Afifahpratiwiinsani@gmail.com
fadhilajihan7@gmail.com
PENDAHULUAN
Manusia pada umumnya pasti tidak akan terlepas dari permasalahan sepanjang masa
hidupnya. Hal ini dikarenakan manusia merupakan makhluk sosial yang setiap harinya pasti akan
berinteraksi dengan orang lain. Semakin banyak seseorang melakukan interaksi dengan orang
lain, maka semakin banyak pula informasi yang diterimanya, yang kemudian akan terangkai
berbagai macam emosi, baik itu emosi positif maupun negatif. Emosi itu juga akan
mempengaruhi kehidupan seseorang, karena pada saat seseorang merasakan emosi positif
maupun negatif hal ini akan membawa perubahan secara fisik maupun psikologisnya.
masing periode tersebut memiliki tugas perkembangan yang berbeda-beda, namun ada masa
dimana individu akan mengalami berbagai macam pergolakan emosi dan konflik. Pada masa ini,
individu akan banyak dihadapkan pada sejumlah masalah terkait dengan tugas
perkembangannya. Masa tersebut yakni masa remaja akhir dan masa dewasa awal. Masa remaja
merupakan suatu tahapan dalam kehidupan dimana seseorang harus beradaptasi dengan banyak
perubahan yang dapat meningkatkan stress serta mempengaruhi saat sekarang dan juga masa
depannya. Sangat penting untuk dapat mengidentifikasi resiko-resiko buruk yang mungkin
terjadi dengan lebih awal agar intervensi yang tepat untuk meningkatkan kesehatan mental bisa
diberikan kepada mereka. Beberapa tanda stress pada remaja adalah melukai diri sendiri,
Beberapa istilah seringkali digunakan ketika menjelaskan tentang melukai diri ini, seperti
behaviors atau NSSI –melukai diri tanpa niatan untukbunuh diri– (Dyl; Gratz; Oliver, Hall
&Murphy dalam Pretorius, 2011), dan selfcutting beha vior –perilaku menyayat diri–(Yip dalam
Pretorius, 2011). Namun, keinginan melukai diri yang dimaksud dalam penelitian ini adalah
pemikiran dan gambaran untuk melukai atau menyakitidiri sendiri tanpa adanya niatan untuk
mengakhiri hidupnya.
METODE
Metode yang digunakan adalah penelitian kepustakaan atau kajian literatur. Penelitian
Kepustakaan adalah penelitian yang dilakukan hanya berdasarkan atas karya tertulis, termasuk
HASIL
Self injury merupakan bentuk perilaku yang disengaja untuk menyakiti diri sendiri guna
mengurangi penderitaan secara psikologis. Perilaku self injury ini tidak terjadi secara spontan
begitu saja. Sebagai makhluk sosial, pelaku self injury juga tidak terlepas dari permasalahan
hidup. Ketika mayoritas individu berusaha untuk fokus pada masalah yang dihadapinya, hal yang
berbeda justru terjadi pada mereka yang cenderung menyakiti diri sendiri.
Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan pendekatan studi kasus. Subjek
berjumlah satu orang (F) dan terdapat tiga orang informan (U, VA, YY). Teknik pengumpulan
data menggunakan wawancara dan observasi serta dengan menggunakan skala karakteristik
Hasil penelitian menunjukkan bahwa subjek telah melakukan penghayatan yang unik
yang berbeda dari mayoritas individu pada umumnya terhadap sebuah permasalahan hidupnya.
Subjek menghayati masalah sebagai sesuatu yang sangat menyakitkan yang membuatnya
semakin mengarahkan pada emosi-emosi negatif dan solusi yang dipilihnya pada usaha proses
regulasi emosi hanya menimbulkan persoalan baru. Subjek menggoreskan luka fisik di tubuhnya
sebagai pereda rasa sakit hati yang dirasakannya. Inilah yang kemudian membuat subjek
melakukan fase terakhir perubahan respon dari proses regulasi emosi dengan cara yang
maladaptif, yaitu melakukan self injury. Pola asuh yang permissive permissive (serba
membolehkan) atau bebas dan tidak memberlakukan aturan-aturan yang tegas mengenai batasan-
Self injury adalah pemikiran dan gambaran untuk melukai atau menyakiti diri sendiri
tanpa adanya niatan untuk mengakhiri hidupnya. Tidak semua orang melukai dirinya dengan
sengaja tetapi memiliki keinginan untuk melakukannya. Keinginan melukai diri sangat mungkin
berhubungan dengan bagaimana seseorang dapat meregulasi emosinya atau dapat menguatkan
kepercayaan bahwa melukai diri dapat merubah keadaan emosionalnya. Keinginan melukai diri
secara signifikan dapat memprediksi munculnya perilaku melukai diri sendiri atau self injury.
Keinginan untuk melakukan bunuh diri pada remaja sudah dibuktikan ada hubungannya dengan
kesepian, yaitu ketidaknyamanan secara psikologis yang dirasakan karena adanya kekurangan
dalam hubungan sosial seseorang, baik dari kualitas dan kuantitas hubungan tersebut. Semakin
seseorang merasa kesepian, maka semakin besar pula resiko untuk memiliki keinginan bunuh
diri. Kedua variabel ini memiliki satu variabel penghubung yaitu depresi (Lasgaard, et al., 2011).
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara kesepian dengan keinginan
melukai diri sendiri pada remaja. Manfaat yang bisa diambil dengan diadakannya penelitian ini
yaitu dapat memberikan kontribusi pada perkembangan pengetahuan dalam bidang psikologi
mengenai kesepian dan keinginan melukai diri sendiri. Selain itu, penelitian ini juga bisa
memberikan pengetahuan pada masyarakat umum mengenai fenomena melukai diri sendiri, yang
tampaknya masih tabu untuk dibicarakan, baik itu keinginan ataupun perilakunya.
Hipotesa penelitian ini adalah terdapat hubungan yang positif antara kesepian dengan
keinginan melukai diri sendiri. Artinya, semakin tinggi kesepian yang dirasakan seseorang maka
adalah remaja yang merupakan siswa di salah satu SMK di Balikpapan Kalimantan Timur.
Sampel untuk penelitian ini adalah sebanyak 316 siswa yang diambil dari kelas 1, 2, dan 3 dari
beberapa jurusan yang ada di sekolah tersebut. Teknik pengambilan sampel yang digunakan
adalah teknik non random sampling, yaitu accidental sampling dimana peneliti memberikan
instrument penelitian kepada siswa yang peneliti temui dan telah bersedia untuk diteliti. Variabel
bebas dalam penelitian ini adalah kesepian, Variabel terikat dalam penelitian ini
adalah keinginan melukai diri sendiri, Instrumen yang dipakai untuk meneliti variabel bebas
adalah ESLI (Emotional-Social Loneliness Inventory) yang dikembangkan oleh Vincenzi dan
Grabosky (dalam Robinson, 1991). Instrumen yang digunakan dalam pengukuran variabel terikat
adalah NSSI Ideation Questionnaire (NIQ), pilot study version oleh Wilson (2012).
Hasil penelitian yang dilakukan adalah subjek yang memiliki tingkat kesepian dan
keinginan melukai diri yang rendah lebih banyak dibandingkan yang memiliki tingkat kesepian
dan keinginan melukai diri yang tinggi. Dari 316 subjek, 305 merasakan kesepian rendah yang
terdiri dari 42 subjek laki-laki dan 263 subjek perempuan, serta 314 merasa keinginan melukai
diri yang rendah terdiri atas 43 subjek laki-laki dan 271 subjek perempuan. Sedangkan yang
merasakan kesepian tinggi terdiri dari 1 subjek laki-laki dan 10 subjek perempuan, serta
Hasil analisis data menunjukkan koefisien korelasi (r) sebesar 0.274 dengan probabilitas
kesalahan (p) sebesar 0.000 < 0.01 menunjukkan adanya hubungan positif yang sangat signifikan
antara kesepian dengan keinginan melukai diri. Jadi, semakin rendah kesepian yang dirasakan,
semakin rendah pula keinginan melukai diri, begitu pun sebaliknya. Koefisien determinasi
variabel (r2) sebesar 0.0075 , jadi kesepian menyumbang 7.5 % terhadap keinginan melukai diri
Self injury atau melukai diri sendiri yang disengaja adalah hal serius dalam perhatian
ilmu klinis. Self injury disini dibedakan dari perilaku bunuh diri melibatkan sebuah maksud
untuk mati. Kegunaan deskripsi klinik untuk menjelaskan disregulasi emosi sehubungan dengan
keinginan yang disengaja untuk membahayakan dirinya sendiri (self injury) terfokus pada cara
Tujuan penelitian adalah menilai bagaimana sebuah/ lebih perilaku (treatment) dimana
Regulation Group Therapy. Penelitian ini menggunakan metode eksperimen, dimana subjek
diberikan treatment yang sudah disebutkan diatas. Dengan upaya menurunkan disregulasi emosi
ini dapat menurunkan kebutuhanakan tingkah laku yang maladaptive yang berfungsi mengatur
Subjek penelitian (A) perempuan 26 tahun lulusan perguruan tinggi, bekerja di organisasi
nonprofit secara fulltime. Telah melakukan self injury selama 5 tahun, cutting dan burning,
biasanya berlangsung 1-2 kali per minggu Pertama kali melakukan setelah selesai lulus kuliah,
karena social isolation dan Berjuang keras dengan self-injury. Mendapatkan diagnosis penyakit
Dysthymia. Orang tua mencontohkan dalam hal mengontrol emosi, mengajarkan A bahwa emosi
yang kuat itu menganggu kesuksesan dan harus dikendalikan, menilai emosinya sendiri, dan
merasa malu jika mengalami emosi yang kuat. Perfeksionis, dan etika kerja yang kuat dilakukan,
pekerjaan. Tidak nyaman bila disekitar orang lain, takut dia tidak bisa cocok atau tidak diterima
kesengajaan melakukan perilaku self injury, muncul klinikal dan literatur yang
merekomendasikan secara empiris nilai dari treatment psikologi terhadap tindakan yang
menekan disregulasi emosi dan menyuarakan dua cara adaptif dalam menanggapi distress emosi
dan kontrol dari perilaku menghadapi tekanan emosional. Pendekatan untuk treatment mengenai
self injury yang berkaitan dengan disregulasi emosi ini konsisten dengan semakin luasnya
literarur mengenai dua treatment untuk mengobati . keinginan melakukan self injury. Dan hasil
dari percobaan acak diatas mendukung atas kemajuan model treatment tersebut.
PEMBAHASAN
Jakarta - Dorongan untuk menyakiti diri sendiri selalu muncul bagi orang-orang penderita self-
injury. Orang-orang seperti ini merasa tenang jika sudah terluka dan merasa bisa lebih
Jangan biarakan orang seperti itu. Perilaku seperti itu merupakan salah satu gangguan mental dan
penderitanya membutuhkan pertolongan. Tindakan melukai diri merupakan tanda bahwa ada
Self-injury terjadi ketika seseorang melukai atau merugikan dirinya sendiri dengan sengaja
seperti overdosis obat, memukul, membakar diri sendiri, menarik rambut atau mencoba
Seperti dikutip dari BBCNews, Jumat (19/3/2010) ada beberapa hal yang diduga bisa menjadi
Hal ini akan membuat seseorang terjebak dan tidak berdaya, sehingga dengan menyakiti
2. Perasaan marah atau tegang yang rasanya seperti mau meledak. Hal ini membuat ia
berpikir dengan merugikan diri sendiri dapat mengurangi ketegangan yang ada.
3. Perasaan bersalah atau malu yang tidak tertahankan. Menyakiti diri sendiri menjadi
4. Merasa terpisah antara dunia dan tubuhnya. Menyakiti diri sendiri bisa menjadi cara
untuk mengatasi pengalaman yang menyedihkan seperti trauma atau pelecehan dan juga
Self-injury often begins around the ages of 12 to 14, and it is most commonly the result of
feelings of sadness, distress, anxiety, or confusion. Teenagers often use self-injury as a way to
cope with these negative emotions. Recent studies have found that one-third to one-half of
adolescents in the US have engaged in some type of non-suicidal self-injury, although some
Dari ketiga artikel jurnal dijelaskan bahwa masa remaja merupakan suatu tahapan dalam
kehidupan dimana seseorang harus beradaptasi dengan banyak perubahan yang dapat
meningkatkan stress serta mempengaruhi saat sekarang dan juga masa depannya. Beberapa tanda
stress pada remaja adalah melukai diri sendiri, percobaan bunuh diri, dan bunuh diri. Dalam
kaitannya dengan perilaku melukai diri sendiri, ketiga artikel jurnal mengemukakan bahwa
bagaimana cara seorang remaja meregulasi emosi merupakan peran penting dalam timbulnya
keinginan melukai diri sendiri. Ketiga artikel jurnal menjelaskan bahwa perilaku self injury tidak
dilakukan tanpa alasan, melainkan dimulai dari keinginan untuk melakukan perilaku tersebut
terlebih dahulu.
Dalam pengambilan data artikel jurnal pertama dan ketiga meneliti hanya seorang subjek
dimana pada artikel jurnal pertama, penelitian yang dilakuan adalah kualitatif dengan pendekatan
studi kasus, sedangkan pada artikel jurnal ketiga , penelitian yang dilakukan adalah eksperimen
dengan pendekatan beberapa treatment psikologi klinis. Persamaan lain antara artikel jurnal
pertama dan ketiga adalah dalam keduanya dijelaskan bahwa faktor yang juga mempengaruhi
keinginan melakukan perilaku self injury adalah bagaimana pola asuh orang tua. Meskipun
berbeda konteks pola asuhnya, tetapi merujuk pada persamaan bahwa pola asuh yang tidak tepat
dapat menuntun anak kepada perilaku yang tidak baik, dalam pembahasan ini self injury.
Dijelaskan pada artikel jurnal pertama bahwa subjek memiliki orang tua yang cenderung
permissive (serba membolehkan) atau bebas, tidak memberlakukan aturan-aturan yang tegas
mengenai batasan-batasan, dimana mendorong subjek untuk tidak bisa menerima penolakan dan
menerima kekecewaan, sehingga tidak mampunya subjek dalam meregulasi sebuah emosi yang
kuat. Sedangkan dalam artikel jurnal ketiga, disebutkan bahwa orang tua subjek sebagai model
bagi subjek, mencontohkan hal yang kurang tepat dalam meregulasi emosi, sehingga disaat
Penyebab timbulnya perilaku self injury berbeda-beda dalam setiap kasus yang ada di
ketiga artikel jurnal. Pada artikel jurnal pertama, disebutkan bahwa faktor atau penyebab awal
timbulnya perilau self injury adalah sakit hati yang mendalam, kekecewaan berlebih yang
membuat subjek mengalami disregulasi emosi yang merujuk pada keinginan melukai diri sendiri.
Pada artikel jurnal kedua, berdasarkan hasil angket, disebutkan bahwa kesepian dapat menjadi
motif awal untuk melukai diri sendiri (self injury). Pada artikel ketiga, pola asuh dari orang tua
sangat berpengaruh terhadap regulasi emosi subjek, karena ketika mendapatkan emosi yang kuat
ia tidak dapar meregulasinya, tidak dapat mengolahnya dan kemudian menjurus ke arah self
injury.
Kelebihan
Jurnal pertama
Dalam teknik pengumpulan data menggunakan wawancara dan observasi serta dengan
menggunakan skala karakteristik untuk menentukan karakteristik subjek. Metode wawancara dan
observasi yang dilakukan sangat membantu karena peneliti mendapatkan hasil yang maksimal.
Dijelaskan bagaimana penghayatan pada setiap tahapan disregulasi emosi yang terjadi secara
terperinci, serta menghubungkannya dengan kasus yang ada. Mencari gambaran penelitian dari
Menjelaskan gambaran umum dan khusus dari subjek penelitian, menjelaskan bagaimana
perilaku self injury dapat muncul dengan sangat terperinci berdasarkan wawancara pada setiap
Jurnal kedua
Pada tinjauan pustaka disebutkan secara lengkap apa-apa saja yang dapat menimbulkan
stress pada remaja, diberikan gambaran umum mengenai emosi pada remaja, faktor penyebab
hingga perilaku yang dapat timbul dari hal tersebut. Penelitian merujuk pada penelitian terdahulu
yang berhubungan. Menjelaskan hubungan antar variabel dari berbagai aspek kehidupan,
berbagai teori, dan pendapat para ahli. Memiliki hipotesis awal sebelum melakukan penelitian.
pengambilan subjek penelitian. Menjelaskan hasil penelitian secara terperinci, mengolah data
secara sistematis dan membuat kesimpulan berdasar bukti empiris penelitian, hasil kajian pustaka
Jurnal ketiga
Dalam metode eksperimen yang dilakukan, tretment tidak semata-mata dilakukan begitu
saja, melainkan dilakukan kajian literatur terlebih dahulu. Hipotesis awal dengan hasil penelitian
hampir sama persis. Dijelaskan secara terperinci teori, definisi treatment secara ilmiah,
menjelaskan keadaan saat melakukan treatment serta hasil dari setiap treatment secara lengkap
dan sistematis. Mengilustrasikan kasus dengan sangat jelas, mulai dari deskripsi subjek
penelitian, penelitian awal mengenai kasus permasalahan dan bagaimana dan apa treatment yang
dilakukan.
Kekurangan
Jurnal pertama
Kurang lengkap dalam menjelaskan hubungan faktor penyebab (pola asuh orang tua)
Jurnal kedua
Pada pengdahulan hanya terfokus pada dua variabel penelitian yang ada, tidak
Jurnal ketiga
Tidak mengemukakan treatment lain yang dapat dilakukan dari hasi kajian literatur.
Dalam penulisan ilustrasi subjek penelitian disebutkan secara terang terangan identitas pribadi
subjek (nama), seharusnya dijelaskan bahwa subjek menerima bahwa nama ditulis secara jelas
bukan inisial.
Daftar pustaka
Estefan, Gredyana & Wijaya, Yeni Duriana. (2014). Gambaran proses regulasi emosi pada
Muthia, Elda Nabiela & Hidayanti, Diana S. (2015). Kesepian dan Keinginan Melukai Diri
melukai-diri-sendiri
studi-pendahuluan-dan-kajian.html