Sie sind auf Seite 1von 23

LAPORAN PENDAHULUAN

FRAKTUR KLAVIKULA

Oleh :

1. LIA ASNAENI P07120116073


2. MAESARAH P07120116074
3. MITA YULIA RAHMAN P07120116075
4. MUHAMAD ANSHORY P07120116076
5. MUHAMMAD RIZKI UMRAN P07120116078
6. MURSID ARHAM P07120116079
7. NI KADEK AYU RITA DEWI P07120116080
8. SURIYANAH P07120116092

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN MATARAM
PROGRAM STUDI DIPLOMA III KEPERAWATAN MATARAM
JURUSAN KEPERAWATAN
TAHUN 2018-2019

LAPORAN PENDAHULUAN
FRAKTUR KLAVIKULA

I. Definisi
Fraktur atau patah tulang adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang
atau tulang rawan yang umumnya disebabkan oleh rudapaksa (Mansjoer, 2000)
Fraktur klavikula (tulang kolar) merupakan cedera yang sering terjadi
akibat jatuh atau hantaman langsung ke bahu. Lebih dari 80% fraktur ini terjadi
pada sepertiga tengah atau proksimal klavikula. Tulang merupakan alat
penopang dan sebagai pelindung pada tubuh. Tanpa tulang tubuh tidak akan
tegak berdiri.
Fungsi tulang dapat diklasifikasikan sebagai aspek mekanikal maupun
aspek fisiologikal. Dari aspek mekanikal, tulang membina rangka tubuh badan
dan memberikan sokongan yang kokoh terhadap tubuh. Sedangkan dari dari
aspek fisiologikal tulang melindungi organ-organ dalam seperti jantung, paru-
paru dan lainnya. Tulang juga menghasilkan sel darah merah, sel darah putih
dan plasma. Selain itu tulang sebagai tempat penyimpanan kalsium, fosfat, dan
garam magnesium. Namun karena tulang bersifat relatif rapuh, pada keadaan
tertentu tulang dapat mengalami patah, sehingga menyebabkan gangguan
fungsi tulang terutama pada pergerakan.

II. Etiologi
1. Fraktur klavikula pada bayi baru lahir akibat tekanan pada bahu oleh
simphisis pubis selama proses melahirkan. Fraktur tulang humerus
umumnya terjadi pada kelahiran letak sungsang dengan tangan menjungkit
ke atas. Kesukaran melahirkan tangan yang menjungkit merupakan
penyebab terjadinya tulang humerus yang fraktur. Pada kelahiran presentasi
kepala dapat pula ditemukan fraktur ini, jika ditemukan ada tekanan keras
dan langsung pada tulang humerus oleh tulang pelvis. Jenis frakturnya
berupa greenstick atau fraktur total. Fraktur terjadi paling sering sekunder
akibat kesulitan pelahiran (misalnya makrosemia dan disproporsi
sefalopelvik, serta malpresentasi).
2. Fraktur klavikula akibat kecelakaan termasuk kecelakaan kendaraan
bermotor, jatuh dari ketinggian dan yang lainnya.
3. Fraktur klavikula akibat kompresi pada bahu dalam jangka waktu lama,
misalnya pada pelajar yang menggunakan tas yang terlalu berat.
4. Fraktur klavikula akibat proses patologik, misalnya pada pasien post
radioterapi, keganasan clan lain-lain.
III. Klasifikasi
1. Fraktur diklasifikasikan dalam beberapa keadaan berikut.
a. Fraktur traumatik
Terjadi karena trauma yang tiba-tiba mengenai tulang dengan
kekuatan yang besar dan tulang tidak mampu menahan trauma
tersebut sehingga terjadi patah.
b. Fraktur patologis.
Terjadi karena kelemahan tulang tulang sebelumnya akibat kelainan
patologis di dalam tulang. Fraktur patologis terjadi pada daerah-
daerah tulang yang menjadi lemah karena tumor atau proses patologis
lainnya. Tulang sering kali menunjukkan penurunan densitas.
Penyebab yang paling sering dari fraktur-fraktur semacam ini adalah
tumor, baik tumor primer maupun metastasis.
c. Fraktur stress
Terjadi karena adanya trauma yang terus-menerus pada suatu tempat
tertentu.
2. Secara umum, keadaan fraktur secara klinis dapat diklasifikasikan :
a. Fraktur tertutup (simple fraktur). Fraktur tertutup adalah fraktur yang
fragmen tulangnya tidak menembus kulit sehingga tempat fraktur
tidak tercemar oleh lingkungan/tidak mempunyai hubungan dengan
dunia luar.
b. Fraktur terbuka (compound fraktur). Fraktur terbuka adalah fraktur
yang mempunyai hubungan dengan dunia luar melalui luka pada
kulit dan jaringan lunak, dapat berbentuk from within (dari dalam),
atau from without (dari luar).
3. Fraktur Klavikula
a. Tipe I: Fraktur mid klavikula (Fraktur 1/3 tengah klavikula)
 Fraktur pada bagian tengah clavicula.
 Lokasi yang paling sering terjadi fraktur, paling banyak ditemui.
 Terjadi di medial ligament korako-klavikula (antara medial dan
1/3 lateral)
 Mekanisme trauma berupa trauma langsung atau tak langsung
(dari lateral bahu)
b. Tipe II : Fraktur 1/3 lateral klavikula
Fraktur klavikula lateral dan ligament korako-kiavikula, dapat dibagi:
 Type 1: undisplaced jika ligament intak
 Type 2: displaced jika ligamen korako-kiavikula ruptur.
 Type 3: fraktur yang mengenai sendi akromioklavikularis.
c. Tipe III : Fraktur pada bagian proksimal clavicula. Fraktur yang
paling jarang terjadi dari semua jenis fraktur clavicula, insidennya
hanya sekitar 5%.

d. Fraktur pada bagian distal clavicula. Ada beberapa subtype fraktur


klavikula bagian distal yaitu :
 Tipe I : merupakan fraktur dengan kerusakan minimal, dimana
ligament tidak mengalami kerusakan
 Tipe II : merupakan fraktur pada daerah medial ligament
coracoclavicular
 Tipe III : merupakan fraktur pada daerah distal ligament
crococlavicular dan melibatkan permukaan tulang bagian distal
pada AC joint.

IV. Manifestasi Klinis


1. Nyeri
Nyeri terus menerus dan bertambah beratnya sampai fragmen tulang di
imobilisasi spasme tulang yang menyertai fraktur untuk meminimalkan
gerakan antara fragmen tulang.
2. Edema dan kemerahan
Pembengkakan pada area sekitar tulang yang patah dikarenakan respon
inflamasi.
3. Hilangnya fungsi
Setelah terjadi fraktur fungsi akan terganggu tidak sesuai seperti normal
biasanya. Bahu dan lengan terasa lemah.
4. Deformitas
Pergeseran fragmen pada fraktur menyebabkan deformitas.
5. Pemendekan
Dikarenakan oleh konstraksi otot yang melekat di atas dan di bawah
tempat fraktur, posisi lengan akan menjadi lebih dekat dengan tubuh
6. Krepitasi
Akibat gerakan antara fragmen satu dengan lainnya
7. Mati rasa
8. Kesemutan
V. Pathway/Patofisiologi
Kecelakaan atau trauma

Menghantam bahu

FRAKTUR KLAVIKULA

Perubahan Jaringan Diskontinuitas Tulang Kerusakan Fragmen


sekitas Tulang Klavikula

Laserasi Spasme Pergeseran Fragmen Stress/cemas N.


Injuri arteri
otot Tulang Supraklavikularis
aksilaris dan
vena tertekan
subklavikularis
Peningkatan Tekanan Deformitas Hipotalamus
Kapiler mendapatkan
kode untuk Nyeri dada
Sel endotel merangsang
rusak saraf
Aktivasi substansi kimiawi endogen
simpatis dan
(bradikinin, substansi P, serotonin,histamine,
medulla
ion K, ion H, prostaglandin
Trombosit melekat adrenalin
di dinding
pembuluh darah
Substansi masuk ke dalam cairan
trombus Sekresi katekolamin
ekstaseluler yang melingkupi nosiseptor

Asam lambung
Emboli
Fungsi Imun
Membran sel rusak

Risiko emboli serebral


Aktivasi asam arakhidonat Risiko infeksi

Prostaglandin endoperoxyde
sintase
Platelet dan sel mast

Ujung aferen nosiseptif aktif


Histamin

Cycloendoperoxide
(PGG2) Leukotrien

IL-1β, IL-6, TNF-α, Tromboksan & Vasodilatasi lokal


IFN-ϒ (mediator prostasiklin
inflamasi) (mediator nyeri)
Peningkatan permeabilitas
vaskuler lokal

Gerakan cairan ekstravasasi ke dalam


ruang interstitial di jaringan yang rusak

edema

hiperalgesia
(intensitas impuls semakin besar)

Impuls di transmisi o/ serabut aferen nosiseptif primer lewat radiks posterior menuju
kornu posterior medulla spinalis

Membentuk badan sel(neuren sekunder) Impuls melebihi ambang sel T

Impuls di transmisikan di neuron sekunder


Gerbang spinal terbuka
Masuk ke traktus spinotalamikus lateralis
Impuls diteruskan ke pusat supraspinal di
korteks somatosensoris

Impuls di saring intensitasnya o/ system gerbang kendali spinal

IMPULS di persepsikan sebagai NYERI

ORIF / OPERASI

Serabut aferen Prosedur ivasif (nyeri dan


Substansia gelatinosa integritas jaringan rusak)
Fungsi : penghambat Post Op
sel transmisi T Diameter besar Diameter kecil
(fungsi : penutup gerbang) (pembuka gerbang)
Proses Penyembuhan Tulang

FaseInflamasi Proliferasi Fase Konsolidasi


Fase Remodelling
(2-3 minggu) (di mulai minggu ke-2 s.d 3 (beberapa bulan s.d tulang siap
post fraktur dan berakhir pada menerima beban)
minggu ke 4 s.d 8)
Ujung fragmen lamella yang tebal akan
tulang mengalami terbentuk pada sisi dengan
devitalisasi karena Osteoklast dan osteoblast aktif
Fibroblast dan osteoblast tekanan yang tinggi
terputusnya berkembang dari osteosit, terus menerus
pasokan darah
sel endotel, dan
terjadi hipoksia dan selperiosteum)
inflamasi tjd
Rongga medulla akan terbentuk
HEMATOM
kembali dan diameter tulang
kembali pada ukuran semula

Fase Pembentukan
5 hari post hematom : Tulang imatur
kalus
terbentuk benang- (woven bone)
benang fibrin dalam
jendalan darah,
membentuk jaringan jaringan ikat fibrous dan
untuk revaskularisasi, tulang rawan (osteoid)
dan invasi fibroblast Tulang matur
. periosteum tjd gerakan
dan osteoblast (lamellabone)
mikro pertumbuhan
melingkar kalus
Membentuk pembelahan terbentuk
periosteal sel
osteoblast dan
faktorintra
osifikasi pertumbuhan spesifik Osteoklas Osteoblas mengisi celah di
(TGF beta 1 dan VEGF), antara fragmen dengan
membran menembus debris tulang yang baru.
Sitokin menujuStimulasi
tempat kondrosit
fraktur
fraktur u/ berdiferensiasi
pada kalus lunak
dengan osifikasi
endokondral yang
mengiringinya

Fase Remodelling
(Jay and Gary, 2005; Price dan Wilson,2006)

VI. Pemeriksaan Penunjang


1. X-Ray
Untuk melihat gambaran fraktur / deformitas, lokasi, luas, dan jenis
fraktur.
2. Venogam / arteriogram
Menggambarkan status vaskularisasi
3. CT- Scan
Untuk mendeteksi struktur fraktur yang kompleks
4. MRI
Menunjukkan fraktur dan identifikasi adanya kerusakan jaringan lunak
5. Pemeriksaan Laboratorium
a. Hb dan Ht sering rendah akibat perdaharan
b. LED meningkat bila kerusakan jaringan sangat luas
c. Kalsium Serum dan Fosfor Serum meningkat pada tahap penyembuhan
tulang.
d. Alkalin Fosfat meningkat pada kerusakan tulang dan menunjukkan
kegiatan osteoblastik dalam membentuk tulang.
e. Enzim otot seperti Kreatinin Kinase, Laktat Dehidrogenase (LDH-5),
Aspartat Amino Transferase (AST), Aldolase yang meningkat pada
tahap penyembuhan tulang.
Pemeriksaan lain-lain
a. Pemeriksaan mikroorganisme kultur dan test sensitivitas: didapatkan
mikroorganisme penyebab infeksi.
b. Biopsi tulang dan otot: pada intinya pemeriksaan ini sama dengan
pemeriksaan diatas tapi lebih dindikasikan bila terjadi infeksi.
c. Elektromyografi: terdapat kerusakan konduksi saraf yang diakibatkan
fraktur.
d. Arthroscopy: didapatkan jaringan ikat yang rusak atau sobek karena
trauma yang berlebihan.
e. Indium Imaging: pada pemeriksaan ini didapatkan adanya infeksi pada
tulang.

VII.Penatalaksanaan Fraktur Klavikula


Penatalaksanaan pada fraktur clavicula ada dua pilihan yaitu
dengantindakan bedah atau operative treatment dan tindakan non bedah
ataunonoperative treatment.Tujuan dari penanganan ini adalah untuk
menempatkan ujung-ujung daripatah tulang supaya satu sama lain saling
berdekatan dan untuk menjaga agarmereka tetap menempel sebagaimana
mestinya sehingga tidak terjadi deformitasdan proses penyembuhan tulang
yang mengalami fraktur lebih cepat.Proses penyembuhan pada fraktur
clavicula memerlukan waktu yangcukup lama.Penanganan nonoperative
dilakukan dengan pemasangan salingselama 6 minggu. Selama masa ini
pasien harus membatasi pergerakan bahu, sikudan tangan. Setelah sembuh,
tulang yang mengalami fraktur biasanya kuat dankembali berfungsi. Pada
beberapa patah tulang, dilakukan pembidaian untuk membatasi pergerakan.
atau mobilisasi pada tulang untuk mempercepatpenyembuhan. Patch tulang
lainnya harus benar-benar tidak boleh digerakkan (immobilisasi). Imobilisasi
bisa dilakukan melalui:
1. Pembidaian : benda keras yang ditempatkan di daerah sekeliling
tulang.2.
2. Pemasangan gips : merupakan bahan kuat yang dibungkuskan di sekitartulang yang
patah Modifikasi spika bahu (gips klavikula) atau balutanberbentuk
angka delapan atau strap klavikula dapat digunakan untuk mereduksi
fraktur ini, menarik bahu ke belakang, dan mempertahankandalam
posisi ini. Bila dipergunakan strap klavikula, ketiak harus
diberibantalan yang memadai untuk mencegah cedera kompresi
terhadappleksus brakhialis dan arteri aksilaris. Peredaran darah dan
saraf kedualengan harus dipantau.
3. Penarikan (traksi) : menggunakan beban untuk menahan sebuah anggota,gerak
pada tempatnya.
4. Fiksasi internal : dilakukan pembedahan untuk menempatkan
piringan(plate) atau batang logam pada pecahan-pecahan tulang atau
sering disebut open reduction with internal fixation (ORIF).
5. Fiksasi eksternal: Immobilisasi lengan atau tungkai menyebabkan
ototmenjadi lemah dan menciut. Karena itu sebagian besar penderita
perlumenjalani terapi fisik.
Perawatan Post Operasi Di Ruang Rawat
Ketika pasien sudah mencapai bangsal, maka hal yang harus kita lakukan,
yaitu :
 Monitor tanda-tanda vital dan keadaan umum pasien, drainage,
tube/selang, dan komplikasi. Begitu pasien tiba di bangsal langsung
monitor kondisinya. Pemerikasaan ini merupakan pemeriksaan
pertama yang dilakukan di bangsal setelah post operasi.
 Manajemen Luka
Amati kondisi luka operasi dan jahitannya, pastikan luka tidak
mengalami perdarahan abnormal. Observasi discharge untuk
mencegah komplikasi lebih lanjut. Manajemen luka meliputi
perawatan luka sampai dengan pengangkatan jahitan.
 Mobilisasi dini
Mobilisasi dini yang dapat dilakukan meliputi ROM, nafas dalam
dan juga batuk efektif yang penting untuk mengaktifkan kembali
fungsi neuromuskuler dan mengeluarkan sekret dan lendir.
Mobilisasi pasca operasi yaitu proses aktivitas yang dilakukan
pasca pembedahan dimulai dari latihan ringan di atas tempat tidur
(latihan pernapasan, latihan batuk efektif, dan menggerakkan
tungkai) sampai dengan pasien bisa turun dari tempat tidur,
berjalan ke kamar mandi dan berjalan keluar kamar (Smeltzer,
2001).
Tahap-tahap mobilisasi pada pasien pasca operasi meliputi
(Cetrione, 2009) :
- Pada saat awal (6 sampai 8 jam setelah operasi), pergerakan
fisik bisa dilakukan di atas tempattidur dengan menggerakkan
tangan dan kaki yang bisa ditekuk dan diluruskan,
mengkontraksikan otot-otot termasuk juga menggerakkan badan
lainnya, miring ke kiri atau ke kanan.
- Pada 12 sampai 24 jam berikutnya atau bahkan lebih awal lagi
badan sudah bisa diposisikan duduk, baik bersandar maupun
tidak dan fase selanjutnya duduk di atastempat tidur dengan kaki
yang dijatuhkan atau ditempatkan di lantai sambil digerak-
gerakkan.
- Pada hari kedua pasca operasi, rata-rata untuk pasien yang
dirawat di kamar atau bangsal dan tidak ada hambatan fisik
untuk berjalan, semestinya memang sudah bisa berdiri dan
berjalan di sekitar kamar atau keluar kamar, misalnya ketoilet
atau kamar mandi sendiri
Pasien harus diusahakan untuk kembali ke aktivitas biasa sesegera
mungkin, hal ini perlu dilakukan sedini mungkin pada pasien pasca
operasi untuk mengembalikan fungsi pasien kembali normal.
Perbedaan mobilisasi dini antara pasien dengan anstesi spinal dan
anestesi umum adalah waktu pelaksanaannya. Mobilisasi dini pada
pasien dengan anestesi spinal dapat dilakukan pada 24 jam setelah
operasi, sedangkan pada pasien dengan anestesi umum dapat
dilakukan sedini mungkin mulai dari 6-12 jam setelah operasi.
 Mobilisasi dini pada pasien dengan anestesi spinal :
- Setelah operasi berbaring di tempat tidur, tetapi dapat
melakukan pegerakan ringan seperti menggerakkan
ekstremitas atas dan ekstremitas bawah
- Pada hari kedua pasien dapat duduk di tempat tidur dan
duduk dengan kaki menjuntai dipinggir tempat tidur
- Pada hari ketiga pasien dapat berjalan di kamar seperti ke
kamar mandi dan bisa juga berjalan ke luar kamar
 Mobilisasi dini pada pasien dengan anestesi umum :
- Pada saat awal (6 sampai 12 jam pertama) pasien dapat
melakukan pergerakan fisik seperti menggerakkan
ekstremitas seperti mengangkat tangan, menekuk kaki, dan
menggerakkan telapak kaki
- Pada hari kedua pasien dapat dudukdi tempat tidur ambil
makan, atau duduk dengan kaki menjuntai di pinggir
tempat tidur. Jika pasien sudah berani, pasien dapat
berjalan di sekitar kamar seperti ke kamar mandi
- Pada hari ketiga pasien dapat berjalan ke lua kamar
dengan dibantu atau secara mandiri.
 Rehabilitasi
Rehabilitasi diperlukan oleh pasien untuk memulihkan kondisi
pasien kembali. Rehabilitasi dapat berupa berbagai macam latihan
spesifik yang diperlukan untuk memaksimalkan kondisi pasien
seperti sedia kala.
 Discharge Planning
 Merencanakan kepulangan pasien dan memberikan informasi
kepada klien dan keluarganya tentang hal-hal yang perlu dihindari
dan dilakukan sehubungan dengan kondis/penyakitnya post
operasi.
Ada 2 macam discharge planning :
- Untuk perawat : berisi point-point discahrge planing yang
diberikan kepada klien (sebagai dokumentasi)
- Untuk pasien : dengan bahasa yang bisa dimengerti pasien dan
lebih detail.
Contoh nota discharge planning pada pasien post tracheostomy
:
Untuk perawat : pecegahan infeksi pada area stoma
Untuk klien : tutup lubang operasi di leher dengan kassa steril
(sudah disiapkan)
Dalam merencanakan kepulangan pasien, kita harus
mempertimbangkan 4 hal berikut:
- Home care preparation
Memodifikasi lingkungan rumah sehingga tidak mengganggu
kondisi klien. Contoh : klien harus diatas kursi roda/pakai alat
bantu jalan, buat agar lantai rumah tidak licin. Kita harus juga
memastikan ada yang merawat klien di rumah.
- Client/family education
Berikan edukasi tentang kondisi klien. Cara merawat luka dan
hal-hal yang harus dilakukan atau dihindari kepada keluarga
klien, terutama orang yang merawat klien.
- Psychososial preparation
Tujuan dari persiapan ini adalah untuk memastikan hubungan
interpersonal sosial dan aspek psikososial klien tetap terjaga.
- Health care resources
Pastikan bahwa klien atau keluarga mengetahui adanya pusat
layanan kesehatan yang terdekat dari rumah klien, seperti
rumah sakit, puskesmas dan lain-lain. Jadi jika dalam keadaan
darurat bisa segera ada pertolongan.
VIII. Komplikasi
1) Komplikasi Awal
a) Kerusakan pembuluh darah
b) Kompartement Syndrom
Suatu kondisi dimana terjadi peningkatan tekanan interstitial dalam
sebuah ruangan terbatas, Sehingga mengakibatkan berkurangnya
perfusi jaringan dan tekanan oksigen jaringan. Gejala utama adalah
rasa sakit yang bertambah parah terutama pada pergerakan pasifdan
nyeri tersebut tidak hilang oleh narkotik.
c) Fat Embolism Syndrom
Terjadi karena sel-sel lemak yang masuk ke aliran darah dan
menyebabkan tingkat oksigen dalam darah rendah yang ditandai
dengan gangguan pernafasan, tekanan nadi cepat, hypertensi, sesak
nafas, demam. Serangan biasanya 2-3 hari setelah cedera.
d) Infeksi
Terjadi akibat System pertahanan tubuh rusak bila ada trauma pada
jaringan
e) Avaskuler Nekrosis
Terjadi karena aliran darah ke tulang rusak atau terganggu yang bisa
menyebabkan nekrosis tulang

f) Shock
Terjadi karena kehilangan banyak darah dan meningkatnya
permeabilitas kapiler yang bisa menyebabkan menurunnya
oksigenasi. Ini biasanya terjadi pada fraktur.
2) Komplikasi Dalam Waktu Lama
a) Delayed Union dan nonunion :
Sambungan tulang yang terlambat dan tulang patah yang tidak
menyambung kembali.
b) Malunion :
adalah suatu keadaan dimana tulang yang patah telah sembuh dalam
posisi yang tidak seharusnya, membentuk sudut, atau miring.

IX. ASUHAN KEPERAWATAN


Pengkajian adalah langkah awal dan dasar dalam proses keperawatan
secara menyeluruh (Boedi Hartono, 1994: 10). Pengkajian Pasien Post Operasi
Fraktur ( Doenges, 1999) meliputi :
 Gejala Sirkulasi
Gejala : Riwayat masalah jantung, GJK, edema pulmononal, penyakit
vascular perifer atau Statis vascular (peningkatan resiko pembentukan
thrombus ).
 Integritas Ego
Gejala : perasaan cemas, takut, marah, apatis ; faktor - faktor stress
multiple, misalnya financial, hubungan, gaya hidup. Tanda : tidak
dapat istirahat, peningkatan ketegangan/peka rangsang ; stimulasi
simpatis.
 Makanan / Cairan
Gejala : insufisiensi pankreas/DM, (predisposisi untuk
hipoglikemia/ketoasidosis) ; malnutrisi (termasuk obesitas) ;
membrane mukosa yang kering (pembatasan pemasukkan / periode
puasa properasi).
 Pernapasan
Gejala : infeksi, kondisi yang kronis/batuk, merokok.
 Keamanan
Gejala : alergi/sensitive terhadap obat, makanan, plester, dan larutan ;
Defisiensi immune peningkatan risiko infeksi sitemik dan penundaan
penyembuhan) ; Munculnya kanker / terapi kanker terbaru ; Riwayat
keluarga tentang hipertermia malignant/reaksi anestesi ; Riwayat
penyakit hepatic (efek dari detoksifikasi obat - obatan dan dapat
mengubah koagulasi) ; Riwayat transfusi darah / reaksi transfusi
Tanda : menculnya proses infeksi yang melelahkan ; demam.
 Penyuluhan / Pembelajaran
Gejala : penggunaan anastesi tikoagulasi, steroid, antibiotic,
antihipertensi, kardiotonik glokosid, antidisritmia, bronchodilator,
diuretic, dekongestan, analgesic, anti inflamasi, antikonvulsan atau
tranquilizer dan juga obat yang dijual bebas, atau obat - obatan
rekreasional. Penggunaan alkohol (risiko akan kerusakan ginjal, yang
mempengaruhi koagulasi dan pilihan anastesia, dan juga potensial bagi
penarikan diri pasca operasi).
Diagnosa keperawatan adalah suatu penyatuan dari masalah pasien
yang nyata maupun potensial berdasarkan data yang telah dikumpulkan
(Boedihartono, 1994 : 17). Diagnosa keperawatan yang muncul pada pasien
dengan post op fraktur (Wilkinson, 2006) meliputi :
a. Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan terputusnya
jaringan tulang.
b. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan
muskuloskeletal.
c. Resiko infeksi berhubungan dengan adanya kuman masuk.
Rencana Intervensi
Diagnosa Keperawatan Tujuan dan Kriteria Hasil intervensi Rasional
Gangguan rasa nyaman Tujuan : nyeri dapat 1. Lakukan pendekatan pada klien dan 1. Hubungan yang baik membuat klien &
nyeri berhubungan berkurang atau hilang keluarga keluarga kooperatif
dengan terputusnya Kriteria hasil : 2. Kaji tingkat intensitas dan frekwensi 2. Tingkat intensitas nyeri & frekuensi
jaringan tulang.  Nyeri berkurang atau nyeri menunjukkan skala nyeri
hilang 3. Jelaskan pada klien penyebab dari 3. Memberikan penjelasan akan menambah
 Klien tampak tenang nyeri pengetahuan klien tentang nyeri
4. Untuk mengetahui perkembangan klien
4. Observasi tanda-tanda vital. 5. Merupakan tindakan dependent perawat,
5. Melakukan kolaborasi dengan tim dimana analgetik berfungsi untuk
medis dalam pemberian analgesik memblok stimulasi nyeri
Gangguan mobilitas Tujuan : pasien akan 1. Kaji kebutuhan akan pelayanan 1. mengidentifikasi masalah, memudahkan
fisik berhubungan menunjukkan tingkat kesehatan dan kebutuhan akan intervensi.
dengan kerusakan mobilitas optimal. peralatan. 2. mempengaruhi penilaian terhadap
muskuloskeletal Kriteria hasil : 2. Tentukan tingkat motivasi pasien dalam kemampuan aktivitas apakah karena
 penampilan yang melakukan aktivitas. ketidakmampuan atau ketidakmauan.
seimbang.. 3. Ajarkan dan pantau pasien dalam hal 3. menilai batasan kemampuan aktivitas
 melakukan pergerakkan penggunaan alat bantu. optimal.
dan perpindahan. 4. Ajarkan dan dukung pasien dalam 4. mempertahankan /meningkatkan
 mempertahankan latihan ROM aktif dan pasif. kekuatan dan ketahanan otot.
mobilitas optimal yang 5. Kolaborasi dengan ahli terapi fisik atau 5. sebagai suaatu sumber untuk
dapat di toleransi, dengan okupasi mengembangkan perencanaan dan
karakteristik : mempertahankan/meningkatkan
0 = mandiri penuh mobilitas pasien.
1 = memerlukan alat Bantu.
2 = memerlukan bantuan dari
orang lain untuk bantuan,
pengawasan, dan pengajaran.
3 = membutuhkan bantuan
dari orang lain dan alat Bantu.
4 = ketergantungan; tidak
berpartisipasi dalam aktivitas.
Resiko infeksi Tujuan : infeksi tidak terjadi / 1. Pantau tanda-tanda vital. 1. mengidentifikasi tanda-tanda peradangan
berhubungan dengan terkontrol. terutama bila suhu tubuh meningkat.
adanya kuman masuk. Kriteria hasil : 2. Lakukan perawatan luka dengan teknik 2. mengendalikan penyebaran
 tidak ada tanda-tanda aseptik. mikroorganisme patogen.
infeksi seperti pus. 3. Lakukan perawatan terhadap prosedur 3. untuk mengurangi risiko infeksi
 luka bersih tidak lembab inpasif seperti infus, kateter, drainase nosokomial.
dan tidak kotor. luka, dll.
 Tanda-tanda vital dalam 4. Jika ditemukan tanda infeksi kolaborasi 4. penurunan Hb dan peningkatan jumlah
batas normal atau dapat untuk pemeriksaan darah, seperti Hb leukosit dari normal bisa terjadi akibat
ditoleransi. dan leukosit. terjadinya proses infeksi.
5. Kolaborasi untuk pemberian antibiotik. 5. antibiotik mencegah perkembangan
mikroorganisme patogen.
DAFTAR PUSTAKA

Bulechek, Gloria M.; Butcher, Howard K.; Dochterman, Joanne McCloskey.


2008. Nursing Intervention Classification (NIC)(Fifth Edition). United
States of America: Elsevier.
C.Pearce, Evelyn. 1992. Anatomi dan Fisiologi. Jakarta: PT Gramedia Pustaka
Utama.
Effendy, Christantie. 2002. Handout Kuliah Keperawatan Medikal Bedah :
Preoperatif Nursing, Tidak dipublikasikan, Yogyakarta.
Effendy, Christantie dan Ag. Sri Oktri Hastuti. 2005. Kiat Sukses menghadapi
Operasi, Sahabat Setia, Yogyakarta.
Gibson, John. 2003. Anatomi dan Fisiologi Modern untuk Perawat. Jakarta:
Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Heardman, T. Heather (Editor). 2012. NANDA International Nursing Diagnoses :
Definition and Classification 2011 – 2014. Oxford : Wiley-Blackwell.
Ignatavicius, Donna D. 1995. Pocket Companion for Medical-Surgical Nursing: A
Nursing Process Approach. Philadelphia: W.B. SAUNDERS COMPANY
Moorhead, Sue; Johnson, Marion; Maas, Maridean L.; Swanson, Elizabeth. 2008.
Nursing Outcomes Classification (NOC) (Fourth Edition). United States of
America: Elsevier.
Shodiq, Abror. 2004. Operating Room, Instalasi Bedah Sentral RS dr. Sardjito
Yogyakarta, Tidak dipublikasikan, Yogyakarta.
Sjamsulhidayat, R. dan Wim de Jong. 1998. Buku Ajar Imu Bedah, Edisi revisi,
EGC, Jakarta
Sloane, Ethel. 2003. Anatomi dan Fisiologi untuk Pemula. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC.
Smeltzer, Suzanne C. and Brenda G. Bare. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal
Bedah: Brunner Suddarth, Vol. 1, EGC, Jakarta
Wibowo, Soetamto, dkk. 2001. Pedoman Teknik Operasi OPTEK, Airlangga
University Press, Surabaya

Das könnte Ihnen auch gefallen