Sie sind auf Seite 1von 15

3.4.2. Geometri Peledakan.

Parameter isian dari bahan peledak dalam massa batuan dijabarkan dalam bentuk
geometri peledakan dimana geometri peledakan berguna untuk mengontrol hasil
peledakan berdasarkan standar geometri peledakan sesuai dengan metode R.L.Ash
yaitu : diameter lubang ledak4), burden, sub drilling, stemming, spacing dan kedalaman
lubang ledak.

3.4.2.1. Diameter lubang Ledak 4)


Diameter pemboran yang ideal dalam pengoperasiannya tergantung dari beberapa
faktor, yaitu:
• Karakteristik masa batuan yang akan diledakkan.
• Tingkat fragmentasi yang diinginkan.
• Tinggi jenjang dan konfigurasi isian.
• Ongkos pemboran dan peledakan.
• Kemampuan alat muat.

Gambar 3.7.
Geometri Lubang Ledak1)

15
16

Ukuran diameter lubang ledak merupakan faktor yang paling penting dalam
merancang suatu peledakan, karena akan mempengaruhi dalam penentuan jarak burden
dan jumlah bahan peledak yang digunakan pada setiap lubangnya.Untuk diameter
lubang ledak yang kecil, maka energi yang dihasilkan akan kecil. Sehingga jarak antar
lubang bor dan jarak ke bidang bebas haruslah kecil juga, dengan maksud agar energi
ledakan cukup kuat untuk menghancurkan batuan, begitu pula sebaliknya.
Peningkatan diameter seiring dengan keuntungan sebagai berikut:
• Kecepatan detonasi yang tinggi memberikan stabilitas yang lebih mantap yang tidak
terpengaruh faktor eksternal.
• Ongkos keseluruhan pemboran dan peledakan yang lebih rendah.
• Pengisian bahan peledak lebih mudah.
• Produksi pemboran lebih tinggi
Pada batuan masif jika panjang isian (L) dan diameter lubang ledak (D)
mempunyai perbandingan L/D < 60 disarankan untuk meningkatkan Powder factor,
apabila perbandingan antara L/D > 60 peningkatan diameter pemboran sangat
disarankan untuk meningkatkan Powder factor dan fragmentasi diutamakan. Untuk
peledakan permukaan diameter yang biasanya di pakai berkisar antara 50 mm – 380
mm, dalam pekerjaan teknik sipil 50 mm – 125 mm, untuk peledakan bawah tanah
125 mm – 220 mm dan peledakan jenjang ukuran diameter normalnya berkisar antara
64 mm – 90 mm.

3.4.2.2. Burden (B)1)3)4)5)


Burden adalah jarak terpendek antara lubang ledak tegak lurus dengan bidang
bebas yang terdekat kearah kemungkinan material hasil peledakan akan terlempar.
Burden merupakan dimensi terpenting dalam peledakan. Besarnya Burden yang dapat
diberikan kepada isian bahan peledak yang ada didalam lubang ledak tergantung pada.:
• Diameter lubang ledak yang dipakai
• Kerapatan batuan yang akan diledakkan
• Kerapatan bahan peledak yang akan dipakai
• Cepat rambat dari bahan peledak yang akan dipakai
Jarak burden dikatakan telah mencapai ukuran kritis bila batuan yang diledakkan
dapat hancur tetapi hanya sedikit mengalami pergerakan atau tidak mengalami
17

pergerakan sama sekali. Jarak burden yang baik adalah jarak yang memungkinkan
energi ledakan bisa secara maksimal bergerak keluar dari kolom isian menuju
bidang bebas dan dipantulkan kembali dengan kekuatan yang cukup untuk melampaui
kuat tarik batuan sehingga akan terjadi penghancuran batuan. Semakin besar diameter
lubang ledak maka akan semakin besar jarak burdennya, karena dengan diameter lubang
ledak yang semakin besar maka bahan peledak yang digunakan akan semakin banyak
pada setiap lubangnya sehingga akan menghasilkan energi ledakan yang semakin besar.
Besar ukuran burden biasanya antara 25 sampai 40D (diameter lubang ledak)3).
Burden yang terlalu kecil akan mengakibatkan pelemparan dan penghancuran batuan
yang berlebihan sehingga terjadi lontaran batuan (flyrock), sedangkan burden yang
terlalu besar akan mengakibatkan hasil peledakan berupa bongkahan (boulder) dan
relatif masih pada posisi semula (lihat Gambar 3.8). Berbeda dengan densitas batuan,
apabila densitas batuan semakin besar maka perlu dilakukan pengecilan ukuran burden
agar energi ledakan berkontraksi maksimal sehingga fragmentasi batuan yang
dihasilkan akan baik (lihat Tabel 3.2.).

Flyrock

Flyrock

Boulder

 Burden terlalu besar  Burden terlalu kecil  Burden yang baik/cukup


 B >40 Ǿ lubang bor  B <40 Ǿ lubang bor  B = 40 Ǿ lubang bor

Gambar 3.8
Pengaruh Burden Untuk Hasil Peledakan 3)
18

Tabel 3.3.
Densitas Batuan 3)

No. Rock Type Density (gr/cm3) No. Rock Type Density (gr/cm3)
1. Basalt 2,8 – 3,0 9. Marble 2,1 – 2,9
2. Diabase 2,6 – 3,0 10. Micaschist 2,5 – 2,9
3. Diorite 2,8 – 3,0 11. Quartzite 2,0 –2,8
4. Dolomite 2,8 – 2,9 12. Sandstone 2,0 – 2,8
5. Gneiss 2,6 – 2,9 13. Shale 2,4 – 2,8
6. Granite 2,6 – 2,9 14. Slate 2,5 – 2,8
7. Hematite 4,5 – 5,3 15. Trap Rock 2,6 – 3,0
8. Limestone 2,4 – 2,9

Menurut R.L Ash untuk mengetahui berapa besar burden yang dikehendaki maka
harus mengetahui konstanta Kb dahulu. Harga Kb berkisar 20-40 dengan
Kb standar = 30. sebagai pendekatan untuk menentukan harga Kb dilapangan
berdasarkan pengalaman adalah :
• Light explosives pada dense rock Kb = 20
• Heavy explosives pada light rock Kb = 40
• Light explosives pada average rock Kb = 25
• Heavy explosives pada average rock Kb = 35
Disebut Kb standar, yaitu Kb yang ditentukan berdasarkan perhitungan rata-rata dari
percobaan R.L Ash yang menggunakan bahan peledak standar dan batuan standar.
Bahan peledak standar, yaitu bahan peledak yang mempunyai berat jenis (SG std) = 1,2
dan mempunyai kecepatan detonasi Ve std = 12.000 fps serta batuan yang diledakkan
mempunyai Densitas (Dstd) = 160 pcf. Apabila batuan yang diledakkan dan bahan
peledak yang digunakan tidak standart maka Kb-standart dikoreksi menggunakan
faktor penyesuaian (adjusment factor) sebagai berikut :
Kb terkoreksi = Kb std x Af1 x Af2 …………………………………………...(3-8)
1 3
D 
Af1 =  std  ………………………………………………………(3-9)
 D 
1 3
 SG  Ve2 
Af2 =  
2 
…………………………………………….(3-10)
 SGstd  Vestd 
19

Jadi secara teoritis besarnya burden dapat ditentukan dengan persamaan sebagai
berikut :
Kbterkoreksi xDe
B = …………………………………………………...(3-11)
39,3
Dimana,
B = Burden ( m )
Kb = Burden ratio
Kb std = Burden ratio standard ( 30 )
Af1 = Faktor penyesuaian terhadap densitas batuan
Af2 = Faktor penyesuaian terhadap densitas bahan peledak
Dstd = Densitas batuan standar ( 160 pcf )
D = Densitas batuan yang diledakkan ( pcf )
SGstd = Berat jenis bahan peledak standar ( 1,2 )
SG = Berat jenis bahan peledak yang digunakan
Vestd = Kecepatan detonasi bahan peledak standar ( 12.000 fps )
Ve = Kecepatan detonasi bahan peledak yang digunakan ( fps)
39,3 = Angka konversi dari inci ke meter

3.4.2.3. Spacing (S)1)3)


Spacing merupakan jarak antara dua buah lubang ledak yang terdekat yang
dirangkai dalam satu baris dan diukur sejajar terhadap bibir dinding jenjang atau tegak
lurus burden. Fungsi dari spasi ini adalah untuk mengatur fragmentasi. Untuk
memperoleh jarak spasi maka digunakan rumus dengan persamaan sebagai berikut :
S = Ks x B………………………………………………………………...(3-12)
Dimana,
S = Spacing ( m )
Ks = Spacing ratio ( 1,00 – 2,00 )
Jika jarak spasi
S < 1,0 x B
Maka tersebut akan menyebabkan batuan hancur (fragmentasi halus). Sedangkan bila
jarak spasi
S > 2,0 x B
20

Maka akan menyebabkan terjadinya bongkah (boulder) bahkan batuan hanya


mengalami keretakan.
Bahan peledak yang terdapat pada lubang-lubang ledak yang saling berdekatan
satu sama lain bila diledakkan dalam waktu bersamaan atau dengan selang waktu yang
sangat singkat (ledakan lubang ledak berikutnya terjadi sebelum ledakan lubang ledak
yang mendahuluinya selesai dengan sempurna) maka gelombang-gelombang energi
yang timbul dari lubang-lubang ledak tersebut akan saling berinteraksi. Interaksi ini
dapat berupa penguatan atau pelemahan dari gaya-gaya tersebut pada titik pertemuanya.
Aksi saling memperkuat cenderung memperkecil terjadinya pengurangan energi.
Dengan demikian jarak antar lubang-lubang ledak yang diledakkan dapat diperbesar.
Ukuran spasi yang digunakan berhubungan dengan :
• Ukuran burden
• Fragmentasi yang diinginkan
• Struktur batuan yang diledakkan
• Pola peledakan yang di gunakan (serentak atau beruntun)
• Besar spacing ratio yang digunakan
Dalam hubungannya dengan pola peledakan, ukuran spasi ditentukan dengan
batas :
• Apabila lubang-lubang ledak dalam satu baris diledakkan secara beruntun (delayed)
maka ukuran spasi sama dengan ukuran burden atau Ks = 1
• Apabila lubang-lubang ledak dalam satu baris diledakkan secara serentak maka
ukuran spasi sama dengan dua kali ukuran burden atau Ks = 2
• Apabila pada batuan yang diledakkan terdapat kekar-kekar yang saling tidak tegak
lurus maka ukuran spasi sama dengan 1,2 – 1,8 kali ukuran burden atau Ks = 1,2 – 1,8

3.4.2.4. Stemming (T)1)3)


Stemming merupakan panjang lubang ledak yang tidak diisi dengan bahan
peledak, tetapi diisi dengan bahan penutup seperti pasir, tanah liat, cutting dan
sebagainya. Fungsi dari stemming adalah :
• Mengurung gas-gas yang terbentuk akibat reaksi peledakan di dalam lubang ledak
sehingga dapat menekan batuan yang diledakkan dengan kekuatan yang lebih besar.
21

• Memberi kesempatan gelombang tekan merambat terlebih dahulu kearah bidang


bebas daripada kearah stemming sehingga diharapkan pecahnya batuan dimulai dari
bidang bebas terdekat.
Pada pelaksanaannya perlu diingat juga bahwa pada waktu pengisian stemming
diusahakan sepadat mungkin.
Secara teoritis stemming diperoleh dengan persamaan sebagai berikut :
T = Kt x B………………………………………………………………...(3-13)
Dimana,
T = Stemming (m)
Kt = Stemming ratio ( 0,50 – 1,00 )
Bila ukuran stemming
T < 0,5 x B
Maka akan menyebabkan terjadinya airblast, flyrock dan overbreak. Sedangkan bila
ukuran stemming
T > 1,0 x B
Maka akan menyebabkan terjadinya boulder dan overhang.
Untuk batuan dengan banyak rekahan panjang stemming umumnya dengan harga
stemmimg ratio besar (Kt = 0.7), karena saat terjadi pemantulan dan pembiasan
gelombang energi pada bidang rekahan akan mengurangi kerja energi pemecahan di
daerah sekitar stemming.

3.4.2.5. Subdrilling (J)1)3)


Subdrilling merupakan panjang lubang ledak yang lebih rendah dari lantai
jenjang. Tujuannnya adalah untuk dapat membongkar jenjang sesuai tinggi jenjang
tersebut sebagaimana diharapkan.
Dalam penentuan tinggi subdrilling yang baik untuk memperoleh lantai jenjang
yang rata maka digunakan rumusan sebagai berikut :
J = Kj x B………………………………………………………………....(3-14)
Dimana,
J = subdrilling (m)
Kj = subdrilling ratio ( 0,20 – 0,30 )
22

Bila ukuran subdrilling


J < 0,2 x B
Maka akan menyebabkan terjadinya toe pada lantai jenjang. Sedangkan bila ukuran
subdrilling
J > 0,3 x B
menyebabkan cekungan karena jenjang yang terbongkar melebihi lantainya.
Perbandingan antara subdrilling (J) dan burden (B) dapat dilihat pada tabel 3.4.

Tabel 3.4.
Perbandingan Subdrilling (J) dengan Burden (B)4)
Perbedaan Formasi Batuan J/B
Open bedding plane at toe -
Horizontal satisfaction 0
Easy toe, soft rock 0,1 – 0,2
Normal toe, medium hard rock 0,3
Difficult toe, hard rock 0,4 – 0,5

3.4.2.6. Kedalaman Lubang Ledak (H)1)3)


Kedalaman lubang ledak merupakan penjumlahan dari tinggi jenjang dengan
panjang subdrilling. Secara teoritis kedalaman lubang ledak dapat diketahui dengan
persamaan sebagai berikut:
H = Kh x B…………………………………………………………….…(3-15)
Dimana,
H = kedalaman lubang ledak ( m )
Kh = hole depth ratio ( 1,50 – 4,00 )
Bila ukuran kedalaman lubang ledak mempunyai batasan sebesar :
H < 1,5 x B
Hal ini untuk menghindari terjadinya overbreak. Sedangkan bila ukuran kedalaman
lubang ledak mempunyai batasan
H > 4,0 x B
Maka hal ini akan mengakibatkan terjadinya overhang dan toe.
Dari uraian diatas diketahui bahwa geometri peledakan mengacu pada burden.
Dan burden yang digunakan adalah burden. Dengan diketahui acuan ukuran
23

kedalaman lubang ledak dan acuan ukuran panjang stemming maka acuan ukuran
panjang kolom isian bahan peledak didalam lubang ledak akan dapat diketahui pula.
Acuan panjang isian bahan peledak didalam lubang ledak dihitung dengan rumus :
PC = H – T…………………………………………………………….…...(3-16)
dimana :
PC = Panjang kolom isian, (m)
T = Panjang stemming, (m)

3.4.2.7. Stiffness Ratio5)


Stiffness ratio adalah perbandingan antara tinggi jenjang dengan jarak burden
(L/B) dengan tujuan untuk menghindari efek samping yang mungkin terjadi. Efek yang
mungkin terjadi terhadap besarnya stiffness ratio dapat dilihat pada Tabel 3.5.
C.J Konya memformulasikan persamaan untuk kedalaman lubang ledak adalah
sebagai berikut :
Sf = L/B .................................................................................. ……….….(3.17)
Dimana :
L = Tnggi jenjang, (m)
B = burden, (m)
Tabel 3.5.
Hubungan stiffness ratio dengan efek yang timbul5)
Stiffness rasio 1 2 3 4

Fragmentasi Poor Fair Good Excellent


Airblast Severe Fair Good Excellent
Flyrock Severe Fair Good Excellent
Ground vibration Severe Fair Good Excellent
Comments Severe backbreak Redesign if Good control No
dan toe problem. possible and increased
Don’t shoot fragmentasi benefit ratio
redesign above 4

C.J. Konya menyatakan bahwa Stiffness Ratio (L/B) memberikan pengaruh yang
besar terhadap hasil peledakan. Jika Stiffness Ratio sama dengan 1, maka ukuran
fragmen batuan akan besar dengan adanya overbreak dan masalah pada toe. Dengan
24

Stiffness Ratio sama dengan 2 akan mengurangi masalah ini dan hilang apabila Stiffness
Ratio sama dengan 3.

3.4.3. Pola Peledakan1)


Pola peledakan merupakan urutan dari lubang ledak yang akan diledakkan. Pola
peledakan ini ditentukan berdasarkan urutan waktu peledakan.
Pengaturan pola peledakan dapat ditentukan dari urutan penyalaan yang dipakai,
1)
Berdasarkan hal itu pola peledakan dapat ditentukan), yaitu :
a. Bila penyalaan beruntun dalam satu baris sementara antar baris dinyalakan serentak,
maka pola lubang ledaknya square arrangement (segi empat) dan ukuran spacing
sama dengan ukuran burden.
b. Bila penyalaan serentak dalam satu baris dan antar barisnya beruntun, maka pola
lubang ledaknya selang-seling (staggered pattern) dan ukuran spacing dua kali
ukuran burden.
Berdasarkan arah runtuhan batuan, pola peledakan diklasifikasikan sebagai berikut
(lihat Gambar 3.8.) :
a. Box Cut, yaitu pola peledakan yang arah runtuhan batuannya kedepan dan
membentuk kotak.
b. Corner Cut, yaitu pola peledakan yang arah runtuhan batuannya ke salahsatu sudut
bidang bebasnya.

Gambar 3.9.
Bentuk Cut 3)
25

3.4.4. Pengisian Bahan Peledak3)


Jumlah pemakaian bahan peledak sangat mempengaruhi terhadap ukuran fragmen
batuan hasil peledakan. Pengisian bahan peledak yang terlalu sedikit akan menyebabkan
jarak stemming akan besar sehingga menimbulkan bongkah dan backbreak disekitar
dinding jenjang.
Bila pengisian bahan peledak terlalu banyak maka akan mengakibatkan jarak
stemming akan kecil sehingga mengakibatkan terjadinya lontaran batuan (flyrock) dan
ledakan tekanan udara (airblast). Sedangkan bila pengisian terlalu sedikit maka jarak
stemming akan besar sehingga menimbulkan bongkah dan backbreak disekitar dinding
jenjang. Jumlah pemakaian bahan peledak dapat diketahui dengan menggunakan
persamaan sebagai berikut :


Ve = xD 2 (H-T)..………………………………………………………….(3-18)
4

Dimana,
Ve = Volume bahan peledak yang digunakan (m3)
D = Diameter lubang ledak (m)
H = Kedalaman lubang ledak (m)
T = Stemming (m)
Sedangkan berat bahan peledak yang akan digunakan dapat diketahui dengan
persamaan :
We = Ve x SGexp….………………………………………………….….(3-19)
Dimana,
We = Berat bahan peledak yang digunakan (Kg)
Ve = Volume bahan peledak yang digunakan (m3)
SG = Specific Gravity bahan peledak (ANFO)

3.4.5. Powder Factor (PF)1)


Powder factor atau specific charge adalah jumlah bahan peledak yang dibutuhkan
menghancurkan tiap 1 m3 atau 1 ton batuan atau dapat diartikan pula sebagai hubungan
matematis antara jumlah bahan peledak terhadap jumlah batuan yang diledakkan.
26

Tabel 3.6.
Powder Factor pada Batuan 4)
Types Of Rock Powder Factor (kg/m3)
Massive high strength rock 0,6 – 1,5
Medium strength rock 0,3 – 0,6
Highly fissured rock, weathered or soft 0,1 – 0,3

Nilai powder factor dipengaruhi oleh jumlah bidang bebas, geometri peledakan,
pola peledakan, struktur batuan dan karakteristik massa batuan itu sendiri. Dalam
menentukan powder factor terdapat empat macam satuan yang dapat digunakan:
1. Berat bahan peledak per volume batuan yang diledakkan (kg/m 3).
2. Berat bahan peledak per berat batuan yang diledakkan (kg/ton).
3. Volume batuan yang diledakkan per berat bahan peledak (m 3/kg).
4. Berat batuan yang diledakkan per berat bahan peledak (ton/kg).
Dengan powder factor dapat diketahui konsumsi bahan peledak yang digunakan.
Untuk perhitungan berdasarkan volume (m3) tiap lubang ledak dihitung dengan
menggunakan persamaan sebagai berikut:
E
PF = …………………………………………………………………..(3-20)
V
Dimana,
PF = Powder factor (kg/m3)
E = Berat bahan peledak yang digunakan, (kg)
V = Volume batuan yang berhasil diledakkan, (m3)

3.4.6. Hasil Peledakan


Setelah proses peledakan terjadi hasil dari peledakan tersebut adalah berupa
kenampakan jenjang dan ukuran fragmen batuan hasil peledakan.

3.4.6.1. Kenampakan Jenjang 4)


Setelah proses peledakan terjadi, pada jenjang dijumpai empat macam bentuk
yang mempengaruhi kenampakan pada jenjang (lihat Gambar 3.10.) , yaitu :
27

a. Retakan-retakan atau batuan yang pecah melebihi batas akhir jenjang atau melewati
baris akhir dari lubang ledak (back break).
b. Tonjolan sisa batuan setelah dilakukan peledakan yang menggantung pada dinding
bagian atas dari jenjang (overhang).
c. Tonjolan batuan setelah dilakukan peledakan yang terdapat pada dasar lantai dari
jenjang (toe).
d. Batuan yang hancur sehingga melebihi batas akhir dari jenjang (overbreak).

Gambar 3.10.
Bentuk Jenjang Setelah Peledakan3)

3.4.6.2. Ukuran Fragmen Batuan Hasil Peledakan 3)


Kuznetsov (1973) menghubungkan ukuran fragmen batuan, bahan peledak dan
struktur geologi batuan dapat digunakan untuk mencari powder factor, kemudian oleh
Cunningham (1983) persamaan Kuznetsov dimodifikasi untuk bahan peledak lainnya
dengan membuat indeks kesamaan. Secara sistematis persamaan Kuznetsov-
Cunningham dinyatakan dengan persamaan sebagai berikut 3) :
0 ,8 −19
V  1 S  30
X = A  o  Qe 6  ANFO  …………………………..…(3-21)
 Qe   115 
Dimana,
X = Ukuran fragmentasi rata-rata ( cm )
A = Faktor batuan
Qe = Jumlah bahan peledak diatas bench toe ( kg )
Vo = Volume batuan yang diledakkan = Burden x Spacing x Bench height (m3)
E = Relatif weight strength of the explosive to ANFO ( ANFO = 100)
115 = Relatif weight strength of TNT compared to ANFO
28

Untuk mengetahui powder factor dapat diketahui dengan persamaan berikut :


Q
K = e ( Kg m3 )……………..……………………………………………...…(3.22)
Vo
Jika diketahui powder factor (K= Kg m3 ) maka ukuran fragmentasi rata-rata ( X )

dapat diketahui dengan persamaan berikut :


19 / 30
 115 
X = A (k) -0,8
Qe 1/6   …………………………………………….(3-23)
 S ANFO 
Sedangkan untuk mengetahui Powder factor (K= Kg m3 ) berdasarkan ukuran
fragmentasi rata-rata ( X ) digunakan persamaan berikut 3):
1, 25
 A 1  115  30 
19

K =  Qe 6    …………………………………………………(3-24)
 X  S ANFO  
Cunningham merealisasikan kurva Rosin-Ramler yang diakui mempunyai
kesamaan antara hasil peledakan dengan hasil alat peremuk batuan. Untuk mengetahui
distribusi ukuran fragmentasi hasil peledakan dapat diketahui dengan persamaan
Kuznetsov, yaitu 5) :
(X XC )n
Rx = e …………………………………………………………….(3-25)
Dimana,
Rx = Perbandingan dari material yang tertinggal dalam ayakan
X = Ukuran ayakan ( inchi )
Xc = Nilai karakteristik batuann
n = Indeks Of Uniformity

Gambar 3.11.
Kurva Rosin-Ramler 5)
29

Sedangkan persamaan untuk mendapatkan nilai karakteristik ukuran (Xc) adalah :


X
Xc = …………………………………………………….(3-26)
(0,693 )1 n
Untuk menentukan nilai nilai Index of Uniformity dapat dicari dengan persamaan
Kuznetsov yang dikembangkan oleh Cunningham (1987) dalam bentuk persamaan
sebagai berikut 3) :
0,5
 S
1+ 
 B   W  L 
n =  2,2 −14   B  1−    …………………………..….(3-27)
 D 2   B  H 
 
Dimana,
D = Diameter lubang ledak (mm)
B = Burden (m)
W = Standar deviasi pemboran (m)
S = Spasi (m)
L = Panjang isian bahan peledak diatas bench toe (m)
H = Tinggi jenjang (m)
Persamaan ini diterapkan untuk square drilling patern. Jika staggered drilling patern
yang diterapkan, maka nilai n bertambah sebesar 10% 3)
Sedangkan untuk menentukan ukuran maksimum boulder (screen size passing
98% of the material) dapat diketahui dari persamaan :
1
 1  n
BDR = Xc  ln  ……………………………………………………..(3.28)
 0,02 
Dimana,
BDR = Ukuran maksimum boulder ( cm)
Xc = Nilai karakteristik ukuran

Das könnte Ihnen auch gefallen