Sie sind auf Seite 1von 31

ASUHAN KEPERAWATAN (ASKEP) GLAUKOMA

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Glaukoma adalah penyakit yang terjadi akibat gangguan tekanan intraokuler pada mata. Oleh karena itu
glaukoma dapat mengganggu penglihatan yang perlu diwaspadai. Tidak hanya itu, glaucoma juga dapat
membawa kita kepada kebutaan. Contohnya pada kasus glaucoma yang terjadi di Amerika Serikat. Disana
glaucoma beresiko 12% pada kebutan(Luckman & Sorensen.1980).
Menurut data dari WHO pada tahun 2002, penyebab kebutaan paling utama di dunia adalah katarak (47,8%),
galukoma (12,3%), uveitis (10,2%), age- related mucular degeneration (AMD) (8,7%), trakhoma (3,6%),
corneal apacity (5,1%), dan diabetic retinopathy (4,8%). Namun sesungguhnya hal ini bisa di cegah dengan
pemeriksaan tonometri rutin. Sehingga tidak sampai terjadi hal fatal seperti kebutaan. Jika seseorang tidak
pernah melakukan pemeriksaan tonometri, sedang ia baru mendapati dirinya glaukoma yang sudah fatal, maka
tindakan yang bisa di ambil adalah operasi. Mendengar kata ini jelas kita sudah merinding sebelum
melakukannya. Apalagi hasil dari opersi belum tentu sesuai dengan harapan kita. Misal, opersi tersebut berujung
pada kebutaan seperti contoh di atas. Oleh karena itu, kita perlu malakukan pengukuran tonometri rutin dan
juga memahami proses keparawatan pada klien glaukoma. Supaya sebagai perawat tentunya kita dapat
menegakkan asuhan keperawatan yang benar.

1.2 Rumusan Masalah


1.2.1 Bagaimana konsep glaukoma?
1.2.2 Bagaimana konsep proses keperawatan pada glaukoma?

1.3 Tujuan
1.3.1 Tujuan umum
Menjelaskan konsep dan proses keperawatan pada glaukoma.
1.3.2 Tujuan khusus

1. Mengidentifikasi definisi dari glaukoma


2. Mengidentifikasi etiologi dari glaukoma
3. Mengidentifikasi manifestasi klinis dari glaukoma
4. Mengidentifikasi patofisiologi dari glaukoma
5. Mengidentifikasi proses keperawatan dari glaukoma

1.4 Manfaat
1.4.1 Mahasiswa memahami konsep dan proses keperawatan pada klien dengan gangguan glaukoma
sehingga menunjang pembelajaran mata kuliah persepsi sensori.
1.4.2 Mahasiswa mengetahui proses keperawatan yang benar sehingga dapat menjadi bekal dalam
persiapan praktik di rumah sakit.

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Glaukoma

Menurut Herman tahun 2010, glaukoma merupakan suatu kumpulan penyakit yang mempunyai karakteristik
umum neuropatik yang berhubungan dengan hilangnya fungsi penglihatan. Walaupun kenaikan tekanan intra
okuler adalah satu dari resiko primer, ada atau tidaknya faktor ini tidak merubah definisi penyakit.
Glaukoma bukanlah sebuah penyakit, melainkan kekomplekan dari gangguan tekanan intraokuler yang mana
mempunyai karakteristik gejala peningkatan tekanan intraokular pada orang dewasa.
Normalnya, tekanan intraokular adalah 10-20 mmHg. Jika hasil pemeriksaan tekanan bola mata lebih dari 20,
maka kita patut curiga terhadap adanya glaukoma. Apabla hasil menunjukkan angka lebih dari 25, maka
dipastikan orang tersebut terkena glaukoma.
Untuk mengetahui, seseorang tersebut terkena glaukoma atau tidak, bisa dengan pemeriksaan tonometri
(pemeriksaan tekanan bola mata). Pengukuran tonometri rutin ini penting, untuk mengidentifikasi adanya
glaukoma sebelum mata terkena bahaya permanen dari peningkatan tekanan di dalamnya.
Glaukoma biasanya diderita oleh klien yang berumur di atas 40 th. Pada orang yang memiliki kecenderungan
hereditas glaukoma dalam keluarganya, mereka harus melakukan pengukuran tonometri ritin setiap
hari.(Luckman, 1980).
Pendapat yang lain mengatakan bahwa Glaukoma adalah suatu penyakit dimana tekanan di dalam bola mata
meningkat, sehingga terjadi kerusakan pada saraf optikus dan menyebabkan penurunan fungsi penglihatan.
(Anonim,2009)
Dari beberapa definisi glaukoma diatas, dapat disimpulakan bahwa glaukoma adalah penyakit mata yang terjadi
karena peningkatan tekanan bola mata dan mempengaruhi kepekaan atau kejelasan penglihatan.

2.2 Type Glaukoma


Ada beberapa type glaukoma dan dapat di klaasifikasikan sebagai berikut :

1. Glaukoma Primer Dewasa

Glaukoma primer dewasa meliputi:

1. Glaukoma Sudut Terbuka / Kronis

Glaukoma jenis ini umumnya terjadi karena keturunan. Glaukoma jenis ini sering terjadi pada orang yang
mempunyai sudut ruang terbuka yang normal tapi mempunyai resistensi aliran aquous humor keluar dari ruang
sudut.

1. Glaukoma Sudut Tertutup

Glaukoma jenis inin jarang terjadi. Ada kesalahan tempat yang maju dari ujung akar dan gulungan iris yang
melawan kornea.

1. Glaukoma Sekunder

Glaukoma ini biasa di bangun dari banyak sebab seperti uveitis, gangguan neuvaskuler, trauma tumor, penyakit
degenerasi mata, dll.

1. Glaukoma Kongenital

Glaukoma ini terjadi di mata selama ada dalam masa awal tumbuh dan berkembang. Biasanya terlihat selama 6
bulan kelahiran.

1. Glaukoma Absolut

Glakoma ini biasanya adalah hasil dari beberapa kejadian glaukoma dan itu berarti mengarah pada kebutaan
yang mana tekanan intraokuler meningkat.
Aqueous humor adalah cairan pada bola mata yang di produksi oleh badan siliari yang mnerupakan kristal
jernih.

2.3 Etiologi dan Patofisiologi


Ada beberapa sebab dan faktor yang beresiko terhadap terjadinya glaukoma. Diantaranya adalah:

1. Umur

Risiko glaukoma bertambah tinggi dengan bertambahnya usia. Terdapat 2% dari populasi usia 40 tahun yang
terkena glaukoma. Angka ini akan bertambah dengan bertambahnya usia.

1. Riwayat anggota keluarga yang terkena glaukoma

Untuk glaukoma jenis tertentu, anggota keluarga penderita glaukoma mempunyai resiko 6 kali lebih besar untuk
terkena glaukoma. Resiko terbesar adalah kakak-beradik kemudian hubungan orang tua dan anak-anak.

1. Tekanan bola mata


Tekanan bola mata diatas 21 mmHg berisiko tinggi terkena glaukoma. Meskipun untuk sebagian individu,
tekanan bola mata yang lebih rendah sudah dapat merusak saraf optik. Untuk mengukur tekanan bola mata
dapat dilakukan dirumah sakit mata dan/atau dokter spesialis mata. Obat-obatan

1. Pemakai steroid secara rutin

Pemakai obat tetes mata yang mengandung steroid yang tidak dikontrol oleh dokter, obat inhaler untuk
penderita asma, obat steroid untuk radang sendi dan pemakai obat yang memakai steroid secara rutin lainnya.
Bila anda mengetahui bahwa anda pemakai obat-obatan steroid secara rutin, sangat dianjurkan memeriksakan
diri anda ke dokter spesialis mata untuk pendeteksian glaukoma.

1. Riwayat trauma (luka kecelakaan) pada mata


2. Penyakit lain

Riwayat penyakit diabetes (kencing manis), hipertensi dan migren.(Anonim,2010)

Aqueous diproduksi oleh epitel tidak berpigmen dari prosesus siliaris, yang merupakan bagian anterior dari badan
siliar. Aqueous humor kemudian mengalir melalui pupil ke dalam kamera okuli anterior, memberikan nutrisi
kepada lensa, iris dan kornea. Drainase aqueous melalui sudut kamera anterior yang mengandung jaringan
trabekular dan kanal Schlemm dan menuju jaringan vena episklera. (Barbara, 1999)
Perjalanan aliran aqueous humor 80-90% melalui jaringan trabekular, namun terdapat 10% melalui ciliary body
face, yang disebut jalur uveoskleral.
Berdasarkan fisiologi dari sekresi dan ekskresi cairan aqueous, maka terdapat tiga faktor utama yang berperan
dalam meningkatnya tekanan intraokular, antara lain:

1. Kecepatan produksi aqueous humor oleh badan siliar


2. Resistensi aliran aqueous humor melalui jaringan trabekular dan kanal Schlemm
3. Tekanan vena episklera

Tekanan intraokular normal yang secara umum diterima adalah 10-21 mmHg.

2.4 Klasifikasi Glaukoma


Banyak sekali pola yang digunakan untuk mengklasifikasikan glaukoma, namun, klasifikasi yang secara luas
digunakan adalah glaukoma sudut terbuka dan glaukoma sudut tertutup, karena pembagian tersebut terfokus
pada patofisiologi terjadinya glaukoma dan merupakan titik awal ditentukannya penatalaksanaan klinis yang
sesuai.

1. Klasifkasi Vaughen untuk glaukoma adalah:


1. Glaukoma Primer

Glaukoma primer adalah glaukoma yang tidak berhubungan dengan penyakit mata atau sistenik yang
menyebabkan meningkatnya resistensi aliran aqueous humor. Glaukoma primer biasanya terjadi pada kedua
mata.
a) Glaukoma Sudut Terbuka (Glaukoma Simpleks)
Glaukoma primer sudut terbuka merupakan glaukoma yang tidak diketahui penyebabnya dan ditandai dengan
sudut bilik mata terbuka. Glaukoma primer sudut terbuka merupakan penyakit kronis dan progresif lambat
dengan atrofi dan cupping dari papil nervus optikus dan pola gangguan lapang pandang yang khas. Glaukoma
primer sudut terbuka memiliki kecenderungan familial.
Pada umumnya, glaukoma primer sudut terbuka terjadi pada usia lebih dari 40 tahun. Prevalensi juga lebih tinggi
pada orang berkulit gelap atau berwarna dibandingkan dengan orang berkulit putih.
Gambaran patologi utama pada glaukoma sudut terbuka adalah proses degeneratif di jalinan trabekular,
termasuk pengendapan bahan ekstrasel di dalam jalan trabekular dan di bawah lapisan endotel kanalis Schlemm.
Akibatnya adalah penurunan drainase aqueous humor yang menyebabkan peningkatan tekanan intra okuler.
Tekanan intraokuler merupakan faktor resiko utama untuk glaukoma primer sudut terbuka. Terdapat faktor
resiko lain yang berhubungan dengan glaukoma primer sudut terbuka, yaitu; miopia, diabetes mellitus, hipertensi
dan oklusi vena sentralis retina.
Sifat onsetnya yang samar serta perjalanannya yang progresif lambat maka timbulnya gejalanya pun lambat dan
tidak disadari sampai akhirnya berlanjut dengan kebutaan. Keluhan pasien biasanya sangat sedikit atau samar,
misalnya mata terasa berat, kepala pusing sebelah, dan anamnesis tidak khas lainnya. Biasanya pasien tidak
mengeluh adanya halo dan tidak tampak mata merah. Tekanan intraokuler sehari-hari biasanya tinggi atau lebih
dari 20 mmHg. Akibat tekanan tinggi akan terbentuk atrofi papil serta ekskavasio glaukomatosa. Kerusakan
dimulai dari tepi lapang pandang, dengan demikian penglihatan sentral tetap baik, sehingga penderita seolah-
olah melihat melalui teropong.
Diagnosis glaukoma primer sudut terbuka ditegakkan apabila ditemukan kelainan-kelainan glaukomatosa pada
diskus optikus dan lapangan pandang disertai peningkatan tekanan intraokuler, sudut kamera anterior terbuka
dan tampak normal, dan tidak ditemukan sebab lain yang dapat meningkatkan tekanan intraokuler.
b) Glaukoma Sudut Tertutup
Pasien yang menderita glaukoma primer sudut tertutup cenderung memiliki segmen anterior yang kecil dan
sempit, sehingga menjadi faktor predisposisi untuk timbulnya pupillary block relatif. Resiko terjadinya hal
tersebut meningkat dengan bertambahnya usia, seiring dengan berkembangnya lensa dan pupil menjadi miosis.
1) Glaukoma Primer Sudut Tertutup Akut
Glaukoma primer sudut tertutup akut adalah kondisi yang timbul saat TIO meningkat secara cepat akibat
blokade relatif mendadak dari jaringan trabekular. Hal ini dapat menimbulkan manifestasi berupa rasa sakit,
penglihatan buram, halo, mual dan muntah. Peningkatan TIO yang tinggi menyebabkan edema epitel kornea
yang bertanggung jawab dalam timbulnya keluhan penurunan penglihatan.
Tanda-tanda pada glaukoma sudut tertutup akut antara lain:

1. TIO yang tinggi


2. Pupil yang lebar dan terkadang irreguler
3. Edema epitel kornea
4. Kongesti pembuluh darah episkleral dan konjungtiva
5. Kamera okuli anterior yang sempit

Selama serangan akut, TIO cukup tinggi sehingga dapat menyebabkan gangguan nervus optikus dan oklusi
pembuluh darah retina. Sinekia anterior perifer dapat terbentuk dengan cepat dan TIO yang tinggi menyebabkan
terjadinya iskemia sehingga dapat terjadi atrofi sektoral dari iris. Atrofi pada iris menimbulkan pelepasan pigmen
iris dan pigmen-pigmen tersebut menempel dan mengotori permukaan iris dan endotel kornea. Akibat iskemia
iris, maka pupil dapat berdilatasi dan terfiksasi.
Diagnosis pasti didapatkan dengan gonioskopi. Gonioskopi juga membantu menentukan apakah blokade iris dan
jaringan trabekular reversibel atau irreversibel.
2) Glaukoma Primer Sudut Tertutup Subakut
Glaukoma primer sudut tertutup subakut (intermiten) adalah kondisi yang ditandai dengan adanya penglihatan
yang buram, halo, dan rasa sakit yang ringan, disertai dengan peningkatan TIO. Gejala ini membaik dengan
sendirinya, terutama selama tidur, dan muncul kembali secara periodik dalam hitungan hari atau minggu.
Diagnosis yang tepat dapat dibantu ditegakkan dengan pemeriksaan gonioskopi.
3) Glaukoma Primer Sudut Tertutup Kronis
Glaukoma primer sudut tertutup kronis merupakan kondisi yang timbul setelah glaukoma sudut tertutup akut
atau saat sudut kamera anterior tertutup secara bertahap dan tekanan intraokuler meningkat secara perlahan.
Gejala klinisnya serupa dengan glaukoma primer sudut terbuka, yaitu keluhan yang samar, cupping papil nervus
optikus yang progresif dan gangguan lapang pandang glaukomatosa. Sehingga, pemeriksaan gonioskopi
diperlukan untuk menentukan diagnosis yang tepat.

1. Glaukoma Kongenital

Glaukoma kongenital primer atau infantil adalah glaukoma yang timbul sesaat setelah lahir sampai beberapa
tahuh pertama setlah kelahiran. Selain itu, glaukoma kongenital juga dapat timbul menyertai anomali kongenital
lainnya.
Glaukoma infantil atau dikenal dengan istilah buphthalmos, dipercaya terjadi akibat displasia dari sudut kamera
anterior tanpa disertai abnormalitas okular dan sistemik lainnya. Terdapat dua teori yang menerangkan
patofisiologi terjadinya glaukoma infantil, yaitu; terjadi abnormalitas membran atau sel pada jaringan trabekular,
sehingga jaringan trabekuler menjadi impermeabel; teori lain mengatakan bahwa terjadi anomali luas pada
kamera okuli anterior termasuk insersi abnormal dari muskulus siliaris. Dengan adanya anomali-anomali tersebut,
maka aliran aqueous akan terganggua dan terjadi pembendungan aqueous humor, maka akan timbul
buphtalmos karena jaringan sklera pada neonatus masih lunak.
Keadaan klinis yang khas dari glaukoma infantil adalah trias klasik pada bayi baru lahir, yaitu; epifora, fotofobia,
dan blefarospasme. Diagnosis tergantung dari pemeriksaan klinis yang hati-hati, termasuk pemeriksaan TIO,
pengukuran diameter kornea, gonioskopi dan oftalmoskopi.

1. Glaukoma Sekunder

Glaukoma sekunder adalah glaukoma yang berhubungan dengan penyakit mata atau sistemik yang
menyebabkan menurunnya aliran aqueous humor. Glaukoma sekunder sering terjadi hanya pada satu mata.
Glaukoma sekunder merupakan glaukoma yang diketahui penyebab yang menimbulkannya.
Glaukoma sekunder dapat terlihat dalam bentuk sudut tertutup maupun sudut terbuka. Kelainan-kelainan
tersebut dapat terletak pada:

1. Sudut bilik mata, akibat goniosinekia, hifema, leukoma adheren dan kontusi sudut bilik mata
2. Pupil, akibat seklusio dan oklusi relatif pupil
3. Badan siliar, seperti rangsangan akibat luksasio lensa

Beberapa penyakit yang dapat menimbulkan glaukoma, yaitu:

1. Uveitis, dimana glaukoma terjadi akibat adanya sinekia anterior maupun posterior, penimbunan sel
radang di sudut bilik mata dan seklusio pupil yang biasanya disertai dengan iris bombé.
2. Pasca trauma serta ulkus kornea, yang mengakibatkan leukoma adheren sehingga bilik mata tertutup
dan mengganggu aliran aqueous humor.
3. Hifema, akan mengakibatkan tersumbatnya sudut bilik mata

Glaukoma yang disebabkan oleh lensa. Katarak yang immatur akan menyerap cairan sehingga ukurannya
membesar sehingga menyumbat sudut bilik mata, sedangkan katarak yang hipermatur, lensa akan pecah dan
komposisi lensa dapat menyumbat sudut bilik mata. Pascabedah katarak, yang mengakibatkan terbentuknya
sinekia dan terbentuknya blokade pupil akibat radang di daerah pupil.

1. Glaukoma Absolut

Glaukoma absolut merupakan stadium akhir glaukoma dimana sudah terjadi kebutaan total. Pada glaukoma
absolut, kornea terlihat keruh, bilik mata dangkal, papil atrofi dengan ekskavasio galukomatosa, mata keras
seperti batu dan dengan rasa sakit. Mata dengan kebutaan ini mengakibatkan penyumbatan pembuluh darah
sehingga menimbulkan penyulit berupa neovaskularisasi pada iris.
Kelainan mata yang dapat menyebabkan glaukoma antara lain:

1. Kelainan lensa
2. Kelainan uvea
3. Trauma
4. Pasca bedah
5. Glaukoma absolut
6. Berdasarkan lamanya, glaukoma diklasifikasikan sebagai berikut:
1. Glaukoma Akut

a) Definisi
Glaukoma akut adalah penyakit mata yang disebabkan oleh tekanan intraokuler yang meningkat mendadak
sangat tinggi.
b) Etiologi
Dapat terjadi primer, yaitu timbul pada mata yang memiliki bakat bawaan berupa sudut bilik mata depan yang
sempit pada kedua mata, atau secara sekunder sebagai akibat penyakit mata lain. Yang paling banyak dijumpai
adalah bentuk primer, menyerang pasien usia 40 tahun atau lebih.
c) Faktor Predisposisi
Pada bentuk primer, faktor predisposisinya berupa pemakaian obat-obatan midriatik, berdiam lama di tempat
gelap, dan gangguan emosional. Bentuk sekunder sering disebabkan hifema, luksasi/subluksasi lensa, katarak
intumesen atau katarak hipermatur, uveitis dengan suklusio/oklusio pupil dan iris bombe, atau pasca
pembedahan intraokuler.
d) Manifestasi klinik
1) Mata terasa sangat sakit. Rasa sakit ini mengenai sekitar mata dan daerah belakang kepala.
2) Akibat rasa sakit yang berat terdapat gejala gastrointestinal berupa mual dan muntah, kadang-kadang
dapat mengaburkan gejala glaukoma akut.
3) Tajam penglihatan sangat menurun.
4) Terdapat halo atau pelangi di sekitar lampu yang dilihat.
5) Konjungtiva bulbi kemotik atau edema dengan injeksi siliar.
6) Edema kornea berat sehingga kornea terlihat keruh.
7) Bilik mata depan sangat dangkal dengan efek tyndal yang positif, akibat timbulnya reaksi radang uvea.
8) Pupil lebar dengan reaksi terhadap sinar yang lambat.
9) Pemeriksaan funduskopi sukar dilakukan karena terdapat kekeruhan media penglihatan.
10) Tekanan bola mata sangat tinggi.
11) Tekanan bola mata antara dua serangan dapat sangat normal.
e) Pemeriksaan Penunjang
Pengukuran dengan tonometri Schiotz menunjukkan peningkatan tekanan. Perimetri, Gonioskopi, dan Tonografi
dilakukan setelah edema kornea menghilang.
f) Penatalaksanaan
Penderita dirawat dan dipersiapkan untuk operasi. Dievaluasi tekanan intraokuler (TIO) dan keadaan mata. Bila
TIO tetap tidak turun, lakukan operasi segera. Sebelumnya berikan infus manitol 20% 300-500 ml, 60
tetes/menit. Jenis operasi, iridektomi atau filtrasi, ditentukan berdasarkan hasil pemeriksaab gonoskopi setelah
pengobatan medikamentosa.

1. Glaukoma Kronik

a) Devinisi
Glaukoma kronik adalah penyakit mata dengan gejala peningkatan tekanan bola mata sehingga terjadi
kerusakan anatomi dan fungsi mata yang permanen.
b) Etiologi
Keturunan dalam keluarga, diabetes melitus, arteriosklerosis, pemakaian kortikosteroid jangka panjang, miopia
tinggi dan progresif.
c) Manifestasi klinik
Gejala-gejala terjadi akibat peningkatan tekanan bola mata. Penyakit berkembang secara lambat namun pasti.
Penampilan bola mata seperti normal dan sebagian tidak mempunyai keluhan pada stadium dini. Pada stadium
lanjut keluhannya berupa pasien sering menabrak karena pandangan gelap, lebih kabur, lapang pandang sempit,
hingga kebutaan permanen.
d) Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan tekanan bola mata dengan palpasi dan tonometri menunjukkan peningkatan. Nilai dianggap
abnormal 21-25 mmHg dan dianggap patologik diatas 25 mmHg.
Pada funduskopi ditemukan cekungan papil menjadi lebih lebar dan dalam, dinding cekungan bergaung, warna
memucat, dan terdapat perdarahan papil. Pemeriksaan lapang pandang menunjukkan lapang pandang
menyempit, depresi bagian nasal, tangga Ronne, atau skotoma busur.
e) Penatalaksanaan
Pasien diminta datang teratur 6 bulan sekali, dinilai tekanan bola mata dan lapang pandang. Bila lapang pandang
semakin memburuk, meskipun hasil pengukuran tekanan bola mata dalam batas normal, terapi ditingkatkan.
Dianjurkan berolahraga dan minum harus sedikit-sedikit.

2.5 Manifestasi Klinis Glaukoma


Menurut Harnawartiaj (2008) umumnya dari riwayat keluarga ditemukan anggota keluarga dalam garis vertical
atau horizontal memiliki penyakit serupa, penyakit ini berkembang secara perlahan namun pasti, penampilan
bola mata seperti normal dan sebagian besar tidak menampakan kelainan selama stadium dini. Pada stadium
lanjut keluhan klien yang mincul adalah sering menabrak akibat pandangan yang menjadi jelek atau lebih kabur,
lapangan pandang menjdi lebih sempit hingga kebutaan secara permanen. Gejala yang lain adalah:

1. Mata merasa dan sakit tanpa kotoran.


2. Kornea suram.
3. Disertai sakit kepala hebat terkadang sampai muntah.
4. Kemunduran penglihatan yang berkurang cepat.
5. Nyeri di mata dan sekitarnya.
6. Udema kornea.
7. Pupil lebar dan refleks berkurang sampai hilang.
8. Lensa keruh.

Menurut Sidharta Ilyas (2004) glaucoma akan memperlihatkan gejala sebagai berikut:

1. Tekanan bola mata yang tidak normal


2. Rusaknya selaput jala
3. Menciutnya lapang penglihatan akibat rusaknya selaput jala yang dapat
4. Berakhir dengan kebutaan

2.6 Penatalaksanaan Glaukoma


Tujuan utama terapi glaukoma adalah dengan menurunkan tekanan intraokular serta meningkatkan aliran humor
aquos (drainase) dengan efek samping yang minimal. Penangananya meliputi:
1. Penatalaksanaan Medis
2. Glaukoma Primer

a) Pemberian tetes mata Beta blocker (misalnya timolol, betaxolol, carteolol, levobunolol atau metipranolol)
yang kemungkinan akan mengurangi pembentukan cairan di dalam mata dan TIO.
b) Pilocarpine untuk memperkecil pupil sehingga iris tertarik dan membuka saluran yang tersumbat.
c) Obat lainnya yang juga diberikan adalah epinephrine, dipivephrine dan carbacol (untuk memperbaiki
pengaliran cairan atau mengurangi pembentukan cairan)
d) Minum larutan gliserin dan air biasa untuk mengurangi tekanan dan menghentikan serangan glaukoma.
e) Bisa juga diberikan inhibitor karbonik anhidrase (misalnya acetazolamide).
f) Pada kasus yang berat, untuk mengurangi tekanan biasanya diberikan manitol intravena (melalui pembuluh
darah).

1. Glaukoma sekunder

Pengobatan glaukoma sekunder tergantung kepada penyebabnya. Jika penyebabnya adalah peradangan,
diberikan corticosteroid dan obat untuk melebarkan pupil. Kadang dilakukan pembedahan.

1. Glaukoma kongenitalis

Untuk mengatasi Glaukoma kongenitalis perlu dilakukan pembedahan.


b. Apabila obat tidak dapat mengontrol glaukoma dan peningkatan TIO menetap, maka terapi laser dan
pembedahan merupakan alternatif.

1. Terapi Laser

a) Laser iridotomy melibatkan pembuatan suatu lubang pada bagian mata yang berwarna (iris) untuk
mengizinkan cairan mengalir secara normal pada mata dengan sudut sempit atau tertutup (narrow or closed
angles).
b) Laser trabeculoplasty adalah suatu prosedur laser dilaksanakan hanya pada mata-mata dengan sudut-sudut
terbuka (open angles). Laser trabeculoplasty tidak menyembuhkan glaukoma, namun sering dilakukan daripada
meningkatkan jumlah obat-obat tetes mata yang berbeda-beda. Pada beberapa kasus-kasus, dia digunakan
sebagai terapi permulaan atau terapi utama untuk open-angle glaukoma. Prosedur ini adalah metode yang
cepat, tidak sakit, dan relatif aman untuk menurunkan tekanan intraocular. Dengan mata yang dibius dengan
obat-obat tetes bius, perawatan laser dilaksanakan melalui lens kontak yang berkaca pada sudut mata ( angle of
the eye). Microscopic laser yang membakar sudut mengizinkan cairan keluar lebih leluasa dari kanal-kanal
pengaliran.
c) Laser cilioablation (juga dikenal sebagai penghancuran badan ciliary atau cyclophotocoagulation) adalah
bentuk lain dari perawatan yang umumnya dicadangkan untuk pasien-pasien dengan bentuk-bentuk yang parah
dari glaukoma dengan potensi penglihatan yang miskin. Prosedur ini melibatkan pelaksanaan pembakaran laser
pada bagian mata yang membuat cairan aqueous (ciliary body). Pembakaran laser ini menghancurkan sel-sel
yang membuat cairan, dengan demikian mengurangi tekanan mata.

1. Terapi Pembedahan

a) Trabeculectomy adalah suatu prosedur operasi mikro yang sulit, digunakan untuk merawat glaukoma. Pada
operasi ini, suatu potongan kecil dari trabecular meshwork yang tersumbat dihilangkan untuk menciptakan suatu
pembukaan dan suatu jalan kecil penyaringan yang baru dibuat untuk cairan keluar dari mata. Untk jalan-jalan
kecil baru, suatu bleb penyaringan kecil diciptakan dari jaringan conjunctiva (conjunctival tissue). Conjunctiva
adalah penutup bening diatas putih mata. Filtering bleb adalah suatu area yang timbul seperti bisul yang
ditempatkan pada bagian atas mata dibawah kelopak atas. Sistim pengaliran baru ini mengizinkan cairan untuk
meninggalkan mata, masuk ke bleb, dan kemudian lewat masuk kedalam sirkulasi darah kapiler (capillary blood
circulation) dengan demikian menurunkan tekanan mata. Trabeculectomy adalah operasi glaukoma yang paling
umum dilaksanakan. Jika sukses, dia merupakan alat paling efektif menurunkan tekanan mata.
b) Viscocanalostomy adalah suatu prosedur operasi alternatif yang digunakan untuk menurunkan tekanan
mata. Dia melibatkan penghilangan suatu potongan dari sclera (dinding mata) untuk meninggalkan hanya suatu
membran yang tipis dari jaringan melaluinya cairan aqueous dapat dengan lebih mudah mengalir. Ketika dia
lebih tidak invasiv dibanding trabeculectomy dan aqueous shunt surgery, dia juga bertendensi lebih tidak efektif.
Ahli bedah kadangkala menciptakan tipe-tipe lain dari sistim pengaliran (drainage systems). Ketika operasi
glaukoma seringkali efektif, komplikasi-komplikasi, seperti infeksi atau perdarahan, adalah mungkin. Maka,
operasi umumnya dicadangkan untuk kasus-kasus yang dengan cara lain tidak dapat dikontrol.

BAB III
PEMBAHASAN

3.1 Asuhan Keperawatan Glaukoma


3.1.1 Pengkajian

1. Anamnesa

Anamnesa yang dapat dilakukan pada klien dengan katarak adalah:

1. Identitas / Data Biografi

Berisi nama, usia, jenis kelamin, alamat, dan keterangan lain mengenai identitas pasien.

1. Riwayat penyakit sekarang

Merupakan penjelasan dari keluhan utama. Misalnya yang sering terjadi pada pasien dengan katarak adalah
penurunan ketajaman penglihatan.

1. Riwayat penyakit dahulu

Adanya riwayat penyakit sistemik yang di miliki oleh pasien seperti DM, hipertensi, pembedahan mata
sebelumnya, dan penyakit metabolic lainnya memicu resiko katarak.

1. Riwayat Kesehatan Keluarga

cfPada pengkajian klien dengan gangguan mata ( katarak ) kaji riwayat keluarga apakah ada riwayat diabetes
atau gangguan sistem vaskuler, kaji riwayat stress, alergi, gangguan vasomotor seperti peningkatan tekanan
vena, ketidakseimbangan endokrin dan diabetes, serta riwayat terpajan pada radiasi, steroid / toksisitas
fenotiazin.

3.1.2 Diagnosa Keperawatan dan Intervensi

1. Nyeri b.d peningkatan tekanan intra okuler (TIO) yang ditandai dengan mual dan muntah.

Tujuan: Nyeri hilang atau berkurang

Kriteria hasil:
1) Pasien mendemonstrasikan pengetahuan akan penilaian pengontrolan nyeri
2) Pasien mengatakan nyeri berkurang/hilang
3) Ekspresi wajah rileks
Intervensi:
1) Kaji tipe intensitas dan lokasi nyeri
R/
2) Kaji tingkatan skala nyeri untuk menentukan dosis analgesik
3) Anjurkan istirahat ditempat tidur dalam ruangan yang tenang
4) Atur sikap fowler 300 atau dalam posisi nyaman.
5) Hindari mual, muntah karena ini akan meningkatkan tio
6) Alihkan perhatian pada hal-hal yang menyenangkan
7) Berikan analgesik sesuai anjuran

1. Gangguan persepsi sensori: penglihatan b.d gangguan penerimaan; gangguan status organ ditandai
dengan kehilangan lapang pandang progresif.

Tujuan: Penggunaan penglihatan yang optimal


Kriteria Hasil:
1) Pasien akan berpartisipasi dalam program pengobatan.
2) Pasien akan mempertahankan lapang ketajaman penglihatan tanpa kehilangan lebih lanjut.
Intervensi:
1) Pastikan derajat/tipe kehilangan penglihatan.
Rasional: Sementara intervensi dini mencegah kebutaan, pasien menghadapi kemungkinan/mengalami
pengalaman kehilangan penglihatan sebagian atau total.
2) Dorong mengekspresikan perasaan tentang kehilangan/ kemungkinan kehilangan penglihatan.
Rasional: Mempengaruhi harapan masa depan pasien dan pilihan intervensi.
3) Tunjukkan pemberian tetes mata, contoh menghitung tetesan, menikuti jadwal, tidak salah dosis.
Rasional: Mengontrol TIO, mencegah kehilangan penglihatan lanjut.
4) Lakukan tindakan untuk membantu pasien yang mengalami keterbatasan penglihatan, contoh, kurangi
kekacauan,atur perabot, ingatkan memutar kepala ke subjek yang terlihat; perbaiki sinar suram dan masalah
penglihatan malam.
Rasional: Menurunkan bahaya keamanan b/d perubahan lapang pandang atau kehilangan penglihatan dan
akomodasi pupil thd sinar lingkungan
5) Kolaborasi obat sesuai dengan indikasi.
Rasional: Memisahkan badan siliar dr sclera untuk memudahkan aliran keluar akueus humor.

1. Ansitas b.d faktor fisilogis, perubahan status kesehatan, adanya nyeri, kemungkinan/kenyataan
kehilangan penglihatan ditandai dengan ketakutan, ragu-ragu, menyatakan masalah tentang perubahan
kejadian hidup.

Tujuan: Cemas hilang atau berkurang


Kriteria Hasil:
1) Pasien tampak rileks dan melaporkan ansitas menurun sampai tingkat dapat diatasi.
2) Pasien menunjukkan ketrampilan pemecahan masalah.
3) Pasien menggunakan sumber secara efektif.
Intervensi:
1) Kaji tingkat ansitas, derajat pengalaman nyeri/timbul nya gejala tiba-tiba dan pengetahuan kondisi saat ini.
Rasional: Faktor ini mempengaruhi persepsi pasien terhadap ancaman diri, potensial siklus insietas, dan dapat
mempengaruhi upaya medik untuk mengontrol TIO.
2) Berikan informasi yang akurat dan jujur.
Rasional: Menurunkan ansiets b/d ketidak tahuan / harapan yang akan datang dan memberikan dasar fakta
untuk membuat pilihan info ttg pengobatan.
3) Dorong pasien untuk mengakui masalah dan mengekspresikan perasaan.
Rasional: Memberi kesempatan pasien menerima situasi nyata, mengklarifikasi salah konsepsi dan pemecahan
masalah.
4) Identifikasi sumber/orang yang menolong.
Rasional: Memberikan keyakinan bhw pasien tdk sendiri dlm menghadapi masalah.

1. Kurang pengetahuan (kebutuhan belajar) tentang kondisi, prognosis, dan pengobatan b.d kurang
terpajan/tak mengenal sumber, kurang mengingat, salah interpretasi, ditandai dengan ;pertanyaan,
pernyataan salah persepsi, tak akurat mengikuti instruksi, terjadi komplikasi yang dapat dicegah.

Tujuan: Klien mengetahui tentang kondisi,prognosis dan pengobatannya.


Kriteria Hasil:
1) Pasien menyatakan pemahaman kondisi, prognosis, dan pengobatan.
2) Mengidentifikasi hubungan antar gejala/tanda dengan proses penyakit.
3) Melakukan prosedur dengan benar dan menjelaskan alasan tindakan.
Intervensi:
1) Diskusikan perlunya menggunakan identifikasi,
2) Tunjukkan tehnik yang benar pemberian tetes mata.
Rasional: Meningkatkan keefektifan pengobatan. Memberikan kesempatan pasien menunjukan kompetensi dan
menanyakan pertanyaan.
3) Izinkan pasien mengulang tindakan.
4) Kaji pentingnya mempertahankan jadwal obat, contoh tetes mata. Diskusikan obat yang harus dihindari,
contoh midriatik, kelebihan pemakaian steroid topikal.
Rasional: Penyakit ini dapat di control dan mempertahankan konsistensi program obat adalah control vital.
Beberapa obat menyebabkan dilatasi pupil, peningkatan TIO dan potensial kehilangan penglihatan tambahan
5) Identifikasi efek samping/reaksi merugikan dari pengobatan (penurunan nafsu makan, mual/muntah,
kelemahan, jantung tak teratur, dll).
Rasional: Dapat mempengaruhi rentang dari ketidak nyamanan sampai ancaman kesehatan berat.
6) Dorong pasien membuat perubahan yang perlu untuk pola hidup.
Rasional: Pola hidup tenang menurunkan respon emosi thd stres, mencegah perubahan okuler yang mendorong
iris kedepan, yang dpt mencetuskan serangan akut.
7) Dorong menghindari aktivitas,seperti mengangkat berat/mendorong, menggunakan baju ketat dan sempit.
Rasional: Dapat meningkatkan TIO yang mencetuskan serangan akut.
8) Diskusikan pertimbangan diet, cairan adekuat dan makanan berserat.
Rasional: Mempertahankan konsistensi feses untuk menghindari konstipasi.
9) Tekankan pemeriksaan rutin.
Rasional: Untuk mengawasi kemajuan penyakit dan memungkinkan intervensi dini dan mencegah kehilangan
penglihatan lanjut.

3.2 WOC
DOWNLOAD : WOC ASKEP GLAUKOMA

DAFTAR PUSTAKA
Luckman&Sorensen.1980.Medical-Surgical Nursing a Psychophysiologic Approach.United States of America: W.B.
Sunders Company (1986-1990)
Herman.2010.Prevalensi kebutaan akibat glaukoma di kabupaten tapanuli selatan(hal 2).Available
from http:repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/6399/1/10E00177.pdf(diakses 10 oktober 2010)
Anonim.2009.Kumpulan artikel tentang glaukoma.Available from :
http://puskesmassimpangempat.wordpress.com/2009/08/14/kumpulan-artikel-tentang-glaukoma/ (di akses 10
oktober 2010)
Barbara,dkk.1999.Medical-Surgical Nursing.United States of America: Lippincott(642-645)
Anonim.2007.World Glaucoma Day(hal 1-2).Available from http : www.mazdabalikpapan.com/asuhan-
keperawatan-pada-penyakit-mata-glukoma.html (diakses 7 oktober 2010)
Anonim.2008.Askep Glaukoma(hal 2).Available from http://harnawatiaj.wordpress.com/2008/03/09/glaukoma-2
(diakses 09 oktober 2010 )
Marilynn, dkk.1999. Rencana Asuhan Keperawatan. Edisi 3.Jakarta : EGC
Ilyas, sidarta. 2009. Dasar-dasar pemeriksaan dalam ilmu penyakit mata. Edisi 3. Jakarta:Balai Pustaka.
Ilyas, sidarta. 2004. Masalah kesehatan mata anda dalam pertanyaan- pertanyaan. Edisi 2. Jakarta : FKUI
Hartono. 2007. Oftalmoskopidasar dan klinis. Yogyakarta : Pustaka Cendekia
Ilyas, sidarta. 2009. Ilmu penyakit mata. Jakarta : Balai penerbit FKUI
SUHAN KEPERAWATAN (ASKEP) SKA DAN NSTEMI
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Pembuluh darah koroner merupakan saluran pembuluh darah yang membawa darah mengandung 02 dan
makanan yang dibutuhkan oleh miokard agar dapat berfungsi dengan baik. Penyakit Jantung Koroner adalah
salah satu akibat utama arteriosklerosis atau pengerasan pembuluh darah nadi, yang dikenal sebagai
atherosklerosis. Pada keadaan ini pembuluh darah nadi menyempit karena terjadi endapan-endapan lemak
(atheroma dan plaques) pada dindingnya.
Pada tahun 1772 Herbeden menemukan suatu sindroma gangguan pada dada berupa nyeri terlebih-lebih waktu
berjalan, mendaki atau segera sesudah makan. Sebenarnya perasaan nyeri seperti ini tidak saja disebabkan oleh
kelainan organ di dalam toraks, akan tetapi dapat juga berasal dari otot, syaraf, tulang dan faktor psikis. Dalam
kaitannya dengan jantung, sindroma ini disebut Angina Pectoris,yang disebabkan oleh karena ketidakseimbangan
antara kebutuhan oksigen miokard dengan penyediaannya.
Merokok, tekanan darah tinggi, nilai kolesterol darah yang tinggi, kegemukan, stress, diabetes melitus, dan
riwayat keluarga yang kuat untuk penyakit jantung koroner, dapat memicu mudahnya seseorang terkena
penyakit jantung koroner. Dengan bertambahnya umur seseorang, penyakit ini akan lebih sering ditemui. Pria
mempunyai resiko lebih tinggi dari pada wanita, karena aktivitas pria lebih tinggi dan berhubungan dengan
hormon.
Penyakit kardiovaskular ini merupakan nilai kematian terbesar di Indonesia. Sehingga diperlukan strategi
penatalaksanaan dalam menegakkan diagnosa sindroma koroner akut (SKA) secara optimal.
Sindroma koroner akut merupakan sindroma klinis yang terdiri dari infark miokard akut dengan atau tanpa
elevasi segmen ST serta angina pectoris yang tak stabil.
Diagnosis kerja awal sindrome koroner akut tanpa elevasi segmen ST berdasarkan enzim jantung troponin. Jika
troponin positif, maka disebut infark miokard akut tanpa elevasi segmen ST, dan jika troponin negatif, maka
digolongkan angina pectoris tidak stabil.

1.2 Rumusan Masalah


1.2.1. Apa definisi Sindrom Koroner Akut (SKA) dan NSTEMI (Non ST Elevation Myocardial infarction)?
1.2.2. Bagaimanakah pathogenesis dari NSTEMI (Non ST Elevation Myocardial infarction)?
1.2.3. Apa saja manifestasi klinis seseorang hingga dikatakan menderita NSTEMI (Non ST Elevation
Myocardial infarction)?
1.2.4. Bagaimana patofisiologi NSTEMI (Non ST Elevation Myocardial infarction)?
1.2.5. Bagaimana pemeriksaan diagnostik pada NSTEMI (Non ST Elevation Myocardial infarction)?
1.2.6. Bagaimana penatalaksanaan untuk NSTEMI (Non ST Elevation Myocardial infarction)?
1.2.7. Bagaimana asuhan keperawatan pasien dengan NSTEMI (Non ST Elevation Myocardial infarction)?
1.3 Tujuan
1.3.1 Tujuan Umum
Mengetahui asuhan keperawatan pada pasien dengan NSTEMI (Non ST Elevation Myocardial infarction).

1.3.2 Tujuan Khusus

1. Mengetahui patofisiologi NSTEMI (Non ST Elevation Myocardial infarction).


2. Mengetahui mekanisme klinis NSTEMI (Non ST Elevation Myocardial infarction).
3. Mengetahui pemeriksaan dignostik pada NSTEMI (Non ST Elevation Myocardial infarction).
4. Mengetahui asuhan keperawatan pasien dengan NSTEMI (Non ST Elevation Myocardial infarction).

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Definisi
Sindrom Koroner Akut (SKA) adalah suatu istilah atau terminologi yang digunakan untuk menggambarkan
spektrum keadaan atau kumpulan proses penyakit yang meliputi angina pektoris tidak stabil/APTS (unstable
angina/UA), infark miokard gelombang non-Q atau infark miokard tanpa elevasi segmen ST (Non-ST elevation
myocardial infarction/ NSTEMI), dan infark miokard gelombang Q atau infark miokard dengan elevasi segmen ST
(ST elevation myocardial infarction/STEMI) (Gambar 1). APTS dan NSTEMI mempunyai patogenesis dan
presentasi klinik yang sama, hanya berbeda dalam derajatnya. Bila ditemui penanda biokimia nekrosis miokard
(peningkatan troponin I, troponin T, atau CK-MB) maka diagnosis adalah NSTEMI; sedangkan bila penanda
biokimia ini tidak meninggi, maka diagnosis adalah APTS.
Pada APTS dan NSTEMI pembuluh darah terlibat tidak mengalami oklusi total/ oklusi tidak total (patency),
sehingga dibutuhkan stabilisasi plak untuk mencegah progresi, trombosis dan vasokonstriksi. Penentuan troponin
I/T ciri paling sensitif dan spesifik untuk nekrosis miosit dan penentuan patogenesis dan alur pengobatannya.
Sedang kebutuhan miokard tetap dipengaruhi obat-obat yang bekerja terhadap kerja jantung, beban akhir,
status inotropik, beban awal untuk mengurangi konsumsi O2 miokard. APTS dan NSTEMI merupakan SKA yang
ditandai oleh ketidakseimbangan pasokan dan kebutuhan oksigen miokard.
Penyebab utama adalah stenosis koroner akibat trombus non-oklusif yang terjadi pada plak aterosklerosis yang
mengalami erosi, fisur, dan/atau ruptur. Angina tidak stabil (UA) dan infark miokard non-ST elevasi (NSTEMI)
adalah bagian dari sindrom koroner akut kontinum, di mana plak pecah dan terbentuk trombosis koroner aliran
darah ke daerah miokardium. UA dan NSTEMI juga disebut sindrom koroner akut non-ST elevasi, untuk
membedakan mereka dari akut infark miokard ST elevasi (STEMI). Dalam UA dan NSTEMI, tidak ditemukan ST
elevasi dan gelombang Q patologis pada EKG. Pada pasien dengan MI akut, alasan mengapa gelombang Q atau
menjadi oklusi koroner, berhubungan dengan durasi oklusi, sejauh mana daerah infark menjaga kelangsungan
hidup selama oklusi, serta letak pembuluh darah yang menentukan ukuran infark. Arteriografi koroner dilakukan
pada 60-85% kasus, dalam periode akut NSTEMI menunjukkan bahwa infark arteri yang terkait tidak
tersumbat.2-5 Hal ini merupakan alasan terhadap kurangnya kemanjuran fibrinolisis dalam gangguan ini.
2.2. Patogenesis
SKA merupakan salah satu bentuk manifestasi klinis dari penyakit jantung koroner (PJK), salah satu akibat dari
proses aterotrombosis selain strok iskemik serta peripheral arterial disease (PAD). Aterotrombosis merupakan
suatu penyakit kronik dengan proses yang sangat kompleks dan multifaktor serta saling terkait. Aterotrombosis
terdiri dari aterosklerosis dan trombosis. Aterosklerosis merupakan proses pembentukan plak (plak
aterosklerotik) akibat akumulasi beberapa bahan seperti makrofag yang mengandung foam cells, lipid
ekstraselular masif dan plak fibrosa yang mengandung sel otot polos dan kolagen. Perkembangan terkini
menjelaskan aterosklerosis adalah suatu proses inflamasi atau infeksi, dimana awalnya ditandai dengan adanya
kelainan dini pada lapisan endotel, pembentukan sel busa dan fatty streaks, pembentukan fibrous cups dan lesi
lebih lanjut, dan proses pecahnya plak aterosklerotik yang tidak stabil. Banyak sekali penelitian yang
membuktikan bahwa inflamasi memegang peranan penting dalam proses terjadinya aterosklerosis. Pada
penyakit jantung koroner, inflamasi dimulai dari pembentukan awal plak hingga terjadinya ketidakstabilan plak
yang akhirnya mengakibatkan terjadinya ruptur plak dan trombosis pada SKA.
Perjalanan proses aterosklerosis (inisiasi, progresi, dan komplikasi pada plak aterosklerotik), secara bertahap
berjalan dari sejak usia muda bahkan dikatakan juga sejak usia anak-anak sudah terbentuk bercak-bercak garis
lemak (fatty streaks) pada permukaan lapis dalam pembuluh darah, dan lambat-laun pada usia tua dapat
berkembang menjadi bercak sklerosis (plak atau kerak pada pembuluh darah) sehingga terjadinya penyempitan
dan atau penyumbatan pembuluh darah. Kalau plak tadi pecah, robek atau terjadi perdarahan subendotel,
mulailah proses trombogenik, yang menyumbat sebagian atau keseluruhan suatu pembuluh koroner. Pada saat
inilah muncul berbagai presentasi klinik seperti angina atau infark miokard. Proses aterosklerosis ini dapat stabil,
tetapi dapat juga tidak stabil atau progresif. Konsekuensi yang dapat menyebabkan kematian adalah proses
aterosklerosis yang bersifat tidak stabil atau progresif yang dikenal juga dengan SKA.

Gambar 1.1 Ilustrasi perjalanan aterosklerosis


(www.exomedindonesia.blogspot.com,2010)
Sedangkan trombosis merupakan proses pembentukan atau adanya darah beku yang terdapat di dalam
pembuluh darah atau kavitas jantung. Ada dua macam trombosis, yaitu trombosis arterial (trombus putih) yang
ditemukan pada arteri, dimana pada trombus tersebut ditemukan lebih banyak platelet, dan trombosis vena
(trombus merah) yang ditemukan pada pembuluh darah vena dan mengandung lebih banyak sel darah merah
dan lebih sedikit platelet. Komponen-komponen yang berperan dalam proses trombosis adalah dinding pembuluh
darah, aliran darah dan darah sendiri yang mencakup platelet, sistem koagulasi, sistem fibrinolitik, dan
antikoagulan alamiah.
Patogenesis terkini SKA menjelaskan bahwa SKA disebabkan oleh obstruksi dan oklusi trombotik pembuluh darah
koroner, yang disebabkan oleh plak aterosklerosis yang rentan mengalami erosi, fisur, atau ruptur. Penyebab
utama SKA yang dipicu oleh erosi, fisur, atau rupturnya plak aterosklerotik adalah karena terdapatnya kondisi
plak aterosklerotik yang tidak stabil dengan karakteristik inti lipid besar, fibrous cups tipis, dan bahu plak penuh
dengan aktivitas sel-sel inflamasi seperti limfosit T dan lain sebagainya. Tebalnya plak yang dapat dilihat dengan
persentase penyempitan pembuluh koroner pada pemeriksaan angiografi koroner tidak berarti apa-apa selama
plak tersebut dalam keadaan stabil. Dengan kata lain, risiko terjadinya ruptur pada plak aterosklerosis bukan
ditentukan oleh besarnya plak (derajat penyempitan) tetapi oleh kerentanan plak.

Gambar.1.2 perbedaan stable angina dengan unstable angina


(www.exomedindonesia.blogspot.com,2010)
Erosi, fisur, atau ruptur plak aterosklerosis (yang sudah ada dalam dinding arteri koroner) mengeluarkan zat
vasoaktif (kolagen, inti lipid, makrofag dan faktor jaringan) ke dalam aliran darah, merangsang agregasi dan
adhesi trombosit serta pembentukan fibrin, membentuk trombus atau proses trombosis. Trombus yang terbentuk
dapat menyebabkan oklusi koroner total atau subtotal. Oklusi koroner berat yang terjadi akibat erosi atau ruptur
pada plak aterosklerosis yang relatif kecil akan menyebabkan angina pektoris tidak stabil dan tidak sampai
menimbulkan kematian jaringan. Trombus biasanya transien atau labil dan menyebabkan oklusi sementara yang
berlangsung antara 10–20 menit. Bila oklusi menyebabkan kematian jaringan tetapi dapat diatasi oleh kolateral
atau lisis trombus yang cepat (spontan atau oleh tindakan trombolisis) maka akan timbul NSTEMI (tidak merusak
seluruh lapisan miokard).
Trombus yang terjadi dapat lebih persisten dan berlangsung sampai lebih dari 1 jam. Bila oklusi menetap dan
tidak dikompensasi oleh kolateral maka keseluruhan lapisan miokard mengalami nekrosis (Q-wave infarction),
atau dikenal juga dengan STEMI. Trombus yang terbentuk bersifat stabil dan persisten yang menyebabkan
perfusi miokard terhenti secara tiba-tiba yang berlangsung lebih dari 1 jam dan menyebabkan nekrosis miokard
transmural.4
Trombosis pada pembuluh koroner terutama disebabkan oleh pecahnya plak aterosklerotik yang rentan akibat
fibrous caps yang tadinya bersifat protektif menjadi tipis, retak dan pecah. Fibrous caps bukan merupakan
lapisan yang statik, tetapi selalu mengalami remodeling akibat aktivitas-aktivitas metabolik, disfungsi endotel,
peran sel-sel inflamasi, gangguan matriks ekstraselular akibat aktivitas matrix metalloproteinases (MMPs) yang
menghambat pembentukan kolagen dan aktivitas sitokin inflamasi.
Perkembangan terkini menjelaskan dan menetapkan bahwa proses inflamasi memegang peran yang sangat
menentukan dalam proses patogenesis SKA, dimana kerentanan plak sangat ditentukan oleh proses inflamasi.
Inflamasi dapat bersifat lokal (pada plak itu sendiri) dan dapat bersifat sistemik. Inflamasi juga dapat
mengganggu keseimbangan homeostatik. Pada keadaan inflamasi terdapat peningkatan konsentrasi fibrinogen
dan inhibitor aktivator plasminogen di dalam sirkulasi. Inflamasi juga dapat menyebabkan vasospasme pada
pembuluh darah karena terganggunya aliran darah.
Vasokonstriksi pembuluh darah koroner juga ikut berperan pada patogenesis SKA. Vasokonstriksi terjadi sebagai
respon terhadap disfungsi endotel ringan dekat lesi atau sebagai respon terhadap disrupsi plak dari lesi itu
sendiri. Endotel berfungsi mengatur tonus vaskular dengan mengeluarkan faktor relaksasi yaitu nitrit oksida (NO)
yang dikenal sebagai Endothelium Derived Relaxing Factor (EDRF), prostasiklin, serta faktor kontraksi seperti
endotelin-1, tromboksan A2, prostaglandin H2. Pada disfungsi endotel, faktor kontraksi lebih dominan dari pada
faktor relaksasi. Pada plak yang mengalami disrupsi terjadi platelet dependent vasoconstriction yang diperantarai
oleh serotonin dan tromboksan A2, serta thrombin dependent vasoconstriction yang diduga akibat interaksi
langsung antara zat tersebut dengan sel otot polos pembuluh darah.

2.3. Manifestasi Klinis


Nyeri dada dengan lokasi khas substernal atau kadang kala di epigastrium dengan ciri seperti diperas,
perasaan seperti diikat, perasaan terbakar, nyeri tumpul, rasa penuh, berat atau tertekan, menjadi presentasi
gejala yang sering ditemukan pada NSTEMI. Analisis berdasarkan gambaran klinis menunjukkan bahwa mereka
yang memiliki gejala dengan onset baru angina/terakselerasi memiliki prognosis lebih baik dibandingkan dengan
yang memiliki nyeri pada waktu istirahat. Walaupun gejala khas rasa tidak enak di dada iskemia pada NSTEMI
telah diketahui dengan baik, gejala tidak khas seperti dispneu, mual, diaforesis, sinkop atau nyeri di lengan,
epigastrium, bahu atas atau leher juga terjadi dalam kelompok yang lebih besar pada pasien-pasien berusia lebih
dari 65 tahun.
2.4 Pemeriksaan Diagnostik
a) Pemeriksaan Elektro Kardiogram (EKG)
Segmen ST merupakan hal penting yang menentukan risiko pada pasien. Pada Trombolysis in Myocardial (TIMI)
III Registry, adanya depresi segmen ST baru sebanyak 0,05 mV merupkan prediktor outcome yang buruk. Kaul
et al. menunjukkan peningkatan resiko outcome yang buruk meningkat secara progresif dengan memberatnya
depresi segmen ST maupun perubahan troponin T keduanya memberikan tambahan informasi prognosis pasien-
pasien dengan NSTEMI.
b) Pemeriksaan Laboratorium
Troponin T atau Troponin I merupakan pertanda nekrosis miokard lebih spesifik dari pada CK dan CKMB. Pada
pasien IMA, peningkatan Troponin pada darah perifer setelah 3-4 jam dan dapat menetap sampai 2 minggu.
Stratifikasi Resiko
Penilaian klinis dan EKG, keduanya merupakan pusat utama dalam pengenalan dan penilaian risiko NSTEMI. Jika
ditemukan resiko tinggi, maka keadaan ini memerlukan terapi awal yang segera. Karena NSTEMI merupakan
penyakit yang heterogen dengan subgrup yang berbeda, maka terdapat keluaran tambahan yang berbeda pula.
Penatalaksanaan sebaiknya terkait pada faktor resikonya,
Skor Resiko
Insiden keluaran yang buruk (kematian, (re) infark miokard, atau iskemia berat rekuren) pada 14 hari berkisar
antara 5% dengan risiko 0-1, sampai 41% dengan skor risiko 6-7. Skor resiko ini berasal dari analisis pasien-
pasien pada penelitian TIMI IIB dan telah divalidasi pada empat penelitian tambahan dan satu registry, terdapat
banyak bukti yang menunjukkan disfungsi ginjal berhubungan dengan peningkatan resiko keluaran yang buruk.
Beberapa penelitian seperti Platelet Receptor Inhibition Ischemic Syndrome Management in Patien Limited by
Unstable Sign and Symptom (PRISM-PLUS). Treat Angina with Aggrastat and Determine Cost of Therapy with
invasive or Conservative Strategy (TACTICS)-TIMI 18, DAN Global Use Strategies to Open Ocluded Coronary
Arteries (GUSTO) IV-ACS, kesemunya menunjukkan pasien-pasien dengan kadar klirens kreatinin yang lebih
rendah memiliki gambaran resiko yang lebih besar dan keluaran yang kurang baik. Walaupun strategi invasive
banyak bermanfaat pada pasien disfungsi ginjal, namaun memiliki resiko perdarahan lebih banyak. Karena
“molekul kecil” inhibitor GP IIb/IIIa dan LMWH diekskresikan lewat ginjal. (Sudoyo Aru W, 2006)
Newby et al. mendemonstrasikan bahwa strategi bedside menggunakan mioglobin, creatinin kinase MB dan
Troponin I memberikan stratifikasi risiko yang lebih akurat dibandingkan jika menggunakan petanda tunggal
berbasis laboratorium. Sabatin et al. Mempertimbangkan 3 faktor patofisiologi yang terjadi pada UA /NSTEMI
yaitu :
- Ketidaksetabilan plak dan nekrosis otot yang terjadi akibat mikroembolisasi
- Inflamasi vaskuler
- Kerusakan ventrikel kiri
Masing-masing dapat dinilai secara independen berdasarkan penilaian terhadap petanda-petanda seperti cardiac-
spesific troponin. C-reactive protein dan brain natriuretic peptide, berturut-turut. Pada penelitian TACTICS-TIMI
18, dimana resiko relative, mortalitas 30 hari pasien dengan bio marker 0, 1, 2, dan 3 semakin meningkat berkali
lipat 1,2. 1,5. 7, dan 13,0 berturut-turut. Pendekatan petanda laboratorium sebaiknya tidak digunakan sendiri-
sendiri tapi seharusnya dapat memperjelas penemuan klinis.

2.5. Patofisiologi
, dan IL-6. Selanjutnya IL-6 akan merangsang pengeluaran hsCRP di hati. (Sudoyo Aru W, 2006)
NSTEMI dapat disebabkan oleh penurunan suplai oksigen dan atau peningkatan kebutuhan oksigen miokard
yang diperberat oleh obstruksi koroner. NSTEMI terjadi karena thrombosis akut atau vasokonstriksi koroner.
Trombosis akut pada arteri koroner diawali dengan adanya ruptur plak yang tak stabil. Plak yang tidak stabil ini
biasanya mempunyai inti lipid yang besar, densitas otot polos yang rendah, fibrous cap yang tipis dan
konsentrasi faktor jaringan yang tinggi. Inti lemak yang yang cenderung ruptur mempunyai konsentrasi ester
kolesterol dengan proporsi asam lemak tak jenuh yang tinggi. Pada lokasi ruptur plak dapat dijumpai sel
makrofag dan limposit T yang menunjukkan adanya proses imflamasi. Sel-sel ini akan mengeluarkan sel sitokin
proinflamasi seperti TNF
2.6. Penatalaksanaan

1. I. Harus istirahat di tempat tidur dengan pemantauan EKG guna pemantauan segmen ST dan
irama jantung.
2. II. Terapi

Empat komponen utama terapi yang harus dipertimbangkan pada setiap pasien NSTEMI yaitu :
Ø Terapi antiiskemia
Ø Terapi anti platelet/antikoagulan
Ø Terapi invasive (kateterisasi dini/revaskularisasi),
Ø Perawatan sebelum meninggalkan RS dan sudah perawatan RS.

1. a. Terapi Antiiskemia

o Nitrat ( ISDN )
o Penyekat Beta
Obat Selektivitas Aktivitas Agonis ParsialDosis umum untuk Angina
Propranolol Tidak Tidak 20-80mg 2 kali sehari
Metoprolol Beta 1 Tidak 50-200mg 2 kali sehari
Atenolol Beta 1 Tidak 50-200mg/hari
Nadolol Tidak Tidak 40-80mg/hari
Timolol Tidak Tidak 10mg 2 kali sehari
Asebutolol Beta 1 Ya 200-600mg 2 kali sehari
Betaksolol Beta 1 Tidak 10-20mg/hari
Bisoprolol Beta 1 Tidak 10mg/hari
Esmolol (intravena) Beta 1 Tidak 50-300mcg/kg/menit
Labetalol Tidak Ya 200-600mg 2 kali sehari
Pindolol Tidak Ya 2,5-7,5mg 3 kali sehari

1. b. Terapi Antitrombotik

o Antitrombotik (Streptokinase, Urokinase, rt-PA)

1. c. Terapi Antiplatelet

o Antiplatelet (Aspirin, Klopidogrel, Antagonis Platelet GP IIb/IIIa)


1. d. Terapi Antikoagulan

o LMWH (low Molekuler weight Heparin)

1. e. Strategi Invasif dini vs Konservasif dini

Berbagai penelitian telah dilakukan untuk membandingkan strategi invasif dini (arteriografi koroner dini
dilanjutkan dengan revaskularisasi sebagaimana diindikasikan oleh temuan arteriografi) dengan strategi
konservatif dini (kateterisasi dan jika diindikasikan revaskulaisasi, hanya pada yang mengalami kegagalan
terhadap terapi oral/obat-obatan).

1. III. Perawatan untuk pasien resiko rendah


1. a. Tes stres noninvasif
2. b. Hasil tes menunjukkan gambaran resiko tinggi sebaiknya menjalani arteriografi
koroner dan berdasarkan temuan anatomis, revaskularisasi dapat dilakukan
3. c. Arteriografi koroner dapat dipilih pada pasien-pasien tes positif tapi tanpa temuan
risiko tinggi.
4. Tatalaksana Predischarge dan pencegahan sekunder

Tatalaksana terhadap faktor resiko antara lain :


Ø Mencapai berat badan optimal
Ø Nasehat diet
Ø Penghentian merokok
Ø Olah raga
Ø Pengontrolan Hipertensi
Ø Tatalaksana Diabetes Melitus dan deteksi Diabetes Melitus yang tidak dikenali sebelumnya

BAB 3
ASUHAN KEPERAWATAN

1. Diagnosa keperawatan : nyeri akut b.d iskemia jaringan sejunder terhadap sumbatan arteri koroner

Tujuan : nyeri yang dialami pasien dapat berkurang


Kreteria hasil :
- Klien menyatakan nyeri dada hilang/terkontrol
- Klien dapat mendemonstrasikan tekhnik relaksasi
- Klien dapat menunjukkan menurunnya tegangan, rileks dan mudah bergerak

NO INTERVENSI RASIONAL
1. Berikan lingkungan yang nyaman, tenang, dan Menurunkan rangsang eksternal dimana ansietas dan
beri aktivitas perlahan regangan jantung serta keterbatasan kemampuan
koping dan keputusan terhadap situasi saat ini.
2. Bantu melakukan teknik relaksasi misalnya napas Membantu dalam menurunkan respon nyeri.
dalam/perlahan, distraksi, visuallisasi, bimbingan
imajinasi
3. Berikan oksigen tambahan dengan kanula nasal Menigkatkan jumlah oksigen yang ada untuk pemakaian
atau masker sesuai indikasi miokardia dan juga mengurangi ketidaknyamanan
sehubungan dengan iskemia jaringan
4. Berikan obat sesuai indikasi seperti antiangina, Untuk mengontrol nyeri dan meningkatkan ketenangan
beta bloker, analgesic pasien agar proses penyembuhan berjalan lancer

1. Diagnosa keperawatan : intoleransi aktivitas b.d ketidakseimbangan intake oksigen dengan kebutuhan

Tujuan : aktivitas klien dapat meningkat tanpa adnya nyeri dada


Kriteria hasil :
- klien dapat mendemonstrasikan penigkatan toleransi aktivitas dengan frekuensi jantung dan tekanan
darah dalam batas normal klien.
- Klien tidak mengeluh adanya nyeri dada saat beraktivitas

No Intervensi Rasional
1. Anjurkan pasien menghindari peningkatan Aktivitas yang memerlukan menahan nafas dan
tekanan abdomen misalnya mengejan saat menunduk(maneuver valsava) dapat mengakibatkan
defekasi braddikardi juga menurunkan cuurah jantung dan
takikardi dengan peningkatan tekanan darah.
2. Latih klien untuk menerapkan pola peningkatan Aktivitas yang meningkat dapat memberikan control
bertahap dari tingkat aktivitas, seperti banguin jantung, meningkatkan regangan dan mencegah
dari kursi bila tidak ada nyeri, ambulasi dan aktivitas berlebihan
istirahat selama 1 jam setelah makan
3. Rujuk ke program rehabilitasi jantung Memberikan pengawasan ketat untuk proses
penyembuhan
DOWNLOAD : WOC ASKEP DAN NSTEMI

ASUHAN KEPERAWATAN (ASKEP) PENYAKIT


JANTUNG KORONER (PJK)
NUZULUL ZULKARNAIN HAQ
FAKULTAS KEPERAWATAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang


Penyakit Jantung Koroner (PJK) ialah penyakit jantung yang terutama disebabkan karena penyempitan arteri
koronaria akibat proses aterosklerosis atau spasme atau kombinasi keduanya. PJK merupakan sosok penyakit
yang sangat menakutkan dan masih menjadi masalah baik di negara maju maupun negara berkembang. Di USA
setiap tahunnya 550.000 orang meninggal karena penyakit ini. Di Eropa diperhitungkan 20-40.000 orang dari 1
juta penduduk menderita PJK. Hasil survei yang dilakukan Departemen Kesehatan RI menyatakan prevalensi PJK
di Indonesia dari tahun ke tahun terus meningkat. Bahkan, sekarang (tahun 2000-an) dapat dipastikan,
kecenderungan penyebab kematian di Indonesia bergeser dari penyakit infeksi ke penyakit kardiovaskular
(antara lain PJK) dan degeneratif.
Tulisan ini hanya dibatasi pada pemahaman tentang status lipid dan keterkaitannya dengan PJK sebagai faktor
risiko tradisional. Disadari bahwa perkembangan mutakhir dalam bidang penyakit jantung menemukan berbagai
fakta-fakta baru tentang PJK. Namun, pengendalian faktor-faktor risiko tradisional, terutama dislipidemia,
obesitas, merokok, dan hipertensi masih cukup relevan dalam upaya menurunkan morbiditas dan mortalias PJK
dan bencana kardiovaskular lain.
Berbagai studi epidemiologik menunjukkan bahwa semakin tinggi kadar lipid dalam darah maka semakin besar
risiko terjadinya PJK. Oleh karena itu kontrol lipid darah, dan pengendalian kadar lipid darah hingga batas normal
akan menekan risiko terjadinya penyakit jantung koroner.

1.2 Rumusan masalah

1. Bagaimana konsep management lipid pada PJK?


2. Bagaimana konsep proses keperawatan management lipid pada PJK?

1.3 Tujuan instruksional umum


Menjelaskan konsep dan proses keperawatan management lipid pada PJK.

1.4 Tujuan instruksional khusus

1. Mengetahui definisi PJK dan lipid


2. Mengetahui kelainan-kelainan pada lipid
3. Mengetahui etiologi PJK
4. Mengetahui patofisiologi lipid pada PJK
5. Mengetahui manifestasi klinis PJK
6. Mengetahui pemeriksaan diagnostik PJK
7. Mengetahui komplikasi lipid pada PJK
8. Mengetahui penatalaksanaan lipid pada PJK
9. Mengetahui prognosis PJK
10. Mengetahui asuhan keperawatan pada PJK

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

4.1 Definisi dan klasifikasi lipid


Penyakit Jantung Koroner (PJK) adalah keadaaan dimana terjadi ketidakseimbangan antara kebutuhan otot
jantung atas oksigen dengan penyediaan yang di berikan oleh pembuluh darah coroner (Mila, 2010).
Lemak, disebut juga lipid, adalah suatu zat yang kaya akan energi, berfungsi sebagai sumber energi yang utama
untuk proses metabolisme tubuh. Lemak yang beredar di dalam tubuh diperoleh dari dua sumber yaitu dari
makanan dan hasil produksi organ hati, yang bisa disimpan di dalam sel-sel lemak sebagai cadangan energi.
Fungsi lemak adalah sebagai sumber energi, pelindung organ tubuh, pembentukan sel, sumber asam lemak
esensial, alat angkut vitamin larut lemak, menghemat protein, memberi rasa kenyang dan kelezatan, sebagai
pelumas, dan memelihara suhu tubuh. (Danny, 2009)
Secara ilmu gizi, lemak dapat diklasifikasikan sebagai berikut :

1. Lipid sederhana :
1. Lemak netral (monogliserida, digliserida, trigliserida),
2. Ester asam lemak dengan alkohol berberat molekul tinggi
3. Lipid majemuk :
1. Fosfolipid
2. Lipoprotein
3. Lipid turunan :
1. Asam lemak
2. Sterol (kolesterol, ergosterol,dsb)

Secara klinis, lemak yang penting adalah :

1. Kolesterol

Kolesterol merupakan bahan perantara untuk pembentukan sejumlah komponen penting seperti vitamin
D (untuk membentuk & mempertahankan tulang yang sehat), hormon seks (contohnya Estrogen &
Testosteron) dan asam empedu (untuk fungsi pencernaan ).

1. Trigliserida (lemak netral)

Sebagian besar lemak dan minyak di alam terdiri atas 98-99% trigliserida. Trigliserida adalah suatu ester gliserol.
Trigliserida terbentuk dari 3 asam lemak dan gliserol. Apabila terdapat satu asam lemak dalam ikatan dengan
gliserol maka dinamakan monogliserida. Fungsi utama Trigliserida adalah sebagai zat energi. Lemak disimpan di
dalam tubuh dalam bentuk trigliserida. Apabila sel membutuhkan energi, enzim lipase dalam sel lemak akan
memecah trigliserida menjadi gliserol dan asam lemak serta melepasnya ke dalam pembuluh darah. Oleh sel-sel
yang membutuhkan komponen-komponen tersebut kemudian dibakar dan menghasilkan energi, karbondioksida
(CO2), dan air (H2O). Trigliserida bersirkulasi dalam darah bersama-sama dengan VLDL (Very Low Densitiy
Lipoprotein) yang bersifat aterogenik. Trigliserida serum juga berhubungan positif dengan risiko PJK.

1. Fosfolipid

Fungsi dari fosfolipid antara lain sebagai bahan penyusun membran sel. Beberapa fungsi biologik lainnya antara
lain adalah sebagai surfactant paru-paru yg mencegah perlekatan dinding alveoli paru-paru sewaktu ekspirasi.

1. Asam Lemak

Asam lemak memiliki empat peranan utama. Pertama, asam lemak merupakan unit penyusun fosfolipid dan
glikolipid. Kedua, banyak protein dimodifikasi oleh ikatan kovalen asam lemak, yang menempatkan protein-
protein tersebut ke lokasi-lokasinya pada membran. Ketiga, asam lemak merupakan molekul bahan bakar. Asam
lemak disimpan dalam bentuk triasilgliserol, yang merupakan ester gliserol yang tidak bermuatan. Triasilgliserol
disebut juga lemak netral atau trigliserida. Keempat, derivat asam lemak berperan sebagai hormon dan cakra
intrasel.

Lipid Plasma
Pada umumnya lemak tidak larut dalam air, yang berarti juga tidak larut dalam plasma darah. Agar lemak dapat
diangkut ke dalam peredaran darah, maka lemak tersebut harus dibuat larut dengan cara mengikatkannya pada
protein yang larut dalam air. Ikatan antara lemak (kolesterol, trigliserida, dan fosfolipid) dengan protein ini
disebut Lipoprotein (dari kata Lipo=lemak, dan protein).
Lipoprotein bertugas mengangkut lemak dari tempat pembentukannya menuju tempat penggunaannya.
Ada beberapa jenis lipoprotein, antara lain:

1. Kilomikron

Merupakan lipoprotein densitas rendah paling banyak berisi trigliserid yang berasal dari makanan. Kilomikron
berfungsi sebagai alat transportasi trigliserid dari usus ke jaringan lain, kecuali ginjal.

1. VLDL (Very Low Density Lipoprotein)

Merupakan zat yang berfungsi untuk membawa kolesterol yang telah dikeluarkan oleh hati ke jaringan otot
untuk disimpan sebagai cadangan energi.

1. IDL (Intermediate Density Lipoprotein)


2. LDL (Low Density Lipoprotein)

Low Density Lipoprotein (LDL) adalah lipoprotein utama pengangkut kolesterol dalam darah yang terlibat dalam
proses terjadinya PJK. Semakin tinggi kadar kolesterol-LDL dalam darah menjadi petanda semakin tingginya
risiko PJK, karena itu kolesterol-LDL biasa juga disebut 'kolesterol jahat'.

1. HDL (High Density Lipoprotein)

High Density Lipoprotein (HDL) merupakan lipoprotein yang bersifat menurunkan faktor risiko pembentukan
aterosklerosis. Kolesterol-HDL beredar dalam darah dan kembali ke hepar mengalami katabolisme membentuk
empedu serta dieliminasi melalui usus besar. Sehingga semakin tinggi kadar HDL, semakin banyak kolesterol
yang dieliminasi.Berdasarkan Framinghan Heart Study penurunan HDL sebesar 1 % berarti peningkatan risiko
PJK sebesar 3 - 4 %. Dengan demikian HDL sering disebut kolesterol yang baik, makin tinggi kadar HDL makin
baik untuk pasien tersebut.

Jalur pengangkutan lemak dalam darah :


Lemak dalam darah diangkut dengan dua cara, yaitu melalui jalur eksogen dan jalur endogen

1. Jalur eksogen

Trigliserida & kolesterol yang berasal dari makanan dalam usus dikemas dalam bentuk partikel besar
lipoprotein, yang disebut Kilomikron. Kilomikron ini akan membawanya ke dalam aliran darah. Kemudian
trigliserid dalam kilomikron tadi mengalami penguraian oleh enzim lipoprotein lipase, sehingga
terbentuk asam lemak bebas dan kilomikron remnan. Asam lemak bebas akan menembus jaringan lemak
atau sel otot untuk diubah menjadi trigliserida kembali sebagai cadangan energi. Sedangkan kilomikron remnan
akan dimetabolisme dalam hati sehingga menghasilkan kolesterol bebas.
Sebagian kolesterol yang mencapai organ hati diubah menjadi asam empedu, yang akan dikeluarkan ke dalam
usus, berfungsi seperti detergen & membantu proses penyerapan lemak dari makanan. Sebagian lagi dari
kolesterol dikeluarkan melalui saluran empedu tanpa dimetabolisme menjadi asam empedu kemudian organ hati
akan mendistribusikan kolesterol ke jaringan tubuh lainnya melalui jalur endogen. Pada akhirnya, kilomikron
yang tersisa (yang lemaknya telah diambil), dibuang dari aliran darah oleh hati.
Kolesterol juga dapat diproduksi oleh hati dengan bantuan enzim yang disebut HMG Koenzim-A Reduktase,
kemudian dikirimkan ke dalam aliran darah.

1. Jalur endogen

Pembentukan trigliserida dalam hati akan meningkat apabila makanan sehari-hari mengandung karbohidrat yang
berlebihan.
Hati mengubah karbohidrat menjadi asam lemak, kemudian membentuk trigliserida, trigliserida ini dibawa
melalui aliran darah dalam bentuk Very Low Density Lipoprotein (VLDL). VLDL kemudian akan
dimetabolisme oleh enzim lipoprotein lipase menjadi IDL (Intermediate Density Lipoprotein). Kemudian
IDL melalui serangkaian proses akan berubah menjadi LDL (Low Density Lipoprotein) yang kaya
akan kolesterol. Kira-kira ¾ dari kolesterol total dalam plasma normal manusia mengandung partikel LDL. LDL
ini bertugas menghantarkan kolesterol ke dalam tubuh.
Kolesterol yang tidak diperlukan akan dilepaskan ke dalam darah, dimana pertama-tama akan berikatan
dengan HDL (High Density Lipoprotein). HDL bertugas membuang kelebihan kolesterol dari dalam tubuh.
Itulah sebab munculnya istilah LDL-Kolesterol disebut lemak “jahat” dan HDL-Kolesterol disebut lemak “baik”.
Sehingga rasio keduanya harus seimbang.

Gambar 1. Transport Lemak


Kilomikron membawa lemak dari usus (berasal dari makanan) dan mengirim trigliserid ke sel-sel tubuh. VLDL
membawa lemak dari hati dan mengirim trigliserid ke sel-sel tubuh. LDL yang berasal dari pemecahan IDL
(sebelumnya berbentuk VLDL) merupakan pengirim kolesterol yang utama ke sel-sel tubuh. HDL membawa
kelebihan kolesterol dari dalam sel untuk dibuang. (Sumber: Nutrition: Science and Applications, 2nd edition,
edited by L. A. Smaolin & M. B. Grosvenor. Saunders College Publishing, 1997.)

Penyakit Arteri Koroner / penyakit jantung koroner (Coronary Artery Disease) ditandai dengan adanya endapan
lemak yang berkumpul di dalam sel yang melapisi dinding suatu arteri koroner dan menyumbat aliran darah.
Endapan lemak (ateroma atau plak) terbentuk secara bertahap dan tersebar di percabangan besar dari kedua
arteri koroner utama, yang mengelilingi jantung dan menyediakan darah bagi jantung.
Proses pembentukan ateroma ini disebut aterosklerosis.

Ateroma bisa menonjol ke dalam arteri dan menyebabkan arteri menjadi sempit. Jika ateroma terus membesar,
bagian dari ateroma bisa pecah dan masuk ke dalam aliran darah atau bisa terbentuk bekuan darah di
permukaan ateroma tersebut.
Supaya bisa berkontraksi dan memompa secara normal, otot jantung (miokardium) memerlukan pasokan darah
yang kaya akan oksigen dari arteri koroner. Jika penyumbatan arteri koroner semakin memburuk, bisa
terjadi iskemi (berkurangnya pasokan darah) pada otot jantung, menyebabkan kerusakan jantung.

4.2 Kelainan Lipid


Dilakukan pemeriksaan darah untuk mengukur kadar kolesterol total. Untuk mengukur kadar kolesterol LDL, HDL
dan trigliserida, sebaiknya penderita berpuasa dulu minimal selama 12 jam.
Kadar Lemak Darah :
Pemeriksaan Kisaran yang Ideal (mg/dL
Laboratorium darah)
Kolesterol total 120-200
negatif (setelah berpuasa
Kilomikron
selama 12 jam)
VLDL 1-30
LDL 60-160
HDL 35-65
Perbandingan LDL
< 3,5
dengan HDL
Trigliserida 10-160

Berbagai pedoman telah dibuat untuk menilai hasil tes lipid darah. Oleh The National Cholesterol Education
Program, Adult Treatment Panel III 2001 menetapkan klasifikasi kolesterol dan trigliserida, yang merupakan
pedoman untuk interpretasi klinik hasil tes lipid darah sebagai berikut :

1. Total Kolesterol
1. Kurang dari 200 mg/dl, dikategorikan level kolesterol yang diinginkan.
2. Antara 200 - 239 mg/dl, dikategorikan garis batas level kolesterol tinggi
3. Lebih besar atau sama dengan 240 mg/dl, diketegorikan level kolesterol tinggi.
4. Kolesterol-LDL
1. Kurang dari 100 mg/dl, dikategorikan level Kolesterol-LDL optimal
2. Antara 100 - 129 mg/dl, dikategorikan level Kolesterol LDL mendekati optimal
3. Antara 130 - 159 mg/dl, dikategorikan garis batas level kolesterol-LDL tinggi
4. Antara 160 - 189 mg/dl, dikategorikan level kolesterol-LDL tinggi
5. Lebih besar atau sama dengan 190 mg/dl, dikategorikan level kolesterol sangat tinggi.
6. Kolesterol-HDL
1. Kurang dari 40 mg/dl, dikategorikan level kolesterol HDL rendah
2. Lebih besar atau sama dengan 60 mg/dl, dikategorikan level kolesterol
tinggi.
3. Trigliserida
1. Kurang dari 150 mg/dl, dikategorikan level trigliserida normal
2. Antara 150 - 199 mg/dl, dikategorikan level trigliserida garis batas
level trigliserida tinggi
3. Antara 200 - 499 mg/dl, dikategorikan level trigliserida tinggi
4. Lebih besar atau sama dengan 500 mg/dl, diketegorikan level
trigliserida sangat tinggi.

Hiperlipidemia
Yang dimakud dengan Hiperlipidemia adalah suatu keadaan yang ditandai oleh peningkatan kadar lipid/lemak
darah.
Berdasarkan jenisnya, hiperlipidemia dibagi menjadi 2, yaitu:

1. Hiperlipidemia Primer

Banyak disebabkan oleh karena kelainan genetik. Biasanya kelainan ini ditemukan pada waktu pemeriksaan
laboratorium secara kebetulan. Pada umumnya tidak ada keluhan, kecuali pada keadaan yang agak berat
tampak adanya xantoma (penumpukan lemak di bawah jaringan kulit).
Berdasarkan fenotip lipoproteinnya hiperlipidemia primer dibedakan berdasarkan 6 tipe (Fredrickson, 1967)
Klasifikasi hiperlipoproteinememia menurut Fredickson :
Fraksi lipoprotein utama Lipid utama yang
Sinonim
yang meningkat meningkat
I Hiperkilomkronemia Kilomikron Trigliserid
IIA Hiperbetalipoprotenemia LDL Kolesterol
IIB Hiper-β & pra-β-LPP lipoproteinemia LDL dan VLDL Kolesterol dan
trigliserid
III Hiper broad band LPPemia IDL Trigliserid dan
IV Hoperpralipoprooteinemia VLDL Kolesterol
Trigliserid
V Hoperkilomikron dan VLDL dan kilomikron Trigliserid dan
Hiperprabetalipoproteinemia kilomikron

1. Hiperlipidemia Sekunder

Pada jenis ini, peningkatan kadar lipid darah disebabkan oleh suatu penyakit tertentu, misalnya : diabetes
melitus, gangguan tiroid, penyakit hepar & penyakit ginjal. Hiperlipidemia sekunder
bersifat reversibel (berulang).
Ada juga obat-obatan yang menyebabkan gangguan metabolisme lemak, seperti:

1. Beta-bloker : hiperlipoproteinememia tipe IIa dan IIb


2. Diuretik : hiperlipoproteinememia tipe IIb dan IV
3. Esterogen : hiperlipoproteinememia tipe IV
4. Gestagen : hiperlipoproteinememia tipe IIb

Klasifikasi Klinis Hiperlipidemia


(dalam hubungannya dengan Penyakit Jantung Koroner)

1. Hiperkolesterolemia yaitu : kadar kolesterol meningkat dalam darah .


2. Hipertrigliseridemia yaitu : kadar trigliserida meningkat dalam darah.
3. Hiperlipidemia campuran yaitu : kadar kolesterol dan trigliserida meningkat dalam darah.

4.3 Etiologi
Penyakit jantung coroner dapat disebabkan oleh beberapa hal :

1. Penyempitan (stenosis) dan penciutan (spasme) arteri koronaria, tetapi penyempitan bertahap akan
memungkinkan berkembangnya kolateral yang cukup sebagai pengganti.
2. Aterosklerosis, menyebabkan sekitar 98% kasus PJK.
3. Penyempitan arteri koronaria pada sifilis, aortitis takayasu, berbagai jenis arteritis yang mengenai arteri
coronaria, dll.

Faktor Resiko
Faktor resiko ada yang dapat dimodifikasi ada yang tidak dapat dimodifikasi

1. Faktor risiko yang dapat dimodifikasi :


1. Merokok

Merokok dapat merangsang proses aterosklerosis karena efek langsung pada dinding arteri, karbon monoksida
menyebabkan hipoksia arteri, nikotin menyebabkan mobilisasi katekolamin yang menimbulkan reaksitrombosit,
glikoprotein tembakau dapat menimbulkan reaksi hipersensitifitas dinding arteri.

1. Hiperlipoproteinemia

DM, obesitas dan hiperlipoproteinemia behubungan dengan pengendapan lemak.

1. Hiperkolesterolemia

Kolesterol, lemak dan substansi lainnya dapat menyebabkan penebalan dinding pembuluh darah arteri, sehingga
lumen dari pembuluh darah tersebut menyempit dan proses ini disebut aterosklerosis.

1. Hipertensi

Peningkatan tekanan darah merupakan beban yang berat untuk jantung, sehingga menyebabkan hipertropi
ventrikel kiri atau pembesaran ventrikel kiri (faktormiokard). Serta tekanan darah yang tinggi menimbulkan
trauma langsung terhadap dinding pembuluh darah arteri koronaria, sehingga memudahkan terjadinya
aterosklerosis koroner (factor koroner).

1. Diabetes melitus

Intoleransi terhadap glukosa sejak dulu telah diketahui sebagai predisposisi penyakit pembuluh darah.

1. Obesitas dan sindrom metabolik

Obesitas adalah kelebihan jumlah lemak tubuh > 19 % pada laki laki dan > 21 % pada perempuan. Obesitas
juga dapat meningkatkan kadar kolesterol dan LDL kolesterol. Resiko PJK akan jelas meningkat bila BB mulai
melebihi 20% dari BB ideal.

1. Inaktifitas fisik
2. Perubahan keadaan sosial dan stress

Penelitian Supargo dkk (1981-1985) di FKUI menunjukkan orang yang stress satu setengah kali lebih besar
mendapatkan resiko PJK. Stress disamping dapat menaikkan tekanan darah juga dapat meningkatkan kadar
kolesterol darah.

1. Kelenjar tiroid yang kurang aktif.

Hipotiroid / hiposekresi terjadi bila kelenjar tiroid kurang mengeluarkan sekret pada waktu bayi, sehingga
menyebabkan kretinisme atau terhambatnya pertumbuhan tubuh.
Pada orang dewasa mengakibatkan mixodema, proses metabolik mundur dan terdapat kecenderungan untuk
bertambah berat dan gerakan lamban.

1. Obat-obatan tertentu yang dapat mengganggu metabolisme lemak seperti estrogen, pil kb,
kortikosteroid, diuretik tiazid (pada keadaan tertentu)
2. Faktor risiko yang tidak dapat dimodifikasi :
1. Usia
Resiko PJK meningkat dengan bertambahnya usia; penyakit yang serius jarang terjadi sebelum usia 40 tahun.
Tetapi hubungan antara usia dan timbulnya penyakit mungkin hanya mencerminkan lebih panjangnya lama
paparan terhadap faktor-faktor pemicu.

1. Jenis kelamin laki-laki

Wanita agaknya relative kebal terhadap penyakit ini sampai menopause, kemudian menjadi sama rentannya
seperti pria; diduga karena adanya efek perlindungan esterogen.

1. Riwayat keluarga

Riwayat keluarga yang positif terhadap PJK (saudara atau orang tua yang menderita penyakit ini sebelum usia 50
tahun) meningkatkan timbulnya aterosklerosis prematur. Pentingnya pengaruh genetic dan lingkungan masih
belum diketahui. Tetapi, riwayat keluarga dapat juga mencerminkan komponen lingkungan yang kuat, seperti
misalnya gaya hidup yang menimbulkan stress atau obesitas.

1. Etnis

Orang Amerika-Afrika lebih rentan terhadap PJK daripada orang kulit putih.

4.4 Patofisiologi
Bila terlalu banyak mengkonsumsi makanan yang mengandung kolesterol, maka kadar kolesterol dalam darah
bisa berlebih (disebut hiperkolesterolemia). Kelebihan kadar kolesterol dalam darah akan disimpan di dalam
lapisan dinding pembuluh darah arteri, yang disebut sebagai plak atau ateroma (sumber utama plak berasal
dari LDL-Kolesterol. Sedangkan HDL membawa kembali kelebihan kolesterol ke dalam hati, sehingga mengurangi
penumpukan kolesterol di dalam dinding pembuluh darah). Ateroma berisi bahan lembut seperti keju,
mengandung sejumlah bahan lemak, terutama kolesterol, sel-sel otot polos dan sel-sel jaringan ikat.
Apabila makin lama plak yang terbentuk makin banyak, akan terjadi suatu penebalan pada dinding pembuluh
darah arteri, sehingga terjadi penyempitan pembuluh darah arteri. Kejadian ini disebut
sebagai aterosklerosis (terdapatnya aterom pada dinding arteri, berisi kolesterol dan zat lemak lainnya). Hal ini
menyebabkan terjadinya arteriosklerosis (penebalan pada dinding arteri & hilangnya kelenturan dinding
arteri). Bila ateroma yang terbentuk semakin tebal, dapat merobek lapisan dinding arteri dan terjadi bekuan
darah (trombus) yang dapat menyumbat aliran darah dalam arteri tersebut.

Hal ini yang dapat menyebabkan berkurangnya aliran darah serta suplai zat-zat penting seperti oksigen ke
daerah atau organ tertentu seperti jantung. Bila mengenai arteri koronaria yang berfungsi mensuplai darah
ke otot jantung (istilah medisnya miokardium), maka suplai darah jadi berkurang dan menyebabkan kematian
di daerah tersebut (disebut sebagai infark miokard).
Konsekuensinya adalah terjadinya serangan jantung dan menyebabkan timbulnya gejala berupa nyeri dada yang
hebat (dikenal sebagai angina pectoris). Keadaan ini yang disebut sebagai Penyakit Jantung Koroner
(PJK).

4.5 Manifestasi klinis


GejalaPJK :

1. Beberapa hari atau minggu sebelumnya tubuh terasa tidak bertenaga, dada tidak enak, waktu olahraga
atau bergerak jantung berdenyut keras, napas tersengal-sengal, kadang-kadang disertai mual, muntah
dan tubuh mengeluarkan banyak keringat.
2. Nyeri dada

Sakit dada kiri (angina) dan nyeri terasa berasal dari dalam. Nyeri dada yang dirasakan pasien juga bermacam-
macam seperti ditusuk-tusuk, terbakar, tertimpa benda berat, disayat, panas. Nyeri dada dirasakan di dada kiri
disertai penjalaran ke lengan kiri, nyeri di ulu hati, dada kanan, nyeri dada yang menembus hingga punggung,
bahkan ke rahang dan leher.
1. Jantung berdebar (denyut nadi cepat).
2. Keringat dingin
3. Tenaga dan pikiran menjadi lemah, ketakutan yang tidak ada alasannya, perasaan mau mati saja.
4. Tekanan darah rendah atau stroke
5. Dalam kondisi sakit :

Sakit nyeri terutama di dada sebelah kiri tulang bagian atas dan tengah sampai ke telapak tangan. Terjadinya
sewaktu dalam keadaan tenang

1. Kadar trigliserida yang sangat tinggi (sampai 800 mg/dl atau lebih) bisa menyebabkan pembesaran hati
dan limpa dan gejala-gejala dari pankreatitis (misalnya nyeri perut yang hebat).

TandaPJK :

1. Biasanya kadar lemak yang tinggi tidak menimbulkan gejala. Kadang-kadang, jika kadarnya sangat
tinggi, endapan lemak akan membentuk suatu penumpukan lemak yang disebut xantoma di dalam
tendo (urat daging) dan di dalam kulit.
2. Demam, suhu tubuh umumnya sekitar 38°C
3. Mual-mual dan muntah, perut bagian atas kembung dan sakit
4. Muka pucat pasi
5. Kulit menjadi basah dan dingin badan bersimbah peluh
6. Gerakan menjadi lamban (kurang semangat)
7. Sesak nafas
8. Cemas dan gelisah
9. Pingsan

4.6 Pemeriksaan diagnostik


Tergantung kebutuhannya beragam jenis pemeriksaan dapat dilakukan untuk menegakkan diagnosis PJK dan
menentukan derajatnya. Dari yang sederhana sampai yang invasive sifatnya.

1. Elektrokardiogram (EKG)

Pemeriksaan aktifitas listrik jantung atau gambaran elektrokardiogram (EKG) adalah pemeriksaan penunjang
untuk memberi petunjuk adanya PJK. Dengan pemeriksaan ini kita dapat mengetahui apakah sudah ada tanda-
tandanya. Dapat berupa serangan jantung terdahulu, penyempitan atau serangan jantung yang baru terjadi,
yang masing-masing memberikan gambaran yang berbeda.

1. Foto Rontgen Dada

Dari foto rontgen, dokter dapat menilai ukuran jantung, ada-tidaknya pembesaran. Di samping itu dapat juga
dilihat gambaran paru. Kelainan pada koroner tidak dapat dilihat dalam foto rontgen ini. Dari ukuran jantung
dapat dinilai apakah seorang penderita sudah berada pada PJK lanjut. Mungkin saja PJK lama yang sudah
berlanjut pada payah jantung. Gambarannya biasanya jantung terlihat membesar.

1. Pemeriksaan Laboratorium

Dilakukan untuk mengetahui kadar trigliserida sebagai faktor resiko. Dari pemeriksaan darah juga diketahui ada-
tidaknya serangan jantung akut dengan melihat kenaikan enzim jantung.

1. Bila dari semua pemeriksaan diatas diagnosa PJK belum berhasil ditegakkan, biasanya dokter jantung/
kardiologis akan merekomendasikan untuk dilakukan treadmill.

Alat ini digunakan untuk pemeriksaan diagnostic PJK. Berupa ban berjalan serupa dengan alat olah raga
umumnya, namun dihubungkan dengan monitor dan alat rekam EKG. Prinsipnya adalah merekam aktifitas fisik
jantung saat latihan. Dapat terjadi berupa gambaran EKG saat aktifitas, yang memberi petunjuk adanya PJK. Hal
ini disebabkan karena jantung mempunyai tenaga serap, sehingga pada keadaan sehingga pada keadaan
tertentu dalam keadaan istirahat gambaran EKG tampak normal.
Dari hasil treadmill ini telah dapat diduga apakah seseorang menderita PJK. Memang tidak 100% karena
pemeriksaan dengan treadmill ini sensitifitasnya hanya sekitar 84% pada pria sedangka untuk wanita hanya
72%. Berarti masih mungkin ramalan ini meleset sekitar 16%, artinya dari 100 orang pria penderita PJK yang
terbukti benar hanya 84 orang. Biasanya perlu pemeriksaan lanjut dengan melakukan kateterisasi jantung.

1. Kateterisasi Jantung

Pemeriksaan ini dilakukan dengan memasukkan kateter semacam selang seukuran ujung lidi. Selang ini
dimasukkan langsung ke pembuluh nadi (arteri). Bisa melalui pangkal paha, lipatan lengan atau melalui
pembuluh darah di lengan bawah. Kateter didorong dengan tuntunan alat rontgen langsung ke muara pembuluh
koroner. Setelah tepat di lubangnya, kemudian disuntikkan cairan kontras sehingga mengisi pembuluh koroner
yang dimaksud. Setelah itu dapat dilihat adanya penyempitan atau malahan mungkin tidak ada penyumbatan.
Penyempitan atau penyumbatan ini dapat saja mengenai beberapa tempat pada satu pembuluh koroner. Bisa
juga sekaligus mengenai beberapa pembuluh koroner. Atas dasar hasil kateterisasi jantung ini akan dapat
ditentukan penanganan lebih lanjut. Apakah apsien cukup hanya dengan obat saja, disamping mencegah atau
mengendalikan bourgeois resiko. Atau mungkin memerlukan intervensi yang dikenal dengan balon. Banyak juga
yang menyebut dengan istilah ditiup atau balonisasi. Saat ini disamping dibalon dapat pula dipasang stent,
semacam penyangga seperti cincin atau gorng-gorong yang berguna untuk mencegah kembalinya penyempitan.
Bila tidak mungkin dengan obat-obatan, dibalon dengan atau tanpa stent, upaya lain adalah dengan melakukan
bedah pintas koroner. (Carko, 2009)

4.7 Penatalaksanaan
Biasanya pengobatan terbaik untuk orang-orang yang memiliki kadar kolesterol tinggi menurut UPT – Balai
Informasi Tekhnologi LIPI adalah :

1. Menurunkan berat badan jika mereka mengalami kelebihan berat badan.

Karena kolesterol dan lemak jenuh makanan telah terbukti menaikkan kolesterol-LDL, maka masukan zat gizi ini
harus dikurangi. Kalori berlebihan menaikkan LDL dan trigliserida-VLDL, serta menurunkan HDL, yang membuat
pengaturan berat badan menjadi penting.

1. Berhenti merokok, sebab rokok dapat menurunkan kadar HDL.


2. Mengurangi jumlah lemak dan kolesterol dalam makanannya. Diet rendah kolesterol dan rendah lemak
jenuh akan mengurangi kadar LDL.
3. Menambah porsi olah raga. Olah raga bisa membantu mengurangi kadar LDL-kolesterol dan menambah
kadar HDL-kolesterol.
4. Mengkonsumsi obat penurun kadar lemak (jika diperlukan).
5. Wanita yang menggunakan kontrasepsi oral biasanya menderita peningkatan trigliserida yang bisa
mempengaruhi HDL, yang tergantung atas komposisi estrogen-progesteron pil. Kontrasepsi oral dengan
dominan progestin bisa menurunkan HDL.
6. Saat ini penggunaan obat-obat antioksidan menjadi babak baru dalam upaya pengendalian faktor-faktor
risiko PJK, dimana obat-obat tersebut relatif lebih murah. Santoso (1998) mengemukakan bahwa
perubahan oksidatif LDL dapat dihambat dengan memberi antioksidan, misalnya vitamin yang larut
dalam lemak (vitamin A, vitamin E dan beta-karoten), vitamin C dan probukal. Beberapa penelitian telah
membuktikan manfaat vitamin E bila dipakai dengan tujuan pencegahan primer, yaitu menghambat
terjadinya PJK pada pria, wanita, dan orang tua.

Obat-obatan kimia yang digunakan untuk menurunkan kadar lemak dalam darah:
Obat yang tersedia di pasaran mengurangi konsentrasi lipid plasma umumnya menurunkan kadar kolesterol atau
trigliserid, tetapi tidak menurunkan keduanya sekaligus; obat ini mempengaruhi kadar kolesterol LDL atau VLDL
dalam sirkulasi. Niasin (asam nikotinat) merupakan pengecualian dan obat ini dapat menurunkan kadar LDL dan
sekaligus VLDL. Obat antihiperlipidemia dapat direkomendasikan untuk pengobatan pasien dengan kadar
kolesterol LDL di atas 160 mg/dl (ekuivalen dengan 240 mg/dl total kolesterol). Tujuan penggunaan obat
hipolidemik adalah untuk menurunkan kolesterol LDL di bawah 130 mg/dl. Pedoman untuk memulai terapi obat
diberikan dalam Tabel 32-3, dan obat serta penggunaannya ditunjukkan dalam Tabel 32-4.
Sebelum memulai pengobatan lipidemia, satu hal yang harus ditentukan ialah bahwa peningkatan lipid plasma
secara langsung disebabkan oleh masalah dalam metabolisme dan bukan akibat patologi lain, seperti diabetes
melitus, hipotiroidisme, atau alkoholisme. Namun, harus dimulai dengan dosis efektif minimum untuk membatasi
efek samping.
Di samping diet, obat-obat hipolipidemik perlu diberikan pada keadaan berikut:
1. Pada hiperkolesterolemia familial dan hiperlipoproteinemia tipe III.
2. Pada semua jenis hiperlipidemia bila pengibatan dengan diet tidak memberikan hasil.

Pengobatan tunggal selalu lebih baik, namun bila perlu penggunaan dua macam obat dapat dipertimbangkan bila
dengan monoterapi tidak memberikan manfaat. Karena pengobatan hiperlipidemia merupakan pengobatan
jangka panjang, diagnosis harus ditegakkan seteliti mungkin dengan mempertimbangkan rasio manfaat-
resikopengobatan.

1. Penyerap asam empedu

Cara kerja :
Obat golongan resin ini bekerja dengan cara mengikat asam empedu di usus halus dan mengeluarkannya melalui
tinja sehingga sirkulasi enterohepatik obat ini menurun. Akibatnya, terjadi peningkatan fungsi reseptor LDL dan
peningkatan bersihan LDL plasma. Obat golongan ini terutama berpengaruh pada kadar kolesterol LDL dan
sedikit/tidak ada pengaruhnya pada kadar TG dan kolesterol HDL. Pemakaian obat ini pada pasien
hipertrigliseridemia berat (>500 mg/dl) bahkan akan lebih meningkatkan pada TG.
Contoh : colestyramine, colestipol
Kolestiramin adalah suatu amonium kuarterner penukar resin yang dalam bentuk garam, menukar klorida untuk
anion lain. 1 gram kolestiramin dapat mengikat sekitar 100 mg garam empedu. Penggunaan kolestiramin jangka
panjang telah terbukti dapat menurunkan serangan jantung fatal sekitar 20%.
Efek samping :
Gangguan pencernaan (mual, muntah, sembelit), urtikaria, dermatitis, nyeri otot dan sendi, arthritis, sakit
kepala, pusing, gelisah, vertigo, mengantuk, penurunan nafsu makan, lemas, nafas pendek.

1. Penghambat sintesa lipoprotein

Cara kerja : Menurunkan produksi VLDL yang merupakan prekursor LDL


Contoh : niasin
Asam nikotinat (nicotinic acid) atau Niasin / vitamin B3 yang larut air. Dengan dosis besar asam nikotinat
diindikasikan untuk meningkatkan HDL atau koleserol baik dalam darah untuk mencegah serangan jantung.
Efek samping :
Gatal dan kemerahan pada kulit terutama daerah wajah dan tengkuk, gangguan fungsi hati, gangguan saluran
pencernaan (muntah, diare, tukak lambung), pandangan kabur, hiperusisemia, hiperglikemia.

1. Penghambat HMG Koenzim-A reduktase (golongan statin)

Cara kerja :

1. Menghambat pembentukan kolesterol di hati


2. Meningkatkan pembuangan LDL dari aliran darah

Contoh : fluvastatin, lovastatin, pravastatin, simvastatin


Lovastatin adalah suatu inhibitor kompetitif enzim HMG KoA reduktase yang merupakan suatu enzim yang
mengontrol kecepatan biosintesis kolesterol. Golongan obat ini lebih sering disebut sebagai statin atau vastatin.
Lovastatin dimanfaatkan untuk pengobatan hiperklolesterolemia yang disebabkan oleh peningkatan LDL.
Efek samping :
Gangguan saluran pencernaan, sakit kepala, ‘rash’ (kemerahan), nyeri otot.

1. Derivat asam fibrat

Cara kerja :
Golongan asam fibrat diindikasikan untuk hiperlipoproteinemia tipe IIa, Iib, III, IV dan V. Gemfibrozil sangat
efektif dalam menurunkan trigliserid plasma, sehingga produksi VLDL dan apoprotein B dalam hati menurun .
Gemfibrozil meningkatkan aktivitas lipoprotein lipase sehingga bersihan partikel kaya trigliserid meningkat. Kadar
kolesterol HDL juga meningkat pada pemberian Gemfibrozil. Fibrate menurunkan produksi LDl dan meningkatkan
kadar HDL. LDL ditumpuk di arteri sehingga meningkatkan resiko penyakit jantung, sedangkan HDL memproteksi
arteri atas penumpukkan itu. Penghambatan saluran darah mengurangi jumlah darah sehingga oksigen yang
dibawa ke otot jantung juga berkurang. Pada keadaan yang parah dapat menimbulkan serangan jantung.
Contoh : klofibrat, fenofibrat, gemfibrosil
Efek samping:
Gangguan saluran pencernaan (mual, mencret, perut kembung, dll), ruam kulit, kebotakan, impotensi, lekopenia,
anemia, berat badan bertambah, gangguan irama jantung, radang otot.

1. Ezetimibe

Ezetimibe dapat menurunkan total kolesterol dan LDL juga meningkatkan HDL. Ezetimibe bekerja dengan cara
mengurangi penyerapan kolesterol di usus. Ezetimibe dapat digunakan sendiri jika antihiperlidemik lain tidak bisa
ditoleransi tubuh atau dikombinasi denga golongan statin (penghambat HMGCoa reduktase) jika golongan statin
tidak dapat menurunka kadar lipid darah sendirian.

4.8 Komplikasi
Komplikasi tertinggi akut infark adalah aritmia, aritmia yang sering memberikan komplikasi adalah ventrikel
vibrilasi. Ventrikel vibrilasi 95% meninggal sebelum sampai rumah sakit. Komplikasi lain meliputi disfungsi
ventrikel kiri/gagal jantung dan hipotensi/syok kardiogenik. (Darmawan, 2010)

4.9 Prognosis
Prognosis pada penyakit jantung koroner tergantung dari beberapa hal yaitu:

1. Wilayah yang terkena oklusi


2. Sirkulasi kolateral
3. Durasi atau waktu oklusi
4. Oklusi total atau parsial
5. Kebutuhan oksigen miokard

Berikut prognosis pada penyakit jantung coroner:

1. 25% meninggal sebelum sampai ke rumah sakit


2. Total mortalitas 15-30%
3. Mortalitas pada usia < 50 tahun 10-20%
4. Mortalitas usia > 50 tahun sekitar 20%

BAB 3
ASUHAN KEPERAWATAN

3.1 Pengkajian

1. Data subyektif :
1. Lokasi nyeri (menyebar kebagian yang mana)
2. Dada terasa berat, kencang, seperti diperas.
3. Awitan dan lamanya nyeri.
4. Faktor-faktor pencetus nyeri : kegiatan, panas, dingin, stress, makanan (banyak lemak).
5. Faktor-faktor yang dapat mengurangi nyeri : istirahat, nitro-gliserin
6. Data obyektif :

Apabila nyeri angina sedang dialami pasien, maka fokus perawat adalah tingkah laku pasien seperti, cemas,
ketakutan dan memegang dada, disamping itu, perawat juga perlu melihat melihat tanda-tanda vital dan
perubahan irama jantung.

1. Aktivitas dan istirahat

Kelemahan, kelelahan, ketidakmampuan untuk tidur (mungkin di dapatkan Tachycardia dan dispnea pada saat
beristirahat atau pada saat beraktivitas).

1. Sirkulasi
Mempunyai riwayat IMA, Penyakit jantung koroner, CHF, Tekanan darah tinggi, diabetes melitus. Tekanan darah
mungkin normal atau meningkat, nadi mungkin normal atau terlambatnya capilary refill time, disritmia. Suara
jantung, suara jantung tambahan S3 atau S4 mungkin mencerminkan terjadinya kegagalan jantung/ ventrikel
kehilangan kontraktilitasnya. Murmur jika ada merupakan akibat dari insufisensi katub atau muskulus papilaris
yang tidak berfungsi. Heart rate mungkin meningkat atau menglami penurunan (tachy atau bradi cardia). Irama
jnatung mungkin ireguler atau juga normal. Edema: Jugular vena distension, odema anasarka, crackles mungkin
juga timbul dengan gagal jantung. Warna kulit mungkin pucat baik di bibir dan di kuku.

1. Eliminasi

Bising usus mungkin meningkat atau juga normal.

1. Nutrisi

Mual, kehilangan nafsu makan, penurunan turgor kulit, berkeringat banyak, muntah dan perubahan berat badan.

1. Neuro sensori

Nyeri kepala yang hebat, Changes mentation.

1. Kenyamanan

Timbulnya nyeri dada yang tiba-tiba yang tidak hilang dengan beristirahat atau dengan nitrogliserin. Lokasi nyeri
dada bagian depan substerbnal yang mungkin menyebar sampai ke lengan, rahang dan wajah. Karakteristik
nyeri dapat di katakan sebagai rasa nyeri yang sangat yang pernah di alami. Sebagai akibat nyeri tersebut
mungkin di dapatkan wajah yang menyeringai, perubahan pustur tubuh, menangis, penurunan kontak mata,
perubahan irama jantung, ECG, tekanan darah, respirasi dan warna kulit serta tingkat kesadaran.

1. Respirasi

Dispnea dengan atau tanpa aktivitas, batuk produktif, riwayat perokok dengan penyakit pernafasan kronis. Pada
pemeriksaan mungkin di dapatkan peningkatan respirasi, pucat atau cyanosis, suara nafas crakcles atau wheezes
atau juga vesikuler. Sputum jernih atau juga merah muda/ pink tinged.

1. Interaksi sosial

Stress, kesulitan dalam beradaptasi dengan stresor, emosi yang tak terkontrol.

1. Pengetahuan

Riwayat di dalam keluarga ada yang menderita penyakit jantung, diabetes, stroke, hipertensi, perokok.

1. Studi diagnostik

ECG menunjukan: adanya S-T elevasi yang merupakan tanda dri iskemi, gelombang T inversi atau hilang yang
merupakan tanda dari injuri, dan gelombang Q yang mencerminkan adanya nekrosis. Enzym dan isoenzym pada
jantung: CPK-MB meningkat dalam 4-12 jam, dan mencapai puncak pada 24 jam. Peningkatan SGOT dalam 6-12
jam dan mencapai puncak pada 36 jam.

1. Elektrolit

Ketidakseimbangan yang memungkinkan terjadinya penurunan konduksi jantung dan kontraktilitas jantung
seperti hipo atau hiperkalemia.

1. Pemeriksaan penunjang
1. Whole blood cell

Leukositosis mungkin timbul pada keesokan hari setelah serangan.


1. Analisa gas darah

Menunjukan terjadinya hipoksia atau proses penyakit paru yang kronis ata akut.

1. Kolesterol atau trigliserid

Mungkin mengalami peningkatan yang mengakibatkan terjadinya arteriosklerosis.

1. Chest X ray

Mungkin normal atau adanya cardiomegali, CHF, atau aneurisma ventrikiler.

1. Echocardiogram

Mungkin harus di lakukan guna menggambarkan fungsi atau kapasitas masing-masing ruang pada jantung.

1. Exercise stress test

Menunjukan kemampuan jantung beradaptasi terhadap suatu stress/ aktivitas.

3.2 Diagnosa keperawatan

1. Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan iskemia jaringan jantung atau sumbatan pada arteri
koronaria.
2. Intoleransi aktivitas berhubungan ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen, adanya
jaringan yang nekrotik dan iskemi pada miokard.
3. Resiko terjadinya penurunan cardiac output berhubungan dengan perubahan dalam rate, irama,
konduksi jantung, menurunya preload atau peningkatan SVR, miocardial infark.
4. Resiko terjadinya penurunan perfusi jaringan berhubungan dengan penurunan tekanan darah,
hipovolemia.
5. Resiko terjadinya ketidakseimbangan cairan excess berhubungan dengan penurunan perfusi organ
(renal), peningkatan retensi natrium, penurunan plasma protein.

3.3 Intervensi

1. Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan iskemia jaringan jantung atau sumbatan pada arteri
koronaria.

Tujuan:
Setelah dilakukan tindakan keperawatan klien di harapkan mampu menunjukan adanya penurunan rasa nyeri
dada, menunjukan adanya penuruna tekanan dan cara berelaksasi.

Intervensi Rasio
nal
1. Monitor dan kaji karakteristik dan lokasi nyeri.

1. Membantu membedakan nyeri dada dini dan alat evaluasi kemungkinan kemajuan
menjadi angina tak stabil(angina stabil biasanya terjadi 3-5 menit sementara angina
tidak stabil dapat berakhir lebih dari 45 menit)
2. Monitor tanda-tanda vital (tekanan darah, nadi, respirasi, kesadaran).
1. TD dapat meningkat secara sehubungan dengan rangsangan simpatis,
kemudian turun bila curah jantung dipenuhi. Takikardi juga terjadi pada
respons terhadap rangsangan simpatis dan dapat berlanjut sebagai kompensasi
bila curah jantung turun.
2. Anjurkan pada pasien agar segera melaporkan bila terjadi nyeri dada.
1. Nyeri dan penurunan curah jantung dapat merangasang system saraf
simaptis untuk mengeluarkan sebaggian besar norepinefrin yang
meningkatkan agregasi trombosit dan mengeluarkan tromboxane A2.
Ini vasokonstriksi poten yang meyebabkan spasme arteri korroner
yang dapat mencetus, dan mengkomplikasi dan memperlama nyeri.
Nyeri tak bisa ditahan yang menyebabkan vasogal, menurunkan TD
dan tekanan jantung.
2. Ciptakan suasana lingkungan yangtenang dan nyaman
1. Stress mental/emosi meningkatkan kinerja miokard
2. Ajarkan dan anjurkan pada pasien untuk melakukan tehnik
relaksasi
1. Teknik relaksasi dengan nafas dalam dapat
mengurangi rasa nyeri
2. Kolaborasi dalam : Pemberian oksigen dan Obat-
obatan (beta blocker, anti angina, analgesic)
1. Oksigen bermanfaat untuk meningkatkan
sediaan oksigen untuk kebutuhan
miokard/iskemia
2. Ukur tanda vital sebelum dan sesudah
dilakukan pengobatan dengan narkosa.

1. Memberikan informasi tentang


kemajuan penyakit. Alat dalam
evaluasi keefektifan intervensi dan
dapat menunjukkan kebutuhan
perubahan program pengobatan

1. Intoleransi aktivitas berhubungan ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen, adanya
jaringan yang nekrotik dan iskemi pada miokard.

Tujuan: setelah di lakukan tindakan perawatan klien menunnjukan peningkatan kemampuan dalam melakukan
aktivitas (tekanan darah, nadi, irama dalam batas normal) tidak adanya angina.
Intervensi Rasional
1. Catat irama jantung, tekanan Untuk memonitoring kondisi pasien
darah dan nadi sebelum, selama
dan sesudah melakukan

1. Anjurkan pada pasien agar lebih Agar kerja jantung tidak berat,
banyak beristirahat terlebih sehingga jantung dapat relaksasi
dahulu.

1. Anjurkan pada pasien agar tidak Agar pembuluh darah tidak mengalami
“ngeden” pada saat buang air vasokontriksi yang menyebabkan kerja
besar. jantung meningkat

1. Jelaskan pada pasien tentang Agar pasien mengetahui apa saja


tahap- tahap aktivitas yang boleh aktivitas yang tidak boleh dilakukan
dilakukan oleh pasien.

1. Resiko terjadinya penurunan cardiac output berhubungan dengan perubahan dalam rate, irama,
konduksi jantung, menurunya preload atau peningkatan SVR, miocardial infark.
Tujuan: tidak terjadi penurunan cardiac output selama di lakukan tindakan keperawatan.

Intervensi Rasional
1. Lakukan pengukuran tekanan darah Takikardi dapat terjadi karena nyeri, cemas, hipoksemia
(bandingkan kedua lengan pada posisi berdiri, dan menurunnya curah jantung. Perubahan juga terjadi
duduk dan tiduran jika memungkinkan). pada TD(hipo/hiper) karena respon jantung.

1. Catat warna kulit dan kaji kualitas nadi Sirkulasi perifer turun jika curah jantung turun.
Membuat kulit pucat atau warna abu-abu dan
menurunnya kekuatan nadi
1. Auskultasi suara nafas dan Catat S3,S4 dan creackles terjadi karena dekompensasi
perkembangan dari adanya S3 dan S4. jantung atau beberapa obat(penyekat beta).

1. Dampingi pasien pada saat melakukan Penghematan energy membantu menurunkan beban
aktivitas. jantung

1. Kolaborasi dalam: pemeriksaan serial ECG, foto Untuk hasil penunjang dan pengobatan lebih lanjut
thorax, pemberian obat-obatan anti disritmia.

1. Resiko terjadinya penurunan perfusi jaringan berhubungan dengan penurunan tekanan darah,
hipovolemia.

Tujuan: selama dilakukan tindakan keperawatan tidak terjadi penurunan perfusi jaringan.
Intervensi Rasional
1. Kaji adanya perubahan kesadaran Untuk mengevaluasi kondisi pasien

1. Inspeksi adanya pucat, cyanosis, kulit yang Untuk mengetahui kondisi tugor pasien
dingin dan penurunan kualitas nadi perifer.

1. Kaji adanya tanda Homans (pain in calf on Untuk mendeteksi adanya komplikasi
dorsoflextion), erythema, edema.

1. Kaji respirasi (irama, kedalam dan usaha Untuk mengevaluasi irama nafas pasien
pernafasan).

1. Kaji fungsi gastrointestinal (bising usus, Untuk mendeteksi terjadinya konstipasi


abdominal distensi, constipasi).

1. Monitor intake dan out put. Untuk mengetahui balance cairan dalam tubuh

1. Kolaborasi dalam: Pemeriksaan ABG, BUN, Untuk mendeteksi adanya kerusakan di gnjal
Serum ceratinin dan elektrolit.

1. Resiko terjadinya ketidakseimbangan cairan excess berhubungan dengan penurunan perfusi organ
(renal), peningkatan retensi natrium, penurunan plasma protein.
Tujuan: tidak terjadi kelebihan cairan di dalam tubuh klien selama dalam perawatan.

Intervensi Rasional
1. Kaji adanya jugular vein distension, Untuk mengidentifikasi terjadinya jugular vein
peningkatan terjadinya edema. distension
1. Ukur intake dan output (balance cairan). Untuk mengetahui balance cairan di dalam tubuh

1. Kaji berat badan setiap hari. Untuk mengetahui pasien kurang gizi atau tidak

1. Sajikan makanan dengan diet rendah garam Agar pasien tidak mengalami hipertensi

1. Kolaborasi dalam pemberian deuritika. Agar cairan berlebih dalam tubuh dapat keluar dr tubuh

BAB 4
PENUTUP

4.1 Kesimpulan
Penyakit jantung koroner disebabkan karena terjadinya penumpukan plak pada arteri koroner yang berlangsung
lama. Plak yang menempel pada arteri koroner lambat laun akan menyebabkan aterosklerosis. Penatalaksanaan
hal ini dapat dilakukan dengan cara non operatif dan operatif, non operatif meliputi penggunaan obat-obatan
dan perubahan gaya hidup sedangkan operatif dengan cara angioplasty dan CABG. Obat-obatan yang biasa
digunakan untuk managemen lipid antara lain adalah golongan resin, kolestiramin, lovastatin dsb yang
mempunyai efek samping yang berbeda-beda.

DAFTAR PUSTAKA

http://cakmoki86.wordpress.com/2008/11/02/penyakit-jantung-koroner/
http://medicastore.com/penyakit/11/Penyakit_Jantung_Koroner.html
http://www.docstoc.com/docs/35059018/Penyakit-jantung-koroner
http://www.scribd.com/doc/3161769/JANTUNG-KORONER
http://www.anneahira.com/pencegahan-penyakit/jantung-koroner.htm
http://erwinsasmita.wordpress.com/2007/05/25/dislipidemia-meningkatkan-risiko-penyakit-jantung-koroner-
stroke/
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/705/1/08E00124.pdf
http://doktercute-fetus.blogspot.com/2010/11/penyakit-jantung-koroner.html
http://medicastore.com/nutracare/isi_choless.php?isi_choless=hiperlipid
http://medicastore.com/nutracare/isi_choless.php?isi_choless=kelainan_lipid
http://mataharihati.multiply.com/reviews/item/56
http://za0l.multiply.com/journal/item/190/Lipid_kompleks
http://focusinmedic.blogspot.com/2009/02/kriteria-diagnostik-penyakit-jantung.html
http://www.bit.lipi.go.id/pangan-kesehatan/documents/artikel_kolesterol/kolesterol_tinggi.pdf

Das könnte Ihnen auch gefallen