Beruflich Dokumente
Kultur Dokumente
PENDAHULUAN
Dermatofitosis adalah penyakit pada jaringan yang mengandung zat tanduk, misalnya
stratum korneum pada epidermis, rambut dan kuku, yang disebabkan oleh golongan jamur
dermatofita. Golongan jamur ini mempunyai sifat mencerna keratin, yang terbagi dalam 3
genus yaitu : microsporum, trichophyton, dan epidermophyton.1
Ada beberapa klasifikasi yang dibuat untuk membagi dermatofitosis, namun
pembagian yang lebih praktis dan dianut oleh para spesialis kulit adalah yang berdasarkan
lokasi, yaitu1 :
1. Tinea Kapitis : dermatofitosis pada kulit dan rambut kepala
2. Tinea Barbae : dermatofitosis pada dagu dan jenggot
3. Tinea Kruris : dermatofitosis pada daerah genitokrural, sekitar anus, bokong,
dan kadang-kadang sampai perut bagian bawah
4. Tinea pedis et manum : dermatofitosis pada kaki dan tangan
5. Tinea unguium : dermatofitosis pada kuku jari tangan dan kaki
6. Tinea korporis : dermatofitosis pada bagian lain selain bentuk diatas
Adapun selain bentuk diatas, ada beberapa tinea yang masih dikenal, yaitu tinea imbrikata,
tinea favosa, tinea fasialis, tinea sirsinata. Bentuk istilah tersebut dapat dianggap sebagai
sinonim tinea korporis.1
Tinea korporis adalah infeksi dermatofita superficial yang menyerang kulit halus
(glabrous skin), misalnya kulit kecuali pada kulit kepala, lipatan paha, telapak tangan dan
telapak kaki.2,3 Trichophyton rubrum adalah jenis dermatofita tersering yang menyebabkan
tinea korporis. Penyakit ini umumnya ditemukan pada daerah tropis bersuhu hangat dan
lembab. Bisa mengenai semua umur, tapi prevalensi cenderung tinggi pada remaja muda.2
Pada umumnya pasien mengeluhkan gatal dan timbul bercak kemerahan. Namun pada
beberapa kasus pasien bisa dengan tanpa keluhan. Gambaran klinis berupa eritema berbatas
tegas dengan konfigurasi anular atau polisiklik, serta bagian tepi yang lebih aktif.3 Diagnosis
ditegakkan melalui anamnesis yang cermat, pemeriksaan fisik melalui inspeksi, dan ditunjang
dengan pemeriksaan penunjang seperti KOH dan lampu wood. Pemeriksaan penunjang dapat
dilakukan dengan lampu woods yang bila disinari akan menampakkan flouresensi berwarna
kuning keemasan pada lesi yang bersisik tersebut. Pemeriksaan secara mikroskopis dengan
KOH 10-20% memperlihatkan hifa yang pendek-pendek dan spora yang bergerombol seperti
buah anggur. Pengobatan dapat dilakukan secara topikal dan sistemik.1,2,3
1
Komplikasi yang dapat terjadi adalah infeksi berulang, yang dapat terjadi bila pasien
tidak menggunakan obat dengan baik dan tidak menjaga higienitas, selain itu dapat pula
terjadi dermatitis kontak sekunder. Prognosis umumnya baik, dan pasien harus dibekali
dengan pendidikan untuk mencegah terjadinya infeksi berulang.
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Tinea korporis adalah infeksi dermatofita superficial yang menyerang kulit halus
(glabrous skin), misalnya kulit kecuali pada kulit kepala, lipatan paha, telapak tangan dan
telapak kaki.2,3
2.2 Sinonim
Tinea sirsinata, tinea glabrosa, Scherenede Flechte, kurap, ringworm of the body.
2.4 Patofisiologi
Dermatofita umumnya menyukai menghuni pada lapisan kulit yang mengandung
keratin, rambut, dan kuku dimana merupakan lingkungan yang lembab yang kondusif untuk
jamur berproliferasi. Jamur melepaskan enzim keratinase untuk menembus stratum korneum,
3
dan umumnya tidak menembus lebih dalam karena mekanisme pertahanan tubuh nonspesifik
yang melibatkan faktor inhibisi serum, komplemen, dan PMN lekosit.1,2
Masa inkubasinya adalah sekitar 1-3 minggu, dimana dermatofita menginvasi daerah
sekitarnya dengan pola sentrifugal (menjauhi pusat). Sebagai respon dari infeksi, pada tepi
yang aktif meningkatkan proliferasi sel epidermis yang menghasilkan skuama. Ini
menciptakan pertahanan partial dengan cara menghilangkan kulit yang terinfeksi dan
membiarkan kulit yang sehat dari tengah menuju lesi. Eliminasi dermatofita dilakukan
melalui cell-mediated immunity.
Trichophyton rubrum adalah jenis dermatofita yang tersering menyebabkan tinea
korporis. Dermatofita ini resisten terhadap eradikasi karena dinding selnya mengandung
barier penghambat, yang menghambat cell-mediated immunity, menghambat proliferasi
keratin dan meningkatkan resistensi organism pada pertahanan kulit alamiah.1,2
4
ini terlepas dari dasarnya dan melebar. Proses ini, setelah beberapa waktu mulai lagi dari
bagian tengah, sehingga terbentuk lingkaran-lingkaran skuama yang konsentris. Bila dengan
jari tangan kita meraba dari bagian tengah ke arah luar, akan terasa jelas skuama yang
menghadap ke dalam. Lingkaran-lingkaran skuama konsentris bila menjadi besar dapat
bertemu dengan lingkaran-lingkaran di sebelahnya sehingga membentuk pinggir yang
polisiklik. Pada permulaan infeksi penderita dapat merasa sangat gatal, akan tetapi kelainan
yang menahun tidak menimbulkan keluhan pada penderita.
Granuloma majocchi, merupakan bentuk lain dari tinea korporis yang lebih berat,
yang menyerang rambut, folikel rambut dan sekitar dermis, serta melibatkan reaksi
granulomatosa. Penyakit ini umumnya terjadi pada wanita yang mencukur bulu kaki. Tinea
korporis gladiatorum adalah infeksi dermatofita yang ditularkan melalui kontak langsung dari
kulit ke kulit, yang terjadi pada pegulat. Tinea incognito merupakan penyakit dengan gejala
tidak khas karena dipengaruhi pengobatan kortikosteroid.
5
Gambaran klinis dan predileksi tinea korporis
6
b. Pemeriksaan dengan sinar wood
Dapat memberikan perubahan warna pada seluruh daerah lesi sehingga batas
lesi lebih mudah dilihat. Daerah yang terkena infeksi akan memperlihatkan
fluoresensi warna kuning keemasan sampai orange. Pemeriksaan ini memungkinkan
untuk melihat dengan lebih jelas perubaha pigmentasi yang menyertai kelainan ini.
c. Pemeriksaan Biakan.
Pemeriksaan dengan biakan jamur tidak terlalu bernilai secara diagnostik
karena memerlukan waktu yang lama. Pemeriksaan ini mengunakan media biakan
agar malt atau saboraud’s agar. Koloni yang tumbuh berbentuk soliter, sedikit
meninggi, bulat mengkilap dan lama kelamaan akan kering dan dibawah mikroskop
terlihat yeast cell bentuk oval dengan hifa pendek.
7
kekuningan. Penyembuhan dimulai dari tengah, sehingga menyerupai
derrmatomikosis.
2.8 Penatalaksanaan
Pada tinea korporis dengan lesi terbatas, cukup diberikan obat topical. Lama
pengobatan bervariasi antara 1 sampai dengan 4 minggu tergantung jenis obat. Obat oral atau
kombinasi obat oral dan topikal diperlukan untuk lesi yang luas. Pada keadaan inflamasi
menonjol dan rasa gatal berat, kombinasi antimikotik dengan kortikosteroid jangka pendek
akan mempercepat perbaikan klinis dan mengurangi keluhan pasien4.
1. Pengobatan Topikal
Pengobatan topikal merupakan pilihan utama. Efektivitas obat topikal dipengaruhi
oleh mekanisme kerja obat tersebut. Pilihan obat diantaranya adalah2,3,4 :
Kombinasi asam salisilat (3-6%) dan asam benzoate (6-12%) dalam bentuk
salep (salep whitfield)
Kombinasi asam salisilat dan sulfur presipitatum dalam bentuk salep (salep 2-
4)
Derivat azol : mikonazol 2%, klotrimasol 1%, dan yang terbaru sertaconazole
nitrate
Derivat alilamin : Naftifine, terbinafine
Kortikosteroid potensi rendah sampai sedang, namun penggunaannya tidak
boleh dalam jangka waktu yang panjang
2. Pengobatan sistemik
Pengobatan sistemik diberikan pada kasus tinea korporis dengan infeksi kulit yang
luas, pasien imunocopromise, pasien resisten dengan pengobatan topical, dan
komorbid dengan tinea kapitis atau tinea unguium. Pilihan obat diantaranya adalah2,3,4
8
Derivat Alilamin : terbinafin 250 mg per hari selam 2 minggu
9
BAB III
LAPORAN KASUS
3.2 Anamnesa
Keluhan Utama :
Gatal pada kaki kiri dan kanan dan di punggung
Perjalanan Penyakit :
Pasien datang ke poli kulit dan kelamin RSU Bangli diantar ibunya saat pulang dari
sekolah dengan keluhan timbul bercak berwarna merah gatal pada kaki kanan dan kiri serta di
pinggang sejak 2 minggu lalu, gatal bertambah terutama saat berkeringat, namun gatal
tersebut tidak sampai menganggu aktivitas pasien.
Riwayat Pengobatan :
Ibu Pasien mengatakan bahwa pernah mengobati dengan menggunakan salep yang
diberikan di Puskesmas.
Riwayat Alergi
Pasien mengatakan tidak ada riwayat alergi terhadap makanan, obat, maupun bahan-
bahan alergen lainnya.
10
Riwayat penyakit terdahulu :
Riwayat menderita penyakit kronis disangkal oleh pasien. Dan dulu pernah menderita
penyakit yang sama seperti saat ini.
Riwayat Sosial :
Pasien adalah pelajar SD, yang kesehariannya senang bermain di lapangan. Pakaian
dan peralatan mandi dikatakan hanya dipergunakan oleh pasien sendiri
Nadi : 78 x/menit
Respirasi : 20 x/menit
Suhu : 36,5°C
Abdomen : Datar, lemas, bising usus (+) normal, nyeri epigastrium (-)
11
Hepar/Lien : tidak teraba membesar
Status Dermatologi
Pada regio crurallis anterior dextra sinistra dan lumbal posterior tampak patch
eritematous dan hiperpigmentasi berbatas tegas, tepi ireguler, dengan papul-papul
dibagian tepinya, disertai skuama halus, dengan bagian tengah mengalami
penyembuhan (central healing), konfigurasi lesi polisiklik, dan terdistribusi secara
regional.
12
Gambar . Gambaran lesi tinea korporis pada pasien
3.4 Prognosis
Quo ad vitam : dubia ad bonam
Quo ad functionam : dubia ad bonam
Quo ad sanactionam : dubia ad bonam
Gambar 2. Pemeriksaan mikroskopik dari kerokan kulit (skuama) dengan KOH 10%
menunjukkan hifa panjang dan bersepta.
13
3.6 Diagnosis Banding
1. Tinea Korporis
2. Pitiarisis rosea
3. Dermatitis Numularis
3.8 Penatalaksanaan
- Pengobatan medikamentosa
Topikal : Ketoconazol 2% cream 5 gr
Sistemik : citirizine 1 x 10 mg tablet
- KIE
1. Memberi penjelasan pada orang tua pasien tentang penyakit pasien, dari jenis
penyakit, penyebab sampai prognosisnya.
2. Menggunakan obat yang telah diberikan
3. Menghindari kelembaban yang berlebihan, misalnya dengan selalu mengelap keringat
dengan menggunakan handuk yang bersih
4. Kebersihan pakaian yang digunakan harus selalu dijaga
5. Tidak bertukar handuk dengan anggota keluarga yang lain
14
BAB IV
PEMBAHASAN
15
BAB V
KESIMPULAN
16
DAFTAR PUSTAKA
1. Djuanda A, et al. Mikosis. In: Djuanda A (ed). Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. 3 th
ed. Jakarta: Penerbit Fakultas Kedokteran Indonesia; 2007.p. 92-99.
2. Lott, MER. Tinea Corporis eMedicine 1994-2009. [last update Juny 5, 2008].
Available at http://emedicine.medscape.com/article/1091473 . (Accessed: 2 May,
2009).
3. Anonim. Dermatofitosis. In: Pedoman Diagnosis dan Terapi Penyakit Kulit dan
Kelamin RSUP Denpasar. Denpasar:SMF Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin
Fakultas Kedokteran Universitas Udayana RSUP Sanglah; 2007. p.16-18.
4. Mansjoer A, et al. Tinea Korporis. In: Mansjoer A (ed). Kapita Selekta Kedokteran.
3th ed. Jakarta: Penerbit Media Aesculapius Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia; 2000.p 98-99.
17