Beruflich Dokumente
Kultur Dokumente
1, Januari 2008 : 1 - 11
Kemiskinan :
Model Pengukuran, Permasalahan dan
Alternatif Kebijakan
Nunung Nurwati*)
Abstract
Poverty is a multidimensional issues due to the connection with the ability to
access, economically, socially, cultural, political and participation in the
community. The farm and factors of poverty in Indonesia are certainly
influencing the process of policy to address the issue. In fact the effort of
decreasing the population lives under poverty, various policies and programs
seen to be less effective in live with the tendency of the increase number of
disadvantage people than time to time. It indicated that the policy making and
the programs need to be ordered and conducted in accordance with the
steps in formulating the policy. In this case concerning and understanding in
poverty characteristics in each area, is a need.
Key Words : Poverty, measurement models, issues, policies alternative,
Indonesia.
Abstrak
Kemiskinan merukan masalah multidimensi karena berkaitan dengan
ketidakmampuan akses secara ekonomi, sosial budaya, politik dan partisipasi
dalam masyarakat.Bentuk-bentuk kemiskinan yang ada di Indonesia serta
berbagai ragam faktor penyebabnya, tentunya sangat mempengaruhi
rumusan kebijakan yang dibuat. Berbagai kebijakan dan program yang ada
dirasakan masih kurang efektif dalam upaya menurunkan jumlah penduduk
yang hidup di bawah garis kemiskinan, hal ini terbukti dengan adanya
kecenderungan peningkatan jumlah penduduk miskin dari masa ke masa.
Tentunya rumusan kebijakan dan program perlu dibenahi dan dilakukan
rumusan kebijakan sesuai dengan pentahapan, dalam merumuskan
kebijakan tersebut harus diperhatikan dan dipahami karakteristik kemiskinan
di masing-masing daerah.
Kata kunci : kemiskinan, model pengukuran, permasalahan, alternative
kebijakan, Indonesisa
*)
Staf pengajar Jurusan Kesejahteraan Sosial Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu politik
Universitas Padjadjaran
1
Jurnal Kependudukan Padjadjaran, Vol. 10, No. 1, Januari 2008 : 1 - 11
2
Jurnal Kependudukan Padjadjaran, Vol. 10, No. 1, Januari 2008 : 1 - 11
3
Jurnal Kependudukan Padjadjaran, Vol. 10, No. 1, Januari 2008 : 1 - 11
Tabel 1
Garis Kemiskinan, Jumlah dan Persentase Penduduk Miskin
menurut Daerah Di Jawa Barat, Juli 2005 – Maret 2007
Garis Kemiskinan (Rp/Kapita/Bln) Persentase
Jumlah
Daerah/Thn Non Penduduk
Makanan Total Penduduk
Makanan Miskin
Perkotaan :
Juli 2005 105,149 46,086 151,235 2.444,4 10,57
Maret 2007 126,953 53,868 180,821 2.654,5 11,21
Pedesaan :
Juli 2005 80,928 33,036 113,964 2.693,1 16,62
Maret 2007 112,234 31,970 144,204 2.800,7 16,88
Kota+ Desa
Juli 2005 93,735 39,986 133,701 5.137,5 13,06
Maret 2007 116,835 41,743 158,579 5.455,2 13,55
Sumber : Diolah dari Data Susenas Juli 2005 dan Maret 2007.
4
Jurnal Kependudukan Padjadjaran, Vol. 10, No. 1, Januari 2008 : 1 - 11
Selain itu, bila dilihat dari pola bahwa; Pertama, kemiskinan selalu
waktu, kemiskinan dapat dibedakan dikaitkan dengan ketidakmampuan
menjadi persistent poverty, cyclical dalam mencapai pendidikan tinggi,
poverty, seasonal poverty, dan hal ini berkaitan dengan mahalnya
accidental poverty. Pola pertama, biaya pendidikan, walaupun peme-
persistent poverty adalah kemiskinan rintah Indonesia telah mengeluarkan
yang telah kronis atau turun temurun. kebijakan untuk membebaskan uang
Daerah yang penduduknya tergolong bayaran di tingkat Sekolah Dasar
miskin umumnya merupakan daerah- (SD) dan Sekolah Lanjutan Me-
daerah yang kritis sumber daya nengah Pertama (SLTP), namun
alamnya, atau daerahnya terisolasi, komponen biaya pendidikan lain
sehingga tidak memiliki akses jalan yang harus dikeluarkan masih cukup
dan transportasi dengan daerah tinggi, seperti uang buku dan
lainnya. Pola kedua, yakni cyclical seragam sekolah. Biaya yang harus
poverty, yaitu kemiskinan yang di-keluarkan orang miskin untuk
mengikuti pola siklus ekonomi secara menyekolahkan anaknya juga harus
keseluruhan. Pola ketiga, seasonal termasuk biaya kehilangan dari
poverty, yaitu kemiskinan musiman pendapatan (apportunity cost) jika
seperti sering ditemukan pada anak mereka bekerja (Nazara,
masyarakat yang mempunyai mata Suahasil. Dalam Warta Demografi:
pencaharian sebagai nelayan dan 2007:35).
buruh pada pertanian tanaman Kedua, kemiskinan juga selalu
pangan. Pola keempat, accidental dihubungkan dengan jenis pekerjaan
poverty, yakni kemiskinan dikarena- tertentu. Di Indonesia kemiskinan
kan adanya bencana alam atau selalu terkait dengan sektor
dampak dari adanya suatu kebijakan pekerjaan di bidang pertanian untuk
tertentu yang menyebabkan me- daerah pedesaan dan sektor informal
nurunnya tingkat kesejahteraan di daerah perkotaan. Pada tahun
suatu masyarakat. 2004 terdapat 68,7 persen dari 36,10
juta orang miskin tinggal di daerah
Penyebab Kemiskinan pedesaan dan 60 persen diantaranya
memiliki kegiatan utama di sektor
Faktor-faktor yang menyebab- pertanian (Sudaryanto dan Rusastra:
kan timbulnya kemiskinan diantara- 2006), hal ini diperkuat dengan hasil
nya; rendahnya tingkat pendidikan, studi yang dilakukan oleh Suryahadi
rendahnya derajat kesehatan, et.al (2006), yang menemukan
terbatasnya lapangan kerja, dan bahwa selama periode 1984 dan
kondisi keterisolasian (Kartasasmita, 2002, baik di wilayah pedesaan
Ginandjar: 1996: 240). Dalam maupun perkotaan, sektor pertanian
laporan yang dikeluarkan dari World merupakan penyebab utama ke-
Bank (200) diketahui ada lima faktor miskinan. Dalam studi tersebut juga
yang dianggap dapat mempengaruhi ditemukan bahwa sektor pertanian
terjadinya kemiskinan, yaitu; pen- menyumbang lebih dari 50 persen
didikan, jenis pekerjaan, gender, terhadap total kemiskinan di
akses terhadap pelayanan kesehatan Indonesia dan ini sangat kontras jika
dasar dan infrastruktur dan lokasi dibandingkan dengan sektor jasa dan
geografis. Seperti yang dikemuka-
kan oleh Nazara, Suahasil (2007:35)
5
Jurnal Kependudukan Padjadjaran, Vol. 10, No. 1, Januari 2008 : 1 - 11
6
Jurnal Kependudukan Padjadjaran, Vol. 10, No. 1, Januari 2008 : 1 - 11
kerja anak banyak yang berasal dari pendidikan rendah tentu tidak dapat
keluarga dengan ketegori miskin. bersaing di pasaran kerja dan tidak
Selain itu, lama kepala rumah mempunyai posisi tawar, sehingga
tangga bersekolah. Dari Tabel 2 mereka akan bekerja serabutan atau
tampak bahwa kepala rumah tangga menerima pekerjaan dengan upah
miskin rata-rata lama bersekolah yang rendah. Dengan kondisi seperti
hanya 4,63 tahun saja. Artinya ini maka kepala rumah tangga akan
mereka hanya bersekolah SD saja mengalami kesulitan dalam meme-
dan itupun tidak sampai tamat. nuhi kebutuhan hidup anggota
Kepala rumah tangga dengan rumah tangganya.
Tabel 2
Karakteristik Sosial Demografi Rumah Tangga Miskin
dan Tidak Miskin Indonesia Tahun 2006
No karakteristik Miskin Tidak Miskin
1 Rata-rata anggota rumah tangga:
Perkotaan 4,70 3,91
Perdesaan 4,75 3,69
Perkotaan + Perdesaan 4,74 3,80
2 Rata-rata usia kepala rumah tangga:
Perkotaan 48,28 46,14
Perdesaan 47,55 48,09
Perkotaan + Perdesaan 47,81 47,14
3 Rata-rata lamanya bersekolah kepala
rumah tangga:
Perkotaan 5,24 8,73
Perdesaan 4,18 5,49
Perkotaan + Perdesaan 4,63 7,06
Sumber: BPS; 2006
Tabel 3
Persentase Penduduk Miskin Jawa Barat
Berdasarkan Pendidikan dan kegiatan Utama Tahun 2008
No Karakteristik Miskin
1 Pendidikan :
< SD 44,35
Tamat SD/SLTP 50,25
SLTA + 5,40
2 Kegiatan Utama:
Tidak bekerja 7,59
bekerja di sektor pertanian 36,02
Bekerja bukan disektor pertanian 56,39
Sumber: BPS. 2008
7
Jurnal Kependudukan Padjadjaran, Vol. 10, No. 1, Januari 2008 : 1 - 11
8
Jurnal Kependudukan Padjadjaran, Vol. 10, No. 1, Januari 2008 : 1 - 11
9
Jurnal Kependudukan Padjadjaran, Vol. 10, No. 1, Januari 2008 : 1 - 11
Daftar Pustaka
10
Jurnal Kependudukan Padjadjaran, Vol. 10, No. 1, Januari 2008 : 1 - 11
11