Sie sind auf Seite 1von 21

LAPORAN PENDAHULUAN

CHRONIC KIDNEY DISEASE (CKD) DENGAN TERAPI HEMODIALISA


KOMPLIKASI MUAL MUNTAH

DI RUANG HEMODIALISA

RSUD DR. SAIFUL ANWAR MALANG

Disusun Oleh:

SITI MASRUROH

176410043

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI NERS

SEKOLAH TINGI ILMU KESEHATAN

INSAN CENDEKIA MEDIKA

JOMBANG

2018
LEMBAR PENGESAHAN

Laporan Pendahuluan dan Asuhan Keperawatan Medikal Bedah dengan masalah


Chronic Kidney Disease (CKD) dengan Terapi Hemodialisa Komplikasi Mual Muntah di Ruang
Hemodialisa RSUD Dr. Saiful Anwar Malang telah disetujui dan diterima untuk memenuhi
tugas praktik Keperawatan Medikal Bedah Program Studi Pendidikan Profesi Ners Sekolah Tinggi
Ilmu Kesehatan Insan Cendekia Medika Jombang di Ruang Hemodialisa pada:

Hari :
Tanggal : 2018

Mahasiswa

( Siti Masruroh )

Mengetahui,
Pembimbing Akademik Pembimbing Lahan

Kepala Ruangan
Cronic Kidney Disease (CKD)

A. Pengertian
Gagal ginjal kronik atau penyakit renal tahap akhir (ESRD) merupakan gangguan fungsi
renal yang progresif dan irreversible dimana kemampuan tubuh gagal untuk mempertahankan
metabolisme dan keseimbangan cairan dan elektrolit, menyebabkan uremia (retensi urea dan
sampah nitrogen lain dalam darah) (Brunner & Suddarth, 2001).
Gagal Ginjal Kronik (GGK) adalah penurunan fungsi ginjal yang bersifat persisten dan
irreversible. Sedangkan gangguan fungsi ginjal yaitu penurunan laju filtrasi glomerulus yang
dapat digolongkan dalam kategori ringan, sedang dan berat (Mansjoer, 2007).
CRF (Chronic Renal Failure) merupakan gangguan fungsi ginjal yang progresif dan
irreversible, yang menyebabkan kemampuan tubuh gagal untuk mempetahankan
metabolisme dan keseimbangan cairan maupun elektrolit, sehingga timbul gejala uremia
yaitu retensi urea dan sampah nitrogen lain dalam darah (Smeltzer, 2001).

B. Klasifikasi CKD
Sesuai dengan topik yang saya tulis didepan Cronic Kidney Disease (CKD). Pada
dasarnya pengelolaan tidak jauh beda dengan cronoic renal failure (CRF), namun pada
terminologi akhir CKD lebih baik dalam rangka untuk membatasi kelainan klien pada kasus
secara dini, kerena dengan CKD dibagi 5 grade, dengan harapan klien datang/ merasa masih
dalam stage-stage awal yaitu 1 dan 2. secara konsep CKD, untuk menentukan derajat (stage)
menggunakan terminology CCT (clearance creatinin test) dengan rumus stage 1 sampai stage
5. sedangkan CRF (cronic renal failure) hanya 3 stage. Secara umum ditentukan klien datang
dengan derajat 2 dan 3 atau datang dengan terminal stage bila menggunakan istilah CRF.
1. Gagal ginjal kronik / Cronoic Renal Failure (CRF) dibagi 3 stadium :
a. Stadium I : Penurunan cadangan ginjal
 Kreatinin serum dan kadar BUN normal
 Asimptomatik
 Tes beban kerja pada ginjal: pemekatan kemih, tes GFR
b. Stadium II : Insufisiensi ginjal
 Kadar BUN meningkat (tergantung pada kadar protein dalam diet)
 Kadar kreatinin serum meningkat
 Nokturia dan poliuri (karena kegagalan pemekatan)
Ada 3 derajat insufisiensi ginjal :
1) Ringan (40% - 80% fungsi ginjal dalam keadaan normal)
2) Sedang (15% - 40% fungsi ginjal normal)
3) Kondisi berat (2% - 20% fungsi ginjal normal)
c. Stadium III: gagal ginjal stadium akhir atau uremia
 kadar ureum dan kreatinin sangat meningkat
 ginjal sudah tidak dapat menjaga homeostasis cairan dan elektrolit
 air kemih/ urin isoosmotis dengan plasma, dengan BJ 1,010.
2. Klasifikasi gagal ginjal kronis berdasarkan derajat (stage) LFG (Laju Filtration
Glomerulus) dimana nilai normalnya adalah 125 ml/min/1,73m2 dengan rumus Kockroft
– Gault sebagai berikut :

Derajat Penjelasan LFG (ml/mn/1.73m2)

1 Kerusakan ginjal dengan LFG normal atau ↑ ≥ 90

2 Kerusakan ginjal dengan LFG ↓ atau ringan 60-89


3 Kerusakan ginjal dengan LFG ↓ atau sedang 30-59

4 Kerusakan ginjal dengan LFG ↓ atau berat 15-29

5 Gagal ginjal < 15 atau dialisis

Sumber : Sudoyo,2006 Buku Ajar Ilmu penyakit Dalam. Jakarta : FKUI

C. Etiologi
Gagal ginjal kronik terjadi setelah berbagai macam penyakit yang merusak nefron ginjal.
Sebagian besar merupakan penyakit parenkim ginjal difus dan bilateral.
1. Infeksi, misalnya Pielonefritis kronik.
2. Penyakit peradangan, misalnya Glomerulonefritis.
3. Penyakit vaskuler hipertensif, misalnya Nefrosklerosis benigna, nefrosklerosis maligna,
stenosis arteri renalis.
4. Gangguan jaringan penyambung, seperti lupus eritematosus sistemik (SLE), poli arteritis
nodosa, sklerosis sistemik progresif.
5. Gangguan kongenital dan herediter, misalnya Penyakit ginjal polikistik, asidosis tubuler
ginjal.
6. Penyakit metabolik, seperti DM, gout, hiperparatiroidisme, amiloidosis.
7. Nefropati toksik, misalnya Penyalahgunaan analgetik, nefropati timbale.
8. Nefropati obstruktif
a. Sal. Kemih bagian atas: Kalkuli neoplasma, fibrosis, netroperitoneal.
b. Sal. Kemih bagian bawah: Hipertrofi prostate, striktur uretra, anomali congenital pada
leher kandung kemih dan uretra.

D. Patofisiologi
Pada waktu terjadi kegagalan ginjal sebagian nefron (termasuk glomerulus dan tubulus)
diduga utuh sedangkan yang lain rusak (hipotesa nefron utuh). Nefron-nefron yang utuh
hipertrofi dan memproduksi volume filtrasi yang meningkat disertai reabsorpsi walaupun
dalam keadaan penurunan GFR / daya saring. Metode adaptif ini memungkinkan ginjal untuk
berfungsi sampai ¾ dari nefron–nefron rusak. Beban bahan yang harus dilarut menjadi lebih
besar daripada yang bisa direabsorpsi berakibat diuresis osmotik disertai poliuri dan haus.
Selanjutnya karena jumlah nefron yang rusak bertambah banyak oliguri timbul disertai
retensi produk sisa. Titik dimana timbulnya gejala-gejala pada pasien menjadi lebih jelas dan
muncul gejala-gejala khas kegagalan ginjal bila kira-kira fungsi ginjal telah hilang 80% -
90%. Pada tingkat ini fungsi renal yang demikian nilai kreatinin clearance turun sampai 15
ml/menit atau lebih rendah itu.
Fungsi renal menurun, produk akhir metabolisme protein (yang normalnya diekskresikan
ke dalam urin) tertimbun dalam darah. Terjadi uremia dan mempengaruhi setiap sistem
tubuh. Semakin banyak timbunan produk sampah, akan semakin berat.
1. Gangguan Klirens Ginjal
Banyak masalah muncul pada gagal ginjal sebagai akibat dari penurunan jumlah
glomeruli yang berfungsi, yang menyebabkan penurunan klirens substansi darah yang
sebenarnya dibersihkan oleh ginjal.
Penurunan laju filtrasi glomerulus (GFR) dapat dideteksi dengan mendapatkan urin 24-
jam untuk pemeriksaan klirens kreatinin. Menurut filtrasi glomerulus (akibat tidak
berfungsinya glomeruli) klirens kreatinin akan menurunkan dan kadar kreatinin akan
meningkat. Selain itu, kadar nitrogen urea darah (BUN) biasanya meningkat. Kreatinin
serum merupakan indicator yang paling sensitif dari fungsi karena substansi ini
diproduksi secara konstan oleh tubuh. BUN tidak hanya dipengaruhi oleh penyakit renal,
tetapi juga oleh masukan protein dalam diet, katabolisme (jaringan dan luka RBC), dan
medikasi seperti steroid.
2. Retensi Cairan dan Ureum
Ginjal juga tidakmampu untuk mengkonsentrasi atau mengencerkan urin secara
normal pada penyakit ginjal tahap akhir, respon ginjal yang sesuai terhadap perubahan
masukan cairan dan elektrolit sehari-hari, tidak terjadi. Pasien sering menahan natrium
dan cairan, meningkatkan resiko terjadinya edema, gagal jantung kongestif, dan
hipertensi. Hipertensi juga dapat terjadi akibat aktivasi aksis rennin angiotensin dan kerja
sama keduanya meningkatkan sekresi aldosteron. Pasien lain mempunyai kecenderungan
untuk kwehilangan garam, mencetuskan resiko hipotensi dan hipovolemia. Episode
muntah dan diare menyebabkan penipisan air dan natrium, yang semakin memperburuk
status uremik.
3. Asidosis
Dengan semakin berkembangnya penyakit renal, terjadi asidosis metabolic seiring
dengan ketidakmampuan ginjal mengekskresikan muatan asam (H+) yang berlebihan.
Penurunan sekresi asam terutama akibat ketidakmampuan tubulus gjnjal untuk
menyekresi ammonia (NH3‾) dan mengabsopsi natrium bikarbonat (HCO3) . penurunan
ekskresi fosfat dan asam organic lain juga terjadi
4. Anemia
Sebagai akibat dari produksi eritropoetin yang tidak adekuat, memendeknya usia
sel darah merah, defisiensi nutrisi dan kecenderungan untuk mengalami perdarahan
akibat status uremik pasien, terutama dari saluran gastrointestinal. Pada gagal ginjal,
produksi eritropoetin menurun dan anemia berat terjadi, disertai keletihan, angina dan
sesak napas.
5. Ketidakseimbangan Kalsium dan Fosfat
Abnormalitas yang utama pada gagal ginjal kronis adalah gangguan metabolisme
kalsium dan fosfat. Kadar serum kalsium dan fosfat tubuh memiliki hubungan saling
timbal balik, jika salah satunya meningkat, maka yang satu menurun. Dengan
menurunnya filtrasi melalui glomerulus ginjal, terdapat peningkatan kadar serum fosfat
dan sebaliknya penurunan kadar serum kalsium. Penurunan kadar kalsium serum
menyebabkan sekresi parathormon dari kelenjar paratiroid. Namun, pada gagal ginjal
tubuh tak berespon secara normal terhadap peningkatan sekresi parathormon dan
mengakibatkan perubahan pada tulang dan pebyakit tulang. Selain itu juga metabolit aktif
vitamin D (1,25-dehidrokolekalsiferol) yang secara normal dibuat di ginjal menurun.
6. Penyakit Tulang Uremik
Disebut Osteodistrofi renal, terjadi dari perubahan kompleks kalsium, fosfat dan
keseimbangan parathormon.
E. Pathway
F. Manifestasi Klinik
1. Kelainan hemopoesis, dimanifestasikan dengan anemia
a. Retensi toksik uremia → hemolisis sel eritrosit, ulserasi mukosa sal.cerna, gangguan
pembekuan, masa hidup eritrosit memendek, bilirubuin serum meningkat/normal, uji
comb’s negative dan jumlah retikulosit normal.
b. Defisiensi hormone eritropoetin
Ginjal sumber ESF (Eritropoetic Stimulating Factor) → def. H eritropoetin →
Depresi sumsum tulang → sumsum tulang tidak mampu bereaksi terhadap proses
hemolisis/perdarahan → anemia normokrom normositer.
2. Kelainan Saluran cerna
a. Mual, muntah, hicthcup
dikompensasi oleh flora normal usus → ammonia (NH3) → iritasi/rangsang mukosa
lambung dan usus.
b. Stomatitis uremia
Mukosa kering, lesi ulserasi luas, karena sekresi cairan saliva banyak mengandung
urea dan kurang menjaga kebersihan mulut.
c. Pankreatitis
Berhubungan dengan gangguan ekskresi enzim amylase.
3. Kelainan mata
4. Kardiovaskuler :
a. Hipertensi
b. Pitting edema
c. Edema periorbital
d. Pembesaran vena leher
e. Friction Rub Pericardial
5. Kelainan kulit
a. Gatal
Terutama pada klien dgn dialisis rutin karena:
 Toksik uremia yang kurang terdialisis
 Peningkatan kadar kalium phosphor
 Alergi bahan-bahan dalam proses HD
b. Kering bersisik
Karena ureum meningkat menimbulkan penimbunan kristal urea di bawah kulit.
c. Kulit mudah memar
d. Kulit kering dan bersisik
e. rambut tipis dan kasar
6. Neuropsikiatri
7. Kelainan selaput serosa
8. Neurologi :
 Kelemahan dan keletihan
 Konfusi
 Disorientasi
 Kejang
 Kelemahan pada tungkai
 rasa panas pada telapak kaki
 Perubahan Perilaku
9. Kardiomegali.
Tanpa memandang penyebabnya terdapat rangkaian perubahan fungsi ginjal yang
serupa yang disebabkan oleh desstruksi nefron progresif. Rangkaian perubahan tersebut
biasanya menimbulkan efek berikut pada pasien : bila GFR menurun 5-10% dari keadaan
normal dan terus mendekati nol, maka pasien menderita apa yang disebut Sindrom
Uremik
Terdapat dua kelompok gejala klinis :
a. Gangguan fungsi pengaturan dan ekskresi; kelainan volume cairan dan elektrolit,
ketidakseimbangan asam basa, retensi metabolit nitrogen dan metabolit lainnya, serta
anemia akibat defisiensi sekresi ginjal.
b. Gangguan kelainan CV, neuromuscular, saluran cerna dan kelainan lainnya

G. Komplikasi
1. Hiperkalemia Akibat Penurunana Ekskresi, Asidosis Metabolic, Katabolisme Dan
Masukan Diet Berlebih.
2. Perikarditis, Efusi Pericardial, Dan Tamponade Jantung Akibat Retensi Produk Sampah
Uremik Dan Dialysis Yang Tidak Adekuat
3. Hipertensi Akibat Retensi Cairan Dan Natrium Serta Malfungsi System Rennin-
Angiotensin-Aldosteron
4. Anemia Akibat Penurunan Eritropoetin, Penurunan Rentang Usia Sel Darah Merah,
Perdarahan Gastrointestinal Akibat Iritasi Toksin Dan Kehilangan Drah Selama
Hemodialisa
5. Penyakit Tulang Serta Kalsifikasi Metastatik Akibat Retensi Fosfat, Kadar Kalsium
Serum Yang Rendah Dan Metabolisme Vitamin D Abnormal.
6. Asidosis Metabolic
7. Osteodistropi Ginjal
8. Sepsis
9. Neuropati Perifer
10. Hiperuremia

H. Pemeriksaan Penunjang
1. Laboratorium
a. Pemeriksaan penurunan fungsi ginjal
 Ureum kreatinin.
 Asam urat serum.
b. Identifikasi etiologi gagal ginjal
 Analisis urin rutin
 Mikrobiologi urin
 Kimia darah
 Elektrolit
 Imunodiagnosis
c. Identifikasi perjalanan penyakit
 Progresifitas penurunan fungsi ginjal
 Ureum kreatinin, Clearens Creatinin Test (CCT)
 GFR/LFG dapat dihitung dengan formula Cockcroft-Gault :
Laki-laki :

Wanita : 0.85 x CCT

Perhitungan terbaik LFG adalah dengan menentukan kebersihan kreatinin yaitu :

Nilai normal :
Laki-laki : 97 - 137 mL/menit/1,73 m3 atau
0,93 - 1,32 mL/detik/m2
Wanita : 88-128 mL/menit/1,73 m3 atau
0,85 - 1,23 mL/detik/m2
 Elektrolit : Na+, K+, HCO3-, Ca2+, PO42-, Mg+
 Endokrin : PTH dan T3,T4
 Pemeriksaan lain : berdasarkan indikasi terutama faktor pemburuk ginjal,
misalnya: infark miokard.
2. Diagnostik
a. Etiologi CKD dan terminal
 Foto polos abdomen.
 USG.
 Nefrotogram.
 Pielografi retrograde.
 Pielografi antegrade.
 Mictuating Cysto Urography (MCU).
b. Diagnosis pemburuk fungsi ginjal
 RetRogram
 USG.

I. Terapi CKD
1. CAPD (Continues Ambulatory Peritoneum Dialysis)
Metode pencucian darah dengan mengunakan peritoneum (selaput yang melapisi
perut dan pembungkus organ perut). Selaput ini memiliki area permukaan yang luas dan
kaya akan pembuluh darah. Zat-zat dari darah dapat dengan mudah tersaring melalui
peritoneum ke dalam rongga perut. Cairan dimasukkan melalui sebuah selang kecil yang
menembus dinding perut ke dalam rongga perut. Cairan harus dibiarkan selama waktu
tertentu sehingga limbah metabolic dari aliran darah secara perlahan masuk ke dalam
cairan tersebut, kemudian cairan dikeluarkan, dibuang, dan diganti dengan cairan yang
baru.

Gambar 2
Konsep CAPD
Indikasi medik CAPD, yaitu pasien anak-anak dan orang tua (umur lebih dari 65
tahun), pasien-pasien yang telah menderita penyakit sistem kardiovaskular, pasien-pasien
yang cenderung akan mengalami perdarahan bila dilakukan hemodialisis, kesulitan
pembuatan AV shunting, pasien dengan stroke, pasien GGT (gagal ginjal terminal)
dengan residual urin masih cukup, dan pasien nefropati diabetik disertai co-morbidity dan
co-mortality. Indikasi nonmedik, yaitu keinginan pasien sendiri, tingkat intelektual tinggi
untuk melakukan sendiri (mandiri), dan di daerah yang jauh dari pusat ginjal (Sukandar,
2006).
Gambar 3
Konsep AV Shunt
Efek Samping :
a. Sekali-kali perut terasa kembung, gatal-gatal, pegal linu atau kurang tidur. Bisa juga
mual-mual sampai muntah, karena hiper kalemia.
b. Jika mengalami hiper kalemia, atau sesak napas akibat terlalu banyak minum, kita
bisa mengatasinya dengan mempercepat waktu periode refil sehingga refill bisa
dilakukan sampai dengan 5 kali. Agar kalium yang berlebih cepat terbuang.

2. Cangkok Ginjal

Gambar 4
Konsep Transplantasi Ginjal
Transplantasi ginjal merupakan terapi pengganti ginjal (anatomi dan faal).
Pertimbangan program transplantasi ginjal, yaitu :
a. Cangkok ginjal (kidney transplant) dapat mengambil alih seluruh (100%) faal ginjal,
sedangkan hemodialisis hanya mengambil alih 70-80% faal ginjal alamiah
b. Kualitas hidup normal kembali
c. Masa hidup (survival rate) lebih lama
d. Komplikasi (biasanya dapat diantisipasi) terutama berhubungan dengan obat
imunosupresif untuk mencegah reaksi penolakan
e. Biaya lebih murah dan dapat dibatasi
3. Hemodialisa
a. Pengertian
Dialisis merupakan suatu proses yang digunakan untuk mengeluarkan cairan dan
produk limbah dari dalam tubuh ketika ginjal tidak mampu melaksanakan fungsi
tersebut.
Pada dialisis, molekul solut berdifusi lewat membran semipermeabel dengan cara
mengalir dari sisi cairan yang lebih pekat (konsentrasi solut lebih tinggi) ke cairan
yang lebih encer (konsentrasi solut lebih rendah). Cairan mengalir lewat membran
semipermeabel dengan cara osmosis atau ultrafiltrasi (aplikasi tekakan eksternal pada
membran).
Membran semipermeabel adalah lembar tipis, berpori-pori terbuat dari selulosa
atau bahan sintetik. Ukuran pori-pori membran memungkinkan difusi zat dengan
berat molekul rendah seperti urea, kreatinin, dan asam urat berdifusi. Molekul air juga
sangat kecil dan bergerak bebas melalui membran, tetapi kebanyakan protein plasma,
bakteri, dan sel-sel darah terlalu besar untuk melewati pori-pori membran. Perbedaan
konsentrasi zat pada dua kompartemen disebut gradien konsentrasi.

Gambar 1
Konsep hemodialisa
Sehelai membran sintetik yang semipermeabel menggantikan glomerolus serta
tubulus renal dan bekerja sebagai filter bagi ginjal yang terganggu fungsinya.
Sistem ginjal buatan :
1) Membuang produk metabolisme protein seperti urea, kreatinin, dan asam urat.
2) Membuang kelebihan air dengan mempengaruhi tekanan banding antara darah
dan bagian cairan, biasanya terdiri atas tekanan positif dalam arus darah dan
tekanan negatif (penghisap) dalam kompartemen dialisat (proses ultrafiltrasi).
3) Mempertahankan dan mengembalikan system buffer tubuh.
4) Mempertahankan atau mengembalikan kadar elektrolit tubuh.
b. Prinsip Hemodialisa
Prinsip mayor/proses hemodialisa
1) Akses Vaskuler
Seluruh dialysis membutuhkan akses ke sirkulasi darah pasien. Kronik
biasanya memiliki akses permanent seperti fistula atau graf sementara. Akut
memiliki akses temporer seperti vascoth.
2) Membran semi permeable
Hal ini ditetapkan dengan dialyser actual dibutuhkan untuk mengadakan
kontak diantara darah dan dialisat sehingga dialysis dapat terjadi.
3) Difusi
Dalam dialisat yang konvesional, prinsip mayor yang menyebabkan
pemindahan zat terlarut adalah difusi substansi. Berpindah dari area yang
konsentrasi tinggi ke area dengan konsentrasi rendah. Gradien konsentrasi tercipta
antara darah dan dialisat yang menyebabkan pemindahan zat pelarut yang
diinginkan. Mencegah kehilangan zat yang dibutuhkan.
4) Konveksi
Saat cairan dipindahkan selama hemodialisis, cairan yang dipindahkan
akan mengambil bersama dengan zat terlarut yang tercampur dalam cairan
tersebut.
5) Ultrafiltrasi
Proses dimana cairan dipindahkan saat dialysis dikenali sebagai ultrafiltrasi
artinya adalah pergerakan dari cairan akibat beberapa bentuk tekanan. Tiga tipe
dari tekanan dapat terjadi pada membran :
 Tekanan positip merupakan tekanan hidrostatik yang terjadi akibat cairan
dalam membrane. Pada dialysis hal ini dipengaruhi oleh tekanan dialiser dan
resisten vena terhadap darah yang mengalir balik ke fistula tekanan positip
“mendorong” cairan menyeberangi membrane.
 Tekanan negative merupakan tekanan yang dihasilkan dari luar membrane
oleh pompa pada sisi dialisat dari membrane tekanan negative “menarik”
cairan keluar darah.
 Tekanan osmotic merupakan tekanan yang dihasilkan dalam larutan yang
berhubungan dengan konsentrasi zat terlarut dalam larutan tersebut. Larutan
dengan kadar zat terlarut yang tinggi akan menarik cairan dari larutan lain
dengan konsentrasi yang rendah yang menyebabkan membrane permeable
terhadap air.
c. Indikasi
1) Penyakit dalam (Medikal)
 ARF- pre renal/renal/post renal, apabila pengobatan konvensional gagal
mempertahankan RFT normal.
 CRF, ketika pengobatan konvensional tidak cukup
 Snake bite
 Keracunan
 Malaria falciparum fulminant
 Leptospirosis
2) Ginekologi
 APH
 PPH
 Septic abortion
3) Indikator biokimiawi yang memerlukan tindakan hemodialisa
 Peningkatan BUN > 20-30 mg%/hari
 Serum kreatinin > 2 mg%/hari
 Hiperkalemia
 Overload cairan yang parah
 Odem pulmo akut yang tidak berespon dengan terapi medis
d. Peralatan
1) Dialiser atau Ginjal Buatan
Komponen ini terdiri dari membran dialiser yang memisahkan
kompartemen darah dan dialisat. Dialiser bervariasi dalam ukuran, struktur fisik
dan tipe membran yang digunakan untuk membentuk kompartemen darah. Semua
factor ini menentukan potensi efisiensi dialiser, yang mengacu pada
kemampuannya untuk membuang air (ultrafiltrasi) dan produk-produk sisa
(klirens).
2) Dialisat atau Cairan dialysis
Dialisat atau “bath” adalah cairan yang terdiri atas air dan elektrolit utama
dari serum normal. Dialisat ini dibuat dalam system bersih dengan air keran dan
bahan kimia disaring. Bukan merupakan system yang steril, karena bakteri terlalu
besar untuk melewati membran dan potensial terjadinya infeksi pada pasien
minimal. Karena bakteri dari produk sampingan dapat menyebabkan reaksi
pirogenik, khususnya pada membran permeable yang besar, air untuk dialisat
harus aman secara bakteriologis. Konsentrat dialisat biasanya disediakan oleh
pabrik komersial. Bath standar umumnya digunakan pada unit kronis, namun
dapat dibuat variasinya untuk memenuhi kebutuhan pasien tertentu.
3) Sistem Pemberian Dialisat
Unit pemberian tunggal memberikan dialisat untuk satu pasien: system
pemberian multiple dapat memasok sedikitnya untuk 20 unit pasien. Pada kedua
system, suatu alat pembagian proporsi otomatis dan alat pengukur serta pemantau
menjamin dengan tepat kontrol rasio konsentrat-air.
4) Asesori Peralatan
Piranti keras yang digunakan pada kebanyakan system dialysis meliputi
pompa darah, pompa infus untuk pemberian heparin, alat monitor untuk
pendeteksi suhu tubuh bila terjadi ketidakamanan, konsentrasi dialisat, perubahan
tekanan, udara, dan kebocoran darah.
5) Komponen manusia
6) Pengkajian dan penatalaksanaan

e. Pedoman Pelaksanaan Hemodialisa


1) Perawatan sebelum hemodialisa
 Sambungkan selang air dengan mesin hemodialisa
 Kran air dibuka
 Pastikan selang pembuang air dan mesin hemodialisis sudah masuk kelubang
atau saluran pembuangan
 Sambungkan kabel mesin hemodialisis ke stop kontak
 Hidupkan mesin
 Pastikan mesin pada posisi rinse selama 20 menit
 Matikan mesin hemodialisis
 Masukkan selang dialisat ke dalam jaringan dialisat pekat
 Sambungkan slang dialisat dengan konektor yang ada pada mesin
hemodialisis
 Hidupkan mesin dengan posisi normal (siap)

2) Menyiapkan sirkulasi darah


 Bukalah alat-alat dialysis dari set nya
 Tempatkan dializer pada tempatnya dan posisi “inset” (tanda merah) diatas
dan posisi “outset” (tanda biru) di bawah.
 Hubungkan ujung merah dari ABL dengan ujung “inset”dari dializer.
 Hubungkan ujung biru dari UBL dengan ujung “out set” dari dializer dan
tempatkan buble tap di holder dengan posisi tengah.
 Set infus ke botol NaCl 0,9%-500 cc
 Hubungkan set infus ke slang arteri
 Bukalah klem NaCl 0,9%, isi slang arteri sampai ke ujung slang lalu diklem.
 Memutarkan letak dializer dengan posisi “inset” di bawah dan “out set” di
atas, tujuannya agar dializer bebas dari udara.
 Tutup klem dari slang untuk tekanan arteri, vena, heparin
 Buka klem dari infus set ABL, VBL
 Jalankan pompa darah dengan kecepatan mula-mula 100 ml/menit, kemudian
naikkan secara bertahap sampai dengan 200 ml/menit.
 Isi bable-trap dengan NaCl 0,9% sampai ¾ cairan
 Berikan tekanan secara intermiten pada VBL untuk mengalirkan udara dari
dalam dializer, dilakukan sampai dengan dializer bebas udara (tekanan lebih
dari 200 mmHg).
 Lakukan pembilasan dan pencucian dengan NaCl 0,9% sebanyak 500 cc yang
terdapat pada botol (kalf) sisanya ditampung pada gelas ukur.
 Ganti kalf NaCl 0,9% yang kosong dengan kalf NaCl 0,9% baru
 Sambungkan ujung biru VBL dengan ujung merah ABL dengan menggunakan
konektor.
 Hidupkan pompa darah selama 10 menit. Untuk dializer baru 15-20 menit
untuk dializer reuse dengan aliran 200-250 ml/menit.
 Kembalikan posisi dializer ke posisi semula di mana “inlet” di atas dan
“outlet” di bawah.
 Hubungkan sirkulasi darah dengan sirkulasi dialisat selama 5-10 menit, siap
untuk dihubungkan dengan pasien )soaking.

3) Persiapan pasien
a) Menimbang berat badan
b) Mengatur posisi pasien
c) Observasi keadaan umum
d) Observasi tanda-tanda vital
e) Melakukan kamulasi/fungsi untuk menghubungkan sirkulasi, biasanya
mempergunakan salah satu jalan darah/blood akses seperti di bawah ini :
 Dengan interval A-V shunt / fistula simino
 Dengan external A-V shunt / schungula
 Tanpa 1 – 2 (vena pulmonalis)
f. Komplikasi

Komplikasi HD dapat dibedakan menjadi 2, yaitu:


1. Komplikasi Akut
Komplikasi Penyebab

Hipotensi Penarikan cairan yang berlebihan, terapi antihipertensi,


infark jantung, tamponade, reaksi anafilaksis

Hipertensi Kelebihan natrium dan air, ultrafiltrasi yang tidak adekuat

Reaksi Alergi Reaksi alergi, dialiser, tabung, heparin, besi, lateks


menyebabkan hiperthermi (akibat inflamasi)

Aritmia Gangguan elektrolit, perpindahan cairan yang terlalu


cepat, obat anti aritmia yang terdialisis

Kram Otot Ultrafiltrasi terlalu cepat, gangguan elektrolit*


*Aktivitas otot tidak adekuat yang akan mempengaruhi
kekuatan otot. Selain itu, Kelemahan otot tersebut
disebabkan adanya pengurangan aktivitas, atrofi otot,
miopati otot, neuropati atau kombinasi diantaranya

Mual dan Muntah - Akibat adanya situasi yang menyebabkan kecemasan


- Akibat hidrasi dan restriksi protein serta hipoglikemi
(Smeltzer and Bare, 2010)
Rasa Haus Kadarsodium yang tinggi, penurunan kadar posatium,
angiotensin II, peningkatan urea plasma, urea plasma
yang mengalami peningkatan, hipovolemia post dialisis
dan faktor psikologis

Sesak Napas - Penumpukan cairan yang diakibatkan oleh rusaknya


ginjal, sehingga cairan tersebut akan memutus saluran
paru – paru dan membuat sesak nafas.
- Akibat adanya anemia yang mengakibatkan tubuh
kekurangan oksigen
Emboli Udara Udara memasuki sirkuit darah

Dialysis - Perpindahan osmosis antara intrasel dan ekstrasel


disequilibirium menyebabkan sel menjdi bengkak, edema serebral.
- Penurunan konsentrasi urea plasma yang terlalu cepat

2. Komplikasi Kronik
Komplikasi

Penyakit Jantung: fungsi Renin dan Agiotensin pada ginjal yang tidak adekuat

Malnutrisi: hipoglikemi yang menyebabkan mual dan muntah tidak terkontrol

Hipertensi
Kelebihan cairan pradialisis akan meningkatkan resistensi vaskulerdan pompa
jantung. Pasien yang mengalami hipertensi intradialisis terjadi peningkatan nilai
tahanan vaskuler perifer yang bermakna pada jam akhirdialisis. Jika terjadi
kenaikan tekanan darah postdialysis mencerminkan kelebihan volume subklinis
(Wuchang & Yao-ping 2012)

Perdarahan
Uremia menyebabkan gangguan fungsi trombosit. Fungsi trombosit dapat dinilai
dengan mengukur waktu perdarahan. Pengguanaan heparin selama hemodialisa
juga merupakan factor resiko terjadinya perdarahan.

Amiloidosis : penumpukan protein pada jaringan dan organ tubuh, yang dapat
menyebabkan kegagalan organ.

MUAL MUNTAH PADA PASIEN HEMODIALISA

Salah satu manifestasi yang dapat terlihat pada kondisi CKD stage 4 dan 5 adalah anoreksia,
mual, dan muntah. Menurut Smeltzer and Bare (2008) manifestasi tersebut dapat di temukan
pada pasien post HD yang mengalami gangguan pencernaan berupa anoreksia, mual muntah,
konstipasi, dan perdarahan GI. Penyebab terjadinya mual muntah pada pasien post HD belum
diketahui dengan pasti, tetapi kemungkinan penyebab tersebut dipengaruhi oleh kondisi
hipoglikemi, hidrasi dan restriksi protein, serta kecemasan yang dialami pasien.
Muntah diakibatkan oleh kontraksi otot perut yang kuat sehingga menyebabkan isi perut
menjadi terdorong untuk keluar melalui mulut baik disertai dengan mual maupun tanpa disertai
mual terlebih dahulu. Mual dan muntah yang tidak terkontrol dapat mempengaruhi terapi pada
pasien secara keseluruhan dan mempengaruhi respon terapi serta menurunkan tingkat
kesembuhan pasien. Keadaan mual muntah yang tidak terkontrol dapat menyebabkan dehidrasi
(kekurangan cairan dan elektrolit), ketidakseimbangan elektrolit, penurunan berat badan, dan
malnutrsisi.Selain itu, muntah yang bekepanjangan dapat menyebabkan esophageal, kerusakan
gastrik, dan perdarahan. Penyebab terjadinya mual pada pasien CKD dan Post HD adalah
Uremia. Keadaan uremia dapat terjadi akibat fungsi ginjal tidak dapat membuang urea keluar
dari tubuh sehingga urea menumpuk dalam darah. Uremia dapat menyebabkan gangguan pada
keping darah dan hipersomnia serta efek lainnya.Penderita uremia mudah mengalami perubahan
keseimbangan cairan yang akut. Diare atau muntah dapat menyebabkan dehidrasi secara cepat,
sementara asupan cairan yang berlebihan dapat menyebabkan kelebihan beban sirkulasi, edema,
dan gagal jantung kongestif.

Penatalaksanaan

a. Pemberian premedikasi disesuaikan keadaan pasien


Jika pasien mempunyai keluhan mual serta muntah atau perdarahangastrointestinal dapat
diberikan: H2 blocker: Metoklopramid 10 mg per oral atau intravenabertujuan untuk
mempercepatpengosongan lambung, mencegah terjadi mualdan risiko aspirasi. Pada pasien
dapat diberikan ranitidin 50 mg intravena dan metoklopramid10 mg intravena kurang lebih
satu jam sebelumdilakukan anestesi.
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

Pengkajian Fokus Keperawatan

Pengkajian fokus yang disusun berdasarkan pada Gordon, sebagai berikut :


1. Demografi.
Penderita CKD kebanyakan berusia diantara 30 tahun, namun ada juga yang
mengalami CKD dibawah umur tersebut yang diakibatkan oleh berbagai hal seperti proses
pengobatan, penggunaan obat-obatan dan sebagainya. CKD dapat terjadi pada siapapun,
pekerjaan dan lingkungan juga mempunyai peranan penting sebagai pemicu kejadian CKD.
Karena kebiasaan kerja dengan duduk / berdiri yang terlalu lama dan lingkungan yang
tidak menyediakan cukup air minum / mengandung banyak senyawa/ zat logam dan pola
makan yang tidak sehat.
2. Riwayat penyakit yang diderita pasien sebelum CKD seperti DM, glomerulo nefritis,
hipertensi, rematik, hiperparatiroidisme, obstruksi saluran kemih, dan traktus urinarius
bagian bawah juga dapat memicu kemungkinan terjadinya CKD.
3. Pola nutrisi dan metabolik.
Gejalanya adalah pasien tampak lemah, terdapat penurunan BB dalam kurun waktu 6
bulan. Tandanya adalah anoreksia, mual, muntah, asupan nutrisi dan air naik atau turun.
4. Pola eliminasi
Gejalanya adalah terjadi ketidak seimbangan antara output dan input. Tandanya adalah
penurunan BAK, pasien terjadi konstipasi, terjadi peningkatan suhu dan tekanan darah atau
tidak singkronnya antara tekanan darah dan suhu.
5. Pengkajian fisik
a. Penampilan / keadaan umum.
Lemah, aktifitas dibantu, terjadi penurunan sensifitas nyeri. Kesadaran pasien dari
compos mentis sampai coma.
b. Tanda-tanda vital.
Tekanan darah naik, respirasi riet naik, dan terjadi dispnea, nadi meningkat dan
reguler.
c. Antropometri.
Penurunan berat badan selama 6 bulan terahir karena kekurangan nutrisi, atau terjadi
peningkatan berat badan karena kelebihan cairan.
d. Kepala.
Rambut kotor, mata kuning / kotor, telinga kotor dan terdapat kotoran telinga, hidung
kotor dan terdapat kotoran hidung, mulut bau ureum, bibir kering dan pecah-pecah,
mukosa mulut pucat dan lidah kotor.
e. Leher dan tenggorok.
Peningkatan kelenjar tiroid, terdapat pembesaran tiroid pada leher.
f. Dada
Dispnea sampai pada edema pulmonal, dada berdebar-debar. Terdapat otot bantu
napas, pergerakan dada tidak simetris, terdengar suara tambahan pada paru (rongkhi
basah), terdapat pembesaran jantung, terdapat suara tambahan pada jantung.
g. Abdomen.
Terjadi peningkatan nyeri, penurunan pristaltik, turgor jelek, perut buncit.
h. Genital.
Kelemahan dalam libido, genetalia kotor, ejakulasi dini, impotensi, terdapat ulkus.
i. Ekstremitas.
Kelemahan fisik, aktifitas pasien dibantu, terjadi edema, pengeroposan tulang, dan
Capillary Refill lebih dari 1 detik.
j. Kulit.
Turgor jelek, terjadi edema, kulit jadi hitam, kulit bersisik dan mengkilat / uremia, dan
terjadi perikarditis.
Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul pada CKD adalah sebagai berikut:
1. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan penurunan haluran urin dan retensi cairan
dan natrium.
2. Perubahan pola napas berhubungan dengan hiperventilasi paru.
3. Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia mual
muntah.
4. Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan penurunan suplai O2 dan nutrisi ke
jaringan sekunder.
5. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan keletihan anemia, retensi produk sampah dan
prosedur dialysis.
6. Resiko gangguan pertukaran gas berhubungan dengan kerusakan alveolus sekunder
terhadap adanya edema pulmoner.
7. Resiko penurunan curah jantung berhubungan dengan ketidak seimbangan cairan
mempengaruhi sirkulasi, kerja miokardial dan tahanan vaskuler sistemik, gangguan
frekuensi, irama, konduksi jantung (ketidak seimbangan elektrolit).
Rencana Asuhan Keperawatan

NO Diagnosa Keperawatan Tujuan & KH Kode NIC Intervensi Keperawatan


1. Kelebihan volume cairan Tujuan: 4130 Fluid Management :
b.d penurunan haluaran urinSetelah dilakukan asuhan keperawatan 1. Kaji status cairan ; timbang berat badan,keseimbangan
dan retensi cairan dan selama 3x24 jam volume cairan masukan dan haluaran, turgor kulit dan adanya edema
natrium. seimbang. 2. Batasi masukan cairan
Kriteria Hasil: 3. Identifikasi sumber potensial cairan
NOC : Fluid Balance 4. Jelaskan pada pasien dan keluarga rasional pembatasan
 Terbebas dari edema, efusi, cairan
anasarka 5. Kolaborasi pemberian cairan sesuai terapi.
 Bunyi nafas bersih,tidak adanya 2100 Hemodialysis therapy
dipsnea 1. Ambil sampel darah dan meninjau kimia darah
 Memilihara tekanan vena sentral, (misalnya BUN, kreatinin, natrium, pottasium, tingkat
tekanan kapiler paru, output phospor) sebelum perawatan untuk mengevaluasi respon
jantung dan vital sign normal. thdp terapi.
2. Rekam tanda vital: berat badan, denyut nadi, pernapasan,
dan tekanan darah untuk mengevaluasi respon terhadap
terapi.
3. Sesuaikan tekanan filtrasi untuk menghilangkan jumlah
yang tepat dari cairan berlebih di tubuh klien.
4. Bekerja secara kolaboratif dengan pasien untuk
menyesuaikan panjang dialisis, peraturan diet,
keterbatasan cairan dan obat-obatan untuk mengatur
cairan dan elektrolit pergeseran antara pengobatan
2 Gangguan nutrisi kurang Setelah dilakukan asuhan keperawatan 1100 Nutritional Management
dari kebutuhan tubuh b.d selama 3x24 jam nutrisi seimbang dan 1. Monitor adanya mual dan muntah
anoreksia mual muntah. adekuat. 2. Monitor adanya kehilangan berat badan dan perubahan
Kriteria Hasil: status nutrisi.
NOC : Nutritional Status 3. Monitor albumin, total protein, hemoglobin, dan
 Nafsu makan meningkat hematocrit level yang menindikasikan status nutrisi dan
 Tidak terjadi penurunan BB untuk perencanaan treatment selanjutnya.
 Masukan nutrisi adekuat 4. Monitor intake nutrisi dan kalori klien.
 Menghabiskan porsi makan 5. Berikan makanan sedikit tapi sering
 Hasil lab normal (albumin, kalium) 6. Berikan perawatan mulut sering
7. Kolaborasi dengan ahli gizi dalam pemberian diet sesuai
terapi
3 Perubahan pola napas Setelah dilakukan asuhan keperawatan 3350 Respiratory Monitoring
berhubungan dengan selama 1x24 jam pola nafas adekuat. 1. Monitor rata – rata, kedalaman, irama dan usaha
hiperventilasi paru Kriteria Hasil: respirasi
NOC : Respiratory Status 2. Catat pergerakan dada,amati kesimetrisan, penggunaan
 Peningkatan ventilasi dan otot tambahan, retraksi otot supraclavicular dan
oksigenasi yang adekuat intercostal
 Bebas dari tanda tanda distress 3. Monitor pola nafas : bradipena, takipenia, kussmaul,
pernafasan hiperventilasi, cheyne stokes
 Suara nafas yang bersih, tidak ada 4. Auskultasi suara nafas, catat area penurunan / tidak
sianosis dan dyspneu (mampu adanya ventilasi dan suara tambahan
mengeluarkan sputum, mampu 3320 Oxygen Therapy
bernafas dengan mudah, tidak ada 1. Auskultasi bunyi nafas, catat adanya crakles
pursed lips) 2. Ajarkan pasien nafas dalam
 Tanda tanda vital dalam rentang 3. Atur posisi senyaman mungkin
normal 4. Batasi untuk beraktivitas
5. Kolaborasi pemberian oksigen
4 Gangguan perfusi jaringan Setelah dilakukan asuhan keperawatan 4066 Circulatory Care
berhubungan dengan selama 3x24 jam perfusi jaringan 1. Lakukan penilaian secara komprehensif fungsi sirkulasi
penurunan suplai O2 dan adekuat. periper. (cek nadi priper,oedema, kapiler refil, temperatur
nutrisi ke jaringan sekunder. Kriteria Hasil: ekstremitas).
NOC: Circulation Status 2. Kaji nyeri
 Membran mukosa merah muda 3. Inspeksi kulit dan Palpasi anggota badan
 Conjunctiva tidak anemis 4. Atur posisi pasien, ekstremitas bawah lebih rendah untuk
 Akral hangat memperbaiki sirkulasi.
 TTV dalam batas normal. 5. Monitor status cairan intake dan output
 Tidak ada edema 6. Evaluasi nadi, oedema
7. Berikan therapi antikoagulan.
PATHWAY
DAFTAR PUSTAKA

Brunner & Suddarth. 2002. Buku Ajar keperawtan medikal bedah, edisi 8 vol 3.
Jakarta: EGC
Black, Joyce M. & Jane Hokanson Hawks. Medical Surgical Nursing Clinical
Management for Positive Outcome Seventh Edition. China : Elsevier inc.
2005
Bulechek, Gloria M., Butcher, Howard K., Dotcherman, Joanne M. Nursing
Intervention Classification (NIC). USA: Mosby Elsevier. 2008.
Herdinan, Heather T. Diagnosis Keperawatan NANDA: Definisi dan Klasifikasi
2012-2014. Jakarta: EGC. 2012.
Johnson, M. Etal. Nursing Outcome Classification (NOC). USA: Mosby
Elsevier. 2008.
Nahas, Meguid El & Adeera Levin. Chronic Kidney Disease: A Practical Guide
to Understanding and Management. USA : Oxford University Press. 2010
Kasuari. 2002. Asuhan Keperawatan Sistem Pencernaan dan Kardiovaskuler
Dengan Pendekatan Patofisiology. Magelang. Poltekes Semarang PSIK
Magelang
Mansjoer, A dkk. 2007. Kapita Selekta Kedokteran, Jilid 1 edisi 3. Jakarta:
Media Aesculapius
Nanda. 2005. Nursing Diagnoses Definition dan Classification. Philadelpia
Rab, T. 2008. Agenda Gawat Darurat (Critical Care). Bandung: Penerbit PT
Alumni
Santosa, Budi. 2007. Panduan Diagnosa Keperawatan NANDA 2005-2006.
Jakarta: Prima Medika
Udjianti, WJ. 2010. Keperawatan Kardiovaskuler. Jakarta: Salemba Medika

Das könnte Ihnen auch gefallen