Sie sind auf Seite 1von 11

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kota Kupang mempunyai garis pantai yang panjang dengan keindahan

pantainya termasuk di dalamnya kawasan pesisir pantai, Kecamatan Kelapa

Lima. Kawasan ini merupakan kawasan bebas terbuka hijau, ditumbuhi oleh

pohon lontar, gamal dan pohon kelapa sehingga menjadi tempat rekreasi

yang bebas dikunjungi oleh siapa secara cuma-cuma bagi masyarakat lokal

maupun bagi wisatawan.1 Kawasan terbuka ini bukan hanya sebagai tempat

rekreasi semata namun juga sering dilakukan wisata rohani. Kegiatan ritual

gerejawipun sering di laksanakan di kawasan ini (ibadah Persekutuan Anak

dan Remaja, ibadah Pemuda dan ibadah kategorial lainnya) baik dari gereja

yang berada dikawasan pesisir pantai Kelapa Lima.2 Ritual keagamaanpun

sering dilakukan oleh umat Hindu pada saat perayaan hari Nyepi. Hubungan

persaudaraan dari masyarakat setempatpun terjalin erat seperti gotong

royong.3 Para nelayan setempat dengan mudah dapat menyandarkan perahu-

perahu mereka di pesisir sambil menjajakan hasil tangkapan laut mereka.

Sehingga dapat dikatakan bahwa kawasan pantai ini menjadi salah satu

identitas masyarakat setempat. Di kawasan pesisir pantai ini pun terdapat

Tempat Pekuburan Umum sebagai sarana atau fasilitas umum yang tidak

saja memiliki fungsi sosial tinggi tetapi juga fungsi religius. Mayoritas

1
Wawancara, E.N, Pemerintah Kelurahan,Kelapa Lima, Oktober,2016.
2
Wawancara, W.T,Jemaat, Galed, Oktober 2016.
3
Wawancara,S.B,Ketua RT, Kelapa Lima, Oktober 2016.

1|Page
masyarakat Kelapa Lima menganut kepercayaan Kristen Protestan, terbukti

dengan adanya kehadiran tiga gedung gereja (GMIT dan Bethel) penduduk

lainnya beragama Islam, Katolik dan Hindu.

Kota Kupang mengalami perkembangan pesat setelah Timor Leste

memisahkan diri dari Negara Republik Indonesia. Hal ini terlihat dari

perkembangan kota Kupang yang dengan mudahnya ditemui berbagai

gedung-gedung yang mulai dibangun di Kota Kupang tempat pariwisata,

hiburan dan terutama hotel-hotel. 4Usaha ini perlu diapresiasi karena hal ini

menandakan Kota Kupang mulai peka dengan perkembangan dunia yang

semakin menuntut pembangunan nyata dalam segala aspek kehidupan,

termasuk pembangunan berbagai fasilitas umum. Usaha mempercantik

wajah Kota Kupang ini juga terlihat di seputaran kawasan pesisir Kelapa

Lima tepatnya di jalan Timor Raya yang juga merupakan jalan negara yang

menghubungkan Indonesia dengan Negara Timor Leste.

Pembangunan yang terjadi di area terbuka ini seperti gedung-gedung

pencakar langit, restaurant, hotel berbintang. Di satu sisi perubahan ini

merupakan tuntutan perkembangan dunia global, tetapi di sisi lain secara

langsung memberikan dampak. Salah satu indikator Kota Kupang turut

menyesuaikan diri adalah dengan dibangunnya berbagai hotel dan bangunan

megah yang menggambarkan megahnya pola kehidupan masyarakat

berkembang.

Memang harus diakui meningkatnya pembangunan kota turut

mengembangkan perekonomian masyarakat yang perlu diperhatikan dalam

4
http://www.indonesiacayo.com/2016/10/sejarah-timor-timur-melepaskan-diri.html

2|Page
situasi ini.5 Sebab ekonomi masyarakat yang berkembang tidak akan berarti

apabila kenyamanan dan kesejahteraan masyarakat luas terabaikan dan

hilangnya identitas masyarakat.

Di lihat dari segi bahasa, identitas berasal dari bahasa Inggris yaitu

“identity” yang dapat diartikan sebagai ciri-ciri, tanda-tanda atau jati diri.

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia identitas adalah ciri, tanda dan jati

diri yang melekat pada seseorang dan yang dapat membedakannya dari

orang lain di sekitarnya. Identitas tidak hanya dimiliki oleh individu tetapi

juga oleh kelompok. Berger dan Lukman menyebutkan identitas sebagai

elemen kunci dari realitas subjektif yang terdapat dalam hubungan dialektis

dengan masyarakat.6 Menurut Barker semua unsur identitas sepenuhnya

merupakan rekonstruksi sosial dan tidak mungkin eksis di luar representasi

budaya dan akulturasi. Berarti eksistensi dari suatu identitas signifikan

dipengaruhi oleh sebuah proses sosial yang terjadi. Dengan demikian

identitas merupakan manifestasi dari proses sosial atau sebuah produk

kontruksi interaksi sosial.7 Menurut Burke dan Stats, identitas sosial

merupakan kategorisasi-diri dalam hal kelompok, dan lebih terfokus pada

makna yang terkait dalam menjadi anggota kategori sosial. Tajfel

menyatakan bahwa sosial identity adalah bagian dari konsep diri individu

yang berasal dari keanggotaannya dalam suatu kelompok sosial dan nilai

5
Wawancara, E.N,.....Kelapa Lima.
6
MngEswaen, Pluralisme Identitas dan problematika-nya di Indonesia (Sebuah Refleksi
Teologi Sosial dari Teori Identitas Manuel Castells).
http://ngenzho.blogspot.co.id/2010/12/pluralisme-identitas-dan-problematika.html.30 Maret,
2016.
7
Chris Barker, Cultural Studies, Teori Dan Praktek, diterjemahkan oleh Nurhadi
(Yogyakarta:Kreasi Wacana,2004),170-172.

3|Page
serta signifikasi emosional yang ada dilekatkan dalam keanggotaan itu.8

Singkatnya identitas adalah tentang diri dan sosial, tentang diri kita dan

tentang relasi kita dengan orang lain. Identitas suatu proses menjadi.

Identitas merupakan hasil dari proses sosial, seperti yang dikatakan oleh

Richard Jenkins dalam teori identitasnya mengenai identitas sebagai produk

sosial. Teori identitas inilah yang akan menjadi landasan berpikir dalam

tulisan ini.

Kawasan pesisir Kelapa Lima yang sebelumnya menjadi kawasan

terbuka untuk masyarakat secara cuma-cuma kini jadi hak eksklusif bagi

kaum yang memiliki uang. Masyarakat tidak lagi bergantung pada Sumber

Daya Alam. Hubungan persaudaraan diganti dengan nilai saing ekonomi

antara masyarakat melalui industri ekonomi. Tidak ada lagi warga yang

dapat melakukan ritual keagamaan. Keberadaan ini membuat masyarakat

diperhadapkan pada dilema, di satu sisi pembangunan ini menunjukkan

perkembangan Kota Kupang yang cukup pesat, terutama di bidang

pariwisata, sisi lain pembangunan menyebabkan masyarakat harus

membangun fondasi baru membentuk identitas serta berpotensi

menyumbang berkurangnya Ruang Terbuka Hijau bagi masyarakat dan

kerusakan ekologi akibat limbah dari pembangunan.

Dengan adanya realita tersebut tentunya mendapat respon dari warga

setempat berupa penolakan.9 Hal tersebut dikarenakan masyarakat sudah

8
Taylor, Shelley E & Peplau Letita Anne & Sears David O, Psikologi
Sosial, edisi 12, (Jakarta:Kencana, 2009), 45.
9
Joey, Tembok Pengaman Pantai Hilangkan Identitas Pasir Panjang
http://www.seputar-ntt.com/tembok-pengaman-pantai-hilangkan-identitas-pasir-
panjang/ 21 Desember 2015.

4|Page
tidak dapat mengakses kawasan tersebut seperti dulu, di mana nelayan

tradisional tidak dapat menyandarkan perahu mereka, dan juga terjadinya

alih profesi masyarakat (nelayan-tukang ojek), dan lain sebagainya. Seperti

yang di katakan oleh T. P:

Dulu kawasan pesisir ini (tempat dibangunnya hotel) menjadi tempat


di mana kami dapat menyandarkan perahu kami ketika pulang dari
laut tetapi sekarang setelah adanya pembangunan hotel di kawasan ini
kami harus berpindah tempat untuk dapat menyandarkan perahu dan
menjual hasil tangkapan kami kepada para penjual ikan.10
Kata pembangunan sudah menjadi kata kunci bagi segala hal, secara

umum pembangunan diartikan sebagai usaha untuk memajukan kehidupan

masyarakat dan warganya.11 Siagian memberikan pengertian tentang

pembangunan sebagai “suatu usaha atau rangkaian usaha pertumbuhan dan

perubahan yang berencana dan dilakukan secara sadar oleh suatu bangsa,

negara dan pemerintah, menuju modernitas dalam rangka pembinaan bangsa

(nation building).12 Pembangunan bagi para investor bukan pada masyarakat

tetapi penghancuran rakyat, seperti tanah mereka dirampas, sejarah mereka

dihancurkan. Pembangunan yang dilakukan oleh para pemodal bermuara

pada penumpukan kuasa dan keuntungan pada sebelah tangan demi sebuah

keuntungan semata.13 Seperti halnya Tempat Pemakaman Umum yang

sudah lama berada di Kelapa Lima kini di apit oleh hotel dan telah di tutup

10
Wawancara T.P, Nelayan, Kelapa Lima, 09 April 2016.
11
Arif Budiman, Teori Pembangunan Dunia Ketiga, (Jakarta: PT Gramedia Pustaka
Utama, 1996),1.
12
Siagian, Sondang P, Manajemen Sumber Daya Manusia, Kepemimpinan dan Perilaku
Administrasi, (Jakarta : Bumi Aksara, 1994) 13.
13
Eben Nuban Timo, Anak Matahari, Teologi Rakyat Bolelebo Tentang Pembangunan,
(Maumere; Ledelero, 2012),39.

5|Page
dengan alasan tidak ada tempat lagi. Menurut rencana lokasi TPU akan

dibuat hotel berbintang.14

Seperti yang dikutip dalam Teras NTT15, Frans Riwu dalam Forum

Masyarakat Peduli dan Organisasi Kepemudaan setempat mengatakan

pihaknya mendukung berbagai kegiatan pembangunan yang

diselenggarakan pemerintah namun harus bernafaskan kerakyatan atau

disebut pembangunan demokratif yaitu dari rakyat oleh rakyat untuk rakyat.

Pembangunan akan berdampak pada pertumbuhan ekonomi warga di

kawasan itu. Secara ekologi makluk hidup di atas dan di dalam pasir akan

kehilangan habitatnya. Sementara secara sosial masyarakat kota yang ingin

berekreasi dan berolah raga di atas pasir sudah tidak bisa lagi.16

Sebelum ada bangunan di sepanjang pantai tersebut, dulu dipenuhi


pohon lontar, bakau dan pohon gamal. Dulu kami sangat
menikmatinya, tetapi sekarang akses menuju pantai sangat susah.
“Kita harus berputar-putar dulu baru bisa ke pantai baru bisa ke pantai
yang kini telah menjadi privat area dengan membayar Harga Tiket
Masuk.17
Dengan melihat realita yang terjadi, maka tentulah pembangunan yang

terjadi di daerah/kawasan pesisir pantai Kelapa Lima mempengaruhi

identitas sosial. Dalam konteks budaya masyarakat Kupang bahwa

hubungan sosial (social communal) terbentuk karena kesamaan kepentingan

atas pengelolaan sumber-sumber produksi setempat, kesamaan atas tanah

dan kekayaan alam, serta kesamaan sejarah dan adat budaya. Direnggutnya

14
POS KUPANG.Com -- Pemerintah Kota Kupang menutup Tempat Pemakaman Umum
(TPU) di Kelurahan Kelapa Lima. TPU itu ada di wilayah RT 13/RW6 atau di pinggir jalan Timor
Raya, dekat pantai.http://kupang.tribunnews.com/2011/02/21/tpu-kelapa-lima-ditutup-
15
Teras NTT, Warga Pasir Panjang Demo Ke Walikota, http://www.terasntt.com/warga-
pasir-panjang-demo-ke-kantor-walikota/
16
Teras NTT, Warga Pasir Panjang Demo.
17
Wawancara, Y.U, Warga Kelapa Lima, Kupang 09 April 2016.

6|Page
penguasaan masyarakat atas tanah dan kekayaan alam menyebabkan

fondasi/modal sosial mereka lenyap (daya ingat sosial, hilangnya daerah

terbuka pantai dan terbuka hijau yang dulunya dimiliki komunitas).

Pantai yang dulunya menjadi aktivitas sosial oleh warga kota Kupang

sekarang telah diganti menjadi nilai ekonomi jual beli, walaupun mungkin

sebagian masyarakat belum merasakan dampak pembangunan tersebut. Hal

inilah yang disebut sebagai perubahan sosial di mana terjadi perubahan yang

menyangkut kehidupan manusia, perubahan tersebut mencakup nilai-nilai

sosial, norma-norma sosial, pola perilaku susunan lembaga kemasyarakatan,

kekuasaan dan wewenang, interaksi sosial, dan sebagainya.18 Dengan

adanya perubahan sosial bagaimana dengan pola kehidupan bagi masyarakat

pesisir termasuk cara pandang mereka terhadap dunia sehingga juga

mempunyai pengaruh yang signifikan yang didasarkan atas agama untuk

memberikan kontribusinya.

1. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan, rumusan masalah

yang diangkat oleh penulis adalah :

1. Apa bentuk perubahan identitas sosial warga jemaat Galed Kelapa Lima

berkaitan dengan pembangunan industri pariwisata?

2. Bagaimana peran gereja berhubungan dengan perubahan identitas sosial

warga jemaat GMIT Kelapa Lima ?

2. Tujuan Penelitian

18
Jacobus Ranjabar, Perubahan Sosial dalam Teori Makro, (Bandung: Alfabetha,
2008),11.

7|Page
 Mengidentifikasi bentuk perubahan identitas sosial warga jemaat Galed

Kelapa Lima berkaitan dengan pembangunan indutri pariwisata.

 Menjelaskan peran gereja berhubungan dengan perubahan identitas

warga jemaat Galed Kelapa Lima.

3. Manfaat

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan kepada tatara

akademik.

Penelitian mengenai perubahan bentuk identitas sosial dan pembangunan

ini nantinya dapat dipelajari, dikembangkan dan diaplikasikan secara

langsung, terkhususnya memberikan sumbangan teori baru bagi konteks

yang ada.

B. Metode Penelitian

1. Metode yang digunakan :

Pendekatan yang digunakan jenis penelitian yang digunakan penulis

dalam penelitian ini adalah deskriptif19 dengan pendekatan kualitatif.20

Dengan mengunakan pendekatan ini penulis ingin mencari tahu bagaimana

Gereja berperan dalam identitas dan perubahan sosial.

2. Teknik Pengumpulan Data

2.1 Data Primer

Dalam penelitian ini penulis menggunakan dua teknik

pengumpulan data yaitu observasi dan wawancara.

2.1.1 Wawancara

19
Sugyono, Metode Penelitian Administrasi, (Bandung : Alfabeta, 2010),35.
20
Djam’an Satori dan Aan Komariah, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung;Alfabeta,
2010), 22.

8|Page
Sebelum melakukan wawancara penulis menentukan informan yang

benar-benar mengetahui masalah yang diteliti, serta yang bersentuhan

langsung dengan masalah yang diteliti. Selanjutnya, penulis melakukan

tanya jawab secara lisan. Wawancara ini dilakukan secara tidak terstruktur

dengan maksud untuk mengetahui permasalahan yang terjadi secara

mendalam.21

2.1.2 Informan/responden

Warga jemaat/masyarakat, tokoh agama, pihak pemerintahan.

2.1.3 Observasi

Dalam penelitian ini penulis juga melakukan observasi dengan

tujuan mengumpulkan data yang diperlukan. Penulis terlibat langsung

dalam subjek yang diteliti (observasi partisipasi).22

Dalam konteks ini peneliti akan mengamati kawasan

pembangunan hotel di area pantai, masyarakat dan warga jemaat yang

ada dalam kawasan tersebut ketika menghadapi pembangunan industri

pariwisata (hotel dan restaurant) yang terjadi di kawasan tersebut.

2.2. Data Sekunder

Data sekunder adalah data yang diperoleh dari sumber tidak

langsung berupa data tidak langsung dan arsip-arsip resmi misalnya

buku-buku penunjang penelitian, data-data statistik dari lembaga-

lembaga tertentu, dan buku-buku yang memuat tentang teori-teori yang

berkaitan dengan tulisan penulis.23 Menurut Lofland dan Lofland sumber

data utama dalam penelitian kualitatif ialah kata-kata, dan tindakan,


21
Sugyono, Metode Penelitian......,7
22
Sugyono, Metode Penelitian.......,64.
23
Zaifudin Azwar, Metode Penelitian, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1999), 36.

9|Page
selebihnya seperti dokumen, foto, data statistik.24 Oleh sebab itu peneliti

juga akan memberikan beberapa hasil dokumentasi yang terdapat

dilapangan.

3. Tempat Penelitian

Penelitian dilakukan di Jemaat GMIT Galed Kelapa Lima karena

di Gereja Galedlah yang sedang dan bersentuhan langsung dengan

kawasan pesisir pantai yang sudah dan sedang mengalami proses

pembangunan.

4. Garis Besar Penulisan

Bab I Pendahuluan

Pada bab pertama penulis menguraikan latar belakang masalah,

rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, metode

penelitian, dan garis besar penulisan.

Bab II Kajian Teori

Dalam bab ini penulis menguraikan teori-teori yang digunakan dalam

penulisan tesis yaitu teori identitas sosial dari Jenkins, dan Agama

sebagai Realitas sosial dari Peter Berger.

Bab III Gambaran Umum Tentang Konteks Jemaat GMIT Galed dan

Kawasan Kelapa Lima.

Menguraikan mengenai konteks jemaat Galed dan kawasan Kelapa

Lima dan apa yang ditemui oleh peneliti di lapangan, berhubungan

dengan pembangunan dan industri Pariwisata dan Identitas jemaat

Galed.

24
Azwar, Metode Penelitian......,156.

10 | P a g e
Bab IV Bentuk Perubahan Identitas Sosial dan Peran Gereja Galed

Kelapa Lima Terhadap Pembangunan Industri Pariwisata

Analisa yang berkesinambungan antara kerangka konseptual (teori)

dengan hasil penelitian di lapangan akan penulis uraikan secara

mendalam bentuk perubahan dan peran gereja Galed Kelapa Lima

berkaitan dengan pembangunan industri pariwisata.

Bab V Penutup

Dalam bab terakhir berupa kesimpulan penulis akan sedikit berrefleksi

menggenai alasan mengapa penulis perlu melakukan penelitian ini dan

bagaimana dan apa yang harus dilakukan oleh gereja.

C. Kajian Teori

Kajian Pustaka

Mengenai tulisan yang berhubungan dengan topik yang penulis

angkat mengenai industri pariwisata yang ada di kawasan Kelapa Lima

belum ada tulisan dan karya ilmiah yang bersinggungan dengan konteks

yang ada.

11 | P a g e

Das könnte Ihnen auch gefallen