Beruflich Dokumente
Kultur Dokumente
ISBN:
http://ictoh.tcsc-indonesia.org/
Guru Sekolah Dasar di Kota Semarang terhadap Penerapan Kawasan Tanpa Rokok (KTR)
di Lingkungan Sekolah. Bagoes Widjanarko, Abdun Mufidz, Novia Handayani, Ana K.
Ummah1, Wahyuni Arumsari, dan Dewi F. Wisudawati…………………………….…..……..….184
Evaluasi Iimplementasi Perda Kota Surabaya No. 5 Tahun 2008 Tentang KTR dan KTM
Pada Tahun 2013 di Fasilitas Kesehatan. Kurnia D Artanti, Kusuma S Lestari, dan Santi
Martini [Makalah
Lengkap]………………………………………………………………………………………………………………190
Konstruksi Sosial Hak Merokok dan Hak Udara Bersih: Studi Kasus Pemanfaatan Smoking
Area di Kota Surabaya. Arief Priyo Nugroho, Irfan Ardani, dan Diyan Ermawan Effendi
[Makalah
Lengkap]…………………………………………………………………………………………………………….195
Determinan Perilaku Merokok di Kalangan Remaja. Rifqi A. Fattah, Dwidjo Susilo, dan
Sugiatmi………………………………………………………………………………………………………………..219
xii
Prosiding The 1st Indonesian Conference on Tobacco or Health (ICTOH) 2014
196
Prosiding The 1st Indonesian Conference on Tobacco or Health (ICTOH) 2014
197
Prosiding The 1st Indonesian Conference on Tobacco or Health (ICTOH) 2014
198
Prosiding The 1st Indonesian Conference on Tobacco or Health (ICTOH) 2014
199
Prosiding The 1st Indonesian Conference on Tobacco or Health (ICTOH) 2014
200
Prosiding The 1st Indonesian Conference on Tobacco or Health (ICTOH) 2014
201
Prosiding The 1st Indonesian Conference on Tobacco or Health (ICTOH) 2014
hingga kini telah membuat orang dikemukakan oleh Effendi et al. (2014)
terbiasa atas kebiasaan merokok tanpa adalah rokok sebagai sebuah media
ada upaya pembatasan. Dalam pergaulan. Dikalangan para perokok
kehidupan sehari-hari, terutama aktif, sebuah obrolan seringkali diawali
ditempat umum, masyarakat di dengan menawarkan rokok, terutama
Surabaya memperlihatkan bahwa bagi orang yang baru dikenal. Sikap
memang merokok masih merupakan menawarkan rokok ini, suka tidak suka
suatu perilaku biasa yang tak memiliki telah menjadi suatu kebiasaan yang
dampak apapun. Sikap permisif dan dianggap “bersahabat”, dan para
menempatkan rokok bukanlah hal yang pelakunya lebih dikenal sebagai social
berbahaya disebabkan kebiasaan atas smoker. Sementara bagi para perokok
merokok telah ia dapat selama pasif atau orang-orang yang bukan
hidupnya, dari kecil sampai dewasa. Hal perokok, rokok juga merupakan sarana
ini menyerupai apa yang dikatakan pergaulan. Mereka dengan secara sadar
Parsons (1991); Berger (1963) sebagai dan rela menghirup asap rokok yang
suatu tahapan sosialisasi dan dihembuskan oleh teman-teman di
internalisasi sebuah orientasi nilai yang dekatnya yang merupakan perokok
ada dalam masyarakat kepada individu. aktif, karena dengan demikian salah
Pendapat masyarakat ini satu halangan dalam komunikasi yaitu
memperlihatkan bahwa selain rokok dianggap bukan lagi sebagai
menyiratkan bahwa merokok adalah penghalang (Ibid).
sebuah hak, juga memberi makna pada 3.2.2. Whose right is right?
sebuah sebuah keengganan untuk
bertindak dari luar kebiasaanya selama Kebanyakan masyarakat non
ini yang tidak terlalu perokok, masih belum secara tegas
mempermasalahkan perilaku merokok bersikap bahwa rokok melanggar hak
sembarangan. Sekalipun mungkin orang mereka. Mereka masih tidak merasa ada
bersangkutan tidak merokok, aktivitas kerugian atas udara bersih. Konstruksi
merokok yang terjadi dimana ia berada sosial yang telah lama dibangkitkan dari
merupakan sebuah hal yang tidak bisa lingkungan, membuat masyarakat
ditolak. menempatkan perokok sebagai
Struktur dalam hak: subyek, sekelompok orang yang memiliki "hak"
substansi, landasan dan tujuan dari hak yang tidak dapat dibatasi. Meskipun
itu sendiri (Shapiro, 2006: 15). Parsons dalam beberapa kasus non-perokok
(1991) tentang sosialisasi dan merasa terganggu, mereka menganggap
internalisasi nilai dalam suatu hal itu sebagai sesuatu yang sangat
masyarakat terhadap individu yang lumrah.
merupakan bagian dari masyarakat itu Kebiasaan ini didasari pada
sendiri. Upaya kampaye tentang sisi paradigma lama yang menganggap
“negatif” rokok menjadi sia-sia, karena bahwa merokok adalah urusan privat
ia berhadapan dengan sebuah setiap orang. Jika ada akibat buruk dari
konstruksi “positif” rokok yang telah aktivitas merokok maka hanya akan
ter-internalisasi dan didapat sejak dialami oleh perokok itu sendiri,
lingkungan inti (keluarga) hingga sehingga pengendaliannya diserahkan
lingkungan sosialnya. Salah satu contoh kepada kebijakan moderat masing-
konstruksi positif rokok pada masing individu (Goodin; 1989). Rokok
lingkungan sosial yang mendukung telah demikian lama dianggap sebagai
sikap permisif masyarakat terhadap sesuatu yang hanya perlu dikontrol oleh
kebiasaan merokok sebagaimana tatanan sosial, dan tidak cocok untuk
202
Prosiding The 1st Indonesian Conference on Tobacco or Health (ICTOH) 2014
mendapatkan sanksi yang lebih serius, Childress, 1994) suatu hal dapat diklaim
misalnya sanksi hukum. sebagai hak apabila memenuhi syarat,
Kontroversi mengenai merokok (1) menghormati otonomi orang lain,
mulai muncul saat paradigma lama (2) berbuat baik, (3) tidak merugikan
tersebut mulai ditentang. Merokok tidak orang lain, dan (4) berkeadilan.
lagi dianggap urusan privat yang hanya Menghormati otonomi didasarkan pada
merugikan perokok sendiri. Banyak prinsip menghormati hak orang lain,
hasil penelitian yang menyatakan dimana setiap orang mempunyai hak
bahwa rokok juga berakibat buruk pada untuk membuat pilihan hidupnya.
non perokok yang menghisap asap Prinsip berbuat baik dan tidak
rokok. Pada orang dewasa, perokok merugikan mengandung pengertian
pasif menyebabkan penyakit jantung bahwa hal yang dilakukan menghormati
dan penyakit pernapasan yang serius, kepentingan orang lain dan tidak
termasuk penyakit jantung koroner dan merugikan. Prinsip keadilan
kanker paru-paru. Pada bayi, hal itu mengandung pengertian kepentingan
menyebabkan kematian mendadak. masing-masing pihak didistribusikan
Pada wanita hamil, hal itu menyebabkan secara adil (Erlanger Medical Ethict
berat badan lahir rendah (WHO: 2012) Orintation Manual: 2000)
Aspek bahaya bagi kesehatan Dengan demikian, merokok di
bahkan ancaman kematian tidak benar- tempat umum dapat dikatakan bukan
benar membuat merokok menjadi hal lagi sebagai hak ketika perilaku
yang dilarang. Selain efek yang merokok mereka berakibat buruk bagi
ditimbulkan dari rokok tidak dirasakan kesehatan dan kenyamanan orang lain.
langsung dalam jangka waktu pendek, Pilihan untuk merokok bertentangan
rokok juga secara fisik menimbulkan dengan hak non perokok untuk
sifat adiktif sehingga sulit bagi perokok menghirup udara bersih, bebas dari
untuk menghentikan kebiasaan asap rokok (Goodin; 1989).
merokoknya. Meski pada kenyataannya, dari
Upaya pembatasan merokok hasil observasi yang dilakukan, saat
bukan tidak dilakukan, tetapi aspek melakukan kegiatan sehari-hari, hak
penegakannya masih setengah hati. UU non perokok untuk menghirup udara
No. 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan bersih belum menjadi dasar substansi
telah memasukkan tembakau dan hak yang berlaku sepenuhnya di
produk olahannya termasuk rokok masyarakat. Rendahnya respon atas
sebagai bahan adiktif yang berbahaya adanya smoking area memperlihatkan
bagi kesehatan manusia. Peraturan hal tersebut. Konstruksi sosial dan
turunan dari undang-undang tersebut pengetahuan atas perilaku merokok
juga lebih rinci mengatur pembatasan masih begitu kuat didominasi oleh
dan larangan merokok terutama di faktor kebisaan yang telah terbangun
tempat umum. Pemerintah Provinsi sejak lama melalui konteks keluarga dan
Jawa Timur menerapkannya dengan lingkungannya. Konteks yang telah
membuat kebijakan smoking area. Akan terbangun sejak lama menjadi sebuah
tetapi saat ini masyarakat non perokok kontruksi atas realitas sosial yang
masih harus berbagi ruang dengan para permisif pada perilaku merokok. Upaya
perokok. Tempat-tempat umum belum untuk merubah realitas sosial tersebut
terbebas dari asap rokok. Udara bersih dengan konstruksi yang lebih baru
yang terbebas dari asap rokok belum dengan upaya pembuatan smoking area
menjadi hak yang perlu dilidungi secara atau dengan pemberlakukan aturan
penuh. Secara bioetik (Beauchamp and menjadi sebuah tantangan yang cukup
203
Prosiding The 1st Indonesian Conference on Tobacco or Health (ICTOH) 2014
204
Prosiding The 1st Indonesian Conference on Tobacco or Health (ICTOH) 2014
terbangun. Jika mengikuti tahapan [6]Shapiro, Ian. 2006. Evolusi Hak dalam Teori
dialektika yang diajukan Berger dan Liberal. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.
[7]Nugroho, Arief P et al. Pemanfaatan Fasilitas
Luckman (1966) upaya kebijakan yang Smoking Area SKPD di Jawa Timur. Penelitian
diwujudkan dengan adanya smoking tahun 2012. (Laporan Penelitian, tidak
area masih berada pada tahapan sangat diterbitkan)
[8]The Tobacco Source Book: Data to Support a
awal dari upaya ekternalisasi. Oleh
karena itu upaya pembatasan perilaku National Tobacco Control Strategy. 2004
[10]Global Adault Tobacco Survey: Indonesia
merokok perlu diintensifkan, sehingga Report 2011
mampu mencapai tahapan obyektivikasi [11]Fakta Tembakau: Permasalahannya di
dan internalisasi untuk mencapai Indonesia Tahun 2010; Tobacco Control
legitimasi atas pelarangan perilaku Support Center-Ikatan Ahli Kesehatan
merokok. Masyarakat Indonesia.
[12]Goodin, Robert E. 1989. ‘The Ethics of
Daftar Pustaka Smoking’. Ethics, vol. 99, no. 3, pp. 574-624,
[1]Berger, Peter L. 1978. Invitation to Sociology: A http://www.jstor.org/stable/2380869
Humanistic Perspective. USA: Penguin Books. diakses: 27 Februari 2014
[2]Berger, Peter L & Luckman, Thomas. 1966. The
[13]World Health Organization. 2012.
Social Construction of Reality: A Treatise in http://www.who.int/mediacentre/factsheet
The Sociology of Knowledge. USA: Penguin s/fs339/en/index.html diakses: Februari 20,
Books. 2013.
[3]Beauchamp and Childress. 1994. Principles of
[14]Erlanger Medical Ethict Orintation Manual,
Biomedical Ethics, Fourth Edition. New York: May 2000
Oxford University Press Inc. https://www.utcomchatt.org/docs/biomede
[4]Effendi, Diyan Ermawan et al. 2014. ‘Diskursus
thics.pdf diakses 27 Februari 2014
Tentang Rokok’ dalam Rachmat Hargono & [15]Arnez, Monika. From Tobacco to Kretek: A
Agung Dwi Laksono Diskursus Rokok Dalam Succes Story about Cloves. zeitenblicke 8
Media Sosial Youtube. Yogyakarta: Kanisius. (2009), Nr. 3.
[5]Parsons, Talcott. 1991. The Social System.
www.zeitenblicke.de/2009/3/arnez/dippAr
London: Routledge. ticle.pdf diakses: 12 Juni 2014
205