Sie sind auf Seite 1von 19

http://4-nafiss.blogspot.co.

id/2013/11/makalah-
alzheimer.html
Jumat, 15 November 2013
makalah alzheimer

BAB I
KONSEP TEORI
1. Segi Medis
A. Pengertian
Penyakit alzheimer adalah penyakit degeneratif otak yang progresif, yang mematikan sel otak
sehingga mengakibatkan menurunnya daya ingat, kemampuan berpikir, dan perubahan perilaku.
(Wahyudi Nugroho, 2002, hal 176)
Penyakit Alzheimer adalah penyakit yang bersifat degeneratif dan progresif pada otak yang
menyebabkan cacat spesifik pada neuron, serta mengakibatkan gangguan memori, berpikir, dan
tingkah laku.
(Sylvia, A. Price, 2006, hal 1134)
Penyakit alzheimer adalah penyakit degenerasi neuron kolinergik yang merusak dan
menimbulkan kelumpuhan, yang terutama menyerang orang berusia 65 tahun ke atas.
(Arif Muttaqin, 2008, hal 364)
Kesimpulannya, penyakit Alzheimer adalah penyakit degeneratif yang menyerang sel otak
secara progresif yang mengakibatkan penurunan daya ingat, gangguan memori, berpikir tingkah
laku dan kelumpuhan yang terutama menyerang orang berusia 65 tahun ke atas.

B. Etiologi
Penyebab degenrasi neuron kolinergik pada penyakit Alzheimer tidak diketahui. Sampai
sekarang belum satupun penyebab penyakit ini diketahui, tetapi ada tiga teori utama mengenai
penyebabnya, yaitu :
1. Virus lambat
Merupakan teori yang paling populer(meskipun belum terbukti) adalah yang berkaitan
dengan virus lambat. Virus-virus ini mempunyai masa inkubasi 2-30 tahun sehingga
transmisinya sulit dibuktikan. Beberapa jenis tertentu dari ensefalopati viral ditandai oleh
perubahan patologis yang menyerupai plak senilis pada penyakit Alzheimer.
2. Proses Autoimun
Teori autoimun berdasarkan pada adanya peningkatan kadar antibodi-antibodi reaktif
terhadap otak pada penderita penyakit Alzheimer. Ada dua tipe amigaloid(suatu kompleks
protein dengan ciri seperti pati yang diproduksi dan dideposit pada keadaan-keadaan patologis
tertentu), yang satu kompos isinya terdiri atas rantai-rantai IgG dan yang lainnya tidak diketahui.
Teori ini menyatakan bahwa komplek antigen-antibodi dikatabolisir oleh fagosit dan fragmen-
fragmen imunoglobulin dihancurkan di dalam lisosom.
3. Keracunan aluminium
Teori keracunan aluminium menyatakan bahwa karena aluminium bersifat neurotoksik,
maka dapat menyebabkan perubahan neuofibrilar pada otak. Deposit aluminium telah
diidentifikasi pada beberapa klien dengan penyakit Alzheimer, tetapi beberapa perubahan
patologi yang menyertai penyakit ini berbeda dengan yang terlihat pada keracunan aluminium.
(Arif Muttaqin, 2008, hal 364-365)
C. Patofisiologi
Proses penuaan yang terjadi pada otak dapat berupa penurunan berat otak, pelebaran sulci
serebral, penyempitan gyrus dan pembesaran ventrikel-ventrikel.
Terjadinya penyakit Alzheimer ini disebabkan karena adanya proses degeneratif dan
hilangnya kemampuan selektif sel-sel dalam korteks serebral. Hilangnya sel-sel otak baik di
kortikal maupun struktur subkortikal misalnya sel cholinergik mengakibatkan menurunnya
produksi neurotransmiter acethylcoline sampai dengan 75 %.
Hal ini yang kemudian menimbulkan gangguan kognitif. Neuro transmiter lain yang
mengalami penurunan adalah nerophinephrine, dopamin, serotinin.
Secara mikroskopik pasien alzheimer ditemukan adanya lesi pada jaringan otak yang berupa
“Neuritic Plague, Neurofibrillary tangles” serta adanya degenerasi granulo vaskuler. Neuritic
Plague mengelilingi sel-sel saraf terminal baik akson maupun dendrit yang mengandung amiloid
protein. Penumpukan Neuritic Plague pada frontal korteks dan hipokampus mengakibatkan
penurunan fungsi. Neurofibrillary Tangles merupakan massa fibrosa pada sel saraf. Disamping
itu kemungkinan degeneratif sel otak juga terjadi akibat proses metabolisme. Dimana pada
pasien dengan alzheimer umumnya usia lanjut dan terjadi penurunan metabolisme sekitar 25 %.
(Tarwoto, 2007, hal 181-182)

Patways
Faktor predisposisi : Virus Lambat, Proses
Autoimun, Keracunan Aluminium, dan Genetik

Penurunan metabolisme dan aliran darah di korteks


parietalis superior

Degenerasi neuron Kolinergik

Hilangnya serat saraf kolinergik


Kekusutan neurofibrilar yang dikorteks cerebrum
difus
Terjadi plak senilis Penurunan sel neuron kolinergik
yang berproyeksi ke hipokampus dan
Kelainan
amigdala
neurotransmiter

Asetilkolin pada otak

Demensia

Mengalami masalah
dalam mengingat Menjadi semakin
detail pekerjaan, Bicaranya tidak
keras kepala dan jelas dan penuh
Perubahan kemampuan disorientasi terhadap bersikap kasar
tempat dan waktu, dengan frase yang
merawat diri sendiri secara verbal dan
mengalami kesulitan tidak berarti
fisik terhadap orang
dalam tes ingatan lain ketika merasa
sederhana terganggu
Defisit perawatan diri Gangguan
(berpakaian, higiene) komunikasi verbal
Resiko terhadap
trauma

Gangguan persepsi
sensori

D. Manifestasi Klinis
Gejala klasik penyakit demensi alzheimer adalah kehilangan daya ingat (memori) yang terjadi
secara bertahap, termasuk :
1. Kesulitan menemukan atau menyebutkan kata yang tepat
2. Tidak mampu mengenali objek
3. Lupa cara menggunakan benda biasa dan sederhana, seperti pensil
4. Lupa mematikan kompor, menutup jendela, atau menutup pintu
5. Suasana hati dan kepribadian dapat berubah
6. Agitasi, masalah dengan daya ingat, dan membuat keputusan yang buruk dapat menimbulkan
perilaku yang tidak biasa.
(Wahyudi Nugroho, 2002, hal 177)
E. Stadium Demensia Alzheimer
Penyakit demensia alzheimer dapat berlangsung dalam tiga stadium, yaitu :
1. Stadium awal
Gejala stadium awal yang sering diabaikan dan disalah artikan sebagai usia lanjut atau
sebagai bagian normal dari proses otak menua. Klien menunjukan gejala sebagai berikut :
a. Kesulitan dalam berbahasa
b. Mengalami kemunduran daya ingat secara bermakana
c. Disorientasi waktu dan tempat
d. Sering tersesat di tempat yang biasa dikenal
e. Kesulitan membuat keputusan
f. Kehilangan inisiatif dan motivasi
g. Menunjukan gejala depresi dan agitasi
h. Kehilangan minat dalam hobi dan aktifitas
2. Stadium menengah
Proses penyakit berlanjut dan masalah menjadi semakin nyata. Dan klien menunjukan gejala
sebagai berikut :
a. Sangat mudah lupa, terutama untuk peristiwa yang baru dan nama orang
b. Tidak dapat mengelola kehidupan sendiri tanpa timbul masalah
c. Tidak dapat memasak, membersihkan rumah, ataupun berbelanja
d. Sangat bergantung pada orang lain
e. Semakin sulit berbicara
f. Membutuhkan bantuan untuk membersihkan diri
g. Terjadi perubahan perilaku
h. Adanya gangguan kepribadian
3. Stadium lanjut
Pada stadium ini terjadi :
a. Ketidak mandirian dan inaktif yang total
b. Tidak mengenali anggota keluarga (disorientasi personal)
c. Sukar memahami dan menilai peristiwa
d. Tidak mampu menemukan jalan disekitar rumah sendiri
e. Kesulitan berjalan
f. Mengalami inkontinensia (berkemih atau defekasi)
g. Menunjukan perilaku yang tidak wajar di masyarakat
h. Akhirnya bergantung pada kursi roda / tempat tidur
(Wahyudi Nugriho, 2002, hal 177-179)

F. Evaluasi Diagnostik
1. Neuropatologi
Diagnosa definitif tidak dapat ditegakkan tanpa adanya konfirmasi neuropatologi. Secara umum
didapatkan:
 atropi yang bilateral, simetris lebih menonjol pada lobus temporoparietal, anterior frontal,
sedangkan korteks oksipital, korteks motorik primer, sistem somatosensorik tetap utuh
 berat otaknya berkisar 1000 gr (850-1250gr).
2. Pemeriksaan neuropsikologik
Penyakit alzheimer selalu menimbulkan gejala demensia.
 Fungsi pemeriksaan neuropsikologik ini untuk menentukan ada atau tidak adanya gangguan
fungsi kognitif umum danmengetahui secara rinci pola defisit yang terjadi.
 Test psikologis ini juga bertujuan untuk menilai fungsi yang ditampilkan oleh beberapa bagian
otak yang berbeda-beda seperti gangguan memori, kehilangan ekspresi, kalkulasi, perhatian dan
pengertian berbahasa..
3. CT scan:
 Menyingkirkan kemungkinan adanya penyebab demensia lainnya selain alzheimer seperti
multiinfark dan tumor serebri. Atropi kortikal menyeluruh dan pembesaran ventrikel keduanya
merupakan gambaran marker dominan yang sangat spesifik pada penyakit ini
 Penipisan substansia alba serebri dan pembesaran ventrikel berkorelasi dengan beratnya gejala
klinik dan hasil pemeriksaan status mini mental
4. MRI
 Peningkatan intensitas pada daerah kortikal dan periventrikuler (Capping anterior horn pada
ventrikel lateral). Capping ini merupakan predileksi untuk demensia awal. Selain didapatkan
kelainan di kortikal, gambaran atropi juga terlihat pada daerah subkortikal seperti adanya atropi
hipokampus, amigdala, serta pembesaran sisterna basalis dan fissura sylvii.
 MRI lebih sensitif untuk membedakan demensia dari penyakit alzheimer dengan penyebab lain,
dengan memperhatikan ukuran (atropi) dari hipokampus.

5. EEG
Berguna untuk mengidentifikasi aktifitas bangkitan yang suklinis. Sedang pada penyakit
alzheimer didapatkan perubahan gelombang lambat pada lobus frontalis yang non spesifik
6. PET (Positron Emission Tomography)
Pada penderita alzheimer, hasil PET ditemukan:
 Penurunan aliran darah
 Metabolisme O2
 Dan glukosa didaerah serebral
 Up take I.123 sangat menurun pada regional parietal, hasil ini sangat berkorelasi dengan
kelainan fungsi kognisi danselalu dan sesuai dengan hasil observasi penelitian neuropatologi
7. SPECT (Single Photon Emission Computed Tomography)
Aktivitas I. 123 terendah pada refio parieral penderita alzheimer. Kelainan ini berkolerasi
dengan tingkat kerusakan fungsional dan defisit kogitif. Kedua pemeriksaan ini (SPECT dan
PET) tidak digunakan secara rutin.
8. Laboratorium darah
Tidak ada pemeriksaan laboratorium yang spesifik pada penderita alzheimer. Pemeriksaan
laboratorium ini hanya untuk menyingkirkan penyebab penyakit demensia lainnya seperti
pemeriksaan darah rutin, B12, Calsium, Posfor, BSE, fungsi renal dan hepar, tiroid, asam folat,
serologi sifilis, skreening antibody yang dilakukan secara selektif.

G. Komplikasi
Komplikasi Alzheimer erat kaitannya dengan gangguan immobilisai seperti:
 Pneumonia
 Inkontinensia urine
 Kontraktur
 Dekubitus
(Tarwoto, 2007, hal 183)

H. Penatalaksanaan
Pengobatan penyakit Alzheimer masih sangat terbatas oleh karena penyebab dan
patofisiologis masih belum jelas. Pengobatan simptomatik dan suportif seakan hanya
memberikan rasa puas pada penderita dan keluarga. Pemberian obat stimulan, vitamin B, C, dan
E belum mempunyai efek yang menguntungkan.
1. Inhibitor kolinesterase
Beberapa tahun terakhir ini, banyak peneliti menggunakan inhibitor untuk pengobatan
simptomatik penyakit Alzheimer, dimana penderita Alzheimer didapatkan penurunan kadar
asetilkolin. Untuk mencegah penurunan kadar asetilkolin dapat digunakan anti kolinesterase
yang bekerja secara sentral seperti fisostigmin, THA (tetrahydroaminoacridine). Pemberian obat
ini dikatakan dapat memperbaiki memori dan apraksia selama pemberian berlangsung. Beberapa
peneliti mengatakan bahwa obat-obatan anti kolinergik akan memperburuk penampilan
intelektual pada organ normal dan penderita Alzheimer.
2. Thiamin
Penelitian telah membuktikan bahwa pada penderita Alzheimer didapatkan penurunan
thiamin pyrophosphatase dependent enzyme yaitu 2 ketoglutarate (75%) dan transketolase
(45%), hal ini disebabkan kerusakan neuronal pada nucleus basalis. Pemberian thiamin
hidrochloryda dengan dosis 3gr/hari selama tiga bulan peroral, menunjukan perbaikan bermakna
terhadap fungsi kognisi dibandingkan placebo selama periode yang sama.

3. Nootropik
Nootropik merupakan obat psikotropik, telah dibuktikan dapat memperbaiki fungsi kognisi
dan proses belajar pada percobaan binatang. Tetapi pemberian 4000mg pada penderita
Alzheimer tidak menunjukan perbaikan klinis yang bermakna.
4. Klonidin
Gangguan fungsi intelektual pada penderita Alzheimer dapat disebabkan kerusakan
noradrenergik kortikal. Pemberian klonidin (catapres) yang merupakan noradrenergik alpha 2
reseptor agonis dengan dosis maksimal 1,2 mg peroral selama 4 mgg, didapatkan hasil yang
kurang memuaskan untuk memperbaiki fungsi kognitif.
5. Haloperidol
Pada penderita Alzheimer, sering kali terjadi gangguan psikosis (delusi, halusinasi) dan
tingkah laku. Pemberian oral haloperiodol 1-5 mg/hari selama 4 mgg akan memperbaiki gejala
tersebut. Bila penderita Alzheimer menderita depresi sebaiknya diberikan tricyclic anti
depressant (aminitryptiline25-100 mg/hari).
6. Acetyl L-Carnitine (ALC)
Merupakan suatu substrate endogen yang disintesa didalam mitokondria dengan bantuan
enzim ALC transferace. Penelitian ini menunjukan bahwa ALC dapat meningkatkan aktivitas
asetil kolinesterase, kolin asetiltransferase. Pada pemberiaan dosis 1-2 gr /hari/oral selama 1
tahun dalam pengobatan, disimpulakan bahwa dapat memperbaiki atau menghambat
progresifitas kerusakan fungsi kognitif.

I. Upaya menunda kepikunan


Upaya menunda kepikunan dapat dilakukan dengan :
1. Menghindari faktor resiko yang dapat menimbulkan penyakit alzheimer
2. Hidup sehat fisik dan rohani ( olahraga teratur dengan makanan 4 sehat 5 sempurna)
3. Latihan mempertajam memori (kebugaran mental) :
a. Kerjakan aktifitas sehari-hari secara rutin
b. Gunakan daftar tugas tertulis, (seperti jenis barang yang akan dibeli)
(Wahyudi Nugroho, 2002, hal 199)

2. Segi Keperawatan
A. Pengkajian
1. Anamnesis
Identitas klien meliputi nama, umur, jenis kelamin, pendidikan, alamat, pekerjaan, agama,
suku bangsa, tanggal dan jam masuk rumah sakit, nomor register, dan diagnosa medis. Keluhan
utama yang sering menjadi alasan klien dan keluarga untuk meminta pertolongan kesehatan
adalah penurunan daya ingat, perubahan kognitif, dan kelumpuhan gerak ekstremitas.
2. Riwayat penyakit saat ini
Pada anamnesa, klien mengeluhkan sering lupa dan hilangnya ingatan yang baru. Pada
beberapa kasus, keluarga sering mengeluhkan bahwa klien sering mengalami tingkah laku aneh
dan kacau serta sering keluar rumah sendiri tanpa meminta izin pada anggota keluarga yang lain
sehingga sangat meresahkan anggota keluarga yang menjaga klien.
3. Riwayat Penyakit Dahulu
Pengkajian yang perlu ditanyakan meliputi adanya riwayat hipertensi, diabetes mellitus,
penyakit jantung, penggunaaan obat-obatan anti ansietas dalam jangka waktu yang lama. Dan
riwayat Sindrom down yang pada suatu saat kemudian menderita penyakit Alzheimer pada usia
empat puluhan.

4. Riwayat Penyakit Keluarga


Penyebab penyakit Alzheimer ditemukan memiliki hubungan genetik yang jelas.
Diperkirakan 10-30% klien Alzheimer menunujukkan tipe yang diwariskan dan dinyatakan
sebagai penyakit Alzheimer familiar (FAD). Pengkajian adanya anggota generasi terdahulu yang
menderita hipertensi dan Diabetes mellitus diperlukan untuk melihat adanya komplikasi penyakit
lain yang dapat mempercepat progresifnya penyakit.
5. Pengkajian Psiko Sosio Spiritual
Pengkajian mekanisme koping yang digunakan klien untuk menilai respons emosi klien
terhadap penyakit yang dideritanya dan perubahan peran klien dalam keluarga dan masyarakat
serta respons atau pengaruhnya dalam masyarakat. Adanya pperubahan hubungan dan peran
kerana klien mengalami kesulitan untuk berkomunikasi akibat gangguan bicara. Pola persepsi
dan konsep diri didapatkan klien merasa tidak berdaya, tidak ada harapan, mudah marah, dan
tidak kooperatif.
6. Pemeriksaan fisik
Setelah melakukan anamnesis yang mengrah pada keluhan-keluhan klien, oemeriksaan
fisik sangat berguna untuk mendukung data dari pengkajian anamnesis. Pemeriksaan fisik
sebaiknya dilakukan per sistem dan terarah(B1-B6) dengan fokus pemeriksaan pada B 3(Brain)
dan dihubungkan dengan keluhan-keluhan klien.
1. Keadaan Umum
Klien dengan penyakit Alzheimer umumnya mengalami penurunan kesadaran sesuai dengan
degenerasi neuron kolinergik dan proses senilisme. Adanya perubhan pada tanda vital meliputi
bradikardi, hipotensi, dan oenurunan frekuensi pernapasan.
a. B1 (BREATHING)
Gangguan fungsi pernapasan berkaitan dengan hipoventilasi, inaktivitas, aspirasi , makanan atau
saliva, dan berkurangnya fungsi pembersihan saluran napas.
1. Inspeksi, didapatkan klien batuk atau penurunan kemampuan untuk batuk efektif, peningkatan
produksi sputum, sesak napas, dan penggunaan otot bantu napas.
2. Palpasi, taktil premitus seimbang kanan dan kiri.
3. Perkusi, adanya suara resonan pada seluruh lapangan paru.
4. Auskultasi, bunyi napas tambahan seperti napas berbunyi, ronkhi pada klien dengan peningkatan
produksi sekret dan kemampuan batuk yang menurun yang sering didapatkan pada klien dengan
inaktivitas.
b. B2 (BLOOD)
Hipotensi postural berkaitan dengan efek samping pemberian obat dan juga gangguan pada
pengaturan tekanan darah oleh sistem saraf otonom.
c. B3 (BRAIN)
Pengkajian B3(brain) merupakan pemeriksaan fokus dan lebih lengkap dibandingkan pengkajian
pada sistem lainnya.
Inspeksi umum didapatkan berbagai manifestasi akibat perubahan status kognitif klien.
2. Pemeriksaan Fungsi Serebri
Status mental : biasanya status mental klien mengalami perubahan yang berhubungan dengan
penurunan status
3. Tingkat kesadaran
Tingkat kesadaran klien biasanya apatis dan juga bergantung pada perubahan status kognitif
klien.
kognitif, penurunan persepsi, dan penurunan meomri baik jangka pendek maupun memori
jangka panjang.
4. Pemeriksaan saraf cranial
a. Saraf I. Biasanya pada klien dengan penyakit Alzheimer tidak ada kelainan dan fungsi
penciuman tidak ada kelainan.
b. Saraf II. Hasil tes ketajaman penglihatan mengalami perubahan sesuai tingkat usia. Klien dengan
penyakit Alzheimer mengalami penurunan ketajaman penglihatan.
c. Saraf III, IV, VI. Pada beberapa kasus penyakit Alzheimer biasanya tidak ditemukan adanya
kelainan pada nervus ini.
d. Saraf V. Wajah simetris dan tidak ada kelainan pada nervus ini.
e. Saraf VII. Persepsi pengecapan dalam batas normal.
f. Saraf VIII. Adanya tuli konduktif dan tuli persepsi berhubungan proses senilis dan penurunan
aliran darah regional.
g. Saraf IX dan X. Didapatkan kesulitan dalam menelan makanan yang berhubungan dengan
perubahan status kognitif.
h. Saraf XI. Tidak ada atrofi otot sternokleidomastoideus dan trapezius.
i. Saraf XII. Lidah simetris, tidak ada deviasi pada satu sisi dan tidak ada fasikulasi. Indra
pengecapan normal.
5. Sistem Motorik
 Inspeksi umum, pada tahap lanjut, klien akan mengalami perubahan dan penurunan pada fungsi
motorik secara umum.
 Tonus otot didapatkan meningkat.
 Keseimbangan dan koordinasi, didapatkan mengalami gangguan karena adanya perubahan
status kognitif dan ketidakkooperatifan klien dengan metode pemeriksaan.
6. Pemeriksaan Refleks
Pada tahap lanjut penyakit Alzheimer, sering didapatkan bahwa klien kehilangan refleks postural
, apabila klien mencoba untuk berdiri klien akan berdiri dengan kepala cenderung ke depan dan
berjalan dengan gaya berjalan seperti di dorong. Kesulitan dalam berputar dan hilangnya
keseimbangan(salah satunya ke depan atau ke belakang) dapat menimbulkan sering jatuh.

7. Sistem Sensorik
Sesuai berlanjutnya usia, klien dengan penyakit Alzheimer mengalami penurunan terhadap
sensorik secara progresif. Penurunan sensorik yang ada merupakan hasil dari neuropati yang
dihubungkan dengan disfungsi kognitif dan persepsi klien secara umum.
a. B4 (BLADDER)
Pada tahap lanjut, beberapa klien sering berkemih tidak pada tempatnya, biasanya yang
berhubungan dengan penurunan status kognitif pada klien Alzheimer. Penurunan refleks
kandung kemih yang bersifat progresif dan klien mungkin mengalami inkontinensia urin,
ketidakmampuan mengkomunikasikan kebutuhan, dan ketidakmampuan untuk menggunakan
urinal karena kerusakan kontrol motorik dan postural.
b. B5 (BOWEL)
Pemenuhan nutrisi berkurang yang berhubungan dengan asupan nutrisi yang kurang karena
kelemahan fisik umum dan perubahan status kognitif. Karena penurunan aktifitas umum, klien
sering mengalami konstipasi
c. B6 (BONE)
Pada tahap lanjut biasanya didapatkan adanya kesulitan untuk beraktivitas karena kelemahan
umum dan penurunan status kognitif menyebabkan masalah pada pola aktifitas dan pemenuhan
aktivitas sehari-hari. Adanya gangguan keseimbangan dan koordinasi dalam melakukan
pergerakan disebabkan karena perubahan pada gay berjalan dan kaku seluruh gerakan akan
memberikan risiko pada trauma fifik bila melakukan aktivitas

B. Diagnosa Keperawatan
1. Gangguan persepsi sensori berhubungan dengan defisit kognitif, gangguan sensori
2. Defisit perawatan diri ( makan, minum, berpakaian, hiegiene) berhubungan dengan perubahan
proses pikir
3. Pemenuhan nutrisi yang kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake tidak adekuat
dan perubahan proses pikir.
4. Gangguan komunikasi verbal berhubungan dengan perubahan proses pikir
5. Koping individu tidak efektif berhubungan dengan perubahan proses pikir dan disfungsi karena
perkembangan penyakit
6. Resiko injuri berhubungan dengan kehilangan memori, kerusakan motorik dan kerusakan
komunikasi
7. Resiko terhadap trauma berhubungan dengan ketidakmampuan untuk mengenal bahaya dalam
lingkungan

C. Intervensi Keperawatan
1. Gangguan persepsi sensori berhubungan dengan defisit kognitif, gangguan sensori
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2 x 24 jam, terjadi peningkatan memori
dengan kriteria hasil :
 Pasien dapat menunjukkan kemampuan meningkatkan memori, orientasi dan berkurangnya
gelisah
Intervensi Rasional
1. Perkenalkan namanya membantu mengingat hal
yang penting atau mendasar
2. Buat jadwal kegiatan Pasien dapat mengingat
kegiatan dan waktu
3. Pajang foto keluarga, mengingat diri dan keluarga
teman, dan rumah
4. Lakukan latihan memori membantu meningkatkan
yang sederhana memori pasien
5. Kaji orientasi pasien mengidentifikasi
kemampuan orientasi pasien
6. Panggil pasien dengan mengingat namanya sendiri
namanya
7. Pemberi perwatan mudah mengingat dan lebih
sebaiknya orang yang kooperatif
sama
8. Lakukan pekerjaan yang melatih orientasi pasien
mudah secara rutin

2. Defisit perawatan diri ( makan, minum, berpakaian, hiegiene) berhubungan dengan perubahan
proses pikir
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama dalam waktu 2 x 24 jam, terdapat
perilaku peningkatan dalam pemenuhan perawatan diri dengan kriteria hasil :
 klien dapat menunjukan perubahan gaya hidup untuk kebutuhan merawat diri
 Mengidentifikasikan individu / keluarga yang dapat membantu
Intervensi Rasional
1. Hindari aktifitas yang Klien dalam keadaan cemas
dan tergantung. Hal ini
tidak dapat dilakukan
dilakaukan untuk mencegah
klien dan bantu bila perlu frustasi dan harga diri klien
2. Ajarkan dan dukung Dukungan pada klien selama
aktifitas dapat meningkatkan
klien selama aktifitas
perawatan diri
3. Gunakan pagar Memberi bantuan dalam
mendorong diri untuk
disekeliling tempat tidur
bangun tanpa bentuan orang
lain serta mencegah klien
mengalami trauma
4. Modifikasi lingkungan Untuk mengkompensasi
ketidakmampuan fungsi
5. Identifikasi kebiasaan Menigkatkan latihan dan
BAB, anjurkan minum, menolong mencagah
dan meningkatkan konstipasi
aktifitas
6. Kolaborasi Pertolongan pertama
Pemberian supositoria terhadap fungsi bowell atau
dan pelumas feses atau BAB
pencahar

3. Pemenuhan nutrisi yang kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake tidak adekuat
dan perubahan proses pikir.
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2 x 24 jam, kebutuhan nutrisi klien
terpenuhi dengan kriteria hasil :
 Mengerti tentang pentingnya nutrisi bagi tubuh
 Memperlihatkan kenaikan berat badan sesuai dengan hasil pemeriksaan laboratorium
Intervensi Rasional
1. Evaluasi kemampuan makan klien Klien mengalami kesulitan dalam
mempertahankan berat badan mereka,
mulut mereka kering akibat obat-
obatan dan mengalami kesulitan
mengunyah dan menelan

2. Observasi / timbang berat badan jika Tanda kehilangan berat badan dan
memungkinkan kekurangn intake nutrisi menunjang
terjadinya masalah katabolisme
3. Kaji fungsi sistem Gastrointestinal Fungsi sistem gastrointestinal sangant
yang meliputi suara bising usus penting untuk makanan
4. Anjurkan pemberian cairan 2500 cc / Mencegah terjadinya dehidrasi akibat
hari selama tidak terjadi gangguan penggunaan ventilator selama tidak
jantung sadar dan mencegah terjadinya
konstipasi
5. Lanjutkan pemeriksaan laboratorium Memberikan informasi yang tepat
yang diindikasikan seperti serum, tentang keadaan nutrisi yang
transferin, dan glukosa dibutuhkan klien

4. Gangguan komunikasi verbal berhubungan dengan perubahan proses pikir


Tujuan: dalam waktu 2 x 24 jam, terjadi peningkatan dalam perilaku komunikasi yang efektif
dengan kriteria hasil:
 membuat teknik/metode komunikasi yang dapat dimengerti sesuai kebutuhan
 meningkatkan kemampuan berkomunikasi
Intervensi Rasional
1. Kaji kemampuan klien untuk Gangguan bicara ada pada banyak klien
berkomunikasi yang mengalami penyakit Alzheimer
2. Menentukan cara-cara komunksi Mempertahankan kontak mata akan
seperti mempertahankan kontak mata membuat klien tertarik selama
komunikasi
3. Letakkan bel/lampu panggilan ditempat Ketergantungan klien pada ventilator
yang mudah dijangkau dan berikan akan lebh baik, rileks, perasaan aman,
penjelasan cara menggunakannya dan mengerti bahwa selama
menggunakan ventilator perawat akan
memenuhi segala kebutuhannya
4. Buatlah catatan dikantor perawatan Mengingatkan staf perawat untuk
tentang keadaan klien yang tak dapat berespons dengan klien selama
berbicara memberikan perawatan

5. Anjurkan keluarga/orang lain yang Keluarga dapat merasakan akrab


dekat dengan klien untuk berbicara dengan berada dekat klien selama
dengan klien memberikan informasi berbicara
tentang keluarganya
6. Kolaborasi dengan ahli wicara bahasa Ahli terapi wicara bahasa dapat
membantu dalam membentuk
peningkatan latihan percakapan dan
membantu patugas kesehatan untuk
mengembangkan metode komunikasi

5. Koping individu tidak efektif berhubungan dengan perubahan proses pikir dan disfungsi karena
perkembangan penyakit
Tujuan: dalam waktu 2 x 24 jam, koping menjadi efektif dengan kriteria hasil :
 mampu menyatakan komunikasi dengan orang terdekat tentang situasi yang terjadi
 Mampu menyatakan penerimaan diri terhadap situasi
Intervensi Rasional
1. Kaji perubahan dari gangguan persepsi Menentukan bantuan individual dalam
dan hubungan dengan derajat menyusun rencana perawatan
ketidakmampuan
2. Dukung kemampuan koping Kepatuhan terhadap program latihan
dan berjalan membantu memperlambat
kemajuan penyakit
3. Catat ketika klien menyatakan Mendukung penolakan terhadap
terpengaruh seperti sekarat perasaan negatif terhadap gambaran
tubuh
4. Beri dukungan psikologis secara Klien Alzheimer sering merasakan
menyeluruh malu, sehingga klien dibantu dan
didukung untuk mencapai tujuan yang
ditetapkan
5. Bentuk program aktivitas pada Bentuk program aktivitas pada
keseluruhan hari keseluruhan hari untuk mencegah
waktu tidur yang terlalu banyak yang
dapat mengarah pada tidak adanya
keinginan dan apatis.

6. Resiko injuri berhubungan dengan kehilangan memori, kerusakan motorik dan kerusakan
komunikasi
Tujuan : dalam waktu 1 x 24 jam, tidak terjadi injuri pada pasien dengan kriteria hasil :
 Injuri dapat dicegah
 Tidak terjadi injuri
Intervensi Rasional
1. Monitor fungsi motorik dan Menetapkan kemungkinan jatuh
keseimbangan berjalan
2. Berikan alat bantu tongkat atau Membantu melakukan
kursi roda pergerakan dan mengurangi
resiko jatuh
3. Jelaskan pada pasien setelah Postural hipotensi kemungkinan
bangun tidur tidak langsung terjadi sehingga dapat
melakukan pergerakan mengakibatkan pasien jatuh
4. Penerangan yang cukup dan lantai Mengurangi resiko jatuh
tidak licin
5. Letakkan benda-benda berbahaya Menghindari terjadinya cedera
pada tempat yang aman
6. Letakkan benda-benda pada Tidak membingungkan pasien
tempat semula dan hindari dan meningkatkan daya ingat
merubah-rubah tempat
7. Resiko terhadap trauma berhubungan dengan ketidakmampuan untuk mengenal bahaya dalam
lingkungan
Tujuan : dalam waktu 2 x 24 jam, tidak terjadi trauma dengan kriteria hasil :
 Tidak mengalami trauma
 Keluarga mengenali risiko potensial di lingkungan
Intervensi Rasional
1. Kaji derajat gangguan kemampuan atau Mengidentifikasi resiko potensial
kompetensi, munculnya tingkah laku dilingkungan dan mempertinggi
yang impulsif. kesadaran sehingga pemberi asuhan
lebih sadar akan bahaya
2. Hilangkan atau minimalkan sumber Seseorang dengan gangguan kognitif
bahaya dalam lingkungan. merupakan awal untuk mengalami
trauma sebagai akibat ketidakmampuan
untuk bertanggung jawab terhadap
keamanan
3. Alihkan perhatian pasien keitka Mempertahankan keamanan dengan
berperilaku berbahaya menghindari konfrontasi yang dapat
meningkatkan resiko terjadinya trauma
4. Kenakan pakaian sesuai lingkungan Perlambatan proses metabolisme secara
fisik atau kebutuhan individu umum mengakibatkan penurunan suhu
tubuh
5. Lakukan pemantauan terhadap efek Pasien mungkin tidak dapat melaporkan
samping obat tanda atau gejala dan obat dapat dengan
mudah menimbulkan kadar toksisitas
pada lansia.

DAFTAR PUSTAKA

Brunner & Suddarth. 2002. Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta : EGC


Corwin, Elizabeth J. 2009. Buku Saku Patofisiologi. Jakarta : EGC
Doenges, Marilynn E. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan. Jakarta : EGC
Muttaqin, Arif. 2002. Asuhan Keprawatan Klien Dengan Gangguan Sistem Persarafan. Jakarta :
Salemba Medika
Nugroho, Wahyudi. 2002. Keperawatan Gerontik & Geriatik. Jakarta : EGC

Price, Sylvia A. 2006. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Jakarta : EGC
Diposkan oleh nafiss di 19.53

Das könnte Ihnen auch gefallen