Beruflich Dokumente
Kultur Dokumente
Disusun Oleh:
Mokh Muhyidin
24030115130085
DEPARTEMEN KIMIA
FAKULTAS SAINS DAN MATEMATIKA
UNIVERSITAS DIPONEGORO
SEMARANG
2018
1
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat dan nikmat-Nya, sehingga
penulis dapat menyelesaikan laporan praktek kerja lapangan dengan judul “Analisis Kandungan
Gas Oksidan (Ox) dan Karbon Monoksida (CO) pada Udara Ambien di Kota Semarang dan
Kabupaten Purworejo” yang dilaksanakan di Balai Pengujian dan Laboratorium Lingkungan
Hidup Provinsi Jawa Tengah.
Laporan ini disusun sebagai salah satu syarat untuk memenuhi mata kuliah Praktek Kerja
Lapangan yang merupakan mata kuliah wajib di Departemen Kimia, Fakultas Sains dan
Matematika, Universitas Diponegoro.
Dari Praktek Kerja Lapangan tersebut penulis dapat memperoleh tambahan pengalaman
serta wawasan baru yang belum pernah didapat di perkuliahan. Maka dari itu saya ucapkan
banyak terima kasih kepada:
a. Ibu Dr. Dwi Hudiyanti., M.Sc selaku ketua Departemen Kimia, Universitas
Diponegoro
b. Ibu Dra. Sriyanti, M.Si selaku koordinator praktek kerja lapangan, yang telah
memberikan pengarahan kepada penulis dalam melaksanakan praktek kerja lapangan.
c. Bapak Dr. Meiny Suzery, MS selaku dosen pembimbing yang telah membimbing
penulis dalam pembuatan laporan praktek kerja lapangan
d. Ibu Ir. Evi Darmiyanti selaku Kepala Balai Pengujian dan Laboratorium Lingkungan
Hidup, Badan Lingkungan Hidup Provinsi Jawa Tengah.
e. Ibu Arnita Ayu Kusuma, ST, M.Kes selaku pembimbing lapangan yang telah bersedia
meluangkan waktunya untuk membimbing dan memberi pengarahan selama Praktik
Kerja Lapangan.
f. Seluruh staf Laboratorium Udara Badan Pengujian Laboratorium Lingkungan Hidup
yang telah membantu penulis dalam melaksanakan Praktik Kerja Lapangan.
g. Kholid, Bima, Yunita, Desy Mutia, Eva Yuli dan Alif selaku teman PKL di Balai
Pengujian Dan Laboratorium Lingkungan Hidup Provinsi Jawa Tengah.
h. Teman-teman terbaik penulis mahasiswa kimia angkatan 2015 yang tidak dapat
disebutkan satu per satu.
i. Bapak, ibu, dan adik tercinta serta seluruh keluarga yang telah memberikan kasih
sayang serta dorongan material dan spiritualnya
2
Penulis pun menyadari bahwa dalam penyusunan Laporan Praktek Kerja Lapangan ini
masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, penulis sangat mengharapkan saran dan kritik dari
pembaca. Penulis berharap semoga Laporan Praktek Kerja Lapangan ini dapat bermanfaat bagi
seluruh mahasiswa Departemen Kimia Fakultas Sains dan Matematika Universitas Diponegoro
khususnya dan pembaca pada umumnya.
3
DAFTAR ISI
4
3.7.3 Teknik Pendinginan ......................................................Error! Bookmark not defined.
3.8 SULFUR DIOKSIDA (SO2) ............................................................................................... 17
3.9 NITROGEN DIOKSIDA (NO2) ......................................................................................... 17
3.10 METODE PENENTUAN KADAR SO2 PADA UDARA AMBIEN .............................. 18
3.10.1 Metode Pararosanilin ................................................................................................. 18
3.11 METODE PENENTUAN KADAR NO2 PADA UDARA AMBIEN ............................. 18
3.11.2 Metode Griess Saltzman ............................................................................................ 18
3.12 METODE SPEKTROFOTOMETRI .................................Error! Bookmark not defined.
3.13 LINEARITAS ....................................................................Error! Bookmark not defined.
BAB IV METODE PENGUJIAN ................................................................................................ 20
4.1 ALAT .................................................................................................................................. 20
4.1.1 Rangkaian alat .............................................................................................................. 21
4.2 ANALISIS NITROGEN DIOKSIDA (NO2) ...................................................................... 22
4.2.1 Bahan ........................................................................................................................... 22
4.2.2 Persiapan Pembuatan Pereaksi ..................................................................................... 22
4.2.3 Pembuatan Kurva Kalibrasi ......................................................................................... 23
4.2.4 Pengambilan Sampel uji NO2 ...................................................................................... 23
4.2.5 Pengujian Sampel Uji NO2 .......................................................................................... 23
4.2.6 Perhitungan .................................................................................................................. 23
4.3 ANALISA SULFUR DIOKSIDA (SO2) ............................................................................ 24
4.3.1 Bahan ........................................................................................................................... 24
4.3.2 Persiapan Pembuatan Pereaksi ..................................................................................... 25
4.3.3 Pembuatan Kurva Kalibrasi ......................................................................................... 26
4.3.4 Pengambilan sampel uji SO2........................................................................................ 26
4.3.5 Pengujian Sampel uji SO2 ............................................................................................ 27
4.3.6 Perhitungan .................................................................................................................. 27
BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN ....................................................................................... 29
5.1 HASIL PENGAMATAN .................................................................................................... 29
5.1.1 Konsentrasi Sulfur Dioksida (SO2) .............................................................................. 29
5.1.2 Konsentrasi Nitrogen Dioksida (NO2) ......................................................................... 30
5.2 PEMBAHASAN ................................................................................................................. 31
5.2.1 Analisis Konsentrasi Sulfur Dioksida (SO2) ................................................................ 31
5
5.2.2 Analisis Konsentrasi Nitrogen Dioksida (NO2) ........................................................... 34
BAB VI PENUTUP ...................................................................................................................... 38
6.1 Kesimpulan..................................................................................................................... 38
6.2 Saran ............................................................................................................................... 38
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................................... 39
6
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Udara merupakan sumber alam yang paling banyak kita butuhkan. Oksigen di udara diperlukan
untuk pernafasan, yang merupakan bagian pokok dari proses hidup. Bandingkan besarnya peranan
makanan, air dan udara bagi kehidupan manusia dan hewan (Prodjosantoso, 2011)
Udara merupakan campuran gas yang melingkupi permukaan bumi karena gaya grafitasi.
Massa seluruh udara yang ada di muka bumi adalah sekitar 5,2⋅1021 gram (g), dan udara tersebar
pada permukaan bumi seluas 5,1⋅10 sentimeter persegi (cm ). Setiap 1 cm2 permukaan tanah
18 2
7
1. Melatih kedisiplinan dan komunikasi mengenai persiapan bagi mahasiswa sebelum
masuk dalam dunia kerja.
2. Meningkatkan pengetahuan dan pengalaman dalam dunia kerja.
3. Mampu menerapkan dan mengembangkan teori ilmu kimia dan aplikasinya dalam dunia
kerja.
4. Memenuhi mata kuliah wajib yang ada di semester 6 progam studi S1 Kimia Fakultas
Sains dan Matematika (FSM), Universitas Diponegoro (UNDIP) Semarang.
1.3.2.Tujuan Khusus
1. Mengetahui cara sampling udara ambien (SO2, NO2, NH3, Ox, CO, H2S, TSP (debu), dan
kebisingan.
2. Mengetahui Kadar gas Oksidan (Ox) di Kota Semarang dan Kabupaten Purworejo
3. Mengetahui kadar Karbon Monoksida (CO) di Kota Semarang dan Kabupaten Purworejo
1.4 Manfaat
Melalui Praktek Kerja Lapangan ini diharapkan dapat memberikan pengalaman bagi
mahasiswa dan menambah wawasan serta pengetahuan mengenai kualitas udara dan prosedur
standar analisis udara. Selain itu juga diharapkan dapat memberikan informasi kepada
masyarakat tentang parameter diatas. Manfaat lain yang dapat diperoleh dari penelitian ini adalah
dapat mengetahui kandungan-kandungan dari udara ambien yang meliputi dari kandungan SO2,
NH3, NO2, Ox, CO, H2S, TSP (debu), dan kebisingan dalam suatu lingkungan di daerah tertentu.
8
BAB II
GAMBARAN LEMBAGA
2.1 Balai Pengujian dan Laboratorium Lingkungan Hidup (BPL2H)
2.1.1 Sejarah BPL2H
Pada mulanya Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan (DLHK) bernama Biro
Lingkungan Hidup. Pada tahun 1998, berdasarkan Peraturan Daerah (Perda), nama Biro
Lingkungan Hidup diganti menjadi Badan Pengendalian Dampak Lingkungan Daerah
(BAPEPDALDA) Provinsi Jawa Tengah.
Pada tahun 2002, nama BAPEPDALDA dirubah menjadi Badan Pengelolaan dan
Pengendalian Dampak Lingkungan (BAPEPDAL) Provinsi Jawa Tengah. Kemudian pada tahun
2008 dirubah kembali menjadi Badan Lingkungan Hidup (BLH) Provinsi Jawa Tengah dan pada
tahun ini dibentuklah Balai Pengujian dan Laboratorium Lingkungan Hidup (BPL2H).
Selanjutnya pada tahun 2017 Badan Lingkungan Hidup (BLH) Provinsi Jawa Tengah menjadi
Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan (DLHK) Provinsi Jawa Tengah.
Balai Pengujian dan Laboratorium Lingkungan Hidup (BPL2H) Provinsi Jawa Tengah
yang sekarang di kepalai oleh Ir. Evi Darmiyanti mempunyai tugas pokok melaksanakan
penyusunan dan pelaksanakan kebijakan daerah di bidang lingkungan hidup. BPL2H dibentuk
berdasarkan Peraturan Gubernur Jawa Tengah Nomor 51 Tahun 2008 dan mempunyai tugas
pokok melaksanakan kegiatan teknis operasional dan atau kegiatan teknis penunjang Badan di
bidang pengujian dan laboratorium lingkungan hidup.
9
4. Meningkatkan mutu laboratorium lingkungan dengan melakukan pengelolan laboratorium
secara profesional dengan mengacu pada sistem Manajemen Laboratorium Pengujian (SNI
ISO/IEC 17025: 2008) agar tercapai efisiemsi dan efektivitas.
5. Melakukan koordinasi dengan Pemerintah Pusat, Dinas/Instansi Pemerintah Provinsi dan
Pemerintah Kabupaten/Kota.
6. Menjalin kerja sama dengan Perguruan Tinggi, Laboratorium Lingkungan lainya dan
swasta serta industri.
7. Melakukan upaya secara berkelanjutan untuk meningkatkan kualitas mutu layanan kepada
pelanggan.
10
11
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
3.1 Udara
Udara merupakan campuran gas yang melingkupi permukaan bumi karena gaya grafitasi.
Massa seluruh udara yang ada di muka bumi adalah sekitar 5,2⋅1021 gram (g), dan udara tersebar
pada permukaan bumi seluas 5,1⋅1018 sentimeter persegi (cm2). Setiap 1 cm2 permukaan tanah
diselimuti oleh sekitar 1 kilogram (kg) udara Komponen yang konsentrasinya paling bervariasi
yaitu uap air dan CO2, kegiatan yang berpotensi menaikkan konsentrasi CO2 seperti pembusukan
sampah tanaman, pembakaran atau sekumpulan massa manusia di dalam ruangan terbatas yaitu
karena proses pernapasan.(Prodjosantoso, 2011)
Industri rumah tangga, memiliki jumlah tenaga kerja antara 1–4 orang.
3.4 Udara Ambien
Udara ambien adalah udara bebas dipermukaan bumi pada lapisan troposfir yang berada
di dalam wilayah yurisdiksi Republik Indonesia yang dibutuhkan dan mempengaruhi kesehatan
manusia, makhluk hidup dan unsur lingkungan hidup lainnya. Mutu udara ambien adalah kadar
zat, energi, dan/atau komponen lain yang ada di udara bebas. Status mutu udara ambien adalah
12
keadaan mutu udara di suatu tempat pada saat dilakukan inventarisasi. Pemantauan kualitas
udara ambien merupakan salah satu upaya untuk mengevaluasi tingkat keberhasilan program
pengendalian pencemaran udara yang telah dilakukan. Hasil pemantauan kualitas udara ambien
dapat dijadikan indikator untuk menentukan prioritas program pengendalian pencemaran udara
yang perlu dilakukan.(PMNLH, 2010).
3.5 Baku Mutu Udara Ambien
Baku mutu udara ambien adalah ukuran batas atau kadar zat,energi, dan /atau komponen
yang ada atau yang seharusnya ada dan/atau unsur pencemar yang ditenggang keberadaanya
dalamudara ambien.(PMNLH, 2010)
Tabel baku mutu udara ambien
No Waktu
Parameter Baku Mutu Metode Analisis Peralatan
. Pengukuran
13
8 Pb(Timah 24 Jam 2 ug/Nm3 Gravimetric Hi – Vol
Hitam) 1 Jam 1 ug/Nm3 Ekstraktif AAS
Pengabuan
14
akibat proses alam disebut biogenic emissions, contohnya yaitu dekomposisi bahan
organic oleh bakteri pengurai yang menghasilkan gas metan (CH4). Emisi yang
disebabkan kegiatan manusia disebut anthropogenic emissions. Contoh anthropogenic
emissions yaitu hasil pembakaran bahan bakar fosil, pemakaian zat kimia yang
disemprotkan ke udara, dan sebagainya.
Nugroho (2005) menyebutkan sumber pencemaran udara dengan istilah faktor
internal dan faktor eksternal. Faktor internal terjadi secara alamiah. Sedangkan faktor
eksternal merupakan pencemaran udara yang diakibatkan ulah manusia. Sumber
pencemaran udara dapat pula dibagi atas:
1. Sumber bergerak, seperti: kendaraan bermotor
2. Sumber tidak bergerak, seperti:
Sumber titik, contoh: cerobong asap
Sumber area, contoh: pembakaran terbuka di wilayah
pemukiman (Soemirat, 2002)
3.6.3 Faktor Yang Mempengaruhi Pencemaran Udara Ambien
Menurut Departemen Kesehatan RI (1994), beberapa keadaan cuaca yang dapat
mempengaruhi kualitas udara yaitu:
1. Suhu udara
Suhu udara mempengaruhi konsentrasi pencemar udara. Jika suhu udara tinggi
menyebabkan udara makin renggang sehingga konsentrasi pencemar menjadi rendah.
Sebaliknya pada suhu yang dingin keadaan udara makin padat sehingga konsentrasi
pencemar di udara tampaknya makin tinggi.
2. Kelembaban
Kelembaban udara juga dapat mempengaruhi konsentrasi pencemar di udara. Pada
kelembaban yang tinggi maka kadar uap air di udara dapat bereaksi dengan pencemar udara
menjadi zat lain yang tak berbahaya atau menjadi pencemar sekunder.
3. Tekanan udara
Tekanan udara tertentu dapat mempercepat atau menghambat terjadinya suatu reaksi
kimia antara pencemar dengan zat pencemar di udara atau zat-zat yang ada di udara,
sehingga pencemar udara dapat bertambah ataupun berkurang.
4. Angin
15
Angin adalah udara yang bergerak. Akibat pergerakan udara maka akan terjadi suatu
proses penyebaran sehingga dapat mengakibatkan pengenceran dari bahan pencemaran
udara, sehingga kadar suatu pencemar pada jarak tertentu dari sumber akan mempunyai
kadar yang berbeda. Demikian juga halnya dengan arah dan kecepatan angin dapat
mempengaruhi kadar bahan pencemar setempat.
5. Sinar matahari
Sinar matahari juga mempengaruhi kadar pencemar udara di udara karena dengan
adanya sinar matahari tersebut maka beberapa pencemar di udara dapat dipercepat atau
diperlambat reaksinya dengan zat-zat lain di udara sehingga kadarnya dapat berbeda
menurut banyaknya sinar matahari yang menyinari bumi. Demikian juga halnya mengenai
banyaknya panas matahari yang sampai ke bumi, yang dapat mempengaruhi kadar pencemar
udara.
6. Curah hujan
Adanya hujan yang merupakan suatu partikel air di udara yang bergerak dari atas
jatuh ke bumi, dapat menyerap pencemar gas tertentu ke dalam partikel air, serta dapat
menangkap partikel debu baik yang inert maupun partikel debu yang lain, menempel pada
partikel air dan dibawa jatuh ke bumi. Dengan demikian pencemar dalam bentuk partikel
dapat berkurang konsentrasinya akibat jatuhnya hujan.
16
Keberadaan sumber polutan tidak langsung dapat menimbulkan masalah polusi udara.
Kualitas udara berubah secara kontinyu tergantung pada aktivitas yang dilakukan manusia dan
kondisi alam. (Prodjosantoso, 2011)
3.7 Oksidan (Ox)
Oksidan (O3) merupakan senyawa di udara selain oksigen yang memiliki sifat sebagai
pengoksidasi. Oksidan adalah komponen atmosfir yang diproduksi oleh proses fotokimia, yaitu
suatu proses kimia yang membutuhkan sinar matahari mengoksidasi komponen-komponen yang
tak segera dioksidasi oleh oksigen. Senyawa yang terbentuk merupakan bahan pencemar
sekunder yang diproduksi karena interaksi antara bahan pencemar primer dengan sinar.
Hidrokarbon merupakan komponen yang berperan dalam produksi oksidan fotokimia. Reaksi ini
juga melibatkan siklus fotolitik NO2. Polutan sekunder yang dihasilkan dari reaksi hidrokarbon
dalam siklus ini adalah ozon dan peroksiasetilnitrat.
Ozon merupakan salah satu zat pengoksidasi yang sangat kuat setelah fluor, oksigen dan
oksigen fluorida (OF2). Meskipun di alam terdapat dalam jumlah kecil tetapi lapisan lain dengan
bahan pencemar udara Ozon sangat berguna untuk melindungi bumi dari radiasi ultraviolet (UV-
B). Ozon terbentuk diudara pada ketinggian 30 km dimana radiasi UV matahari dengan panjang
gelombang 242 nm secara perlahan memecah molekul oksigen (O2) menjadi atom oksigen
tergantung dari jumlah molekul O2 atom-atom oksigen secara cepat membentuk ozon. Ozon
menyerap radiasi sinar matahari dengan kuat didaerah panjang gelombang 240-320 nm. Absorpsi
radiasi elektromagnetik oleh ozon didaerah ultraviolet dan inframerah digunakan dalam metode-
metode analitik.
3.8 Karbon Monoksida (CO)
Karbon Monoksida (CO) adalah hasil pembakaran tidak sempurna bahan karbon atau
bahan-bahan yang mengandung karbon (Suma’mur, 2009). Karbon Monoksida merupakan gas
yang tidak berbau, tidak berasa dan juga tidak berwarna. Oleh karena itu lingkungan yang telah
tercemar oleh gas CO tidak dapat dilihat oleh mata (Wardhana, 2004).
Karbon Monoksida dibuat manusia karena pembakaran tidak sempurna bensin dalam
mobil maupun sepeda motor, pembakaran di perindustrian, pembangkit listrik, pemanas rumah,
pembakaran di pertanian, dan sebagainya. Gas ini tidak berwarna atau berbau, tetapi amat
berbahaya (Sastrawijaya, 2009). Gas CO dapat berbentuk cairan pada suhu dibawah -129°C. Gas
CO sebagian besar berasal dari pembakaran bahan bakar fosil dengan udara berypa gas buangan.
17
Di kota besar yang padat lalu lintasnya biasanya akan banyak menghasilkan gas CO sehingga
kadar CO dalam udara relative tinggi dibandingkan dengan daerah pedesaan. Selain itu, gas CO
dapat pula terbentuk dari proses industry (Saputra, 2009).
Karbon monoksida dihasilkan pada pembakaran tidak sempurna. Contoh, 4 sampai 7
persen dari gas buangan kendaraan bermotor dan gas dari cerobong asap merupakan CO.
Senyawa ini sangatlah beracun karena dapat berikatan kuat dengan hemoglobin dan menghambat
proses pengankutan oksigen ke jaringanjaringan tubuh. Karbon monoksida berikatan 200 kali
lebih kuat dengan hemoglobin daripada oksigen dan oleh karenanya sangat sulit untuk
melepaskannya ketika telah berikatan dengan darah (Soetrisno, 2003). Berkaitan dengan
karekteristik CO yang afinitasnya terhadap hemoglobin 250-300 kali lebih kuat daripada afinitas
oksigen, CO akan membentuk ikatan karboksihemoglobin, sehingga menghambat distribusi
oksigen ke jaringan tubuh, maka organ yang sangat sensitive terhadap keracunan karbon
monoksida adalah organ-organ dengan kebutuhan oksigen paling banyak (Anggareini, 2009).
3.9 Metode Penentuan Kadar Oksidan (Ox)
3.9.1 Metode NBKI (Neutral Buffer Kalium Iodide)
Oksidan dari udara ambien yang telah dijerap oleh larutan NBKI dan bereaksi dengan ion
iodida membebaskan iod (I2) yang berwarna kuning muda. Konsentrasi larutan
ditentukan secara spektrofotometri pada panjang gelombang 352 nm.
18
infra merah yang masuk ke dalam detektor akan berfluktuasi sesuai dengan intensitas sinar yang
terabsorbsi oleh contoh uji yang sedang diukur.
Di dalam detektor, terdapat membran yang dapat mengukur fluktuasi tekanan contoh uji.
Fluktuasi tekanan terjadi jika terdapat perbedaan jumlah energi infra merah yang terabsorbsi oleh
contoh uji dan gas nol (zero gas) di dalam sel. Perbedaan ini menciptakan fluktuasi yang
ekivalen dengan perbedaan tekanan dalam membran. Hal ini kemudian diubah menjadi sinyal
fluktuasi elektrik yang diperkuat.
19
BAB IV
METODE PENGUJIAN
Pengujian terhadap kualitas udara di salah satu Rumah Sakit di Kota Semarang dilakukan
pada 3 titik untuk penetuan kadar Nitrogen Dioksida (NO2) dan sulfur dioksida (SO2). Tahapan
yang dilakukan yaitu pengambilan sampel (sampling), pembuatan kurva kalibrasi, dan
penghitungan kadar NO2 dan SO2 dalam udara ambien. Alat yang digunakan untuk sampling
udara ambien disebut air sampler impinger yang terdiri atas botol impinger, flow meter, dan
pompa vakum.
4.1 ALAT
1. Labu ukur 10 ml; 25 ml; 250 ml; 500 ml; dan 1000 ml;
2. Pipet volumetrik 0,5 ml;1 ml; 2 ml; 5 ml;10 ml; 50 ml;
3. Gelas ukur 100 ml;
4. Gelas piala 100 ml; 250 ml; 500 ml; 1000 ml
5. Tabung uji ;
6. Spektrofotometer UV-VIS dan cuvet
7. Timbangan analitik dengan ketelitian 0,1 mg;
8. Buret 50 ml;
9. Oven
10. Erlenmeyer 250 ml;
11. Kaca arloji;
12. Botol Pyrex berwarna gelap
13. Desikator
14. Termometer tipe Hanna Instrument;
15. Barometer tipe Barigo;
16. Higrometer tipe Center 310;
17. Anemometer tipe Prova-Avm 03
18. Pengaduk;
19. Botol pereaksi;
20
4.1.1 Rangkaian alat
Peralatan pengambilan contoh uji NO2 dan SO2 seperti pada gambar IV.1 (setiap unit
peralatan disambung dengan selang silikon dan tidak mengalami kebocoran).
Gambar IV.1 Rangkaian peralatan pengambilan contoh uji NH3 dan SO2
Keterangan alat:
A. Botol impinger C. Pompa vakum
B. Termometer
Untuk pengumpulan contoh udara diperlukan peralatan pengambilan contoh udara yang
pada umumnya terdiri atas botol impinger, flow meter dan pompa vakum. Botol impinger
berfungsi sebagai tempat untuk mengumpulkan gas yang tertangkap serta sebagai tempat
berlangsungnya reaksi. Flow meter digunakan untuk mengukur kecepatan aliran udara. Pompa
vakum digunakan untuk menghisap udara ke dalam botol impinger. Cara kerja air sampler
21
impinger yaitu menarik udara dengan pompa hisap ke dalam botol impinger yang berisi larutan
penjerap.
4.2 ANALISIS NITROGEN DIOKSIDA (NO2)
4.2.1 Bahan
1. Hablur asam sulfanilat (H2NC6H4SO3H)
2. Larutan asam asetat glasial (CH3COOH pekat)
3. Air Suling bebas nitrit
4. Larutan induk N-(1-naftil)-etilendiamin dihidroklorida (NEDA, C12H16Cl2N2)
5. Aseton (C3H6O)
6. Larutan Penjerap Griess Saltzman
7. Larutan induk nitrit (NO2-) 1640µg/ml
8. Natrium Nitrit (NaNO2)
9. Larutan standar nitrit (NO2)
4.2.2 Persiapan Pembuatan Pereaksi
1. Larutan induk N-(1-naftil)-etilendiamin dihidroklorida (NEDA, C12H16Cl2N2)
a. Larutkan 0,1 g NEDA dengan air suling ke dalam labu ukur 100 mL, kemudian
encerkan dengan air suling sampai tanda tera lalu homogenkan.
b. Larutan tersebut dipindahkan ke dalam botol coklat dan simpan di lemari pendingin.
2. Larutan Penjerap Griess Saltzman
a. Larutkan 5 g asam sulfanilat (H2NC6H4SO3H) dalam gelas piala 1000 mL dengan 140
mL asam asetat glasial, aduk secara hati hati dengan stirrer sambil ditambahkan
dengan air suling hingga kurang lebih 800 mL.
b. Pindahkan Larutan tersebut ke dalam labu ukur 1000 mL.
c. Tambahkan 20 mL larutan induk NEDA, dan 10 mL aseton, tambahkan air suling
hingga tanda tera, lalu homogenkan.
3. Larutan induk nitrit (NO2-) 1640µg/ml
a. Keringkan Natrium nitrit (NaNO2) dalam oven selama 2 jam pada suhu 1050C, dan
dinginkan dalam desikator ;
b. Timbang 0,246 g Natrium Nitrit yang tersebut diatas, Kemudian larutkan ke dalam
labu ukur 100 mL dengan air suling, tambahkan air suling hingga tanda tera, lalu
homogenkan;
c. Pindahkan larutan tersebut ke dalam botol coklat dan simpan di lemari pendingin.
4. Larutan Standar Nitrit (NO2-)
Masukkan 10 mL larutan induk Natrium Nitrit ke dalam labu ukur 1000 mL, tambahkan
air suling hingga tanda tera, lalu homogenkan.
22
4.2.3 Pembuatan Kurva Kalibrasi
1. Optimalkan alat Spektrofotometer sesuai petunjuk penggunaan alat.
2. Masukkan masing masing 0,0 mL ; 0,1 mL; 0,2 mL; 0,4 mL; 0,6 mL; 0,8 mL dan 1,0 mL
larutan standar nitrit menggunakan pipet volumetrik atau buret mikro ke dalam tabung uji
25 mL.
3. Tambahkan larutan penjerap sampai tanda tera. Kocok dengan baik dan biarkan selama
15 menit agar pembentukan warna sempurna.
4. Ukur serapan masing-masing larutan standar dengan spektrofotometer padapanjang
gelombang 550 nm.
5. Buat kurva kalibrasi antara serapan dengan jumlah NO2 (µg).
4.2.4 Pengambilan Sampel uji NO2
Sampel NO2 diambil pada tiga titik di Salah satu rumah sakit di Kota Semarang masing-
masing selama 1 jam. Sebanyak 10 mL larutan penjerap Griess Saltzman untuk NO2 dimasukkan
ke dalam botol penjerap. Botol penjerap diatur agar terlindung dari hujan dan sinar matahari
langsung. Pompa penghisap udara dihidupkan dan diatur kecepatan alir 0,4 L/menit, setelah
stabil dicatat laju alir awal F1 (L/menit) dalam flow meter. Pengambilan sampel dilakukan
selama 1 jam sambil dilakukan pencatatan temperatur dan tekanan udara. Setelah 1 jam, dicatat
laju alir akhir F2 (L/menit) dan kemudian pompa penghisap dimatikan. Analisis dilakukan di
lapangan segera setelah pengambilan sampel.
4.2.5 Pengujian Sampel Uji NO2
1. Masukkan larutan contoh uji ke dalam Kuvet pada alat spektrofotometer, lalu ukur
intensitas warna merah muda yang terbentuk pada panjang gelombang 550 nm.
2. Baca serapan contoh uji kemudian hitung konsentrasi dengan menggunakan kurva
kalibrasi.
3. Lakukan langkah-langkah butir 1 sampai 2 untuk larutan penjerap yang diukur sebagai
larutan blanko.
4.2.6 Perhitungan
1. Volume Sampel Udara yang Diambil
Volume sampel udara yang diambil dikoreksi pada kondisi normal (25oC, 760
mmHg) dengan menggunakan rumus sebagai berikut:
F 1 F2 P 298
V t a
2 Ta 760
Keterangan:
V = volume udara yang dihisap (L)
23
F1 = laju alir awal (L/menit)
F2 = laju alir akhir (L/menit)
t = durasi pengambilan sampel udara (menit)
Pa = tekanan barometer rata-rata selama pengambilan sampel (mmHg)
Ta = temperatur rata-rata selama pengambilan sampel (K)
298 = temperatur pada kondisi normal 25oC (K)
760 = tekanan pada kondisi normal 1 atm (mmHg)
Konsentrasi SO2 dalam sampel udara ambien dapat dihitung dengan rumus
sebagai berikut:
a
C 1000
V
Keterangan:
C = konsentrasi SO2 di udara (µg/Nm3)
a = jumlah SO2 dari sampel dengan melihat kurva kalibrasi (µg)
V = volume udara pada kondisi normal (L)
1000 = konversi liter (L) ke m3
4.3 ANALISA SULFUR DIOKSIDA (SO2)
4.3.1 Bahan
1. Larutan penjerap tetrakloromerkurat (TCM) (HgCl42-) 0,04 M
2. Merkuri (II) Klorida (HgCl2)
3. EDTA [(HOCOCH2)2N(CH2)2N(CH2COONa)2.2H2O]
4. Larutan induk natrium metabisulfit (Na2S2O5)
5. Larutan kerja pararosanilin (C19H19N3)
6. Larutan asam sulfamat (NH2SO3H) 0,6% b/v
7. Larutan formaldehida (HCHO) 0,2% v/v
8. Larutan standar natrium metabisulfit (Na2S2O5)
24
9. Larutan iod (I2) 0,01 N
10. Larutan indikator kanji
11. Larutan asam klorida (HCl) 1 M
12. Larutan natrium tio sulfat (Na2S2O3) 0,01 N
13. Larutan asam fosfat (H3PO4) 3 M
14. Larutan induk pararosanilin hidroklorida (C19H17N3.HCl) 0,2%
15. Larutan penyangga asetat 1 M (pH = 4,74)
4.3.2 Persiapan Pembuatan Pereaksi
1. Larutan penjerap tetrakloromerkurat (TCM) (HgCl42-) 0,04 M
a. Larutkan 10,86 g merkuri (II) klorida (HgCl2) dengan 800 mL air suling ke dalam
gelas piala 1000mL.
b. Tambahkan berturut turut 5,96 g Kalium Klorida (KCl) dan 0,066 g EDTA
[(HOCOCH2)2N(CH2)2N(CH2COONa)2.2H2O] lalu aduk sampai homogen.
c. Pindahkan ke dalam labu ukur 1000 mL, encerkan dengan air suling hingga tanda
tera lalu homogenkan.
2. Larutan induk natrium metabisulfit (Na2S2O6)
a. Larutkan 0,3 Na2S2O5 dengan air suling ke dalam gelas piala 100 mL.
b. Pindahkan ke dalam labu ukur 500 mL, encerkan dengan air suling hingga tanda
tera lalu homogenkan.
3. Larutan standar natrium metabisulfit (Na2S2O6)
Masukkan 2 mL larutan induk sulfit ke dalam labu ukur 100 mL, encerkan sampai
tanda tera dengan larutan penjerap lalu homogenkan.
4. Larutan induk iod (I2) 0,1N
a. Masukkan dalam gelas piala berturut turut 12,7 g iod dan40,0 g kalium iodida
(KI).
b. Larutkan campuran tersebut dengan 25 mL air suling.
c. Pindahkan secara kuantitatif ke dalam labu ukur 1000 mL, encerkan dengan air
suling lalu homogenkan.
5. Larutan indikator kanji
a. Masukkan dalam gelas piala 250 mL berturut turut 0,4 g kanji dan 0,002 merkuri
(II) iodida (HgI2)
b. Larutkan secara hati hati dengan air mendidih sampai volume larutan mencapai
200 mL.
c. Panaskan larutan tersebut sampai larutan jernih, lalu dinginkan dan pindahkan ke
dalam botol pereaksi.
6. Larutan induk natrium tio sulfat (Na2S2O3) 0,1 N
a. Larutkan 24,82 g Na2S2O3.5H2O dengan 200 mL air suling dingin yang telah
dididih
25
b. kan ke dalam gelas piala 250 mL dan tambahkan 0,1 g Natrium Karbonat
(Na2CO3).
c. Pindahkan ke dalam labu ukur 1000 mL kemudian encerkan dengan air suling
sampai tanda tera dan homogenkan.
d. Diamkan larutan ini selama 1 hari sebelum dilakukan standarisasi.
7. Larutan asam sulfamat (NH2SO3H) 0,6 % b/v
larutkan 0,6 g asam sulfamat ke dalam labu ukur 100 mL, encerkan dengan air
suling sampai tanda tera, lalu homogenkan.
8. Larutan induk pararosanilin hidroklorida (C18H17N3.HCl) 0,2%
Larutkan 0,2 g pararosanilin hidroklorida ke dalam labu ukur 100 mL, encerkaan
dengan larutan HCl 1M sampai tanda tera, lalu homogenkan.
9. Larutan kerja Pararosanilin
a. Masukkan 40 mL larutan induk pararosanilin ke dalam labu ukur 500 mL, (bila
kemurnian larutan induk pararosanilin lebih kecil dari 100% tambahkan setiap
kekurangan 1% dengan 0,4 mL larutan induk pararosanilin).
b. Tambahkan 50 mL larutan asam fosfat 3 M.
c. Tepatkan hingga tanda tera dengan air suling lalu homogenkan.
4.3.3 Pembuatan Kurva Kalibrasi
1. Optimalkan alat spektrofotometer sesuai petunjuk penggunaan alat.
2. Masukkan masing-masing 0,0 mL; 1,0 mL; 2,0 mL; 3,0 mL dan 4,0 mL larutan standar
Na2S2O5 ke dalam tabung uji 25 mL
3. Tambahkan larutan penjerap sampai volume 10 mL.
4. Tambahkan 1 mL larutan asam sulfamat 0,6% dan tunggu sampai 10 menit.
5. Tambahkan 2,0 mL larutan formaldehida 0,2%
6. Tambahkan 5,0 mL larutan pararosanilin.
7. Tepatkan dengan air suling sampai volum 25 mL, lalu homogenkan dan tunggu sampai
30-60 menit.
8. ukur serapan masing-masing larutan standar dengan spektrofotometer pada panjang
gelombang 550 nm.
9. Buat kurva kalibrasi antara serapan dengan jumlah SO2 (µg).
4.3.4 Pengambilan sampel uji SO2
Sampel SO2 diambil pada tiga titik di Salah satu rumah sakit di Kota Semarang masing-
masing selama 1 jam. Sebanyak 10 ml larutan penjerap tetrakloromerkurat (TCM) untuk SO2
dimasukkan ke dalam botol penjerap. Botol penjerap diatur agar terlindung dari hujan dan sinar
matahari langsung. Pompa penghisap udara dihidupkan dan diatur kecepatan alir 0,5 L/menit
sampai 1 L/menit, setelah stabil catat laju alir awal F1 (L/menit) dalam flow meter. Pengambilan
sampel gas SO2 dilakukan selama 1 jam sambil dilakukan pencatatan temperatur dan tekanan
udara. Setelah 1 jam, laju alir akhir F2 (L/menit) dicatat dan kemudian pompa penghisap
26
dimatikan. Sampel yang telah diambil lalu didiamkan selama 20 menit untuk menghilangkan
pengganggu.
Volume sampel udara yang diambil dikoreksi pada kondisi normal (25oC, 760
mmHg) dengan menggunakan rumus sebagai berikut:
F 1 F2 P 298
V t a
2 Ta 760
Keterangan:
V = volume udara yang dihisap (L)
F1 = laju alir awal (L/menit)
F2 = laju alir akhir (L/menit)
t = durasi pengambilan sampel udara (menit)
Pa = tekanan barometer rata-rata selama pengambilan sampel (mmHg)
Ta = temperatur rata-rata selama pengambilan sampel (K)
298 = temperatur pada kondisi normal 25oC (K)
760 = tekanan pada kondisi normal 1 atm (mmHg)
2. Konsentrasi SO2 pada Sampel Udara Ambien
Konsentrasi SO2 dalam sampel udara ambien dapat dihitung dengan rumus
sebagai berikut:
a
C 1000
V
27
Keterangan:
C = konsentrasi SO2 di udara (µg/Nm3)
a = jumlah SO2 dari sampel dengan melihat kurva kalibrasi (µg)
V = volume udara pada kondisi normal (L)
1000 = konversi liter (L) ke m3
28
BAB V
HASIL DAN PEMBAHASAN
Penelitian ini mengambil sampel udara ambien lingkungan kerja di salah satu Rumah
sakit di kota semarang. sampel udara pada penelitian ini diambil tiap 6 bulan sekali dari tahun
2015 sampai 2018 Pengambilan dan pengujian sampel mengacu pada SNI 19-7119.2-2005
menggunakan metode Griess saltzman untuk parameter NO2 dan parameter SO2 mengacu pada
SNI 19-7119.7-2005 menggunakan metode Pararosanilin.
Sampel udara yang dianalisa diambil dengan menggunakan alat yang disebut impinger.
Teknik pengumpulan gas ini termasuk pada teknik absorpsi, yaitu teknik pengumpulan gas
berdasarkan kemampuan gas bereaksi dengan larutan pereaksi spesifik (larutan absorben).
Pereaksi kimia yang digunakan harus spesifik, yaitu hanya dapat bereaksi dengan gas pencemar
tertentu yang akan dianalisis.
Alat impinger lalu diletakkan sesuai arah angin yang telah ditentukan. Koordinat titik
ditentukan untuk mengetahui lokasi pengambilan sampel. Botol impenger lalu ditambahkan
sebanyak 10 ml larutan penjerap yang telah dibuat. Laju alir ditentukan dengan flowmeter sesuai
masing-masing parameter uji. Setelah itu, pengambilan sampel selama 1 jam untuk kedua
sampel, SO2 dan NO2. Lalu absorbansi dianalisis menggunakan spektrofotometer UV-Vis pada
panjang gelombang 550 nm.
Tahun Semester Titik Laju alir Tekanan Suhu Jumlah Volume Konsentrasi
(L/menit) Udara udara SO2 hasil sampel SO2
(mmHg) (K) kurva (L) diudara
kalibrasi (µg/Nm3)
(µg)
2015 I 1 0.5 743.2 296.7 -0.574 29.4648 -19.4809
2 0.5 742.7 304.1 -0.3311 28.7286 -11.5251
3 0.5 741.9 296.9 -0.34 29.3936 -11.5671
II 1 0.5 738 300.6 0.0438 28.8791 1.5166
2 0.5 737.5 300.6 0.126 28.8596 4.3659
3 0.5 743.1 301.2 -0.0201 29.0208 -0.69261
2016 I 1 0.5 742.6 297.8 -0.8337 29.3356 -28.4194
2 0.5 742.7 296.6 -1.7577 29.4510 -59.6822
3 0.5 743.25 294.3 -1.5430 29.7073 -51.9401
29
II 1 0.5 742 299.6 -0.2438 29.1326 -8.3686
2 0.5 741.8 296.4 -0.4329 29.4392 -14.7049
3 0.5 742.1 295.2 -0.4668 29.5708 -15.7858
2017 I 1 0.5 741.8 300.3 0.1148 29.0568 3.9508
2 0.5 739.5 301.2 0.1605 28.8802 5.5574
3 0.5 742.9 296.1 0.0793 29.5127 2.6869
II 1 0.5 740.6 298.3 0.0082 29.2043 0.2807
2 0.5 739.8 294.8 -0.1563 29.5191 -5.2948
3 0.5 740.2 299.2 -0.132 29.1007 -4.5359
2018 I 1 0.5 739.1 303.5 -0.0928 28.6458 -3.2395
2 0.5 738.5 300.1 0.1129 28.9468 3.9002
3 0.5 737.7 309.3 0.1840 28.0555 6.5584
30
5.2 PEMBAHASAN
5.2.1 Analisis Konsentrasi Sulfur Dioksida (SO2)
5.2.1.1 Pembuatan kurva kalibrasi
Sebelum pembuatan kurva kalibrasi dilakukan penentuan konsentrasi SO2 dalam larutan
standar Na2S2O5. Pertama penambahan larutan iod 0,01 N ke dalam larutan induk Na2S2O5 dan
didiamkan selama 5 menit. Kemudian dilakukan proses titrasi dengan larutan tio 0,01 N sampai
warna larutan kuning muda (warna minyak goreng). Setelah itu dilakukan penambahan indikator
kanji dan dilanjutkan titrasi dengan larutan tio 0,01 N sampai warna biru tepat hilang yang
menunjukkan bahwa titrasi sampai titik akhir. Selanjutnya adalah menyiapkan air suling sebagai
larutan blanko dalam erlenmeyer yang lain dan ulangi langkah langkah diatas.
Konsentrasi SO2 dapat dihitung dengan cara :
Dimana :
C = konsentrasi SO2 dalam larutan induk Na2S2O5 (µg/mL)
Vb = volume natrium tio sulfat hasil titrasi blanko (mL)
Vc = volume natrium tio sulfat hasil titrasi larutan induk Na2S2O5 (mL)
N = normalitas larutan natrium tio sulfat (N)
Va = volume larutan induk Na2S2O5 yang dipipet (mL)
1000 = konversi gram ke µg
32,03 = massa ekivalen SO2 (BM SO2/2)
Hasil konsentrasi SO2 dalam larutan induk natrium metabisulfat (Na2S2O5) yang
diperoleh berdasarkan rumus di atas adalah 381.5 µg/ml. sehingga dari konsentrasi tersebut dapat
diketahui konsentrasi SO2 dalam larutan standar natrium metabisulfat (Na2S2O5) yaitu sebesar
7.63 µg/ml.
Setelah diketahui konsentrasi SO2 dalam larutan standar natrium metabisulfat (Na2S2O5),
kemudian dilakukan pengukuran absorbansi. Larutan standar Na2S2O5 ditambahkan dengan
larutan penjerap dan 1 mL larutan asam sulfamat kemudian didiamkan selama 10 menit. Setelah
itu dilakukan penambahan 2 mL larutan formaldehida, 5 mL larutan pararosanilin, dan air suling
sampai volume 25 mL lalu dihomogenkan dan didiamkan kembali selama 30-60 menit.
31
Kemudian dilakukan pengukuran absorbansi masing-masing larutan standar dengan
spektrofotometer UV-Vis pada panjang gelombang 550 nm.
No Volume larutan Konsentrasi SO2 absorbansi
standar SO2 (mL) (µg)
1 0.0 0.0 0.0021
2 1.0 7.631 0.2070
3 2.0 15.262 0.4119
4 3.0 22.895 0.6166
5 4.0 30.527 0.8176
Dari data diatas selanjutnya dibuat kurva kalibrasi antara absorbansi dengan konsentrasi
SO2 (µg) sebagai berikut.
kurva kalibrasi
0.9
0.8 y = 0.0267x + 0.0029
0.7 R² = 1
absorbansi
0.6
0.5
0.4
0.3
0.2
0.1
0
0 5 10 15 20 25 30 35
konsentrasi SO2 (µg)
32
membentuk warna ungu. Pada akhir reaksi di atas diperoleh larutan pararosanilin metil sulfonat
yang berwarna ungu. Intensitas warna ungu inilah yang selanjutnya diukur dengan
spektrofotometer pada panjang gelombang 550 nm. Warna ungu yang terbentuk dikarenakan
terdapat adanya transisi elektromagnetik oleh senyawa SO2 akibat perlakuan tertentu.
Intensitas warna diukur dengan spektrofotometer yang terjadi secara langsung
berhubungan dengan jumlah SO2 dalam sampel udara telah diambil. Metode pengukuran
didasarkan pada Schiff reaksi yang dapat mengukur konsentrasi SO2 di kisaran 25-1000 mg / m3
pada laju aliran sampel udara, sedangkan untuk yang lebih kecil dari 25 mg/m 3 bisa diukur
dengan volume udara bahwa sampel yang lebih besar.
Reaksi yang terjadi:
HgCl42- + SO2 + H2O HgCl2SO32- + 2H+ + 2Cl-
tetrakloromerkurat diklorosulfonatomerkurat
HCHO + SO2 + H2O HOCH2SO3H
formaldehida asam hidroksimetansulfonat
NH 2
NHCH2 SO3 H
3 HOCH2SO3H + + 3 H2O
hydroxymethane
sulf onic acid H 2N NH2 HO3 SH2 CHN NHCH 2SO3 H
4,4',4''-methanetriyltrianiline
(pararosanilin)
Metode pengukuran tersebut berdasarkan reaksi Schiff. Pereaksi Schiff merupakan
sebuah zat warna Fuchsin yaitu zat warna merah terang yang terdiri atas campuran hidroklorida
atau asetat rosanilin dan pararosanilin yang berubah warna jika sulfur oksida dilewatkan
kedalamnya. Jika terdapat sedikit aldehid, warnanya akan berubah mejadi merah keungu-unguan
yang terang (Pudjaatmaka, 2002).
Setelah didapat jumlah SO2 dari contoh uji dari perhitungan pada kurva kalibrasi,
selanjutnya dilakukan pengukuran volume contoh uji udara yang dihitung menggunakan rumus :
F1 + F2 Pa 298
V= ×t× ×
2 Ta 760
Sehingga konsentrasi Sulfur dioksida (SO2) di udara dapat dihitung dengan rumus
sebagai berikut :
33
a
C= × 1000
V
Dimana : C = konsentrasi SO2 di udara (µg/Nm3)
a = jumlah SO2 dari contoh uji dengan melihat kurva kalibrasi (µg)
V = volume udara pada kondisi normal (L)
1000 = konversi liter (L) ke m3
5
0
-5
titik 1
-10
-15 titik 2
-20 titik 3
-25
I II I II I II I
2015 2016 2017 2018
Waktu
34
f = faktor yang menunjukkan jumlah mol NaNO2 yang menghasilkan warna yang
setara dengan 1 mol NO2 (nilai f = 0,82)
10/1000 = factor pengenceran dari larutan induk NaNO2
106 = konversi dari gram ke µg
Didapatkan konsentrasi NO2 dalam larutan standar nitrit (NO2) tiap 1 mL sebesar
16,40g/mL. Setelah konsentrasi NO2 dalam larutan standar diketahui kemudian ukur
absorbansinya dengan alat spektrofotometer. Larutan standar nitrit ditempatkan pada tabung uji
dengan masing-masing volumenya, lalu ditambahkan larutan penjerap sampai tanda tera.
Kemudian dikocok dan didiamkan selama 15 menit agar terbentuk warna sempurna.
Absorbansinya diukur menggunakan spektrofotometer UV-Vis pada panjang gelombang 550 nm.
No Volume larutan Konsentrasi SO2 Absorbansi
standar SO2 (mL) (µg)
1 0.0 0.0000 0.0
2 0.1 0.0656 0.073
3 0.2 0.1312 0.146
4 0.4 0.2624 0.287
5 0.6 0.3936 0.42
6 0.8 0.5248 0.56
7 1.0 0.6560 0.704
Dari data diatas selanjutnya dibuat kurva kalibrasi antara absorbansi dengan konsentrasi
NO2 (µg) sebagai berikut.
Kurva kalibrasi
0.8
0.7
0.6
Absorbansi
0.5
0.4
0.3 y = 1.062x + 0.0051
0.2 R² = 0.9999
0.1
0
0 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 0.6 0.7
Konsentrasi NO2
35
Selanjutnya kurva kalibrasi diatas digunakan untuk menentukan jumlah NO2 dari contoh uji
dalam (µg)
+ HNO2
SO3 H SO 3H
SO3H
N
N SO 3H
36
(Chang,2005)
Kemudian senyawa diazo berwarna merah muda yang stabil dalam 15 menit tersebut
langsung diukur absorbansinya menggunakan spektrofotometer UV-Vis pada panjang
gelombang 550 nm.
0.0105
0.009
0.0075
titik 1
0.006
0.0045 titik 2
0.003 titik 3
0.0015
0
I II I II I II I
2015 2016 2017 2018
Axis Title
37
BAB VI
PENUTUP
3.7 Kesimpulan
6.1.1 Dari hasil analisis diperoleh konsentrasi SO2 di udara ambien dari tahun 2016
sampai 2018 berada pada range >0.01 g/Nm3 perjam, sampai 4.3 g/Nm3
perjam.
6.1.2 Dari hasil analisis diperoleh konsentrasi NO2 di udara ambien dari tahun 2016
sampai 2018 berada pada range 0.002 ppm perjam, sampai 0.013 ppm perjam.
6.1.3 Dari hasil analisis kadar SO2 dan NO2 dapat dikatakan bahwa kondisi udara
ambien pada ketiga titik dari tahun 2016 sampai 2018 tersebut masih tergolong
baik karena kadar SO2 dan NO2 masih dibawah ambang batas maksimum.
6.2 Saran
6.2.1 memahami petunjuk kerja pengujian kadar SO2 dan NO2 sebelum melakukan
analisis.
6.2.2 Cek secara berkala kondisi reagen yang akan digunakan untuk analisa
38
DAFTAR PUSTAKA
39