Sie sind auf Seite 1von 16

BAB I

TINJAUAN PUSTAKA

1.1 Anatomi Mata

1.1.1 Ukuran dan Lokasi

Setiap bola mata berbentuk spheroid irregular, dengan diameter sekitar 24

mm dan berat sekitar 8g. Didalam orbit (rongga untuk mata pada tulang wajah),

mata menempati ruang dengan otot-otot mata extrinsik, kelenjar lakrimalis,

pembuluh darah dan saraf-saraf kranial yang juga mempersaraf bagian wajah lain.

Bola mata dikelilingi oleh lemak orbital (orbital fat) yang berfungsi sebagai

insulator dan shock absorber.1

1.1.2 Dinding Bola Mata

Dinding bola mata terdiri dari 3 lapisan, yaitu1:

1. Lapisan fibrosa: Adalah lapisan paling luar dari mata dan terdiri dari 2

bagian; sklera can kornea. Lapisan fibrosa memberi pelindungan fisik dan

mechanical support, serta menjadi permukaan untuk lokasi otot ekstrinsik

untuk berikatan dan mengandung struktur yang membantu dalam proses

focusing.

2. Sklera: Menutupi 5/6 bagian dari permukaan mata. Sklera terdiri dari

jaringan ikat fibrosa yang mengandung kolagen dan serabut elastic.

Permukaan dari sklera mengandung pembuluh darah kecil dan serabut saraf

yang menembus sklera untuk mencapai struktur internal.

3. Kornea: Bagian transparan yang bersambung dengan sklera. Batasan antara

sklera dan kornea disebut limbus. Kornea terdiri dari 5 lapisan, yaitu;

1
lapisan epithelium, membran Bowmann's, lapisan stroma (substansia

Propria), Membran Descemet, lapisan endotel.

1.1.3 Konjungtiva

Konjungtiva adalah suatu membrane mukosa yang dilapisi oleh epithelium

berlapis gepeng (Squamous stratified epithelium). Konjungtiva melapisi

permukaan luar bola mata, dan juga permukaan dalam dari kelopak mata, atau

palpebra. Konjungtiva yang melapisi bola mata disebut konjungtiva bulbii (bulbar

conjunctiva), sedangkan konjungtiva yang melapisi kelopak mata disebut

konjungtiva palpebra (palpebral conjunctiva). Lokasi transisi atau perubahan dari

konjungtiva palpebra menjadi konjungtiva bulbii disebut fornix. Konjungtiva bulbii

meluas sampai ujung dari kornea.1

1.1 Pterigium

1.2.1 Definisi

Pterigium berasal dari kata pteron, yang berarti "berbentuk sayap". Secara

medis, pterigium didefinisikan sebagai suatu lesi berbentuk segitiga yang berasal

dari conjunctiva dan tumbuh serta menginfiltrasi menuju kornea.2.3

1.2.2 Morfologi

Lesi pterigium mempunyai 7 bagian, jika dilihat dari bagian yang berada

(paling dekat) pada kornea sampai ke bagian konjungtiva, maka terdapat2:

1. Hood: Didepan bagian kepala. Berbentuk sabit, avaskular, berwarna abu-

abu.

2. Fuchs’ patches: Terdapat pada bagian hood, terlihat seperti bercak berwarna

abu-abu dan berada dibawah epitel kornea.

2
3. Stocker’s Line: Suatu garis halus berwarna kuning-hijau, bentuk bulan sabit,

terletak pada bagian apex (head). Merupakan suatu marker untuk pterigium

kronis.

4. Apex (head): Bagian dari pterigium yang menginvasi kornea. Berwarna

putih, menonjol (raised), berikatan dengan kuat dengan korena.

Menyebabkan perubahan kecembungan dari kornea.

5. Colarette (collar): Terdapat pada semua pterigium (kronis atau rapid).

Ditemukan pada bagian limbus.

6. Body: Lipatan atau strip dari jaringan yang kaya vaskularisasi. Berbentuk

trapezoid dan memanjang sampai area plica semilunaris.

7. Edge : Dibentuk oleh lipatan konjungtiva yang menandakan batas antara

body pterigium dan konjungtiva sekitarnya.

1.2.3 Epidemiologi

Pterigium tersebar di seluruh dunia, tetapi lebih banyak di daerah iklim

panas dan kering. Prevalensi juga tinggi di daerah berdebu dan kering. Faktor yang

sering mempengaruhi adalah daerah dekat ekuator, yakni daerah yang terletak

kurang 370 Lintang Utara dan Selatan dari ekuator. Prevalensi tinggi sampai 22%

di daerah dekat ekuator dan kurang dari 2% pada daerah yang terletak di atas 400

Lintang.2

Insiden pterigium cukup tinggi di Indonesia yang terletak di daerah ekuator,

yaitu 13,1%.4 Pasien di bawah umur 15 tahun jarang terjadi pterigium. Prevalensi

pterigium meningkat dengan umur, terutama dekade ke-2 dan ke-3 dari kehidupan.

Insiden tinggi pada umur antara 20 dan 49.2

3
Kejadian berulang (rekuren) lebih sering pada umur muda daripada umur

tua. Laki-laki 4 kali lebih resiko dari perempuan dan berhubungan dengan merokok,

pendidikan rendah, riwayat terpapar lingkungan di luar rumah.2

1.2.4 Faktor Resiko

Faktor resiko yang mempengaruhi pterigium adalah lingkungan yakni

radiasi ultraviolet sinar matahari, iritasi kronik dari bahan tertentu di udara dan

faktor herediter.3

1. Radiasi ultraviolet

Faktor resiko lingkungan yang utama sebagai penyebab timbulnya

pterigium adalah terpapar sinar matahari. Sinar ultraviolet diabsorbsi kornea

dan konjungtiva menghasilkan kerusakan sel dan proliferasi sel. Letak

lintang, waktu di luar rumah, penggunaan kacamata dan topi juga

merupakan faktor penting.

2. Faktor Genetik

Beberapa kasus dilaporkan sekelompok anggota keluarga dengan pterigium

dan berdasarkan penelitian case control menunjukkan riwayat keluarga

dengan pterigium, kemungkinan diturunkan autosom dominan.

3. Faktor lain

Iritasi kronik atau inflamasi terjadi pada area limbus atau perifer kornea

merupakan pendukung terjadinya teori keratitis kronik dan terjadinya limbal

defisiensi, dan saat ini merupakan teori baru patogenesis dari pterigium.

Wong juga menunjukkan adanya pterigium angiogenesis factor dan

penggunaan pharmacotherapy antiangiogenesis sebagai terapi. Debu,

4
kelembaban yang rendah, dan trauma kecil dari bahan partikel tertentu, dry

eye dan virus papilloma juga penyebab dari pterigium.

1.2.5 Klasifikasi Pterigium

Pterigium dapat dibagi ke dalam beberapa klasifikasi berdasarkan tipe,

stadium, progesifitasnya, dan berdasarkan terlibatnya pmebuluh darah episklera.4-6

1. Berdasarkan tipenya, pterigium dibagi 3 :

 Tipe I : Pterigium kecil, dimana lesi hanya terbatas pada limbus atau

menginvasi kornea pada tepinya saja. Lesi meluas < 2 mm dari kornea. Lesi

sering asimptomatis, meskipun sering mengalami inflamasi ringan. Pasien

dengan lensa kontak, dapat mengalami keluhan yang lebih cepat

 Tipe II : disebut juga pterigium tipe primer advanced atau pterigium rekuren

tanpa keterlibatan zona optic. Pada tubuh pterigiu sering tampak kapiler-

kapiler yang membesar. Lesi menutupi kornea sampai 4 mm, dapat primer

atau rekuren setelah operasi, berpengaruh dengan tear film dan

menimbulkan astigmata.

 Tipe III : pterigium primer atau rekuren dengan keterlibatan zona optik.

Merupakan pterigium paling berat. Lesi mengenai kornea > 4mm dan

mengganggu aksis visual. Lesi yang luas khususnya pada kassus rekuran

dapat berhubungan dengan fibrosis subkonjungtiva yang meluas ke forniks

dan biasanya menyebabkan gangguan pergerakan bola mata serta kebutaan.

2. Berdasarkan stadiumnya, pterigium dibagi dalam 4 stadium :

 Stadium I : jika pterigium hanya terbatas pada limbus kornea.

 Stadium II : jika pterigium sudah melewati limbus dan belum mencapai

papil, tidak lebih dari 2 mm melewati kornea.

5
 Stadium III : jika pterigium sudah melebihi stadium II teteapi tidak melebihi

pinggiran papil mata dalam keadaan cahaya normal (diameter pupil sekitar

3-4 mm)

 Stadium IV : jika pertumbuhan pterigium sudah melewati papil, sehingga

mengganggu penglihatan.

3. Berdasarkan perjalanan penyakitnya, pterigium dibagi menjadi 2, yaitu :

 Pterigium progresif : tebal dan vaskuler dengan beberapa infiltrate di kornea

di depan kepala pterigium

 Pterigium regresif : tipis, atofi, sedikit vascular. Akhirnya menjadi bentuk

membran, tetapi tidak pernah hilang.

4. Berdasarkan terlihatnya pembuluh darah episklera di pterigium dan harus

diperiksa dengan slitlamp, pterium dibagi 3 :

 T1 (atrofi) : pembuluh darah episkleral jelas terlihat

 T2 (intermediet) : pembuluh darah episkleral sebagin terlihat

 T3 (fleshy/opaque) : pembuluh darah tidak jelas

1.2.6 Patofisiologi

Insidens pterigium meningkat pada orang dan populasi yang terus menerus

terpapar radiasi matahari yang berlebihan. Dalam hal ini sinar UV memainkan

bagian yang penting dalam patogenesis penyakit ini. Sinar UV memulai rantai

peristiwa terjadinya pterigium pada level intraselular dan ekstraselular yang

melibatkan DNA, RNA, dan komposisi matriks ekstraselular.7

Konjungtiva bulbi selalu berhubungan dengan dunia luar. Kontak dengan

ultraviolet, debu, kekeringan mengakibatkan terjadinya penebalan dan

pertumbuhan konjungtiva bulbi yang menjalar ke kornea.1-8 Pterigium ini biasanya

6
bilateral, karena kedua mata mempunyai kemungkinan yang sama untuk kontak

dengan sinar ultraviolet, debu dan kekeringan. Semua kotoran pada konjungtiva

akan menuju ke bagian nasal, kemudian melalui pungtum lakrimalis dialirkan ke

meatus nasi inferior.3

Sebuah hipotesis mengatakan bahwa radiasi sinar UV menyebabkan

ekspresi abnormal Ki-67 (marker proliferasi) dan mutasi pada gen supresor tumor,

seperti p53 dan p63 yang menyebabkan proliferasi abnormal epitel. Epitel yang

melapisi mungkin menunjukkan metaplasia skuamosa ringan. Pterigium adalah

suatu degenerasi dan kondisi hiperplastik konjungtiva. Jaringan subkonjungtiva

mengalami degenerasi elastotic (basophilic degeneration) dan proliferasi

fibrovaskuler di bawah epitel, yang akhirnya dapat mengganggu kornea.

Histopatologi kolagen abnormal pada area degenerasi elastotik menunjukkan

basophil dengan hematoxylin dan eosin stain. Epitel kornea, membran Bowman dan

stroma superfisial akan mengalami kerusakan.8

1.2.7 Gambaran Klinis

Pterigium yang berkembang dengan sempurna memiliki tiga bagian8:

1. Kepala: bagian puncak yang terdapat pada kornea (apical part)

2. Leher: bagian yang terletak pada limbus (limbal part)

3. Badan: bagian yang berlanjut dari limbus menuju kantus (scleral part)

Secara klinis, manifestasi pterigium lebih sering terjadi pada orangtua,

terutama yang sering bekerja di luar ruangan. Dapat timbul unilateral ataupun

bilateral. Pterigium bermanifestasi sebagai lipatan konjungtiva berbentuk segitiga,

yang merambat ke kornea. Pterigium biasanya timbul pada sisi nasal, namun ada

7
juga yang timbul pada sisi temporal. Deposisi besi kadang-kadang terlihat pada

epitel kornea di ujung puncak segitiga pada pterigium, yang disebut Stocker’s line.8

Pada awal proses penyakit, pterigium biasanya asimptomatis, namun dapat

pula berupa mata yang kering (rasa panas, gatal, atau berairmata) akibat lesi yang

mulai berkembang pada permukaan okular. Seiring dengan progresi penyakit, lesi

bertambah besar dan mulai dapat dilihat dengan mata telanjang, serta dapat

mengganggu kosmetik bagi pasien. Pertumbuhan lebih lanjut akan menyebabkan

gejala pada visus ketika pterigium sudah menutupi daerah pupil atau akibat

astigmatisma kornea akibat fibrosis pada tahap regresif. Diplopia dapat timbul

sebagai akibat pembatasan gerak okular.8

Gejala klinis pterigium pada tahap awal biasanya ringan bahkan sering

tanpa keluhan sama sekali (asimptomatik). Beberapa keluhan yang sering dialami

pasien antara lain6:

1. Mata sering berair dan tampak merah

2. Merasa seperti ada benda asing

3. Timbul astigmatisme akibat kornea tertarik oleh pertumbuhan pterigium

tersebut biasanya astigmatisme with the rule ataupun astigmatisme

irreguler sehingga mengganggu penglihatan

4. Pada pterigium yang lanjut (derajat 3 dan 4) dapat menutupi pupil dan

aksis visual sehingga tajam penglihatan menurun

1.2.8 Diagnosis

Penegakkan diagnosis pterigium dinilai dari berbagai faktor, yaitu:

1. Anamnesis

a. Pasien dengan pterigium muncul dengan berbagai keluhan berkisar dari

8
asimptomatis sampai kemerahan yang tampak jelas, pembengkakan,

gatal, iritasi dan kekaburan pandangan.

b. Penderita dengan pterigium biasanya datang untuk pemeriksaan mata

lainnya, seperti kaca mata dan tidak mengeluhkan adanya pterigium,

tetapi ada pula yang datang karena adanya sesuatu yang tumbuh di atas

korneanya. Keluhan yang dikemukakan tersebut didasarkan rasa

khawatir akan adanya keganasan atau alasan kosmetik.

2. Pemeriksaaan fisik

a. Menunjukkan penebalan, berupa lipatan berbentuk segitiga yang

tumbuh menjalar ke dalam kornea dengan puncak segitiganya di kornea,

kaya akan pembuluh darah yang menuju ke arah puncak pterigium.

Umumnya di sisi nasal, secara bilateral. Pada kornea penjalaran

pterigium mengakibatkan kerusakan epitel kornea dan membran

bowman. Pada bagian puncak pterigium dini terlihat bercak-bercak

kelabu yang dikenal sebagai pulau-pulau Fuchs. Garis Stocker (garis

yang terpigmentasi oleh zat besi) dapat terlihat pada pterigium lanjut di

kornea pada puncak pterigium.

b. Astigmatisma biasanya terjadi pada pterigium lanjut.

3. Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan histopatologik menunjukkan kerusakan epitel kornea dan

membran Bowman. Terdapat gambaran epitel yang ireguler dan degenerasi hialin

dalam stromanya. Kornea menunjukkan kerusakan pada lapisan bowman, biasanya

dengan perubahan inflamasi yang ringan. Lapis bowman kornea diganti oleh

jaringan hialin dan elastis. Epitelium dapat saja normal, tebal, atau tipis dan

9
biasanya menunjukkan displasia. Perubahan patologi yang terjadi terdiri dari

degenerasi elastoid kolagen, dan munculnya jaringan fibrovaskular sub epitelial.

1.2.9 Diagnosis Banding

Secara klinis pterigium sering didiagnosis banding dengan kelainan mata

yaitu pinguekula dan pseudopterigium.9

Pinguekula adalah kelainan mata yang terdapat pada kunjungtiva bulbi,

pada bagian nasal maupun temporal, di daerah celah kelopak mata. Pinguekula

terlihat sebagai penonjolan berwarna putih kuning keabu-abuan, berupa hipertrofi

yaitu penebalan selaput lendir. Bentuknya kecil, meninggi dan kadang–kadang

mengalami inflamasi. Secara histopatologik pada puncak penonjolan ini terdapat

degenerasi hialin. Pinguekula tidak menimbulkan keluhan, kecuali apabila

menunjukkan peradangan sebagai akibat iritasi. Dalam keadaan iritasi, maka dapat

disertai seperti ada benda asing.9,10

Menurut Vaughan, prevalensi insiden meningkat dengan meningkatnya

umur. Pinguekula sering pada iklim sedang dan iklim tropis dan angka kejadian

sama pada laki–laki dan perempuan. Paparan sinar ultraviolet bukan merupakan

faktor risiko penyebab pinguekula.11

Pseudopterigium mirip dengan pterigium, dimana jaringan parut

fibrovaskular timbul pada konjungtiva bulbi menuju kornea. Dapat terjadi dalam

proses penyembuhan suatu ulkus kornea atau kerusakan permukaan kornea,

konjungtiva menutupi luka kornea tersebut, sehingga terlihat seolah-olah

konjungtiva menjalar ke kornea. Keadaan ini disebut pseudopterigium.

Pseudopterigium merupakan kelainan terdapatnya perlengketan konjungtiva

dengan kornea yang cacat.5,12

10
Perbedaan pseudopterigium dengan pterigium adalah:

1. puncak pterigium menunjukkan pulau-pulau Fuchs pada kornea

sedangkan pseudopterigium tidak.

2. pseudopterigium didahului riwayat kerusakan permukaan kornea

sedangkan pterigium tidak

Selain kedua hal di atas kadang-kadang dapat dibedakan dengan melihat

pembuluh darah konjungtiva yang lebih menonjol pada pterigium daripada

pseudopterigium. Pada pseudopterigium pembuluh darah konjungtiva sesuai

dengan konjungtiva bulbi normal. Pada pseudopterigium dapat dimasukkan sonde

di bawahnya, sedangkan pada pterigium tidak. Pterigium bersifat progresif

sedangkan pseudopterigium tidak. Pseudopterigium tidak memerlukan pengobatan,

serta pembedahan kecuali sangat menganggun visus, atau alasan kosmetik.9

1.2.10 Tatalaksana

1. Konservatif

Untuk pterigium derajat 1-2 yang mengalami inflamasi, pasien dapat

diberikan obat tetes mata kombinasi antibiotik dan steroid 3 kali sehari selama 5-7

hari. Diperhatikan juga bahwa penggunaan kortikosteroid tidak dibenarkan pada

penderita dengan tekanan intraokular tinggi atau mengalami kelainan pada

kornea.12

2. Bedah

Pada pterigium derajat 3 dan 4 dilakukan tindakan bedah berupa avulsi

pterigium. Sedapat mungkin setelah avulsi pterigium, bagian konjungtiva bekas

pterigium tersebut ditutupi dengan cangkok konjungtiva yang diambil dari

konjungtiva bagian superior untuk menurunkan angka kekambuhan. Tujuan utama

11
pengangkatan pterigium adalah memberikan hasil yang baik secara kosmetik,

mengupayakan komplikasi seminimal mngkin, angka kekambuhan yang rendah.

Penggunaan mitomycin C (MMC) sebaiknya hanya pada kasus pterigium

yang rekuren, mengingat komplikasi dari pemakaian MMC juga cukup berat.13

 Indikasi Operasi 13:

- Pterigium yang menjalar ke kornea sampai lebih 3 mm dari limbus

- Pterigium mencapai jarak lebih dari separuh antara limbus dan tepi

pupil.

- Pterigium yang sering memberikan keluhan mata merah, berair dan silau

karena astigmatisma

- Kosmetik, terutama untuk penderita wanita

 Teknik Pembedahan

Tantangan utama dari terapi pembedahan pterigium adalah

kekambuhan,dibuktikan dengan pertumbuhan fibrovaskular di limbus ke kornea.

Banyak teknik bedah telah digunakan, meskipun tidak ada yang diterima secara

universal karena tingkat kekambuhan yang bervariasi. Terlepas dari teknik yang

digunakan, eksisipterigium adalah langkah pertama untuk perbaikan.

Banyak dokter mata lebih memilih untuk memisahkan ujung pterigium dari

kornea yang mendasarinya.Keuntungan termasuk epithelisasi yang lebih cepat,

jaringan parutyang minimal dan halus dari permukaan kornea.8

o Teknik Bare Sclera

Melibatkan eksisi kepala dan tubuh pterigium, dan memungkinkan sklera

untuk epitelisasi. Tingkat kekambuhan tinggi, antara 24% dan 89%, telah

didokumentasikan dalam berbagai laporan.14

12
o Teknik Autograft Konjungtiva

Prosedur ini melibatkan pengambilan autograft, biasanya dari konjungtiva

bulbi superotemporal, dan dijahit di atas sklera yang telah dieksisi pterigium

tersebut. Komplikasi jarang terjadi dan untuk hasil yang optimal ditekankan

pentingnya pembedahan secara hati-hati jaringan Tenon's dari graft konjungtiva d,

manipulasi minimal jaringan dan orientasi akurat dari graft tersebut. Lawrence W.

Hirst, MBBS, dari Australia merekomendasikan menggunakan sayatan besar untuk

eksisi pterigium dan telah dilaporkan angka kekambuhan sangat rendah dengan

teknik ini.15

o Cangkok Membran Amnion

Mencangkok membran amnion juga telah digunakan untuk mencegah

kekambuhan pterigium.Meskipun keuntungkan dari penggunaan membran amnion

ini belum teridentifikasi, sebagian besar peneliti telah menyatakan bahwa membran

amnion merupakan faktor penting untuk menghambat peradangan, fibrosis dan

epithelialisai. Membran amnion biasanya ditempatkan di atas sklera, dengan

membran basal menghadap ke atas dan stroma menghadap ke bawah. Beberapa

studi terbaru telah menganjurkan penggunaan lem fibrin untuk membantu cangkok

membran amnion menempel jaringan episcleral di bawahnya. Lem fibrin juga telah

digunakan dalam autografts konjungtiva. 14,15

Namun berdasarkan penelitian, tingkat kekambuhan teknik sangat beragam,

diantaranya 2,6% dan 10,7% untuk pterigium primer dan setinggi 37,5% pterigium

berulang.14

o Simple Closure

13
Pinggir dari konjungtiva yang bebas dijahit bersama (efektif jika hanya

defek konjungtiva sangat kecil).

o Sliding Flap

Suatu insisi bentuk L dibuat sekitar luka untuk membentuk flap konjungtiva

untuk menutup luka.

o Rotational Flap

Insisi bentuk U dibuat di sekitar luka untuk membentuk lidah dari

konjungtiva yang diputar untuk menutup luka.

o Lamellar Keratoplasty

Excimer laser fototerapi keratektomi dan yang terbaru dengan mengunakan

gabungan steroid angiostatik.

3. Terapi Tambahan

Tingkat kekambuhan yang tinggi terkait dengan operasi terus menjadi

masalah, karena itu terapi tambahan telah dimasukkan ke dalam pengelolaan

pterigium. Studi telah menunjukkan bahwa tingkat kekambuhan telah berkurang

dengan penambahan terapi ini, tetapi ada komplikasi dari terapi tambahan ini.14

MMC telah digunakan sebagai pengobatan tambahan karena

kemampuannya untuk menghambat fibroblast. Efeknya mirip dengan iradiasi beta.

Namun, dosis minimal yang aman dan efektif belum ditemukan. Ada dua bentuk

MMC yang saat ini digunakan,yaitu aplikasi intraoperatif MMC langsung ke sklera

setelah eksisi pterigium, dan penggunaan obat tetes mata MMC topikal setelah

operasi. Beberapa penelitian sekarang menganjurkan penggunaan MMC hanya

intraoperatif untuk mengurangi toksisitas.16

14
Sehingga, untuk mencegah kekambuhan setelah operasi, dikombinasikan

pemberian:

- Mitomycin C 0,02% tetes mata (sitostatika) 2x1 tetes/hari selama 5

hari,bersamaan dengan pemberian dexamethasone 0,1% 4x1 tetes/hari

kemudian tappering off sampai 6 minggu.

- Mitomycin C 0,04% (0,4 mg/ml) 4x1 tetes/hari selama 14 hari,

diberikan bersamaan dengan salep mata dexamethasone

1.2.11 Komplikasi

Menurut Fisher, komplikasi pterigium antara lain17 :

1. Distrorsi dan penglihatan sentral berkurang

2. Mata merah

3. Iritasi

4. Scar (parut) kronis pada konjungtiva dan kornea

5. Pada pasien yang belum eksisi, scar pada otot rectus medial yang dapat

menyebabkan diplopia

Komplikasi setelah eksisi pterigium adalah:

1. Infeksi,reaksi bahan jahitan (benang),diplopia,scar kornea,konjungtiva

graft longgar,dan komplikasi yang jarang termasuk perforasi bola mata,

vitreous hemmorage atau retinal detachment-

2. Penggunaan mytomicin C setelah operasi dapat menyebabkan ektasis

pada sklera dan kornea.

3. Kekambuhan berulang

Komplikasi jangka panjang setelah operasi pterigium, yaitu:

15
1. Penipisan kornea atau sklera dapat terjadi bahkan puluhan tahun setelah

operasi. Penatalaksanaan kasus ini sangat sulit.

2. Beberapa kasus ,penggunaan MMC topikal sebagai terapi tambahan dan

setelah operasi pterigium menyebabkan kelainan seperti mencairnya

sklera dan atau kornea.

Komplikasi yang paling umum dari pterigium adalah kekambuhan setelah

operasi. Eksisi bedah sederhana memiliki tingkat kekambuhan tinggi sekitar 50-

80%. Tingkat kekambuhan telah dikurangi menjadi sekitar 5-15% dengan

penggunaan autografts konjungtiva atau lumbal atau transplantasi membran pada

saat eksisi. Meskipun jarang,degenerasi ganas jaringan epitel yang melapisi

pterigium dapat terjadi.

1.2.12 Prognosis

Penglihatan dan kosmetik setelah dieksisi adalah baik. Rasa tidak nyaman

pada hari pertama setelah operasi dapat ditoleransi, kebanyakan pasien setelah 48

jam setelah operasi dapat beraktivitas kembali. Pasien dengan pterigium berulang

dapat dilakukan eksisi ulang dan graft dengan konjungtiva autograft atau

transplantasi membran amnion. Sebaiknya dilakukan penyinaran dengan strontium

yang mengeluarkan sinar beta, dan apabila residif maka dapat dilakukan

pembedahan untuk mencegah kekambuhan pterigium (sekitar 50-80%).18

16

Das könnte Ihnen auch gefallen