Sie sind auf Seite 1von 17

BAB I

PENDAHULUAN

Dermatofitosis adalah penyakit pada jaringan yang mengandung zat tanduk, misalnya
stratum korneum pada epidermis, rambut dan kuku, yang disebabkan oleh golongan jamur
dermatofita. Golongan jamur ini mempunyai sifat mencerna keratin, yang terbagi dalam 3
genus yaitu : microsporum, trichophyton, dan epidermophyton.1
Ada beberapa klasifikasi yang dibuat untuk membagi dermatofitosis, namun
pembagian yang lebih praktis dan dianut oleh para spesialis kulit adalah yang berdasarkan
lokasi, yaitu1 :
1. Tinea Kapitis : dermatofitosis pada kulit dan rambut kepala
2. Tinea Barbae : dermatofitosis pada dagu dan jenggot
3. Tinea Kruris : dermatofitosis pada daerah genitokrural, sekitar anus, bokong,
dan kadang-kadang sampai perut bagian bawah
4. Tinea pedis et manum : dermatofitosis pada kaki dan tangan
5. Tinea unguium : dermatofitosis pada kuku jari tangan dan kaki
6. Tinea korporis : dermatofitosis pada bagian lain selain bentuk diatas
Adapun selain bentuk diatas, ada beberapa tinea yang masih dikenal, yaitu tinea imbrikata,
tinea favosa, tinea fasialis, tinea sirsinata. Bentuk istilah tersebut dapat dianggap sebagai
sinonim tinea korporis.1
Tinea korporis adalah infeksi dermatofita superficial yang menyerang kulit halus
(glabrous skin), misalnya kulit kecuali pada kulit kepala, lipatan paha, telapak tangan dan
telapak kaki.2,3 Trichophyton rubrum adalah jenis dermatofita tersering yang menyebabkan
tinea korporis. Penyakit ini umumnya ditemukan pada daerah tropis bersuhu hangat dan
lembab. Bisa mengenai semua umur, tapi prevalensi cenderung tinggi pada remaja muda.2
Pada umumnya pasien mengeluhkan gatal dan timbul bercak kemerahan. Namun pada
beberapa kasus pasien bisa dengan tanpa keluhan. Gambaran klinis berupa eritema berbatas
tegas dengan konfigurasi anular atau polisiklik, serta bagian tepi yang lebih aktif.3 Diagnosis
ditegakkan melalui anamnesis yang cermat, pemeriksaan fisik melalui inspeksi, dan ditunjang
dengan pemeriksaan penunjang seperti KOH dan lampu wood. Pemeriksaan penunjang dapat
dilakukan dengan lampu woods yang bila disinari akan menampakkan flouresensi berwarna
kuning keemasan pada lesi yang bersisik tersebut. Pemeriksaan secara mikroskopis dengan
KOH 10-20% memperlihatkan hifa yang pendek-pendek dan spora yang bergerombol seperti
buah anggur. Pengobatan dapat dilakukan secara topikal dan sistemik.1,2,3

1
Komplikasi yang dapat terjadi adalah infeksi berulang, yang dapat terjadi bila pasien
tidak menggunakan obat dengan baik dan tidak menjaga higienitas, selain itu dapat pula
terjadi dermatitis kontak sekunder. Prognosis umumnya baik, dan pasien harus dibekali
dengan pendidikan untuk mencegah terjadinya infeksi berulang.

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi
Tinea korporis adalah infeksi dermatofita superficial yang menyerang kulit halus
(glabrous skin), misalnya kulit kecuali pada kulit kepala, lipatan paha, telapak tangan dan
telapak kaki.2,3

2.2 Sinonim
Tinea sirsinata, tinea glabrosa, Scherenede Flechte, kurap, ringworm of the body.

2.3 Etiologi dan Epidemiologi


Tinea korporis dapat disebabkan oleh berbagai spesies dermatofit seperti
Trichophyton, Microsporum, dan Epidermophyton. Jamur penyebab tinea korporis ini bersifat
antropofilik, geofilik, dan zoofilik. Jamur yang bersifat antropofilik hanya mentransmisikan
penyakit antar manusia antara lain adalah Tricophyton violaceum, Tricophyton rubrum,
Tricophyton schoenleini, E. floccosum, Microsporum audouinii. Jamur geofilik merupakan
jamur yang hidup di tanah dan dapat menyebabkan peradangan pada manusia. Golongan
jamur ini antara lain Microsporum gypseum, Microsporum fulvum. Microsporum cookie.
Jamur zoofilik merupakan jamur yang hidup pada hewan, namun dapat mentransmisikan
penyakit pada manusia. Jamur zoofilik penyebab tinea korporis salah satunya adalah
Microsporum canis yang berasal dari kucing. Dari tiga sifat jamur penyebab tinea korporis
tersebut, dermatofit yang antropofilik adalah sifat yang paling sering ditemukan sebagai
sumber infeksi tinea korporis.
Tinea korporis sering ditemukan pada daerah tropis dan daerah yang beriklim lembab.
Frekuensi pada pria dan wanita sama besarnya dan dapat mengenai semua umur, namun lebih
tinggi pada remaja muda. Dan karena hewan peliharaan merupakan salah satu sumber infeksi,
anak-anak juga sering menderita tinea korporis.2

2.4 Patofisiologi
Dermatofita umumnya menyukai menghuni pada lapisan kulit yang mengandung
keratin, rambut, dan kuku dimana merupakan lingkungan yang lembab yang kondusif untuk
jamur berproliferasi. Jamur melepaskan enzim keratinase untuk menembus stratum korneum,

3
dan umumnya tidak menembus lebih dalam karena mekanisme pertahanan tubuh nonspesifik
yang melibatkan faktor inhibisi serum, komplemen, dan PMN lekosit.1,2
Masa inkubasinya adalah sekitar 1-3 minggu, dimana dermatofita menginvasi daerah
sekitarnya dengan pola sentrifugal (menjauhi pusat). Sebagai respon dari infeksi, pada tepi
yang aktif meningkatkan proliferasi sel epidermis yang menghasilkan skuama. Ini
menciptakan pertahanan partial dengan cara menghilangkan kulit yang terinfeksi dan
membiarkan kulit yang sehat dari tengah menuju lesi. Eliminasi dermatofita dilakukan
melalui cell-mediated immunity.
Trichophyton rubrum adalah jenis dermatofita yang tersering menyebabkan tinea
korporis. Dermatofita ini resisten terhadap eradikasi karena dinding selnya mengandung
barier penghambat, yang menghambat cell-mediated immunity, menghambat proliferasi
keratin dan meningkatkan resistensi organism pada pertahanan kulit alamiah.1,2

2.5 Gambaran Klinis


Awalnya tampak lesi eritema, yang dapat dengan cepat membesar dan meluas, dengan
batas tegas dan konfigurasi anular karena resolusi sentral. Sebagai akibat proses peradangan
dapat timbul skuama, krusta, papula, vesikel atau bahkan bula. Pada kasus yang jarang dapat
timbul makula purpura, yang disebut tinea corporis purpura. Pada pasien yang terinfeksi HIV
atau pasien dengan imunocompromised biasanya timbul abses atau infeksi kulit yang
luas.1,2,3Lesi-lesi pada umumnya merupakan bercak-bercak terpisah satu dengan lain.
Kelainan kulit dapat pula terlihat sebagai lesi-lesi dengan pinggir polisiklik, karena beberapa
lesi kulit yang menjadi satu. Bentuk dengan tanda radang yang lebih nyata, lebih sering
dilihat pada anak-anak daripada orang dewasa karena umumnya mereka mendapatkan infeksi
baru pertama kali.1
Penderita yang terinfeksi memiliki variasi gejala klinis, dan ada juga penderita dengan
tanpa keluhan. Penderita umumnya mengeluh gatal, dan terkadang bisa mengeluh merasakan
seperti terbakar. Adapun selain keluhan, hal-hal penting yang perlu digali adalah mengenai
riwayat kontak dengan penderita ataupun dengan hewan peliharaan, karena tinea korporis
dapat juga ditularkan melalui hewan peliharaan. Selain itu perlu juga digali tentang pekerjaan
atau kegiatan yang mungkin merupakan faktor risiko penularan tinea korporis.
Bentuk khas tinea korporis yang disebabkan oleh trichophyton concentricum disebut
tinea imbrikata. Penyakit ini terdapat di berbagai daerah tertentu di Indonesia, misalnya
Kalimantan, Sulawesi, Irian barat, juga di pulau Jawa.1 Tinea imbrikata mulai dengan bentuk
papul berwarna coklat, yang perlahan-lahan menjadi besar.Stratum korneum bagian tengah

4
ini terlepas dari dasarnya dan melebar. Proses ini, setelah beberapa waktu mulai lagi dari
bagian tengah, sehingga terbentuk lingkaran-lingkaran skuama yang konsentris. Bila dengan
jari tangan kita meraba dari bagian tengah ke arah luar, akan terasa jelas skuama yang
menghadap ke dalam. Lingkaran-lingkaran skuama konsentris bila menjadi besar dapat
bertemu dengan lingkaran-lingkaran di sebelahnya sehingga membentuk pinggir yang
polisiklik. Pada permulaan infeksi penderita dapat merasa sangat gatal, akan tetapi kelainan
yang menahun tidak menimbulkan keluhan pada penderita.
Granuloma majocchi, merupakan bentuk lain dari tinea korporis yang lebih berat,
yang menyerang rambut, folikel rambut dan sekitar dermis, serta melibatkan reaksi
granulomatosa. Penyakit ini umumnya terjadi pada wanita yang mencukur bulu kaki. Tinea
korporis gladiatorum adalah infeksi dermatofita yang ditularkan melalui kontak langsung dari
kulit ke kulit, yang terjadi pada pegulat. Tinea incognito merupakan penyakit dengan gejala
tidak khas karena dipengaruhi pengobatan kortikosteroid.

Gambaran klinis tinea korporis

5
Gambaran klinis dan predileksi tinea korporis

2.6 Pemeriksaan Penunjang


a. Pemeriksaan langsung dengan KOH 10-20%.
Bahan-bahan kerokan kulit diambil dengan cara mengerok bagian kulit yang
mengalami lesi. Sebelumnya kulit dibersihkan, lalu dikerok dengan skalpel steril dan
jatuhannya ditampung dalam lempeng-lempeng steril pula atau ditempel pada selotip.
Sebagian dari bahan tersebut diperiksa langsung dengan KOH 10% yang diberi tinta
Parker biru hitam atau biru laktofenol, dipanaskan sebentar, ditutup dengan gelas
penutup dan diperiksa di bawah mikroskop. Bila penyebabnya memang jamur, maka
kelihatan garis yang memiliki indeks bias lain dari sekitarnya dan jarak-jarak tertentu
dipisahkan oleh sekat-sekat yang dikenal dengan hifa.

6
b. Pemeriksaan dengan sinar wood
Dapat memberikan perubahan warna pada seluruh daerah lesi sehingga batas
lesi lebih mudah dilihat. Daerah yang terkena infeksi akan memperlihatkan
fluoresensi warna kuning keemasan sampai orange. Pemeriksaan ini memungkinkan
untuk melihat dengan lebih jelas perubaha pigmentasi yang menyertai kelainan ini.

c. Pemeriksaan Biakan.
Pemeriksaan dengan biakan jamur tidak terlalu bernilai secara diagnostik
karena memerlukan waktu yang lama. Pemeriksaan ini mengunakan media biakan
agar malt atau saboraud’s agar. Koloni yang tumbuh berbentuk soliter, sedikit
meninggi, bulat mengkilap dan lama kelamaan akan kering dan dibawah mikroskop
terlihat yeast cell bentuk oval dengan hifa pendek.

2.7 Diagnosis dan Diagnosis Banding


Diagnosis pada penyakit ini mudah ditegakkan karena sangat khas, yaitu :
1. Klinis : terdapat makula eritema batas tegas, tepi meninggi dan aktif, dan terdapat
penyembuhan di bagian tengah
2. Pemeriksaan dengan lampu woods
3. Diagnosis diperkuat dengan pemeriksaan kerokan kulit dari daerah lesi dengan larutan
KOH 10-20%. Dibawah mikroskop terlihat hifa – hifa pendek dengan spora panjang
seperti bambu.

Diagnosis banding dari tinea korporis adalah :


1. Dermatitis seboroik : Kelainan kulit menyerupai tinea korporis, namum berbeda
predileksi, misalnya di kulit kepala (scalp), dan daerah lipatan-lipatan kulit, misalnya
di belakang telinga, daerah nasolabial, dan sebagainya.
2. Pitiriasis rosea : distribusi kelainan kulit simetris dan terbatas pada tubuh dan bagian
proksimal anggota badan. Yang membedakan dengan tinea korporis adalah herald
patch.
3. Psoriasis : berbeda predileksinya, yaitu daerah ekstensor,misalnya lutut, siku dan
punggung. Kulit kepala berambut juga sering terkena penyakit ini.
4. Dermatitis Numular : berbeda predileksinya, misalnya daerah ekstensor dan dengan
karakteristik lesinya menyerupai koin, eritema dan berbatas tegas. Bila terdapat
vesikel, lambat laun akan pecah, terjadi eksudasi dan mengering membentuk krusta

7
kekuningan. Penyembuhan dimulai dari tengah, sehingga menyerupai
derrmatomikosis.

2.8 Penatalaksanaan
Pada tinea korporis dengan lesi terbatas, cukup diberikan obat topical. Lama
pengobatan bervariasi antara 1 sampai dengan 4 minggu tergantung jenis obat. Obat oral atau
kombinasi obat oral dan topikal diperlukan untuk lesi yang luas. Pada keadaan inflamasi
menonjol dan rasa gatal berat, kombinasi antimikotik dengan kortikosteroid jangka pendek
akan mempercepat perbaikan klinis dan mengurangi keluhan pasien4.
1. Pengobatan Topikal
Pengobatan topikal merupakan pilihan utama. Efektivitas obat topikal dipengaruhi
oleh mekanisme kerja obat tersebut. Pilihan obat diantaranya adalah2,3,4 :
 Kombinasi asam salisilat (3-6%) dan asam benzoate (6-12%) dalam bentuk
salep (salep whitfield)
 Kombinasi asam salisilat dan sulfur presipitatum dalam bentuk salep (salep 2-
4)
 Derivat azol : mikonazol 2%, klotrimasol 1%, dan yang terbaru sertaconazole
nitrate
 Derivat alilamin : Naftifine, terbinafine
 Kortikosteroid potensi rendah sampai sedang, namun penggunaannya tidak
boleh dalam jangka waktu yang panjang
2. Pengobatan sistemik
Pengobatan sistemik diberikan pada kasus tinea korporis dengan infeksi kulit yang
luas, pasien imunocopromise, pasien resisten dengan pengobatan topical, dan
komorbid dengan tinea kapitis atau tinea unguium. Pilihan obat diantaranya adalah2,3,4

 Griseofulvin 0,5-1 gr untuk dewasa, sedangkan untuk anak-anak 0,25-0,5 gr


atau 10-25 mg/KgBB sehari dalam dosis tunggal atau terbagi. Sediaan
mikrosize 500 mg. Lama pemberian sampai gejala klinis membaik, dan
umumnya 3-4 minggu
 Derivat azol : ketokonazol 200 mg per hari selama 3-4 minggu, namun
merupakan kontraindikasi pada pasien dengan kelainan hati. Itrakonazol 100
mg per hari selama 2 minggu atau 200 mg per hari selama 1 minggu.

8
 Derivat Alilamin : terbinafin 250 mg per hari selam 2 minggu

2.9 Prognosis dan Komplikasi


Untuk tinea korporis dengan lesi yang terlokalisir, prognosisnya umumnya baik,
dengan angka kesembuhan mencapai 70-100% setelah pengobatan dengan golongan azol atau
alinamin topikal. Komplikasi yang mungkin terjadi adalah infeksi berulang, apabila
pengobatan tidak berhasil menghilangkan organism secara menyeluruh, seperti misalnya pada
pasien yang menghentikan penggunaan pengobatan topical terlalu cepat ataupun pada jamur
tersebut resisten terhadap pengobatan anti jamur yang diberikan.

9
BAB III
LAPORAN KASUS

3.1 Identitas Pasien


Nama : IGRP
RM : 26.12.79
Jenis Kelamin : Laki-laki
Umur : 11 tahun
Pendidikan : SD
Suku/Bangsa : Bali
Agama : Hindu
Status Perkawinan : Belum Menikah
Pekerjaan : Pelajar
Alamat : BR. Tegal Bebalang
Tanggal pemeriksaan : 12 Februari 2018

3.2 Anamnesa
Keluhan Utama :
Gatal pada kaki kiri dan kanan dan di punggung

Perjalanan Penyakit :
Pasien datang ke poli kulit dan kelamin RSU Bangli diantar ibunya saat pulang dari
sekolah dengan keluhan timbul bercak berwarna merah gatal pada kaki kanan dan kiri serta di
pinggang sejak 2 minggu lalu, gatal bertambah terutama saat berkeringat, namun gatal
tersebut tidak sampai menganggu aktivitas pasien.

Riwayat Pengobatan :
Ibu Pasien mengatakan bahwa pernah mengobati dengan menggunakan salep yang
diberikan di Puskesmas.

Riwayat Alergi
Pasien mengatakan tidak ada riwayat alergi terhadap makanan, obat, maupun bahan-
bahan alergen lainnya.

10
Riwayat penyakit terdahulu :
Riwayat menderita penyakit kronis disangkal oleh pasien. Dan dulu pernah menderita
penyakit yang sama seperti saat ini.

Riwayat penyakit dalam keluarga :


Tidak ada anggota keluarga pasien yang menderita penyakit serupa dan tidak ada
riwayat alergi pada keluarga

Riwayat Sosial :
Pasien adalah pelajar SD, yang kesehariannya senang bermain di lapangan. Pakaian
dan peralatan mandi dikatakan hanya dipergunakan oleh pasien sendiri

3.3 Pemeriksaan Fisik


Status General
Keadaan Umum : Tampak sakit ringan

Kesadaran : Compos mentis

Tekanan Darah : 110/80 MmHg

Nadi : 78 x/menit

Respirasi : 20 x/menit

Suhu : 36,5°C

Kepala : Mata :Konjungtiva Anemis -/- Sklera ikterik

Leher : Trakea ditengah, pembesaran kelenjar getah bening (-)

Thorax : Simetris, retraksi (-)

Jantung : SI-II normal, Bising (-)

Paru: Suara pernapasan bronkovesikuler, ronki -/-,


wheezing -/-

Abdomen : Datar, lemas, bising usus (+) normal, nyeri epigastrium (-)

11
Hepar/Lien : tidak teraba membesar

Ekstremitas : Akral hangat, edema

Status Dermatologi

Pada regio crurallis anterior dextra sinistra dan lumbal posterior tampak patch
eritematous dan hiperpigmentasi berbatas tegas, tepi ireguler, dengan papul-papul
dibagian tepinya, disertai skuama halus, dengan bagian tengah mengalami
penyembuhan (central healing), konfigurasi lesi polisiklik, dan terdistribusi secara
regional.

Gambar . Gambaran lesi tinea korporis pada pasien

12
Gambar . Gambaran lesi tinea korporis pada pasien

3.4 Prognosis
Quo ad vitam : dubia ad bonam
Quo ad functionam : dubia ad bonam
Quo ad sanactionam : dubia ad bonam

3.5 Usulan pemeriksaan


- Pemeriksaan lampu wood  (tidak dilakukan)
- Pemeriksaan KOH 10% (tidak dilakukan) umumnya terlihat hifa pendek dan spora
panjang
Hasil dari pemeriksaan KOH umumnya terlihat:

Gambar 2. Pemeriksaan mikroskopik dari kerokan kulit (skuama) dengan KOH 10%
menunjukkan hifa panjang dan bersepta.

13
3.6 Diagnosis Banding
1. Tinea Korporis
2. Pitiarisis rosea
3. Dermatitis Numularis

3.7 Diagnosis kerja


Tinea Korporis

3.8 Penatalaksanaan
- Pengobatan medikamentosa
Topikal : Ketoconazol 2% cream 5 gr
Sistemik : citirizine 1 x 10 mg tablet

- KIE
1. Memberi penjelasan pada orang tua pasien tentang penyakit pasien, dari jenis
penyakit, penyebab sampai prognosisnya.
2. Menggunakan obat yang telah diberikan
3. Menghindari kelembaban yang berlebihan, misalnya dengan selalu mengelap keringat
dengan menggunakan handuk yang bersih
4. Kebersihan pakaian yang digunakan harus selalu dijaga
5. Tidak bertukar handuk dengan anggota keluarga yang lain

14
BAB IV
PEMBAHASAN

Diagnosis tinea korporis didapatkan melalui anamnesis, pemeriksaan fisik dan


pemeriksaan penunjang. Dari anamnesis didapatkan Pasien mengeluh timbul bercak berwarna
merah gatal pada kaki kanan dan kiri serta di punggung sejak 2 minggu lalu, gatal bertambah
terutama saat berkeringat, namun gatal tersebut tidak sampai menganggu aktivitas pasien.
Dilihat dari onset, keluhan pasien bersifat akut. Disertai rasa gatal terutama saat
berkeringat bisa mengarahkan dugaan infeksi yang disebabkan jamur. Dalam hal ini kita bisa
mendiagnosis banding dengan tinea korporis, karena predileksinya di ekstremitas, dan dengan
effloresensi plak dengan bentuk bulat disertai tepi yang aktif dan terdapat penyembuhan di
tengah. Dari temuan ini kita bisa memikirkan diagnosis ke arah tinea korporis. Selain itu kita
juga bisa memikirkan dugaan ke arah pitiriasis rosea, dimana predileksinya sama dengan
tinea korporis, namun gambaran klinisnya sedikit berbeda, dimana pada pitiriasis rosea
didapatkan gambaran herald patch dan umumnya diawali dengan gejala prodormal.
Selain dengan pitiriasis rosea, kita bisa mendiagnosis banding pasien ini dengan
dermatitis numularis, dimana pada dermatitis numularis predileksinya pada area ekstensor,
dengan effloresensinya plak dengan bentukan seperti koin. Jadi dari anamnesis serta
gambaran klinis pada pasien mengarahkan dugaan ke arah tinea korporis. Kemudian
dilanjutkan dengan usulan pemeriksaan penunjang, dimana pada pasien dilakukan
pemeriksaan lampu wood dan KOH, hasilnya adalah terlihat hifa – hifa pendek dengan spora
panjang. Ini semakin menguatkan diagnosis tinea korporis. Sehingga dari seluruh
pemeriksaan yang dilakukan pada pasien ini ditegakkan diagnosis tinea korporis.
Penatalaksanaan pasien ini adalah dengan pemberian obat topikal dan sistemik. Pilihan
yang diberikan Ketoconazol 2% cream 5 gr + chlorampenicol 2% 5 gr dan citirizine 1 x 10
mg tablet. Selain itu juga diberikan KIE kepada pasien, yaitu :
1. Memberi penjelasan pada orang tua pasien tentang penyakit pasien, dari jenis
penyakit, penyebab sampai prognosisnya.
2. Menggunakan obat yang telah diberikan
3. Menghindari kelembaban yang berlebihan, misalnya dengan selalu mengelap keringat
dengan menggunakan handuk yang bersih
4. Kebersihan pakaian yang digunakan harus selalu dijaga
5. Tidak bertukar handuk dengan anggota keluarga yang lain
Prognosis pada pasien adalah baik

15
BAB V
KESIMPULAN

Kesimpulan yang dapat diambil dari kasus ini adalah :


1. Pasien didiagnosa dengan tinea korporis karena dari anamnesis dan pemeriksaan fisik,
serta pemeriksaan penunjang yang dilakukan mendukung kearah diagnosa tersebut.
2. Penyebab terjadinya tinea korporis yang tersering adalah Trichophyton rubrum.
Faktor predisposisi, terutama lingkungan dengan kelembaban yang tinggi dan cuaca
panas sangat berperan memudahkan timbulnya penyakit ini.
3. Penanganan yang diberikan pada pasien ini adalah terapi medikamentosa dan
pemberian KIE. Terapi medikamentosa yang diberikan yaitu obat topikal berupa
Ketoconazol 2% cream 5 gr + chlorampenicol 2% 5 gr dan citirizine 1 x 10 mg tablet.
4. Pemberian KIE sangat penting dalam kasus ini, hal ini disebabkan karena penyakit ini
memerlukan waktu yang cukup lama untuk sembuh dan angka kekambuhannya cukup
tinggi dan sangat dipengaruhi oleh faktor-faktor predisposisi dan kesabaran serta
ketaatan pasien untuk berobat

16
DAFTAR PUSTAKA

1. Djuanda A, et al. Mikosis. In: Djuanda A (ed). Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. 3 th
ed. Jakarta: Penerbit Fakultas Kedokteran Indonesia; 2007.p. 92-99.
2. Lott, MER. Tinea Corporis eMedicine 1994-2009. [last update Juny 5, 2008].
Available at http://emedicine.medscape.com/article/1091473 . (Accessed: 2 May,
2009).
3. Anonim. Dermatofitosis. In: Pedoman Diagnosis dan Terapi Penyakit Kulit dan
Kelamin RSUP Denpasar. Denpasar:SMF Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin
Fakultas Kedokteran Universitas Udayana RSUP Sanglah; 2007. p.16-18.
4. Mansjoer A, et al. Tinea Korporis. In: Mansjoer A (ed). Kapita Selekta Kedokteran.
3th ed. Jakarta: Penerbit Media Aesculapius Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia; 2000.p 98-99.

17

Das könnte Ihnen auch gefallen