162.
mencapai kualitas hidup yang baik. Pada 7. Galie` N, Hoeper MM, Humbert M, et al.
Guidelines for the diagnosis and treatment
kasus ini dapat dikatakan pasien datang of pulmonary hypertension: The Task
dalam kondisi ‘terlambat’ dengan sudah Force for the diagnosis and treatment of
pulmonary hypertension of the European
terjadinya sindroma Eisenmenger. Namun, Society of Cardiology (ESC) and the
European Respiratory Society (ERS),
optimalisasi terapi paliatif dan edukasi endorsed by the International Society of
diharapkan dapat meningkatkan kualitas Heart and Lung Transplantation (ISHLT).
Eur Heart J 2009; 30: 2493–2537.
hidup pasien. Pengalaman ini dapat 8. Hartawan INB, Winaya IBA. Hipertensi
pulmonal pada anak. Maj. Kedokt. Ind.
menjadi entry point untuk peningkatan 2008;58(3):86-93.
pengetahuan populasi ACHD, pelayanan 9. Kaemmerer H, Mebus S, Schulze-Neick I,
Eicken A, Trindade PT, Hager A,
kardiologi kritis pada pasien ACHD yang Oechslin E, Niwa K, Lang I, Hess J. The
datang dengan komplikasi, dan upaya adult patient with eisenmenger syndrome:
a medical update after dana point part I:
pencegahan berbagai komplikasi utamanya epidemiology, clinical aspects and
diagnostic options. Curr Cardiol Rev.
pada pelayanan kesehatan kardiologi 2010;6(4):343-355.
didaerah. 10. Puspitasari F, Harimurti GM.
Hiperviskositas pada penyakit jantung
bawaan sianotik. J Kardiol Indones.
2010;31:41-47.
DAFTAR PUSTAKA 11. Vongpatanasin W, Brickner ME, Hillis
LD, Lange RA. The Eisenmenger
1. Sommer RJ, Hijazi ZM, Rhodes JF
syndrome in adults. Ann Intern Med.
Jr.Pathophysiology of congenital heart
1998;128:745–755.
disease in the adult: part I: shunt lesions.
12. Ruiz O. Congenital heart disease in adults:
Circulation. 2008;26;117(8):1090-1099.
residua, sequelae, and complications of
2. Hannoush H, Tamim H, Younes H,
cardiac defects repaired at an early age.
Arnaout S, Gharzeddine W, Dakik H.
Rev Esp Cardiol. 2003;56(1):73-88.
Patterns of congenital heart disease in
unoperated adults: a 20-year experience in
a developing country. Clin Cardiol.
2004;27(4):236-240.

IndonesianJournal Chest & Critical Care Medicine Vol.4 No.2 April_Juni 2017

Das könnte Ihnen auch gefallen