Entdecken Sie eBooks
Kategorien
Entdecken Sie Hörbücher
Kategorien
Entdecken Sie Zeitschriften
Kategorien
Entdecken Sie Dokumente
Kategorien
FRAKTUR
Disusun Oleh :
Pembimbing :
PENDAHULUAN
Tulang merupakan salah satu anggota tubuh yang sangat penting bagi manusia,
sehingga kerusakan pada tulang sangat berpengaruh pada keadaan tubuh yang dimana
fungsi dari tulang sendiri adalah sebagai kerangka, penopang tubu dan tempat
melekatnya otot sehingga tubuh dapat bergerak maksimal. Salah satu jenis
kecacatan/kerusakan pada tulang yang kerap dijumpai adalah fraktur. Fraktur
merupakan suatu patahan pada kontinuitas struktur jaringan tulang atau tulang rawan
yang umumnya disebabkan trauma, baik trauma langsung ataupun tidak langsung.
Kekuatan, sudut, tenaga, keadaan tulang dan jaringan lunak yang ada disekitar tulang
akan menentukan apakah fraktur yang terjadi disebut lengkap atau tidak lengkap.
Fraktur lengkap terjadi apabila seluruh tulang patah, sedangkan fraktur tidak lengkap
tidak melibatkan seluruh ketebalan tulang.(1,2)
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
II.1 Definisi
Fraktur atau patah tulang adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang dan/atau
tulang rawan yang umumnya disebabkan oleh rudapaksa. Trauma yang menyebabkan
patah tulang dapat berupa trauma langsung dan trauma tidak langsung.(4)
3
Gambar Anatomi Tulang
4
II.3 Fisiologi
Sistem skelet (tulang) dibentuk oleh sebuah matriks dari seabut-serabut dan
protein yang diperkeras dengan kalsium, magnesium fosfat, dan karbonat. Bahan-bahan
tersebut berasal dari embrio hyaline tulang rawan melalui osteogenesis kemudian
menjadi tulang, proses ini dilakukan oleh sel-sel yang disebut osteoblast.
II.4 Epidemiologi
Berdasarkan hasil Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) oleh Badan Penelitian
dan Pengembangan tahun 2007 di Indonesia terjadi kasus fraktur yang disebabkan oleh
cedera antara lain karena jatuh, kecelakaan lalu lintas dan trauma benda tajam/tumpul.
Dari 45.987 peristiwa terjatuh yang mengalami fraktur sebanyak 1.775 orang (3,8%),
dari 20.829 kasus kecelakaan lalu lintas, yang mengalami fraktur sebanyak 1.770 orang
(8,5%), dari 14.127 trauma benda tajam/ tumpul, yang mengalami fraktur sebanyak 236
orang (1,7%). Dan berdasarkan RISKESDAS tahun 2013 dari 84.774 peristiwa cedera
yang mengalami fraktur sebanyak 4.916 orang (5,8%).(1,2)
5
Menurut Depkes RI 2011, dari sekian banyak kasus fraktur di indonesia, fraktur
pada ekstremitas bawah akibat kecelakaan memiliki prevalensi yang paling tinggi
diantara fraktur lainnya yaitu sekitar 46,2%. Dari 45.987 orang dengan kasus fraktur
ekstremitas bawah akibat kecelakaan, 19.629 orang mengalami fraktur pada tulang
femur.(2)
II.5 Etiologi
Fraktur dapat terjadi akibat adanya tekanan yang melebihi kemampuan tulang
dalam menahan tekanan. Tekanan pada tulang dapat berupa tekanan berputar yang
menyebabkan fraktur bersifat spiral atau obliq, tekanan membengkok yang
menyebabkan fraktur transversal, tekanan sepanjang aksis tulang yang menyebabkan
fraktur impaksi atau dislokasi, kompresi vertikal dapat menyebabkan fraktur komunitif
atau memecah, misalnya pada badan vertebra, talus, atau fraktur buckle pada anak-
anak.(7)
Fraktur disebabkan oleh pukulan langsung, gaya meremuk, gerakan puntir
mendadak dan bahkan kontraksi otot yang ekstrim. Umumnya fraktur disebabkan oleh
trauma dimana terdapat tekanan yang berlebihan pada tulang. Fraktur cenderung terjadi
pada laki-laki, biasanya fraktur terjadi pada umur dibawah 45 tahun dan sering
berhubungan dengan olahraga, pekerjaan, atau luka yang disebabkan oleh kecelakaan
kendaraan bermotor.(7)
Pada orang tua, perempuan lebih sering mengalami fraktur daripada laki-laki, hal
ini berhubungan dengan meningkatnya tingkat osteoporosis yang terkait dengan
perubahan hormon pada menopause.
6
Gambar Fraktur pada Osteochondroma
7
Gambar Fraktur Stress pada tulang Metatarsal
8
- Derajat I: Luka <1cm, kerusakan jaringan lunak sedikit, tak ada luka
remuk. Fraktur berbentuk sederhana transversal, obliq, atau komunitif
ringan. Kontaminasi minimal.
- Derajat II: Laserasi >1cm, kerusakan jaringan lunak, tidak luas,
flap/avulsi. Fraktur kominutif sedang. Kontaminasi sedang.
- Derajat III: Terjadi kerusakan jaringan lunak yang luas, meliputi struktur
kulit, otot, dan neurovaskular serta kontaminasi derajat tinggi. Fraktur
derajat III terbagi atas;
a) Jaringan lunak yang menutupi fraktur tulang masih adekuat,
meskipun terdapat laserasi luas/flap/avulsi, atau fraktur segmental /
sangan kominutif yang disebabkan oleh trauma berenergi tinggi tanpa
melihat besarnya ukuran luka.
b) Jaringan lunak yang menutupi telah hilang disertai dengan pengikisan
jaringan periosteal dan tulang mulai tampak dari luar.
c) Kehilangan jaringan lunak dengan cedera arteri utama pada daerah
fraktur yang membutuhkan perbaikan segera untuk mempertahnkan
bagian distal dari fraktur.
9
b. Fraktur Tertutup
Fraktur tertutup adalah fraktur yang fragmen tulangnya tida menembus kulit
sehingga fraktur tidak tercemar oleh udara / lingkungan luar tubuh.
10
Gambar Fraktur Transversal
b. Fraktur Obliq
Fraktur obliq merupakan fraktur yang garis patahnya membentuk sudut
terhadap tulang. Fraktur tipe ini cenderung tidak stabil dan sulit untuk
diperbaiki
11
c. Fraktur Kominutif
Fraktur kominutif merupakan fraktur berupa serpihaan-serpihan atau
terputusnya keutuhan jaringan dengan lebih dari dua fragmen tulang.
12
e. Fraktur Greenstick
Fraktur tidak sempurna dan sering terjadi pada anak-anak. Korteks
tulangnya sebagian masih utuh. Fraktur-fraktur ini biasanya akan segera
sembuh dan segera mengalami remodeling ke bentuk dan fungsi normalnya.
13
g. Fraktur Impresi
Fraktur impresi adalah fraktur dengan penekanan ke rongga dalam otak
yang diakibatkan oleh adanya benturan pada kepala dengan tenaga yang
besar dan langsung mengenai tulang kepala pada area yang kecil. Benturan
yang terjadi terfokus dan lebih padat serta melebihi kapasitas elastisitas
tulang tengkorang.
h. Fraktur Intraartikuler
1) Fraktur Bannett
Fraktur yang disebabkan oleh abduksi ibu jari yang dipaksakan dan
tampak sebagai fraktur obliq yang mengenai permukaan artikulasi
proksimal pada tulang metacarpal I.
14
2) Fraktur Barton
Fraktur ini terjadi akibat terjatuh dengan posisi tangan terentang.
Terkadang hal ini juga berkaitan dengan dislokasi persendian
pergelangan tangan
15
4) Fraktur Pergelangan Kaki
Fraktur ini disebabkan oleh cedera inversi atau eversi, atau kombinasi
dari kedua mekanisme tersebut. Jenis fraktur dapat berupa fraktur
unimaleolar (malleolus medial atau lateral), fraktur bimaleolar, atau
fraktur kompleks bila terjadi fraktur komunitif pada bagian distal dan
fibula.
16
5) Fraktur Calcaneus
Fraktur ini merupakan fraktur tulang tarsus yang paling sering terjadi.
Fraktur ini terjadi akibar terjatuh dari ketinggian dan biasanya bilateral.
Kemungkinan disertai dengan fraktur tulang belakang, terutama pada
vertebra lumbal kedua.
i. Fraktur Non-artikuler
1) Fraktur Colles
Fraktur ini akibat terjatuh dengan tangan terentang. Fraktur radius terjadi
dikorpus distal, biasanya sekitar 2cm dari permukaan artikuler. Fragmen
distal bergeser kearah dorsal dan proksimal, memperlohatkan gambaran
deformitas “garpu makan malam”.
17
2) Fraktur Smith
Fraktur ini biasanya akibat terjatuh pada punggung tangan atau pukulan
keras secara langsung pada punggung tangan. Fragmen distal bergeser
kea rah ventral dengan deviasi radius tangan yang memberikan gambaran
deformitas “sekop”.
3) Fraktur Suprakondiler
Fraktur ini merupakan jenis fraktur siku yang paling sering terjadi pada
anak-anak berusia 3-10 tahun. Sebagian besar fraktur akibat terjatuh pada
tangan terentang dengan hiperekstensi siku.
18
4) Fraktur Jones
Fraktur ini dapat mengenai basis tulang metatarsal V. Garis fraktur
berjalan secara transversal bila dibandingkan dengan pusat osifikasi,
yang berjalan secara obliq.
19
2) Fraktur Monteggia
Fraktur jenis ini disebabkan oleh pronasi lengan bawah yang dipaksakan
saat jatuh atau pukulan secara langsung pada bagian dorsal sepertiga
proksimal lengan bawah. Fraktur ini terdiri dari fraktur ulna proksimal
dengan angulasi anterior yang disertai dengan dislokasi anterior kaput
radius.
20
Gambar Fraktur Transkafoid Pergelangan Tangan dengan Dislokasi
Perunatum (Foto AP dan Lateral)
4) Fraktur Maisonneuve
Terjadi fraktur fibula proksimal yang disebabkan oleh robekan pada
membrane interosus dan sindesmosis tibiofibularis distal. Kemungkinan
juga disertai dengan robek ligamentum deltoid atau fraktur malleolus
medialis yang menyebabkan pelebaran kompartemen sendi medial.
21
5) Fraktur Lisfranc
Fraktur ini biasanya terjadi sesudah jatuh dari ketinggian atau saat
menuruni tangga pesawat terbang. Ligamentum Lisfranc yang terletak
antara tulang kuneiform I dan basis tulang metatarsal II terputus atau
mengalami avulsi pada tempat insersinya.
22
II.7 Diagnosis
II.7.1 Anamnesis
Biasanya penderita fraktur datang dengan suatu trauma (fraktur), baik dengan
trauma ringan maupun berat dan diikuti dengan ketidakmampuan untuk menggerakkan
anggota gerak. Dalam hal ini anamnesis harus dilakukan dengan cermat karena fraktur
tidak selamanya terjadi di daerah trauma, dan mungkin fraktur dapat terjadi di daerah
lain yang terkena trauma akibat adanya kompresi yang terjadi akibat trauma. Penderita
biasanya datang dengan keluhan nyeri, bengkak, gangguan fungsi anggota gerak,
krepitasi atau dengan gejala-gejala lain seperti rasa baal atau perdarahan pada daerah
trauma.(7)
Anamnesis pada trauma dapat dibagi menjadi beberapa topik utama, yaitu riwayat
penyakit sekarang, riwayat penyakit dahulu, riwayat penyakit keluarga dan riwayat
kebiasaan. Riwayat penyakit sekarang yang perlu ditanyakan adalah bagaimana
mekanisme trauma, lokasi nyeri, bagaimana sifat nyeri, ada lebam atau perubahan
warna kulit tidak, apakah ada bengkak atau oedem, apakah ada keterbatasan gerak atau
tidak. Riwayat penyakit dahulu perlu ditanyakan untuk mengetahui adanya penyakit lain
yang dahulu pernah diderita untuk membantu proses penatalaksanaan dan pencegahan
komplikasi. Riwayat keluarga ditanyakan untuk mengeleminiasi kemungkinan penyakit
herediter yang disebabkan karena penularan antar keluarga. Riwaya kebiasaan perlu
ditanyakan kegiatan sehari-hari, pekerjaan yang mungkin dapat membantu dalam
diagnosis berdasar tipe trauma yang diderita.(7)
23
Pemeriksaan Setempat (Lokalis)
Inspeksi (Look)
Pada look, kita menilai warna dan perfusi, luka, deformitas (kelainan
bentuk) seperti bengkak, pemendekan, rotasi, angulasi, fragmen tulang dan
perdarahan eksternal aktif (pada fraktur terbuka),
Palpasi (Feel)
Adanya nyeri tekan (tenderness), krepitasi, pemeriksaan status neurologis
dan vaskuler pada bagian distal fraktur. Palpasi daerah ekstremitas tempat
fraktur tersebut, di bagian distal cedera meliputi pulsasi arteri, warna kulit,
capillary refill test.
Gerakan (Move)
Melihat pergerakan aktif dan pasif pada daerah fraktur untuk melihan
adanya keterbatas gerak.
Pemeriksaan Neurologis
Pemeriksaan tambahan seperti pemeriksaan neurologis perlu juga
diperhatikan. Pemeriksaan neurologis berupa pemeriksaan saraf secara sensoris dan
motoris serta gradasi kelainan neurologis yaitu neuropiraksia atau neurotemesis.
II.7.3 Pemeriksaan Penunjang
Radiologis(7)
Pemeriksaan radiologis diperlukan untuk menentukan keadaan, lokasi,
serta ekstensi fraktur. Untuk menghindari nyeri serta kerusakan jaringan lunak
sebelumnya, maka sebaiknya mempergunakan bidai yang bersifat radiolusen
untuk imobilisasi sementara sebelum dilakukan pemeriksaan radiologis
Tujuan pemeriksaan radiologis:
- Mempelajari gambaran normal tulang dan sendi
- Konfirmasi adanya fraktur
- Melihat sejauh mana pergerakan dan konfigurasi fragmen serta
pergerakannya
- Menentukan teknik pengobatan
- Menentukan apakah fraktur itu baru atau tidak
- Menentukan apakah fraktur intra-artikuler atau eksra-artikuler
- Melihat adanya keadaan patologis lain pada tulang
- Melihat adanya benda asing, misalnya peluru
24
1) Foto Polos
Pemeriksaan yang dapat dilakukan yakni foto polos, CT-Scan, MRI, tomografi
dan radioisotope scanning. Umumnya dengan foto polos kita dapat mendiagnosis
fraktur, tetapi perlu ditanyakan apakah fraktur terbuka atau tertutup, tulang mana
yang terkena dan lokasinya, apakah sendi juga mengalami fraktur serta bentuk
fraktur itu sendiri.
Foto Rontgen harus memenuhi beberapa syarat (rule of two);(7)
Dua pandangan
Fraktur atau dislokasi mungkin tidak terlihat pada film sinar-X
tunggal dan sekurang-kurangnya harus dilakukan 2 sudut pandang (AP &
Lateral/Oblique).
Dua sendi
Pada lengan bawah atau kaki, satu tulang dapat mengalami fraktur atau
angulasi. Tetapi angulasi tidak mungkin terjadi kecuali kalau tulang yang lain
juga patah, atau suatu sendi mengalami dislokasi. Sendi-sendi diatas dan di
bawah fraktur keduanya harus disertakan dalam foto sinar-X.
Dua tungkai
Pada sinar-X anak-anak epifise dapat mengacaukan diagnosis fraktur. Foto
pada tungkai yang tidak cedera akan bermanfaat.
Dua cedera
Kekuatan yang hebat sering menyebabkan cedera pada lebih dari 1 tingkat.
Karena itu bila ada fraktur pada kalkaneus atau femur perlu juga diambil foto
sinar-X pada pelvis dan tulang belakang.
Dua kesempatan
Segera setelah cedera, suatu fraktur mungkin sulit dilihat, kalau ragu-ragu,
sebagai akibat resorbsi tulang, pemeriksaan lebih jauh 10-14 hari
kemudian dapat memudahkan diagnosis.
2) CT-Scan
Suatu jenis pemeriksaan untuk melihat lebih detail mengenai bagian tulang atau
sendi, dengan membuat foto irisal lapis demi lapis. CT Scan diindikasikan untuk
semua pasien dengan cedera kepala ringan dengan GCS <15, sedang dan berat.
25
Gambar CT-Scan Fraktur Depresi (A) dan Linier (B) pada Cranium
3) MRI
MRI dapat digunakan untuk memeriksa hampir seluruh tulang, sendi, dan jaringan
lunak. MRI dapat digunakan untuk mengidentifikasi cedera tendon, ligamen, otot,
tulang rawan, tulang dan jaringan lunak.
26
II.8. Tatalaksana (7)
1 Penatalaksanaan awal
Sebelum dilakukan pengobatan defenitif pada satu fraktur, maka diperlukan:
a) Pertolongan pertama
Pada penderita fraktur yang penting dilakukan adalah membersihkan jalan
napas, menutup luka dengan perban bersih dan imobilisasi fraktur pada
anggota gerak yang terkena agar penderita merasa nyaman dan mengurangi
nyeri sebelum diangkut dengan ambulans.
b) Penilaian Klinis
Sebelum menilai fraktur itu sendiri, perlu dilakukan penilaian klinis, pakah
luka itu tembus tulang, adakah trauma pembuluh
darah/saraf ataukah trauma alat-alat dalam yang lain
c) Resusitasi
Kebanyakan penderita fraktur multiple tiba di rumah sakit dengan syok,
sehingga diperlukan resusitasi sebelum diberikan terapi pada frakturnya sendiri
berupa pemberian transfusi darah dan cairan lainnya serta obat-obat anti nyeri
27
2) Memperoleh posisi yang baik dari fragmen, tanpa pergeseran fragmen
tulang atau pergeseran yang sedikit saja tidak diperlukan reduksi.
3) Mengusahakan terjadinya penyembuhan tulang dalam waktu yang singkat.
Pada fraktur tertentu, bila terjadi kerusakan yang hebat, kemungkinan
diperlukan usaha agar terjadi perbaikan, misalnya dengan menggunakan
bone graft.
4) Mengembakikan fungsi secara normal, dengan memberikan latihan yang
bersifat aktif dinamik akan mencegah terjadinya atrofi otot pada anggota
gerak.
5) Bersifat realistik dan praktis dalam memilih jenis pengobatan dengan
mempertimbangkan segala indikasi dan kontraindikasi penderita.
6) Seleksi pengobatan sesuai dengan penderita, perlu dipertimbangkan keadaan
sosial-ekonomi penderita secara individual.
28
Tujuan pengobatan fraktur yaitu :
a. REPOSISI dengan tujuan mengembalikan fragmen keposisi anatomi. Teknik
reposisi terdiri dari reposisi tertutup dan terbuka. Reposisi tertutup dapat
dilakukan dengan fiksasi eksterna atau traksi kulit dan skeletal. Cara lain yaitu
dengan reposisi terbuka yang dilakukan pada pasien yang telah mengalami
gagal reposisi tertutup, fragmen bergeser, mobilisasi dini, fraktur multipel, dan
fraktur patologis.
b. IMOBILISASI / FIKSASI dengan tujuan mempertahankan posisi fragmen post
reposisi sampai Union. Indikasi dilakukannya fiksasi yaitu pada pemendekan
(shortening), fraktur tidak stabil serta kerusakan hebat pada kulit dan jaringan
sekitar.
Jenis Fiksasi :
a. Eksternal / OREF (Open Reduction External Fixation)
OREF adalah reduksi terbuka dengan fiksasi eksternal dengan prinsip tulang
ditransfiksasikan di atas dan di bawah fraktur, sekrup atau kawat ditransfiksi di
bagian proksimal dan distal kemudian dihubungkan satu sama lain.
1) Gips (plester cast)
2) Traksi
Jenis traksi :
Traksi Gravitasi : U- Slab pada fraktur humerus
Skin traksi. Tujuan menarik otot dari jaringan sekitar fraktur sehingga fragmen
akan kembali ke posisi semula. Beban maksimal 4-5 kg karena bila kelebihan
kulit akan lepas
Sekeletal traksi : K-wire, Steinmann pin atau Denham pin.
Traksi dipasang pada distal tuberositas tibia (trauma sendi koksea, femur,
lutut), pada tibia atau kalkaneus (fraktur kruris). Komplikasi yang dapat terjadi
pada pemasangan traksi yaitu gangguan sirkulasi darah, trauma saraf peroneus,
sindroma kompartemen, infeksi tempat masuknya pin.
Indikasi OREF :
- Fraktur terbuka derajat II dan III
- Fraktur terbuka yang disertai hilangnya jaringan atau tulang yang parah
29
- Fraktur dengan kerusakan jaringan lunak yang luas
- Fraktur dengan gangguan neurovaskuler
- Fraktur Kominutif dan tidak stabil
- Fraktur Pelvis yang tidak bisa diatasi dengan cara lain
- Fraktur infeksi yang kontraindikasi dengan ORIF
- Non Union yang memerlukan kompresi dan perpanjangan
- Trauma Multipel
II.9. Komplikasi(7)
Komplikasi fraktur dapat diakibatkan oleh trauma itu sendiri atau akibat
penanganan fraktur yang disebut komplikasi iatrogenik.
1. Komplikasi Umum
Syok karena perdarahan ataupun oleh karena nyeri, koagulopati difus dan
gangguan fungsi pernafasan. Ketiga macam komplikasi tersebut dapat terjadi dalam
24 jam pertama pasca trauma dan setelah beberapa hari atau minggu akan terjadi
gangguan metabolisme, berupa peningkatan katabolisme. Komplikasi umum lain
30
dapat berupa emboli lemak, trombosis vena dalam (DVT), tetanus atau gas
gangren.
2. Komplikasi Lokal
a. Komplikasi dini
Komplikasi dini adalah kejadian komplikasi dalam satu minggu pasca
trauma, sedangkan apabila kejadiannya sesudah satu minggu pasca trauma
disebut komplikasi lanjut.
• Pada Tulang
1. Infeksi, terutama pada fraktur terbuka.
2. Osteomielitis dapat diakibatkan oleh fraktur terbuka atau tindakan operasi
pada fraktur tertutup. Keadaan ini dapat menimbulkan delayed union atau
bahkan non union
Komplikasi sendi dan tulang dapat berupa artritis supuratif yang sering
terjadi pada fraktur terbuka atau pasca operasi yang melibatkan sendi sehingga
terjadi kerusakan kartilago sendi dan berakhir dengan degenerasi.
• Pada Jaringan lunak
1. Lepuh , Kulit yang melepuh adalah akibat dari elevasi kulit superfisial karena
edema. Terapinya adalah dengan menutup kasa steril kering dan melakukan
pemasangan elastik.
2. Dekubitus. terjadi akibat penekanan jaringan lunak tulang oleh gips. Oleh
karena itu perlu diberikan bantalan yang tebal pada daerah-daerah yang
menonjol.
• Pada Otot
Terputusnya serabut otot yang mengakibatkan gerakan aktif otot tersebut
terganggu. Hal ini terjadi karena serabut otot yang robek melekat pada serabut
yang utuh, kapsul sendi dan tulang. Kehancuran otot akibat trauma dan terjepit
dalam waktu cukup lama akan menimbulkan sindroma crush atau thrombus.
31
Pada jaringan distal dari lesi akan mengalami iskemi bahkan nekrosis.
Trauma atau manipulasi sewaktu melakukan reposisi dapat menimbulkan
tarikanmendadak pada pembuluh darah sehingga dapat menimbulkan spasme.
Lapisan intima pembuluh darah tersebut terlepas dan terjadi trombus. Pada
kompresi arteri yang lama seperti pemasangan torniquet dapat terjadi sindrome
crush. Pembuluh vena yang putus perlu dilakukan repair untuk mencegah
kongesti bagian distal lesi.
Sindroma kompartemen terjadi akibat tekanan intra kompartemen otot
pada tungkai atas maupun tungkai bawah sehingga terjadi penekanan
neurovaskuler sekitarnya. Fenomena ini disebut Iskhemi Volkmann. Ini dapat
terjadi pada pemasangan gips yang terlalu ketat sehingga dapat menggangu
aliran darah dan terjadi edema dalam otot.
Apabila iskemi dalam 6 jam pertama tidak mendapat tindakan dapat
menimbulkan kematian/nekrosis otot yang nantinya akan diganti dengan
jaringan fibrosa yang secara periahan-lahan menjadi pendek dan disebut dengan
kontraktur volkmann. Gejala klinisnya adalah 5 P yaitu Pain (nyeri), Parestesia,
Pallor (pucat), Pulseness (denyut nadi hilang) dan Paralisis.
• Pada saraf
Berupa kompresi, neuropraksi, neurometsis (saraf putus), aksonometsis
(kerusakan akson). Setiap trauma terbuka dilakukan eksplorasi dan identifikasi
nervus.
b. Komplikasi lanjut(7)
Pada tulang dapat berupa malunion, delayed union atau non union. Pada
pemeriksaan terlihat deformitas berupa angulasi, rotasi, perpendekan atau
perpanjangan.
• Delayed union
Proses penyembuhan lambat dari waktu yang dibutuhkan secara normal.
Pada pemeriksaan radiografi, tidak akan terlihat bayangan sklerosis pada
ujung- ujung fraktur.
Terapi konservatif selama 6 bulan bila gagal dilakukan Osteotomi. Bila
lebih 20 minggu dilakukan cancellus grafting (12-16 minggu)
32
• Non union
Dimana secara klinis dan radiologis tidak terjadi penyambungan.
Tipe I (hypertrophic non union)
Tidak akan terjadi proses penyembuhan fraktur dan diantara fragmen
fraktur tumbuh jaringan fibrus yang masih mempunyai potensi untuk union
dengan melakukan koreksi fiksasi dan bone grafting.
Tipe II (atrophic non union)
Disebut juga sendi palsu (pseudoartrosis) terdapat jaringan sinovial
sebagai kapsul sendi beserta rongga sinovial yang berisi cairan, proses union
tidak akan dicapai walaupun dilakukan imobilisasi lama.
Beberapa faktor yang menimbulkan non union seperti disrupsi
periosteum yang luas, hilangnya vaskularisasi fragmen-fragmen fraktur, waktu
imobilisasi yang tidak memadai, implant atau gips yang tidak memadai,
distraksi interposisi, infeksi dan penyakit tulang (fraktur patologis)
• Mal union
Penyambungan fraktur tidak normal sehingga menimbukan deformitas.
Tindakan refraktur atau osteotomi koreksi.
• Osteomielitis
Osteomielitis kronis dapat terjadi pada fraktur terbuka atau tindakan
operasi pada fraktur tertutup sehingga dapat menimbulkan delayed union
sampai non union (infected non union). Imobilisasi anggota gerak yang
mengalami osteomielitis mengakibatkan terjadinya atropi tulang berupa
osteoporosis dan atrofi otot.
• Kekakuan sendi
Kekakuan sendi baik sementara atau menetap dapat diakibatkan
imobilisasi lama, sehingga terjadi perlengketan peri artikuler, perlengketan
intraartikuler, perlengketan antara otot dan tendon. Pencegahannya berupa
memperpendek waktu imobilisasi dan melakukan latihan aktif dan pasif pada
sendi. Pembebasan perlengketan secara pembedahan hanya dilakukan pada
penderita dengan kekakuan sendi menetap.
33
II.10. Prognosis
34
BAB III
KESIMPULAN
35
DAFTAR PUSTAKA
36