Sie sind auf Seite 1von 12

KEINGINAN MELUKAI DIRI SENDIRI (SELF INJURY)

¹Afifah Nur Aeni (1176000008) ²Jihan Min Taufiq Nurfahilah (1176000080)

¹Fakultas Psikologi UIN Sunan Gunung Djati Bandung

Afifahpratiwiinsani@gmail.com

² Fakultas Psikologi UIN Sunan Gunung Djati Bandung

fadhilajihan7@gmail.com

PENDAHULUAN

Manusia pada umumnya pasti tidak akan terlepas dari permasalahan sepanjang masa

hidupnya. Hal ini dikarenakan manusia merupakan makhluk sosial yang setiap harinya pasti akan

berinteraksi dengan orang lain. Semakin banyak seseorang melakukan interaksi dengan orang

lain, maka semakin banyak pula informasi yang diterimanya, yang kemudian akan terangkai

menjadi pengalaman hidup. Pengalaman-pengalaman tersebut tentunya akan diwarnai dengan

berbagai macam emosi, baik itu emosi positif maupun negatif. Emosi itu juga akan

mempengaruhi kehidupan seseorang, karena pada saat seseorang merasakan emosi positif

maupun negatif hal ini akan membawa perubahan secara fisik maupun psikologisnya.

Ada beberapa periode perkembangan manusia di sepanjang kehidupannya. Masing-

masing periode tersebut memiliki tugas perkembangan yang berbeda-beda, namun ada masa

dimana individu akan mengalami berbagai macam pergolakan emosi dan konflik. Pada masa ini,

individu akan banyak dihadapkan pada sejumlah masalah terkait dengan tugas

perkembangannya. Masa tersebut yakni masa remaja akhir dan masa dewasa awal. Masa remaja

merupakan suatu tahapan dalam kehidupan dimana seseorang harus beradaptasi dengan banyak
perubahan yang dapat meningkatkan stress serta mempengaruhi saat sekarang dan juga masa

depannya. Sangat penting untuk dapat mengidentifikasi resiko-resiko buruk yang mungkin

terjadi dengan lebih awal agar intervensi yang tepat untuk meningkatkan kesehatan mental bisa

diberikan kepada mereka. Beberapa tanda stress pada remaja adalah melukai diri sendiri,

percobaan bunuh diri, dan bunuh diri (Kirchner, et al., 2011).

Beberapa istilah seringkali digunakan ketika menjelaskan tentang melukai diri ini, seperti

self-mutilation –mutilasi diri– (Suyemoto dalam Pretorius, 2011), nonsuicidal self-injurious

behaviors atau NSSI –melukai diri tanpa niatan untukbunuh diri– (Dyl; Gratz; Oliver, Hall

&Murphy dalam Pretorius, 2011), dan selfcutting beha vior –perilaku menyayat diri–(Yip dalam

Pretorius, 2011). Namun, keinginan melukai diri yang dimaksud dalam penelitian ini adalah

pemikiran dan gambaran untuk melukai atau menyakitidiri sendiri tanpa adanya niatan untuk

mengakhiri hidupnya.

METODE

Metode yang digunakan adalah penelitian kepustakaan atau kajian literatur. Penelitian

Kepustakaan adalah penelitian yang dilakukan hanya berdasarkan atas karya tertulis, termasuk

hasil penelitian baik yang telah maupun yang belum dipublikasikan.

HASIL

Hasil jurnal pertama

Self injury merupakan bentuk perilaku yang disengaja untuk menyakiti diri sendiri guna

mengurangi penderitaan secara psikologis. Perilaku self injury ini tidak terjadi secara spontan

begitu saja. Sebagai makhluk sosial, pelaku self injury juga tidak terlepas dari permasalahan
hidup. Ketika mayoritas individu berusaha untuk fokus pada masalah yang dihadapinya, hal yang

berbeda justru terjadi pada mereka yang cenderung menyakiti diri sendiri.

Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan pendekatan studi kasus. Subjek

berjumlah satu orang (F) dan terdapat tiga orang informan (U, VA, YY). Teknik pengumpulan

data menggunakan wawancara dan observasi serta dengan menggunakan skala karakteristik

untuk menentukan karakteristik subjek.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa subjek telah melakukan penghayatan yang unik

yang berbeda dari mayoritas individu pada umumnya terhadap sebuah permasalahan hidupnya.

Subjek menghayati masalah sebagai sesuatu yang sangat menyakitkan yang membuatnya

semakin mengarahkan pada emosi-emosi negatif dan solusi yang dipilihnya pada usaha proses

regulasi emosi hanya menimbulkan persoalan baru. Subjek menggoreskan luka fisik di tubuhnya

sebagai pereda rasa sakit hati yang dirasakannya. Inilah yang kemudian membuat subjek

melakukan fase terakhir perubahan respon dari proses regulasi emosi dengan cara yang

maladaptif, yaitu melakukan self injury. Pola asuh yang permissive permissive (serba

membolehkan) atau bebas dan tidak memberlakukan aturan-aturan yang tegas mengenai batasan-

batasan pergaulan diduga berperan menimbulkan perilaku self injury.

Hasil jurnal kedua

Self injury adalah pemikiran dan gambaran untuk melukai atau menyakiti diri sendiri

tanpa adanya niatan untuk mengakhiri hidupnya. Tidak semua orang melukai dirinya dengan

sengaja tetapi memiliki keinginan untuk melakukannya. Keinginan melukai diri sangat mungkin

berhubungan dengan bagaimana seseorang dapat meregulasi emosinya atau dapat menguatkan

kepercayaan bahwa melukai diri dapat merubah keadaan emosionalnya. Keinginan melukai diri
secara signifikan dapat memprediksi munculnya perilaku melukai diri sendiri atau self injury.

Keinginan untuk melakukan bunuh diri pada remaja sudah dibuktikan ada hubungannya dengan

kesepian, yaitu ketidaknyamanan secara psikologis yang dirasakan karena adanya kekurangan

dalam hubungan sosial seseorang, baik dari kualitas dan kuantitas hubungan tersebut. Semakin

seseorang merasa kesepian, maka semakin besar pula resiko untuk memiliki keinginan bunuh

diri. Kedua variabel ini memiliki satu variabel penghubung yaitu depresi (Lasgaard, et al., 2011).

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara kesepian dengan keinginan

melukai diri sendiri pada remaja. Manfaat yang bisa diambil dengan diadakannya penelitian ini

yaitu dapat memberikan kontribusi pada perkembangan pengetahuan dalam bidang psikologi

mengenai kesepian dan keinginan melukai diri sendiri. Selain itu, penelitian ini juga bisa

memberikan pengetahuan pada masyarakat umum mengenai fenomena melukai diri sendiri, yang

tampaknya masih tabu untuk dibicarakan, baik itu keinginan ataupun perilakunya.

Hipotesa penelitian ini adalah terdapat hubungan yang positif antara kesepian dengan

keinginan melukai diri sendiri. Artinya, semakin tinggi kesepian yang dirasakan seseorang maka

akan semakin tinggi pula keinginan untuk melukai dirinya.

Rancangan penelitian menggunakan penelitian kuantitatif korelasional. Subjek penelitian

adalah remaja yang merupakan siswa di salah satu SMK di Balikpapan Kalimantan Timur.

Sampel untuk penelitian ini adalah sebanyak 316 siswa yang diambil dari kelas 1, 2, dan 3 dari

beberapa jurusan yang ada di sekolah tersebut. Teknik pengambilan sampel yang digunakan

adalah teknik non random sampling, yaitu accidental sampling dimana peneliti memberikan

instrument penelitian kepada siswa yang peneliti temui dan telah bersedia untuk diteliti. Variabel

bebas dalam penelitian ini adalah kesepian, Variabel terikat dalam penelitian ini
adalah keinginan melukai diri sendiri, Instrumen yang dipakai untuk meneliti variabel bebas

adalah ESLI (Emotional-Social Loneliness Inventory) yang dikembangkan oleh Vincenzi dan

Grabosky (dalam Robinson, 1991). Instrumen yang digunakan dalam pengukuran variabel terikat

adalah NSSI Ideation Questionnaire (NIQ), pilot study version oleh Wilson (2012).

Hasil penelitian yang dilakukan adalah subjek yang memiliki tingkat kesepian dan

keinginan melukai diri yang rendah lebih banyak dibandingkan yang memiliki tingkat kesepian

dan keinginan melukai diri yang tinggi. Dari 316 subjek, 305 merasakan kesepian rendah yang

terdiri dari 42 subjek laki-laki dan 263 subjek perempuan, serta 314 merasa keinginan melukai

diri yang rendah terdiri atas 43 subjek laki-laki dan 271 subjek perempuan. Sedangkan yang

merasakan kesepian tinggi terdiri dari 1 subjek laki-laki dan 10 subjek perempuan, serta

keinginan melukai diri tinggi terdiri atas 2 subjek perempuan.

Hasil analisis data menunjukkan koefisien korelasi (r) sebesar 0.274 dengan probabilitas

kesalahan (p) sebesar 0.000 < 0.01 menunjukkan adanya hubungan positif yang sangat signifikan

antara kesepian dengan keinginan melukai diri. Jadi, semakin rendah kesepian yang dirasakan,

semakin rendah pula keinginan melukai diri, begitu pun sebaliknya. Koefisien determinasi

variabel (r2) sebesar 0.0075 , jadi kesepian menyumbang 7.5 % terhadap keinginan melukai diri

dan 92.5% sisanya dipengaruhi oleh faktor-faktor lain.

Hasil jurnal ketiga

Self injury atau melukai diri sendiri yang disengaja adalah hal serius dalam perhatian

ilmu klinis. Self injury disini dibedakan dari perilaku bunuh diri melibatkan sebuah maksud

untuk mati. Kegunaan deskripsi klinik untuk menjelaskan disregulasi emosi sehubungan dengan
keinginan yang disengaja untuk membahayakan dirinya sendiri (self injury) terfokus pada cara

pengendalian emosi atau cara menredakan gairah emosional.

Tujuan penelitian adalah menilai bagaimana sebuah/ lebih perilaku (treatment) dimana

dalam penelitian dilakukan tiga buah treatment yaitu, Two-Emotion Regulation-Based

Treatments for Self-Injury, Dialectical Behavior Therapy, An Acceptance-based Emotion

Regulation Group Therapy. Penelitian ini menggunakan metode eksperimen, dimana subjek

diberikan treatment yang sudah disebutkan diatas. Dengan upaya menurunkan disregulasi emosi

ini dapat menurunkan kebutuhanakan tingkah laku yang maladaptive yang berfungsi mengatur

emosi seperti self-injury.

Subjek penelitian (A) perempuan 26 tahun lulusan perguruan tinggi, bekerja di organisasi

nonprofit secara fulltime. Telah melakukan self injury selama 5 tahun, cutting dan burning,

biasanya berlangsung 1-2 kali per minggu Pertama kali melakukan setelah selesai lulus kuliah,

karena social isolation dan Berjuang keras dengan self-injury. Mendapatkan diagnosis penyakit

Dysthymia. Orang tua mencontohkan dalam hal mengontrol emosi, mengajarkan A bahwa emosi

yang kuat itu menganggu kesuksesan dan harus dikendalikan, menilai emosinya sendiri, dan

merasa malu jika mengalami emosi yang kuat. Perfeksionis, dan etika kerja yang kuat dilakukan,

untuk membantunya menghindari kontak dengan emosinya ia melemparkan dirinya kepada

pekerjaan. Tidak nyaman bila disekitar orang lain, takut dia tidak bisa cocok atau tidak diterima

didalam sebuah lingkaran pertemanan

Hasil penelitian, ketika mengobati (treatment) masalah disregulasi emosi diantara

kesengajaan melakukan perilaku self injury, muncul klinikal dan literatur yang

merekomendasikan secara empiris nilai dari treatment psikologi terhadap tindakan yang
menekan disregulasi emosi dan menyuarakan dua cara adaptif dalam menanggapi distress emosi

dan kontrol dari perilaku menghadapi tekanan emosional. Pendekatan untuk treatment mengenai

self injury yang berkaitan dengan disregulasi emosi ini konsisten dengan semakin luasnya

literarur mengenai dua treatment untuk mengobati . keinginan melakukan self injury. Dan hasil

dari percobaan acak diatas mendukung atas kemajuan model treatment tersebut.

PEMBAHASAN

Isu self injury ( melukai diri sendiri)

Jakarta - Dorongan untuk menyakiti diri sendiri selalu muncul bagi orang-orang penderita self-

injury. Orang-orang seperti ini merasa tenang jika sudah terluka dan merasa bisa lebih

mengontrol dengan menyakiti diri.

Jangan biarakan orang seperti itu. Perilaku seperti itu merupakan salah satu gangguan mental dan

penderitanya membutuhkan pertolongan. Tindakan melukai diri merupakan tanda bahwa ada

sesuatu yang salah dalam dirinya.

Self-injury terjadi ketika seseorang melukai atau merugikan dirinya sendiri dengan sengaja

seperti overdosis obat, memukul, membakar diri sendiri, menarik rambut atau mencoba

mencekik diri sendiri.

Seperti dikutip dari BBCNews, Jumat (19/3/2010) ada beberapa hal yang diduga bisa menjadi

penyebab orang suka melukai dirinya sendiri, yaitu:


1. Merasa putus asa mengenai suatu masalah dan tidak tahu ke mana harus mencari bantuan.

Hal ini akan membuat seseorang terjebak dan tidak berdaya, sehingga dengan menyakiti

diri sendiri akan membuat orang tersebut merasa lebih terkontrol.

2. Perasaan marah atau tegang yang rasanya seperti mau meledak. Hal ini membuat ia

berpikir dengan merugikan diri sendiri dapat mengurangi ketegangan yang ada.

3. Perasaan bersalah atau malu yang tidak tertahankan. Menyakiti diri sendiri menjadi

caranya untuk menghukum dirinya.

4. Merasa terpisah antara dunia dan tubuhnya. Menyakiti diri sendiri bisa menjadi cara

untuk mengatasi pengalaman yang menyedihkan seperti trauma atau pelecehan dan juga

menghindari rasa sakit dari memori yang ada.

Self-injury often begins around the ages of 12 to 14, and it is most commonly the result of

feelings of sadness, distress, anxiety, or confusion. Teenagers often use self-injury as a way to

cope with these negative emotions. Recent studies have found that one-third to one-half of

adolescents in the US have engaged in some type of non-suicidal self-injury, although some

studies put the rate at 13 to 23 percent.

Persamaan antar artikel jurnal

Dari ketiga artikel jurnal dijelaskan bahwa masa remaja merupakan suatu tahapan dalam

kehidupan dimana seseorang harus beradaptasi dengan banyak perubahan yang dapat

meningkatkan stress serta mempengaruhi saat sekarang dan juga masa depannya. Beberapa tanda

stress pada remaja adalah melukai diri sendiri, percobaan bunuh diri, dan bunuh diri. Dalam

kaitannya dengan perilaku melukai diri sendiri, ketiga artikel jurnal mengemukakan bahwa

bagaimana cara seorang remaja meregulasi emosi merupakan peran penting dalam timbulnya
keinginan melukai diri sendiri. Ketiga artikel jurnal menjelaskan bahwa perilaku self injury tidak

dilakukan tanpa alasan, melainkan dimulai dari keinginan untuk melakukan perilaku tersebut

terlebih dahulu.

Dalam pengambilan data artikel jurnal pertama dan ketiga meneliti hanya seorang subjek

dimana pada artikel jurnal pertama, penelitian yang dilakuan adalah kualitatif dengan pendekatan

studi kasus, sedangkan pada artikel jurnal ketiga , penelitian yang dilakukan adalah eksperimen

dengan pendekatan beberapa treatment psikologi klinis. Persamaan lain antara artikel jurnal

pertama dan ketiga adalah dalam keduanya dijelaskan bahwa faktor yang juga mempengaruhi

keinginan melakukan perilaku self injury adalah bagaimana pola asuh orang tua. Meskipun

berbeda konteks pola asuhnya, tetapi merujuk pada persamaan bahwa pola asuh yang tidak tepat

dapat menuntun anak kepada perilaku yang tidak baik, dalam pembahasan ini self injury.

Dijelaskan pada artikel jurnal pertama bahwa subjek memiliki orang tua yang cenderung

permissive (serba membolehkan) atau bebas, tidak memberlakukan aturan-aturan yang tegas

mengenai batasan-batasan, dimana mendorong subjek untuk tidak bisa menerima penolakan dan

menerima kekecewaan, sehingga tidak mampunya subjek dalam meregulasi sebuah emosi yang

kuat. Sedangkan dalam artikel jurnal ketiga, disebutkan bahwa orang tua subjek sebagai model

bagi subjek, mencontohkan hal yang kurang tepat dalam meregulasi emosi, sehingga disaat

subjek mengalami emosi yang kuat ia akan mengalami disregulasi emosi.

Perbedaan antar artikel jurnal

Penyebab timbulnya perilaku self injury berbeda-beda dalam setiap kasus yang ada di

ketiga artikel jurnal. Pada artikel jurnal pertama, disebutkan bahwa faktor atau penyebab awal

timbulnya perilau self injury adalah sakit hati yang mendalam, kekecewaan berlebih yang
membuat subjek mengalami disregulasi emosi yang merujuk pada keinginan melukai diri sendiri.

Pada artikel jurnal kedua, berdasarkan hasil angket, disebutkan bahwa kesepian dapat menjadi

motif awal untuk melukai diri sendiri (self injury). Pada artikel ketiga, pola asuh dari orang tua

sangat berpengaruh terhadap regulasi emosi subjek, karena ketika mendapatkan emosi yang kuat

ia tidak dapar meregulasinya, tidak dapat mengolahnya dan kemudian menjurus ke arah self

injury.

Kelebihan

Jurnal pertama

Dalam teknik pengumpulan data menggunakan wawancara dan observasi serta dengan

menggunakan skala karakteristik untuk menentukan karakteristik subjek. Metode wawancara dan

observasi yang dilakukan sangat membantu karena peneliti mendapatkan hasil yang maksimal.

Dijelaskan bagaimana penghayatan pada setiap tahapan disregulasi emosi yang terjadi secara

terperinci, serta menghubungkannya dengan kasus yang ada. Mencari gambaran penelitian dari

penelitian-penelitian terdahulu yang berhubungan dengan penelitian yang akan dilakukan.

Menjelaskan gambaran umum dan khusus dari subjek penelitian, menjelaskan bagaimana

perilaku self injury dapat muncul dengan sangat terperinci berdasarkan wawancara pada setiap

orang yang berhubungan.

Jurnal kedua

Pada tinjauan pustaka disebutkan secara lengkap apa-apa saja yang dapat menimbulkan

stress pada remaja, diberikan gambaran umum mengenai emosi pada remaja, faktor penyebab

hingga perilaku yang dapat timbul dari hal tersebut. Penelitian merujuk pada penelitian terdahulu
yang berhubungan. Menjelaskan hubungan antar variabel dari berbagai aspek kehidupan,

berbagai teori, dan pendapat para ahli. Memiliki hipotesis awal sebelum melakukan penelitian.

Menyebutkan secara terperinci tahapan penelitian yang dilakukan, transparansi dalam

pengambilan subjek penelitian. Menjelaskan hasil penelitian secara terperinci, mengolah data

secara sistematis dan membuat kesimpulan berdasar bukti empiris penelitian, hasil kajian pustaka

dengan penelitian di lapangan sama, karena merupakan penelitian kuantitatif.

Jurnal ketiga

Dalam metode eksperimen yang dilakukan, tretment tidak semata-mata dilakukan begitu

saja, melainkan dilakukan kajian literatur terlebih dahulu. Hipotesis awal dengan hasil penelitian

hampir sama persis. Dijelaskan secara terperinci teori, definisi treatment secara ilmiah,

menjelaskan keadaan saat melakukan treatment serta hasil dari setiap treatment secara lengkap

dan sistematis. Mengilustrasikan kasus dengan sangat jelas, mulai dari deskripsi subjek

penelitian, penelitian awal mengenai kasus permasalahan dan bagaimana dan apa treatment yang

dilakukan.

Kekurangan

Jurnal pertama

Kurang lengkap dalam menjelaskan hubungan faktor penyebab (pola asuh orang tua)

dengan hasil penelitian.

Jurnal kedua
Pada pengdahulan hanya terfokus pada dua variabel penelitian yang ada, tidak

memberikan gambaran umum mengenai perilaku self injury.

Jurnal ketiga

Tidak mengemukakan treatment lain yang dapat dilakukan dari hasi kajian literatur.

Dalam penulisan ilustrasi subjek penelitian disebutkan secara terang terangan identitas pribadi

subjek (nama), seharusnya dijelaskan bahwa subjek menerima bahwa nama ditulis secara jelas

bukan inisial.

Daftar pustaka

Estefan, Gredyana & Wijaya, Yeni Duriana. (2014). Gambaran proses regulasi emosi pada

pelaku self injury. Jurnal psikologi, 12(1)

Muthia, Elda Nabiela & Hidayanti, Diana S. (2015). Kesepian dan Keinginan Melukai Diri

Sendiri Remaja. Psympathic, Jurnal Ilmiah Psikologi, 2(2) 185-198

Gratz, Kim L. (2007). Targeting Emotion Dysregulation in the Treatment

of Self-Injury. Journal of clinical psychology, 63 (11) 1091–1103

Si hobi melukai diri sendiri from: https://health.detik.com/berita-detikhealth/1321064/si-hobi-

melukai-diri-sendiri

self injury and youth from: http://www.mentalhealthamerica.net/conditions/self-injury-and-youth

4 cara mengutip sebuah artikel dengan APA from: http://knz94.blogspot.com/2013/10/tentang-

studi-pendahuluan-dan-kajian.html

Das könnte Ihnen auch gefallen