Sie sind auf Seite 1von 6

GLAUKOMA FAKOMORFIK

Latar belakang
Glaukoma fakomorfik (phaco = lensa; morph= bentuk) adalah glaukoma sudut
tertutup sekunder yang disebabkan oleh lensa intumesens.1,2,3 Ini dapat terjadi pada mata yang
sebelumnya memiliki sudut terbuka atau yang memiliki sudut sempit atau tertutup. Glaukoma
fakomorfik lebih sering terjadi di negara yang sedang berkembang. Ini disebabkan akses ke
fasilitas operasi mata yang masih terbatas sehingga pasien datang terlambat atau kebiasaan
menunggu katarak sampai matang untuk dilakukan operasi.1
Glaukoma fakomorfik disebabkan oleh 2 hal, yaitu penutupan sudut oleh gaya
mekanik lensa terhadap diafragma iris lensa ke anterior dan oleh blokade pupil pada lensa. 4
Mata hiperopia dan lensa yang relatif besar terhadap ukuran sumbu mata akan beresiko
terjadinya penutupan sudut dan menjadi faktor predisposisi. Pertambahan ukuran lensa dapat
disebabkan oleh beberapa faktor termasuk penuaan, dimana lensa akan bertambah ukuran
kurvatura anteriornya, trauma pada lensa, diabetes melitus dan reaksi idiosinkrasi terhadap
obat-obatan.4,5
Fakomorfik glaukoma dapat terjadi dalam bentuk serangan akut, sub akut dan kronik
glaukoma. Gejala klinis glaukoma fakomorfik terbatas pada gangguan penglihatan karena
katarak. Akan tetapi pasien lebih sering datang dalam keadaan akut dengan keluhan yang
menonjol nyeri mata dan kepala, muntah dan penurunan tajam penglihatan yang terjadi
secara tiba-tiba.
Pada pemeriksaan dapat ditemukan tanda tanda penurunan visus yang cukup berat,
peningkatan tekanan intraokuler dapat mencapai >30 mmHg, pelebaran pembuluh darah
konjungtiva, injeksi siliar, edema kornea, pupil yang berdilatasi dan bereaksi lambat terhadap
cahaya. Lensa yang intumesen dengan atau tanpa blok pupil. Pemeriksaan gonioskopi
menunjukan sudut yang tertutup. Funduskopi seringkali sulit dilakukan karena adanya edema
kornea dan lensa katarak. Pada keadaan fundus masih dapat dievaluasi seringkali belum
ditemukan neuropati optik pada serangan akut pertama kali. Seiring perjalanan glaukoma,
kerusakan papil nervus optik akan semakin terlihat.
Penanganan glaukoma fakomorfik dilakukan pada 2 tahap, yaitu menurunkan tekanan
intraokuler dan operasi katarak.6 Penurunan tekanan intraokuler dapat dicapai dengan
mengatasi blok pupil, menekan produksi aqueus, dan membuka sudut yang tertutup. Hal ini
dapat dicapai dengan medikamentosa dan beberapa manuver atau tindakan sebelum operasi
katarak.
Operasi katarak sedini mungkin menurunkan morbiditas dan memungkinkan kontrol
tekanan yang lebih baik pada pasien glaukoma fakomorfik. Glaukoma fakomorfik meskipun
dapat akut dalam onset, berbahaya dalam perjalanannya, tapi dapat dikenal dengan mudah
dalam klinik, dapat ditangani dan dapat dicegah.7

Laporan kasus
Seorang wanita 60 tahun, bangsa indonesia, suku sanger datang ke poliklinik mata
RSUP Prof RD Kandou tanggal 11 November 2011 dengan keluhan sakit pada mata kanan,
yang dialami sejak 1 hari sebelumnya, disertai pandangan kabur, dan mual. Penderita sudah
pernah mengalami hal ini sebelumnya 9 bulan yang lalu dan berobat ke poliklinik mata RSUP
Prof RD Kandou dan didiagnosis dengan glaukoma. Saat ini penderita menggunakan obat
Timolol 0,5% 2 kali tetes, asetasolamid 2x250 mg dan tablet kalium 1x 300 mg.
Tidak ada riwayat trauma pada mata, tidak ada riwayat keluarga yang menderita glaukoma.
Penderita menderita hipertensi sudah sekitar 1 tahun dan menggunakan obat lisinopril 10 mg
per hari.
Pemeriksaan oftalmologi ditemukan VOD 6/60 PH(-), VOS 6/20 dikoreksi dengan S+
1,50D diperoleh visus 6/6. Tekanan intraokuler mata kanan 49 mmhg (goldmann). Dan mata
kiri 16 mmhg. Pemeriksaan dengan slitlamp biomikroskopi pada mata kanan ditemukan ada
injeksi konjungtiva dan siliar, edema kornea, coa dangkal dengan van herick 1, pupil mid
dilatasi dengan diameter 7 mm, iris terlihat adanya atrofi, lensa keruh dengan ada bercak
putih pada kapsul anterior (glaukomflecken). Funduskopi terlihat papil nervus optik dengan
rasio C/D 0,8; adanya penggaungan, nasalisasi, dan zona beta atrofi peripapiler. Pada mata
kiri segmen anterior dan posterior memberikan gambaran normal.
Goniskopi mata kanan menunjukan sudut tertutup dengan tidak terlihat struktur pada semua
kuadran. Gonioskopi mata kiri menunjukan sudut terbuka dengan terlihatnya trabekulum
pada semua kuadran.
Pemeriksaan perimetri mata kanan menunjukkan defek lapang pandang yang berat (tunnel
vision). Perimetri mata kiri belum menunjukan adanya defek lapang pandang. Pemeriksaan
biometri menggunakan USG A scan panjang aksial mata kanan dan kiri 22,7 mmHg, dengan
ketebalan lensa 4,8 mm mata kanan dan 4,63 mata kiri.
Gambar 1. Serangan glaukoma akut Gambar 2. Lensa katarak

Gambar 3. Goniskopi menunjukkan sudut tertutup.

Penderita ini didiagnosis dengan Glaukoma fakomorfik okuli dekstra.


Terapi yang diberikan adalah Gliserol 50% 100cc.selama tiga hari, timolol 0,5% 2x1
tetes, asetazolamid 3x250 mg, tablet kalium (Aspar K) 1x1 dan diobservasi di rumah sakit.
Penderita dijadwalkan untuk laser periferal iridotomi kalau kornea sudah jernih dan
direncanakan ekstraksi katarak. Tekanan intraokuler pasien 33 mmHg pada hari kedua, 24
mmHg pada hari kedua dan 17 mmHg pada hari keempat.
Pasien kembali mengalami serangan akut 1 minggu kemudian dengan TIO 42 dan
visus menurun mencapai 1/300. Pasien kembali diberikan Gliserol 50% 100cc. Dalam
beberapa hari tekanan mencapai 16 mmHg. Pada tanggal 3 Desember 2011 dilakukan
ekstraksi katarak ekstrakapsuler dengan iridektomi pada mata kanan penderita. Pasca operasi
timolol dan asetazolamid dihentikan. Pada mata kiri penderita dilakukan laser periferal
iridektomi. Pemeriksaan terakhir 1 bulan pasca operasi menunjukkan tajam penglihatan mata
kanan penderita 1/300 dan mata kiri 6/6 dengan koreksi dan tekanan intraokuler kedua mata
penderita berkisar antara 14-16 mmHg, diberikan terapi Tobroson 6x1 tetes pada mata kanan,
dan Methylprednisolon 4 mg 3x1 tablet selama 3 hari.
Gambar 4 dan 5. pasca operasi

Diskusi
Glaukoma fakomorfik adalah glaukoma yang berkembang sekunder terhadap
perubahan bentuk lensa. Perubahan bentuk lensa yang terjadi dalam hal ini adalah
pertambahan kurvatura anteroposterior akibat proses katarak. Katarak intumesens akan
ditemukan pada mata yang mengalami glaukoma. Tajam penglihatan akan menurun drastis
sampai 1/300 atau lebih buruk. Akan ditemukan bilik mata depan yang dangkal. Pada katarak
yang asimteris, kedalaman bilik mata depan yang sangat berbeda antara ke dua mata, sangat
membantu dalam diagnostik glaukoma fakomorfik. Nyeri merupakan gejala yang sering
dikeluhkan. Tekanan intraokuler sangat meningkat dapat mencapai 30-40 mmHg.
Pasien ini datang dengan keluhan serangan glaukoma akut yaitu nyeri pada mata,
mual, muntah dan penurunan penglihatan tiba-tiba. Pemeriksaan menunjukkan TIO yang
tinggi (49 mmHg), sudut yang tertutup dan adanya katarak intumesens.
Penebalan lensa pada proses katarak menyebabkan blok pupil relatif yang
mengakibatkan iris bombae sehingga terjadi glaukoma sudut tertutup. Ini dapat terjadi pada
mata yang yang sebelumnya sudah memiliki predisposisi sudut sempit (misalnya mata
hiperopia) dan proses katarak memperberat keadaan tersebut.8,9
Penderita ini memiliki mata yang hiperopia, pemeriksaan dengan ultrasonografi A
scan menunjukkan panjang sumbu mata yang pendek, bilik mata depan yang dangkal dan
lensa yang tebal. Ini merupakan predisposisi sudut tertutup. Proses katarak akan
memperbesar resiko terjadinya glaukoma sudut tertutup.
Terapi obat-obatan digunakan untuk membalikkan proses ini dan menurunkan tekanan
intraokuler yang akut. Pada pasien ini digunakan agen hiperosmotik (Gliserol 50% 1-1,5
ml/kg bb), inhibitor karbonik anhidrase (asetasolamid 3x 250 mg), beta bloker topikal
( Timolol 0,5% 2x1 tetes). Pengendalian tekanan intraokuler yang baik preoperatif dan
pencegahan serangan akut sangat diperlukan untuk menjamin hasil akhir tajam penglihatan
yang optimal. Akan tetapi pengendalian tekanan dengan obat-obatan seringkali memakan
waktu dan hasilnya kurang bisa diperkirakan. Pada pasien ini dengan pemberian obat-obatan
ini memberikan respon yang baik selama beberapa hari pertama, tetapi terjadi serangan akut
kembali beberapa hari kemudian. Adanya riwayat serangan glaukoma akut sebelumnya
menunjukkan bahwa tekanan intraokuler pasien ini tidak dapat dikendalikan dengan baik
hanya dengan obat-obatan saja. Perlu dipertimbangkan tindakan operatif.
Laser periferal iridotomi (LPI) dapat membantu mengendalikan tekanan intraokuler
dengan memberikan jalan pintas bagi akuous humor dan membuka blok pupil. Akan tetapi,
penebalan lensa dapat menekan iris dan badan siliar ke depan dan menutup sudut. Jadi dapat
terjadi serangan sudut tertutup akut tanpa blok pupil yang tidak akan berespon terhadap laser
periferal iridotomi.4 Pada pasien ini tidak dilakukan LPI pada mata yang terkena karena akan
segera dilakukan ekstraksi katarak. LPI dilakukan pada mata “fellow eye” untuk mencegah
terjadinya serangan akut karena mata tersebut memiliki predisposisi anatomis.8
Tindakan operasi untuk mengeluarkan lensa katarak merupakan terapi definitif pada
glaukoma fakomorfik.10 Ekstraksi katarak pada glaukoma fakomorfik bertujuan untuk
mencapai tajam penglihatan yang baik, menurunkan tekanan intraokuler, mencegah
kerusakan saraf optik dan menghindarkan pasien dari keluhan sakit pada mata dan kepala.
Akan tetapi operasi katarak pada pasien glaukoma fakomorfik sangatlah menyulitkan.
Tekanan yang tinggi menyebakan kornea edema sehingga menyulitkan untuk melihat
lapangan operasi, bilik mata depan yang dangkal juga menyulitkan manuver dalam lapangan
operasi.10
Pasien ini operasi dengan tajam penglihatan praoperasi 1/300, dengan kerusakan papil
saraf optik dan defek lapang pandang yang berat. Tujuan operasi yang utama bukan untuk
mendapatkan tajam penglihatan yang optimal, tapi untuk mengendalikan tekanan intraokuler
sehingga pasien tidak mengalami sakit dan mempertahankan sisa saraf optik yang belum
rusak.

Kesimpulan
Keterlambatan diagnosis pada glaukoma fakomorfik akan menyebabkan penderita
mengalami glaukoma kronik yang meningkatkan resiko terjadinya kerusakan saraf optik.
Penanganan yang terlambat juga menyebabkan serangan berulang dan kerusakan saraf optik
akan semakin bertambah.
Pada penderita ini, tekanan intraokuler yang kurang terkendali dengan obat-obatan,
serangan akut beberapa kali menyebabkan kerusakan saraf yang berat dan memberikan hasil
akhir penglihatan yang buruk.
Diagnosis yang tepat, pengendalian tekanan intraokuler yang maksimal dan ekstraksi
katarak sedini mungkin dapat memberikan hasil akhir penglihatan yang optimal pada pasien
glaukoma fakomorfik.9,10

Kepustakaan

1. Sowka J. Phacomorphic Glaucoma : Case and review. Optometry 2006;77: 586-9


2. Costa V, Wilson R, Azura-Blanco A. Secundary Glaucoma. Dalam : Handbook of
Glaucoma. Martin Duntz : London; 2002. hal. 129
3. Gressel MG. Lens Induced Glaucoma. Dalam : Tasman W, Jaeger E, eds. Duane’s
Clinical Ophthalmology, 6th ed. Philadelphia : Lippicot Williams & Wilkins;2006.
Hal.554
4. Durcan J. Lens-Induced Glaucoma. Dalam : Morrison JC, Pollack IP, eds. Glaucoma.
Science and Practice. New York: Thieme. 2003. Hal.261-73
5. Gamero G. Glaucoma Associated with lens. Dalam : Zimmerman T, Koosner K, eds.
New York: Thieme; 2001. Hal 207-9
6. Qamar Ar. Phacomorphic Glaucoma: An easy approach. Pak J Opthalmol. 2007, vol
23 no 2:77-9
7. Sigh M, Arrayyed H, Krishan R. Intraocular Lens Implantation in phacomorphic
glaucoma. Bahrain Med Bull. 2002;24(3):88-90
8. American Academy of Ophthalmology. Angle-Closure Glaucoma. Dalam :Glaucoma.
Singapore : American Academy of Ophthalmology; 2011. Hal 134 (Basic and Clinical
Science Course; Section 10)
9. Mallay M, Shuba L, Kwan YH. Phacomorphic Glaucoma. Cattarac & refrac Surgerry
Today. July 2008:65-7
10. Johnson S. Surgical Intervention for Phacomorphic Glaucoma. Glaucoma Today:
nov/des 200637-9

Das könnte Ihnen auch gefallen