Sie sind auf Seite 1von 10

KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN

ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN FRAKTUR


A. PENGERTIAN
Fraktur adalah hilangnya / terputsnya kontinuitas tulang, tulang rawan epifise,
baik yang bersifat total maupun yang partial (Chairuddin Rasjad, 2000).

B. PENGAMBILAN KEPUTUSAN KEPERAWATAN

FRAKTUR

TTV Nyeri

Normal Abnormal Sedang Berat

Lapor dokter Pengukuran


intensitas nyeri

Lapor
Dokumentasi
dokter

Pemberian
obat analgesik
Pertahankan imobilisasi
kaki

ADL (ROM)

Aktifitas Intgritas kulit Eliminasi

adekuat Tidak adekuat adekuat Tidak adekuat adekuat Tidak adekuat

Analisa koping ps Lapor dokter Lapor dokter

Fisioterapi
A. Pengumpulan data
Pengumpulan data adalah mengumpulkan informasi tentang status kesehatan klien yang
menyeluruh
1. Identitas klien
Meliputi nama, umur (batas usia akan mempengaruhi dalam proses tindakan biasanya
terjadi pada usila atau fraktur patologik dan pada anak-anak hiperaktif). jenis kelamin
(wanita insiden lebih tinggi untuk terjadinya osteoporosis karena penurunan kalsium
setelah menopause, sedangkan pada laki- laki rentang karena mobilitas tinggi),
pendidikan (pendidikan masyarakat yang rendah cendrung memilih pemeliharaan
kesehatan secara tradisional dan belum siap menerima pelaksanaan kesehatan secara
modern) alamat, pekerjaan (seseorang dengan pekerjaan yang membutuhkan
keseimbangan dan masalah gerakan seperti tukang, sopir dan pembalap), agama, suku
bangsa, tanggal dan jam MRS, nomor register, diagnosa medis.

2. Keluhan utama
Keluhan utama merupakan keluhan yang membawa klien masuk rumah sakit, Pada
umumnya keluhan utama pada kasus fraktur adalah rasa nyeri. Nyeri tersebut bisa akut
atau kronik tergantung dan lamanya serangan. Untuk memperoleh pengkajian yang
lengkap tentang rasa nyeri klien digunakan:

a Provoking Incident: apakah ada peristiwa yang menjadi yang menjadi faktor
presipitasi nyeri.
b Quality of Pain: seperti apa rasa nyeri yang dirasakan atau digambarkan klien.
Apakah seperti terbakar, berdenyut, atau menusuk.
c Region : radiation, relief: apakah rasa sakit bisa reda, apakah rasa sakit menjalar atau
menyebar, dan dimana rasa sakit terjadi.
d Severity (Scale) of Pain: seberapa jauh rasa nyeri yang dirasakan klien, bisa
berdasarkan skala nyeri atau klien menerangkan seberapa jauh rasa sakit
mempengaruhi kemampuan fungsinya.
e Time: berapa lama nyeri berlangsung, kapan, apakah bertambah buruk pada malam
hari atau siang hari.
3. Riwayat penyakit sekarang
Riwayat penyakit sekarang merupakan proses perjalanan terjadinya penyakit. Pada pasien
fraktur riwayat terjadinya trauma baik langsung ataupun tidak langsung, bagaimana
posisi saat terjadi, keadaan setelah terjadi, hingga di bawa ke rumah sakit. Pengumpulan
data yang dilakukan untuk menentukan sebab dari fraktur, yang nantinya membantu
dalam membuat rencana tindakan terhadap klien. Ini bisa berupa kronologi terjadinya
penyakit tersebut sehingga nantinya bisa ditentukan kekuatan yang terjadi dan bagian
tubuh mana yang terkena. Selain itu, dengan mengetahui mekanisme terjadinya
kecelakaan bisa diketahui luka kecelakaan yang lain.
4. Riwayat penyakit dahulu
Riwayat penyakit dahulu merupakan gambaran masa lalu penyakit yang pernah di derita
pasien yang dapat menjadi penyeebab dari penyakit yang di alaminya saat ini. Pada
pengkajian ini ditemukan kemungkinan penyebab fraktur dan memberi petunjuk berapa
lama tulang tersebut akan menyambung. Penyakit-penyakit tertentu seperti kanker tulang
dan penyakit paget’s yang menyebabkan fraktur patologis yang sering sulit untuk
menyambung. Selain itu, penyakit diabetes dengan luka di kaki sanagt beresiko
terjadinya osteomyelitis akut maupun kronik dan juga diabetes menghambat proses
penyembuhan tulang
5. Genogram
Genogram dapat menunjukan riwayat kesehatan keluarga, adanya faktor keturunan atau
genetik sebagai faktor predispososi penyakit yang di derita klien. Penyakit keluarga yang
berhubungan dengan penyakit tulang merupakan salah satu faktor predisposisi terjadinya
fraktur, seperti diabetes, osteoporosis yang sering terjadi pada beberapa keturunan, dan
kanker tulang yang cenderung diturunkan secara genetik.

6. Pola kegiatan sehari-hari (Gordon)


1) Pola persepsi managmen kesehatan: menjelaskan tentang persepsi atau pandangan
klien mengenai atau tantang penyakit yang di deritannya, kebiasaan merokok atau
minum alkohol sebelumnya. Pada kasus fraktur akan timbul ketidakutan akan
terjadinya kecacatan pada dirinya dan harus menjalani penatalaksanaan kesehatan
untuk membantu penyembuhan tulangnya. Selain itu, pengkajian juga meliputi
kebiasaan hidup klien seperti penggunaan obat steroid yang dapat mengganggu
metabolisme kalsium, pengkonsumsian alkohol yang bisa mengganggu
keseimbangannya dan apakah klien melakukan olahraga atau tidak.
2) Pola nutrisi metabolik : menggambarkan asupan nutrisi elektrolit kondisi rambut,
Kebiasaan makan, frekuensi makan, nafsu makan, makanan pantangan, makanan
yang disukai, banyaknya minum. Dikaji riwayat sebelum dan sesudah masuk RS.
Umumnya pada pasien fraktur pola nutrisi tidak mengalami perubahan, namun ada
beberapa kondisi yang menyebabkan nutrisi berubah, seperti nyeri yang hebat,
dampak hospitalisasi terutama bagi pasien yang merupakan pengalaman pertama
masuk rumah sakit. Pada klien fraktur harus mengkonsumsi nutrisi melebihi
kebutuhan sehari-harinya seperti kalsium, zat besi, protein, vit. C dan lainnya untuk
membantu proses penyembuhan tulang. Evaluasi terhadap pola nutrisi klien bisa
membantu menentukan penyebab masalah muskuloskeletal dan mengantisipasi
komplikasi dari nutrisi yang tidak adekuat terutama kalsium atau protein dan terpapar
sinar matahari yang kurang merupakan faktor predisposisi masalah muskuloskeletal
terutama pada lansia. Selain itu juga obesitas juga menghambat degenerasi dan
mobilitas klien.
3) Pola eliminasi : menggambarkan pola eliminasi klien yang terdiri dari frekuensi,
volume, warna dan bau. Pada pasien fraktur pasien cendrung dapat mengalami
gangguan eliminasi BAB seperti konstipasi dan gangguan eliminasi urine akibat
adanya program eliminasi di lakukan di tempat tidur
4) Pola Kognitif Perseptual : menggambarkan pola kemampuan klien untuk proses
berpikir, menggambarkan pola penglihatan, pendengaran, pengecapan, dan persepsi
nyeri. Pada klien fraktur daya rabanya berkurang terutama pada bagian distal fraktur,
sedang pada indera yang lain tidak timbul gangguan. begitu juga pada kognitifnya
tidak mengalami gangguan. Selain itu juga, timbul rasa nyeri akibat fraktur.
Persepsi kongnitif:
X0 = tidak mengenal orang
X1= mengenal orang
X2 = mengenal orang dan waktu
X3 = mengenal orang, tempat dan waktu
5) Pola aktivitas dan latihan : menggambarkan kemampuan beraktivitas sehari-hari,
fungsi pernapasan, fungsi sirkulasi. Pada pasien fraktur tibia pada umumnya tidak
dapat melakukan aktifitas sebagaimana biasanya, yang hampir seluruh aktifitas di
lakukan di tempat tidur. Hal ini di lakukan karena adanya perubahan fungsi anggota
gerak serta program imobilisasi, untuk melakukan aktifitasnya pasien harus di bantu
oleh orang lain, namun untuk aktifitas yang sifatnya ringan pasien masih dapat
melakukannya sendiri
Skala ketergantungan :
1. Pasien mendiri
2. Pasien bergantung
3. Pasien bergantung pada alat
4. Pasien total care

Aktivitas menggunakan tonus otot:


1. Tidak ada kontraksi
2. Ada kontraksi tapi tidak ada pergerakan sendi
3. Ada pergerakan sendi tapi tidak bisa menahan gaya grafitasi
4. Dapat menahan grafitasi sedang
5. Dapat menahan sekuat-kuatnya gaya grafitasi
6) Pola tidur dan istirahat : menggambarkan penggunaan waktu istirahat atau waktu
senggang. Semua klien fraktur timbul rasa nyeri, keterbatasan gerak, sehingga hal ini
dapat mengganggu pola dan kebutuhan tidur klien. Selain itu juga, pengkajian
dilaksanakan pada lamanya tidur, suasana lingkungan, kebiasaan tidur, dan kesulitan
tidur serta penggunaan obat tidur (Doengos. Marilynn E, 2002).
7) Pola Persepsi/Konsep Diri : Menggambarkan citra diri, identitas diri, harga diri dan
ideal diri. Dampak yang timbul pada klien fraktur yaitu timbul ketidakutan akan
kecacatan akibat frakturnya, rasa cemas, rasa ketidakmampuan untuk melakukan
aktivitas secara optimal, dan pandangan terhadap dirinya yang salah (gangguan body
image).
8) Pola Peran Hubungan : Menggambarkan tentang hubungan klien dengan lingkungan
di sekitar. Pada pasien fraktur terjadi kesulitan menentukan kondisi (tidak mampu
bekerja, mempertahankan fungsi peran). Klien akan kehilangan peran dalam keluarga
dan dalam masyarakat. Karena klien harus menjalani rawat inap.
9) Pola Koping Toleransi : Menggambarkan kemampuan koping pasien terhadap
masalah yang di alami dan dapat menimbulkan ansietas. Pada klien fraktur timbul
rasa cemas tentang keadaan dirinya, yaitu ketidakutan timbul kecacatan pada diri dan
fungsi tubuhnya. Mekanisme koping yang ditempuh klien bisa tidak efektif.
10) Pola Seksual/Reproduksi : menggambarkan tentang seksual klien. Dampak pada klien
fraktur yaitu, klien tidak bisa melakukan hubungan seksual karena harus menjalani
rawat inap dan keterbatasan gerak serta rasa nyeri yang dialami klien. Selain itu juga,
perlu dikaji status perkawinannya termasuk jumlah anak, lama perkawinannya.
11) Pola Nilai Kepercayaan : menggambarkan sejauh mana keyakinan pasien terhadap
kepercayaan yang di anut dan menjalankannya. Untuk klien fraktur tidak dapat
melaksanakan kebutuhan beribadah dengan baik terutama frekuensi dan konsentrasi.
Hal ini bisa disebabkan karena nyeri dan keterbatasan gerak klien
7. Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan Dibagi menjadi dua, yaitu pemeriksaan umum (status generalisata) untuk
mendapatkan gambaran umum dan pemeriksaan setempat (lokalis). Hal ini perlu untuk
dapat melaksanakan total care karena ada kecenderungan dimana spesialisasi hanya
memperlihatkan daerah yang lebih sempit tetapi lebih mendalam.
a) Gambaran Umum
Perlu menyebutkan:
 Keadaan umum: baik atau buruknya yang dicatat adalah tanda-tanda, seperti:
 Kesadaran penderita: apatis, sopor, koma, gelisah, komposmentis tergantung
pada keadaan klien.
 Kesakitan, keadaan penyakit: akut, kronik, ringan, sedang, berat dan pada
kasus fraktur biasanya akut.
 Tanda-tanda vital tidak normal karena ada gangguan baik fungsi maupun
bentuk.
 Secara sistemik dari kepala sampai kelamin
 Sistem Integumen : Terdapat erytema, suhu sekitar daerah trauma meningkat,
bengkak, oedema, nyeri tekan.
 Kepala : Tidak ada gangguan yaitu, normo cephalik, simetris, tidak ada
penonjolan, tidak ada nyeri kepala.
 Leher : Tidak ada gangguan yaitu simetris, tidak ada penonjolan, reflek
menelan ada.
 Muka : Wajah terlihat menahan sakit, lain-lain tidak ada perubahan fungsi
maupun bentuk. Tak ada lesi, simetris, tak oedema.
 Mata : Tidak ada gangguan seperti konjungtiva tidak anemis (karena tidak
terjadi perdarahan)
 Telinga : Tes bisik atau weber masih dalam keadaan normal. Tidak ada lesi
atau nyeri tekan.
 Hidung : Tidak ada deformitas, tak ada pernafasan cuping hidung.
 Mulut dan Faring : Tak ada pembesaran tonsil, gusi tidak terjadi perdarahan,
mukosa mulut tidak pucat.
 Thoraks : Tak ada pergerakan otot intercostae, gerakan dada simetris.
 Paru
- Inspeksi : Pernafasan meningkat, reguler atau tidaknya tergantung pada
riwayat penyakit klien yang berhubungan dengan paru.
- Palpasi : Pergerakan sama atau simetris, fermitus raba sama.
- Perkusi : Suara ketok sonor, tak ada erdup atau suara tambahan lainnya.
- Auskultasi : Suara nafas normal, tak ada wheezing, atau suara tambahan
lainnya seperti stridor dan ronchi.
 Jantung
- Inspeksi : Tidak tampak iktus jantung.
- Palpasi : Nadi meningkat, iktus tidak teraba.
- Auskultasi : Suara S1 dan S2 tunggal, tak ada mur-mur.
 Abdomen
- Inspeksi ; Bentuk datar, simetris, tidak ada hernia.
- Palpasi : Tugor baik, tidak ada defands muskuler, hepar tidak teraba.
- Perkusi : Suara thympani, ada pantulan gelombang cairan.
- Auskultasi : Peristaltik usus normal  20 kali/menit.
 Inguinal-Genetalia-Anus : Tak ada hernia, tak ada pembesaran lymphe, tak
ada kesulitan BAB.

b) Keadaan Lokal : Harus diperhitungkan keadaan proksimal serta bagian distal


terutama mengenai status neurovaskuler (untuk status neurovaskuler  5 P yaitu
Pain, Palor, Parestesia, Pulse, Pergerakan). Pemeriksaan pada sistem muskuloskeletal
adalah:
 Look (inspeksi)
Perhatikan apa yang dapat dilihat antara lain:
 Cicatriks (jaringan parut baik yang alami maupun buatan seperti bekas
operasi).
 Cape au lait spot (birth mark).
 Fistulae.
 Warna kemerahan atau kebiruan (livide) atau hyperpigmentasi.
 Benjolan, pembengkakan, atau cekungan dengan hal-hal yang tidak biasa
(abnormal).
 Posisi dan bentuk dari ekstrimitas (deformitas)
 Posisi jalan (gait, waktu masuk ke kamar periksa)
 Feel (palpasi)
Pada waktu akan palpasi, terlebih dahulu posisi penderita diperbaiki mulai dari
posisi netral (posisi anatomi). Pada dasarnya ini merupakan pemeriksaan yang
memberikan informasi dua arah, baik pemeriksa maupun klien.
Yang perlu dicatat adalah:
 Perubahan suhu disekitar trauma (hangat) dan kelembaban kulit. Capillary
refill time  Normal 3 – 5 “
 Apabila ada pembengkakan, apakah terdapat fluktuasi atau oedema terutama
disekitar persendian.
 Nyeri tekan (tenderness), krepitasi, catat letak kelainan (1/3 proksimal,
tengah, atau distal).
Otot: tonus pada waktu relaksasi atau konttraksi, benjolan yang terdapat di
permukaan atau melekat pada tulang. Selain itu juga diperiksa status
neurovaskuler. Apabila ada benjolan, maka sifat benjolan perlu dideskripsikan
permukaannya, konsistensinya, pergerakan terhadap dasar atau permukaannya,
nyeri atau tidak, dan ukurannya.
 Move (pergerakan terutama lingkup gerak)
Setelah melakukan pemeriksaan feel, kemudian diteruskan dengan menggerakan
ekstrimitas dan dicatat apakah terdapat keluhan nyeri pada pergerakan. Pencatatan
lingkup gerak ini perlu, agar dapat mengevaluasi keadaan sebelum dan
sesudahnya. Gerakan sendi dicatat dengan ukuran derajat, dari tiap arah
pergerakan mulai dari titik 0 (posisi netral) atau dalam ukuran metrik.
Pemeriksaan ini menentukan apakah ada gangguan gerak (mobilitas) atau tidak.
Pergerakan yang dilihat adalah gerakan aktif dan pasif.
h Pemeriksaan penunjang
1) Pemeriksaan Radiologi
Sebagai penunjang, pemeriksaan yang penting adalah “pencitraan” menggunakan sinar
rontgen (x-ray). Untuk mendapatkan gambaran 3 dimensi keadaan dan kedudukan
tulang yang sulit, maka diperlukan 2 proyeksi yaitu AP atau PA dan lateral. Dalam
keadaan tertentu diperlukan proyeksi tambahan (khusus) ada indikasi untuk
memperlihatkan pathologi yang dicari karena adanya superposisi. Perlu disadari
bahwa permintaan x-ray harus atas dasar indikasi kegunaan pemeriksaan penunjang
dan hasilnya dibaca sesuai dengan permintaan. Hal yang harus dibaca pada x-ray:
 Bayangan jaringan lunak.
 Tipis tebalnya korteks sebagai akibat reaksi periosteum atau biomekanik atau juga
rotasi.
 Trobukulasi ada tidaknya rare fraction.
 Sela sendi serta bentuknya arsitektur sendi.
Selain foto polos x-ray (plane x-ray) mungkin perlu tehnik khususnya seperti:
 Tomografi: menggambarkan tidak satu struktur saja tapi struktur yang lain
tertutup yang sulit divisualisasi. Pada kasus ini ditemukan kerusakan struktur
yang kompleks dimana tidak pada satu struktur saja tapi pada struktur lain juga
mengalaminya.
 Myelografi: menggambarkan cabang-cabang saraf spinal dan pembuluh darah di
ruang tulang vertebrae yang mengalami kerusakan akibat trauma.
 Arthrografi: menggambarkan jaringan-jaringan ikat yang rusak karena ruda paksa.
 Computed Tomografi-Scanning: menggambarkan potongan secara transversal
dari tulang dimana didapatkan suatu struktur tulang yang rusak.
2) Pemeriksaan Laboratorium
 Kalsium Serum dan Fosfor Serum meningkat pada tahap penyembuhan tulang.
 Alkalin Fosfat meningkat pada kerusakan tulang dan menunjukkan kegiatan
osteoblastik dalam membentuk tulang.
 Enzim otot seperti Kreatinin Kinase, Laktat Dehidrogenase (LDH-5), Aspartat
Amino Transferase (AST), Aldolase yang meningkat pada tahap penyembuhan
tulang.
3) Pemeriksaan lain-lain
 Pemeriksaan mikroorganisme kultur dan test sensitivitas: didapatkan
mikroorganisme penyebab infeksi.
 Biopsi tulang dan otot: pada intinya pemeriksaan ini sama dengan pemeriksaan
diatas tapi lebih dindikasikan bila terjadi infeksi.
 Elektromyografi: terdapat kerusakan konduksi saraf yang diakibatkan fraktur.
 Arthroscopy: didapatkan jaringan ikat yang rusak atau sobek karena trauma yang
berlebihan.
 Indium Imaging: pada pemeriksaan ini didapatkan adanya infeksi pada tulang.
MRI: menggambarkan semua kerusakan akibat fraktur

Das könnte Ihnen auch gefallen