Sie sind auf Seite 1von 23

BAB I

PENDAHULUAN

Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang dan ditentukan sesuai jenis


dan luasnya. (smeltzer S.C & Bare B.G,2001) Fraktur adalah setiap retak atau patah
pada tulang yang utuh.( reeves C.J,Roux G & Lockhart R,2001 ).

Fraktur tulang tengkorak dapat dikelompokkan menjadi 3 jenis :

1. Complete fraktur (fraktur lengkap), patah pada seluruh garis tengah


tulang,luas dan melintang. Biasanya disertai dengan perpindahan posisi
tulang.

2. Closed fraktur (fraktur simple), tidak menyebabkan robeknya kulit, integritas


kulit masih utuh.

3. Open fraktur ( fraktur terbuka / komplikata/ kompleks), merupakan fraktur


dengan luka pada kulit ( integritas kulit rusak dan ujung tulang menonjol
sampai menembus kulit) atau membran mukosa sampai ke patahan tulang.

Fraktur mempunyai makna pada pemeriksaan forensik. Bentuk dari fraktur


dapat menggambarkan benda penyebabnya (khususnya fraktur tulang tengkorak),
arah kekerasan. Fraktur yang terjadi pada tulang yang sedang mengalami
penyembuhan berbeda dengan fraktur biasanya. Jangka waktu penyembuhan tulang
berbeda-beda setiap orang. Dari penampang makros dapat dibedakan menjadi
fraktur yang baru, sedang dalam penyembuhan, sebagian telah sembuh, dan telah
sembuh sempurna. Secara radiologis dapat dibedakan berdasarkan akumulasi
kalsium pada kalus. Mikroskopis dapat dibedakan daerah yang fraktur dan daerah
penyembuhan. Penggabungan dari metode diatas menjadikan akurasi yang cukup
tinggi. Daerah fraktur yang sudah sembuh tidaklah dapat menjadi seperti tulang
aslinya.
BAB II
DAFTAR PUSTAKA

A. Fraktur Cranial
1. Definisi

Fraktur tulang tengkorak merupakan fraktur yang terjadi pada tulang


tengkorak. Terdiri dari fraktur linear atau depresi. Fraktur linear mungkin terjadi
pada kubah atau basis tengkorak. Fraktur depresi terjadi bisa terbuka dan tertutup.

2. Anatomi

Tengkorak merupakan ruangan keras yang tidak memungkinkan perluasan


isi intrakranial. Tulang sebenarnya terdiri dari dua dinding atau tabula yang
dipisahkan oleh tulang berongga. Dinding luar disebut tabula eksterna, dan dinding
bagian dalam disebut tabula interna. Struktur demikian memungkinkan suatu
kekuatan dan isolasi yang lebih besar, dengan bobot yang lebih ringan. Tabula
interna mengandung alur-alur yang berisikan arteri meningea anterior, media dan
posterior. Apabila fraktur tulang tengkorak menyebabkan terkoyaknya salah satu
dari arteri-arteri ini, perdarahan arterial yang diakibatkannya, yang tertimbun dalam
ruang epidural, dapat menimbulkan akibat yang fatal kecuali bila ditemukan dan
diobati dengan segera. Fraktur basilar paling sering mangenai atap orbita, tulang
sphenoid atau sebagian tulang temporal. Tulang-tulang di sekitar foramen magnum,
suatu lubang di dasar tengkorak tempat masuknya medulla spinalis dan batang otak,
menjadikan resiko uantuk terjadinya perdarahan dan kerusakan saraf kemungkinan
dapat terjadi.

Gambar 1. Lapisan Kepala


Tengkorak dibentuk oleh beberapa tulang. Masing-masing tulang kecuali

mandibula disatukan pada sutura. Sutura dibentuk oleh selapis tipis jaringan fibrosa

yang mengunci pinggiran tulang yang bergerigi. Sutura mengalami osifikasi setelah

umur 35 tahun. Pada atap tengkorak, permukaan dalam dan luar dibentuk oleh

tulang padat dengan lapisan spongiosa yang disebut diploie terletak diantaranya.

Terdapat fariasi yang cukup besar pada ketebalan tulang tengkorak antar individu.

Tengkorak paling tebal yang dilindungi oleh otot (Westmoreland,1994).

Fungsi tengkorak (Westmoreland,1994) adalah melindungi otak dan indera

penglihatan dan pendengaran, sebagai tempat melekatnya otot yang bekerja pada

kepala dan sebagai tempat penyangga gigi

Tulang tengkorak terdiri atas :

1. Kranium : melindungi otak

- Tulang frontal: membentuk dahi, langit – langit rongga nasal, dan


kantong mata
- Tulang parietal
- Tulang oksipital : membentuk bagian belakang kranium
- Tulang temporal : membentuk sisi kranium
- Tulang etmoid : penyangga penting rongga nasal
- Tulang sfenoid : membentuk dasar anterior kranium
- Osikel auditori : untuk proses pendengaran

2. Tulang wajah :

- Tulang nasal : penyangga hidung


- Tulang palatum : membentul langit – langit mulut, tulang orbital,
rongga nasal
- Tulang zigomatik : tonjolan tulang pipi
- Tulang maksilar : rahang atas
- Tulang lakrimal : berisi celah – celah untuk lintasan duktus lakrimal
yang mengalirkan air mata ke rongga nasal
- Tulang vomer : membentuk septum nasal
- Konka nasal inferior
- Mandibula : rahang bawah

3. Tulang hioid : bentuknya tapal kuda, tidak berartikulasi dengan tulang lain.

4. Sinus pranasal : terdiri dari ruang – ruang udara dalam tegkorak yang
berhubungan dengan rongga nasal. ( Sloane, 2003 )

Gambar 2. Tulang Tengkorak

3. Frekuensi

Fraktur linear sedehana adalah yang banyak ditemukan, terutama pada anak
– anak muda umur 5 tahun. Fraktur basilar 19-21% dari semua fraktur tulang
tengkorak. Fraktur depresi pada frontoparietal (75%), temporal (10%), occipital
(5%), dan lainnya (10%). Kebanyakan fraktur depresi adalah fraktur terbuka.
4. Etiologi
Salah satu penyebab fraktur tengkorak dapat disebabkan oleh trauma.

5. Patofisiologi

Tulang tengkorak terdiri dari tiga lapisan, yaitu :

1. Tabula eksterna

2. Diploe

3. Tabula interna

Luas dari tipe fraktur ditentukan oleh beberapa hal

1. Besarnya energi yang membentur kepala (energi kinetik objek)

2. Arah benturan

3. Bentuk tiga dimensi (geometris) objek yang membentur

4. Lokasi anatomis tulang tengkorak tempat benturan terjadi.

Deskripsi fraktur dapat ditentukan oleh tiga hal yaitu :

1. Besarnya energi benturan

2. Perbandingan antara besar energi dan luasnya daerah bentura, semakin besar nilai
perbandingan ini akan cenderung menyebabkan fraktur depresi.

3. Lokasi dan keadaaan fisik tulang tengkorak.

Tulang tengkorak sangat rentan pada trauma luar. Berbagai tekanan yang
diperlukan untuk menyebabkan fraktur tulang tengkorak dan ini bergantung pada
beberapa faktor: kecepatan, daya dan berat alat yang berdampak pada tulang, arah
sasaran pada tulang, kulit kepala dan tulang tengkorak dan juga bagian tulang
tengkorak yang diserang.
Ketebalan dan elastisitas jaringan tulang menentukan kemampuan tulang
tersebut untuk menyesuaikan diri dengan proses perubahan bentuk (deformasi) saat
benturan. Hal ini juga dipengaruhi oleh umur, dengan pertambahan usia maka
elastisitas jaringan tulang akan berkurang. Pada saat benturan terjadi peristiwa
penekanan pada tabula eksterna di tempat benturan dan peristiwa peregangan pada
tabula ekterna. Peristiwa peregangan tabula interna ini tidak hanya terbatas pada
daerah kontak, tetapi meliputi seluruh tengkorak. Jika peregangan ini melebihi
kemampuan deformasi tulang tengkorak, maka terjadilah fraktur. Oleh sebab itu,
peristiwa fraktur tulang tengkorak berawal dari tabula interna yang kemudian
disusul oleh tabula ekterna.

Pendapat ini didukung oleh beberapa hal antara lain:

1. Fraktur pada tabula interna biasanya lebih luas darapada fraktur pada tabula
ekterna di atasnya.

2. Sering ditemukan adanya fraktur tabula interna walaupun tabula eksterna masih
utuh.

3. Kemungkinan hal ini juga didukung oleh pengamatan banyak kasus epidural
hematoma akibat laserasi arteri meningia media, walapun pada pemeriksaan
awal dengan radiologi dan gambaran intaoperatif tidak tampak adanya fraktur
tabula eksterna tetapi terdapat garis fraktur pada tabula interna.

Akibat dari fraktur tulang tengkorak bisa jadi kronik karena kerusakan
axonal intrakranial. Kepala terutama sangat peka pada akselerasi dan deselerasi dan
daya rotasional. Cairan serebrospinalis dan meningeal di sekeliling otak
memberikan sebagian proteksi terhadap cedera axonal otak pada fraktur tulang
tengkorak. Fascia dan otot pada kulit kepala memberikan bantalan tambahan pada
otak.

6. Klasifikasi Fraktur Tulang Tengkorak

Klasifikasi fraktur tulang tengkorak dapat dilakukan berdasarkan :


1. Lokasi anatomis, dibedakan atas :
a. Konveksitas (kubah tengkorak)
b. Basis cranii (dasar tengkorak)

2. Keadaaan luka, dibedakan atas :


a. Terbuka
b. Tertutup

3. Gambaran fraktur, dibedakan atas :


a. Linier
b. Diastase
c. Comminuted
d. Depressed

Lokasi Anatomis, dibedakan atas :


a) Konveksitas (kubah tengkorak)
Merupakan fraktur yang terjadi pada tulang-tulang yang membentuk
konveksitas (kubah) tengkorak seperti os.Frontalis, os. Temporalis, os. Parietalis,
dan os. Occipitalis.

b) Basis cranii (dasar tengkorak)


Merupakan fraktur yang terjadi pada tulang yang membentuk dasar
tengkorak. Dasar tengkorak terbagi atas tiga bagian yaitu :
(1) fossa Anterior
(2) fosa Media
(3) fosa Posterior
fraktur pada masing-masing fosa akan memberikan manifestasi yang berbeda.
Gambar 3. Basis Cranii

Berdasarkan keadaan luka, dibedakan atas :


a) terbuka
b) tertutup
Luas lapisan tipe fraktur ditentukan oleh beberapa hal, pertama ditentukan
oleh besarnya energy yang membentur kepala (energy kinetic objek), kedua
ditentukan oleh Arah benturan, ketiga ditentukan oleh bentuk tiga dimensi
(geometris) objek yang membentur, keempat ditentukan oleh lokasi anatomis tulang
tengkorak tempat benturan terjadi, dan kelima ditentukan oleh perbandingan antara
besar energi dan luasnya daerah benturan, semakin besar nilai perbandingan ini
akan cenderung menyebabkan fraktur depressed.
Pendapat ini didukung oleh beberapa hal antara lain :
a. Fraktur pada tabula interna biasanya lebih luas dari pada fraktur tabula eksterna
diatasnya
b. Sering ditemukan adanya fraktur tabula interna walaupun tabula eksterna utuh
c. Kemungkinan hal ini juga didukung oleh pengamatan banyaknya kasus epidural
hematoma akibat laserasi arteri meningea media, walaupun pada pemeriksaan
awal dengan radiologi dan gambaran intra operatif tidak tampak adanya fraktur
pada tabula eksterna, tetapi tampak garis fraktur pada tabula interna.

Fraktur Linear

Fraktur linear, adalah fraktur yang paling tersering ditemukan, terjadi


retakan pada fraktur linear tetapi tidak terjadi displacement, dan umumnya tidak
terlalu memerlukan perawatan.

Fraktur tengkorak linier pada umumnya dihasilkan dari energi yang tidak
kuat seperti halnya trauma tumpul pada permukaan yang luas dari tulang tengkorak.
Dalam tidaknya fraktur mempengaruhi bagian dari tengkorak. Secara umum fraktur
ini tidak terlalu memberikan arti klinis yang berarti, kecuali mengenai jaringan
vaskuler, sinus pembuluh darah. Epidural hematom bisa memperberat. Fraktur
linier yang terjadi pada tulang tengkorak tanpa adanya fraktur depresi tidaklah
begitu berat kecuali terdapat robekan pembuluh darah yang dapat membuat
hematom ekstra dural, sehingga diperlukan depresi tulang secepatnya. Apabila
ujung tulang mengenai otak dapat merusak otak tersebut, sehingga dapat terjadi
penurunan kesadaran, kejang, koma hingga kematian.

Gambar 4. Fraktur Linier


Fraktur Diastase

Fraktur yang terjadi pada sutura sehingga terjadi pemisahan sutura kranial.
Fraktur ini biasa terjadi pada anak usia di bawah 3 tahun.

Gambar 5. Fraktur Diastase

Fraktur Comminuted

Fraktur dengan dua atau lebih fragmen fraktur.

Gambar 6. Fraktur Comminuted


Fraktur Tengkorak Depresi

Fraktur depresi apabila fragmen tulang tertekan, dengan atau tanpa robekan
pada kulit kepala. Fraktur Depresi bisa saja memerlukan perawatan pembedahan
untuk mengoreksi kelainannya. Fraktur Basilar adalah yang paling parah dan terjadi
retakan pada dasar tulang tengkorak.

Pukulan yang kuat pada tulang tengkorak dapat mengakibatkan patah tulang
depresi. Misalnya benturan oleh martil, kayu, batu, pipa besi, dll. Fraktur ini
biasanya comuniti, dengan fragmen tulang yang mulai dari fragmen maksimum
tumbukan dan tersebar ke daerah perifer. Sebagian besar fraktur depresi meliputi
regio frontoparietal, karena tulang pada daerah ini relatif tipis.

Fraktur dengan klinik yang signifikan memerlukan elevasi dimana fragmen


tulang menekan lebih dalam dan berbatasan dengan inner table. Fraktur depresi
dapat tertutup atau terbuka. Fraktur terbuka mungkin dapat terpapar jika
berhubungan dengan laserasi kulit atau jika fraktur meluas ke daerah sinus
paranasal dan struktur telinga tengah.(10)

Gambar 7. Fraktur Depresi


7. Tanda dan Gejala
Menurut Suzanne C. Smeltzer & Brenda G. Bare (KMB vol. 3, 1996 : 2210)
gejala-gejala yang muncul pada cedera local bergantung pada jumlah dan distribusi
cedera otak. Nyeri yang menetap atau setempat, biasanya menunjukan adanya
fraktur.
Patomekanisme terjadinya gejala nyeri diatas antara lain: nyeri adalah
sensasi subjektif rasa tidak nyaman yang biasanya berkaitan dengan kerusakan
jaringan actual atau potensial. Nyeri dapat bersifat protektif, yaitu dengan
menyebabkan individu menjauhi suatu rangsangan yang berbahaya, atau tidak
memiliki fungsi, seperti pada nyeri kronik. Nyeri dirasakan apabila reseptor-
reseptor nyeri spesifik teraktivasi. Nyeri dijelaskan secara subjektif dan objektif
berdasarkan lama (durasi), kecepatan sensasi, dan letak.
Fraktur kubah cranial menyebabkan bengkak pada sekitar fraktur, dan
karena ini diagnosis yang akurat tidak dapat ditetapkan tanpa pemeriksaan dengan
sinar x.
Fraktur dasar tengkorak cenderung melintas sinus paranasal pada tulang
frontal atau lokasi tengah telinga tulang temporal, juga sering menimbulkan
hemoragi dari hidung, faring, atau telinga dan darah terlihat dibawah konjungtiva.
Suatu area ekimosis, atau memar mungkin terlihat diatas mastoid (tanda battle).
Fraktur dasar tengkorak dicurigai ketika CSS keuar dari telinga (othorea cairan
serebrospinal) dan hidung (rhinorea serebrospinal). Keluarnya cairan CSS
merupakan masalah yang serius karena dapat menyebabkan infeksi seperti
meningitis, jika organisme masuk kedalam isi cranial melalui hidung, telinga atau
sinus melalui robekan pada dura. Laserasi atau kontusio ditunjukan oleh cairan
spinal berdarah.

A. Fraktur Maksillofacial
1. Etiologi

Fraktur maxilla dapat disebabkan oleh trauma atau karena proses patologis.
1) Traumatic fracture
Fraktur yang disebabkan oleh pukulan pada:
 perkelahian
 kecelakaan
 tembakan

2) Pathologic fracture
Fraktur yang disebabkan oleh keadaan patologis dimana tulang dalam
keadaan sakit, tulang tipis atau lemah, sehingga bila ada trauma ringan seperti
berbicara, makan dan mengunyah dapat terjadi fraktur.
Terjadi karena :
a) Penyakit tulang setempat
o Kista
o Tumor tulang jinak atau ganas
o Keadaan dimana resorpsi tulang sangat besar sekali sehingga
dengan atau tanpa trauma dapat terjadi fraktur, misalnya pada
osteomielitis
b) Penyakit umum yang mengenai tulang sehingga tulang mudah patah.
o Osteomalacia
o Osteoporosis
o Atrofi tulang secara umum

2. Klasifikasi dan Gejala Klinis


a. Le Fort I:
Pada fraktur ini, garis fraktur berada di antara dasar dari sinus maxillaris
dan dasar dari orbita. Pada Le Fort I ini seluruh processus alveolaris rahang atas,
palatum durum, septum nasalis terlepas dari dasarnya sehingga seluruh tulang
rahang dapat digerakkan ke segala arah. Karena tulang-tulang ini diikat oleh
jaringan lunak saja, maka terlihat seperti tulang rahang tersebut mengapung
(floating fracture). Fraktur dapat terjadi unilateral atau bilateral. Suatu tambahan
fraktur pada palatal dapat terjadi, dimana terlihat sebagai suatu garis echymosis.
Gambar 8. Le Fort I

Gejala Klinik

Extra oral :
o Pembengkakan pada muka disertai vulnus laceratum
o Deformitas pada muka, muka terlihat asimetris
o Hematoma atau echymosis pada daerah yang terkena fraktur, kadang-
kadang terdapat infraorbital echymosis dan subconjunctival echymosis
o Penderita tidak dapat menutup mulut karena gigi posterior rahang atas dan
rahang bawah telah kontak lebih dulu.
Intra oral
o Echymosis pacta mucobucal rahang atas
o Vulnus laceratum, pembengkakan gingiva, kadang-kadang disertai
goyangnya gigi dan lepasnya gigi.
o Perdarahan yang berasal dari gingiva yang luka atau gigi yang luka, gigi
fraktur atau lepas.
o Open bite maloklusi sehingga penderita sukar mengunyah

b. Le Fort II :

Garis fraktur meliputi tulang maxillaris, nasalis, lacrimalis, ethmoid,


sphenoid dan sering tulang vomer dan septum nasalis terkena juga.
Gambar 9. Le Fort II

Gejala klinik

Extra oral :
o Pembengkakan hebat pada muka dan hidung, pada daerah tersebut terasa
sakit.
o Dari samping muka terlihat rata karena adanya deformitas hidung.
o Bilateral circum echymosis, subconjunctival echymosis.
o Perdarahan dari hi dung yang disertai cairan cerebrospinal.
Intra oral
o Mulut sukar dibuka dan rahang bawah sulit digerakkan ke depan
o Adanya maloklusi open bite sehingga penderita sukar mengunyah.
o Palatum mole sering jatuh ke belakang sehingga dorsum lidah tertekan
sehingga timbul kesukaran bernafas.
o Terdapatnya kelainan gigi berupa fraktur, avultio,luxatio.
o Pada palpasi, seluruh bagian rahang atas dapat digerakkan, pada bagian
hidung terasa adanya step atau bagian yang tajam dan terasa sakit.

c. Le Fort III
Fraktur ini membentuk garis fraktur yang meliputi tulang-tulang nasalis,
maxillaris, orbita, ethmoid, sphenoid dan zygomaticus arch. Sepertiga bagian
tengah muka terdesak ke belakang sehingga terlihat muka rata yang disebut "Dish
Shape Face". Displacement ini selalu disebabkan karena tarikan ke arah belakang
dari M.pterygoideus dimana otot ini melekat pda sayap terbesar tulang sphenoid
dan tuberositas maxillary.

Gambar 10. Le Fort III

Geiala klinik

Extra oral :
o Pembengkakan hebat pada muka dan hidung
o Perdarahan pada palatum, pharinx, sinus maxillaris, hidung dan telinga.
o Terdapat bilateral circum echymosis dan subconjunctival echymosis.
o Pergerakan bola mata terbatas dan terdapat kelainan N.opticus dan saraf
motoris dari mata yang menyebabkan diplopia, kebutaan dan paralisis bola
mata yang temporer.

o Deformitas hidung sehingga mata terlihat rata.


o Adanya cerebrospinal rhinorrhoea dan umumnya bercampur darah

o paralisis N.Fasialis yang sifatnya temporer atau permanen yang


menyebabkan Bell’s Palsy.

Intra oral :
o Mulut terbuka lebih lebar karena keadaan open bite yang berat.
o Rahang atas dapat lebih mudah digerakkan
o Perdarahan pada palatum dan pharynx.
o Pernafasan tersumbat karena tertekan oleh dorsum lidah.
d. Zygomaticus Complex Fracture
Tulang zygoma adalah tulang yang kokoh pada wajah dan jarang
mengalami fraktur. Namun tempat penyambungan dari lengkungnya sering fraktur.
Yang paling sering mengalami fraktur adalah temporal sutura dari lengkung
rahang.Fraktur garis sutura rim infra orbital, garis sutura zygomatic frontal dan
zygomatic maxillaris.

Gambar 11. Fraktur Zygomaticus


Fraktur ini biasanya unilateral, sering bersifat multiple dan communited,
tetapi karena adanya otot zygomatic dan jaringan pelindung yang tebal, jarang
bersifat compound. Displacement terjadi karena trauma, bukan karena tarikan
otot. Trauma/pukulan biasanya mendorong bagian-bagian yang patah ke dalam.

Geiala klinik :
o Penderita mengeluh sukar membuka rahang, merasa ada sesuatu yang
menahan, waktu membuka mulut ke depan condyle seperti tertahan.
o Bila cedera sudah beberapa hari dan pembengkakan hilang, terlihat adanya
depresi yang nyata sekeliling lengkung dengan lebar 1 atau 2 jari yang
dapat diraba.
o Pembengkakan periobital, echymosis.
o Rasa nyeri
o Epistaksis, perdarahan hidung disebabkan karena cedera, tersobeknya
selaput lendir antral oleh depresi fraktur zygomatic dengan perdarahan
lebih lanjut ke antrum melalui ostium maxilla ke rongga hidung.
o Rasa baal di bawah mata, rasa terbakar dan paraesthesia
o Perdarahan di daerah konjungtiva
o Gangguan penglihatan diplopia, kabur.

3. Pemeriksaaan Radiologi
Pemeriksaan radiologi digunakan untuk menunjang diagnosa. Untuk
menegakkan diagnosa yang tepat sebaiknya digunakan beberapa posisi
pengambilan foto, karena tulang muka kedudukannya sedemikian rupa sehingga
tidak memungkinkan kita untuk melihatnya dari satu posisi saja. Pemeriksaan Ro
Foto untuk fraktur maxillofacial antara lain :
1. PA position
2. Waters position
3. Lateral position
4. Occipito Mental Projection
5. Zygomaticus
6. Panoramic

C. Fraktur Nasal
Fraktur tulang hidung dapat mengakibatkan terhalangnya jalan pernafasan
dan deformitas pada hidung. Jenis dan kerusakan yang timbul tergantung pada
kekuatan, arah dan mekanismenya. Terdapat beberapa jenis fraktur hidung antara
lain (Robinstein,2000) :
1. Klasifikasi Fraktur Nasal
Fraktur lateral
Adalah kasus yang paling sering terjadi, dimana hanya terjadi pada salah satu sisi
saja, kerusakan yang ditimbulkan tidak begitu parah.

Fraktur bilateral
Merupakan salah satu jenis fraktur yang juga paling sering terjadi selain fraktur
lateral, biasanya disertai dislokasi septum nasal atau terputusnya tulang nasal
dengan tulang maksilaris.

Fraktur direct frontal


Yaitu fraktur os nasal dan os frontal sehingga menyebabkan desakan dan pelebaran
pada dorsum nasalis. Pada fraktur jenis ini pasien akan terganggu suaranya.
Fraktur comminuted
Adalah fraktur kompleks yang terdiri dari beberapa fragmen. Fraktur ini akan
menimbulkan deformitas dari hidung yang tampak jelas.

Fraktur pada tulang hidung dapat menimbulakan terjadinya gangguan-gangguan


seperti
a. Epistaxis
b. Rhinitis
c. Nasal vestibular stenosis
d. Septal hematoma

D. Fraktur Mandibula
Mandibula termasuk kedalam bagian sepertiga bawah wajah.

1. Klasifikasi Fraktur

a. Simple atau Closed : merupakan fraktur yang tidak menimbulkan luka terbuka

keluar baik melewati kulit, mukosa, maupun membran periodontal.


b. Compound atau Open : merupakan fraktur yang disertai dengan luka luar

termasuk kulit, mukosa, maupun membran periodontal , yang berhubungan

dengan patahnya tulang.

c. Comminuted : merupakan fraktur dimana tulang hancur menjadi serpihan.

d. Greenstick : merupakan fraktur dimana salah satu korteks tulang patah, satu

sisi lainnya melengkung. Fraktur ini biasa terjadi pada anak-anak.

e. Pathologic : merupakan fraktur yang terjadi sebagai luka yang cukup serius

yang dikarenakan adanya penyakit tulang.

f. Multiple : sebuah variasi dimana ada dua atau lebih garis fraktur pada tulang

yang sama tidak berhubungan satu sama lain.

g. Impacted : merupakan fraktur dimana salah satu fragmennya terdorong ke

bagian lainnya.

h. Atrophic : merupakan fraktur yang spontan yang terjadi akibat dari atropinya

tulang, biasanya pada tulang mandibula orang tua.

i. Indirect : merupakan titik fraktur yang jauh dari tempat dimana terjadinya luka.

j. Complicated atau Complex : merupakan fraktur dimana letaknya berdekatan

dengan jaringan lunak atau bagian-bagian lainnya, bisa simple atau compound.

Klasifikasi Fraktur Mandibula berdasarkan lokasi anatominya:

a. Midline : fraktur diantara incisal sentral.

b. Parasymphyseal : dari bagian distal symphysis hingga tepat pada garis alveolar

yang berbatasan dengan m.masseter (termasuk sampai gigi molar 3).

c. Symphysis : berikatan dengan garis vertikal sampai distal gigi kaninus.

d. Angle : area segitiga yang berbatasan dengan batas anterior otot masseter

hingga perlekatan poesterosuperior m.masseter (mulai distal gigi molar 3).


e. Ramus : berdekatan dengan bagian superior angle hingga membentuk dua garis

apikal pada sigmoid notch.

f. Processus Condylus : area pada superior prosesus kondilus hingga regio ramus.

g. Processus Coronoid : termasuk prosesus koronoid pada superior mandibula

hingga regio ramus.

h. Processus Alveolaris : regio yang secara normal terdiri dari gigi.

Gambar 11. Lokasi Fraktur mandibula (Coulthard et al., 2008)

DAFTAR PUSTAKA

Armis, dr., Trauma Sistem Muskuloskeletal, FK-UGM, Yogyakarta.


Herman B, Kartosudiro S. 2002. Telinga Hidung Tenggorok Kepala Leher, Pusat
Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia. Jakarta

Putz & Pabst, 2000, Atlas Anatomi Manusia Sobotta, Jilid 1, Edisi 21, EGC,
Jakarta.

Sjamsuhidajat & Wim De Jong, 2005, Buku Ajar Ilmu Bedah, Edisi 2, EGC,
Jakarta.

http://www.healthresources.caremark.com/2007 diakses tanggal 30 Mei 2013

http://www.scribd.com/doc/60297056/Fraktur-Le-Fort diakses tanggal 30 Mei


2013

http://www.scribd.com/doc/33453545/fraktur-mandibula diakses tanggal 31 Mei


2013

Das könnte Ihnen auch gefallen