Sie sind auf Seite 1von 9

Hatiadalah organ terbesar di dalam tubuh yang terletak disebelah kanan atas rongga perut, tepat

dibawah diafragma (sekat yang membatasi daerah dada dan perut). Bentuk hati seperti prisma
segitiga dengan sudut siku-sikunya membulat, beratnya sekitar 1,25-1,5 kg dengan berat jenis
1,05. Ukuran hati pada wanita lebih kecil dibandingkan pria dan semakin kecil pada orang tua,
tetapi tidak berarti fungsinya berkurang. Hati mempunyai kapasitas cadangan yang besar dan
kemampuan untuk regenerasi yang besar pula. Jaringan hati dapat diambil sampai tiga perempat
bagian dan sisanya akan tumbuh kembali sampai ke ukuran dan bentuk yang normal. Jika hati
yang rusak hanya sebagian kecil, belum menimbulkan gangguan yang berarti (Wijayakusuma,
2008).

Kapiler empedu dan kapiler darah di dalam hati saling terpisah oleh deretan sel-sel hati sehingga
darah dan empedu tidak pernah tercampur. Namun, jika hati terkena infeksi virus seperti
hepatitis, sel-sel hati bisa pecah dan akibatnya darah dan empedu bercampur (Wijayakusuma,
2008).

Hati berfungsi sebagai faktor biokimia utama dalam tubuh, tempat metabolisme kebanyakan zat
antara. Fungsi hati normal harus dikonfirmasi sebelum operasi terencana (Sabiston, 1992).

Fungsi hati

Seperti ukurannya yang besar, hati juga mempunyai peranan besar dan memiliki lebih dari 500
fungsi. Berikut ini fungsi-fungsi utama hati :
1. Menampungdarah
2. Membersihkan darah untuk melawan infeksi
3. Memproduksi dan mengekskresikan empedu
4. Membantu menjaga keseimbangan glukosa darah (metabolisme karbohidrat)
5. Membantu metabolisme lemak
6. Membantu metabolisme protein
7. Metabolisme vitamin dan mineral
8. Menetralisir zat-zat beracun dalam tubuh (detoksifikasi)
9. Mempertahankan suhu tubuh
(Wijayakusuma, 2008).
Enzim-enzim yang mengatalisis pemindahan reversible satu gugus amino antara suatu asam
amino dan suatu asam alfa-keto disebut aminotransferase, atau transaminase oleh tata nama lama
yang masih populer (Saucher dan McPherson, 2002).

Dua aminotransferase yang paling sering diukur adalah alanine aminotransferase(ALT), yang
dahulu disebut “glutamate-piruvat transaminase” (GPT), dan aspartate aminotransferase (AST),
yang dahulu disebut “glutamate-oxaloacetate transaminase” (GOT). Baik ALT maupun AST
memerlukan piridoksal fosfat (Vitamin B6) sebagai kofaktor. Zat ini sering ditambahkan ke
reagen pemeriksaan untuk meningkatkan pengukuran enzim-enzim ini seandainya terjadi
defisiensi vitamin b6 (missal, hemodialysis, malnutrisi) (Saucher dan McPherson, 2002).
Aminotransferase tersebar luas di tubuh, tetapi terutama banyak dijumpai di hati, karena peran
penting organ ini dalam sintesis protein dan dalam menyalurkan asam-asam amino ke jalur-jalur
biokimiawi lai. Hepatosit pada dasarnyaa adalah satu-satunya sel dengan konsentrasi ALT yang
tinggi, sedangkan ginjal, jantung, dan otot rangka mengandung kadar sedang. ALT dalam jumlah
yang lebih sedikit dijumpai di pancreas, paru, lima, dan eritrosit. Dengan demikian, ALT serum
memiliki spesifitas yang relative tinggi untuk kerusakan hati. Sejumlah besar AST terdapat di
hati, miokardium, dan otot rangka; eritrosit juga memiliki AST dalam jumlah sedang. Hepatosit
mengandung AST tiga sampai empat kali lebih banyak daripada ALT (Saucher dan McPherson,
2002).
Aminotransferase merupakan indikator yang baik untuk kerusakan hati apabila keduanya
meningkat. Cedera akut pada hati, seperti karena hepatitis, dapat menyebabkan peningkatan baik
AST maupun ALT menjadi ribuan IU/Liter. Pngukuran aminotransferase setiap minggu mungkin
sangat bermanfaat untuk memantau perkembangan dan pemulihan hepatitis atau cedera hati lain
(Saucher dan McPherson, 2002).

Read more: http://laporanakhirpraktikum.blogspot.com/2013/06/dsa.html#ixzz4Sd1cRzii

DAFTAR PUSTAKA

Sabiston. 1992. Buku Ajar Bedah. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta
Sacher, Ronald A. dan McPherson, Richard A. 2002. Tinjauan Klinis Hasil Pemeriksaan
Laboratorium Edisi 11. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta.
Wijayakusuma, Hembing. 2008. Tumpas Hepatitis dengan Ramuan Herbal. Pustaka Bunda.
Jakarta.
Read more: http://laporanakhirpraktikum.blogspot.com/2013/06/dsa.html#ixzz4Sd1jQT83

BAB II TINJAUAN PUSTAKA


II.1 Deskripsi Data Klinis
SGOT-SGPT merupakan dua enzim transaminase yang dihasilkan terutama oleh sel-sel hati. Bila
sel-sel liver rusak, misalnya pada kasus hepatitis atau sirosis, biasanya kadar kedua enzim ini
meningkat. Makanya, lewat hasil tes laboratorium, keduanya dianggap memberi gambaran
adanya gangguan pada hati (Ronald, 2004).
SGOT singkatan dari Serum Glutamic Oxaloacetic Transaminase, sebuah enzim yang secara
normal berada disel hati dan organ lain. SGOT dikeluarkan kedalam darah ketika hati rusak.
Level SDOT darah kemudian dihubungkan dengan kerusakan sel hati, seperti serangan virus
hepatitis. SGOT juga disebut aspartate aminotransferase (AST) (Poedjiadi, 1994).
Aspartate transaminase (AST) atau serum glutamic oxaloacetic transaminase (SGOT) adalah
enzim yang biasanya terdapat dalam jaringan tubuh, terutama dalam jantung dan hati; enzim itu
dilepaskan ke dalam serum sebagai akibat dari cedera jaringan, oleh karena itu konsentrasi dalam
serum (SGOT) dapat meningkat pada penyakit infark miokard atau kerusakan aku pada sel-sel
hati (Dorland, 1998).
SGPT adalah singkatan dari Serum Glutamik Piruvat Transaminase , SGPT atau juga dinamakan
ALT (Alanin Aminotransferase) merupakan enzim yang banyak ditemukan pada sel hati serta
efektif untuk mendiagnosis destruksi hepatoselular. Enzim ini dalam jumlah yang kecil dijumpai
pada otot jantung, ginjal dan otot rangka. Pada umumnya nilai tes SGPT/ALT lebih tinggi
daripada SGOT/AST pada kerusakan parenkim hati akut, sedangkan pada proses kronis didapat
sebaliknya ( joyce, 2007).
Enzim-enzim AST, ALT & GLDH akan meningkat bila terjadi kerusakan sel hati. Biasanya
peningkatan ALT lebih tinggi dari pada AST pada kerusakan hati yang akut, mengingat ALT
merupakan enzim yang hanya terdapat dalam sitoplasma sel hati (unilokuler). Sebaliknya AST
yang terdapat baik dalam sitoplasma maupun mitochondria (bilokuler) akan meningkat lebih
tinggi daripada ALT pada kerusakan hati yang lebih dalam dari sitoplasma sel. Keadaan ini
ditemukan pada kerusakan sel hati yang menahun.2,5,7 Adanya perbedaan peningkatan enzim
AST dan ALT pada penyakit hati ini mendorong para peneliti untuk menyelidiki ratio AST &
ALT ini. De Ritis et al mendapatkan ratio AST/ALT = 0,7 sebagai batas penyakit hati akut dan
kronis. Ratio lni yang terkenal dengan nama ratio De Ritis memberikan hasil < 0,7 pada penyakit
hati akut dan > 0,7 pada penyakit hati kronis. Batas 0,7 ini dipakai apabila pemeriksaan enzim-
enzim tersebut dilakukan secara optimized,sedangkan apabila pemeriksaan dilakukan dengan
cara kolorimetrik batas ini adalah 1.7 Istilah "optimized" yang dipakai perkumpulan ahli kimia di
Jerman ini mengandung arti bahwa cara pemeriksaan ini telah distandardisasi secara optimum
baik substrat, koenzim maupun lingkungannya. (Suryadi dan Marzuki, 1983).
ALT/SGPT suatu enzim yang ditemukan terutama pada sel-sel hepar, efektif dalam mendiagnosa
kerusakan hepatoseluler. Kadar ALT serum dapat lebih tinggi sebelum ikretik terjadi. Pada
ikretik dan ALT serum>300 unit, penyebab yang paling mungkin karena gangguan hepar dan
tidak gangguan hemolitik (Joyce, 2007).
ALT adalah tes yang lebih spesifik untuk kerusakan hati disbanding ASAT. ALT adalah enzim
yang dibuat dalam sel hati (hepatosit), jadi lebih spesifik untuk penyakit hati dibandingkan
dengan enzim lain. Biasanya peningkatan ALT terjadi bila ada kerusakan pada selaput sel hati.
Setiap jenis peradangan hati dapat menyebabkan peningkatan pada ALT. Peradangan pada hati
dapat disebabkan oleh hepatitis virus, beberapa obat, penggunaan alkohol, dan penyakit pada
saluran cairan empedu. AST adalah enzim mitokondria yang juga ditemukan dalam jantung,
ginjal dan otak. Jadi tes ini kurang spesifik untuk penyakit hati, namun dalam beberapa kasus
peradangan hati, peningkatan ALT dan AST akan serupa (Hasan, 2008).
SGPT, ALT, prinsipnya adalah enzim yang terdapat dalam serum pasien akan mengkatalisasi
reaksi antara oksoglutarat dengan L alanin yang membentuk glutamat dan piruvat. Piruvat yang
terbentuk bereaksi dengan NADH yang akan membentuk laktat dan SGPT yang dapat dilihat
dari ∆A setelah 1 menit reaksi berlangsung (Zulbadar,2007).
II.2 Nilai dan Rujukan
1. SGOT (Joyce, 2007).
Dewasa : 5-40 U/mL(Frankel), 4-36 IU/L, 16-60 U/mL pada 30o C (Karmen), 8-33 U/L
pada 37oC (unit SI), pada wanita nilainya agak sedikit lebih rendah dari pria. olahraga
mempengaruhi peningkatan kadar serum.
Anak : Bayi baru lahir : Empat kali dari nilai normal.
Lansia : Sedikit lebih tinggi dari orang dewasa
2. SGPT (Joyce, 2007).
Dewasa : 5-35 U/mL (Frankel), 5-25 mU/mL (Wrobleweski). 8-50 U/mL pada suhu 30 0C
(Karmen), 4-35 U/L pada suhu 370S (unit S1).
Anak : Bayi : dapat dua kali tinggi orang dewasa; Anak: sama dengan dewasa.
Lansia : Agak lebih tinggi dari dewasa
II.3 Interpretasi Data Klinis
Nilai normal SGOT (Serum Glutamic Oxaloacetic Transaminase) untuk orang dewasa adalah
laki-laki : 0 – 37 U/L dan perempuan : 0 – 31 U/L.
Nilai normal SGPT (Serum Glutamic Piruvic Transaminase) untuk orang dewasa adalah untuk
laki-laki : 0 – 42 U/L, perempuan : 0 – 32 U/L.
Masalah klinis SGOT (Serum Glutamic Oxaloacetic Transaminase):
a. Penurunan kadar : kehamilan, diabetik ketoasidosis, beri-beri.
b. Peningkatan kadar : Infark miokard akut (IMA), ensefalitis, nekrosis hepar, penyakit dan
trauma muskuloskeletal, pankreatitis akut, ekslampsia, gagal jantung kongestif (GJK). Obat-obat
yang dapat meningkatkan nilai AST : Antibiotik, narkotik, vitamin (asam folat, piridoksin,
vitamin A), antihipertensi (metildopa [Aldoment], guanetidin), teofilin, golongan digitalis,
kortison, flurazepam (Dalmane), indometasin (Indocin), isoniazid (INH), rifampisin, kontrasepsi
oral, salisilat, injeksi intramuskular (IM) (Joyce, 2007).
Masalah klinis SGPT (Serum Glutamic Piruvic Transaminase):
a. Peningkatan Kadar :
Peningkatan paling tinggi : Hepatitis (virus) akut, hepatoksisitas yang menyebabkan nekrosis
hepar (toksisitas obat atau kimia); agak atau meningkat sedang : sirosis, kanker hepar, gagal
jantung kongesif, intoksisitas alkohol akut; peningkatan marginal : infrak miokard akut (IMA).
Antibiotik, narkotik, metildopa (Aldomet), guanetidin, sediaan digitalis, indometasin (Indocin),
salisilat, rifampisin, flurazepam (Dalamane), propanolol (Inderal), kontrasepsi oral, timah,
heparin (Joyce, 2007)
II.4 Obat-obat dan makanan
a. Obat yang berpengaruh
Mengkonsumsi obat-obatan tertentu dapat meningkatkan kadar SGOT/SGPT.Haloten,
merupakan jenis obat yang biasa digunakan sebagai obat bius. Isoniasid, merupakan jenis obat
antibiotik untuk penyakit TBC. Metildopa, m erupakan jenis obat anti hipertensid. Fenitoin dan
Asam Valproat, m erupakan jenis obat yang biasa digunakan sebaga i obat anti epilepsi atau
ayan. Parasetamol, merupakan jenis obat yang biasa diberikan dalam resep dokter sebagai pereda
dan penurun demam. Parasetamol adalah jenis obat yang aman, jika dikonsumsi dalam dosis
yang tepat. Namun jika berlebihan akan menyebabkan sirosis (kerusakan hati) yang cukup parah
bahkan sampai menyebabkan kematian. Selain jenis obat diatas adapula jenis obat lainnya yang
dapat m erusa k fungsi hati, seperti alfatoksin, arsen, karboijn tetraklorida, tem baga dan vinil
klorida.
b. Makanan yang berpengaruh
Penyebab yang paling umum dari kenaikan-kenaikan yang ringan sampai sedang dari enzim-
enzim hati ini (SGOT dan SGPT) adalah fatty liver (hati berlemak), penyalahgunaan alkohol
dan penyebab-penyebab lain dari fatty liver termasuk diabetes mellitus dan kegemukan
(obesity).
II.5 Fisiologi
Berbagai macam fungsi hati dijalankan oleh sel yang disebut sebagai hepatosit, dimana 70-80%
menyusun sitoplasma hati. Berikut berbagai macam fungsi hepatosit (Ronald, 2004):
a) Sintesis protein
b) Penyimpanan protein
c) Metabolisme karbohidrat
d) Sintesis kolesterol, garam empedu dan fosfolipid
e) Detoksifikasi, modifikasi, dan ekskresi substansi endogen dan eksogen.
Hepatosit merupakan sel tubuh yang memproduksi albumin serum, fibrinogen dan faktor
pembekuan darah kecuali faktor III dan IV. Selain itu, hati juga mempunyai peranan dalam
sintesis lipoprotein, ceruloplasmin, transferin, komplemen, dan glikoprotein. Hepatosit juga
memproduksi protein dan enzim intraselular termasuk transaminase. Enzim yang dihasilkan oleh
hepatosit yaitu Alanine Aminotransferase (ALT) atau Serum Glutamic Pyruvic Transaminase
(SGPT), dan Aspartate Aminotransferase (AST) atau Serum Glutamic Oksaloasetat
Transaminase (SGOT).SGPT terdapat pada sel darah merah, otot jantung, otot skelet, ginjal dan
otak. Sedangkan SGOT ditemukan pada hati. Enzim tersebut akan keluar dari hepatosit jika
terdapat peradangan atau kerusakan pada sel tersebut. Kedua enzim ini dapat meningkat karena
adanya gangguan fungsi hati, dan penanda kerusakan sel lainnya, yang salah satu penyebabnya
adalah proses infeksi yang disebabkan oleh virus (Ronald, 2004).
Dua macam enzim yang sering dihubungkan dengan kerusakan sel hati termasuk dalam golongan
aminotrasferase, yakni enzim yang mengkatalisis pemindahan gugusan amino secara reversible
antara asam amino dan asam alfa-keto. Aspartat aminotransferase (AST) atau glutamat
oksaloasetat transaminase (GOT) mengerjakan reaksi antara asam aspartat dan asam alfa-
ketoglutamat. Alanin aminotransferase (AST) atau glutamat piruvat transaminase (GPT)
melakukan reaksi serupa antara alanin dan asam alfa-ketoglutamat (Hidayat, 2010).
SGOT ( Serum Glutamik Oksaloasetik Transaminase ) adalah enzim transaminase sering disebut
juga AST (Aspartat Amino Transferase) katalisator perubahan dari asam amino menjadi asam
alfa ketoglutarat. Enzim ini berada pada serum dan jaringan terutama hati dan jantung ( Sutedjo,
2006).
SGPT (Serum Glutamik Piruvat Transaminase ) merupakan enzim transaminase yang dalam
keadaan normal berada dalam jaringan tubuh terutama hati. Sering disebut juga ALT (Alanin
Aminotransferase) (Sutedjo, 2006).
II.6 Patologi
SGOT banyak terdapat dalam mitokondria dan dalam sitoplasma, sedangkan SGPT hanya
terdapat dalam sitoplasma. Oleh karena itu, untuk proses lebih lanjut, terjadi kerusakan membran
mitokondria yang akan lebih banyak mengeluarkan SGOT atau AST, sedangkan untuk proses
akut SGPR atau ALT lebih dominan dibanding SGOT atau AST (Panil, 2007).
Berdasarkan interpretasi, semua sel prinsipnya mengandung enzim ini. Namun, enzim
transaminase mayoritas terdapat dalam sel hati, jantung, dan otak. Pada keadaan adanya nekrosis
sel yang hebat, perubahan permeabilitas membran atau kapiler, enzim ini akan bocor ke sirkulasi.
Sebab ini, enzim ini akan meningkat jumlahnya pada keadaan nekrosis sel atau proses radang
akut atau kronis (Panil, 2007 ).
Tes faal hati yang terjadi pada infeksi bakterial maupun virus yang sistemik yang bukan virus
hepatitis. Penderita semacam ini, biasanya ditandai dengan demam tinggi, myalgia, nausea,
asthenia dan sebagainya. Disini faal hati terlihat akan terjadinya peningkatan SGOT, SGPT serta
∂-GT antara 3-5X nilai normal. Albumin dapat sedikit menurun bila infeksi sudah terjadi lama
dan bilirubin dapat meningkat sedikit terutama bila infeksi cukup berat (Suwandhi, 2011).
Tes faal hati pada hepatitis virus akut maupun drug induce hepatitis. Faal hati
seperti Bilirubin direct/indirect dapat meningkat biasanya kurang dari 10 mg%, kecuali pada
hepatitis kolestatik, bilirubin dapat lebih dari 10 mg%. SGOT, SGPT meningkat lebih dari 5
sampai 20 kali nilai normal. ∂-GT dan alkalifosfatase meningkat 2 sampai 4 kali nilai normal,
kecuali pada hepatitis kolestatik dapat lebih tinggi. Albumin/globulin biasanya masih normal
kecuali bila terjadi hepatitis fulminanmaka rasio albumin globulin dapat terbalik dan
masa protrombindapat memanjang (Suwandhi, 2011).
ALT dan AST adalah dua penanda paling dapat diandalkan dari cedera atau nekrosis
hepatoseluler. Tingkat mereka dapat meningkat dalam berbagai gangguan hati. Dari dua, ALT
dianggap lebih spesifik untuk kerusakan hati karena hadir terutama dalam sitosol hati dan dalam
konsentrasi rendah di tempat lain. AST memiliki bentuk sitosol dan mitokondria dan hadir di
jaringan hati, jantung, otot rangka, ginjal, otak, pankreas, dan paru-paru, dan sel darah putih dan
merah. AST kurang umum disebut sebagai oksaloasetat transaminase serum glutamic dan ALT
piruvat transaminase sebagai serum glutamat. Meskipun tingkat ALT dan AST bisa sangat tinggi
(melebihi 2.000 U per L dalam kasus cedera dan nekrosis hepatosit yang berhubungan dengan
obat-obatan, racun, iskemia, dan hepatitis), ketinggian kurang dari lima kali batas atas normal
(yaitu, sekitar 250 U per L dan bawah) jauh lebih umum dalam kedokteran perawatan primer.
Kisaran etiologi yang mungkin pada tingkat elevasi transaminase lebih luas dan tes kurang
spesifik. Hal ini juga penting untuk mengingat bahwa pasien dengan ALT normal dan tingkat
SGOT dapat mempunyai penyakit hati yang signifikan dalam pengaturan cedera hepatosit kronis
(misalnya, sirosis, hepatitis C).( Pault, 2005)
Tingkat- tingkat yang tepat dari enzim-enzim ini tidak berkorelasi baik dengan luasnya
kerusakan hati atau prognosis. Jadi, tingkat-tingkat AST (SGOT) dan ALT (SGPT) yang tepat
tidak dapat digunakan untuk menentukan derajat kerusakan hati atau meramalkan masa depan.
Contohnya, pasien-pasien dengan virus hepatitis A akut mungkin mengembangkan tingkat-tingat
AST dan ALT yang sangat tinggi (adakalanya dalam batasan ribuan unit/liter). Namun
kebnyakan pasien-pasien dengan virus hepatitis A akut sembuh sepenuhnya tanpa sisa penyakit
hati. Untuk suatu contoh yang berlawanan, pasien- pasien dengan infeksi hepatitis C kronis
secara khas mempunyai hanya suatu peningkatan yang kecil dari tingkat- tingkat AST dan ALT
mereka. Beberapa dari pasien- pasien ini mungkin mempunyai penyakit hati kronis yang
berkembang secara diam- diam seperti hepatitis kronis dan sirosis (Gunawan, 2011)

DAFTAR PUSTAKA
Anonim., 2015, Penuntun Praktikum Kimia Klinik, Universitas Muslim Indonesia, Makassar.

Gunawan. 2011.http://www.totalkesehatananda.com/darahhati2.html. jakarta. Diakses tanggan


25 juni 2011

Hasan, I. 2008. Peran Albumin Dalam Penatalaksanaan Sirosis Hati.Medicinus. No.


2.Vol.21.http://www.dexamedica.com/images/publish_upload080711257643001215763044FA%
20MEDICINUS%208%20MEI%202008%20rev.pdf.

Joyce. L, 2007. Pemeriksaan Laboratorium dan Diagnostik. EGC : Jakarta

Panil Zulbadar, 2007, Memahami Teori dan Praktikan Kimia Dasar, EGC, Jakarta.

Poedjiadi, 1994, Jakarta, “Dasar-Dasar Biokimia”. UI Press

Ronald A. Sacher & Richard A. McPherson, alih bahasa : Brahm U. Pendit dan Dewi Wulandari,
editor : Huriawati Hartanto, Tinjauan Klinis Hasil Pemeriksaan Laboratorium, Edisi 11, EGC,
Jakarta, 2004.
Suryadi dan Marzuki. 1983. Pemeriksaan Faal Hati. Cermin Kedokteran. No. 30. Vol. 1. 14 –
19.http://www.kalbe.co.id/files/cdk/files/cdk030diagnosislaboratorium.pdf

Sutedjo, A.Y. 2006. Mengenal Penyakit Melalui Pemeriksaan Laboratorium. Cetakan I, Amara
Books, Yogjakarta

Das könnte Ihnen auch gefallen