Sie sind auf Seite 1von 30

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Pengolahan kelas merupakan masalah tingkah laku yang kompleks. Segala


aktifitas yang terjadi dalam kelas sangat ditentukan oleh tingkat pengelolahan
kelas oleh seorang pendidik. Seorang guru memiliki peranan sebagai pengelola
aktivitas yang harus bekerja berdasar pada kerangka acuan pendekatan
pengelolaan kelas. Mengelola kelas dalam proses pemecahan masalah bukan
terletak pada banyaknya macam kepemimpinan dan kontrol, tetapi terletak pada
ketrampilan memberikan fasilitas yang berbeda-beda untuk setiap peserta didik.
Pemecahan masalah merupakan proses penyelesaian yang beragam, yang
bergantung pada sumber permasalahan.

Guru harus memiliki, memahami dan terampil dalam menggunakan


macam-macam pendekatan dalam pengelolaan kelas, meskipun tidak semua
pendekatan yang dipahami dan dimilikinya dipergunakan bersamaan atau
sekaligus. Dalam hal ini , guru dituntut untuk terampil memilih atau bahkan
memadukan pendekatan yang menyakinkan untuk menangani kasus manajemen
kelas yang tepat dengan masalah yang dihadapi.

Di kelaslah segala aspek pendidikan pengajaran bertemu dan berproses.


Guru dengan segala kemampuannya, siswa dengan segala latar belakang dan
sifat-sifat individualnya. Kurikulum dengan segala komponennya, dan materi
serta sumber pelajaran dengan segala pokok bahasanya bertemu dan berpadu dan
berinteraksi di kelas. Bahkan hasil dari pendidikan dan pengajaran sangat
ditentukan oleh apa yang terjadi di kelas. Mengingat pentingnya pendekatan
dalam pengelolaan kelas, maka pada makalah ini penulis akan membahas

1
mengenai beberapa pendekatan dalam pengelolaan kelas yaitu Pendekatan Iklim
Sosio-Emosional dan pendekatan Proses Kelompok.

1.2 RUMUSAN MASALAH

Adapun rumusan masalah dalam makalah ini adalah sebagai berikut:

1. Apakah yang dimaksud dengan pendekatan iklim sosio-emosional dalam


pengolahan kelas?
2. Bagaimana pendapat para ahli mengenai pendekatan iklim sosio-emosional?

3. Apa saja kelebihan dan kelemahan dari pendekatan iklim sosio-emosional?

4. Apakah yang dimaksud dengan pendekatan proses kelompok dalam


pengolahan kelas?

5. Bagaimana pendapat para ahli mengenai pendekatan proses kelompok?

6. Bagaimanakah model pembelajaran yang menunjang pendekatan proses


kelompok?
7. Apa saja masalah-masalah manajemen kelas yang dapat diatasi dengan
pendekatan proses kelompok?

1.3 TUJUAN PENULISAN

Adapun tujuan dari makalah ini adalah sebagai berikut :

1. Mengetahui apa yang dimaksud dengan pendekatan iklim sosio-emosional


dalam pengolahan kelas.
2. Mengetahui pandangan para ahli mengenai pendekatan iklim sosio-emosional.

2
3. Mengetahui apa saja kelebihan dan kelemahan dari pendekatan iklim sosio-
emosional.

4. Mengetahui apa yang dimaksud dengan pendekatan proses kelompok dalam


pengolahan kelas.

5. Mengetahui pandangan para ahli mengenai pendekatan proses kelompok.

6. Mengetahui model pembelajaran yang menunjang pendekatan proses


kelompok.

7. Mengetahui masalah-masalah manajemen kelas yang dapat diatasi dengan


pendekatan proses kelompok.

1.4 MANFAAT

Adapun manfaat yang dapat diperoleh dari makalah ini :

1. Memberikan informasi pada pembaca tentang pendekatan dan pentingnya


iklim sosio-emosional.
2. Memberikan informasi pada pembaca tentang pandangan para ahli mengenai
pendekatan iklim sosio-emosional.

3. Memberikan informasi pada pembaca tentang kelebihan dan kelemahan dari


pendekatan iklim sosio-emosional.

4. Memberikan informasi pada pembaca tentang pendekatan proses kelompok


dalam pengolahan kelas.

5. Memberikan informasi pada pembaca tentang pandangan para ahli mengenai


pendekatan proses kelompok.

3
6. Memberikan informasi pada pembaca tentang model pembelajaran yang
menunjang pendekatan proses kelompok.

7. Memberikan informasi pada pembaca tentang masalah-masalah manajemen


kelas yang dapat diatasi dengan pendekatan proses kelompok.

8. Menjadi pedoman bagi para guru untuk menentukan jenis


pendekatanpengolahan kelas yang sesuai dengan perserta didik.

4
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 PENDEKATAN IKLIM SOSIO-EMOSIONAL

Pendekatan Iklim Sosio-Emosional dalam pengelolaan kelas berakar pada


psikologi penyuluhan (konseling) dan klinis sehingga menekankan pentingnya
hubungan interpersonal. Guru adalah penentu utama dari hubungan interpersonal
dan iklim (suasana) kelas. Dengan demikian, tugas yang amat pokok bagi guru
ialah membangun hubungan interpersonal dan mengembangkan iklim sosio-
emosional yang positif.

Pendekatan iklim sosio-emosional akan tercapai secara maksimal apabila


hubungan antar pribadi yang baik berkembang di dalam kelas. Hubungan
tersebut meliputi hubungan antara guru dan murid serta hubungan antar murid.
Dalam hal ini guru merupakan kunci pengembangan hubungan tersebut. Oleh
karena itu, seharusnya guru mengembangkan iklim kelas yang baik melalui
pemeliharaan hubungan antar pribadi di kelas untuk terciptanya hubungan guru
dengan siswa yang positif, sikap mengerti dan sikap mengayomi atau sikap
melindungi.

2.1.1 Pengertian Pendekatan Sosial – Emosional


Menurut Djamarah dan Zain ( 2003: 203 ) mengatakan bahwa :
“Pendekatan sosial emosional dalam pembelajaran adalah suasana perasaan dan
suasana sosial ( social-emostionalclimate approach ) di dalam kelas sebagai
sekelompok individu cenderung pada pandangan Psikologi Klinis dan konseling
(penyuluhan).

5
Menurut pendapat ini pendekatan sosial emosional terciptanya iklim atau
suasana pembelajaran yang harmonis dan hubungan sosial yang positif. Suasana
emosional dan hubungan sosial yang positif artinya ada hubungan yang baik
yang positif antara guru dengan anak didik, atau antara anak didik dengan anak
didik. Disini guru adalah kunci terhadap pembentukan hubungan pribadi itu, dan
perananya adalah menciptakan hubungan pribadi yang sehat.
Iklim sosial emosional yang baik adalah dalam arti terdapat hubungan
interpersonal yang harmonis antara guru dengan guru, guru dengan siswa dan
siswa dengan siswa, merupakan kondisi yang memungkinkan berlangsungnya
proses belajar mengajar yang efektif. Asumsi ini mengharuskan seorang guru
berusaha menyusun program kelas dan pelaksanaannya yang didasari oleh
hubungan manusiawi yang diwarnai sikap saling menghargai dan saling
menghormati antar personal di kelas. Setiap personal dibebri kesempatan
masing-masing sehingga timbul suasana sosial emosional yang menyenangkan
pada setiap personal dalam melaksanakan tugasnya masing-masing.
Iklim sosial emosional yang baik tergantung pada guru dalam usahanya
melaksanakan kegiatan belajar mengajar, yang disadari dengan hubungan
manusiawi yang efektif. Dari asumsi ini berarti dalam pendekatan sosial
emosionla seorang guru harus berusaha mendorong siswa agar mampu dan
bersedia mewujudkan hubungan manusiawi yang penuh saling pengertian,
hormat menghormati dan saling menghargai. Guru harus mendorong menjadi
pelaksana yang berisisiatif dan kraetif serta elalu terbuka pada kritik. Disamping
itu bertari juga guru harus mampu dan bersedia mendengarkan pendapat, sasaran,
gagasan dan lain-lain dari siswa sehingga terjadi susana pembelajaran yang
dinamis.
Pendekatan sistim sosial emosional didasari atas asumsi bahwa kegiatan
pembelajaran yang efektif dan efisien mempersyaratkan hubungan sosial –
emosional yang baik antara guru-siswa, dan antara siswa-siswa. Asumsi ini
menghendaki agar guru dapat melaksanakan program kelas didasari atas

6
hubungan manusiawi yang diwarnai sikap saling harga menghargai dan saling
menghormati antar personal kelas.
Untuk menciptakan hubungan baik dengan siswa, guru perlu menerapkan
sikap-sikap yang efektif, meliputi : (1) terbuka, (2) menerima dan menghargai
siswa, (3) empati, dan (4) demokratis. Orstetin dan Levin (1984: 86)
mengidentifikasi karakteristik guru yang efektif dalam pengelolaan kelas, yang
meliputi: mendorong dan memelihara minat siswa terhapat tujuan pembelajaran,
serta mempertahankan aktivitas siswa dalam proses belajar mengajar dengan
menggunakan keterampilan mengajar.
Jacobsen ( 1989: 37 ) menjelaskan bahwa sikap guru yang demokratis
dapat mengembangkan sikap positif pada diri siswa, memiliki perasaan senang
dan nyaman, serta mempunyai pengalaman belajar yang lebih baik dibanding
dengan guru yang berikap keras atau tidak acuh.
Berdasarkan uraian diatas, maka sikap yang ditampilkan dalam
menumbuhkan kemauan dan kemampuan bertanya siswa adalah : (1) sikap
terbuka, (2) menerima dan menghargai siswa, (3). Empati, dan (4) demokrasi.

Dalam pendekatan iklim sosio-emosional dalam pengelolaan kelas terdapat


beberapa pakar yang mengemukakan pendapatnya, yaitu :
1. Menurut Carl A. Rogers

Ide yang menyangkut ciri – ciri pendekatan iklim sosio – emosional ini
dapat dijumpai dalam tulisan – tulisan Cari Rogers. Pokok pikiran Rogers
menyatakan bahwa faktor yang amat berpengaruh terhadap peristiwa belajar
adalah mutu sikap yang ada dalam hubungan interpersonal antara guru (sebagai
fasilitator) dan siswa (sebagai pelajar). Menurut Rogers, beberapa sikap yang
perlu dimiliki guru untuk membantu siswa belajar adalah :

 Sikap kesadaran akan diri sendiri, keterbukaan dan tidak berpura – pura,

7
Guru perlu mengenal dirinya dengan baik dan menampilkan dirinya sendiri
sebagai mana adanya. Guru hendaknya menyadari perasaan – perasaannya
sendiri, menerima perasaan itu dan jika perlu mengkomunikasikan perasaan
itu. Tindakan guru harus sesuai dengan perasaan itu dan tidak pernah berpura
– pura. Pengembangan hubungan interpersonal dan iklim sosio – emosional
yang positif amat dipengaruhi oleh kemamouan guru menampilkan dirinya
sebagaimana adanya. Menurut Rogers, penampilan diri sebagaimana adanya
merupakan sikap yang paling penting yang mempengaruhi proses belajar.

 Sikap menerima, menghargai, mau membantu, dan percaya

Penerimaan guru merupakan sikap kedua yang juga amat penting dalam
membantu siswa belajar. Penerimaan guru mengisyaratkan bahwa guru
memandang siswa sebagai individu yang berharga. Hal ini juga menandakan
adanya kepercayaan guru kepada siswa. Jika tingkah laku siswa diterima guru,
maka siswa itu akan merasa bahwa ia dipercaya dan dihormati. Dengan
demikian, guru yang menghormati dan mempercayai siswa akan mempunyai
kesempatan yang besar untuk menciptakan iklim sosio emosional yang dapat
membantu kesuksesan belajar siswa.

 Sikap mau mengerti dengan penuh empati

Pengertian dengan penuh empati merupakan kemampuan guru untuk


memahami keadaan siswa sesuai dengan pandangan siswa itu sendiri.
Kemampuan ini menunjukkan kepakaan guru terhadap perasaan – perasaan
siswa dan kepekaan guru untuk tidak memberikan penilaian terhadap keadaan
siswa. Pengertian mendalam yang tanpa disertai penilaian ini perlu dilengkapi
empati dari guru terhadap siswa. Jika hal ini terjadi, maka siswa akan merasa
bahwa guru mengerti apa yang dipikirkan dan dirasakan oleh siswa. Dengan
demikian, hubungan interrpersonal dan iklim sosio – emosional yang positif

8
akan berkembang, dan selanjutnya pengaruh besar terhadap kegitan belajar
siswa.

2. Menurut Haim C. Ginnot

Selanjutnya, dalam mengembangkan iklim sosio – emosional yang positif,


Ginot menekankan pentingnya komunikasi yang dilakukan oleh guru. Berkaitan
dengan itu, guru hendaknya berbicara keadaan yang dijumpai pada waktu itu dan
tidak membicarakan pribadi atau sifat – sifat khusus siwa. Jika guru menghadapi
tingkah laku siswa yang tidak menyenangkan, maka ia disarankan agar
menjelaskan apa yang dilihatnya, apa yang dirasakannya, dan sebaiknya
dilakukan.

3. Menurut William Glasser

Menurut Glasser (1969), menekankan pentingnya keterlibatan guru dengan


menggunakan strategi manajemen yang disebut terapi kenyataan. Menurut
Glasser, satu – satunya kebutuhan dasar yang dimiliki oleh manusia adalah
kebutuhan akan identitas diri, yaitu perasaan bahwa diri sendiri memang dapat
tegak berdiri dan penuh arti. Agar siswa dapat mencapai pengalaman sukses di
sekolah, maka siswa harus mampu mengembangkan tanggung jawab sosial dan
perasaan bahwa dirinya berarti. Tanggung jawab sosial dan perasaan berarti ini
merupakan hasil dari hubungan yang baik ntara siswa dengan orang lain. Dengan
demikian, hal penting dalam pengembangan pengalaman sukses ini adalah
keterlibatan siswa.

4. Menurut Rudolf Dreikurs

Ada 2 hal yang amat penting yang dikemukakan oleh Rudolf Dreikurs,
yaitu :

9
 Penekanan akan pentingnya suasana kelas yang demokratis, dimana guru dan
siswa bersama – sama mewujudkan rasa tanggung jawab demi kelancaran dan
keberhasilan kegiatan kelas, dan
 Perlunya diperlihatkan pengaruh akibat – akibat tertentu (dari suatu tindakan
atau kejadian) atas tingkah laku siswa.

2.1.2 Keutamaan Pendekatan Sosial-Emosional


Pendekatan iklim sosial – emosisonal merupakan pendekatan yang
ditawarkan dalam menumbuhkan kemauan dan kemampuan bertanya siswa.
Pendekata ini dilakukan dengan memberikan kesempatan kepada siswa
mengajukan pertanyaan tertulis, kesempatan membacakan pertanyaan yang
diajukan, kompetisi kelompok, melatih mengajukan pertanyaan tingkat rendah/
tinggi, yang didukung oleh suasana kelas yang aman, saling menghargai, dan
hormat menghormati antara personal kelas.
Untuk menciptakan susana pembelajaran yang dapat memungkinkan siswa
merasa aman dalam belajar yaitu dengan cara menciptakan iklim kelas yang tepat
melalui pengelolaan kelas. Pengelolaan kelas merupakan salah satu kompetensi
profesional yang harus dimiliki guru. Hal ini sesuai dengan pendapat Jhon
Jarolimek ( Sumaatmadja, 1984: 72)
” The following are suggested as assential beginning competencies : to
teach elementary social studies the teacher needs to be able to : 1). Organizing
and translate subjekct matter into froms that are usable, manageble, and
understandable to puplils, 2). Use a varierty of instructional resources wisely. 3).
Prepare and implement long and short-range taeching plans. 4). Use curriculum
materials for planning and teaching. 5). Use a variety of large-group, small-
group, and individual-pupil teaching strategies. 6). Evaluate his or her own
teaching.7). use skill in managing the calssroom”.

10
Berkaitan dengan pengelolaan kelas dibawah ini akan diuraikan beberapa
pengertian pengelolaan kelas. Diantaranya Johana Kasm Lemlech (Suryadi,
2003: 11) mengatakan bahwa : ‘ Classroom Mangement is the orchtration of
classroom life: planing kurikulum, organizing procedure and resources,
arranging the environment to maximize effeciencey monitoring student progress,
anticipatting potential problem’.
Menurut pengertian diatas, yang dimaksud dengan pengelolahan kelas
adalah usaha dari pihak guru untuk menata kehidupan kelas dimulai dari
perencanaan kurikulum, penataan prosedur dan sumber belajar, pengaturan
lingkungan untuk memaksimumkan efisiensi, memantau kemajuan peserta didik
dan mengantisipasi masalah-masalah yang mungkin timbul.
Sedangkan Tujuan pengelolaan kelas menurut Undang (1996: 48 ) adalah :
Tujuan pengelolaan kelas yaitu : (1) menciptakan kondisi kelas yang
memungkinkan siswa dapat belajar dengan baik; (2) mengembangkan
kemampuan siswa dalam menggunakan berbagai fasilitas belajar dengan
seoptimal mungkin; (3) mewujudkan interaksi belajar mengajar yang harmonis;
(4) membantu siswa ( individu dan kelompok ) dalam mencapai tujuan belajar “.
Sudirman ( 1991: 311 ) memberikan batasan tujuan pengelolaan kelas,
yaitu : “ Pengelolaan Kelas dimaksudkan untuk menciptakan kondisi dalam
kelompok kelas yang berupa lingkungan kelas yang baik, yang memungkinkan
siswa berbuat sesuai dengan kemampuan “.

2.1.3 Kondisi Sosio-Emosional

Suasana sosio-emosional dalam kelas akan mempunyai pengaruh yang


cukup besar terhadap proses belajar mengajar, kegairahan peserta didik
merupakan efektivitas tercapainya tujuan pengajaran.

1. Tipe Kepemimpinan

11
Peranan guru, tipe kepemimpinan guru, atau administrator akan mewarnai
suasana emosional didalam kelas. Tipe kepemimpinan yang lebih berat pada
otoriter akan menghasilkan sikap peserta didik yang submissive atau apatis. Tapi
dipihak lain juga akan menumbuhkan sikap yang agresif.

Kedua sikap peserta didik yaitu apatis dan agresif ini dapat merupakan
sumber problem pengelolaan, baik yang sifatnya individual maupun kelompok
kelas sebagai keseluruhan. Dengan tipe kepemimpinan yang otoriter peserta
didik hanya akan kalau ada gurdan kalau guru tidak mengawasi maka semua
aktivitas menjadi menurun aktivitas proses belajar mengajar sngat tergantung
pada guru dan menuntut sangat banyak perhatian dari guru.

Tipe kepemimpinan yang cenderung kepada laissez-faire biasanya tidak


produktif walaupun ada pemimpin. Kalau guru ada peserta didik lebih banyak
melakukan kegiatan yang sifatnya ingin diperhatikan. Dalam kepemimpinan tipe
ini malahan biasanya aktivitas peserta didik lebih produktif kalau gurunya tidak
ada. Tipe ini biasanya lebih cocok bagi peserta didik yang innerdirected dimana
peserta didik tersebut aktif, penuh kemauan, berinisiatif, dan tidak selalu
menunggu pengarahan . akan tetapi kelompok peserta disemacam ini biasanya
tidak cukup banyak.

Tipe kepemimpinan guru yang lebig menekankan kepada sikap demokratis


lebih memungkin terbinanya sikap persahabatan guru dan peserta didik dengan
dasar saling memahami dan saling mempercayai. Sikap ini dapat membantu
menciptakan iklim yang menguntungkan bagi terciptanya kondisi proses belajar-
mengajar yang optimal, peserta didik akan belajar secara produktif baik pada saat
diawasi guru maupun tanpa diawasi guru. Dalam kondisi semacam ini biasanya
problema pengelolaan bisa dibatasi sedikit mungkin.

2. Sikap Guru

12
Sikap guru dalam menghadapi peserta didik yang melanggar peraturan
sekolah hendaknya tetap sabar, dan tetap bersahabat dengan suatu keyakinan
bahwa tingkah laku peserta didik akan dapat diperbaiki. Kalau guru terpaksa
membenci, bencilah tingkah laku peserta didik dan bukan membenci peserta
didik.

Terimalah peserta didik dengan hangat kalau ia insyaf akan kesalahannya.


Berlakulah adil dalam bertindak dan ciptakan satu kondisi yang menyebabkan
peserta didik sadar akan kesalahannya dan ada dorongan untuk memperbaiki
kesalahannya.

3. Suara Guru

Suara guru walaupun bukan faktor yang besar tetapi turut mempunyai
pengaruh dalam belajar. Suara yang melengking tinggi atau senantiasa tinggi
atau demikian rendah sehingga tidak terdengar oleh peserta didik secara jelas dari
jarak yang agak jauh akan membosankan dan pelajaran tidak akan diperhatikan.
Suasana semacam ini mengundang tingkah laku yang tidak diinginkan.

Suara yang relatif rendah tetapi cukup jelas dengan volume suara yang
penuh kedengarannya rileks akan mendorong peserta didik untuk lebih berani
mengajukan pertanyaaan, mencoba sendiri, melalukan percobaan terarah, dan
sebagainya. Tekanan suara hendaknya bervariasi sehingga tidak membosankan
peserta didik yang mendengarnya.

4. Pebinaan Raport

Sekali lagi ingin kita tekankan bahwa pembinaan hubungan baik dengan
peserta didik dalam masalah pengelolaaan sangat penting. Dengan hubungan
baik guru peserta didik senantiasa gembira, penuh gairah dan semangat, bersikap
optimistik, serta realistik dalam kegiatan belajar yang sedang dilakukannya

13
2.1.4 Kelebihan Dan Kelemahan Pendekatan Sosio-Emosional

1. Kelebihan Pendekatan Iklim Sosio-Emosional

 Siswa merasa nyaman di kelas kerena terjalin hubungan yang baik dengan
guru.
 Penyelesaian suatu masalah dipecahkan bersama melalui pertemuan kelas.

 Pelajaran diyakini akan lebih mudah diterima karena siswa merasa


nyaman, tentram dan aman dengan situasi yang ada.

 Terbinanya sikap demokratis.

 Selalu ada penghargaan , jadi setiap kegagalan tidak akan membunuh


motivasi siswa.

 Siswa belajar untuk saling menghargai teman ataupun guru.

2. Kelemahan Pendekatan Iklim Sosio-Emosional

 Apabila hubungan siswa terlalu dekat dengan guru atau guru terlalu baik
akan menimbulkan sikap siswa yang terlalu bebas.
 Sulit untuk memahami karakter emosi setiap siswa di kelas, maka
diperlukan ketrampilan guru yang lebih untuk membuat iklim sosio
emosional yang kondusif.

2.2 PENDEKATAN PROSES KELOMPOK

Bentuk lain pendekatan manajemen kelas adalah pendekatan proses


kelompok. Pada pendekatan proses kelompok, guru berperan sebagai pendorong
terciptanya kerja sama kelompok. Pengelolaan kelas dengan proses kelompok

14
memerlukan kemampuan guru untuk menciptakan kondisi-kondisi yang
memungkinkan kelompok menjadi kelompok yang produktif. Agar kelompok-
kelompok siswa menjadi produktif dalam melakukan proses pembelajarannya
maka guru juga dituntut untuk bisa memelihara kondisi itu agar tetap baik.
Kondisi kelas yang baik menurut pendekatan kelompok kerja adalah tampaknya
kemampuan guru dalam mempertahankan semangat yang tinggi, mengatasi
konflik, dan mengurangi masalah-masalah pengelolaan kelas.

Pendekatan ini berpendapat bahwa kelas sebagai suatu sistem sosial yang
mengutamakan proses-proses kelompok. Situasi dan tingkah laku kelompok
kelas dipandang sebagai suatu yang mempunyai pengaruh besar terhadap
jalannya pelajaran, walaupun belajar itu sendiri dipandang sebagai proses
individual.

Pandangan ini mendefinisikan pengelolaan kelas sebagai seperangkat


kegiatan yang digunakan guru untuk memantapkan dan memelihara suatau
organisai kelas yang efektif. Peran utama guru adalah menciptakan dan
memelihara keakraban, produktifitas dan penyelesaian tugas dari kelompok-
kelompok kelas.

Pendekatan proses kelompok (group process approach) disebut juga dengan


pendekatan sosio-psikologis yang merupakan pendekatan yang mengutamakan
pengaturan dan pengoptimalan interaksi antar peserta didik dalam suatu kegiatan
kelompok untuk mencapai tujuan pembelajaran sehingga proses belajar mengajar
dapat berjalan efektif dan efisien. Pendekatan ini dipilih berdasarkan prinsip
psikologi sosial dan dinamika kelompok. Pendekatan proses kelompok memiliki
beberapa latar belakang antara lain sebagai berikut.

1. Kenyataan bahwa kegiatan pembelajaran berlangsung dalam kelompok yang


berbasis kelas.

15
2. Salah satu tugas guru adalah menciptakan dan mempertahankan situasi
kelompok kelas agar tetap efektif, efisien, dan produktif.

3. Kelompok kelas merupakan sistem sosial yang memiliki prinsip-prinsip


pengelolaan yang berlandaskan pendekatan kelompok.

2.2.1 Pengertian Pendekatan Proses kelompok

Menurut Djamarah & Aswan Zain (2002:7), proses kelompok adalah usaha
mengelompokkan anak didik ke dalam beberapa kelompok dengan berbagai
pertimbangan individual sehingga tercipta kondisi kelas yang bergairah dalam
belajar.
Menurut T. Raka Joni dalam Mulyadi (2009:55), yang menjadi dasar dari
pendekatan proses kelompok ini adalah psikologi sosial dan dinamika kelompok
yang mengemukakan dua asumsi sebagai berikut: (1) pengalaman belajar sekolah
berlangsung dalam konteks sosial, dan (2) tugas guru yang terutama dalam
manajemen kelas adalah pembinaan dan memelihara kelompok yang produktif
dan efektif.
Asumsi pertama berarti guru harus mengutamakan kegiatan yang dapat
mengikutsertakan seluruh personal dikelas. Dengan kata lain, kegiatan kelas
harus diarahkan pada kepentingan bersama. Sedangkan pada asumsi kedua
berarti guru harus mampu membentuk dan mengaktifkan siswa dalam kegiatan
belajar mengajar. Kegiatan guru sebagai kelompok antara lain dapat diwujudkan
berupa regu mengajar (team teaching) yang bertugas membantu kelompok
belajar.
Hasibuan dan Moedjiono (1995:177), mengungkapkan bahwa pendekatan
kelompok agar memiliki suatu ikatan yang kuat memerlukan beberapa unsur yaitu
tujuan kelompok, aturan, dan pemimpin.

16
a. Tujuan kelompok

Tujuan kelompok dalam hal adalah tujuan pembelajaran yang hendak


dicapai. Setiap kelompok dalam kelas harus mengetahui tujuan dari dilakukannya
suatu kegiatan kelompok. Dengan begitu, siswa akan lebih memahami dan
tertarik untuk mengikuti proses pembelajaran. Ketidaktahuan akan menimbulkan
ketidakpedulian yang berakibat munculnya masalah manajemen kelas. Dalam hal
ini, guru memiliki peran merumuskan dan mengkomunikasikan kepada peserta
didik tentang tujuan atau goal yang hendak dicapai.

b. Aturan

Aturan dapat berarti batasan perilaku yang diperbolehkan untuk dilakukan


oleh anggota kelas, baik guru maupun peserta didik. Dalam membuat peraturan,
guru hendaknya bersikap demokratis. Aturan harus merupakan suatu kesepakatan
antara guru dengan peserta didik. Aturan yang dibuat secara bersama-sama
biasanya akan lebih dipatuhi dibanding guru membuat kebijaksanaan secara
otoriter.

c. Pemimpin

Guru merupakan pemimpin utama dalam kelas. Sebagai pemimpin, hal


utama yang harus dilakukan adalah menjelaskan tujuan kelompok. Selain itu
dalam rangka menciptakan dan memelihara suasana kerja kelompok yang sehat,
tugas lain adalah mendorong dan memeratakan partisipasi, mengusahakan
kerjasama, mengurangi ketegangan, dan memperjelas partisipasi serta
menerapkan sanksi. Guru dapat memberikan tanggung jawab pemimpin kepada
peserta didik untuk memimpin kelompoknya, baik baik kelompok besar maupun
kelompok kecil.

Berdasarkan beberapa pengertian di atas, dapat penulis simpulkan bahwa di


dalam pendekatan proses kelompok ini, peserta didik diarahkan untuk saling

17
berinteraksi dalam kegiatan kelompok yang secara sengaja diatur oleh guru
dengan menerapkan aturan yang telah disepakati untuk menciptakan kondisi
kelas optimal dalam mencapai tujuan pembelajaran.

Richard A. Schmuck dan Patricia A. Schmuck (dalam Mulyadi, 2009:56),


mengemukakan bahwa ada enam unsur yang menyangkut manajemen kelas
proses kelompok, yaitu harapan, kepemimpinan, kemenarikan, norma,
komunikasi, dan keeratan.

a. Harapan (expectation)

Harapan berhubungan dengan tingkah laku anggota kelompok, dalam hal


ini adalah peserta didik yang mempengaruhi hubungan antar anggota kelompok,
baik guru dengan peserta didik maupun antarpeserta didik. Kelompok kelas yang
efektif terjadi apabila harapan yang ada pada diri guru dan siswa berjalan searah
dan menciptakan sikap saling pengertian akan harapan masing-masing.

b. Kepemimpinan (leadership)

Dalam proses kelompok, kepemimpinan merupakan salah satu unsur yang


menentukan keberhasilan pembelajaran maupun manajemen kelas. Guru
merupakan pemimpin utama dalam kelompok kelas. Melalui pembelajaran
kelompok, tugas kepemimpinan diberikan kepada seluruh anggota kelompok.
Dengan begitu, setiap peserta didik memiliki tanggung jawab untuk mengatur
dan memposisikan dirinya dalam suatu kelompok. Melalui kepemimpinan, akan
terjadi saling koreksi antar siswa sehingga pelaksanaan manajemen kelas tidak
sepenuhnya dari guru semata, melainkan melalui interaksi antarpeserta didik.
Guru yang efektif adalah guru yang mampu mengembangkan mutu interaksi
tersebut dengan menciptakan situasi yang sesuai agar peserta didik melalui sikap
kepemimpinan tetap berorientasi pada tujuan belajar.

c. Kemenarikan (attraction)

18
Kemenarikan berkaitan erat dengan pola keakraban dalam hubungan
kelompok kelas. Tingkat kemenarikan ini tergantung pada hubungan
interpersonal yang positif. Untuk itu usaha guru adalah meningkatkan sikap
menerima dari para anggota kelompok terhadap situasi dan perubahan ataupun
hadirnya orang lain dalam kelompok yang akan akan membantu efektivitas
manajemen kelas melalui pendekatan proses kelompok.

d. Norma (norm)

Norma merupakan aturan bertingkah laku yang telah disepakati dalam


suatu kelompok. Norma kelompok yang efektif adalah yang menjamin
produktifitas kelompok dan sebaliknya. Tugas guru adalah membantu kelompok
untuk memahami, mengembangkan, serta mempertahankan norma-norma yang
sesuai untuk mencapai tujuan.

e. Komunikasi (communication)

Komunikasi merupakan syarat utama terjadnya interaksi kelompok di


dalam kelas yang memungkinkan terjadinya proses kelompok yang efektif.
Melalui komunikasi, dapat terjadi hubungan timbal balik dan saling bertukar
pendapat antarpeserta didik. Tugas guru adalah menumbuhkan interaksi dan
komunikasi yang sehat dimana selain siswa diberi hak untuk mengungkapkan
gagasan, siswa juga harus bersedia menerima pendapat orang lain, sehingga
tumbuh situasi kelas yang kondusif.

f. Keeratan (cohesiveness)

Keeratan dalam proses kelompok dipengaruhi oleh beberapa hal, antara


lain adanya perasaan suka dan nyaman dengan anggota kelompoknya, minat
yang besar terhadap pembelajaran, dan adanya penghargaan terhadap perannya
dalam kelompok. Keeratan kelompok juga dapat tumbuh karena tuntutan
kebutuhan individu yang dapat dipenuhi dengan jalan menjadi anggota kelompok

19
itu. Guru dapat mengelola kelas secara efektif apabila ia mampu menciptakan
kelompok yang erat dan saling bersinergi.

Berdasarkan pendapat tersebut, dapat disimpulkan bahwa dalam


manajemen kelas proses kelompok guru harus memperhatikan harapan peserta
didik dalam mencapai tujuan pembelajaran serta berusaha menciptakan suasana
yang lebih mendukung melalui interaksi dan komunikasi yang terarah dalam
situasi kelompok sehingga pembelajaran menjadi lebih menarik dan menantang.

2.2.2 Model pembelajaran yang menunjang pendekatan proses kelompok

Dalam menerapkan pendekatan proses kelompok, guru harus mampu


menciptakan kelompok belajar yang efektif dan produktif. Oleh karena itu,
adanya model pembelajaran yang berorientasi pada kelompok akan menunjang
penerapan pendekatan proses kelompok, contohnya adalah model pembelajaran
kooperatif. Model pembelajaran ini mengutamakan kerjasama dalam
menyelesaikan permasalahan untuk menerapkan pengetahuan dan keterampilan
dalam rangka mencapai tujuan pembelajaran.

Beberapa tipe model pembelajaran kooperatif yang dikemukakan oleh


beberapa ahli antara lain Slavin (1985), Lazarowitz (1988), dan Sharan (1990)
(dalam Rachmadi, 2006:135) adalah sebagai berikut:

1) Pembelajaran kooperatif tipe jigsaw

Langkah-langkah dalam penerapan tipe jigsaw adalah:

 Guru membagi kelas menjadi beberapa kelompok yang terdiri dari 4 – 6


siswa dengan kemampuan yang berbeda-beda, digolongkan dari tingkat
kemampuan tinggi, sedang, dan rendah. Kelompok ini disebut kelompok asal.
Jumlah anggota kelompok asal disesuaikan dengan jumlah bagian materi
pelajaran yang akan dipelajari sesuai tujuan pembelajaran yang akan dicapai.

20
Setiap siswa dalam kelompok diberi tugas mempelajari salah satu bagian
materi tersebut. Siswa dengan materi yang sama membentuk kelompok yang
disebut kelompok ahli, dan bekerja sama dengan kelompok tersebut untuk
mendiskusikan materi yang sama tadi, serta menyusun cara untuk
menyampaikan kembali kepada anggotanya di kelompok asal.
 Setelah berdiskusi dalam kelompok ahli maupun kelompok asal, kemudian
masing-masing kelompok melakukan presentasi yang dilakukan secara acak
(pengundian) dari salah satu anggota kelompok untuk menyajikan hasil
diskusi kelompoknya.
 Guru memberikan kuis pada siswa secara individual.
 Guru memberikan penghargaan pada kelompok melalui skor penghargaan
berdasarkan perolehan nilai kuis individual.
 Materi sebaiknya dapat dibagi menjadi beberapa bagian materi pembelajaran.
 Perlu diperhatikan bahwa menggunakan jigsaw untuk belajar materi baru,
maka perlu disiapkan suatu tuntutan dan isi materi yang runtut serta cukup
sehingga tujuan pembelajaran dapat tercapai.

2) Pembelajaran kooperatif tipe NHT (number head together)


Pada umumnya tipe NHT digunakan untuk melibatkan siswa dalam
penguatan pemahaman pembelajaran atau mengecek pemahaman siswa terhadap
materi pembelajaran. Langkah-langkahnya sebagai berikut:
 Guru menyampaikan materi pembelajaran atau permasalahan kepada siswa
sesuai kompetensi yang akan dicapai.
 Guru memberikan kuis secara individual kepada siswa untuk mendapatkan
skor dasar (awal).
 Guru membagi kelas dalam beberapa kelompok yang terdiri dari 4 – 5 siswa,
setiap anggota kelompok diberi nomor.
 Guru mengajukan permasalahan untuk dipecahkan bersama dalam kelompok.
 Guru mengecek pemahaman siswa dengan menyebut salah satu nomor
anggota kelompok untuk menjawab. Jawaban siswa tersebut merupakan
wakil jawaban kelompok.
 Guru memfasilitasi siswa dalam membuat rangkuman, mengarahkan, dan
memberikan penegasan pada akhir pembelajaran.
 Guru memberikan tes/kuis kepada siswa secara individual.

21
 Guru memberikan penghargaan pada kelompok melalui skor berdasarkan
perolehan skor kuis individual.

3) Pembelajaran kooperatif tipe STAD (student teams achievement


divisions)
Langkah-langkah penerapan STAD adalah sebagai berikut:
 Guru menyampaikan materi pembelajaran atau permasalahan kepada siswa
sesuai kompetensi dasar yang akan dicapai.
 Guru memberikan tes/kuis kepada setiap siswa secara individual sehingga
akan diperoleh skor awal.
 Guru membentuk beberapa kelompok yang terdiri dari 4 – 5 siswa dengan
kemampuan yang berbeda-beda (tinggi, sedang dan rendah).
 Bahan materi yang telah disiapkan didiskusikan dalam kelompok untuk
mencapai kompetensi dasar.
 Guru memfasilitasi siswa dalam membuat rangkuman, mengarahkan, dan
memberikan penegasan pada materi yang dipelajari.
 Guru memberikan tes/kuis kepada setiap siswa secara individual.
 Guru memberikan penghargaan pada kelompok yang memperoleh skor
tertinggi.

4) Pembelajaran kooperatif tipe TAI (team assited


individualization atauteam accelarated instruction)
Tipe TAI ini dirancang untuk mengatasi kesulitan belajar siswa secara individual.
Langkah-langkahnya sebagai berikut:
 Guru memberikan tugas kepada siswa untuk mempelajari materi
pembelajaran secara individual yang sudah dipersiapkan oleh guru.
 Guru memberikan kuis secara individual kepada siswa untuk mendapatkan
skor dasar.
 Guru membentuk beberapa kelompok yang terdiri dari 4 – 5 siswa dengan
kemampuan berbeda-beda berdasarkan tingkat kemampuan mereka.

22
 Hasil belajar siswa secara individual didiskusikan dalam kelompok. Dalam
diskusi kelompok, setiap anggota saling memeriksa jawaban teman
kelompoknya.
 Guru memfasilitasi siswa dalam membuat rangkuman, mengarahkan, dan
memberikan penegasan pada materi pembelajaran yang telah dipelajari.
 Guru memberikan kuis kepada siswa secara individual.
 Guru memberikan penghargaan pada kelompok yang memperoleh skor
tertinggi.

2.2.3 Masalah-Masalah Manajemen Kelas yang Dapat Diatasi dengan


Pendekatan Proses Kelompok

Masalah yang biasanya muncul dalam manajemen kelas, adalah :

1. Masalah individual

Adanya masalah individual dapat dikarenakan kegagalan dari seseorang


untuk mewujudkan tujuan dan harapan yang diinginkan, terutama kebutuhan
untuk mengaktualisasikan diri dalam lingkungan sosial. Jika seorang individu
merasa gagal dalam mengembangkan dirinya, maka terdapat kecenderungan
individu tersebut akan berbuat menyimpang. Hal ini juga berlaku dalam
lingkungan sosial di kelas. Berdasarkan alasan tersebut, masalah manajemen
kelas dapat digolongkan menjadi empat jenis, yaitu sebagai berikut.

 Attention getting behaviors (pola perilaku mencari perhatian)

Perilaku ini dilakukan peserta didik yang tidak atau belum berhasil
mengembangkan dirinya serta menemukan peran dalam suatu kelompok
dengan mencari perhatian orang lain melalui berbagai cara. Melalui proses
kelompok, diharapkan peserta didik menemukan suatu peranan yang sesuai
dengan kemampuannya yang dapat diwujudkan laksanakan melalui
pemberian tanggung jawab kelompok. Dengan begitu, potensi peserta didik

23
untuk menciptakan masalah dapat dicegah dan dialihkan untuk kegiatan
yang lebih produktif. Dalam hal ini, guru juga berperan membantu peserta
didik dengan memberikan pengarahan dan perhatian yang wajar.

 Power seeking behaviors (pola perilaku menunjukkan kekuatan/kekuasaan)

Tingkah laku ini ditandai dengan suatu bentuk penolakan peserta didik
terhadap suatu pembelajaran, sehingga cenderung menunjukkan suatu
pertentangan serta ketidakpatuhan. Jika dilihat melalui pendekatan proses
kelompok, masalah ini akan dapat diatasi dengan adanya aturan dan norma
kelompok yang merupakan kesepakatan bersama. Aturan dan norma
tersebut akan memaksa peserta didik yang bermasalah untuk mengikuti
ketentuan. Selain itu, proses kelpmpok juga dapat mencegah timbulnya
perilaku ini karena kegiatan yang disepakati bersama dapat mengurangi
penolakan.

 Revenge seeking behaviors (pola perilaku menunjukkan balas dendam)

Perilaku peserta didik dalam hal ini sering merasa sakit hati dengan suatu
bentuk kekalahan. Sakit hati tersebut diungkapkan dalam bentuk perilaku
yang cenderung negatif dan merusak, sehingga persaingan yang terjadi
kurang begitu sehat. Setiap anak yang menunjukkan perilaku menyimpang
pastilah memiliki alasan sendiri-sendiri yang melatarbelakanginya.
Sehingga,pendekatan yang digunakan pun dapat bermacam-macam.
Pendekatan kelompok menjadi salah satu alternatif jika masalah tersebut
berhubungan dengan penerimaan antarindividu dan pengembangan kerja
sama dalam suatu kelompok kelas.

 Helplessness (peragaan ketidakmampuan)

Bentuk perilaku ini ditandai dengan tingkah laku peserta didik yang pasif
terhadap pembelajaran. Peserta didik sudah memiliki mainset bahwa

24
dirinya tidak mampu melakukan sesuatu yang benar dan akan selalu gagal.
Sikap pasrah dan putus asa akan sering ditunjukkan peserta didik. Melalui
proses kelompok, masing-masing siswa akan memiliki hak yang lebih
besar untuk berhasil baik secara individu mapun melalui keberhasilan
kelompok. Guru juga akan lebih mudah mengontrol dan mengaktifkan
peserta didik yang berperilaku seperti ini melalui kegiatan kelompok
dengan memberikan bimbingan secara bergantian.

2. Masalah kelompok

Masalah kelompok dapat terjadi karena pembelajaran berlangsung dalam


situasi kelompok kelas. Pendekatan proses kelompok dapat digunakan untuk
mengatasi masalah yang berhubungan dengan kelompok seperti ini. Akan tetapi,
pendekatan proses kelompok sendiri juga dapat menimbulkan masalah kelompok
semacam ini, sehingga dibutuhkan alternatif pendekatan lainnya. Dikenal adanya
tujuh masalah kelompok dalam kaitannya dengan pengelolaan kelas, yang dapat
dijelaskan sebagai berikut.

 Kurangnya kekompakan

 Kekurangmampuan mengikuti peraturan kelompok

 Reaksi negatif terhadap sesama anggota kelompok

 Penerimaan kelas (kelompok) atas tingkah laku yang menyimpang

 Kegiatan anggota atau kelompok yang menyimpang dari ketentuan yang telah
ditetapkan, berhenti melakukan kegiatan atau hanya meniru-niru kegiatan
orang (anggota) lainnya saja

 Ketiadaan semangat, tidak mau bekerja, dan tingkah laku agresif atau protes

 Ketidakmampuan menyesuaikan diri terhadap perubahan lingkungan

25
2.2.4 Kelebihan dari Pendekatan Proses Kelompok

Adapun kelebihan-kelebihan dari pendekatan proses kelompok dalam


pengelolahan kelas, adalah sebagai berikut :

1) Situasi dan tingkah laku kelompok kelas dipandang sebagai suatu yang
mempunyai pengaruh besar terhadap jalannya pelajaran.
2) Harapan timbal balik tingkah laku guru – peserta didik dan antar peserta didik
sendiri.
3) Kepemimpinan baik dari guru baik dari guru maupun peserta didik yang
mengarahkan kegiatan kelompok kearah pencapaian tujuan-tujuan yang telah
ditetapkan.
4) Pola persahabatan antara anggota kelas semakin baik.
5) Terjadinya komunikasi yang efektif.

26
BAB III
PENUTUP

3.1 KESIMPULAN

Pendekatan iklim sosio-emosional dalam pengelolaan kelas berakar pada


psikologi penyuluhan (konseling) dan klinis sehingga menekankan pentingnya
hubungan interpersonal. Pendekatan iklim sosio-emosional akan tercapai secara
maksimal apabila hubungan antara pribadi yang baik berkembang di dalam kelas.
Hubungan tersebut meliputi hubungan antara guru dan murid serta hubungan
antar siswa. Di dalam hal ini, guru merupakan kunci pengembangan hubungan
tersebut.

Pada pendekatan iklim sosio-emosional, terdapat beberapa pakar atau ahli


yang mengemukakan pendapatnya, yaitu Carl Rogers, Haim C. Ginnot, William
Glasser, dan Rudolf Dreikurs. Carl Rogers menekankan pentingnya mutu sikap
dalam hubungan interpersonal antara guru dengan siswanya. Haim C. Ginnot,
menekankan pentingnya komunikasi yang diselenggarakan oleh guru. William
Glasser menekankan pentingnya kebutuhan akan identitas diri, sedangkan Rudolf
Dreikurs beranggapan tingkah laku dan keberhasilan siswa tergantung pada
suasana demokratis yang ada di dalam kelas.

Bentuk lain pendekatan manajemen kelas adalah pendekatan “Proses


Kelompok”. Pada pendekatan proses kelompok, guru berperan sebagai
pendorong terciptanya kerja sama kelompok. Pendekatan ini mengutamakan
pengaturan dan pengoptimalan interaksi antar peserta didik dalam suatu kegiatan
kelompok untuk mencapai tujuan pembelajaran sehingga proses belajar mengajar
dapat berjalan efektif dan efisien. Oleh karena itu, adanya model pembelajaran
yang berorientasi pada kelompok akan menunjang penerapan pendekatan proses
kelompok, contohnya adalah model pembelajaran kooperatif.
27
Pendekatan iklim sosio-emosional dan proses kelompok memiliki beberapa
kelebihan dan kelemahan. Beberapa kelebihan dari pendekatan iklim sosio-
emosional adalah siswa merasa nyaman karena terbinanya hubungan yang baik
antara guru dan penyelesaian masalah dilakukan dengan pertemuan kelas.
Kelemahan pendekatan iklim sosio-emosional adalah jika hubungan siswa terlalu
dekat dengan guru atau guru terlalu baik akan menimbulkan sikap siswa yang
terlalu bebas. Sedangkan kelebihan dari pendekatan proses kelompok adalah
timbulnya suasana persahabatan di dalam pembelajaran dan terjalinya
komunikasi antar segenap peserta didik, namun kekurangan adalah timbulnya
masalah pada beberapa individu ataupun kelompok karena tidak mampu
bergabung dalam lingkungan pembelajaran.

3.2 SARAN

Dalam menerapkan pendekatan iklim sosio-emosional di dalam kelas, guru


sebaiknya memahami betul mengenai pendekatan iklim sosio-emosional dan
memahami kondisi emosional masing-masing peserta didik, sehingga dalam
penerapannya di kelas diperoleh hasil yang maksimal. Sedangkan dalam
menerapkan pendekatan proses kelompok, guru sebaiknya menyiapkan
perencanaan yang rinci mengenai materi pembelajaran, sehingga para peserta
didik terhindar dari masalah-masalah pembelajaran, baik masalah pribadi
ataupun masalah kelompok.

28
DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2012. Pendekatan sosial emosional dalam. .


http://forumgurunusantara.blogspot.com/2012/10/pendekatan-sosial-
emosional-dalam.html (diakses tanggal 6 Maret 2015)

Anonim. 2013. Strategi pendekatan proses kelompok


http://adzjiodoem.blogspot.com/2013/12/strategi-pendekatan-proses-
kelompok.html (diakses tanggal 6 Maret 2015)

Anonim. 2013. Pendekatan iklim sosio emosional dalam pengelolaan kelas


https://kencanadewidotnet.wordpress.com/2012/02/03/pendekatan-iklim-
sosio-emosional-dalam-pengelolaan-kelas/ (diakses tanggal 6 Maret 2015)

Anonim. 2013. Pendekatan-Pendekatan dalam Pengelolaan Kelas.


https://Pendekatan-Pendekatan dalam Pengelolaan Kelas.html (diakses tanggal
6 Maret 2015)

Bolla, John I; Joni, T.Raka dan Wardani, I.G.A.K. (Ed.). 1985. Keterampilan
Mengelola Kelas. Jakarta: Depdikbud. Ditjen. Dikti. Proyek Pengembangan
LPTK.

Brooks, Jacqueline Grennon; Brooks, Martin G. 1993. In Search of Understanding:


The Case Constructivist Classrooms. Alexandria, Virginia: ASCD.

Charbonneau, Manon P.; Reider, Barbara E. 1995. The Integrated Elementary


Classroom: A Developmental Model of Education for The 21 st Century.
Boston: Allyn and Bacon.

Entang, M; Joni, T. Raka; Prayitno K. 1985. Pengelolaan Kelas. Jakarta: Depdikbud.


Ditjen. Dikti. Proyek Pengembangan LPTK.

29
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. 1982. Buku II: Modul Pengelolaan Kelas.
Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Direktorat Jenderal
Pendidikan Tinggi, Proyek Pengembangan Institusi Pendidikan Tinggi.
Depdikbud Dikdasmen, 1997. Petunjuk Pelaksanaan Proses Belajar Mengajar. 1998.
Jakarta: Depdikbud.
Rachman, Maman. 1998. Manajemen Kelas. Jakarta: Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi.
Majid, Abdul. 2005. Perencanaan pembelajaran. Bandung: Rosda Karya.
Popi, Sopiatin. 2010. Manajemen Belajar Berbasis Kepuasan Siswa. Cilegon: Ghalia
Indonesia.

30

Das könnte Ihnen auch gefallen