Sie sind auf Seite 1von 18

BAB II

TEORI DASAR

2.1 Teori Dasar Metode VLF


Secara teoritis, dasar metode VLF menggunakan teori perambatan
gelombang elektromagnetik dari persamaan Maxwell dalam bentuk hubungan
vektor medan listrik dan medan magnetik, yaitu:
∂B
∇× E = − (2.1)
∂t
∂D
∇× H = J + (2.2)
∂t
Dimana E adalah medan listrik (V/m), B adalah induksi magnetik
(Wb/m2), t adalah waktu (detik), H adalah medan magnetik (A/m), J adalah
rapat arus listrik (A/m2) dan D adalah pergeseran listrik (C/m).
Persamaan (2.1) mempunyai arti fisis bahwa medan listrik timbul akibat
medan magnetik yang berubah sebagai fungsi waktu. Sedangkan persamaan (2.2)
menunjukkan bahwa medan magnetik yang terjadi dalam suatu ruang ditimbulkan
oleh aliran arus, serta medan magnetik berbanding lurus dengan arus listrik
totalnya.

Bila dalam medium homogen isotrop dimana B = μ H , D = ε E , dan


J = σ E , maka persamaan (2.1) dan (2.2) dapat disederhanakan menjadi:

⎛ ∂H ⎞
∇ × E = −μ ⎜ ⎟ (2.3)
⎝ ∂t ⎠

⎛ ∂E ⎞
∇×H =σ E +ε ⎜ ⎟ (2.4)
⎝ ∂t ⎠
Dimana μ adalah permeabilitas magnetik (H/m), ε adalah permitivitas
(F/m), σ adalah konduktivitas (ohm/meter), dan ω adalah frekuensi sudut
medan.

6
Dengan menggunakan operasi curl pada persamaan (2.3) dan (2.4) serta

vektor identitas ∇ × (∇xA) = ∇(∇i A) − ∇ A , akan didapatkan:


2

⎛∂⎞ ⎛ ∂E ⎞ ⎛ ∂2E ⎞
⎝ ∂t ⎠
(
∇2 E = μ ⎜ ⎟ ∇ × H = σμ ⎜ ⎟)+ εμ ⎜ ∂ 2t ⎟ (2.5)
⎝ ∂t ⎠ ⎝ ⎠

⎛∂⎞ ⎛ ∂H ⎞ ⎛ ∂2 H ⎞
( )
⎝ ∂t ⎠
(
∇2 H = σ ∇ × E − ε ⎜ ⎟ ∇ × E = σμ ⎜ ⎟ + )
εμ ⎜ 2 ⎟ (2.6)
⎝ ∂t ⎠ ⎝ ∂t ⎠
Apabila fungsi waktunya dipilih sebagai fungsi sinusoidal dengan
ω = 2π f , maka persamaan (2.5) dan (2.6) dapat disederhanakan menjadi:

∇2 E = iωμσ E − ω 2εμ E (2.7)


∇2 H = iωμσ H − ω 2εμ H (2.8)
Persamaan (2.7) dan (2.8) adalah persamaan gelombang elektromagnetik
untuk perambatan vektor medan listrik dan magnetik di dalam medium homogen
isotropik yang memiliki konduktivitas σ , permeabilitas μ dan permitivitas ε .
Jika gelombang elektromagnetik melewati benda konduktif
berkonduktivitas rendah, maka:
∇2 E ≈ −ω 2εμ E , ∇2 H ≈ −ω 2εμ H (2.9)
Dan apabila gelombang elektromagnetik melewati benda konduktif
berkonduktivitas tinggi, maka:
∂E ∂H
∇2 E ≈ μσ ≈ iωμσ E , ∇2 H ≈ μσ ≈ iωμσ H (2.10)
∂t ∂t
Untuk menyelesaikan pesamaan (2.10), diasumsikan bahwa gelombang
elektromagnetik merambat pada sumbu z, sehingga,
H y ( z, t ) = H 0eiωt +mz (2.11)

dengan H 0 merupakan kuat medan magnet primer, dan m = iωμσ atau:


2

ωμσ
m = ± (1 + i ) = ± (1 + i )a (2.12)
2

ωμσ
dengan a = . Karena H harus terdefinisi pada z = +∞ , sehingga,
2
H y = H 0eiωt −(1+ j ) az = H 0e − az +i (ωt −az ) (2.13)

7
atau
H y = H 0e − az cos(ωt − az ) (2.14)
Persamaan (2.14) merupakan persamaaan gelombang elektromagnetik pada
bidang z (sumbu vertikal).

2.2 Prinsip Dasar Metode VLF


Medan elektromagnetik primer sebuah pemancar radio, memiliki
komponen medan listrik vertikal E Pz dan komponen medan magnetik horizontal
H Py tegak lurus terhadap arah perambatan sumbu x. Medan elektromagnetik yang

dipancarkan antena pemancar selanjutnya akan diterima stasiun penerima dalam


empat macam perambatan gelombang, yaitu: gelombang langit, gelombang
langsung, gelombang pantul dan gelombang terperangkap. Yang paling sering
ditemui pada daerah survey adalah gelombang langit.
Pada jarak yang cukup jauh dari antena pemancar, komponen medan
elektromagnetik primer dapat dianggap sebagai gelombang yang berjalan secara
horizontal. Jika di bawah permukaan terdapat suatu medium yang konduktif,
maka komponen medan magnetik dari gelombang elektromagnetik primer akan
menginduksi medium tersebut sehingga akan menimbulkan arus induksi (Eddy

Current), E Sx .
Arus Eddy akan menimbulkan medan elektromagnetik baru yang disebut

medan elektromagnetik sekunder, H S , yang mempunyai komponen horizontal


dan komponen vertikal. Medan magnetik ini mempunyai bagian yang sefase (in-
phase) dan berbeda fase (out-of-phase) dengan medan primer. Adapun besar
medan elektromagnetik sekunder sangat tergantung dari sifat konduktivitas
benda di bawah permukaan.

8
Gambar 2.1 Distribusi medan elektromagnetik untuk metode VLF
dalam polarisasi listrik dengan sinyal di atas sebuah dike konduktif
vertikal (diambil dan digambar ulang dari Bosch dan Muler, 2001)

2.2.1 Metode Very Low Frequency-Electromagnetic (VLF-EM)


Gelombang EM yang terdeteksi oleh antena penerima merupakan nilai
medan magnetik total H R dari medan primer H P yang langsung menjalar
melalui udara ataupun yang dipantulkan oleh ionosfer bumi, dan medan sekunder
H S hasil induksi elektromagnetik pada konduktor, dimana H P > H S . Sehingga

besar H S dan H R bergantung pada ruang, waktu dan frekuensi. Dikarenakan

kondisi medan jauh, besar H p tidak tergantung terhadap ruang. Respon EM


yang terukur pada penerima akan memiliki beda fase yang berbeda antara medan
primer dan medan sekunder, secara matematis dapat ditulis:
HR = HP + HS
(2.15)
H R = H P e iωt + H S e i (ωt −ϕ )

dengan frekuensi pemancar f = (ω / 2π ) dan pergesaran fase ( ϕ ) antara


komponen medan magnetik primer dan sekunder. Informasi ini dapat diolah
untuk menentukan ukuran dan nilai konduktivitas dari suatu konduktor yang
terdapat dibawah permukaan bumi.

9
Adapun ungkapan dalam bentuk vektor, komponen-komponen medan
magnetik mempunyai bentuk :
⎛0 ⎞ ⎛0 ⎞ ⎛0 ⎞
⎜ ⎟ ⎜ ⎟ ⎜ ⎟
⎜ H Ry ⎟ = ⎜ H Py ⎟ + ⎜ H Sy ⎟ (2.16)
⎜ ⎟ ⎜ ⎟ ⎜ ⎟
⎝ H Rz ⎠ ⎝ 0 ⎠ ⎝ H Sz ⎠
Hasil dari pengukuran metode VLF–EM adalah inphase dan quadrature yang
merupakan rasio dari H Rz / H Ry dan merefleksikan perubahan distribusi

resistivitas di bawah permukaan

2.2.2 Metode Very Low Frequency-Electromagnetic-vertical Gradient


(VLF-EM-vGRAD)
Dikarenakan medannya yang terletak jauh, medan magnetik primer tidak
tergantung terhadap ketinggian z:
H Py ≠ f (z ) (2.17)
Sehingga medan magnetik primer menghasilkan perbedaan komponen

medan magnetik resultan horizontal H Ry pada 2 ketinggian yang berbeda:


ΔH Ry = H Ry ( z 2 ) − H Ry ( z1 ) (2.18)

dengan H Ry ( z1 ) < H Ry ( z 2 ) ketika z1 < z 2


Melalui persamaan 2.16 kita peroleh:
ΔH Ry = ( H Py + H Sy ( z 2 )) − ( H Py + H Sy ( z1 ))
(2.19)
ΔH Ry = H Sy ( z2 ) − H Sy ( z1 )

Berdasarkan persamaan (2.19) kita mengetahui bahwa ΔH Ry hanya


ditentukan oleh medan magnetik sekunder yang disebabkan oleh benda
konduktif di bawah permukaan.

10
2.3 Fase dan Polarisasi Ellips
Pada saat gelombang primer masuk kedalam medium, gaya gerak listrik

(ggl) es , akan muncul dengan frekuensi yang sama, tetapi fasenya tertinggal 900
Gambar 2.2 menunjukkan diagram vektor antara medan primer P dan ggl
induksinya.

Gambar 2.2 Hubungan amplitudo dan fase gelombang sekunder S


dan gelombang primer P (Kaikonen, 1979).

Andaikan Z = R + iω L adalah impedansi efektif sebuah konduktor dengan


tahanan R dan induktans L, maka arus induksi (Eddy current) akan menjalar
dalam medium dan menghasilkan medan sekunder S. Medan S tersebut memiliki
fase yang tertingal sebesar φ yang besarnya tergantung dari sifat kelistrikan
medium:
tan φ = ω L / R (2.20)
Total beda fase antara medan P dan S akan menjadi 900 + tan φ = ω L / R .
Berdasarkan hal ini dapat dikatakan bahwa, jika terdapat medium yang
sangat konduktif, maka beda fasenya akan mendekati 1800 , dan jika medium
sangat resistif, maka beda fasenya mendekati 900.
Kombinasi antara P dan S akan membentuk resultan R. Komponen R
yang sefase dengan komponen P ( R cos α ) disebut sebagai komponen real (in-
phase) dan komponen yang tegak lurus P ( Rsinα ) disebut sebagai komponen
imajiner (out-of phase/quadrature). Perbandingan antara komponen real dan
imajiner dinyatakan dalam persamaan:

11
Re
= tan φ = ω L / R (2.21)
Im
Persamaan di atas menunjukkan bahwa jika semakin besar perbandingan
Re/Im, semakin besar sudut fasenya, maka konduktor tersebut semakin baik, dan
sebaliknya jika semakin kecil perbandingan Re/Im, semakin kecil sudut fasenya,
maka konduktor tersebut semakin buruk.

Gambar 2.3 Polarisasi ellips akibat kehadiran benda konduktif pada


bidang medan electromagnetic (Sacit,1981)

Jika medan magnet horizontal adalah Hx dan medan magnetik vertikalnya


adalah Hz, maka besarnya sudut tilt dapat ditunjukkan seperti pada Gambar 2.3,
yang besarnya sebagai berikut :
⎡ 2( H z / H x ) cos Δφ ⎤
α = ±1/ 2 tan −1 ⎢ ⎥ x100% (2.22)
⎣ 1 − (H z / H x ) ⎦
2

dan ellipsitasnya diberikan sebagai:


H2
ε =
H1
atau:

12
H z H x sin Δφ
ε= × 100% (2.23)
( H1 ) 2
dan
Δφ = φz − φx

dimana H z dan H x adalah resultan komponen medan horizontal, H1 dan H2

adalah sumbu mayor dan minor dari polasarisasi elips, dan φz dan φ x adalah fase
komponen medan magnetik horizontal dan vertikal.
Pada penelitian ini data yang terukur pada alat VLF adalah : inphase,
quadrature, tilt-angle dan total-field. Kontras anomali yang terukur dapat
disebabkan oleh adanya batuan terisi air yang lebih konduktif atau adanya batuan
berongga terisi udara yang lebih resistif dari lingkungan kars. Dengan parameter
tersebut diharapkan anomali akibat aliran sungai bawah permukaan dapat
diperlihatkan dengan jelas.

2.4 Gangguan Terhadap Sinyal VLF


Sumber gangguan utama pada proses pengukuran VLF adalah adanya
radiasi medan elektromagnetik akibat kilat baik ditempat yang dekat maupun di
tempat yang jauh dari daerah pengukuran. Pada frekuensi VLF, radiasi medan ini
dapat melemahkan sinyal yang dipancarkan oleh pemancar. Gangguan ini
dicirikan dengan naiknya kuat medan listrik vertikal dan medan horizontal secara
tiba tiba.
Gangguan kedua adalah variasi harian medan elektromagnetik bumi,
dimana terjadi pergerakan badai dari arah timur ke barat yang terjadi pada siang
hingga sore hari menjelang malam. Untuk daerah sekitar Australia, gangguan
minimum terjadi pada bulan Mei-Juli, dan gangguan maksimum terjadi pada
jam 08.00 waktu lokal, kemudian merambat naik hingga maksimum pada jam
16.00 waktu lokal (McNeill, 1991).

13
2.5 Tahapan Pengolahan Data VLF
Agar data VLF lebih mudah diinterpretasi, data lapangan hasil pengukuran
harus diolah terlebih dahulu. Pada pengukuran metode VLF, topogarafi dan
gangguan (noise) di lapangan dapat mempengaruhi nilai VLF yang terukur.
Sehingga diperlukan koreksi agar data yang diolah dapat benar-benar
menggambarkan anomali akibat benda konduktif di lapangan.

2.5.1 Koreksi Topografi


Pengukuran VLF pada penelitian ini dilakukan pada daerah kars Gunung
Sewu, Gunung Kidul yang memiliki topografi relatif bervariasi. Topografi
tersebut dicirikan oleh puluhan ribu bukit batu gamping berketinggian antara 20-
50 meter yang didominasi oleh bangun kerucut. Puncak kerucut bisa membulat
atau lancip, tergantung keadaan stratigrafinya.
Jika topografi daerah penyelidikan tidak datar, maka ada 2 hal yang
mempengaruhi hasil pengukuran data VLF:
1. Pada bidang miring medan sekunder akan sejajar dengan bidang miring
tersebut, sedangkan medan primer akan tetap horizontal. Akibatnya
resultan kedua medan tersebut akan mengikuti kemiringan topografi
(Baker dan Myers, 1980).
2. Peristiwa pemantulan medan primer oleh bidang miring, pantulan ini akan
bersuperposisi dengan medan primer semula.
Efek topografi tersebut diperlihatkan pada Gambar 2.4.
Pada penelitian ini data VLF dikoreksi topografi dengan cara Baker dan
Myers. Koreksi ini berdasarkan studi model laboratorium, yaitu dengan
meletakan posisi benda konduktif pada kemiringan topografi yang bervariasi,
pengaruh topogarafi berbanding lurus terhadap kemiringannya. Sehingga
hubungan antara kemiringan dengan besarnya koreksi topografi dapat
diperlihatkan pada Gambar 2.5.

14
Gambar 2.4 Efek topografi pada aliran arus VLF dan medan
magnetik: (a) Polarisasi medan listrik , (b) Polarisasi medan magnetik
(McNeil dan Labson, 1987)

Gambar 2.5 Hubungan antara kemiringan lereng dengan besarnya


koreksi topografi (Baker dan Myers, 1980)

15
Adapun prosedur koreksi tofografi dari Baker dan Myers tersebut adalah
sebagai berikut: komponen real dan imajiner hasil pembacaan dirata-ratakan dan
hasilnya diletakan pada posisi tengahnya. Kemudian koreksi topografi yang
sesuai dengan kemiringannya ditambahkan pada hasil perata-rataan sebelumnya.
Secara matematis dituilis sebagai berikut :
R1 % + R2 %
R(1, 2 ) = ( ) ± TC (2.24)
2
dimana: R1 adalah pembacaan data VLF pada stasiun 1 (%)
R2 adalah pembacaan data VLF pada stasiun 2 (%)
TC (topograhic correction) adalah koreksi topografi(%)

2.5.2 Filter Moving Average


Metode filter moving average digunakan untuk memisahkan data yang
mengandung frekuensi tinggi dan rendah. Data yang mengandung frekuensi tinggi
diasumsikan sebagai sinyal, sedangkan data berfrekuensi rendah diasumsikan
sebagai gangguan (noise). Metode ini dilakukan dengan cara merata-ratakan nilai
anomalinya dibagi dengan jumlah jendela yang digunakan. Atau secara matematis
dapat ditulis sebagai berikut:
i+k
^ 1
yi =
N

j =i − k
yi (2.25)

N −1
dengan k = ,
2
dimana: k adalah jumlah pengurangan data yang hilang akibat dilakukan filtering
dan N adalah panjang interval smoothing atau lebar jendela.

2.5.3 Filter Fraser


Titik dimana tilt-angle mengalami persilangan dari polaritas positif
menjadi negatif diinterpreatasi sebagai posisi konduktor yang menyebabkan
anomali. Dalam satu profil, persilangan ini terlihat cukup jelas, namun ketika
diplot kedalam bentuk peta, letak dari semua titik nol (inflection point) tidak dapat
diidentifikasi dengan mudah. Salah satu cara untuk menyelesaikannya adalah

16
dengan menggunakan filter yang ditemukan oleh Fraser (1969) yang dinamakan
filter Fraser. Filter ini didesain untuk membagi data tilt angle dengan 900,
sehingga persilangan menjadi maksimum (peak). Filter ini juga melemahkan
panjang gelombang yang terlalu besar untuk mengurangi efek topografi. Selain
itu, filter ini mengurangi efek pelemahan dari variasi temporal kuat sinyal
pemancar.
Prinsip dasar dari filter Fraser adalah menggunakan 4 buah titik yang
berurutan, dengan cara mengurangkan jumlah dari nilai data ke-3 dan ke-4
terhadap jumlah dari nilai data ke-1 dan ke-2. Kemudian diplot pada titik tengah
antara data ke-2 dan data ke-3. Atau secara matematis filter Fraser dapat
dilakukan sebagai berikut:
Fn = ( M n + 2 + M n + 3 ) − ( M n + M n +1 ) (2.26)
Contoh penerapan filter Fraser dapat dilihat pada Gambar 2.6.

Gambar 2.6 Respon pengukuran dari model sintetik dengan


mengaplikasian filter Fraser. Titik-titik hijau memperlihatkan posisi
benda pada sumbu–x, untuk : a) Data sintetik VLF-EM, terdiri dari
data real (merah) dan imaginer (biru), b) Data terfilter Fraser dan (c)
Model benda resistivitas dengan harga 100 ohm-m.

17
2.5.4 Filter Karous-Hjelt
Filter Karous-Hjelt merupakan filter yang dikembangkan dari konsep
medan magnetik yang berhubungan dengan aliran arus listrik. Filter ini
dikembangkan dari filter statistika linear berdasarkan atas filter Fraser dan teori
medan linear dari Bendat dan Piersol. Filter ini menghasilkan profil kedalaman
dari rapat arus yang diturunkan dari nilai komponen vertikal medan magnetik
pada setiap titik pengukuran. Adapun profil kedalaman dapat dihitung dengan
menggunakan persamaan:
KH n = -0.102M n -3 + 0.059 M n -2 - 0.561M n -1 + 0.561M n +1 - 0.059 M n + 2 + 0.102 M n +3
(2.27)
Dimana Mn = Hz / Hx adalah nilai yang terukur pada alat.
Filter Karous-Hjelt menghitung sumber arus akivalen pada kedalaman
tertentu yang umumnya dikenal sebagai rapat arus. Posisi rapat arus ini dapat
menjadi alat untuk menginterpreatasi lebar dan kemiringan sebuah benda
anomali dengan kedalaman tertentu. Contoh penerapan filter Karous-Hjelt dapat
dilihat pada Gambar 2.7.

Gambar 2.7 Rapat arus ekivalen yang dihitung dengan


menggunakan filter Karous-Hjelt: (a) inphase dan (b) quadrature.
Kotak bergaris hitam adalah posisi benda anomali sebenarnya.

18
2.6 Pemodelan
Pemodelan ke depan (forward modelling) dan ke belakang (inverse
modelling) adalah adalah proses yang saling berkebalikan satu sama lain.
Pemodelan ke depan menggambarkan respon penyebaran gelombang dari
model yang kita buat. Pemodelan ke belakang mencoba mengembalikan
pengaruh dari perambatan gelombang untuk menghasilkan suatu gambaran
bawah permukaan bumi.
Pada penelitian ini baik pemodelan ke depan, maupun pemodelan ke
belakang dilakukan dengan algoritma elemen hingga (finite element). Finite
elemen adalah suatu cara untuk menyusun solusi pendekatan dari masalah nilai
batas. Ide dasarnya adalah memperoleh solusi pendekatan suatu masalah yang
kompleks dengan mengubahnya menjadi masalah yang sederhana terlebih
dahulu. Dengan ide ini dimungkinkan untuk melakukan perubahan bentuk
persamaan model dari bentuk persamaan differensial ke bentuk persamaan linear,
dengan kata lain mengubah suatu masalah dengan derajat kebebasan tak hinggga
menjadi masalah yang memiliki derajat kebebasan berhingga (Burhan, 2005).
Pada metode finite elemen, daerah pengamatan dibentuk menjadi sebuah
matriks yang dibagi menjadi elemen-elemen berbentuk kotak. Oleh karena itu
nilai spasi pada arah vertikal dan horisontal dan pembagian blok dari zona
interest harus ditetapkan (Gambar 2.8). Pada daerah yang memiliki perubahan
konduktivitas dilakukan diskretisasi yang tinggi karena disekitar daerah ini
terjadi variasi nilai medan yang besar.

19
Gambar 2.8 Mesh finite elemen (garis biru ) untuk pengukuran dari 0-
460. Pada daerah konduktif (kotak bergaris merah) dilakukan
pendiskretisasian yang lebih rapat karena disekitar ini terjadi variasi
nilai medan yang besar.

2.6.1 Pemodelan ke Depan


Untuk menggambarkan gelombang bidang, difusi dan medan
elektromagnetik harmonik, dapat diungkapkan dengan menggunakan persamaan
Maxwell :
∂2 Ey ∂2 Ey
+ = iωμσ E y (2.28)
∂ 2 x2 ∂2 z2

∂ ⎛ 1 ∂H y ⎞ ∂ ⎛ 1 ∂H y ⎞
⎜ ⎟+ ⎜ ⎟ = iωμσ E y (2.29)
∂x ⎝ σ ∂x ⎠ ∂z ⎝ σ ∂z ⎠

dimana: Ey adalah komponen y dari medan listrik dan Hy adalah komponen y


dari medan magnetik yang menunjukkan arah srike, sedangkan i , ω , μ , dan σ
secara berurutan adalah frekuensi angular, permeabilitas magnetik, dan
konduktivitas listrik. Untuk menyelesaikan medan yang tak diketahui syarat
batas ketidakhomegenan Dirichlet diaplikasikan untuk menetapkan nilai medan
layer horisontal half space terhadap nilai batas.

Penentuan komponen medan H x , H z untuk polarisasi medan listrik

(polarisasi-E) , E x dan E z untuk polarisasi medan magnetik (polarisasi-H) dapat


ditentukkan dengan:

20
1 ∂E y 1 ∂E y
Hx = , dan H z = − (2.30
iωμ ∂z iωμ ∂x

1 ∂H y 1 ∂H y
Ex = − , dan Ex = (2.31)
σ ∂z σ ∂x
Nilai resistivitas semu ρ a dan fase φ untuk polarisasi-E dan polarisasi-H dapat
dihitung dengan menggunakan rumus:

1 Ey
2
⎛ imag ( E y / H x ) ⎞
, φ = tan ⎜⎜
−1
ρa = ⎟⎟ (2.32)
ωμ H x ⎝ real ( E y / H x ) ⎠
2
1 Ex ⎛ imag ( E x / H y ) ⎞
, φ = tan ⎜⎜
−1
ρa = ⎟⎟ (2.33)
ωμ H y ⎝ real ( E x / H y ) ⎠
Bagian real dan imaginer dari fungsi transfer magnetik pada VLF dapat dihitung
dengan rumus:
⎛H ⎞
Re = real ⎜ z ⎟ ⋅100% (2.34)
⎝ Hx ⎠
⎛H ⎞
Im = imag ⎜ z ⎟ ⋅100% (2.35)
⎝ Hx ⎠

2.6.2 Pemodelan ke Belakang


Pemodelan ke belakang pada penelitian ini dilakukan dengan metode
damped least-squares dengan tujuan untuk meminimalkan fungsi, dengan
menggunakan rumus:

ψ = ( Δd − S Δp ) ( Δd − S Δp ) + λ ( ΔpT Δp − p02 )
T
(2.36)

dimana Δd adalah d obs − dcal menerangkan ketidakcocokan antara data observasi


dan data yang dihitung, sedangkan S dan p secara berurutan menunjukkan
sensitivitas matriks dan parameter model yang diperbaharui. Parameter Langrange
λ dimasukan untuk menentukan parameter model yang diperbaharui terhadap
jumlah batas p0 . Turunan parsial ∂ψ / ∂Δp j dikehendaki menjadi nol untuk

21
semua sell model j agar memperoleh fungsi minimum dari ψ . Hasil persamaan
normalnya adalah :

(S T
)
S + λ I Δp = S T Δ d (2.37)
dimana I adalah matriks identitas. Persamaan ini diselesaikan dengan cara
mengaplikasikan penyelesaian langsung untuk setiap tahap iterasi kedalam
persamaan 2.28 dan 2.32. Untuk mendapatkan penyelesaian yang cepat,
parameter Langrange diturunkan menjadi lebih kecil dengan faktor yang lebih
kecil dari 1.

Error root mean square χ dapat dihitung dengan persamaan :


2

1 n
RMS = ∑ Δdi 2
n i =1
(2.38)

1 n Δdi 2
χ2 = ∑
n i =1 ε i2
(2.39)

dimana ε i adalah standar deviasi dan n adalah jumlah data. Iterasi akan
dihentikan jika memenuhi kriteria-kriteria berikut: (1) Iterasi mencapai jumlah
yang kita tetapkan (2) ketika error RMS tidak mengalami perubahan. Gambar 2.9
memperlihatkan contoh hasil pemodelan ke belakang dari akibat benda konduktif.

2.6.3 Perhitungan Sensitivitas


Element Sij dari matriks sensivitas S untuk pengamatan ke-i dan
parameter model ke-j dihitung menggunakan metode persamaan sensitivitas,
untuk perhitungan pemodelan.

⎛ a b ⎞ ⎛ ∂(K + M ) ⎞
Sij = ⎜ Ti − Ti ⎟ ( K + M ) ⎜ −
−1

⎝ ai u bi u ⎠ ⎜ ∂ ( ln σ j ) u ⎟ (2.40)
⎝ ⎠

dimana ai dan bi adalah vektor kolom untuk menghitung medan listrik dan
medan magnetik dalam kasus Polarisasi-E dan H-polasisasi untuk datum ke–i dari
u. Nilai ai dibentuk dari penyederhanaan yang bernilai 1 pada posisi datum ke 1

22
dan 0 untuk node yang lainnya. Jika observasi tidak diletakan secara tepat pada
node grid , maka nilai medan diinterpolasi berdasarkan 2 node terdekatnya.

Gambar 2.9 Model resistivitas yang diperoleh dengan pemodelan ke


belakang dari model sintetik. Kotak bergaris hijau adalah model yang
digunakan untuk menghasilkan data sintetik.

Dalam melakukan pemodelan hendaknya parameter yang dimasukan


disesuaikan dengan kondisi real lapangan, karena adakalanya hasil yang diperoleh
dari pemodelan secara analitik memiliki error yang kecil, tetapi tidak sesuai
dengan keadaan geologi sebenarnya, sehingga diperlukan data pendukung lainnya
untuk memasukan parameter yang cocok.

23

Das könnte Ihnen auch gefallen