Beruflich Dokumente
Kultur Dokumente
Onkologi_2018
a. Dua jalur, yang disebut jalur ekstrinsik dan jalur intrinsik, mengarah pada pembentukan
protrombinase. Setelah protrombinase terbentuk, langkah-langkah yang terlibat dalam
dua tahap pembekuan berikutnya sama untuk jalur ekstrinsik dan intrinsik, dan kedua
tahap ini disebut sebagai jalur umum (Common Pathway)
b. Protrombinase mengubah protrombin (protein plasma yang terbentuk oleh hati) menjadi
enzim trombin.
c. Trombin mengubah fibrinogen larut (protein plasma lain yang terbentuk oleh hati)
menjadi fibrin yang tidak larut. Fibrin membentuk benang gumpalan.1
Terdapat 2 lintasan utama yang menginduksi terjadinya proses koagulasi
yaitu jalur ekstrinsik (tissue factor/faktor VII) dan jalur intrinsik (surface-contact
factors).2
a. Jalur ekstrinsik
Proses koagulasi dalam darah in vivo dimulai oleh jalur ekstrinsik yang melibatkan
komponen dalam darah dan pembuluh darah. Komponen utama adalah tissue factor,
suatu protein membran intrinsik yang berupa rangkaian polipeptida tunggal yang
diperlukan sebagai kofaktor faktor VIII dalam jalur intrinsik dan faktor V dalam
common pathway. Tissue factor ini akan disintesis oleh makrofag dan sel endotel
bilamana mengalami induksi oleh endotoksin dan sitokin seperti interleukin dan-1 dan
tumor necrosis factor. Komponen plasma utama dari jalur ekstrinsik adalah faktor VII
yang merupakan vitamin K dependen protein (seperti halnya faktor IX, X, protrombin,
dan protein C).2
Jalur ekstrinsik akan diaktifasi apabila tissue factor yang berasal dari sel-sel
yang mengalami kerusakan atau stimulasi kontak dengan faktor VII dalam peredaran
darah dan akan membentuk suatu kompleks dengan bantuan ion Ca. kompleks factor
VIIa–tissue factor ini akan menyebabkan aktifasi faktor X menjadi Xa disamping juga
menyebabkan aktifasi faktor IX menjadi IXa (jalur intrinsik).2
b. Jalur Intrinsik
Jalur intrinsik merupakan suatu proses koagulasi paralel dengan jalur ekstrinsik,
dimulai oleh komponen darah yang sepenuhnya ada berada dalam sistem pembuluh
darah. Proses koagulasi terjadi sebagai akibat dari aktifasi dari faktor IX menjadi faktor
IXa oleh faktor XIa.3
Protein contact system (faktor XII, prekalikrein, high moleculer weight
kininogen dan C1 inhibitor) disebutkan sebagai pencentus awal terjadinya aktifasi
ataupun inhibisi faktor XI. Protein contact system ini akan berperan sebagai respon dari
reaksi inflamasi, aktifasi komplemen, fibrinolisis dan angiogenesis.3
Faktor XI dikonversikan menjadi XIa melalui 2 mekanisme yang berbeda yaitu
diaktifkan oleh kompleks faktor XIIa dan high molekuler weight kininogen (HMWK)
atau sebagai regulasi negative feedback dari trombin,3 regulasi negative feedback ini
juga terjadi pada faktor VIII dan faktor V, hal ini yang dapat menerangkan tidak
terjadinya perdarahan pada penderita yang kekurangan faktor XII, prekalikrein dan
HMWK.3
Faktor IXa akan membentuk suatu kompleks dengan faktor VIIIa dengan
bantuan adanya fospolipid dan kalsium yang kemudian akan mengaktifkan faktor X
menjadi faktor Xa. Faktor Xa akan mengikat faktor V bersama dengan kalsium dan
fosfolipid membentuk suatu kompleks yang disebut protrombinase, suatu kompleks
yang bekerja mengkonversi protrombin menjadi trombin. Faktor IX dapat juga
diaktifkan oleh faktor XIa.3
Reference:
1. Tortora, GJ, Derrickson, B. Principles of Anatomy & Physiology 13th Edition.
United States of America: John Wiley & Sons, Inc;2012.
2. Hattaway WE, Goodnight SH. Physiology of hemostasis and thrombosis.
Disorder of hemostasis and thrombosis, 2ndedition, McGraw-Hill Inc, New
York, 1993 : 3-20.
3. Colman RW, Clowes AW, George JN. Overview of hemostasis. In:Colman
RW, Hirsh J, Marder VJ, Clowes AW, George JN eds.Hemostasis and
Thrombosis,4th ed.Philadelphia:Lippincott Williams & Wilkins,2001:3 16.
4. Komplikasi – Hemofilia
Komplikasi yang paling sering terjadi pada kasus hemofilia ialah
komplikasi muskuloskeletal dan reaksi auto-antibodi (inhibitor) terhadap faktor
pembekuan darah itu sendiri, baik terhadap faktor VIII atau faktor IX. Komplikasi
muskuloskeletal yang dapat terjadi ialah artritis hemofili dan perdarahan otot.1
Berdasarkan patofisiologinya, artritis hemofili dapat dibagi menjadi tiga
stadium, yaitu hemartrosis akut, sinovitas kronis dan artritis regeneratif. Pada
perdarahan sendi, posisi nyaman bagi pasien ialah cenderung posisi fleksi. Kondisi
ini akan mempengaruhi otot-otot stabilisator di daerah tersebut. Kelemahan otot
stabilisator akan memicu kerja otot-otot mobilisator di dekatnya untuk
menggantikan fungsinya sebagai stabilisator, sehingga otot-otot mobilisator akan
cenderung overcontracted yang berakibat mudah terjadi fatique. Kondisi ini rawan
bagi otot untuk terjadinya perdarahan otot.2
Reference: