Sie sind auf Seite 1von 11

Jurnal Kependudukan Padjadjaran, Vol. 10, No.

1, Januari 2008 : 1 - 11

Kemiskinan :
Model Pengukuran, Permasalahan dan
Alternatif Kebijakan

Nunung Nurwati*)

Abstract
Poverty is a multidimensional issues due to the connection with the ability to
access, economically, socially, cultural, political and participation in the
community. The farm and factors of poverty in Indonesia are certainly
influencing the process of policy to address the issue. In fact the effort of
decreasing the population lives under poverty, various policies and programs
seen to be less effective in live with the tendency of the increase number of
disadvantage people than time to time. It indicated that the policy making and
the programs need to be ordered and conducted in accordance with the
steps in formulating the policy. In this case concerning and understanding in
poverty characteristics in each area, is a need.
Key Words : Poverty, measurement models, issues, policies alternative,
Indonesia.

Abstrak
Kemiskinan merukan masalah multidimensi karena berkaitan dengan
ketidakmampuan akses secara ekonomi, sosial budaya, politik dan partisipasi
dalam masyarakat.Bentuk-bentuk kemiskinan yang ada di Indonesia serta
berbagai ragam faktor penyebabnya, tentunya sangat mempengaruhi
rumusan kebijakan yang dibuat. Berbagai kebijakan dan program yang ada
dirasakan masih kurang efektif dalam upaya menurunkan jumlah penduduk
yang hidup di bawah garis kemiskinan, hal ini terbukti dengan adanya
kecenderungan peningkatan jumlah penduduk miskin dari masa ke masa.
Tentunya rumusan kebijakan dan program perlu dibenahi dan dilakukan
rumusan kebijakan sesuai dengan pentahapan, dalam merumuskan
kebijakan tersebut harus diperhatikan dan dipahami karakteristik kemiskinan
di masing-masing daerah.
Kata kunci : kemiskinan, model pengukuran, permasalahan, alternative
kebijakan, Indonesisa

*)
Staf pengajar Jurusan Kesejahteraan Sosial Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu politik
Universitas Padjadjaran

1
Jurnal Kependudukan Padjadjaran, Vol. 10, No. 1, Januari 2008 : 1 - 11

Pendahuluan Kesadaran akan kemiskinan akan


Bangsa Indonesiai memiliki dirasakan ketika memban-dingkan
jumlah penduduk yang besar pada kehidupan yang sedang dijalani
tahun 2007 yaitu 231,6 juta jiwa dan dengan kehidupan orang lain yang
di anugerahi dengan sumber daya tergolong mempunyai tingkat
alam yang melimpah. Tetapi sungguh kehidupan ekonomi lebih tinggi. Hal ini
sesuatu yang ironis menurut data menyulitkan pemerintah ketika akan
badan pusat statistik (BPS) tahun menentukan penduduk miskin, karena
2007 jumlah penduduk miskin sebesar mereka (penduduk) sendiri tidak sadar
37,17 juta jiwa atau 16,58% dari total akan kemiskinannya.
penduduk Indonesia. Sedangkan Selain itu, kemiskinan dapat dilihat
laporan dari Bank Dunia (World Bank) sebagai masalah multidimensi karena
adalah hampir setengahnya dari berkaitan dengan ketidak-mampuan
penduduk di Indonesia hidup miskin akses secara ekonomi, sosial, budaya,
atau rentan terhadap kemiskinan. politik dan partisipasi dalam
Dengan kondisi hampir 42% rumah masyarakat. Kemiskinan memiliki arti
tangga hidup diantara garis yang lebih luas dari sekedar lebih
kemiskinan US$1- dan US$2 per hari, rendahnya tingkat pendapatan atau
terlalu banyak rakyat Indonesia yang konsumsi seseorang dari standar
sangat rentan jatuh ke kemiskinan kesejahteraan terukur seperti
Kemiskinan merupakan masa-lah yang kebutuhan kalori minimum atau garis
selalu dihadapi manusia. Masalah kemiskinan, akan tetapi kemiskinan
kemiskinan memang sama tuanya memiliki arti yang lebih dalam karena
dengan usia kemanusiaan itu sendiri berkaitan dengan ketidakmampuan
dan implikasi permasalahan-nya dapat untuk mencapai aspek di luar
melibatkan berbagai segi kehidupan pendapatan (non-income factors)
manusia. Dengan kata lain bahwa seperti akses kebutuhan minimun;
kemiskinan ini merupa-kan masalah kesehatan, pendidikan, air bersih, dan
sosial yang sifatnya mendunia, artinya sanitasi. Kompleksitas kemiskinan
masalah kemis-kinan sudah menjadi tidak hanya berhubungan dengan
perhatian dunia, dan masalah tersebut pengertian dan dimensi saja namun
ada di semua negara, walaupun berkaitan juga dengan metode yang
dampak dari kemiskinan berbeda- digunakan untuk mengukur garis
beda. kemiskinan. Tulisan ini mencoba
memaparkan tentang kemiskinan
Walaupun begitu, kadang-kadang berdasarkan konsep, model
kemiskinan sering tidak disadari pengukuran dan alternatif model dalam
kehadirannya sebagai masalah oleh upaya mengentaskan kemiskinan.
manusia yang bersangkutan. Bagi
mereka yang tergolong miskin, Data yang digunakan dalam
kemiskinan adalah sesuatu yang nyata tulisan ini dari hasil publikasi Badan
ada dalam kehidupan mereka sehari- Pusat Statistik Indodesia (BPS) yaitu
hari karena mereka merasakan hidup bersumber dari hasil publikasi Data
dalam kemiskinan. Meskipun demikian dan Informasi Kemiskinan 2008,
belum tentu mereka sadar akan selain itu juga digunakan data dari
kemiskinan yang mereka jalani. hasil Supas tahun 2005.

2
Jurnal Kependudukan Padjadjaran, Vol. 10, No. 1, Januari 2008 : 1 - 11

Ukuran Kemiskinan absolut apabila pendapatannya lebih


Kemiskinan memiliki banyak rendah dari garis kemiskinan absolut
definisi, dan sebagian besar sering atau dengan istilah lain jumlah
mengaitkan konsep kemiskinan pendapatannya tidak cukup untuk
dengan aspek ekonomi. Berbagai memenuhi kebutuhan hidup
upaya untuk mendefinisikan kemis- minimum. Ukuran garis kemiskinan
kinan dan mengidentifikasikan ke- yang digunakan oleh Biro Pusat
miskinan sebenarnya menghasilkan Statistik (BPS) berdasarkan pen-
suatu konsep pemikiran yang dapat dekatan kemiskinan absolut, dengan
disederhanakan. Pertama, dari sudut mengacu pada definisi kemiskinan
pandang pengukuran, kemiskinan oleh Sayogyo (2000). Diukur dengan
dibedakan menjadi dua yaitu menghitung jumlah penduduk yang
kemiskinan absolut dan relatif. Kedua memiliki pendapatan per kapita yang
dari sudut pandang penyebab, tidak mencukupi untuk mengkon-
kemiskinan dapat dikelompokkan sumsi barang dan jasa yang nilainya
menjadi kemiskinan alamiah dan ekuivalen dengan 20 kg beras per
struktural. Salah satu syarat penting kapita per bulan untuk daerah
agar suatu kebijakan pengentasan pedesaan, dan 30 kg beras untuk
kemiskinan dapat tercapai maka daerah perkotaan. Standar kecu-
harus ada kejelasan mengenai kupan pangan dihitung setara 2.100
kriteria tentang siapa atau kelompok kilo kalori per kapita per hari
masyarakat mana yang masuk ke ditambah dengan pengeluaran untuk
dalam kategori miskin dan menjadi kebutuhan non makanan (peru-
sasaran program. Salain itu ada mahan, berbagai barang dan jasa,
syarat yang juga harus dipenuhi yaitu pakaian).
harus dipamahi secara tepat menge- Selama periode tahun 1970-an
nai penyebab kemiskinan itu sendiri hingga awal tahun 1990-an
di masing-masing komunitas dan Indonesia cukup berhasil menurun-
daerah/wilayah. Karena penyebab ini kan tingkat kemiskinan. Menurut
tidak lepas dari adanya pengaruh World Bank (2006) tercatat pada
nilai-nilai lokal yang melingkupi periode tersebut poverty head count
kehidupan masyarakatnya. rate di Indonesia turun sampai
Kemiskinan seringkali ditandai dengan 28,6 persen. Ketika krisis
dengan tingginya tingkat pengang- ekonomi menimpa Indonesia pada
guran dan keterbelakangan. pertengahan tahun 1997, angka
Masyarakat miskin umumnya lemah kemiskinan kembali meningkat dan
dalam kemampuan berusaha dan mencapai puncaknya pada tahun
terbatas aksesnya terhadap kegiatan 1999 menjadi sebesar 23 persen,
ekonomi sehingga akan tertinggal kemudian angka tersebut kembali
jauh dari masyarakat lainnya yang turun menjadi 16 persen pada tahun
mempunyai potensi lebih tinggi. 2005. Namun demikian tahun 2006
Ukuran kemiskinan dilihat dari tingkat angka kemiskinan kembali meningkat
pendapatan dapat dikelompokkan sebesar 1,75 persen sehingga
menjadi kemiskinan absolut dan menjadi 17,75 persen. Salah satu
kemiskinan relatif (Kartasamita, pemicu kenaikan angka kemiskinan
Ginandjar: 1996: 234-235). ini adalah naiknya harga beras
Seseorang dikatakan miskin secara sebagai akibat dari larangan impor

3
Jurnal Kependudukan Padjadjaran, Vol. 10, No. 1, Januari 2008 : 1 - 11

beras (World Bank: 2006). Dampak makanan) sebagai garis kemiskinan


dari adanya kenaikan harga beras absolut ditetapkan rata-rata sebesar
dengan tingkat kemiskinan memang Rp. 180,821 per kapita per bulan
sangat erat karena beras merupakan untuk daerah perkotaan dan Rp.
makanan pokok bagi sebagian besar 144.204 untuk daerah pedesaan.
penduduk Indonesia terutama bagi Tabel 1 menunjukkan garis kemiskin-
mereka yang kurang mampu. an di Jawa Barat berdasarkan
Kemudian, pada awal bulan Juli daerah pada tahun 2005 – 2007.
2007 BPS mengumumkan bahwa Tabel tersebut menunjukkan, dengan
jumlah penduduk miskin hingga mengacu pada garis kemiskinan
Maret 2007 turun sebanyak 2,13 juta yang telah ditetapkan, tampak jumlah
orang, sehingga secara total jumlah dan persentase penduduk miskin di
penduduk yang hidup di bawah garis Jawa Barat telah mengalami
kemiskinan sebanyak 37,17 juta kenaikan selama periode Juli 2005
orang atau sekitar 16,58 persen dari hingga Maret 2007.
jumlah penduduk. Kondisi ini sedikit Kemiskinan relatif adalah
berbeda dengan di Jawa Barat keadaan perbandingan antara ke-
dimana jumlah penduduk miskin lompok pendapatan dalam masya-
pada tahun 2007 mengalami sedikit rakat, yaitu antara kelompok yang
kenaikkan. Namun demikian mungkin tidak miskin karena
kenaikkan ini perlu diantisipasi, mempunyai tingkat pendapatan yang
jangan sampai dimasa yang akan lebih tinggi dari garis kemiskinan, dan
datang akan terus meningkat. kelompok masyarakat yang relatif
Pada tahun 2007, Biro Pusat lebih kaya. Dengan menggunakan
Statistik Provinsi Jawa Barat telah ukuran pendapatan, maka keadaan
mengeluarkan angka pengeluaran ini disebut sebagai ketimpangan
minimum (makanan dan non distribusi pendapatan.

Tabel 1
Garis Kemiskinan, Jumlah dan Persentase Penduduk Miskin
menurut Daerah Di Jawa Barat, Juli 2005 – Maret 2007
Garis Kemiskinan (Rp/Kapita/Bln) Persentase
Jumlah
Daerah/Thn Non Penduduk
Makanan Total Penduduk
Makanan Miskin
Perkotaan :
Juli 2005 105,149 46,086 151,235 2.444,4 10,57
Maret 2007 126,953 53,868 180,821 2.654,5 11,21
Pedesaan :
Juli 2005 80,928 33,036 113,964 2.693,1 16,62
Maret 2007 112,234 31,970 144,204 2.800,7 16,88
Kota+ Desa
Juli 2005 93,735 39,986 133,701 5.137,5 13,06
Maret 2007 116,835 41,743 158,579 5.455,2 13,55
Sumber : Diolah dari Data Susenas Juli 2005 dan Maret 2007.

4
Jurnal Kependudukan Padjadjaran, Vol. 10, No. 1, Januari 2008 : 1 - 11

Selain itu, bila dilihat dari pola bahwa; Pertama, kemiskinan selalu
waktu, kemiskinan dapat dibedakan dikaitkan dengan ketidakmampuan
menjadi persistent poverty, cyclical dalam mencapai pendidikan tinggi,
poverty, seasonal poverty, dan hal ini berkaitan dengan mahalnya
accidental poverty. Pola pertama, biaya pendidikan, walaupun peme-
persistent poverty adalah kemiskinan rintah Indonesia telah mengeluarkan
yang telah kronis atau turun temurun. kebijakan untuk membebaskan uang
Daerah yang penduduknya tergolong bayaran di tingkat Sekolah Dasar
miskin umumnya merupakan daerah- (SD) dan Sekolah Lanjutan Me-
daerah yang kritis sumber daya nengah Pertama (SLTP), namun
alamnya, atau daerahnya terisolasi, komponen biaya pendidikan lain
sehingga tidak memiliki akses jalan yang harus dikeluarkan masih cukup
dan transportasi dengan daerah tinggi, seperti uang buku dan
lainnya. Pola kedua, yakni cyclical seragam sekolah. Biaya yang harus
poverty, yaitu kemiskinan yang di-keluarkan orang miskin untuk
mengikuti pola siklus ekonomi secara menyekolahkan anaknya juga harus
keseluruhan. Pola ketiga, seasonal termasuk biaya kehilangan dari
poverty, yaitu kemiskinan musiman pendapatan (apportunity cost) jika
seperti sering ditemukan pada anak mereka bekerja (Nazara,
masyarakat yang mempunyai mata Suahasil. Dalam Warta Demografi:
pencaharian sebagai nelayan dan 2007:35).
buruh pada pertanian tanaman Kedua, kemiskinan juga selalu
pangan. Pola keempat, accidental dihubungkan dengan jenis pekerjaan
poverty, yakni kemiskinan dikarena- tertentu. Di Indonesia kemiskinan
kan adanya bencana alam atau selalu terkait dengan sektor
dampak dari adanya suatu kebijakan pekerjaan di bidang pertanian untuk
tertentu yang menyebabkan me- daerah pedesaan dan sektor informal
nurunnya tingkat kesejahteraan di daerah perkotaan. Pada tahun
suatu masyarakat. 2004 terdapat 68,7 persen dari 36,10
juta orang miskin tinggal di daerah
Penyebab Kemiskinan pedesaan dan 60 persen diantaranya
memiliki kegiatan utama di sektor
Faktor-faktor yang menyebab- pertanian (Sudaryanto dan Rusastra:
kan timbulnya kemiskinan diantara- 2006), hal ini diperkuat dengan hasil
nya; rendahnya tingkat pendidikan, studi yang dilakukan oleh Suryahadi
rendahnya derajat kesehatan, et.al (2006), yang menemukan
terbatasnya lapangan kerja, dan bahwa selama periode 1984 dan
kondisi keterisolasian (Kartasasmita, 2002, baik di wilayah pedesaan
Ginandjar: 1996: 240). Dalam maupun perkotaan, sektor pertanian
laporan yang dikeluarkan dari World merupakan penyebab utama ke-
Bank (200) diketahui ada lima faktor miskinan. Dalam studi tersebut juga
yang dianggap dapat mempengaruhi ditemukan bahwa sektor pertanian
terjadinya kemiskinan, yaitu; pen- menyumbang lebih dari 50 persen
didikan, jenis pekerjaan, gender, terhadap total kemiskinan di
akses terhadap pelayanan kesehatan Indonesia dan ini sangat kontras jika
dasar dan infrastruktur dan lokasi dibandingkan dengan sektor jasa dan
geografis. Seperti yang dikemuka-
kan oleh Nazara, Suahasil (2007:35)

5
Jurnal Kependudukan Padjadjaran, Vol. 10, No. 1, Januari 2008 : 1 - 11

industri. Dengan demikian tingginya Indonesia, hal ini semakin mem-


tingkat kemiskinan di sektor pertegas adanya kesenjangan
pertanian menyebabkan kemiskinan berdasarkan lokasi geografis.
diantara kepala rumah tangga yang Faktor-faktor tersebut ada
bekerja di sektor pertanian menjadi keterkaitan satu sama lainnya yang
lebih tinggi dibandingkan dengan membentuk lingkaran kemiskinan.
mereka yang bekerja di sektor Rumah tangga miskin pada
lainnya. umumnya berpendidikan rendah dan
Ketiga, hubungan antara terpusat di daerah pedesaan, karena
kemiskinan dengan gender, di berpendidikan rendah, maka produk-
Indonesia sangat terasa sekali tivitasnyapun rendah sehingga
dimensi gender dalam kemiskinan, imbalan yang akan diperoleh tidak
yaitu dari beberapa indikator memadai untuk memenuhi ke-
kemiskinan seperti tingkat buta huruf, butuhan pangan, sandang, kesehat-
angka pengangguran, pekerja di an, perumahan, dan pendidikan.
sektor informal dan lain-lainnya, Akibatnya, rumah tangga miskin
penduduk perempuan memiliki posisi akan menghasilkan keluarga-
yang lebih tidak menguntungkan keluarga miskin pula pada generasi
daripada penduduk laki-laki (ILO : berikutnya.
2004). Berdasarkan uarain tersebut di
Keempat, hubungan antara atas, dapat dikatakan bahwa faktor
kemiskinan dengan kurangnya akses penyebab kemiskinan sangat
terhadap berbagai pelayanan dasar komplek dan saling mempengaruhi,
infrastuktur, sistem infrastruktur yang artinya kemiskinan terjadi bukan
baik akan meningkatkan pendapatan disebabkan oleh satu faktor saja,
orang miskin secara langsung dan tetapi multi faktor. Namun demikian
tidak langsung melalui penyediaan secara garis besar faktor dominan
layanan kesehatan, pendidikan, yang mempengaruhi timbulnya
transportasi, telekomunikasi, akses kemiskinan diantaranya; pendidikan,
energi, air dan kondisi sanitasi yang pendapatan, lokasi, keterbatasan
lebih baik (Sida;1996). akses diantaranya akses ke
Kelima, lokasi geografis, ini kesehatan, keuangan dan pelayan-
berkaitan dengan kemiskinan karena an publik lainnya. Berdasarkan data
ada dua hal. Pertama, kondisi alam yang ada dalam terbitan BPS pada
yang terukur dalam potensi kesubur- tahun 2006 fenomena tersebut
an tanah dan kekayaan alam. Kedua, dapat ditunjukkan pada Tabel 2.
pemerataan pembangunan, baik Berdasarkan data pada Tabel 2
yang berhubungan dengan pem- tersebut, tampak bahwa penduduk
bangunan desa dan kota, ataupun miskin di perdesaaan memiliki
pembangunan antar povinsi di kecenderungan untuk punya banyak
Indonesia. Selain itu dalam melihat anak. Hal ini dikarenakan bagi
kemiskinan ada dimensi lain yaitu penduduk miskin anak merupakan
dimensi bukan pendapatan, seperti aset bagi ketersediaan tenaga kerja
rendahnya pencapain di bidang yang dapat membantu menambah
pendidikan dan penyediaan akses pendapatan keluarga atau rumah
pada pelayanan dasar di berbagai tangga. Maka tidak heran bila pe-
daerah terutama di wilayah timur

6
Jurnal Kependudukan Padjadjaran, Vol. 10, No. 1, Januari 2008 : 1 - 11

kerja anak banyak yang berasal dari pendidikan rendah tentu tidak dapat
keluarga dengan ketegori miskin. bersaing di pasaran kerja dan tidak
Selain itu, lama kepala rumah mempunyai posisi tawar, sehingga
tangga bersekolah. Dari Tabel 2 mereka akan bekerja serabutan atau
tampak bahwa kepala rumah tangga menerima pekerjaan dengan upah
miskin rata-rata lama bersekolah yang rendah. Dengan kondisi seperti
hanya 4,63 tahun saja. Artinya ini maka kepala rumah tangga akan
mereka hanya bersekolah SD saja mengalami kesulitan dalam meme-
dan itupun tidak sampai tamat. nuhi kebutuhan hidup anggota
Kepala rumah tangga dengan rumah tangganya.

Tabel 2
Karakteristik Sosial Demografi Rumah Tangga Miskin
dan Tidak Miskin Indonesia Tahun 2006
No karakteristik Miskin Tidak Miskin
1 Rata-rata anggota rumah tangga:
Perkotaan 4,70 3,91
Perdesaan 4,75 3,69
Perkotaan + Perdesaan 4,74 3,80
2 Rata-rata usia kepala rumah tangga:
Perkotaan 48,28 46,14
Perdesaan 47,55 48,09
Perkotaan + Perdesaan 47,81 47,14
3 Rata-rata lamanya bersekolah kepala
rumah tangga:
Perkotaan 5,24 8,73
Perdesaan 4,18 5,49
Perkotaan + Perdesaan 4,63 7,06
Sumber: BPS; 2006

Tabel 3
Persentase Penduduk Miskin Jawa Barat
Berdasarkan Pendidikan dan kegiatan Utama Tahun 2008
No Karakteristik Miskin
1 Pendidikan :
< SD 44,35
Tamat SD/SLTP 50,25
SLTA + 5,40
2 Kegiatan Utama:
Tidak bekerja 7,59
bekerja di sektor pertanian 36,02
Bekerja bukan disektor pertanian 56,39
Sumber: BPS. 2008

7
Jurnal Kependudukan Padjadjaran, Vol. 10, No. 1, Januari 2008 : 1 - 11

Seperti yang dikemukakan oleh Kebijakan Pengentaan Kemiskinan


Sony Harry (2007) terdapat dua jenis Berbagai upaya untuk mengen-
kemiskinan yaitu, pertama kemiskin- tasakan kemiskinan telah dilakukan
an yang bersifat kronis. Ciri dari oleh pemerintah yang diaplikasikan
kemiskinan ini diantaranya adalah dalam wujud kebijakan dan program-
sangat terbatasnya infrastruktur program baik yang bersifat langsung
transportasi yang menunjukkan maupun tidak langsung. Kebijakan
bahwa penduduk miskin yang tinggal bersifat langsung yaitu berupa
di daerah terpencil, sering meng- program yang langsung diberikan
alami sakit yang berkepanjangan dan kepada penduduk miskin, contoh;
tidak mampu mengakses pelayanan bantuan tunai langsung (BLT),
kesehatan, serta tidak memiliki raskin, sedangkan kebijakan tidak
banyak peluang untuk memperoleh langsung, contoh program Jamkes-
pendidikan. Kemiskinan jenis ini mas, program IDT, BOS. Walaupun
biasanya akan menghasilkan ke- telah dilakukan berbagai upaya
turunan yang miskin juga, sehingga namun kemiskinan tidak dapat
jenis ini sering dikaitakan dengan dihilangkan seluruhnya, artinya
kemiskinan antar generasi. Kedua, fenomena kemiskinan dengan
jenis kemiskinan sementara mudah dapat dijumpai di hampir
(transient poverty), yakni kemiskinan seluruh wilayah baik di perkotaan
yang disebabkan karena suatu maupun di perdesaan.
kejadian atau perkara yang mem-
Program kemiskinan yang saat
pengaruhi kehidupan orang tersebut.
ini dilakukan baik yang berasal dari
Ketika kondisinya membaik, maka
pemerintah maupun non pemerintah
mereka akan dapat hidup normal dan
umumnya hanya sementara, artinya
lebih baik. Kemiskinan di perkotaan
program tersebut akan berjalan
umumnya memiliki ciri atau
selama masih ada anggaran (dana),
karakteristik kemiskinan transien.
setelah dana habis maka selesai
Mengacu pada ke dua jenis pula kegiatan program. Dengan kata
kemiskinan tersebut di atas, faktor lain bahwa program-program kemis-
penyebabnya berbeda dan yang kinan yang selama ini dilaksanakan
membedakannya adalah bahwa berdasarkan pada pendekatan
pada kemiskinan kronis tidak terlihat projek dan bukan pendekatan
adanya kekuatan dari dalam diri program.Tidak heran jika program
masyarakat miskin untuk dapat pengentasan kemiskinan tidak ber-
mengembalikan kondisi kesejahtera- kelanjutan, akhirnya angka kemis-
an ke situasi semula. Pada kondisi kinan secara absolut di Indonesiai
seperti ini dapat dikatakan bahwa tetap saja tinggi.
faktor penyebab menjadi kurang
Tampaknya dalam merumuskan
penting dibandingkan dengan upaya
sebuah kebijakan maupun program
untuk membawa penduduk keluar
yang bertujuan untuk mengentaskan
dari kemiskinan. Dengan demikian
kemiskinan di Indonesia perlu
kemiskinan kronis mengindikasikan
dilakukan beberapa tahapan ke-
bahwa intervensi dari pihak luar
giatan. Misalnya, diawali dengan
mutlak diperlukan dalam upaya
assesment, dalam tahap ini dilaku-
mengentaskan mereka dari ke-
kan merumuskan atau mengkatagori-
miskinan.
kan dimensi-dimensi dan faktor

8
Jurnal Kependudukan Padjadjaran, Vol. 10, No. 1, Januari 2008 : 1 - 11

penyebab kemiskinan, analisis program agar proses monitoring


kebutuhan dan potensi yang dapat menjadi lebih mudah.
dikembangkan, dan merumuskan Tahap ketiga, yaitu merancang
bentuk-bentuk program yang di- dan meng-implementasikan program.
inginkan oleh penduduk miskin. Hasil dari tahap ini yaitu berupa
Selain itu, dirumuskan pula pihak- peraturan, petunjuk pelaksanaan,
pihak yang dapat dilibatkan dalam dan petunjuk teknis. Pada saat akan
kegiatan atau program kemiskinan, mengim-plementasikan program
serta membuat jadwal pelaksana- harus dimulai dengan kegiatan
annya. Setelah tahap ini selesai, sosialisasi program pada taha awal,
maka dilanjutkan ke tahap pelak- kemudian dilanjutkan dengan
sanaan kegiatan dan diakhiri dengan kegiatan moni-toring selama program
tahap monitoring dan evaluasi. berlangsung, dan diakhiri dengan
Seperti yang dikemukakan oleh kegiatan evaluasi ketika program
Nazara, Suhasil (2007:37) menjelas- berakhir.
kan tahapan-tahapan dalam meru-
Monitoring dilakukan untuk
muskan kebijakan sebagai berikut;
menyediakan informasi apakah ke-
Tahap pertama, melakukan diagno-
bijakan program diimplementasikan
sis dan analisis tentang kemiskinan.
sesuai dengan rencana dalam upaya
Pada tahap ini dilakukan kegiatan
mencapai tujuan. Monitoring ini
melakukan pengukuran tingkat
merupakan alat manajemen yang
kemiskinan, penargetan dan penen-
efektif, pada kegiatan ini jika
tuan jenis kebijakan atau program
implementasi program tidak sesuai
yang ingin dibuat.
dengan rencana maka dapat
Tahap ke dua, adalah menen- mengidentifikasi letak masalahnya
tukan tujuan, target dan indikator kemudian dicari penyelesainnya.
yang ingin dicapai. Seperti yang Sedangkan evaluasi berfungsi untuk
dikemukakan, lebih lanjut oleh melihat dampak dengan mengisolasi
Suhasil Nazara (2007) ada beberapa efek suatu intervensi.
hal yang perlu diperhatikan dalam
Kebijakan dalam upaya
menentukan target, yaitu pertama;
pengentasan kemiskinan tentunya
tujuan yang ingin dicapai harus
dalam implementasi melalui
menyesuaikan dengan standar
program-program yang berbasis
internasional yaitu harus sesuai
pada penggalian potensi yang ada di
dengan tujuan MDGs. Kedua, dalam
masyarakat itu sendiri. Artinya perlu
menentukan tujuan perlu memper-
melibatkan peran serta masyarakat
hatikan distribusi pendapatan. Ketiga,
dalam melaksanakan program, dan
tujuan ditentukan melalui proses
pemerintah berperan sebagai fasili-
partisipasi semua pihak. Keempat,
tator. Selain itu perlu juga dirumus-
tujuan ditentukan dengan menen-
kan strategi untuk keberlangsungan
tukan ukuran pencapaian atau
program (kegiatan) di masyarakat
benchmark berdasarkan waktu yang
yang didukung dengan adanya
tersedia. Kelima, dalam menetukan
koordinasi antara instansi terkait.
tujuan agar lebih tepat sasaran harus
berdasarkan pada beberapa ukuran Berbagai program telah banyak
kemiskinan berbeda. Keenam, tujuan dilakukan, namun terkesan hanya
harus dibuat secara spesifik dengan dapat mengatasi masalah sesaat dan

9
Jurnal Kependudukan Padjadjaran, Vol. 10, No. 1, Januari 2008 : 1 - 11

tidak mengatasi akar masalahnya, pekerjaan, gender, akses terhadap


sehingga relatif lambat dalam upaya pelayanan dasar dan infrastruktur
mengatasi kemiskinan. Mungkin serta lokasi geografis. Perhatian
perlu dirumuskan bentuk program pada faktor-faktor tersebut saat
yang lebih rasional dan efektif melakukan perumusan kebijakan
misalnya, dengan merumuskan akan berdampak pada upaya
model perlindungan sosial. pengentasan kemiskinan di setiap
wilayah.
Penutup Mengingat permasalahn ke-
miskinan sangat kompleks, maka
Tingkat kemiskinan di Indonesai implementasi kebijakan dan program
selama kurun waktu 1999-2006 kemiskinan harus dilakukan dengan
cendrung terus mengalami pe- cara konfrehensif dengan melibatkan
ningkatan, pada tahun 2006 tingkat semua unsur baik dari kalangan
kemiskinan masih jauh lebih tinggi masyarakat itu sendiri maupun dari
dari apa yang ditargetkan dalam pihak pemerintah maupun swasta,
MDGs. Bentuk-bentuk kebijakan dan hal ini dapat dilakukan dengan cara
program yang ada masih dirasakan melakukan koordinasi, sehingga
kurang efektif mengatasi kemiskinan. akan tercipta program yang ber-
Untuk itu diperlukan kebijakan yang kesinambungan. Yang pada akhirnya
dirumuskan melalui berbagai dapat membangkitkan penduduk
persiapan dan pentahapan. miskin keluar dari kemiskinan.
Ada lima faktor yang diketahui
berkorelasi dengan kemiskinan di
Indonesia, yaitu pendidikan, jenis

Daftar Pustaka

BPS. 2007. Survei Ekonomi Demografi tahun ke 37. No 4


Nasional. Jakarta. Indonesia. tahun 2007. Jakarta. Lembaga
BPS. 2006. Statistik Indonesia. Demografi Universitas Indo-
Jakarta Indonesia. Indonesia nesia. Pengangguran, Kemis-
kinan, dan Pertumbuhan
BPS. 2008. Data Dan Informasi
Ekonomi Indonesia”.
Kemiskinan 2008. Jakarta.
Indonesia. Sayogyo. 2000. Kemiskinan dan
Indikator Kemiskinan. Gra-
Kartasamita, Ginandjar. 1996. Pem-
media. Jakarta.
bangunan Untuk Rakyat;
Memadukan Pertumbuhan Sonny Harry B Harmadi. 2007.
dan Pemerataan. Jakarta. ”Pengangguran, Kemiskinan,
CIDES dan Pertumbuhan Ekonomi
Indonesia”. Dalam Warta
Nazara, Suahasil. 2007. ”Pengen-
Demografi tahun ke 37. No 3
tasan Kemiskinan : Pilihan
tahun 2007. Jakarta. Lembaga
Kebijakan dan program yang
Demografi Universitas
Realistis”. Dalam Warta
Indonesia.

10
Jurnal Kependudukan Padjadjaran, Vol. 10, No. 1, Januari 2008 : 1 - 11

Sudaryanto, T. dan Rusastra, I.W. in Indonesia: The Effects of


2006. ”Kebijakan Strategis Location and Sectoral Com-
Usaha Pertanian dalam ponents of Growth. Working
Rangka Peningkatan produksi paper. Jakarta. Lembaga
dan Pengentasan Kemis- Penelitian SMERU
kinan”. Dalam Jurnal Litbang UNDP, 2005. ’ The Indonesia MDGs
Pertanian, 25 (4) Pusat Analis Report 2005. (http://undp.or.id/
Sosial Ekonomi dan Kebijakan pubs/imdg2005/)
Pertanian. Bogor.
World Bank. 2006. Making the New
Suryahadi, A., Suryadarma, D., dan Indonesia Work fpr the Poor.
Sumarto, S. 2006. Economic The World Bank
Growth and Poverty Reduction

11

Das könnte Ihnen auch gefallen