Sie sind auf Seite 1von 13

PREVALENSI DAN FAKTOR RESIKO TERJADINYA

TINEA PEDIS PADA PEKERJA CARWASH BOGORSARI SEMARANG

JURNAL MEDIA MEDIKA MUDA

Diajukan untuk memenuhi tugas dan persyaratan dalam


menempuh Program Pendidikan Sarjana Fakultas Kedokteran

MUHAMMAD BAIHAQY IBNU HAKIM


22010110110133

PROGRAM PENDIDIKAN SARJANA


KEDOKTERAN FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS DIPONEGORO 2013
LEMBAR PENGESAHAN JURNAL MEDIA MEDIKA MUDA KTI

PREVALENSI DAN FAKTOR RESIKO TERJADINYA


TINEA PEDIS PADA PEKERJA CARWASH BOGORSARI SEMARANG

Disusun oleh

MUHAMMAD BAIHAQY IBNU HAKIM


22010110110133

Telah disetujui

Semarang, Juli 2014

Pembimbing 1 Pembimbing 2

dr. Asih Budiastuti, SpKK (K) dr. Helmia Farida, SpA, MKes
19600407 198703 2 001 19661213 200112 2 001

Ketua Penguji Penguji

dr. Buwono Puruhito, SpKK dr. Endang Sri Lestari, PhD


19760625 200812 1 002 19661016 199702 2 001
PREVALENSI DAN FAKTOR RESIKO TERJADINYA TINEA PEDIS PADA
PEKERJA CARWASH BOGORSARI SEMARANG

Muhammad Baihaqy Ibnu Hakim*, Asih Budiastuti**, Helmia Farida***

ABSTRAK

Latar belakang: Tinea pedis merupakan dermatofitosis pada telapak kaki yang
memiliki prevalensi 10% di seluruh dunia. Pekerja Carwash Bogorsari Semarang
bagian pencelupan diperkirakan memiliki risiko lebih tinggi terkena Tinea pedis.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui angka kejadian dan faktor risiko Tinea
pedis pada pekerja Carwash Bogorsari Semarang.

Metode: Penelitian yang bersifat belah lintang dilakukan pada 34 pekerja Carwash
Bogorsari Semarang PT. Batamtex sebagai subjek penelitian pada bulan Juni
2014. Diagnosis Tinea pedis ditegakkan berdasarkan pemeriksaan klinis residen
ilmu kesehatan kulit dan kelamin. Data diambil dengan kuesioner meliputi
hygiene perorangan, durasi terpapar air per hari, dan masa kerja di bagian
pencelupan. Analisa data menggunakan uji regresi logistik dengan tingkat
kemaknaan p < 0,05 ; Interval Kepercayaan 95%.

Hasil: Angka kejadian Tinea pedis pada pekerja Carwash Bogorsari Semarang
29,5%. Hasil analisis multivariat menunjukkan bahwa hygiene perorangan yang
buruk RP = 32 (C.I. = 2 – 503) p = 0,001, dan masa kerja di bagian pencelupan
yang lama merupakan faktor risiko Tinea pedis RP = 19 (C.I. = 1,4 – 255) p =
0,002.

Simpulan: Tingkat hygiene perorangan buruk dan masa kerja di bagian


pencelupan yang lama merupakan faktor risiko Tinea pedis.

Kata kunci: Tinea pedis, faktor risiko, hygiene, masa kerja di bagian pencelupan.

* Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro Semarang


* Staf Pengajar Bagian Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin Fakultas
Kedokteran Universitas Diponegoro Semarang
* Staf Pengajar Bagian Mikrobiologi Klinik Fakultas Kedokteran
Universitas Diponegoro Semarang
PREVALENCE AND RISK FACTORS FOR TINEA PEDIS IN
CARWASH BOGORSARI SEMARANG WORKERS

ABSTRACT

Background: Tinea pedis, a dermatophytosis of the feet has prevalence of 10%


worldwide. Dyeing division of Carwash Bogorsari Semarang workers are
estimated to have higher risk of suffering from Tinea pedis. This study aims to
determine the prevalence and risk factors of Tinea pedis in Carwash Bogorsari
Semarang workers.

Methods: A cross-sectional study was carried among 34 Carwash Bogorsari


Semarang workers of PT. Batamtex as research samples in June 2014. Tinea pedis
diagnosis was established by dermatology resident’s clinical examination. The
data were collected from questionnaire that included personal hygiene, water
exposure duration each day, and working time at dyeing division. The data were
analyzed using logistic regression test with statistical significance p < 0,05 ;
confidence interval 95%.

Results: The prevalence of Tinea pedis in Carwash Bogorsari Semarang workers


was 29,5%. Multivariate analysis resulted that poor personal hygiene RP = 32
(C.I. = 2 – 503) p = 0,001 and long working time at dyeing division were risk
factors for Tinea pedis RP = 19 (C.I. = 1,4 – 255) p = 0,002.

Conclusion: Poor personal hygiene and long working time at dyeing division were
risk factors for Tinea pedis.

Key words: Tinea pedis, risk factors, hygiene, working time at dyeing division.
PENDAHULUAN
Lingkungan kerja merupakan tempat yang potensial mempengaruhi
kesehatan pekerja. Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi kesehatan pekerja
antara lain faktor fisik, faktor kimia, dan faktor biologis. Lingkungan kerja
1
ataupun jenis pekerjaan dapat menyebabkan penyakit akibat kerja.
Industri tekstil Indonesia termasuk dalam 10 eksportir tekstil terbesar di
2
dunia. Banyaknya industri ini tentu diiringi dengan banyaknya pekerja pada
Carwash Bogorsari Semarang tersebut.
Salah satu infeksi kulit pada sela jari kaki dan telapak kaki yang disebabkan
oleh jamur atau yang lebih dikenal sebagai tinea pedis atau Athlete’s foot maupun
3
ringworm of the foot. Tinea pedis disebabkan oleh Trichophyton rubrum yang
4,5,6,7
sering memberikan kelainan menahun. Tinea pedis sering menyerang orang
dewasa yang bekerja ditempat basah seperti tukang cuci, petani atau orang yang
4,7,8
setiap hari harus memakai sepatu tertutup misalnya tentara. Selain karena
pemakaian sepatu tertutup untuk waktu yang lama, bertambahnya kelembaban
karena keringat, pecahnya kulit karena mekanis, tingkat kebersihan perorangan,
dan paparan terhadap jamur merupakan faktor risiko yang menyebabkan
9,10
terjadinya tinea pedis. Kondisi lingkungan yang lembab dan panas di sela-sela
jari kaki karena pemakaian sepatu dan kaus kaki, juga akan merangsang
4
tumbuhnya jamur. Keadaan sosial ekonomi serta kurangnya kebersihan
memegang peranan yang penting pada infeksi jamur, yaitu insiden penyakit jamur
8
lebih sering terjadi pada sosial ekonomi rendah. Hal ini berkaitan dengan status
8
gizi yang mempengaruhi daya tahan tubuh seseorang terhadap penyakit.
Saat ini diketahui bahwa angka kejadian (prevalensi) tinea pedis di seluruh
11
dunia mencapai angka yang cukup tinggi yakni 10%. Penelitian-penelitian
terdahulu tentang kejadian tinea pedis di kota Semarang pada kelompok kerja
tertentu menunjukkan bahwa angka kejadian tinea pedis termasuk tinggi.
Penelitian yang dilakukan oleh TM Sri Redjeki Soekandar pada tahun 2004
menyebutkan bahwa pemakaian sepatu boot merupakan faktor resiko terjadinya
tinea pedis dan didapatkan angka kejadian tinea pedis sebesar 24,35% di Asrama
9
Brimob Semarang. Penelitian Ratna Dian Kurniawati tahun 2006 menyatakan
angka kejadian tinea pedis sebesar 46,4% pada pemulung di TPA Jatibarang
10
Semarang.
Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan data prevalensi dan apa saja
faktor resiko terjadinya tinea pedis pada pekerja Carwash Bogorsari Semarang.

METODE
Rancangan penelitian pada penelitian ini menggunakan pendekatan belah
lintang. Penelitian ini dilaksanakan di PT. Batamtex, Ungaran pada bulan Juli
2014. Subjek penelitian dipilih dengan metode purposive sampling. Data didapat
dari diagnosis yang ditegakkan oleh residen PPDS Ilmu Kesehatan Kulit dan
Kelamin FK UNDIP serta kuesioner yang telah dilakukan uji validasi pakar dan
uji reliabilitas.
Didapatkan 34 subjek penelitian yang memenuhi kriteria inklusi. Dengan
kriteria inklusi yakni pekerja Carwash Bogorsari Semarang yang bekerja di bagian
pencelupan dan bagian pengeringan pada PT. Batamtex, telah bekerja dalam kurun
waktu lebih dari satu bulan pada PT. Batamtex, Ungaran serta bersedia mengikuti
penelitian. Variabel bebas dalam penelitian ini adalah durasi terpapar air, lama
masa kerja dan hygiene perorangan dengan variabel tergantung adalah infeksi
tinea pedis. Analisis data dilakukan menggunakan uji chi-square atau fisher dan
dilanjutkan menggunakan uji regresi logistik.

HASIL
Karakteristik Responden
Hasil penelitian terhadap pekerja Carwash Bogorsari Semarang PT. Batamtex,
Ungaran diperoleh karakteristik subjek penelitian yang dapat dilihat pada tabel 1. Ditemukan 10
sampel penelitian yang terdiagnosis tinea pedis. Tabel 1. Karakteristik subjek penelitian

Karakteristik Nilai tengah N (%)


Umur (tahun) 42,32 (SD 7,48)
Jenis Kelamin
- Laki-Laki - 26 (76,5%)
- Perempuan - 8 (23,5%)
Durasi terpapar air per hari (jam) 3,55 (SD 1,21)
- Sebentar (< 5,9) - 30 (88%)
- Lama (≥ 6) - 4 (12%)
Lama bekerja di bagian pencelupan (bulan) 6,44 (SD 4,62)
- Sebentar (< 8,9) - 22 (65%)
- lama (≥ 9) - 12 (35%)
Skor hygiene 15,73 (SD 2,39)
- Baik (≥ 15) - 24 (71%)
- Buruk (< 14,9) - 10 (29%)
Infeksi Tinea pedis
- Positif (+) - 10 (29%)
- Negatif (-) - 24 71%)

Hubungan antara durasi terpapar air dan tinea pedis


Dibagi menjadi 2 kategori berdasarkan titik potong optimum ROC.
Didapatkan titik potong optimum ROC sebesar 6 jam per hari. Empat pekerja
dikategorikan “durasi panjang” dimana 3 diantaranya terdiagnosis tinea pedis dan
30 pekerja dikategorikan “durasi pendek” dimana 7 diantaranya terdiagnosis tinea
pedis.
Tabel 2. Hubungan antara durasi terpapar air dan tinea pedis
Durasi terpapar Air Tinea Pedis Nilai p
Tinea Pedis (+) Tinea Pedis (-)
Lebih dari 6 jam / hari 3 (75%) 1 (25%) 0,067
Kurang dari 6 jam / hari 7 (23,3%) 23 (76,7%)
Total 10 (100%) 24 (100%)

Hubungan antara lama masa kerja dan tinea pedis


Dibagi menjadi 2 kategori berdasarkan titik potong optimum ROC.
Didapatkan titik potong optimum ROC sebesar 9 bulan. Dua belas pekerja
dikategorikan “lama” dimana 8 diantaranya terdiagnosis tinea pedis dan 22
pekerja dikategorikan “durasi pendek” dimana 2 diantaranya terdiagnosis tinea
pedis.
Tabel 3. Hubungan antara lama masa kerja dan tinea pedis
Lama Masa Kerja Tinea Pedis Nilai p
Tinea Pedis (+) Tinea Pedis (-)
Lebih dari 9 bulan 8 (66,7%) 4 (33,3%) 0,001
Kurang dari 9 bulan 2 (9,1%) 20 (90,9%)
Total 10 (100%) 24 (100%)

Hubungan antara tingkat hygiene perorangan dan Tinea pedis


Dibagi menjadi 2 kategori berdasarkan titik potong optimum ROC.
Didapatkan titik potong optimum ROC yakni 15. Sepuluh pekerja dikategorikan
“hygiene buruk” dimana 7 diantaranya terdiagnosis tinea pedis dan 24 pekerja
dikategorikan “hygiene baik” dimana 3 diantaranya terdiagnosis tinea pedis.
Tabel 4. Hubungan antara tingkat hygiene perorangan dan tinea pedis
Hygiene Perorangan Tinea Pedis Nilai p
Tinea Pedis (+) Tinea Pedis (-)
Hygiene Buruk < 14,9 7 (70%) 3 (30%) 0,002
Hygiene Baik > 15 3 (12,5%) 21 (87,5%)
Total 10 (100%) 24 (100%)

Hasil data pada penelitian ini dianalisis menggunakan uji chi-square dan
dilanjutkan menggunakan uji regresi logistik. Didapatkan nilai p = 0,067 pada
durasi terpapar air, p = 0,001 pada lama masa kerja dan p = 0,002 pada hygiene
perorangan (p < 0,2) yang memenuhi syarat untuk dilanjutkan analisis multivariat
menggunakan uji regresi logistik.
Tabel 5. Analisis multivariat
Exp(B) 95% C.I for Exp(B) Sig
Lower - Upper
Durasi terpapar air 21,267 0,56 - 809,32 0,100
Lama masa kerja 31,763 2,0 - 503,39 0,014
Hygiene perorangan 18,831 1,39 - 255,36 0,027
Constant 0,015 - 0,003
Berdasarkan hasil analisis multivariat menggunakan uji regresi logistik
didapatkan bahwa lama masa kerja dan hygiene perorangan merupakan faktor
resiko terjadinya tinea pedis. Dengan rasio prevalen sebesar 31,7 pada lama masa
kerja yang berarti pekerja Carwash Bogorsari Semarang yang bekerja di bagian
pencelupan dalam waktu yang lama 31,76 kali lebih berisiko terinfeksi tinea pedis
dibandingkan yang bekerja dalam waktu sebentar RP = 31,76 (C.I. = 2,0 – 503,39)
p = 0,001. Didapatkan rasio prevalen sebesar 18,831 pada hygiene perorangan
yang berarti pekerja pabrik dengan hygiene buruk 18,83 kali lebih berisiko
terinfeksi tinea pedis dibandingkan dengan hygiene baik RP = 18,83 (C.I. = 1,39 –
255,36) p = 0,002.

PEMBAHASAN
Hasil penelitian membuktikan bahwa insidensi tinea pedis pada pekerja
Carwash Bogorsari Semarang bagian pencelupan cukup tinggi dibanding populasi
umum pada daerah tropis. Penelitian juga membuktikan lama masa kerja dan
hygiene perorangan merupakan faktor risiko tinea pedis. Lama masa kerja yang
diasumsikan sebagai akumulasi paparan air dan durasi pemakaian sepatu tertutup
berhubungan terhadap tinea pedis. Hal ini sesuai dengan yang dikemukakan oleh
4
peneliti terdahulu dalam Dermatofitosis Superfisialis oleh perdoski (2001).
Selain itu, hasil penelitian sesuai dengan penelitian yang dilakukan Ratna Dian
Kurniawati pada tahun 2006 bahwa hygiene perorangan merupakan faktor risiko
10
kejadian tinea pedis. Pentingnya menjaga hygiene perorangan merupakan salah
satu bentuk pencegahan terhadap tinea pedis seperti yang dikemukakan oleh Vikas
12
Kumar dkk (2011).
Terdapat data yang menunjukkan bahwa kategori yang kurang berisiko
terinfeksi tinea pedis pada lama masa kerja dan hygiene perorangan ternyata
memiliki sampel yang terdiagnosis positif tinea pedis, meskipun lama masa kerja
dan hygiene perorangan terbukti sebagai faktor risiko tinea pedis. Ditemukan 2
subjek penelitian yang terdiagnosis tinea pedis pada lama masa kerja kurang dari
9 bulan dan 3 subjek penelitian yang terdiagnosis tinea pedis pada hygiene
perorangan yang baik. Hal ini terjadi karena tingkat kelembapan kaki, sumber air
yang digunakan, dan status imunitas mempengaruhi kejadian tinea pedis pada
kepustakaan namun tidak diteliti dalam penelitian ini sehingga menjadi variabel
perancu.
Dalam penelitian yang dilakukan TM Sri Redjeki Soekandar (2004) dan
Ratna Dian Kurniawati (2006), dinyatakan bahwa pemakaian sepatu tertutup
untuk waktu yang lama, bertambahnya tingkat kelembapan karena keringat dan
paparan terhadap jamur merupakan faktor risiko yang menyebabkan terjadinya
10
tinea pedis. Dengan demikian dapat dijelaskan bahwa terdapatnya sampel
penelitian yang terdiagnosis positif pada kategori yang kurang berisiko terinfeksi
tinea pedis adalah karena walaupun masa kerja pada bagian pencelupan terhitung
dalam waktu sebentar ataupun menjaga hygiene perorangan dengan baik tetapi
memiliki tingkat kelembapan daerah kaki yang tinggi, maka akan tetap terinfeksi
tinea pedis. Hal ini dikarenakan pekerjaan sebagai pekerja Carwash Bogorsari
Semarang bagian pencelupan diwajibkan memakai sepatu kedap air dengan durasi
yang cukup panjang selama jam kerjanya yang menyebabkan meningkatnya
kelembapan pada daerah kaki.
Kelemahan pada penelitian ini adalah tidak dilakukan penelitian pada
variabel lain seperti sumber air yang digunakan, status gizi serta status imunitas.
Sumber air yang digunakan dapat menjadi media reservoir jamur seperti yang
dikemukakan oleh Siregar (2005) bahwa penularan infeksi jamur seperti tinea
pedis secara tidak langsung dapat melalui tanaman, barang-barang, tanah, hingga
8
air yang terkontaminasi spora jamur. Sumber air tidak menjadi variabel yang
diteliti pada penelitian ini dikarenakan peneliti yang tidak mendapat izin untuk
melihat serta memeriksa tempat kerja pekerja Carwash Bogorsari Semarang
bagian pencelupan PT. Batamtex, Ungaran.
Faktor dari host seperti status imunitas memiliki peran penting yakni
11
mempengaruhi respon seseorang terhadap infeksi dermatofita. Kondisi seperti
diabetes dan HIV/AIDS yang melemahkan fungsi imunitas tubuh seseorang telah
terbukti menjadikan seseorang lebih berisiko terinfeksi dermatofita. Pemeriksaan
laboratorium dibutuhkan untuk menentukan status imunitas seseorang. Status
imunitas tidak diteliti pada penelitian ini dikarenakan keterbatasan alat dan
kemampuan peneliti.
Selain itu, penelitian ini hanya terbatas pada satu Carwash Bogorsari
Semarang yang mungkin terdapat perbedaan dengan pabrik lain dalam hal
kebijakan perusahaan dan pengawasan terhadap keselamatan kerja.
Kuesioner yang digunakan dalam penelitian ini telah melalui uji validasi
pakar sehingga memiliki daya diskriminasi yang tinggi dan dapat dijadikan
rekomendasi untuk penelitian selanjutnya.
Data kuesioner menunjukkan bahwa pekerja PT. Batamtex sebagian besar
mendapat skor yang buruk pada kebersihan yang terkait dengan pekerjaan,
terutama pada pertanyaan seputar banyaknya sepatu yang dimiliki, kebiasaan
pemakaian sepatu dan kebiasaan mencuci sepatu. Sembilan dari 10 pekerja
Carwash Bogorsari Semarang yang terdiagnosis tinea pedis hanya memiliki satu
pasang sepatu kedap air dan 8 pekerja tidak mengganti sepatu setiap harinya.
Berdasarkan penelitian ini, diharapkan adanya pengawasan yang lebih dari
pihak Carwash Bogorsari Semarang terhadap kesehatan pekerjanya dengan
memberikan edukasi tentang pentingnya hygiene perorangan, karena penelitian ini
membuktikan bahwa hygiene perorangan yang buruk meningkatkan resiko tinea
pedis. Dokter perusahaan hendaknya melakukan pemeriksaan kesehatan kulit kaki
pekerja bagian pencelupan secara berkala dan menyediakan obat untuk tinea pedis
dalam jumlah cukup.

SIMPULAN DAN SARAN


Simpulan
Hygiene perorangan dan lama masa kerja merupakan faktor risiko dari tinea
pedis. Durasi terpapar air bukan merupakan faktor risiko tinea pedis. Saran

Perlunya edukasi pada para penderita tinea pedis dan orang-orang yang
beresiko menderita tinea pedis tentang pencegahan dan penatalaksanaan yang baik
dan benar, mengingat angka kejadian penyakit jamur kulit di Indonesia termasuk
tinggi. Perlu diadakan penelitian lebih lanjut pada kelompok kerja lain yang
berisiko terkena tinea pedis atau dermatofitosis lainnya, seperti TNI dan pemulung
dikarenakan pemakaian alas kaki kedap air dengan durasi yang lama. Perlu
diadakan penelitian terhadap kejadian tinea pada bagian tubuh yang lain,
mengingat agen penyebab tinea pedis juga dapat menyebabkan infeksi pada
bagian tubuh selain telapak kaki.

UCAPAN TERIMA KASIH


Peneliti mengucapkan terima kasih kepada dr. Asih Budiastuti, Sp.KK (K)
dan dr. Helmia Farida, Sp.A, M.Kes atas bimbingan dan saran dalam penyusunan
Karya Tulis Ilmiah. Peneliti juga mengucapkan terima kasih kepada dr. Buwono
Puruhito, Sp.KK selaku ketua penguji dan dr. Endang Sri Lestari, Ph.D selaku
penguji, serta pihak-pihak lain yang telah membantu dalam penelitian ini hingga
dapat terlaksana dengan baik.
DAFTAR PUSTAKA

1. Malaka T. Kesehatan kerja dan penyakit akibat kerja. Proceeding Seminar


dan Muker I IDKI. Jakarta: pengurus pusat Ikatan Dokter Kesehatan Kerja
Indonesia; 1994.
2. World Trade Organization. Leading exporters and importers of textiles.
c2010. Available at : http://www.wto.org/.
3. Makatutu HA, Manginsengi M. Diagonsis dan penatalaksanaan
dermatomikosis: Tinea pedis. Jakarta: balai penerbit FKUI; 1992.
4. Perdoski. Dermatofitosis superfisialis. Jakarta: balai penerbit FKUI; 2001.
5. Hafeez ZH. The pattern of tinea pedis in 90 patients in the San Fransisco
Bay Area. Departement of dermatology research. University of California.
2002. Available from: Japanese Society for Contact Dermatitis.
6. Yi-Cheng S. A prospective epidemiological study on tinea pedis and
onychomycosis in Hongkong. Departement of health. Yaumatei. 2006.
Available from Chinese Medical Journal.
7. Courtney MR. Tinea pedis. c2013. Available at :
http://www.emedicine.medscape.com/.
8. Siregar. Penyakit jamur kulit. Palembang; 2005.
9. Soekandar TM. Angka kejadian dan pola jamur penyebab tinea pedis di
asrama Brimob Semarang. Semarang : Ilmu kesehatan kulit dan kelamin
FK Undip; 2004.
10. Kurniawati RD. Faktor – faktor yang berhubungan dengan kejadian tinea
pedis pada pemulung di TPA Jatibarang Semarang. Semarang (Indonesia) :
Ilmu Kesehatan Lingkungan Universitas Diponegoro; 2006.
11. Goldsmith L, Katz S, Gilchrest B, Paller A, Leffel D, Wolff K.
Fitzpatrick's dermatology in general medicine. USA: Mc Graw-Hill
Companies; 2012.
12. Kumar V, Tilak R, Prakash P, et al. Tinea pedis- an update. Banaras Hindu
University. India. 2011. Available from Asian Journal of Medical Sciences.

Das könnte Ihnen auch gefallen