Sie sind auf Seite 1von 32

PERSALINAN NORMAL

Eric Edwin Y, Wisnu Prabowo, M. Adrianes Bachnas, Nutria Widya Purna, Wuryatno

Tujuan Pembelajaran
Setelah mempelajari topik keterampilan Pimpinan Persalinan Normal ini, mahasiswa diharapkan
mampu :
1. Mengenali tanda-tanda persalinan
2. Melakukan penatalaksanaan kala I : memantau kemajuan persalinan (partograf), deteksi
dini dan penanganan penyulit sertarujukan (jika perlu)
3. Melakukan penatalaksanaan kala II : melakukan pimpinan persalinan normal, melakukan
deteksi dini dan penanganan awal penyulit serta melakukan rujukan (jika perlu).
4. Memberikan pertolongan pada bayi baru lahir, termasuk deteksi dini dan penanganan
penyulit pada bayi baru lahir (termasuk resusitasi).
5. Melakukan penatalaksanaan kala III : manajemen aktif kala III, deteksi dini dan
penanganan awal penyulit kala III dan rujukan (jika perlu).
6. Melakukan penatalaksanaan kala IV : pemantauan kala IV, deteksi dini, penanganan
penyulit (perdarahan), rujukan (jika perlu) dan manajemen laktasi.

Bagian Ilmu Kebidanan dan Kandungan Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret
Surakarta/ RS Dr. Moewardi Surakarta
PERSALINAN NORMAL
Persalinan dan kelahiran merupakan kejadian
fisiologis yang normal. Persalinan normal adalah
1.Proses pengeluaran bayi pervaginam yang terjadi
pada kehamilan cukup bulan (37-40 minggu)
2. Letak memanjang atau sejajar sumbu badan
3.Presentasi belakang kepala, ubun-ubun kecil di
depan
4.Lahir spontan dengan tenaga ibu sendiri
5.Proses kelahiran berlangsung dalam kurang lebih
18 jam
6. Tanpa komplikasi baik pada ibu maupun pada
janin.
7. Berat janin ≥ 2500 gr - < 4000 gr
8. Janin tunggal
9. Janin hidup dan tanpa kelainan kongenital

Sebagian besar persalinan adalah persalinan normal, hanya 12-15% merupakan persalinan
patologis. Persalinan normal dapat berubah menjadi patologis bila terjadi kesalahan dalam
penilaian kondisi ibu dan bayi serta terjadi kesalahan dalam memimpin persalinan.
Proses penurunan kepala janin menjelang dan dalam persalinan :
1. Engagement: Terjadi ketika diameter terbesar dari presentasi bagian janin (biasanya
kepala) telah memasuki rongga panggul. Engagement telah terjadi ketika bagian
terendah janin telah memasuki station nol atau lebih rendah. Pada nulipara, engagement
sering terjadi sebelum awal persalinan. Namun, pada multipara dan beberapa nulipara,
engagement tidak terjadi sampai setelah persalinan dimulai (Cunningham et. al, 2013;
McKinney, 2013).

2. Descent: Descent terjadi ketika bagian terbawah janin telah melewati panggul.
Descent/ penurunan terjadi akibat tiga kekuatan yaitu tekanan dari cairan amnion,
tekanan langsung kontraksi fundus pada janin dan kontraksi diafragma serta otot-otot
abdomen ibu pada saat persalinan, dengan sumbu jalan lahir:

2
 Sinklitismus yaitu ketika sutura sagitalis sejajar dengan sumbu jalan lahir
 Asinklistismus anterior: Kepala janin mendekat ke arah promontorium sehingga os
parietalis lebih rendah.
 Asinklistismus posterior: Kepala janin mendekat ke arah simfisis dan tertahan oleh
simfisis pubis (Cunningham dkk, 2013; McKinney, 2013).

Proses Descent (Sinklitismus, Asinklitismus anterior, dan Asinklitismus posterior),


Sumber: Cunningham et. al. William Obstetrics 23rd Edition

3. Fleksi (flexion): Segera setelah bagian terbawah janin yang turun tertahan oleh
serviks, dinding panggul, atau dasar panggul, dalam keadaan normal fleksi terjadi dan
dagu didekatkan ke arah dada janin. Fleksi ini disebabkan oleh:

 Persendian leher, dapat berputar ke segala arah termasuk mengarah ke dada.


 Letak leher bukan di garis tengah, tetapi ke arah tulang belakang sehingga kekuatan his
dapat menimbulkan fleksi kepala.
 Terjadi perubahan posisi tulang belakang janin yang lurus sehingga dagu lebih
menempel pada tulang dada janin .
 Kepala janin yang mencapai dasar panggul akan menerima tahanan sehingga memaksa
kepala janin mengubah kedudukannya menjadi fleksi untuk mencari lingkaran kecil yang
akan melalui jalan lahir (Cunningham dkk, 2013; McKinney, 2013).

4. Putaran paksi dalam (internal rotation): Putaran paksi dalam dimulai pada bidang
setinggi spina ischiadika. Setiap kali terjadi kontraksi, kepala janin diarahkan ke bawah lengkung
pubis dan kepala berputar saat mencapai otot panggul (Cunningham dkk, 2013; McKinney,
2013).

3
5. Ekstensi (extension): Saat kepala janin mencapai perineum, kepala akan defleksi ke
arah anterior oleh perineum. Mula-mula oksiput melewati permukaan bawah simfisis
pubis, kemudian kepala keluar mengikuti sumbu jalan lahir akibat ekstensi.
6. Putaran paksi luar (external rotation): Putaran paksi luar terjadi ketika kepala lahir
dengan oksiput anterior, bahu harus memutar secara internal sehingga sejajar dengan
diameter anteroposterior panggul. Rotasi eksternal kepala menyertai rotasi internal bahu
bayi.
7. Ekspulsi: Setelah bahu keluar, kepala dan bahu diangkat ke atas tulang pubis ibu dan
badan bayi dikeluarkan dengan gerakan fleksi lateral ke arah simfisis pubis.

Proses penurunan kepala janin, Sumber: Cunningham et. al. William Obstetrics 23rd Edition

4
Ibu hamil disebut telah memasuki persalinan bila terdapat gejala dan tanda
persalinan(in partu),yaitu :
1. Adanya his 2-3x dalam 10 menit (his adalah kontraksi uterus yang semakin lama semakin
kerap dan menyebabkan kemajuan persalinan )
2. Keluarnya cairan lendir bercampur darah (“bloodyshow”) melalui vagina.
3. Penipisan dan pembukaan serviks

DIAGNOSIS PERSALINAN
Anamnesis
Tujuan anamnesis adalah mengumpulkan informasi tentang riwayat kesehatan, kehamilan dan
persalinan. Informasi ini digunakan dalam proses membuat keputusan klinik untuk menentukan
diagnosis dan mengembangkan rencana asuhan atau perawatan yang sesuai.
Tanyakan pada ibu:
 Nama, umur dan alamat
 Gravida dan para
 Hari pertama haid terakhir
 Kapan bayi akan lahir (menurut taksiran ibu)
 Riwayat alergi obat-obatan tertentu
 Riwayat kehamilan yang sekarang:
 Apakah ibu pernah melakukan pemeriksaan antenatal? Jika ya, periksa kartu asuhan
antenatalnya (jika mungkin).
 Pernahkah ibu mendapat masalah selama kehamilannya (misalnya; perdarahan,
hipertensi, dll)?
 Kapan mulai kontraksi?
 Apakah kontraksi teratur? Seberapa sering kontraksi terjadi? Apakah kontraksi makin
lama makin kuat dan sering ?
 Apakah ibu masih merasakan gerakan bayi? Apakah bayi dirasakan bergerak lebih aktif
atau kurang aktif ?
 Apakah selaput ketuban sudah pecah? Jika ya, apa warna cairan ketuban? Apakah kental
atau encer? Kapan saat selaput ketuban pecah? (Periksa perineum ibu untuk melihat air
ketuban di pakaian dalamnya).

5
 Apakah keluar cairan bercampur darah dari vagina ibu? Apakah berupa bercak atau
darah segar per vaginam? (Periksa perineum ibu untuk melihat darah segar atau lendir
bercampur darah di pakaian dalamnya).
 Kapan ibu terakhir kali makan atau minum?
 Apakah ibu mengalami kesulitan untuk berkemih?
 Riwayat kehamilan sebelumnya:
 Apakah ada masalah selama persalinan atau kelahiran sebelumnya (bedah sesar,
persalinan dengan ekstraksi vakum atau forseps, induksi oksitosin, hipertensi yang
diinduksi oleh kehamilan, preeklampsia/eklampsia, perdarahan pascapersalinan)?
 Berapa berat badan bayi yang paling besar yang pernah ibu lahirkan?
 Apakah ibu mempunyai bayi bermasalah pada kehamilan/persalinan sebelumnya?
 Riwayat medis lainnya (masalah pernapasan, hipertensi, gangguan jantung, berkemih dll)
 Masalah medis saat ini (sakit kepala, gangguan penglihatan, pusing atau nyeri epigastrium
bagian atas). Jika ada, periksa tekanan darahnya dan protein dalam urin ibu.
 Pertanyaan tentang hal-hal yang belum jelas atau berbagai bentuk kekhawatiran lainnya.
 Dokumentasikan semua temuan.
 Setelah anamnesis lengkap, lakukan pemeriksaan fisik.

Pemeriksaan Fisik
Tujuan pemeriksaan fisik adalah untuk menilai kondisi kesehatan ibu dan bayinya serta tingkat
kenyamanan fisik ibu bersalin. Informasi dari hasil pemeriksaan fisik dan anamnesis
diramu/diolah untuk membuat keputusan klinik, menegakkan diagnosis dan mengembangkan
rencana asuhan atau keperawatan yang paling sesuai dengan kondisi ibu.
Pemeriksaan yang dilakukan pada pasien dalam persalinan adalah :
 Pemeriksaan fisik secara umum
 Pemeriksaan Abdomen
Pemeriksaan abdomen bertujuan untuk:
- Menentukan tinggi fundus
- Memantau kontraksi uterus
- Memantau denyut jantung janin
- Menentukan letak dan presentasi
- Menentukan penurunan bagian terbawah janin

6
 Pemeriksaan dalam
Periksa dalam memegang peranan penting dalam penanganan persalinan. Hal yang harus
dinilai adalah :
 Genitalia eksterna.
 Cairan vagina dan tentukan apakah ada lendir darah, perdarahan per vaginam atau
mekonium. Jika ada perdarahan pervaginam, jangan lakukan pemeriksaan
dalam, jika ketuban sudah pecah, lihat warna dan bau air ketuban.
 Nilai vagina. Luka parut di vagina mengindikasikan adanya riwayat robekan perineum
atau tindakan episiotomi sebelumnya. Hal ini merupakan informasi penting untuk
menentukan tindakan pada saat kelahiran bayi.
 Nilai pelunakan serviks, arah, pembukaan dan penipisan serviks
 Pastikan tali pusat dan/atau bagian-bagian kecil (tangan atau kaki) tidak teraba pada
saat melakukan periksa dalam.
 Nilai penurunan bagian terbawah janin dan tentukan apakah bagian tersebut telah
masuk ke dalam rongga panggul, serta keseimbangan kepala panggul.
 Jika bagian terbawah adalah kepala, pastikan penunjuknya (ubun-ubun kecil, ubun-ubun
besar atau fontanela magna) dan celah (sutura) sagitalis untuk menilai derajat
penyusupan atau tumpang tindih tulang kepala dan apakah ukuran kepala janin sesuai
dengan ukuran jalan lahir.

Sebelum melakukan pertolongan persalinan, dilakukan persiapan peralatan, bahan dan obat-
obatan serta persiapan untuk bayi dan ibu yang harus disediakan keluarga.
1. Peralatan (partus set) :
- 2 buah klem Kelly atau kocher - Lidokain 1%
- Klem ½ kocher atau Kelly - Needle holder
- Gunting tali pusat - Pinset & jarum
- Pengikat tali pusat steril - Kateter penghisap lendir DeLee
- Kateter Nelaton - Benang catgut 3.0
- Gunting episiotomi - Sarung tangan steril
- Kassa dan kapas steril - Spuit injeksi 2.5 mL dan 5 mL
2. Peralatan penunjang lainnya :
- Partograf - Apron (celemek plastik)

7
- Tensimeter - Perlak plastik untuk alas ibu
- Stetoskop - Kantong plastik
- Termometer - Surat rujukan
- Sabun, deterjen & sikat kuku - Larutan desinfektan klorin 0.5%
3. Obat-obatan emergency :
- Larutan Ringer Laktat 500 mL - Ergometrin maleat 0.2 mg 2 ampul
- Set infus - Oksitosin 10 U 3 ampul
- Kateter intravena ukuran 16-18 G
- Magnesium sulfat 40% (10 g dalam 25 mL) 2 vial

KALA I PERSALINAN

Fase-fase dalam Kala I Persalinan


Kala I persalinan dimulai sejak terjadinya kontraksi uterus yang teratur (adanya his 2-3x dalam
10 menit) dan meningkat (frekuensi dan kekuatannya) hingga serviks membuka lengkap (10
cm). Kala I persalinan terdiri atas dua fase, yaitu fase laten dan fase aktif.
Friedman Curve

8
Fase laten pada kala I Persalinan:
 Dimulai sejak awal berkontraksi yang menyebabkan penipisan dan pembukaan serviks
secara bertahap.
 Berlangsung hingga serviks membuka sampai dengan 3 cm.
 Pada umumnya, fase laten berlangsung hampir atau hingga 8 jam.

Fase aktif pada kala I persalinan:


 Frekuensi dan lama kontraksi uterus akan meningkat secara bertahap (kontraksi dianggap
adekuat/memadai jika terjadi tiga kali atau lebih dalam waktu 10 menit, dan berlangsung
selama 40 detik atau lebih).
 Dari pembukaan lebih dari 3 cm hingga mencapai pembukaan lengkap atau 10 cm, akan
terjadi dengan kecepatan rata-rata 1 cm per jam (nulipara atau primigravida) atau lebih dari
1 cm hingga 2 cm per jam (multipara).
 Terjadi penurunan bagian terbawah janin.

Selama kala I, harus dilakukan pemantauan terhadap :


1. Kemajuan persalinan :
- Kontraksi uterus atau his (frekuensi, kekuatan dan durasi).
- Dilatasi serviks
2. Kondisi ibu :
- Periksa tensi dan nadi setiap 30 menit.

9
- Status hidrasi.
- Perubahan sikap/ perilaku ibu.
3. Kondisi janin :
- Periksa DJJ tiap 15 menit (lebih sering dengan makin dekatnya kelahiran).
- Penurunan presentasi dan perubahan posisi.
- Warna cairan tertentu.

Dari pemantauan Kala I, maka dapat ditegakkan diagnosis kala I, yaitu :


1. Kala I berjalan dengan baik : bila terdapat kemajuan pembukaan serviks.
2. Kondisi kegawatdaruratan pada kala I : misalnya eklamsia, kegawatdaruratan bayi,
penurunan kepala terhenti, gangguan kontraksi uterus (inersia), gangguan pembukaan
serviks. Pada keadaan ini diperlukan perubahan dalam penatalaksanaan dan tindakan
sesuai kondisi penyebab.

Selama persalinan berlangsung perlu pemantauan kondisi ibu, janin, dan persalinan. Kemajuan
persalinan dinilai dari penambahan dilatasi serviks dan penambahan penurunan bagian bawah.
Hasil pemantauan dicatat dalam partograf. Hal-hal yang perlu dipantau dipaparkan dalam tabel
di bawah ini.
Tabel 1. Pemantauan Kemajuan Persalinan dalam Kala I
Kemajuan Persalinan Keadaan Ibu Keadaan Janin
His/ kontraksi uterus : Dipantau : Periksa DJJ tiap 30 menit
- Frekuensi - Tanda vital pada fase aktif.
- Kekuatan - Status kandung kemih
- Durasi tiap kontraksi - Pemberian makanan/
His dikontrol tiap 30 menit minuman
sekali pada fase aktif Kontrol tensi tiap 4 jam
Pemeriksaan dalam (vaginal Waspadai bila terjadi : Jika selaput ketuban pecah,
toucher) : - Penurunan/ peningkatan periksa :
- Pembukaan serviks tensi - Warna cairan yang
- Penipisan serviks - Perdarahan keluar (cek adanya
- Penurunan bagian terendah - Sesak nafas mekoneum)
- Molding/ molase - Tanda dehidrasi/ shock - Kepekatan
Kontrol tiap 4 jam - Perubahan perilaku - Jumlah cairan yang
- Sakit kepala, pandangan keluar
kabur - Molase kepala
Pemeriksaan luar (abdomen) :
- Penurunan kepala
Kontrol tiap 4 jam pada fase

10
aktif

Kemajuan persalinan normal berjalan sesuai dengan partograf. Dengan melakukan pemantauan
kala I menggunakan partograf, akan diketahui :
 Apakah persalinan bisa berjalan normal.
 Kemungkinan persalinan bermasalah (kemajuan persalinan tidak sesuai dengan partograf).
 Kapan dokter harus menunggu, mulai waspada dan melakukan tindakan medis.
 Tanda kegawatdaruratan (ibu dan janin) diketahui secara dini.

Indikasi-indikasi untuk melakukan tindakan dan atau rujukan segera selama kala I persalinan :
2. Riwayat seksio sesaria pada persalinan sebelumnya.
3. Perdarahan pervaginam selain lendir darah (bloody show).
4. Persalinan kurang bulan (<37 minggu).
5. Ketuban pecah disertai keluarnya mekonium dan atau disertai tanda-tanda gawat janin.
6. Ketubah pecah lebih dari 24 jam sebelumnya.
7. Ketuban pecah pada kehamilan kurang bulan.
8. Terdapat gejala dan tanda infeksi (suhu>38oC, menggigil, nyeri abdomen, cairan ketuban
berbau).
9. Tekanan darah >160/110 mmHg dan atau terdapat proteinuria.
10. Tinggi fundus lebih dari 40 cm (makrosomia, polihidramnion, kehamilan ganda)
11. Terjadi gawat janin (DJJ <100 x/menit atau >180 x/menit pada 2 kali pemeriksaan dengan
interval 5 menit).
12. Primipara dalam kala I fase aktif persalinan dengan kepala janin masih 5/5.
13. Presentasi bukan belakang kepala (sungsang, letak lintang dll).
14. Presentasi ganda/ majemuk (adanya bagian lain dari janin, misalnya lengan atau tangan,
bersamaan dengan presentasi belakang kepala).
15. Tali pusat menumbung dan masih berdenyut.
16. Terdapat gejala dan tanda syok (nadi cepat, lemah, >110 x/menit; tekanan darah sistolik
<90 mmHg; pucat, berkeringat, kulit lembab dan dingin; hiperpnea >30 x/menit; gangguan
kesadaran, oliguria <30 mL/jam).
17. Fase laten berkepanjangan : pembukaan serviks <4 cm setelah 8 jam dengan kontraksi
teratur (lebih dari 2 kontraksi dalam 10 menit).

11
18. Partus lama : pembukaan serviks <1 cm per jam, frekuensi kontraksi kurang dari 2 kali
dalam 10 menit dengan durasi kurang dari 40 detik).
19. Ikterus
20. Anemia berat

KALA II PERSALINAN
Kala II persalinan adalah ketika pembukaan serviks sudah lengkap (10 cm) sampai bayi
dilahirkan. Prosesnya bisa berlangsung antara 30 menit (multigravida) sampai 1 jam
(primigravida).

MENGENALI GEJALA DAN TANDA KALA II


1. His 4-5 kali dalam 10 menit, lama his 40-50 detik.
2. Ibu merasakan dorongan kuat untuk mengejan atau tekanan yang semakin meningkat
pada rektum dan vagina
3. Ibu ingin mengejan
4. Vulva dan anus membuka, perineum menonjol.
5. Pada pemeriksaan dalam didapatkan :
a. Pembukaan lengkap (porsio tidak teraba, teraba kepala dengan presentasi belakang
kepala)
b. Penurunan kepala di Hodge III/ III+.
c. Penunjuk/denominator ubun-ubun kecil (UUK) di kiri atau kanan atas.
d. Selaput ketuban masih utuh atau sudah pecah.

MELAKUKAN PIMPINAN PERSALINAN


Prinsip pimpinan persalinan :
 Ibu dipimpin mengejan saat ada his
 Memeriksa kemungkinan adanya lilitan tali pusat pada leher bayi.
 Menunggu kepala selesai melakukan putaran paksi luar.
 Menolong melahirkan bahu.
 Menolong kelahiran badan dan tungkai.
 Mengusap muka bayi untuk membersihkan mulut dan hidung setelah kepala bayi lahir
 Mengupayakan/ menahan agar perineum tidak robek saat kepala lahir.
 Melakukan episiotomi (sesuai indikasi).

12
 Kala II biasanya pada primigravida berlangsung selama 1 jam, pada multiparitas selama 30
menit

Selama kala II, harus dilakukan pemantauan terhadap :


4. Kemajuan persalinan :
- Kontraksi uterus atau his (frekuensi, kekuatan dan durasi).
- Kekuatan hejan ibu
5. Kondisi ibu :
- Periksa tensi dan nadi setiap 30 menit.
- Status hidrasi.
- Perubahan sikap/ perilaku ibu.
6. Kondisi janin :
- Periksa DJJ tiap 5 menit (lebih sering dengan makin dekatnya kelahiran).
- Penurunan presentasi dan perubahan posisi.
- Warna cairan tertentu.

Dari pemantauan Kala II, maka dapat ditegakkan diagnosis kala II, yaitu :
1. Kala II berjalan dengan baik : bila terdapat kemajuan penurunan kepala bayi.
2. Kondisi kegawatdaruratan pada kala II : misalnya eklamsia, kegawatdaruratan bayi,
penurunan kepala terhenti atau kelelahan ibu. Pada keadaan ini diperlukan perubahan
dalam penatalaksanaan dan tindakan segera.

Sebagian besar daya dorong untuk melahirkan bayi dihasilkan dari kontraksi uterus.
Mengedan hanya menambah daya kontraksi untuk mengeluarkan bayi. Pada penatalaksanaan
fisiologis Kala II, ibu memegang kendali dan mengatur waktu mengedan. Penolong hanya
memberikan bimbingan cara mengedan yang efektif dan benar. Mengedan berlebihan tanpa
henti selama 10 detik atau lebih dengan menahan nafas justru akan mengurangi pasokan
oksigen ke bayi, ditandai dengan penurunan DJJ bayi.
Ibu dapat melahirkan pada posisi apapun kecuali posisi berbaring terlentang, karena jika
ibu berbaring terlentang maka berat uterus dan isinya (janin, cairan ketuban, plasenta dll) akan
menekan vena cava inferior ibu. Hal ini akan mengurangi pasokan oksigen melalui sirkulasi
uteroplasenter sehingga akan menyebabkan hipoksia pada bayi. Berbaring terlentang juga akan

13
mengganggu kemajuan persalinan dan menyulitkan ibu untuk mengedan secara efektif. Posisi
mengedan dengan duduk atau setengah duduk dapat memberikan rasa nyaman bagi ibu dan
kemudahan bagi ibu untuk beristirahat di antara kontraksi. Selain itu gaya gravitasi akan
membantu ibu melahirkan bayinya.

Prosedur pimpinan Kala II :


1. Penolong : memakai apron, mencuci tangan dengan sabun dan air mengalir, keringkan dan
pakai sarung tangan steril.
2. Membersihkan vulva dan perineum menggunakan kassa steril yang dibasahi akuades steril
3. Memastikan pembukaan lengkap (periksa dalam).
4. Memastikan kondisi janin baik dengan memeriksa DJJ janin dalam batas normal saat
relaksasi uterus.
5. Memberitahu ibu bahwa pembukaan sudah lengkap dan minta ibu untuk mengedan sesuai
instruksi.
6. Setiap ada his, pimpin ibu mengedan pada fase puncak his. Minta ibu untuk menarik lipat
sendi lutut dengan mengaitkan pada lipat siku agar tekanan abdomen menjadi efektif.
7. Istirahatkan ibu bila his menghilang. Letakkan kembali tungkai ibu di atas ranjang
persalinan. Dengarkan denyut jantung bayi pada waktu tersebut (tiap 5 menit).
8. Pimpin ibu mengedan hingga kepala bayi makin maju ke arah vulva. Bila diperlukan,
lakukan episiotomi.
9. Bila episiotomi dianggap tidak perlu karena perineum ibu terlihat elastis, pimpin ibu
mengedan terus bila subocciput sudah berada di bawah simfisis (sebagai hipomochlion).
10. Dengan satu tangan, tahan belakang kepala (untuk mengatur supaya defleksi kepala tidak
terlalu cepat). Letakkan tangan yang lain pada perineum dengan merentangkan telunjuk
dan ibu jari sehingga bagian di antara kedua jari tersebut dapat mendorong perineum
untuk membantu terjadi ekspulsi kepala (lahirnya, berturut-turut, ubun-ubun besar
(UUB), dahi, mata, hidung, mulut dan dagu) (Perasat Ritgen, gambar 1). Hilangkan tahanan
pada belakang kepala secara bertahap.

14
Gambar 1. Perasat Ritgen

11. Lepaskan pegangan pada belakang kepala dan perineum, tunggu dan perhatikan proses
putaran paksi luar (UUK kembali ke arah punggung bayi) secara spontan.
12. Pastikan tidak ada lilitan tali pusat pada leher bayi. Bila terdapat lilitan tali pusat secara
longgar, lepaskan lilitan lewat bagian atas kepala bayi. Jika tali pusat melilit leher secara
kuat, klem tali pusat di 2 tempat dan potong di antara kedua klem tersebut.
13. Ambil kain/ handuk bersih, seka dengan lembut muka, mulut, hidung dan kepala bayi dari
darah, air ketuban atau ferniks kaseosa. Bersihkan pula lipat paha, perineum dan daerah
sekitar bokong ibu.

1. Floating kepala, sebelum 2. Engagement, fleksi, 3. Kepala turun, 4. Putaran paksi dalam
engagement kepala turun putaran paksi lengkap; mulai ekstensi
dalam

5. Ekstensi lengkap 6. Restitusi (putaran


paksi luar)

7. Lahirnya bahu 8. Lahirnya bahu


anterior posterior

Gambar 2. Kala II persalinan

15
14. Melahirkan seluruh badan bayi :
a. Dengan tangan kiri dan kanan, pegang kepala bayi secara biparietal (ibu jari pada pipi
depan, jari telunjuk dan jari tengah pada bawah dagu, jari manis dan kelingking pada
belakang leher dan bawah kepala). Sambil meminta ibu untuk mengedan, gerakkan bayi
ke bawah sehingga bahu depan lahir (gambar 3).
b. Gerakkan bayi ke atas hingga bahu belakang lahir (gambar 4).
c. Kembalikan bayi pada posisi sejajar lantai, lahirkan berturut-turut dada dan lengan,
perut, pinggul dan tungkai. Letakkan di antara kedua paha ibu.
d. Bila persalinan dilakukan di atas meja ginekologi, setelah kedua bahu lahir, topangkan
badan bayi pada lengan bawah kanan, tangan kiri memegang bagian belakang tubuh
bayi. Setelah bayi lahir lengkap, letakkan bayi di atas perut ibu, atau minta asisten
memegang bayi supaya tidak terjatuh.

Gambar 3. Melahirkan bahu depan

Gambar 4. Melahirkan bahu belakang

16
EPISIOTOMI

Prinsip Episiotomi adalah pencegahan kerusakan yang lebih hebat pada jaringan lunak
akibat daya regang yang melebihi kapasitas adaptasi atau elastisitas jaringan tersebut.
Pertimbangan melakukan episiotomi harus mengacu pada penilaian klinik yang tepat dan teknik
yang paling sesuai dengan kondisi yang dihadapi.
Tidak dianjurkan untuk melakukan episiotomi secara rutin. Episiotomi yang dikerjakan
tanpa alasan yang jelas dapat menyebabkan :
1. Meningkatnya jumlah perdarahan dan risiko hematoma.
2. Kejadian laserasi perineum derajat 3 dan 4 lebih banyak terjadi pada episiotomi rutin
dibandingkan tanpa episiotomi (laserasi spontan).
3. Meningkatkan nyeri pasca persalinan di daerah perineum, membuat ibu takut untuk BAK
dan BAB.
4. Meningkatkan risiko infeksi.

Episiotomi dibagi menjadi dua yaitu :


1. Episiotomi primer, adalah episiotomi yang dilakukan sejak awal, yaitu pada partus
preterm dan pada saat akan melakukan persalinan dengan tindakan pervaginam.
2. Episiotomi sekunder, adalah episiotomi yang dilakukan pada saat peregangan perineum
yang dikhawatirkan terjadinya robekan perineum dengan kerusakan yang lebih hebat.

Laserasi spontan pada vagina atau perineum dapat terjadi saat kepala dan bahu dilahirkan.
Kejadian laserasi akan meningkat jika bayi dilahirkan terlalu cepat dan tidak terkendali (partus
praecipitatus/persalinan kurang dari 3 jam). Beberapa upaya dapat dilakukan untuk mencegah
robekan perineum :
1. Fasilitasi fleksi kepala bayi agar tidak menyebabkan regangan mendadak.
2. Mengarahkan kepala agar perineum dilalui oleh diameter terkecil saat ekspulsi.
3. Menahan perineum dengan regangan telunjuk dan ibu jari.

Indikasi Episiotomi
1. Terjadi gawat janin dan bayi akan segera dilahirkan dengan tindakan atau menggunakan
instrumen, misalnya vakum atau forceps.

17
2. Mencegah robekan perineum yang kaku atau diperkirakan tidak mampu menahan regangan
yang berlebihan (misalnya pada makrosomia).
3. Mencegah kerusakan jaringan yang luas pada ibu dan bayi pada kasus presentasi abnormal
(bokong, muka, UUK di belakang) dengan menyediakan jalan yang lebih lapang untuk
persalinan yang aman.
4. Terdapat jaringan parut pada perineum atau vagina yang memperlambat kemajuan
persalinan.

Gambar 5. Episiotomi

PROSEDUR EPISIOTOMI
 Langkah Klinik Episiotomi
o Infiltrasi Anestesi lokal
 Jelaskan pada ibu tentang apa yang akan dilakukan dan bantulah agar ibu merasa
tenang.
 Pasanglah jarum no 22 pada spuit 1 ml, kemudian isi spuit dengan bahan anestesi
(lidokain HCL 1% atau Xilokain 10 mg/ml).
 Letakkan 2 jari (telunjuk dan tengah) diantara kepala janin dan perineum. Masuknya
bahan anestesi (secara tidak disengaja) ke dalam sirkulasi bayi dapat menimbulkan
akibat yang fatal, oleh sebab itu gunakan jari-jari penolong sebagai pelindung kepala
bayi.
 Tusukkan jarum tepat dibawah kulit perineum pada daerah komisura posterior

18
(fourchette), yaitu bagian sudut bawah vulva.
 Arahkan jarum dengan membuat sudut 45o ke sebelah kiri (atau kanan) garis tengah
perineum. Lakukan aspirasi untuk memastikan bahwa ujung jarum tidak memasuki
pembuluh darah (terlihat cairan dalam spuit).
 Sambil menarik mundur jarum suntik, infiltrasikan 5-10 ml lidokain 1%.
 Tunggu 1-2 menit agar efek anestesi bekerja maksimal, sebelum episiotomi
dilakukan.

o Tindakan Episiotomi
 Pegang gunting yang tajam dengan satu tangan.
 Letakkan jari telunjuk dan tengah di antara kepala bayi dan perineum searah dengan
rencana sayatan.
 Tunggu puncak his/kontraksi kemudian selipkan gunting dalam keadaan terbuka
diantara jari telunjuk dan tengah.
 Gunting perineum dimulai dari fourchette (komisura posterior) 45 derajat ke lateral
kiri atau kanan (medio lateral).
 Melahirkan Bayi (lihat Pimpinan Kala II)
 Melahirkan Plasenta (lihat Manajemen Aktif Kala III)

 Menjahit Luka Episiotomi


 Atur posisi ibu menjadi litotomi dan arahkan cahaya lampu sorot pada daerah yang
benar.
 Keluarkan sisa darah dari dalam lumen vagina, bersihkan daerah vulva dan perineum.
 Kenakan sarung tangan yang bersih, bila diperlukan pasanglah tampon atau kasa ke
dalam vagina untuk mencegah darah mengalir ke daerah yang akan dijahit.
 Letakkan duk atau kain bersih di bawah bokong ibu.
 Uji efektifitas anestesi lokal yang diberikan sebelum episiotomi, jika sudah kurang
efeknya bisa ditambahkan anestesi lokal lagi lidokain 10ml 1% pada daerah nyeri
sebelum dilakukan penjahitan.
 Atur posisi penolong sehingga dapat bekerja dengan leluasa dan aman.
 Telusuri daerah luka menggunakan jari tangan dan tentukan secara jelas batas luka.
Lakukan jahitan pertama kira-kira 1 cm di atas ujung luka di dalam vagina. Ikat dan

19
potong salah satu ujung dari benang dengan menyisakan benang kurang lebih 0.5 cm.
 Jahitlah mukosa vagina dengan menggunakan jahitan jelujur dengan jerat ke bawah
sampai lingkaran sisa hymen.
 Kemudian tusukan jarum menembus mukosa vagina di depan hymen dan keluarkan
pada sisi dalam luka perineum. Periksa jarak tempat keluarnya jarum di perineum
dengan batas atas irisan episiotomi.
 Lanjutkan jahitan jelujur dengan jerat pada lapisan subkutis dan otot sampai ke ujung
luar luka (pastikan setiap jahitan pada ke dua sisi memiliki ukuran yang sama dan
lapisan otot tertutup dengan baik).
 Setelah mencapai ujung luka, balikkan arah jarum ke lumen vagina dan mulailah
merapatkan kulit perineum dengan jahitan subkutikuler.
 Bila telah mencapai lingkaran hymen tembuskan jarum ke luar mukosa vagina pada sisi
yang berlawanan dari tusukan terakhir subkutikuler.
 Tahan benang (sepanjang 2 cm) dengan klem kemudian tusukan kembali jarum pada
mukosa vagina dengan jarak 2 mm dari tempat keluarnya benang dan silangkan ke sisi
berlawanan hingga menembus mukosa pada sisi berlawanan.
 Ikat benang yang dikeluarkan dengan benang pada klem dengan simpul kunci.
 Lakukan kontrol jahitan dengan pemeriksaan colok dubur (lakukan tindakan yang
sesuai bila diperlukan).
 Tutup jahitan luka episiotomi dengan kasa yang dibubuhi cairan antiseptik.

MELAKUKAN PENANGANAN BAYI BARU LAHIR


1. Lakukan penilaian terhadap bayi baru lahir : apakah bayi menangis kuat dan dapat bernafas
spontan ? apakah bayi bergerak aktif ? Buat penilaian skor APGAR.
2. Jika bayi kesulitan bernafas, lakukan resusitasi.
3. Mengeringkan dan membungkus tubuh bayi.
4. Memotong tali pusat.
5. Mengganti pembungkus dan memberikan bayi pada ibunya untuk disusui.

Indikasi-indikasi untuk melakukan tindakan dan atau rujukan segera selama kala II persalinan :
1. Preeklamsia berat atau eklamsia : diastolik 110 mmHg atau lebih; diastolik 90 mmHg atau
lebih disertai kejang; nyeri kepala, gangguan penglihatan.

20
2. Tanda-tanda inersia uteri : kurang dari 3 kontraksi dalam 10 menit, durasi kontraksi kurang
dari 40 detik.
3. Gawat janin : DJJ < 120 atau >160 kali per menit (mulai waspada).
4. Kepala bayi tidak turun.
5. Distosia bahu : kepala bayi tidak melakukan putaran paksi luar; kepala bayi keluar
kemudian tertarik kembali ke dalam vagina (turtle head); bahu bayi tidak lahir.
6. Tali pusat menumbung : tali pusat teraba atau terlihat saat periksa dalam, masih
berdenyut.
7. Kehamilan ganda tak terdeteksi.
8. Terdapat gejala atau tanda shock.
9. Terdapat gejala atau tanda infeksi.

KALA III
Persalinan kala III adalah tahapan persalinan setelah anak lahir sampai lahirnya seluruh
plasenta dan selaput ketuban. Durasi normal dari persalinan kala III tergantung pada metode
yang digunakan untuk melahirkan plasenta. Proses pelepasan plasenta melalui mekanisme:
1. Schultze, Pelepasan plsenta mulai dari pertengahan,sehingga plasenta lahir diikuti oleh
pengeluaran perdarahan
2. Duncan, Pelepasan plasenta dari daerah tepi sehingga terjadi perdarahan dan diikuti oleh
pelepasan plasentanya.
3. Bentuk – bentuk kombinasi pelepasan plasenta

Tanda-tanda plasenta lepas:


 Terjadi kontraksi rahim sehingga rahim membulat, keras, dan terdorong ke atas.
 Plasenta di dorong kea rah segmen bawah rahim.
 Tali pusat bertambah panjang.
 Terjadi perdarahan mendadak.

Untuk mengetahui plasenta telah lepas dapat dilakukan pemeriksaan :


1. Perasat Kusner
 Tali pusat dikencangkan
 Tangan ditekankan di atas simfisis, bila tali pusat masuk kembali, berarti plasenta belum
lepas.
21
2. Perasat Klein
Parturien disuruh mengejan, sehingga tali pusat ikut serta turun atau memanjang. Bila
mengejan dihentikan dapat terjadi:
 Tali pusat tertarik kembali, berarti plasenta belum lepas.
 Tali pusat tetap di tempat berarti plasenta sudah lepas.
3. Perasat Strasman
Tali pusat dikencangkan dan rahim diketok-ketok, bila getarannya sampai pada tali pusat
berarti plasenta belum lepas

Plasenta dilahirkan secara Crede dengan dorongan pada fundus uteri atau dengan manajemen
kala III aktif.

MANAJEMEN KALA III AKTIF

Proses pimpinan dalam tiap tahapan (kala) persalinan dilakukan secara proaktif
(manajemen kala III aktif). Kala III merupakan periode paling kritis untuk mencegah
perdarahan postpartum. Ketika plasenta terlepas atau sepenuhnya terlepas tapi tidak segera
keluar, maka terjadi perdarahan di belakang plasenta, sehingga uterus tidak dapat sepenuhnya
berkontraksi karena plasenta masih di dalam. Kontraksi otot uterus merupakan mekanisme
fisiologis untuk menghentikan perdarahan.
Tujuan manajemen aktif kala III adalah untuk menghasilkan kontraksi uterus yang lebih
efektif sehingga dapat mempersingkat waktu, mencegah perdarahan dan mengurangi
kehilangan darah kala III persalinan jika dibandingkan dengan penatalaksanaan secara pasif
(menunggu tanda-tanda lepasnya plasenta). Sebagian besar kasus kesakitan dan kematian ibu
di Indonesia disebabkan oleh perdarahan pasca persalinan dimana sebagian besar disebabkan
oleh atonia uteri dan retensio plasenta, yang sebenarnya dapat dicegah dengan melakukan
manajemen aktif kala III.
Keuntungan-keuntungan manajemen aktif kala III :
1. Persalinan kala III yang lebih singkat.
2. Mengurangi jumlah kehilangan darah.
3. Mengurangi kejadian retensio plasenta.

Manajemen aktif kala III terdiri dari 3 langkah utama:


1. Pemberian suntikan oksitosin IM dalam 1 menit pertama setelah bayi lahir.

22
2. Melakukan penegangan tali pusat terkendali, agar segera terjadi separasi plasenta.
3. Masase fundus uteri setelah plasenta lahir.

PROSEDUR MANAJEMEN AKTIF KALA III


1. Letakkan kain bersih di atas perut ibu.
Alasan: Kain akan mencegah kontaminasi tangan penolong persalinan yang sudah memakai
sarung tangan dan mencegah kontaminasi oleh darah pada perut ibu.
2. Letakkan bayi di perut ibu.
3. Pemberian suntikan Oksitosin
1) Periksa uterus untuk memastikan tidak ada bayi yang lain (Undiagnosed twin)
Alasan: Oksitosin menyebabkan uterus berkontraksi yang akan sangat menurunkan
pasokan oksigen kepada bayi. Hati-hati jangan menekan kuat pada korpus uteri karena
dapat terjadi kontraksi tetanik yang akan menyulitkan pengeluaran plasenta.
2) Beritahu ibu bahwa ia akan disuntik.
3) Segera (dalam 1 menit pertama setelah bayi lahir) suntikkan oksitosin 10 unit IM pada
1/3 bagian atas paha bagian luar (m. rektus lateralis).
Alasan: Oksitosin merangsang fundus uteri untuk berkontraksi dengan kuat dan efektif
sehingga dapat membantu pelepasan plasenta dan mengurangi kehilangan darah.
Aspirasi sebelum penyuntikan akan mencegah penyuntikan oksitosin ke pembuluh
darah.
Catatan: Jika oksitosin tidak tersedia, minta ibu untuk melakukan stimulasi puting susu
atau menganjurkan ibu untuk menyusukan dengan segera. Ini akan menyebabkan
pelepasan oksitosin secara alamiah. Jika peraturan/program kesehatan memungkinan,
dapat diberikan misoprostol 600 mcg (oral/sublingual) sebagai pengganti oksitosin.
4. Klem tali pusat
1) Klem tali pusat 1 menit setelah bayi lahir untuk memberi sejumlah darah melalui tali
pusat. Klem tali pusat pada jarak sekitar 5 cm dari umbilikus bayi, jepit tali pusat di
antara jari tengah dan jari telunjuk (pada tepi klem yang sesuai dengan sisi ibu)
kemudian ekspresikan darah dalam tali pusat dengan menggeser jari-jari tersebut ke
arah ibu.
2) Pasang klem kedua pada tali pusat yang telah diekspresi, dengan jarak 3 cm dari klem
pertama.

23
3) Oleskan povidone-iodine di sekeliling tali pusat di antara kedua klem.
4) Pegang tali pusat di antara 2 klem dengan satu tangan kiri, kemudian dengan tangan
yang lain, gunting tali pusat di antara kedua klem tersebut.
5) Serahkan bayi pada ibu untuk diberi ASI dini (Inisiasi Menyusu Dini).

Untuk bayi normal, lakukan penjepitan tali pusat setelah 2 menit bayi lahir (saat
lahir diletakkan diatas perut ibu, ibu diberi oksitosin 10 unit dalam 1 menit
pertama setelah bayi lahir dan kemudian lakukan penjepitan tali pusat)

5. Penegangan Tali Pusat Terkendali


1) Pastikan tidak ada bayi lagi dalam uterus (hamil tunggal).
2) Pindahkan klem (penjepit untuk memotong tali pusat saat kala II) pada tali pusat,
sekitar 5-20 cm dari vulva.
Alasan: Memegang tali pusat lebih dekat ke vulva akan mencegah avulsi.
3) Satu tangan memegang klem tali pusat untuk menegangkan dan membuat tarikan
terkendali pada tali pusat.
4) Letakkan tangan yang lain pada abdomen ibu (beralaskan kain) tepat di atas simfisis
pubis. Gunakan tangan ini untuk meraba kontraksi uterus dan menahan uterus pada
saat melakukan penegangan tali pusat.
5) Setelah terjadi kontraksi yang kuat, tegangkan tali pusat dengan satu tangan dan
tangan yang lain (pada dinding abdomen) menekan uterus ke arah lumbal dan kepala
ibu (dorso-kranial). Lakukan secara hati hati untuk mencegah terjadinya inversio uteri
(Gambar 6).
6) Bila plasenta belum lepas, tunggu hingga uterus berkontraksi kembali (sekitar dua atau
tiga menit berselang) untuk mengulangi kembali penegangan tali pusat terkendali.
7) Saat mulai kontraksi (uterus menjadi bulat atau tali pusat menjulur) tegangkan tali
pusat ke arah bawah, lakukan tekanan dorso-kranial hingga tali pusat makin menjulur
dan korpus uteri bergerak keatas yang menandakan plasenta telah lepas dan dapat
dilahirkan.
Tanda-tanda terlepasnya plasenta adalah :
 Tali pusat menjulur lebih panjang (tanda Ahfeld).
 Perubahan bentuk dan tinggi fundus :
Setelah bayi lahir dan sebelum miometrium berkontraksi, uterus berbentuk bulat penuh

24
dan tinggi fundus biasanya di bawah pusat. Setelah uterus berkontraksi dan plasenta
terdorong ke bawah, uterus menjadi berbentuk segitiga atau seperti buah pear dan
fundus berada di atas pusat (seringkali mengarah ke sisi kanan).
 Pancaran darah mendadak dan singkat keluar dari vagina :
Darah yang terkumpul di belakang plasenta akan membantu mendorong plasenta keluar.
Apabila kumpulan darah retroplasenter dalam ruang di antara dinding uterus dan
permukaan dalam plasenta melebihi daya tampungnya maka darah tersembur keluar dari
tepi plasenta yang terlepas.

Gambar 6.

8) Tetapi jika langkah 4 diatas tidak berjalan sebagaimana mestinya dan plasenta tidak turun
setelah 30-40 detik dimulainya penegangan tali pusat dan tidak ada tanda-tanda yang
menunjukkan lepasnya plasenta, jangan teruskan penegangan tali pusat.
a. Pegang klem dan tali pusat dengan lembut dan tunggu sampai kontraksi berikutnya.
Jika perlu, pindahkan klem lebih dekat ke perineum pada saat tali pusat memanjang.
Pertahankan kesabaran pada saat melahirkan plasenta.
b. Pada saat kontraksi berikutnya terjadi, ulangi penegangan tali pusat terkendali dan
tekanan dorso-kranial pada korpus uteri secara serentak. Ikuti langkah-langkah
tersebut pada setiap kontraksi hingga terasa plasenta terlepas dari dinding uterus.
9) Setelah plasenta terpisah, anjurkan ibu untuk meneran agar plasenta terdorong keluar
melalui introitus vagina. Tetap tegangkan tali pusat dengan arah sejajar lantai (mengikuti
poros jalan lahir).

25
Alasan: Segera melepaskan plasenta yang telah terpisah dari dinding uterus akan
mencegah kehilangan darah yang tidak perlu.

Jangan melakukan penegangan tali pusat tanpa diikuti dengan tekanan dorso-
kranial secara serentak pada bagian bawah uterus (di atas simfisis pubis).

10) Pada saat plasenta terlihat pada introitus vagina, lahirkan plasenta dengan mengangkat
tali pusat keatas dan menopang plasenta dengan tangan lainnya untuk diletakkan dalam
wadah penampung. Karena selaput ketuban mudah robek; pegang plasenta dengan kedua
tangan dan secara lembut putar plasenta hingga selaput ketuban terpilin menjadi satu.

Gambar 7. Melahirkan plasenta dan menempatkannya ke dalam wadah


Sumber: Danforth’s Obstetrics & Gynecology, 1999

11) Lakukan penarikan dengan lembut dan perlahan-lahan untuk melahirkan selaput
ketuban.
Alasan: Melahirkan plasenta dan selaputnya dengan hati-hati akan membantu
mencegah tertinggalnya selaput ketuban di jalan lahir.
12) Jika selaput ketuban robek dan tertinggal di jalan lahir saat melahirkan plasenta,
dengan hati-hati periksa vagina dan serviks dengan seksama. Gunakan jari-jari- tangan
anda atau klem DTT atau steril atau forsep untuk keluarkan selaput ketuban yang
teraba.
13) Periksa apakah seluruh plasenta dan selaput ketuban sudah lahir lengkap :
- Periksa plasenta sisi maternal (yang melekat pada dinding uterus) untuk
memastikan plasenta utuh dan lengkap.

26
- Pasangkan bagian-bagian plasenta yang robek atau terpisah untuk memastikan
tidak ada bagian plasenta dan selaput ketuban yang terobek atau tertinggal di
dalam uterus.
- Periksa plasenta sisi foetal (yang menghadap ke bayi) untuk memastikan tidak ada
lobus tambahan.
- Evaluasi selaput ketuban untuk memastikan kelengkapannya.
- Lakukan penilaian bentuk dan berat plasenta.
14) Segera setelah plasenta lahir, lakukan pijatan ringan pada uterus dengan menggosok
permukaan depan uterus secara sirkuler dengan telapak atau jari-jari tangan sehingga
kontraksi berlangsung baik (uterus teraba keras).

Gambar 8.Melepas selaput ketuban menggunakan klem


Sumber: Danforth’s Obstetrics & Gynecology, 1999

Catatan:
- Jika plasenta belum lahir dalam waktu 15 menit, berikan 10 unit oksitosin IM dosis kedua.
- Periksa kandung kemih. Jika ternyata penuh, gunakan teknik aseptik untuk memasukkan
kateter Nelaton disinfeksi tingkat tinggi atau steril untuk mengosongkan kandung kemih.
- Ulangi kembali penegangan tali pusat dan tekanan dorso-kranial seperti yang diuraikan di
atas.
- Nasehati keluarga bahwa rujukan mungkin diperlukan jika plasenta belum lahir dalam waktu
30 menit.
- Pada menit ke 30 coba lagi melahirkan plasenta dengan melakukan penegangan tali pusat

27
untuk terakhir kalinya. Jika plasenta tetap tidak lahir, rujuk segera. Ingat, apabila plasenta
tidak lahir setelah 30 menit, harus melakukan manual plasenta.
Perhatikan:
- Jika sebelum plasenta lahir kemudian mendadak terjadi perdarahan maka segera lakukan
tindakan plasenta manual untuk segera mengosongkan kavum uteri.
- Jika setelah manual masih terjadi perdarahan maka lakukan kompresi bimanual
internal/eksternal atau kompresi aorta. Beri oksitosin 10 IU dosis tambahan atau misoprostol
600-1000 mcg per rektal. Tunggu hingga uterus berkontraksi kuat dan perdarahan berhenti,
baru hentikan tindakan kompresi.

KALA IV
Kala IV persalinan adalah waktu setelah plasenta lahir sampai empat jam pertama setelah
melahirkan, perlu dilakukan pemantauan dalam waktu tersebut dikamar bersalin sebelum
dipindahkan ke kamar rawat inap untuk mengetahui komplikasi dini pasca persalinan terutama
perdarahan postpartum.
Pemantauan kala IV :
1. Ganti baju ibu dengan baju bersih dan kering. Pasang pispot datar dan lebar pada bagian
bokong untuk memantau darah yang keluar.
2. Tutup perut bawah dan tungkai dengan selimut.
3. Pantau tanda vital, kontraksi uterus, tinggi fundus, status kandung kemih dan perdarahan
tiap 15 menit hingga 2 jam pasca kala III. Lakukan estimasi jumlah perdarahan.
4. Masase uterus untuk membuat kontraksi uterus tetap baik tiap 15 menit selama 1 jam
pertama dan setiap 30 menit selama jam kedua kala IV.
5. Beri obat-obatan yang diperlukan dan minum secukupnya.
6. Bila setelah 2 jam kondisi ibu stabil dan tidak ada komplikasi, pasangkan pembalut dan
celana dalam. Pakaikan kain dan selimuti ibu. Pindahkan ibu ke ruang perawatan dan
lakukan rawat gabung dengan bayinya sesegera mungkin.

28
DAFTAR PUSTAKA

1. Cunningham et. al. William Obstetrics 23rd Edition

2. Saifuddin, AB, Adriaanz, G, Wiknjosastro, GH, Waspodo, D, 2006, Buku Acuan Nasional
Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal, Yayasan Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo-POGI-IDAI-PERINASIA-IBI-Depkes RI-ADB-WHO-JHPIEGO, Edisi 1 Cetakan 4,
Jakarta.

3. Saifuddin, AB, Affandi, B, Lu, ER, 2008, Buku Panduan Praktis Pelayanan Kontrasepsi,
Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo-Jaringan Nasional Pelatihan Klinik Kesehatan
Reproduksi (JNPKKR)- BKKBN-Depkes RI-JHPIEGO/STARH Program, Edisi 1 Cetakan 3,
Jakarta.

4. Saifuddin, AB, Danakusuma, M, Widjajakusumah, MD, Bramantyo, L, Wishnuwardhani, SD,


2007, Modul Safe Motherhood dalam Kurikulum Inti Pendidikan Dokter di Indonesia,
Konsorsium Ilmu Kesehatan Depdiknas-Depkes-WHO, Jakarta.

5. Wiknjosastro, GH, Madjid, OH, Adriaanz, G, dkk, 2007, Buku Acuan Asuhan Persalinan
Normal : Asuhan Esensial Persalinan, Jaringan Nasional Pelatihan Klinik Kesehatan
Reproduksi (JNPKKR)-POGI-USAID Indonesia-Health Service Program (HSP), Edisi 3,
Jakarta.

29
CEKLIS PENILAIAN
KETERAMPILAN PIMPINAN PERSALINAN NORMAL

Skor
No ASPEK KETERAMPILAN YANG DINILAI 0 1 2

PERSIAPAN
1. Melakukan persiapan instrumen dan medikamentosa
2. Mengecek perlengkapan untuk ibu dan bayi
3. Persiapan penolong
KALA I
4. Mengenali fase laten dan fase aktif kala I
5. Melakukan anamnesis dan pemeriksaan fisik persalinan
6. Membuat diagnosis klinis terhadap kondisi ibu dan bayi
7. Melakukan pemantauan kemajuan persalinan, kondisi ibu
dan kondisi janin
PENGENALAN KALA II
8. Mengenali gejala kala II
9. Mengenali tanda kala II (dari pemeriksaan dalam)
10. Melakukan pemantauan kemajuan persalinan, kondisi ibu
dan kondisi janin
PIMPINAN KALA II
11. Mempersiapkan ibu pada posisi siap melahirkan
12. Memimpin ibu untuk mengedan pada puncak his
13. Mengistirahatkan ibu jika his hilang dan memeriksa DJJ
pada waktu tersebut
14. Mengetahui indikasi kapan diperlukan episiotomy
15. Melakukan tindakan episiotomi dengan benar (infiltrasi
anestesi, menggunting perineum saat his)
16. Menahan perineum dan mengatur defleksi kepala bayi
17. Membersihkan muka, mulut, hidung dan kepala bayi dari
darah, air ketuban dan verniks kaseosa
18. Memeriksa adanya kemungkinan lilitan tali pusat di leher
bayi
19. Membantu melahirkan seluruh badan bayi dengan benar
20. Memastikan bayi bisa bernafas spontan
21. Memberikan bayi kepada asisten untuk dibersihkan
MANAJEMEN AKTIF KALA III

30
22. Memberikan injeksi Oksitosin 10 U im
23. Mengklem dan memotong tali pusat dengan benar
24. Melakukan penegangan tali pusat terkendali dengan benar
25. Mengenali tanda-tanda lepasnya plasenta
26.Memimpin ibu untuk mengedan saat his untuk melahirkan
plasenta
27. Melakukan tindakan2 untuk membantu melahirkan plasenta
dengan benar
28. Memeriksa apakah seluruh plasenta telah lahir secara
lengkap
29. Melakukan masase ringan pada uterus untuk memastikan
dan memperbaiki kontraksi uterus
MENJAHIT EPISIOTOMI
30. Mengecek efektifitas anestesi dan menambahkan anestesi
bila perlu
31. Melakukan jahitan dengan benar
32. Melakukan jahitan dengan pemeriksaan colok dubur
33. Menutup luka dengan kasa steril dibubuhi cairan antiseptik
PEMANTAUAN KALA IV
34. Melakukan pemantauan tanda vital dan kontraksi uterus
35. Melakukan pemantauan terhadap kemungkinan perdarahan
36. Mengetahui komplikasi/ penyulit pada kala IV
Penilaian Profesionalisme 1 2 3 4
Jumlah Skor

Penjelasan :
0 Tidak dilakukan mahasiswa
1 Dilakukan, tapi belum sempurna
2 Dilakukan dengan sempurna, atau bila aspek tersebut tidak dilakukan mahasiswa
karena situasi yang tidak memungkinkan (misal tidak diperlukan dalam skenario
yang sedang dilaksanakan).

Nilai Mahasiswa = Jumlah Skor x 100%


76

31
32

Das könnte Ihnen auch gefallen