Sie sind auf Seite 1von 28

ASUHAN KEPERAWATAN STROKE

( Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Muskuloskletal )

Dosen Pengampu :

Disusun oleh: Kelompok 1

1. Ade Cahya Anggara 6. Ita Susilowati


2. Akrima Zuliatiana 7. Siti Marfuah
3. Asminggar 8. Wahyu Elok Fajarini
Gisariningtyas 9. Yulend Birahy
4. Bartolomeus Freitas 10. Wandra Taqiudin
5. Ine Martia Danie 11. Wawanda Asri Pratama

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN TRANSFER


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN KARYA HUSADA

SEMARANG

2017
ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN DENGAN STROKE

A. Definisi

Cedera serebrovaskular atau stroke meliputi awitan tiba-tiba defisit

neurologis karena insufisiensi suplai darah ke suatu bagian dari otak. Insufisiensi

suplai darah disebabkan oleh trombus, biasanya sekunder terhadap

arterisklerosis, terhadap embolisme berasal dari tempat lain dalam tubuh, atau

terhadap perdarahan akibat ruptur arteri/aneurisma (Lynda Juall Carpenito,

1995).

Menurut WHO Stroke adalah disfungsi neurologi akut yang

disebabkan oleh gangguan aliran darah yang timbul secara mendadak dengan

tanda dan gejala sesuai dengan daerah fokal pada otak yang terganggu.

B. Etiologi

Beberapa keadaan dibawah ini dapat menyebabkan stroke antara lain:

1. Thrombosis Cerebral.

Thrombosis ini terjadi pada pembuluh darah yang mengalami oklusi

sehingga menyebabkan iskemi jaringan otak yang dapat menimbulkan oedema

dan kongesti di sekitarnya.Thrombosis biasanya terjadi pada orang tua yang

sedang tidur atau bangun tidur. Hal ini dapat terjadi karena penurunan

aktivitas simpatis dan penurunan tekanan darah yang dapat menyebabkan

iskemi serebral.Tanda dan gejala neurologis seringkali memburuk pada 48


jam sete;ah thrombosis.

Beberapa keadaandibawah ini dapat menyebabkan thrombosis otak :

a. Atherosklerosis

Atherosklerosis adalah mengerasnya pembuluh darah serta

berkurangnya kelenturan atau elastisitas dinding pembuluh darah.

Manifestasi klinis atherosklerosis bermacam-macam. Kerusakan dapat

terjadi melalui mekanisme berikut :

1) Lumen arteri menyempit dan mengakibatkan berkurangnya aliran darah.

2) Oklusi mendadak pembuluh darah karena terjadi thrombosis.

3) Merupakan tempat terbentuknya thrombus, kemudian melepaskan

kepingan thrombus (embolus)

4) Dinding arteri menjadi lemah dan terjadi aneurisma kemudian robek dan

terjadi perdarahan.

b. Hypercoagulasi pada polysitemia

Darah bertambah kental, peningkatan viskositas/hematokrit meningkat

dapat melambatkan aliran darah serebral.

c. Arteritis (radang pada arteri)

2. Emboli

Emboli serebral merupakan penyumbatan pembuluh darah otak oleh

bekuan darah, lemak dan udara. Pada umumnya emboli berasal dari thrombus

di jantung yang terlepas dan menyumbat sistem arteri serebral. Emboli

tersebut berlangsung cepat dan gejala timbul kurang dari 10-30 detik.

Beberapa keadaan dibawah ini dapat menimbulkan emboli:


a. Katup-katup jantung yang rusak akibat Rheumatik Heart Desease.(RHD)

b. Myokard infark

c. Fibrilasi, Keadaan aritmia menyebabkan berbagai bentuk pengosongan

ventrikel sehingga darah terbentuk gumpalan kecil dan sewaktu-waktu

kosong sama sekali dengan mengeluarkan embolus-embolus kecil.

d. Endokarditis oleh bakteri dan non bakteri, menyebabkan terbentuknya

gumpalan-gumpalan pada endocardium.

3. Haemorhargi

Perdarahan intrakranial atau intraserebral termasuk perdarahan dalam

ruang subarachnoid atau kedalam jaringan otak sendiri. Perdarahan ini dapat

terjadi karena atherosklerosis dan hypertensi. Akibat pecahnya pembuluh

darah otak menyebabkan perembesan darah kedalam parenkim otak yang

dapat mengakibatkan penekanan, pergeseran dan pemisahan jaringan otak

yang berdekatan ,sehingga otak akan membengkak, jaringan otak tertekan,

sehingga terjadi infark otak, oedema, dan mungkin herniasi otak.

Penyebab perdarahan otak yang paling lazim terjadi :

a. Aneurisma Berry, biasanya defek kongenital.

b. Aneurisma fusiformis dari atherosklerosis.

c. Aneurisma myocotik dari vaskulitis nekrose dan emboli septis.

d. Malformasi arteriovenous, terjadi hubungan persambungan pembuluh

darah arteri, sehingga darah arteri langsung masuk vena.

e. Ruptur arteriol serebral, akibat hipertensi yang menimbulkan penebalan

dan degenerasi pembuluh darah.


4. Hypoksia Umum

a. Hipertensi yang parah.

b. Cardiac Pulmonary Arrest

c. Cardiac output turun akibat aritmia

5. Hipoksia setempat

a. Spasme arteri serebral , yang disertai perdarahan subarachnoid.

b. Vasokontriksi arteri otak disertai sakit kepala migrain.

C. Tanda dan Gejala

Menurut Smeltzer & Bare (2002) dan Price & Wilson (2006), tanda dan gejala

penyakit stroke :

1. Kelemahan atau kelumpuhan lengan atau tungkai atau salah satu sisi tubuh

2. Hilangnya sebagian penglihatan atau pendengaran

3. Penglihatan ganda atau kesulitan melihat pada satu atau kedua mata

4. Pusing dan pingsan

5. Nyeri kepala mendadak tanpa kausa yang jelas

6. Bicara tidak jelas (pelo)

7. Sulit memikirkan atau mengucapkan kata-kata yang tepat

8. Tidak mampu mengenali bagian dari tubuh

9. Ketidakseimbangan dan terjatuh

10. Hilangnya pengendalian terhadap kandung kemih.


D. Faktor resiko

Faktor-faktor resiko stroke dapat dikelompokan sebagai berikut :

1. Akibat adanya kerusakan pada arteri, yairtu usia, hipertensi dan DM.

2. Penyebab timbulnya thrombosis, polisitemia.

3. Penyebab emboli MCI. Kelainan katup, aritmia atau jenis penyakit jantung

lainnya.

4. Penyebab haemorhagic, tekanan darah terlalu tinggi, aneurisma pada arteri

dan penurunan faktor pembekuan darah (leukemia, pengobatan dengan anti

koagulan)

5. Bukti-bukti yang menyatakan telah terjadi kerusakan pembuluh darah arteri

sebelumnya : penyakit jantung angina, TIA., suplai darah menurun pada

ektremitas.

Dari hasil data penelitian di Oxford, Inggris bahwa penduduk yang

mengalami stroke disebabkan kondisi-kondisi sebagai berikut :

1. Tekanan darah tinggi tetapi tidak diketahui 50-60%

2. Iskemik Heart Attack 30%

3. TIA 24%

4. Penyakit arteri lain 23%

5. Heart Beat tidak teratur 14%

6. DM 9%

Kemudian ada yang menunjukan bahwa yang selama ini dianggap berperan

dalam meningkatkan prevalensi stroke ternyata tidak ditemukan pada penelitian

tersebut diantaranya, adalah:


1. Merokok, memang merokok dapat merusak arteri tetapi tidak ada bukti kaitan

antara keduanya itu.

2. Latihan, orang mengatakan bahwa latihan dapat mengurangi resiko terjadinya

stroke. Namun dalam penelitian tersebut tidak ada bukti yang menyatakan hal

tersebut berkaitan secara langsung. Walaupun memang latihan yang terlalu

berat dapat menimbulkan MCI.

3. Seks dan seksual intercouse, pria dan wanita mempunyai resiko yang sama

terkena serangan stroke tetapi untuk MCI jelas pria lebih banyak daripada

wanita.

4. Obesitas. Dinyatakan kegemukan menimbulkan resiko yang lebih besar,

namun tidak ada bukti secara medis yang menyatakan hal ini.

5. Riwayat keluarga.

E. Klasifikasi

1. Stroke dapat diklasifikasikan menurut patologi dan gejala kliniknya, yaitu:

a. Stroke Haemorhagi,

Merupakan perdarahan serebral dan mungkin perdarahan

subarachnoid. Disebabkan oleh pecahnya pembuluh darah otak pada daerah

otak tertentu. Biasanya kejadiannya saat melakukan aktivitas atau saat

aktif, namun bisa juga terjadi saat istirahat. Kesadaran pasien umumnya

menurun.

b. Stroke Non Haemorhagic


Dapat berupa iskemia atau emboli dan thrombosis serebral, biasanya

terjadi saat setelah lama beristirahat, baru bangun tidur atau di pagi hari.

Tidak terjadi perdarahan namun terjadi iskemia yang menimbulkan

hipoksia dan selanjutnya dapat timbul edema sekunder. Kesadaran

umummnya baik.

2. Menurut perjalanan penyakit atau stadiumnya, yaitu:

a. TIA ( Trans Iskemik Attack) gangguan neurologis setempat yang terjadi

selama beberapa menit sampai beberapa jam saja. Gejala yang timbul akan

hilang dengan spontan dan sempurna dalam waktu kurang dari 24 jam.

b. Stroke involusi: stroke yang terjadi masih terus berkembang dimana

gangguan neurologis terlihat semakin berat dan bertambah buruk. Proses

dapat berjalan 24 jam atau beberapa hari.

c. Stroke komplit: dimana gangguan neurologi yang timbul sudah menetap

atau permanen. Sesuai dengan istilahnya stroke komplit dapat diawali oleh

serangan TIA berulang.

F. Patofisiologi

Infark serbral adalah berkurangnya suplai darah ke area tertentu di

otak. Luasnya infark bergantung pada faktor-faktor seperti lokasi dan besarnya

pembuluh darah dan adekuatnya sirkulasi kolateral terhadap area yang disuplai

oleh pembuluh darah yang tersumbat. Suplai darah ke otak dapat berubah (makin

lambat atau cepat) pada gangguan lokal (thrombus, emboli, perdarahan dan

spasme vaskuler) atau oleh karena gangguan umum (hipoksia karena gangguan
paru dan jantung). Atherosklerotik sering/cenderung sebagai faktor penting

terhadap ortak, thrombus dapat berasal dari flak arterosklerotik , atau darah dapat

beku pada area yang stenosis, dimana aliran darah akan lambat atau terjadi

turbulensi. Thrombus dapat pecah dari dinding pembuluh darah terbawa sebagai

emboli dalam aliran darah. Thrombus mengakibatkan ;

1 Iskemia jaringan otak yang disuplai oleh pembuluh darah yang bersangkutan.

2. Edema dan kongesti disekitar area.

Area edema ini menyebabkan disfungsi yang lebih besar daripada area infark

itu sendiri. Edema dapat berkurang dalam beberapa jam atau kadang-kadang

sesudah beberapa hari. Dengan berkurangnya edema pasien mulai

menunjukan perbaikan,CVA. Karena thrombosis biasanya tidak fatal, jika

tidak terjadi perdarahan masif. Oklusi pada pembuluh darah serebral oleh

embolus menyebabkan edema dan nekrosis diikuti thrombosis. Jika terjadi

septik infeksi akan meluas pada dinding pembukluh darah maka akan terjadi

abses atau ensefalitis , atau jika sisa infeksi berada pada pembuluh darah yang

tersumbat menyebabkan dilatasi aneurisma pembuluh darah.

Hal ini akan menyebabkan perdarahan cerebral, jika aneurisma pecah

atau ruptur. Perdarahan pada otak lebih disebabkan oleh ruptur

arteriosklerotik dan hipertensi pembuluh darah. Perdarahan intraserebral yang

sangat luas akan menyebabkan kematian dibandingkan dari keseluruhan

penyakit cerebro vaskuler. Jika sirkulasi serebral terhambat, dapat

berkembang anoksia cerebral. Perubahan disebabkan oleh anoksia serebral

dapat reversibel untuk jangka waktu 4-6 menit. Perubahan irreversibel bila
anoksia lebih dari 10 menit. Anoksia serebral dapat terjadi oleh karena

gangguan yang bervariasi salah satunya cardiac arrest.

Ada dua bentuk patofisiologi stroke hemoragik :

1. Perdarahan intra cerebral

Pecahnya pembuluh darah otak terutama karena hipertensi mengakibatkan

darah masuk ke dalam jaringan otak, membentuk massa atau hematom yang

menekan jaringan otak dan menimbulkan oedema di sekitar otak. Peningkatan

TIK yang terjadi dengan cepat dapat mengakibatkan kematian yang mendadak

karena herniasi otak. Perdarahan intra cerebral sering dijumpai di daerah

putamen, talamus, sub kortikal, nukleus kaudatus, pon, dan cerebellum.

Hipertensi kronis mengakibatkan perubahan struktur dinding permbuluh darah

berupa lipohyalinosis atau nekrosis fibrinoid.

2. Perdarahan sub arachnoid

Pecahnya pembuluh darah karena aneurisma atau AVM. Aneurisma paling

sering didapat pada percabangan pembuluh darah besar di sirkulasi willisi. AVM

dapat dijumpai pada jaringan otak dipermukaan pia meter dan ventrikel otak,

ataupun didalam ventrikel otak dan ruang subarakhnoid. Pecahnya arteri dan

keluarnya darah keruang subarakhnoid mengakibatkan tarjadinya peningkatan

TIK yang mendadak, meregangnya struktur peka nyeri, sehinga timbul nyeri

kepala hebat. Sering pula dijumpai kaku kuduk dan tanda-tanda rangsangan

selaput otak lainnya. Peningkatam TIK yang mendadak juga mengakibatkan

perdarahan subhialoid pada retina dan penurunan kesadaran. Perdarahan

subarakhnoid dapat mengakibatkan vasospasme pembuluh darah serebral.


Vasospasme ini seringkali terjadi 3-5 hari setelah timbulnya perdarahan,

mencapai puncaknya hari ke 5-9, dan dapat menghilang setelah minggu ke 2-5.

Timbulnya vasospasme diduga karena interaksi antara bahan-bahan yang berasal

dari darah dan dilepaskan kedalam cairan serebrospinalis dengan pembuluh arteri

di ruang subarakhnoid. Vasispasme ini dapat mengakibatkan disfungsi otak

global (nyeri kepala, penurunan kesadaran) maupun fokal (hemiparese, gangguan

hemisensorik, afasia dan lain-lain). Otak dapat berfungsi jika kebutuhan O2 dan

glukosa otak dapat terpenuhi. Energi yang dihasilkan didalam sel saraf hampir

seluruhnya melalui proses oksidasi. Otak tidak punya cadangan O2 jadi

kerusakan, kekurangan aliran darah otak walau sebentar akan menyebabkan

gangguan fungsi. Demikian pula dengan kebutuhan glukosa sebagai bahan bakar

metabolisme otak, tidak boleh kurang dari 20 mg% karena akan menimbulkan

koma. Kebutuhan glukosa sebanyak 25 % dari seluruh kebutuhan glukosa tubuh,

sehingga bila kadar glukosa plasma turun sampai 70 % akan terjadi gejala

disfungsi serebral. Pada saat otak hipoksia, tubuh berusaha memenuhi O2

melalui proses metabolik anaerob, yang dapat menyebabkan dilatasi pembuluh

darah otak.
G. Pathway
H. Pemeriksaan Diagnostik

1. Angiografi serebral

Membantu menentukan penyebab dari stroke secara apesifik seperti

perdarahan arteriovena atau adanya ruptur.

2. CT Scan

Memperlihatkan secara spesifik letak oedema, posisi henatoma,

adanya jaringan otak yang infark atau iskemia serta posisinya secara pasti.

3. Pungsi lumbal.

Tekanan yang meningkat dan di sertai dengan bercak darah pada

cairan lumbal menunjukkan adanya haemoragia pada sub arachnoid atau

perdarahan pada intrakranial. Peningkatan jumlah protein menunjukan adanya

proses inflamasi.

4. MRI (Magnetic Imaging Resonance)

Dengan menggunakan gelombang magnetic untuk menentukan posisi

serta besar/ luas terjadinya perdarahan otak.

5. USG Dopler.

Untuk mengidentifikasi adanya penyakit arteriovena (Masalah sistem

karotis).

6. EEG

Melihat masalah yang timbul dampak dari jaringan yang infark sehingga

menurunnya impuls listrik dalam jaringan otak.

7. Scan tomography computer


Bermanfaat untuk membandingkan lesi cerebrovaskuler dan lesi non

vaskuler. Misalnya saja hemorhagi subdural, abses otak, tumor, atau

hemorhagi intraserebral dapat terlihat pada CT Scan. Daerah infark mungkin

belum terlihat dengan CT Scan dalam 48 jam. Angiography pernah digunakan

sebelum adanya CT Scan. Untuk membedakan lesi serebrovaskuler dengan

lesi non vaskuler. Penting untuk diketahui apakah terdapat hemorhagi, karena

informasi ini dapat membantu dokter memutuskan apakah dibutuhkan

pemberian antikoagulasi pada pasien atau tidak. Pencitraan resonan magnetic

(MRI) juga dapat membantu dalam membandingkan diagnosa stroke.

8. Pemeriksaan EKG

Membantu menentukan apakah terdapat disritmia, yang dapat

menyebabkan stroke. Perubahan EKG lainnya yang dapat ditemukan adalah

inversi gelombang T, depresi ST, dan kenaikan serta perpanjangan QT. Tidak

ada pemeriksaan laboratorium yang menjamin kepastian dalam menegakkan

diagnosa stroke; bagaimanapun pemeriksaan darah termasuk hematokrit dan

hemoglobin yang bila mengalami peningkatan dapat menunjukkan oklusi

yang lebih parah; masa protrombin dan masa protrombin parsial, yang

memberikan dasar dimulainya terapi antikoagulasi; dan hitung sel darah putih,

yang dapat menandakan infeksi seperti endokarditis bacterial sub akut.

I. Penatalaksanaan

1. Pengobatan Konservatif

a. Vasodilator meningkatkan aliran darah serebral (ADS) secara percobaan,


tetapi maknanya :pada tubuh manusia belum dapat dibuktikan.

b. Dapat diberikan histamin, aminophilin, asetazolamid, papaverin intra

arterial.

c. Anti agregasi thrombosis seperti aspirin digunakan untuk menghambat

reaksi pelepasan agregasi thrombosis yang terjadi sesudah ulserasi

alteroma.

2. Pengobatan Pembedahan

Tujuan utama adalah memperbaiki aliran darah serebral :

a. Endosterektomi karotis membentuk kembali arteri karotis, yaitu dengan

membuka arteri karotis di leher.

b. Revaskularisasi terutama merupakan tindakan pembedahan dan manfaatnya

paling dirasakan oleh pasien TIA.

c. Evaluasi bekuan darah dilakukan pada stroke akut

d. Ugasi arteri karotis komunis di leher khususnya pada aneurisma.

J. Komplikasi

Setelah mengalami stroke pasien mungkin akan mengalmi komplikasi,

komplikasi ini dapat dikelompokan berdasarkan:

1. Berhubungan dengan immobilisasi; infeksi pernafasan, nyeri pada daerah

tertekan, konstipasi dan thromboflebitis.

2. Berhubungan dengan paralisis: nyeri pada daerah punggung, dislokasi sendi,

deformitas dan terjatuh

3. Berhubungan dengan kerusakan otak : epilepsi dan sakit kepala.


4. Hidrocephalus

K. ASUHAN KEPERAWATRAN

Dari seluruh dampak masalah di atas, maka diperlukan suatu asuhan

keperawatan yang komprehensif. Dengan demikian pola asuhan keperawatan

yang tepat adalah melalui proses perawatan yang dimulai dari pengkajian yang

diambil adalah merupakan respon klien, baik respon biopsikososial maupun

spiritual, kemudian ditetapkan suatu rencana tindakan perawatan untuk menuntun

tindakan perawatan. Dan untuk menilai keadaan klien, diperlukan suatu evaluasi

yang merujuk pada tujuan rencana perawatan klien dengan stroke non

hemoragik.

1. Pengkajian

Pengkajian adalah langkah awal dan dasar bagi seorang perawat dalam

melakukan pendekatan secara sistematis untuk mengumpulkan data dan

menganalisa, sehingga dapat diketahui kebutuhan klien tersebut.

Pengumpulan data yang akurat dan sistematis akan membantu menentukan

status kesehatan dan pola pertahanan klien serta memudahkan menentukan

status kesehatan dan pola pertahanan klien serta memudahkan dalam

perumusan diagnosa keperawatan (Doenges dkk, 1999).

Adapun pengkajian pada klien dengan stroke (Doenges dkk, 1999)

adalah :

a. Aktivitas/ Istirahat
Gejala : merasa kesulitan untuk melakukan aktivitas karena kelemahan,

kehilangan sensasi atau paralisis (hemiplegia), merasa mudah lelah, susah

untuk beristirahat (nyeri/ kejang otot).

Tanda : gangguan tonus otot, paralitik (hemiplegia), dan terjadi kelemahan

umum, gangguan penglihatan, gangguan tingkat kesadaran.

b. Sirkulasi

Gejala : adanya penyakit jantung, polisitemia, riwayat hipotensi postural.

Tanda : hipertensi arterial sehubungan dengan adanya embolisme/

malformasi vaskuler, frekuensi nadi bervariasi, dan disritmia.

c. Integritas Ego

Gejala : perasaan tidak berdaya, perasaan putus asa

Tanda : emosi yang labil dan ketidaksiapan untuk marah, sedih, dan

gembira, kesulitan untuk mengekspresikan diri

d. Eliminasi

Gejala : perubahan pola berkemih

Tanda : distensi abdomen dan kandung kemih, bising usus negatif.

e. Makanan/ Cairan

Gejala : nafsu makan hilang, mual muntah selama fase akut, kehilangan

sensasipada lidah, dan tenggorokan, disfagia, adanya riwayat diabetes,

peningkatan lemak dalam darah.

Tanda : kesulitan menelan, obesitas.

f. Neurosensori
gejala : sakit kepala, kelemahan/ kesemutan, hilangnya rangsang sensorik

kontralateral pada ekstremitas, penglihatan menurun, gangguan rasa

pengecapan dan penciuman.

Tanda : status mental/ tingkat kesadaran biasanya terjadi koma pada tahap

awal hemoragis, gangguan fungsi kognitif, pada wajah terjadi paralisis,

afasia, ukuran/ reaksi pupil tidak sama, kekakuan, kejang.

g. Kenyamanan / Nyeri

Gejala : sakit kepala dengan intensitas yang berbeda-beda

Tanda : tingkah laku yang tidak stabil, gelisah, ketegangan pada otot

h. Pernapasan

Gejala : Merokok

Tanda : Ketidakmampuan menelan/ batuk/ hambatan jalan nafas,

timbulnya pernafasan sulit, suara nafas terdengar ronchi.

i. Keamanan

Tanda : masalah dengan penglihatan, perubahan sensori persepsi terhadap

orientasi tempat tubuh, tidak mampu mengenal objek, gangguan berespons

terhadap panas dan dingin, kesulitan dalam menelan, gangguan dalam

memutuskan.

j. Interaksi Sosial

Tanda : masalah bicara, ketidakmampuan untuk berkomunikasi

k. Penyuluhan/ Pembelajaran

Gejala : adanya riwayat hipertensi pada keluarga, stroke, pemakaian

kontrasepsi oral, kecanduan alcohol


2. Diagnosa Keperawatan

Setelah data-data dikelompokkan, kemudian dilanjutkan dengan

perumusan diagnosa. Diagnosa keperawatan adalah cara mengidentifikasi,

memfokuskan, dan mengatasi kebutuhan spesifik pasien serta respons

terhadap masalah aktual dan resiko tinggi (Doenges dkk, 1999). Untuk

membuat diagnosis keperawatan yang akurat, perawat harus mampu

melakukan hal berikut yaitu mengumpulkan data yang valid dan berkaitan,

mengelompokkan data, membedakan diagnosis keperawatan dari masalah

kolaboratif, merumuskan diagnosis keperawatan dengan tepat, dan memilih

diagnosis prioritas (Carpenito & Moyet, 2007). Diagnosa keperawatan pada

klien dengan Stroke (Doenges dkk, 1999) meliputi :

a. Perubahan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan:

- Interupsi aliran darah

- Gangguan oklusif, hemoragi

- Vasospasme serebral

- Edema serebral

b. Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan:

- Kerusakan neuromuskuler

- Kelemahan, parestesia

- Paralisis spastis

- Kerusakan perseptual/ kognitif

c. Kerusakan komunikasi verbal berhubungan dengan


- Kerusakan sirkulasi serebral

- Kerusakan neuromuskuler

- Kehilangan tonus otot/ kontrol otot fasial

- Kelemahan/ kelelahan

d. Perubahan sensori persepsi berhubungan dengan:

- Perubahan resepsi sensori, transmisi, integrasi (trauma neurologis atau

defisit)

- Stress psikologis (penyempitan lapang perseptual yang disebabkan oleh

ansietas)

e. Kurang perawatan diri berhubungan dengan:

- Kerusakan neuromuskuler, penurunan kekuatan dan ketahanan,

kehilangan kontrol/ koordinasi otot

- Kerusakan perseptual/ kognitif

- Nyeri/ ketidaknyamanan

- Depresi

f. Gangguan harga diri berhubungan dengan:

- Perubahan biofisik, psikososial, perseptual kognitif

g. Resiko tinggi kerusakan menelan berhubungan dengan:

- Kerusakan neuromuskuler/ perceptual

h. Kurang pengetahuan tentang kondisi dan pengobatan berhubungan dengan:

- Kurang pemajanan

- Keterbatasan kognitif, kesalahan interprestasi informasi, kurang

mengingat dan tidak mengenal sumber-sumber informasi


NO Diagnosa Keperawatan/ NURSE CARE PLANING
Masalah Kolaborasi NOC NIC
1 Bersihan Jalan Nafas tidak NOC:
efektif berhubungan dengan:  Respiratory status : Ventilation  Pastikan kebutuhan oral / tracheal suctioning.
- Infeksi, disfungsi  Respiratory status : Airway patency  Berikan O2 ……l/mnt, metode………
neuromuskular, hiperplasia  Aspiration Control  Anjurkan pasien untuk istirahat dan napas dalam
dinding bronkus, alergi jalan Setelah dilakukan tindakan keperawatan  Posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi
nafas, asma, trauma selama …………..pasien menunjukkan  Lakukan fisioterapi dada jika perlu
- Obstruksi jalan nafas : spasme keefektifan jalan nafas dibuktikan dengan  Keluarkan sekret dengan batuk atau suction
jalan nafas, sekresi tertahan, kriteria hasil :  Auskultasi suara nafas, catat adanya suara tambahan
banyaknya mukus, adanya jalan  Mendemonstrasikan batuk efektif dan suara
 Berikan bronkodilator :
nafas buatan, sekresi bronkus, nafas yang bersih, tidak ada sianosis dan
 Monitor status hemodinamik
adanya eksudat di alveolus, dyspneu (mampu mengeluarkan sputum,
 Berikan pelembab udara Kassa basah NaCl Lembab
adanya benda asing di jalan nafas. bernafas dengan mudah, tidak ada pursed lips)
 Berikan antibiotik :
d/d  Menunjukkan jalan nafas yang paten (klien
 Atur intake untuk cairan mengoptimalkan
- Dispneu tidak merasa tercekik, irama nafas, frekuensi
keseimbangan.
- Penurunan suara nafas pernafasan dalam rentang normal, tidak ada
 Monitor respirasi dan status O2
- Orthopneu suara nafas abnormal)
 Pertahankan hidrasi yang adekuat untuk mengencerkan
- Cyanosis  Mampu mengidentifikasikan dan mencegah
sekret
- Kelainan suara nafas (rales, faktor yang penyebab.  Jelaskan pada pasien dan keluarga tent ang penggunaan
wheezing)  Saturasi O2 dalam batas normal peralatan : O2, Suction, Inhalasi.
- Kesulitan berbicara  Foto thorak dalam batas normal
- Batuk, tidak efekotif atau tidak
ada
- Produksi sputum
- Gelisah
- Perubahan frekuensi dan irama
nafas
2 Perfusi jaringan cerebral tidak NOC : NIC :
 Monitor TTV
efektif b/d gangguan afinitas  Circulation status
 Monitor AGD, ukuran pupil, ketajaman, kesimetrisan
Hb oksigen, penurunan  Neurologic status
dan reaksi
konsentrasi Hb, Hipervolemia, Tissue Prefusion : cerebral
 Monitor adanya diplopia, pandangan kabur, nyeri kepala
Hipoventilasi, gangguan Setelah dilakukan asuhan
 Monitor level kebingungan dan orientasi
transport O2, gangguan aliran selama………ketidakefektifan perfusi
 Monitor tonus otot pergerakan
arteri dan vena jaringan cerebral teratasi dengan kriteria hasil:
 Monitor tekanan intrkranial dan respon nerologis
d/d  Tekanan systole dan diastole dalam rentang
 Catat perubahan pasien dalam merespon stimulus
- Gangguan status mental yang diharapkan
 Monitor status cairan
- Perubahan perilaku  Tidak ada ortostatikhipertensi
 Pertahankan parameter hemodinamik
- Perubahan respon motorik  Komunikasi jelas  Tinggikan kepala 0-45o tergantung pada konsisi pasien
- Perubahan reaksi pupil  Menunjukkan konsentrasi dan orientasi dan order medis
- Kesulitan menelan  Pupil seimbang dan reaktif
- Kelemahan atau paralisis  Bebas dari aktivitas kejang
ekstrermitas  Tidak mengalami nyeri kepala
- Abnormalitas bicara
3 Ketidakseimbangan nutrisi NOC:  Kaji adanya alergi makanan
kurang dari kebutuhan a. Nutritional status: Adequacy of nutrient Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah
tubuh b. Nutritional Status : food and Fluid Intake kalori dan nutrisi yang dibutuhkan pasien
Berhubungan dengan : c. Weight Control Yakinkan diet yang dimakan mengandung tinggi serat
Ketidakmampuan untuk Setelah dilakukan tindakan keperawatan untuk mencegah konstipasi
memasukkan atau mencerna selama….nutrisi kurang teratasi dengan Ajarkan pasien bagaimana membuat catatan makanan
nutrisi oleh karena faktor indikator: harian.
biologis, psikologis atau  Albumin serum  Monitor adanya penurunan BB dan gula darah
ekonomi.  Pre albumin serum  Monitor lingkungan selama makan
d/d  Hematokrit  Jadwalkan pengobatan dan tindakan tidak selama jam
- Nyeri abdomen  Hemoglobin makan
- Muntah  Total iron binding capacity  Monitor turgor kulit
- Kejang perut  Jumlah limfosit  Monitor kekeringan, rambut kusam, protein, Hb dan
- Rasa penuh tiba-tiba setelah kadar Ht
makan  Monitor mual dan muntah
- Diare Monitor pucat, kemerahan, dan kekeringan jaringan
- Rontok rambut yang berlebih konjungtiva
- Kurang nafsu makan  Monitor intake nuntrisi
- Bising usus berlebih Informasikan pada klien dan keluarga tentang manfaat
- Konjungtiva pucat nutrisi
- Denyut nadi lemah Kolaborasi dengan dokter tentang kebutuhan suplemen
makanan seperti NGT/ TPN sehingga intake cairan
yang adekuat dapat dipertahankan.
Atur posisi semi fowler atau fowler tinggi selama
makan
 Kelola pemberan anti emetik:.....
 Anjurkan banyak minum
 Pertahankan terapi IV line
 Catat adanya edema, hiperemik, hipertonik papila
lidah dan cavitas oval
4 Intoleransi aktivitas NOC : NIC :
 Observasi adanya pembatasan klien dalam
Berhubungan dengan :  Self Care : ADLs
melakukan aktivitas
 Tirah Baring  Toleransi aktivitas
atau
 Kaji adanya faktor yang menyebabkan kelelahan
imobilisasi  Konservasi eneergi
 Monitor nutrisi dan sumber energi yang adekuat
 Kelemahan menyeluruh Setelah dilakukan tindakan keperawatan
 Monitor pasien akan adanya kelelahan fisik dan
 Ketidakseimbangan antara selama …. Pasien bertoleransi terhadap
emosi secara berlebihan
suplei oksigen dengan aktivitas dengan Kriteria Hasil :
 Monitor respon kardivaskuler terhadap aktivitas
kebutuhan  Berpartisipasi dalam aktivitas fisik tanpa
(takikardi, disritmia, sesak nafas, diaporesis, pucat,
Gaya hidup yang dipertahankan. disertai peningkatan tekanan darah, nadi dan
perubahan hemodinamik)
d/d RR
 Monitor pola tidur dan lamanya tidur/istirahat pasien
  Mampu melakukan aktivitas sehari hari
Melaporkan secara verbal
 Kolaborasikan dengan Tenaga Rehabilitasi Medik
adanya kelelahan atau (ADLs) secara mandiri dalam merencanakan progran terapi yang tepat.
kelemahan.  Keseimbangan aktivitas dan istirahat  Bantu klien untuk mengidentifikasi aktivitas yang
mampu dilakukan
 Adanya dyspneu atau  Bantu untuk memilih aktivitas konsisten yang sesuai
dengan kemampuan fisik, psikologi dan sosial
ketidaknyamanan saat
 Bantu untuk mengidentifikasi dan mendapatkan
beraktivitas. sumber yang diperlukan untuk aktivitas yang
diinginkan
 Respon abnormal dari
 Bantu untuk mendpatkan alat bantuan aktivitas
tekanan darah atau nadi seperti kursi roda, krek
 Bantu untuk mengidentifikasi aktivitas yang disukai
terhadap aktifitas  Bantu klien untuk membuat jadwal latihan diwaktu
 Perubahan ECG : aritmia, luang
 Bantu pasien/keluarga untuk mengidentifikasi
iskemia kekurangan dalam beraktivitas
 Sediakan penguatan positif bagi yang aktif
beraktivitas
 Bantu pasien untuk mengembangkan motivasi diri
dan penguatan
 Monitor respon fisik, emosi, sosial dan spiritual.

5 Defisit perawatan diri NOC : NIC :


Berhubungan dengan : penurunan Self care : Activity of Daily Living (ADLs) Self Care assistane : ADLs
atau kurangnya motivasi, Setelah dilakukan tindakan keperawatan  Monitor kemempuan klien untuk perawatan diri yang
hambatan lingkungan, kerusakan selama …. Defisit perawatan diri teratas mandiri.
muskuloskeletal, kerusakan dengan kriteria hasil:  Monitor kebutuhan klien untuk alat-alat bantu untuk
neuromuskular, nyeri, kerusakan  Klien terbebas dari bau badan kebersihan diri, berpakaian, berhias, toileting dan
persepsi/ kognitif, kecemasan,  Menyatakan kenyamanan terhadap makan.
kelemahan dan kelelahan. kemampuan untuk melakukan ADLs  Sediakan bantuan sampai klien mampu secara utuh
d/d  Dapat melakukan ADLS dengan bantuan untuk melakukan self-care.
ketidakmampuan untuk mandi,  Dorong klien untuk melakukan aktivitas sehari-hari
ketidakmampuan untuk yang normal sesuai kemampuan yang dimiliki.
berpakaian, ketidakmampuan  Dorong untuk melakukan secara mandiri, tapi beri
untuk makan, ketidakmampuan bantuan ketika klien tidak mampu melakukannya.
untuk toileting  Ajarkan klien/ keluarga untuk mendorong
kemandirian, untuk memberikan bantuan hanya jika
pasien tidak mampu untuk melakukannya.
 Berikan aktivitas rutin sehari- hari sesuai kemampuan.
 Pertimbangkan usia klien jika mendorong pelaksanaan
aktivitas sehari-hari.
DAFTAR PUSTAKA

Doengoes M. 2000, Rencana Asuhan Keperawatan “Pedoman untuk perencanaan


Dan Pendokumentasian Perawatan Pasien.Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Jakarta

Hudak & Gallo, 1987, Keperawatan Kritis Pendekatan Holistik, Edisi VI, Volume II.
Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta

Made Kariasa 1997. Patofisiologi Beberapa Gangguan Neurologi,,


Hand Out Kursus Keperawatan Neurologi, Fakultas Ilmu Keperawatan UI.
Jakarta.

Linda Juall Carpenito, 1995, Rencana Asuhan & Dokumentasi Keperawatan, EGC,
Jakarta.

Sylvia A. Price, 1995. Patofiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit.Edisi


4.Buku 1. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta.

Joane C. Mc. Closkey, Gloria M. Bulechek, 1996, Nursing Interventions


Classification (NIC), Mosby Year-Book, St. Louis

Marion Johnson, dkk, 2000, Nursing Outcome Classifications (NOC), Mosby Year-
Book, St. Louis

Marjory Gordon, dkk, 2001, Nursing Diagnoses: Definition & Classification 2001-
2002, NANDA

Soeparman. (1987). Ilmu Penyakit Dalam, Balai Penerbit FKUI, Jakarta.

Das könnte Ihnen auch gefallen