Beruflich Dokumente
Kultur Dokumente
1102014172
Sasaran belajar :
LI.5 Memahami dan Menjelaskan Kebutuhan Kalori pada Penderita Diabetes Melitus
LI.6 Memahami dan Menjelaskan Makan Halal dan Baik Menurut Islam
2
LI 1. Memahami dan menjelaskan Anatomi Pankreas
1.1 Memahami dan Menjelaskan Anatomi Pankreas secara Makroskopik
Pankreas merupakan organ yang memanjang, terletak di epigastrium, kuadran kiri
atas. Srtukturnya lunak, berlobus, terletak pada dinding posterior abdomen dibelakang
peritoneum menyilang planum transpyloricum.
Pankreas dibagi menjadi :
Caput : bentuknya seperti cakram, terletak didalam bagian cekung abdomen. Sebagian
kaput meluas ke kiri belakang arteri dan vena mesentrika superior di sebut processus
uncinatus.
Collum : bagian pankreas mengecil, menghubungkan kaput dan corpus. Terletak di
depan pangkal vene porta hepatis dan tempat dipercabangkannya arteri mesentrika
superior dari aorta.
Corpus : berjalan ke atas dan kiri, menyilang garis tengah pada potongan melintang
sedikit berbentuk segitiga.
Cauda : berjalan ke depan menuju ligamentum lienorenale dan mengadakan hubungan
dengan hilum renale.
Ductus pankreaticus
ductus pankreaticus dari cauda pankreas berjalan disepanjang kelenjar,
menerima banyak cabang dari perjalanannya. Bermuara ke pars descendens
duodenum bersama ductus choledokus papila duodeni major. Kadang –
kadang muaranya terpisah dengan ductus choledokus.
Ductus pankreaticus accesorius ( bila ada ), mengalirkan getah pankreas dari
bagian atas caput keduodenum sedikit di atas muara ductus pankreaticus
menuju papilla duodeni minor.
Perdarahan
Arteri : arteri lienalis, arteri pancreaticiduodenalis superior dan inferior
3
Vena : sesuai dengan arterinya mengalirkan darah ke sistim porta
Persarafan
Berasal dari serabut – serabut saraf simpatis dan parasimpatis (vagus)
4
dikeluarkan. Proses ini menghasilkan proinsulin dengan berat molekul 9000 yang
menyediakan bentuk yang diperlukan bagi pembentukan jembatan disulfide yang
sempurna. Penyusunan proinsulin, yang dimulai dari bagian terminal amino, adalah
rantai B – peptide C penghubung rantai A. molekul proinsulin menjalani serangkaian
pemecahan peptide tapak- spesifik sehingga terbentuk insulin yang matur dan peptide
C dalam jumlah yang seimbang dan disekresikan dari granul sekretorik pada sel beta
pancreas.
Glucose Ca2+
K+ channel Channel Insulin
GLUT-2 shut
Release
Opens
Glucose K+
↑↑
Glucose-6-phosphate Insulin + C peptide
Depolarization Cleavage
of membrane enzymes
ATP Proinsulin
Glucose signaling
preproinsulin
Preproinsulin
B. cell Insulin Synthesis
c. Aksi insulin
Insulin mempunyai fungsi penting pada berbagai proses metabolisme dalam
tubuh terutama metabolisme karbohidrat. Hormon ini sangat krusial perannya dalam
5
proses utilisasi glukosa oleh hampir seluruh jaringan tubuh, terutama pada otot,
lemak, dan hepar.
Pada jaringan perifer seperti jaringan otot dan lemak, insulin berikatan dengan
sejenis reseptor (insulin receptor substrate = IRS) yang terdapat pada membran sel
tersebut. Ikatan antara insulin dan reseptor akan menghasilkan semacam sinyal yang
berguna bagi proses regulasi atau metabolisme glukosa didalam sel otot dan lemak,
meskipun mekanisme kerja yang sesungguhnya belum begitu jelas. Setelah berikatan,
transduksi sinyal berperan dalam meningkatkan kuantitas GLUT-4 (glucose
transporter-4) dan selanjutnya juga pada mendorong penempatannya pada membran
sel. Proses sintesis dan translokasi GLUT-4 inilah yang bekerja memasukkan glukosa
dari ekstra ke intrasel untuk selanjutnya mengalami metabolism (Gb. 3). Untuk
mendapatkan proses metabolisme glukosa normal, selain diperlukan mekanisme serta
dinamika sekresi yang normal, dibutuhkan pula aksi insulin yang berlangsung normal.
Rendahnya sensitivitas atau tingginya resistensi jaringan tubuh terhadap insulin
merupakan salah satu faktor etiologi terjadinya diabetes, khususnya diabetes tipe 2.
Baik atau buruknya regulasi glukosa darah tidak hanya berkaitan dengan
metabolisme glukosa di jaringan perifer, tapi juga di jaringan hepar dimana GLUT-2
berfungsi sebagai kendaraan pengangkut glukosa melewati membrana sel kedalam
sel. Dalam hal inilah jaringan hepar ikut berperan dalam mengatur homeostasis
glukosa tubuh. Peninggian kadar glukosa darah puasa, lebih ditentukan oleh
peningkatan produksi glukosa secara endogen yang berasal dari proses
glukoneogenesis dan glikogenolisis di jaringan hepar. Kedua proses ini berlangsung
secara normal pada orang sehat karena dikontrol oleh hormon insulin. Manakala
jaringan ( hepar ) resisten terhadap insulin, maka efek inhibisi hormon tersebut
terhadap mekanisme produksi glukosa endogen secara berlebihan menjadi tidak lagi
optimal. Semakin tinggi tingkat resistensi insulin, semakin rendah kemampuan
inhibisinya terhadap proses glikogenolisis dan glukoneogenesis, dan semakin tinggi
tingkat produksi glukosa dari hepar.
6
1. binding ke reseptor, 2. translokasi GLUT 4 ke membran sel, 3. transportasi glukosa
meningkat, 4.disosiasi insulin dari reseptor, 5. GLUT 4 kembali menjauhi membran,
6. kembali kesuasana semula.
d. Mekanisme kerja insulin
1. Efek pada karbohidrat
Insulin memiliki empat efek yang dapat menurunkan kadar glukosa darah dan
meningkatkan penyimpanan karbohidrat :
Insulin mempermudah masuknya glukosa kedalam sebagian besar sel.
Beberapa jaringan yang tidak tergantung insulin yaitu otak, otot yang aktif,
hati.
Insulin merangsang glikogenesis, pembentukan glikogen dari glukosa, baik di
otot maupun hati
Insulin menghambat glikogenolisis , penguraian glikogen menjadi glukosa
(glukagon) . dengan menghambat penguraian glikogen, insulin meningkatkan
penyimpanan karbohidrat dan menurunkan penguraian glukosa oleh hati
Insulin menghambat glukoneogenesis untuk menurunkan pengeluaran
glukosa oleh hati.
Dengan dua cara :
Menurunkan jumlah asam amino didalam darah yang tersedia bagi hati untuk
glukoneogenesis
Menghambat enzim – enzim hati yang diperlukan untuk mengubah asam
amino menjadi glukosa
7
Insulin meningkatkan kecepatan penggabungan asam amino kedalam
protein dengan merangsang perangkat pembuat protein didalam sel
Insulin menghambat penguraian protein
Akibat kolektif efek ini adalah efek anabolik protein . karena itu, insulin esensial
bagi pertumbuhan normal
Biokimia insulin
Insulin adalah hormone yang disekresi oleh sel-sel beta pancreas dan merupakan
polipeptida yang terdiri atas dua rantai, yaitu rantai A dan B., yang saling dihubungkan
oleh dua jembatan disulfide antar-rantai yang menghubungkan A7 ke B7 dan A20 ke
B19. Jembatan disulfide intra-rantai yang ketiga menghubungkan residu 6 dan 11 pada
rantai A. Lokasi ketiga jembatan disulfide ini selalu tetap dan rantai A serta B masinbg-
masing mempunyai 21 dan 30 asam amino pada sebagian besar spesies.
Insulin disintesis sebagai preprohormon (berat molekul sekitar 11.500) dan
merupakan prototype untuk peptide yang diproses dari molekul precursor yang lebih
besar. Rangkaian pre- yang bersifat hidrofobik dengan 23 asam amino mengarahkan
molekul tersebut ke dalam sisterna reticulum endoplasma dan kemudian dikeluarkan.
Proses ini menghasilkan molekul proinsulin dengan berat molekul 9000 yang
menyediakan bentuk yang diperlukan bagi pembentukan jembatan disulfide yang
sempurna. Molekul proinsulin menjalani serangkaian pemecahan peptide yang tapak-
spesifik sehingga terbentuk insulin yang matur dan peptide C dengan jumlah ekuimolar.
8
Penelitian dengan rentang tahun 1980 hingga tahun 2000 terjadi peningkatan prevalensi yang
sangat tajam. Penelitian di Jakarta (urban) 1,7 % pada tahun 1982, 5,7 % pada tahun 1993,
12,8 % pada tahun 2001.
Data Badan Pusat Statistik Indonesia tahun 2003, penduduk yang berusia < 20 tahun (jumlah
133 juta jiwa) 14,7 % dari daerah urban dan 7,2 % dari daerah rural, jadi diperkirakan 8,2 juta
penyandang diabetes daerah urban dan 5,5 juta di daerah rural.
(PERKENI, 2006)
3.3 Etiologi
Diabetes tipe-2 terjadi saat tubuh mulai resistant terhadap insulin atau saat pancreas berhenti
memproduksi insuin yang cukup. Lebih tepatnya mengapa ini bisa terjadi masih belum
diketahui, Namun faktor genetic dan lingkungan seperti kelebihan berat badan dan kurangnya
aktivitas menjadi faktor kontribusi.
(http://www.mayoclinic.org/diseases-conditions/type-2-diabetes/basics/causes/con-20031902
accessed on 10 September 2014 at 20.30)
3.4 Klasifikasi
1. Diabetes tipe 1
a. Diperantarai oleh sistem imun (tipe 1A)
b. Idiopatik
2. Diabetes tipe 2
3. Tipe diabetes spesifik lainnya
A. Defek genetic fungsi* sel beta yang ditandai dengan mutasi di
1. Hepatocyte nuclear transcription factor (HNF) 4 alfa
2. Glukokinase
3. Hepatocyte nuclear transcription factor 1 alfa
4. Insulin promoter factor
B. Defek genetic pada kerja insulin (missal, resistensi insulin tipe A)
C. Penyakit pada pancreas eksokrin: pankreatitis, pankreatektomi, neoplasia, fibrosis
kistik, hemokromatosis
D. Endokrinopati: Sindrom cushing, akromegali, feokromositoma, hipertiroidisme,
glukagonoma
E. Obat tau bahan kimia: glukokortikoid, thiazide, dan lain-lain.
F. Infeksi: rubella kongenital, sitomegalovirus, coxsackievirus, lain-lain
G. Bentuk jarang diabetes imunologik: sindrom “Stiff man”, antibody anti reseptor
insulin.
9
H. Sindrom genetic lain yang berkaitan dengan diabetes: Sindrom down, sindrom
klinefelter, lain-lain.
4. Diabetes mellitus gestasional
3.5 Patofisiologi
Pada diabetes ini terdapat dua masalah utama yang berhubungan dengan insulin
yaitu resistensi insulin dan gangguan sekresi insulin. Normalnya insulin akan terikat
denganreseptor khusus pada permukaan sel. Sebagai akibat terikatnya insulin dengan
resptor tersebut, terjadi suatu rangkaian reaksi dalam metabolisme glukosa dalam sel.
Resistensi insulin pada diabetes tipe II disertai dengan penurunan reaksi intrasel ini.
Dengan demikian insulin menjadi tidak efektif untuk menstimulasi pengambilan glukosa
oleh jaringan.Untuk mengatasi resistensi insulin dan mencegah terbentuknya glukosa dalam
darah, harus terdapat peningkatan insulin yang disekresikan. Pada penderita toleransi
terganggu, keadaan ini terjadi karena sekresi insulin yang berlebihan dan kadar glukosa
akan dipertahankan pada tingkat yang normal atau sedikit meningkat. Namun apabila sel
tidak mampu mengimbangi peningkatan insulin, maka kadar glukosa akan meningkat dan
terjadi diabetes tipe II. Namun masih terdapat insulin dengan jumlah yang adekuat
untuk mencegah pemecahan lemak dan protein, harus terdapat peningkatan insulin yang
disekresikan. Meskipun demikian diabetes tipe II yang tidak terkontrol akan menyebabkan
masalah akut lainnya yang dinamakan sindrom hiperglikemik hiperosmoler
nonketotik (NHNK).
Diabetes tipe II sering terjadi pada usia lebih dari 30 tahun dan obesitas. Akibat
toleransi yang lambat dan progresif maka awitan diabetes tipe II dan berjalan tanpa terdeteksi. Gejalanya
sering bersifat ringan dan dapat mencakup kelelahan, iritabilitas, poliuria, polidipsia, luka
pada kulit yang lama sembuhnya.
10
Gejala khas DM: Poliuria, polidipsia, polifagia dan berat badan menurun tanpa sebab
yang jelas.
Gejala tidak khas DM: lemas, kesemutan, luka yang sulit sembuh, gatal, mata kabur,
disfungsi ereksi (pria), pruritus vulva (wanita)
11
3.7 Diagnosis dan Diagnosis Banding
Pemeriksaan Fisik
PLeg adalah systolic blood pressure dari dorsalis pedis atau posterior tibial arteries dan
PArm adalah nilai tertinggi dari tangan kiri dan kanan brachial systolic blood pressure
Pemeriksaan funduskopi
Pemeriksaan rongga mulut dan kelenjar tiroid
Pemeriksaan jantung
Evaluasi nadi, baik secara palpasi maupun dengan stetoskop
Pemeriksaan ekstremitas atas dan bawah, termasuk jari
o Arteri dorsalis pedis dan tibialis posterior pulsasi harus diraba Hal ini sangat penting
pada pasien yang memiliki infeksi pada kaki, karena tungkai yang jelek aliran
darahnya dapat memperlambat penyembuhan dan meningkatkan risiko amputasi.
o Pemeriksaan ekstremitas bawah neuropati sensorik berguna pada pasien dengan ulkus
pada kaki karena adanya penurunan sensasi yang membatasi kemampuan pasien
untuk melindungi kaki dan pergelangan kaki. Hal ini dapat dinilai dengan
monofilamen Weinstein Semmes atau dengan pemeriksaan refleks, posisi, dan / atau
sensasi getaran.
12
Jika neuropathy perifer ditemukan, pasien harus dibuat sadar bahwa perawatan kaki
(temasuk pemeriksaan kaki harian) sangat penting untuk mencegah ulkus kaki dan
menghindari amputasi tungkai bawah.
Pemeriksaan kulit (acantosis nigrican dan bekas tempat penyuntikan insulin) dan
pemeriksaan neurologis
Tanda-tanda penyakit lain yang dapat menimbulkan DM tipe-lain
Pemeriksaan Penunjang
TTGO
Tes toleransi glukosa oral/TTGO (oral glucose tolerance test, OGTT) dilakukan pada kasus
hiperglikemia yang tidak jelas; glukosa sewaktu 140-200 mg/dl, atau glukosa puasa antara 110-
126 mg/dl, atau bila ada glukosuria yang tidak jelas sebabnya. Uji ini dapat diindikasikan pada
penderita yang gemuk dengan riwayat keluarga diabetes mellitus; pada penderita penyakit
vaskular, atau neurologik, atau infeksi yang tidak jelas sebabnya.
TTGO juga dapat diindikasikan untuk diabetes pada kehamilan (diabetes gestasional). Banyak di
antara ibu-ibu yang sebelum hamil tidak menunjukkan gejala, tetapi menderita gangguan
metabolisme glukosa pada waktu hamil. Penting untuk menyelidiki dengan teliti metabolisme
glukosa pada waktu hamil yang menunjukkan glukosuria berulangkali, dan juga pada wanita
hamil dengan riwayat keluarga diabetes, riwayat meninggalnya janin pada kehamilan, atau
riwayat melahirkan bayi dengan berat lahir > 4 kg. Skrining diabetes hamil sebaiknya dilakukan
pada umur kehamilan antara 26-32 minggu. Pada mereka dengan risiko tinggi dianjurkan untuk
dilakukan skrining lebih awal.
Prosedur
Selama 3 hari sebelum tes dilakukan penderita harus mengkonsumsi sekitar 150 gram Cara
pelaksanaan TTGO (WHO, 1994):
• Tiga hari sebelum pemeriksaan, pasien tetap makan seperti kebiasaan sehari-hari (dengan
karbohidrat yang cukup) dan tetap melakukan kegiatan jasmani seperti biasa
• Berpuasa paling sedikit 8 jam (mulai malam hari) sebelum pemeriksaan, minum air putih
tanpa gula tetap diperbolehkan
• Diperiksa kadar glukosa darah puasa
• Diberikan glukosa 75 gram (orang dewasa), atau 1,75 gram/ kgBB (anak-anak),
dilarutkan dalam air 250 mL dan diminum dalam waktu 5 menit
• Berpuasa kembali sampai pengambilan sampel darah untuk pemeriksaan 2 jam setelah
minum larutan glukosa selesai
• Diperiksa kadar glukosa darah 2 (dua) jam sesudah beban glukosa
• Selama proses pemeriksaan harus istirahat dan tidak merokok
2
Apabila hasil pemeriksaan tidak memenuhi kriteria normal atau DM, bergantung pada hasil yang
diperoleh, maka dapat digolongkan ke dalamkelompok toleransi glukosa terganggu (TGT) atau
glukosa darah puasa terganggu (GDPT).
1. TGT: Diagnosis TGT ditegakkan bila setelah pemeriksaan TTGO didapatkan glukosa plasma
2 jam setelah beban antara 140 – 199 mg/dL (7,8-11,0 mmol/L).
Kriteria diagnostik WHO untuk diabetes mellitus pada sedikitnya 2 kali pemeriksaan :
1. Glukosa plasma sewaktu >200 mg/dl (11,1 mmol/L)
2. Glukosa plasma puasa >140 mg/dl (7,8 mmol/L)
3.. Glukosa plasma dari sampel yang diambil 2 jam kemudian sesudah mengkonsumsi 75 gr
karbohidrat (2 jam post prandial (pp) > 200 mg/dl
Interpretasi
3
kadar 2 jam antara 126-180 mg/dl (7.0-10.0 mmol/L). Terdapat glukosuria, walaupun tak selalu
ada dalam sampel puasa.
Pada diabetes gestasional, glukosa puasa normal, glukosa 1 jam 165 mg/dl (9.2 mmol/L),
dan glukosa 2 jam 145 mg/dl (8.0 mmol/L).
Pada banyak kasus diabetes, tidak ada puncak 1 jam karena kadar glukosa darah
meningkat pada keseluruhan waktu tes. Kurva diabetik dari jenis yang sama dijumpai pada
penyakit Cushing yang berat.
Toleransi glukosa yang lemah didapatkan pada obesitas (kegemukan), kehamilan lanjut
(atau karena kontrasepsi hormonal), infeksi yang berat (terutama staphylococci, sindrom
Cushing, sindrom Conn, akromegali, tirotoksikosis, kerusakan hepar yang luas, keracunan
menahun, penyakit ginjal kronik, pada usia lanjut, dan pada diabetes mellitus yang ringan atau
baru mulai.
Tes toleransi glukosa yang ditambah dengan steroid dapat membantu mendeteksi diabetes
yang baru mulai. Pada pagi dini sebelum TTGO dilaksanakan, penderita diberikan 100 mg
kortison, maka glukosa darah pada 2 jam bisa meningkat di atas 138.8 mg/dl (7.7 mmol/L) pada
orang-orang yang memiliki potensi menderita diabetes.
Kadar glukosa darah puasa normal. Terdapat peningkatan glukosa darah yang curam.
Kadar puncak dijumpai pada waktu ½ jam di atas 180 mg/dl (10 mmol/L). Kemudian kadar
menurun tajam dan tingkatan hipoglikemia dicapai sebelum waktu 2 jam. Terdapat kelambatan
dalam memulai homeostasis normal, terutama penyimpanan glukosa sebagai glikogen. Biasanya
ditemukan glukosuria transien.
Kurva seperti ini dijumpai pada penyakit hepar tertentu yang berat dan kadang-kadang
para tirotoksikosis, tetapi lebih lazim terlihat karena absorbsi yang cepat setelah gastrektomi,
gastroenterostomi, atau vagotomi. Kadang-kadang dapat dijumpai pada orang yang normal.
Kadar glukosa puasa normal atau rendah, dan pada keseluruhan waktu tes kadarnya tidak
bervariasi lebih dari ± 180 mg/dl (1.0 mmol/L). Kurva ini bisa terlihat pada penderita miksedema
(yang mengurangi absorbsi karbohidrat) atau yang menderita antagonis insulin seperti pada
penyakit Addison dan hipopituarisme. Tidak ada glukosuria. Kurva yang rata juga sering
dijumpai pada penyakit seliak. Pada glukosuria renal, kurva toleransi glukosa bisa rata atau
ormal tergantung pada kecepatan hilangnya glukosa melalui urine.
4
Sampling untuk Pemeriksaan Kadar Gula Darah
Untuk glukosa darah puasa, pasien harus berpuasa 6--12 jam sebelum diambil darahnya.
Setelah diambil darahnya, penderita diminta makan makanan seperti yang biasa dia
makan/minum glukosa per oral (75 gr ) untuk TTGO, dan harus dihabiskan dalam waktu 15--20
menit. Dua jam kemudian diambil darahnya untuk pemeriksaan glukosa 2 jam PP.
Metode pemeriksaan gula darah meliputi metode reduksi, enzimatik, dan lainnya. Yang
paling sering dilakukan adalah metode enzimatik, yaitu metode glukosa oksidase (GOD) dan
metode heksokinase.
Metode GOD banyak digunakan saat ini. Akurasi dan presisi yang baik (karena enzim
GOD spesifik untuk reaksi pertama), tapi reaksi kedua rawan interferen (tak spesifik). Interferen
yang bisa mengganggu antara lain bilirubin, asam urat, dan asam askorbat.
Metode heksokinase juga banyak digunakan. Metode ini memiliki akurasi dan presisi
yang sangat baik dan merupakan metode referens, karena enzim yang digunakan spesifik untuk
glukosa.8 Untuk mendiagosa DM, digunakan kriteria dari konsensus Perkumpulan
Endokrinologi Indonesia tahun 1998 (PERKENI 1998)
Yang digunakan adalah kadar glukosa darah puasa, 2 jam PP, dan pemeriksaan glycated
hemoglobin, khususnya HbA1C, serta pemeriksaan fruktosamin.2,3,4,7,10 Pemeriksaan
fruktosamin saat ini jarang dilakukan karena pemeriksaan ini memerlukan prosedur yang
memakan waktu lama.7 Pemeriksaan lain yang bisa dilakukan ialah urinalisa rutin. Pemeriksaan
ini bisa dilakukan sebagai self-assessment untuk memantau terkontrolnya glukosa melalui
reduksi urin.
Pemeriksaan HbA1C
HbA1C adalah komponen Hb yang terbentuk dari reaksi non-enzimatik antara glukosa
dengan N terminal valin rantai b Hb A dengan ikatan Almidin. Produk yang dihasilkan ini
5
diubah melalui proses Amadori menjadi ketoamin yang stabil dan ireversibel.7,10,11 Metode
pemeriksaan HbA1C: ion-exchange chromatography, HPLC (high performance liquid
chromatography), Electroforesis, Immunoassay, Affinity chromatography, dan analisis kimiawi
dengan kolorimetri.
Metode Ion Exchange Chromatography: harus dikontrol perubahan suhu reagen dan
kolom, kekuatan ion, dan pH dari bufer. Interferens yang mengganggu adalah adanya HbS dan
HbC yang bisa memberikan hasil negatif palsu.
Metode HPLC: prinsip sama dengan ion exchange chromatography, bisa diotomatisasi, serta
memiliki akurasi dan presisi yang baik sekali. Metode ini juga direkomendasikan menjadi
metode referensi.
Metode agar gel elektroforesis: hasilnya berkorelasi baik dengan HPLC, tetapi presisinya
kurang dibanding HPLC. Hb F memberikan hasil positif palsu, tetapi kekuatan ion, pH, suhu,
HbS, dan HbC tidak banyak berpengaruh pada metode ini.
Metode Immunoassay (EIA): hanya mengukur HbA1C, tidak mengukur HbA1C yang
labil maupun HbA1A dan HbA1B, mempunyai presisi yang baik.
Metode Affinity Chromatography: non-glycated hemoglobin serta bentuk labil dari HbA1C tidak
mengganggu penentuan glycated hemoglobin, tak dipengaruhi suhu. Presisi baik. HbF, HbS,
ataupun HbC hanya sedikit mempengaruhi metode ini, tetapi metode ini mengukur keseluruhan
glycated hemoglobin, sehingga hasil pengukuran dengan metode ini lebih tinggi dari metode
HPLC.
Metode Kolorimetri: waktu inkubasi lama (2 jam), lebih spesifik karena tidak
dipengaruhi non-glycosylated ataupun glycosylated labil. Kerugiannya waktu lama, sampel
besar, dan satuan pengukuran yang kurang dikenal oleh klinisi, yaitu m mol/L.
Interpertasi Hasil Pemeriksaan HbA1C
HbA1C akan meningkat secara signifikan bila glukosa darah meningkat. Karena itu,
HbA1C bisa digunakan untuk melihat kualitas kontrol glukosa darah pada penderita DM
(glukosa darah tak terkontrol, terjadi peningkatan HbA1C-nya ) sejak 3 bulan lalu (umur
eritrosit). HbA1C meningkat: pemberian Tx lebih intensif untuk menghindari komplikasi.
Nilai yang dianjurkan PERKENI untuk HbA1C (terkontrol): 4%-5,9%.4 Jadi, HbA1C
penting untuk melihat apakah penatalaksanaan sudah adekuat atau belum.1,18 Sebaiknya,
penentuan HbA1C ini dilakukan secara rutin tiap 3 bulan sekali.
6
Alur diagnostik DM
Bagan 1. Langkah-langkah diagnosis DM dan gangguan toleransi glukosa
DIAGNOSIS BANDING
a. Cystic fibrosis
b. Diabetes mellitus tipe I
c. Ketoasidosis diabetic
d. Drug-induced glucose intolerance
e. Gestational diabetes
f. Glucose intolerance
g. Pancreatitis
3.8 Penatalaksanaan
Tujuan penatalaksanaan secara umum adalah meningkatnya kualitas hidup penyandang
diabetes. Adapun tujuan penatalaksaannya terbagi atas :
Jangka pendek hilangnya keluhan dan tanda DM, mempertahankan rasa nyaman dan
tercapainya target pengendalian glukosa darah.
7
Jangka panjang tercegah dan terhambatnya progresivitas penyulit mikroangiopati,
makroangiopati dan neuropati. Tujuan akhir pengelolaan adalah turunnya morbiditas dan
mortalitas DM.
Untuk mencapai tujuan tersebut perlu dilakukan pengendalian glukosa darah, tekanan
darah, berat badan dan profil lipid, melalui pengelolaan pasien secara holistik dengan
mengajarkan perawatan mandiri dan perubahan perilaku. (PERKENI, 2006)
1. Edukasi
Prinsip yang perlu diperhatikan pada proses edukasi diabetes adalah: (PERKENI,
2006)
Memberikan dukungan dan nasehat yang positif serta hindari terjadinya kecemasan
Memberikan informasi secara bertahap, dimulai dengan hal-hal yang sederhana
Lakukan pendekatan untuk mengatasi masalah dengan melakukan simulasi
Diskusikan program pengobatan secara terbuka, perhatikan keinginan pasien. Berikan
penjelasan secara sederhana dan lengkap tentang program pengobatan yang diperlukan
oleh pasien dan diskusikan hasil pemeriksaan laboratorium
Lakukan kompromi dan negosiasi agar tujuan pengobatan dapat diterima
Berikan motivasi dengan memberikan penghargaan
Libatkan keluarga/ pendamping dalam proses edukasi
Perhatikan kondisi jasmani dan psikologis serta tingkat pendidikan
pasien dan keluarganya
Gunakan alat bantu audio visual
Edukasi dengan tujuan promosi hidup sehat, perlu selalu dilakukan sebagai bagian dari
upaya pencegahan dan merupakan bagian yang sangat penting dari pengelolaan DM secara
holistik. Materi edukasi terdiri dari materi edukasi tingkat awal dan materi edukasi tingkat
lanjutan. Edukasi yang diberikan kepada pasien meliputi pemahaman tentang: (PERKENI, 2006)
8
Cara mempergunakan fasilitas perawatan kesehatan.
9
3. Latihan jasmani
Kegiatan jasmani sehari-hari dan latihan jasmani secara teratur (3-4 kali seminggu selama
kurang lebih 30 menit), merupakan salah satu pilar dalam pengelolaan DM tipe 2. Latihan
jasmani selain untuk menjaga kebugaran juga dapat menurunkan berat badan dan memperbaiki
sensitivitas insulin, sehingga akan memperbaiki kendali glukosa darah. (PERKENI, 2006)
Prinsip latihan jasmani bagi diabetes, persis sama dengan prinsip latihan jasmani secara
umum, yaitu memenuhi beberapa hal, seperti : frekuensi, intensitas, durasi, dan jenis. (IPD,
2009)
Frekuensi: Jumlah olahraga per minggu sebaiknya dilakukan dengan teratur 3-5 kali per
minggu
Intensitas: ringan dan sedang ( 60-70 % Maximum Heart Rate )
Untuk menentukan Maximum Heart Rate (MHR) yaitu : 220-umur. Setelah MHR
didapatkan, dapat ditentukan THR (target Heart Rate). Sebagai contoh : suatu latihan bagi
diabetisi berumur 50 tahun didasarkan sebesar 75%, maka THR = 75% x ( 220-60) = 120.
Dengan demikian, diabetisi tersebut dalam menjalankan latihan jasmani, sasaran denyut
nadinya adalah sekitar 120x/menit.
Durasi : 30 – 60 menit
Jenis : latihan jasmani endurans (aerobic) untuk meningkatkan kemampuan
kardiorespirasi seperti jalan, jogging, berenang, dan bersepeda
4. Intervensi farmakologis
Intervensi farmakologis ditambahkan jika sasaran glukosa darah belum tercapai dengan
pengaturan makan dan latihan jasmani (PERKENI, 2006).
3.9. Komplikasi
10
2. Keto Asidosis Diabetika (KAD) yaitu DM dengan asidosis metabolic dan
hiperketogenesis
3. Koma Lakto Asidosis yaitu penurunan kesadaran hipoksia yang ditimbulkan oleh
hiperlaktatemia.
4. Koma Hiperosmolar Non Ketotik, gejala sama dengan no 2 dan 3 hanya saja tidak
ada hiperketogenesis dan hiperlaktatemia.
B. Komplikasi kronis :
Biasanya terjadi pada penderita DM yang tidak terkontrol dalam jangka waktu kurang
lebih 5 tahun. Dapat dibagi berdasarkan pembuluh darah serta persarafan yang kena atau
berdasakan organ. Pembagian secara sederhana sebagai berikut :
1. Makroangiopati, mengenai pembuluh darah besar (pembuluh darah yang dapat dilihat
secara mikroskopis) antara lain pembuluh darah jantung / Penyakit Jantung Koroner,
pembuluh darah otak /stroke, dan pembuluh darah tepi / Peripheral Artery Disease.
2. Mikroangiopati, mengenai pembuluh darah mikroskopis antara lain retinopati
diabetika (mengenai retina mata) dan nefropati diabetika (mengenai ginjal).
3. Neuropati, mengenai saraf tepi. Penderita bisa mengeluh rasa pada kaki/tangan
berkurang atau tebal pada kaki atau kaki terasa terbakar/bergetar sendiri.
Selain di atas, komplikasi kronis DM dapat dibagi berdasarkan organ yang terkena yaitu:
1. Kulit : Furunkel, karbunkel, gatal, shinspot (dermopati diabetik: bercak hitam di kulit
daerah tulang kering), necrobiosis lipoidica diabeticorum (luka oval, kronik, tepi
keputihan), selulitis ganggren,
2. Kepala/otak : stroke, dengan segala deficit neurologinya
3. Mata :Lensa cembung sewaktu hiperglikemia (myopia-reversibel,katarax
irreversible), Glaukoma, perdarahan corpus vitreus, Retinopati DM (non
proliperative, makulopati, proliferatif), N 2,3,6 (neuritis optika) & nerve centralis lain
4. Hidung : penciuman menurun
5. Mulut :mulut kering, ludah kental = verostamia diabetic, Lidah (tebal, rugae,
gangguan rasa), ginggiva (edematus, merah tua, gingivitis, atropi), periodontium
(makroangiopati periodontitis), gigi (caries dentis)
6. Jantung : Penyakit Jantung Koroner, Silent infarction 40% kr neuropati otonomik,
kardiomiopati diabetika (Penyakit Jantung Diabetika)
7. Paru : mudah terjangkit Tuberculosis (TB) paru dengan berbagai komplikasinya.
8. Saluran Cerna : gastrointestinal (neuropati esofagus, gastroparese diabetikum
(gastroparese diabeticum), gastroatropi, diare diabetic)
9. Ginjal dan saluran kencing : neuropati diabetik, sindroma kiemmelstiel Wilson,
pielonefritis, necrotizing pappilitis, Diabetic Neurogenic Vesical Disfunction, infeksi
saluran kencing, disfungsi ereksi/ impotensi, vulvitis.
11
10. Saraf perifer : parestesia, anestesia, gloves neuropati, stocking, neuropati, kramp
11. Sendi : poliarthritis
12. Kaki diabetika (diabetic foot), merupakan kombinasi makroangiopati, mikroangopati,
neuropati dan infeksi pada kaki.
Komplikasi akut:
1. Ketoasidosis diabetik (KAD)
Merupakan komplikasi akut diabetes yang ditandai denganpeningkatan kadar
glukosa darah yang tinggi (300-600 mg/dL),disertai dengan adanya tanda dan
gejala asidosis dan plasmaketon(+) kuat. Osmolaritas plasma meningkat (300-320
mOs/mL) dan terjadi peningkatan anion gap
2. Status Hiperglikemi Hiperosmolar (SHH)
Pada keadaan ini terjadi peningkatan glukosa darah sangattinggi (600-1200
mg/dL), tanpa tanda dan gejala asidosis, os-molaritas plasma sangat meningkat
(330-380 mOs/mL), plasmaketon (+/-), anion gap normal atau sedikit
meningkat.Catatan:kedua keadaan (KAD dan SHH) tersebut mempunyai
angkamorbiditas dan mortalitas yang tinggi. Memerlukan perawatandi rumah
sakit guna mendapatkan penatalaksanaan yang memadai.
3. Hipoglikemia
Hipoglikemia dan cara mengatasinya
Hipoglikemia ditandai dengan menurunnya kadar glukosadarah < 60
mg/dL
Bila terdapat penurunan kesadaran pada penyandangdiabetes harus selalu
dipikirkan kemungkinan terjadinyahipoglikemia. Hipoglikemia paling
sering disebabkan olehpenggunaan sulfonilurea dan insulin. Hipoglikemia
akibatsulfonilurea dapat berlangsung lama, sehingga harus dia-wasi
sampai seluruh obat diekskresi dan waktu kerja obattelah habis.
Terkadang diperlukan waktu yang cukup lamauntuk pengawasannya (24-
72 jam atau lebih, terutama padapasien dengan gagal ginjal kronik atau
yang mendapatkan terapi dengan OHO kerja panjang). Hipoglikemia pada
usialanjut merupakan suatu hal yang harus dihindari,
mengingatdampaknya yang fatal atau terjadinya kemunduran
mentalbermakna pada pasien. Perbaikan kesadaran pada DM usialanjut
sering lebih lambat dan memerlukan pengawasan yang lebih lama.
Gejala hipoglikemia terdiri dari gejala adrenergik (berdebar-debar,
banyak keringat, gemetar, dan rasa lapar) dan gejalaneuro-glikopenik
(pusing, gelisah, kesadaran menurun sam-pai koma).
Hipoglikemia harus segera mendapatkan pengelolaan yangmemadai. Bagi
pasien dengan kesadaran yang masih baik,diberikan makanan yang
mengandung karbohidrat atau mi-numan yang mengandung gula berkalori
atau glukosa 15-20gram melalui intra vena. Perlu dilakukan pemeriksaan
12
ulangglukosa darah 15 menit setelah pemberian glukosa. Gluk-agon
diberikan pada pasien dengan hipoglikemia berat.
Untuk penyandang diabetes yang tidak sadar, sementaradapat diberikan
glukosa 40% intravena terlebih dahulu se-bagai tindakan darurat, sebelum
dapat dipastikan penyebabmenurunnya kesadaran.
Komplikasi kronik:
1. Makroangiopati
Pembuluh darah jantung
Pembuluh darah tepi: penyakit arteri perifer sering terjadipada
penyandang diabetes. Biasanya terjadi dengan gejala tipikal claudicatio
intermittent, meskipun sering tanpagejala. Terkadang ulkus iskemik kaki
merupakan kelainanyang pertama muncul.
Pembuluh darah otak
2. Mikroangiopati:
Retinopati diabetic
Kendali glukosa dan tekanan darah yang baik akan me-ngurangi risiko
dan memberatnya retinopati. Terapi aspi-rin tidak mencegah timbulnya
retinopati
Nefropati diabetic
Kendali glukosa dan tekanan darah yang baik akan me-ngurangi risiko
nefropati
Pembatasan asupan protein dalam diet (0,8 g/kgBB) jugaakan
mengurangi risiko terjadinya nefropati
3. Neuropati
Komplikasi yang tersering dan paling penting adalah neu-ropati perifer,
berupa hilangnya sensasi distal. Berisikotinggi untuk terjadinya ulkus
kaki dan amputasi.
Gejala yang sering dirasakan kaki terasa terbakar danbergetar sendiri, dan
lebih terasa sakit di malam hari.
Setelah diagnosis DM ditegakkan, pada setiap pasien perludilakukan
skrining untuk mendeteksi adanya polineuropatidistal dengan
pemeriksaan neurologi sederhana, dengan monofilamen 10 gram
sedikitnya setiap tahun.
Apabila ditemukan adanya polineuropati distal, perawatankaki yang
memadai akan menurunkan risiko amputasi.
Untuk mengurangi rasa sakit dapat diberikan duloxetine,antidepresan
trisiklik, atau gabapentin.
Semua penyandang diabetes yang disertai neuropati peri-fer harus
diberikan edukasi perawatan kaki untuk mengu-rangi risiko ulkus kaki.
13
Untuk penatalaksanaan penyulit iniseringkali diperlukan kerja sama
dengan bidang/disiplin ilmu lain.
3.10 Prognosis
Kematian adalah dua sampai tiga kali lebih tinggi di antara orang dengan diabetes tipe 2
dibandingkan pada populasi umum. Sebanyak 75% orang dengan diabetes melitus tipe 2
akan mati karena penyakit jantung dan 15% dari stroke. Angka kematian akibat penyakit
kardiovaskuler hingga lima kali lebih tinggi pada orang dengan diabetes dibandingkan
orang tanpa diabetes. Untuk setiap kenaikan 1% pada level HbA1c, resiko kematian dari
penyebab diabetes meningkat terkait dengan 21%.
3.11 Pencegahan
a. Pencegahan primer
Materi penyuluhan meliputi antara lain:
1. Program penurunan berat badan.
Pada seseorang yangmempunyai risiko diabetes dan mempunyai berat
badanlebih, penurunan berat badan merupakan cara utama untuk menurunkan
risiko terkena DM tipe 2 atau intoleransi glukosa. Beberapa penelitian
menunjukkan penurunan berat badan5-10% dapat mencegah atau
memperlambat munculnya DMtipe 2.
2. Diet sehat.
Dianjurkan diberikan pada setiap orang yang mempunyairisiko.
Jumlah asupan kalori ditujukan untuk mencapai berat ba-dan ideal.
Karbohidrat kompleks merupakan pilihan dan diberikansecara terbagi dan
seimbang sehingga tidak menimbulkanpuncak ( peak ) glukosa darah yang
tinggi setelah makan.
Mengandung sedikit lemak jenuh, dan tinggi serat larut.
3. Latihan jasmani.
Latihan jasmani teratur dapat memperbaiki kendali glukosadarah,
mempertahankan atau menurunkan berat badan,serta dapat meningkatkan
kadar kolesterol HDL.
Latihan jasmani yang dianjurkan: Dikerjakan sedikitnya selama 150
menit/minggu denganlatihan aerobik sedang (mencapai 50-70% denyut
jantung maksimal), atau 90 menit/minggu dengan latihan aerobikberat
(mencapai denyutjantung>70% maksimal). Latihan jasmani dibagi
menjadi 3-4 x aktivitas/minggu.
4. Menghentikan merokok.
Merokok merupakan salah satu risiko timbulnya gangguankardiovaskular.
Meskipun merokok tidak berkaitan langsungdengan timbulnya intoleransi
14
glukosa, tetapi merokok dapatmemperberat komplikasi kardiovaskular dari
intoleransi glukosadan DM tipe2.
5. Pengelolaan Intoleransi glukosa
Intoleransi glukosa sering berkaitan dengan sindrom me-tabolik, yang ditandai
dengan adanya obesitas sentral, dis-lipidemia (trigliserida yang tinggi dan atau
kolesterol HDLrendah), dan hipertensi.
Sebagian besar penderita intoleransi glukosa dapat diper-baiki dengan
perubahan gaya hidup, menurunkan berat ba-dan, mengonsumsi diet sehat
serta melakukan latihan jas-mani yang cukup dan teratur.
Hasil penelitian Diabetes Prevention Program menunjukkanbahwa perubahan
gaya hidup lebih efektif untuk mencegahmunculnya DM tipe 2 dibandingkan
dengan penggunaanobat obatan.
Penurunan berat badan sebesar 5-10% disertai dengan lati-han jasmani teratur
mampu mengurangi risiko timbulnya DM tipe 2 sebesar 58%. Sedangkan
penggunaan obat (seperti metformin, tiazolidindion, acarbose) hanya mampu
menu-runkan risiko sebesar 31% dan penggunaan berbagai obattersebut untuk
penanganan intoleransi glukosa masih men- jadi kontroversi. Bila disertai
dengan obesitas, hipertensi, dan dislipidemia,dilakukan pengendalian berat
badan, tekanan darah dan profil lemak sehingga tercapai sasaran yang
ditetapkan
6. Pengelolaan berbagai faktor risiko (lihat bab IV tentang masalah khusus):
Obesitas
Hipertensi
Dislipidemia
15
b. Preventif sekunder
Pencegahan sekunder adalah upaya mencegah atau menghambat timbulnya
penyulit pada pasien yang telah menderita DM. Dilakukan dengan pemberian pengobatan
yang cukup dantindakan deteksi dini penyulit sejak awal pengelolaan penyakit DM.
Dalam upaya pencegahan sekunder program penyuluhan memegang peran penting untuk
meningkatkan kepatuhanpasien dalam menjalani program pengobatan dan dalam
menujuperilaku sehat.
Untuk pencegahan sekunder ditujukan terutama padapasien baru. Penyuluhan
dilakukan sejak pertemuan pertamadan perlu selalu diulang pada setiap kesempatan
pertemuanberikutnya.
Salah satu penyulit DM yang sering terjadi adalah penya-kit kardiovaskular, yang
merupakan penyebab utama kematianpada penyandang diabetes. Selain pengobatan
terhadap ting-ginya kadar glukosa darah, pengendalian berat badan, tekanandarah,profil
lipid dalam darah serta pemberian antiplatelet da-pat menurunkan risiko timbulnya
kelainan kardiovaskular pada penyandang diabetes.
c. Preventif tersier
Pencegahan tersier ditujukan pada kelompok penyan-dang diabetes yang telah
mengalami penyulit dalam upayamencegah terjadinya kecacatan lebih lanjut.
Upaya rehabilitasi pada pasien dilakukan sedini mungkin,sebelum kecacatan
menetap. Sebagai contoh aspirin dosisrendah (80-325 mg/hari) dapat diberikan
secara rutin bagipenyandang diabetes yang sudah mempunyai
penyulitmakroangiopati.
Pada upaya pencegahan tersier tetap dilakukan penyuluhanpada pasien dan
keluarga. Materi penyuluhan termasuk upaya rehabilitasi yang dapat dilakukan
untuk mencapaikualitas hidup yang optimal.
16
vaskular,radiologi, rehabilitasi medis, gizi, podiatris, dll.) sangat diperlu-kan dalam
menunjang keberhasilan pencegahan tersier.
Jenis bahan makanan:
Karbohidrat.
Rekomendasi pemberian karbohidrat :
Kandungan total kalori pada makanan yang ada kalorinya lebih ditentukan
oleh jumlahnya dibandingkan jumlah kalori itu sendiri.
Dari total kebutuhan kalori sehari 60-70% berasal dari sumber karbohidrat.
Jumlah serat 25-50 gram/hari.
Jumlah sukrosa sebagi sumber energi tidak perlu dibatasi, tapi jangan lebih
dari jumlah kalori sehari.
Sebagai pemanis dapat digunakan pemanis non kalori.
Penggunaan alkohol harus dibatasi > 10 gram/hari.
Fruktosa tidak boleh > 60 gram/hari.
Protein.
Rekomendasi pemberian protein :
Kebutuhan protein 15-20% dari total kebutuhan energi per hari.
Pada keadaan kadar glukosa darah terkontrol, asupan protein tidak akan
mempengaruhi konsentrasi glukosa darah.
Pada gangguan fungsi ginjal, jumlah asupan protein ditrunkan sampai 0.85
gram/kg bb/ hari.
Jika ada komplikasi kardiovaskular proteun nabati lebih dianjurkan daripada
hewani.
Lemak.
Rekomendasi pemberian lemak :
Batasi konsumsi makanan yang mengandung lemak jenuh, jumlah max 10%
dari total kebutuhan energi sehari.
Batasi asupan asam lemak bentuk trans.
Konsumsi ikan semingu 2-3x untuk mencukupi kebutuhan asam lemak tidak
jenuh rantai panjang.
17
17.0 - 18.5 Gizi Kurang Kurus
18.5 - 25.0 Gizi Baik Normal
25.0 - 27.0 Gizi Lebih Gemuk
> 27.0 Gizi Lebih Sangat Gemuk
Kalori/kg BB ideal
Kurus 35 40 40-50
Contoh:
Pasien seorang laki-laki 48thn, tinggi 160cm dan bb 63kg, pekerjaan sbg penjaga
toko.
BBI= (TBcm-100)kg-10% = 60-6 = 54
Status gizi= (BBaktual-BBI)x100% = (63-54)x100% = 116% (termasuk BB
lebih)
BB kurang BB <90% BBI
BB normal BB 90-110% BBI
BB lebih BB 110-120% BBI
Gemuk BB >120% BBI
Jumlah kebutuhan kalori per hari.
Kebutuhan kalori bassal= BBIx30 kalori = 54x30 kal = 1620 kalori
Kebutuhan aktifitas +20% 20%x1620=324 kalori
Koreksi usia -5% 5% x 1620 = 81 kalori
Koreksi BB -10% 10% x 1620 =162 kalori
Jadi total kenutuhan kalori penderita 1620+324-81-162 = 1701 di
bulatkan jadi 1700.
Distribusi makanan :
KH 60% = 60% x 1700 = 1020 kalori karbohidrat setara dengan 255
gram karbo.
Protein 20% = 20% x 1700 = 340 kalori protein setara dengan 85
gram protein.
Lemak 20% = 20% c 1700 = 340 kalori lemak stara dengan 37.7 gram
lemak.
18
4.1 Definisi
Retinopati diabetika adalah proses degenerasi akibat hipoksia di retina karena penyakit diabetes
mellitus. Diagnosis retinopati diabetika ditegakkan secara klinis jika dengan pemeriksaan
angiografi flurosensi fundus sudah didapatkan mikroaneurisma atau perdarahan pada retina di
satu mata, baik dengan atau tanpa eksudat lunak ataupun keras, abnormalitas mikrovaskular intra
retina atau hal-hal lain yang telah diketahui sebagai penyebab perubahan-perubahan tersebut.
4.2 Epidemiologi
Penelitian epidemiologis di Amerika, Australia, Eropa, dan Asia melaporkan bahwa jumlah
penderita retinopati DM akan meningkat dari 100,8 juta pada tahun 2010 menjadi154,9 juta pada
tahun 2030 dengan 30% di antaranya terancam mengalami kebutaan.4 TheDiabCare Asia 2008
Study melibatkan 1 785 penderita DM pada 18 pusat kesehatan primer dan sekunder di Indonesia
dan melaporkan bahwa 42% penderita DM mengalami komplikasi retinopati, dan 6,4% di
antaranya merupakan retinopati DM proliferatif.
4.3 Etiologi
Retinopati diabetika terjadi karena diabetes mellitus yang tak terkontrol dan diderita lama. Pada
makula terjadi hipoksia yang menyebabkan timbulnya angiopati dan degenerasi retina. Angiopati
dapat menyebabkan mikroaneurisma dan eksudat lunak. Sedangkan mikroaneurisma dapat
menimbulkan perdarahan.
19
Penyulit mata yang paling parah pada diabetes melitus adalah retinopati diabetes
proliferatif, karena retina yang sudah iskemik atau pucat tersebut bereaksi dengan
membentuk pembuluh darah baru yang abnormal (neovaskuler). Neovaskuler atau
pembuluh darah liar ini merupakan ciri PDR dan bersifat rapuh serta mudah pecah
sehingga sewaktu-waktu dapat berdarah kedalam badan kaca yang mengisi rongga mata,
menyebabkan pasien mengeluh melihat floaters (bayangan benda-benda hitam melayang
mengikuti penggerakan mata) atau mengeluh mendadak penglihatannya terhalang.
Sistem Klasifikasi Retinopati DM Berdasarkan ETDRS13 :
1. Derajat 1 : tidak terdapat retinopati
2. DM-Derajat 2 : hanya terdapat mikroaneurisma
3. Derajat 3 : Retinopati DM non-proliferatif derajat ringan - sedang yang ditandai oleh
mikroaneurisma dan satu atau lebih tanda : Venous loops, Perdarahan, Hard exudates,
Soft exudates, Intraretinal Microvascular Abnormalities(IRMA)
4. Derajat 4 : Retinopati DM non-proliferatif derajat sedang-berat yang ditandai oleh:
Perdarahan derajat sedang-berat, Mikroaneurisma, IRMA
Derajat 5 : Retinopati DM proliferatif yang ditandai oleh neovaskularisasi dan perdarahan
4.5 Patofisiologi
- RDNP
Merupakan cerminan klinis dari hiperpermeabilitas dan inkompetens pembuluh yang
terkena. Disebabkan oleh penyumbatan dan kebocoran kapiler, mekanisme perubahannya tidak
diketahui tapi telah diteliti adanya perubahan endotel vaskular (penebalan membrane basalis dan
hilangnya perisit) dan gangguang hemodinamik. Disini perubahan mikrovaskular pada retina
terbatas pada lapisan retina, terikat ke kutub posterior dan tidak melebihi membrane internal.
Karakteristik pada jenis ini adalah dijumpainya mikroaneurisma multiple yang dibentuk
oleh kapiler-kapiler yang membentuk kantung-kantung kecil menonjol seperti titik-titik, vena
retina mengalami dilatasi dan berkelok-kelok, bercak perdarahan intraretinal.
- RDP
Pada jenis ini iskemia retina yang progresif akhirnya merangsang pembentukan pembuluh-
pembuluh halus yang sering terletak pada permukaan diskus dan di tepi posterior zona perifer di
samping itu neovaskularisasi iris juga dapat terjadi. Pembuluh baru yang rapuh berproliferasi dan
menjadi meninggi apabila korpus vitreum mulai berkontraksi menjauhi retina dan darah keluar
20
dari pembuluh tsb maka akan terjadi perdarahan massif dan dapat penurunan penglihatan
mendadak.
4.8 Penatalaksanaan
Terapi retinopati diabetik adalah fotokoagulasi. Terapi ini menurunkan insidensi perdarahan dan
pembentukan parut dan selalu merupakan indikasi jika terjadi pembentukan pembuluh darah
baru. Juga berguna dalam therapi mikroaneurisma, perdarahan dan edem makuler bahkan jika
tahap proliferatif belum mulai. Fotokoagulasi panretina sering digunakan untuk mengurangi
kebutuhan oksigen retina dengan harapan stimulasi untuk neovaskularisasi akan berkurang.
Dengan tehnik ini beberapa ribu lesi terjadi selama 2 minggu.
Komplikasi fotokoagulasi masih dapat diterima. Sebagian kehilangan penglihatan perifer tidak
dapat dihindari dengan pembakaran luas. Tehnik pembedahan lainnya, vitrektomi, pars plana,
digunakan untuk terapi perdarahan vitreus dan pelepasan retina yang tidak teratasi. Komplikasi
pasca operasi lebih sering dibandingkan pada fotokoagulasi dan termasuk robekan retina,
pelepasan retina, katarak, perdarahan vitreus berulang, glaukoma, infeksi, dan kehilangan mata.
Ada harapan bahawa inhibisi angiogenesis oleh obat seperti beta-siklodekstrin tetradekasulfat
yang menyerupai heparin analog dalam percobaan dapat mencegah retinopati proliferatif.
Terapi utama untuk retinopati diabetik yang mengancam penglihatan adalah laser. Angiogram
fluoresein dapat dilakukan pada beberapa pasien untuk menilai derajat iskemia retina dan
mendapatkan area kebocoran baik dari mikroaneurisma maupun dari pembuluh darah baru.
Makulopati diabetik diterapi dengan mengarahkan laser pada titik-titik kebocoran.
4.9Prognosis
Kontrol optimal terhadap kadar glukosa darah dapat mencegah komplikasi retinopati yang lebih
berbahaya. Pada mata yang mengalami edema makuler dan iskemik yang bermakna akan
memiliki prognosis yang lebih jelek dengan atau tanpa terapi laser, daripada mata dengan
edema dan perfusi yang relative baik.
4.10 Pencegahan
22
Pencegahan retinopati diabetik merupakan upaya yang harus dilakukan bersama untuk mencegah
atau menunda timbulnya retinopati dan juga untuk memperlambat perburukan retinopati. Metode
pencegahan dan pengobatan retinopati diabetic saat ini meliputi :
a. Kontrol glukosa darah, seperti yang telah disebutkan sebelumnya,
pengontrolan kadar glukosa darah yang baik secara signifikan menurunkan resiko perkem
bangan retinopati diabetik dan juga progresifitasnya.
b. Kontrol tekanan darah
c. Ablasi kelenjar hipofisis melalui pembedahan atau radiasi (jarang dilakukan)
d. Laser koagulasi
Perkembangan laser fotokoagulasi retina secara dramatis telah mengubah penanganan
retinopati diabetik. Penggunaan cahaya yang terfokus untuk mengkauter retina telah
dipraktiskan sejak beberapa tahun dan hasilnya telah dikonfirmasi melalui percobaan
klinikal yang ekstensif untuk kedua penyakit NPDR (Non-proliferatife Diabetic
Retinopathy) dan PDR ( Proliferative Diabetic Retinopathy ) dan juga untuk beberapa
tipe makulopati. Mekanisme kerja yang jelas tidak diketahui tapi telah dicadangkan
bahwa foto koagulasi lokasi sistemik mencegah pembebasan sesuatu yang belum
diidentifikasi, faktor
vasoformatif pada penyakit proliferative. Penanganan ini harus dilakukan pada stadium
awal. Fotokoagulasi untuk NPDR dengan macula udem yang signifikan secara klinis dise
but fotokoagulasi macula, manakala fotokoagulasi luas untuk PDR disebut foto
koagulas panp-retinal.
LI.5 Memahami dan Menjelaskan Kebutuhan Kalori pada Penderita Diabetes Melitus
Terapi gizi medis merupakan salah satu terapi non farmakologis yang sangat direkomendasikan
bagi pasien ddiabetes, Terapi gizi medis ini pada pronsipnya adalah melakukan pengaturan pola
23
makan yang didasarkan pada stasus gizi medis diabetesi dan melakukan modifikasi diet
berdasarkan kebutuhan individual.
Beberapa manfaat yang telah terbukti dari terapi gizi medis ini antara lain: Menurunkan berat
badan, Menurunkan tekanan sistolik dan diastolik, Menurunkan kadar glukosa darah,
Memperbaiki profil lipid, Meningkatkan sensitivitas reseptor insulin, Memperbaiki sistem
koagulsi darah.
Tujuan Terapi Gizi Medis
Tujuan terapi gizi medis ini adalah untuk mencapai dan mempertahankan:
1. Kadar glukosa darah mendekati normal
2. Glukosa puasa berkisar 90-130 mg/dl.
3. Glukosa darah 2 jam setelah makan <180 mg/dl.
4. Kadar A1c <7%.
5. Tekanan darah <130/80 mmHg.
6. Profil Lipid
7. Kolesterol LDL<100 mg/dl
8. Kolesterol HDL >40 mg/dl.
9. Trigliserida < 150 mg/dl.
10. Beran badan senormal mungkin.
24
PROTEIN
Jumlah kebutuhan protein yang direkomendasikan sekitar 10-15% dari total kalori perhari. Pada
penderita kelainan ginjal dimana diperlukan pembatasan asupan protein sampai 40 gram perhari,
maka perlu ditambahkan suplementasi asam amino esensial. Protein mengandung energi sebesar
2 kilokalori/gram.
Rekomendasi pemberian protein:
1. Kebutuhan protein 15-20% dari total kebutuhan energi perhari.
2. Pada keadaan kadar glukosa yang terkontrol, asupan protein tidak akan mempengaruhi
konsentrasi glukosa darah.
3. Pada keadaan glukosa tidak terkontrol, pemberian protein sekitar 0,8-1,0 mg/kg BB/hari.
4. Pada gangguan fungsi ginjal, asupan protein diturunkan sampai 0,85 gram/KgBB/hari dan
tidak kurang dari 40gram.
5. Jika terdapat komplikasi kardiovaskular, maka sumber protein nabati lebih dianjurkan
dibanding protein hewani.
LEMAK
Lemak memiliki kandungan energi sebesar 9 kilokalori/gram. Bahan makanan ini sangat penting
untuk membawa vitamin yang larut dalam lemak seperti vitami A, D, E, K. Berdasarkan rantai
karbonnya , lemak dibedakan menjadi lemak jenuh dan tidak jenuh. Pembatasan asupan lemak
jenuh dan kolestrol sangat disarankan pada diabetisi karena terbukti dapat memperbaiki profil
lipid tidak normal bagi pasien diabetes. Asam lemak tidak jenuh rantai tunggal (monounsaturated
fatty acid : MUFA), merupakan salah satu asam lemak yang dapat memperbaiki glukosa darah
dan profil lipid. Pemberian MUFA pada diet diabetisi, dapat menurunkan kadar trigliserida,
kolestrol total, kolestrol VLDL, dan meningkatkan kadar kolestrol HDL. Sedangkan asam lemak
tidak jenuh rantai panjang (polyunsaturated fatty acid= PUFA) dapat melindungi jantung,
menurunkan kadar trigliserida, memperbaiki agregasi trombosit. PUFA mengandung asam lemak
omega 3 yang dapat menurunkan sintesis VLDL di dalam hati dan eningkatkan aktivitas enzyme
lipoprotein lipase yang dapat menurunkan kadar VLDL di jarngan perifer. Sehingga dapat
menurunkan kadar kolestrol LDL.
Rekomendasi Pemberian Lemak:
1. Batasi konsumsi makanan yang mengandung lemak jenuh, jumlah maksimal 10% dari total
kebutuhan kalori per hari.
2. Jika kadar kolestrol LDL ≥ 100 mg/dl, asupan asam lemak jenuh diturunkan sampai
maksimal 7% dari total kalori perhari.
3. Konsumsi kolestrol maksimal 300mg/hari, jika ada kolestrol LDL ≥ 100 mg/dl, maka
maksimal kolestrol yang dapat dikonsumsi 200 mg per hari.
4. Batasi asam lemak bentuk trans.
25
5. Konsumsi ikan seminggu 2-3 kali untuk mencukupi kebutuhan asam lemak tidak jenuh rantai
panjang.
6. Asupan asam lemak tidak jenuh rantai panjang maksimal 10% dari asupan kalori perhari.
26
a. Laki-laki : BB idaman (Kg) x 30 kalor
b. Wanita : BB idaman (Kg) x 25 kalori
LI.6 Memahami dan Menjelaskan Makan Halal dan Baik Menurut Islam
Makan sehat
Makanan sehat di dalam Islam sangatlah penting untuk disimak, hal ini beliputi bukan
hanya pada persoalan hukum halal atau haram makanan, tetapi kualitas (bobot kandungan
gizi) dan efek kesehatan makanan terhadap tubuh.
Allah berfirman dalam Al Qur’an surat Al A’raf ayat 31.
“Hai anak Adam, kenakan pakaianmu yang indah disetiap memasuki masjid, makan
dan minumlah dan janganlah berlebih-lebihan. Sesungguhnya allah tidak menyukai orang-
orang yang belebih-lebihan.”
Hal senada dapat ditemukan di surat Al Baqarah 168:
“Hai sekalian manusia makan-makanlah yang halal lagi baik dariapa yang terdapatdi
bumi dan jangan kamu mengikuti langkah-langkah syaitan, karena syaitan musuh yang
nyata bagimu.”
Sesungguhnya pangkal penyakit kebanyakan bersumber dari makanan. Maka tak heran
bila Rasulullah memberi perhatian besar dalam masalah ini, karena makanan yang sehat
akan membuat tubuh sehat.
Dalam Al-Qur'an prinsip makanan sehat adalah tidak berlebih-lebihan. Rasulullah
bersabda: “Anak Adam tidak memenuhkan suatu tempat yang lebih jelek dari perutnya.
Cukuplah bagi mereka beberapa suap yang dapat memfungsikan tubuhnya. Kalau tidak
ditemukan jalan lain, maka (ia dapat mengisi perutnya) dengan sepertiga untuk makanan,
27
sepertiga untuk minuman, dan sepertiganya lagi untuk pernafasan” (HR Ibnu Majah dan
Ibnu Hibban).
Lalu prinsip lain yang disebutkan pada dalil lainnya adalah halal dan tayyiban, yang
dimaksud dengan halal yakni diketahui atau jelas riwayat makanannya (misalnya
bersumber dari mana dan diproses dengan cara seperti apa) selain itu memenuhi standar
halal makanan yang banyak disebutkan dalam Al-Qur'an maupun Hadits. Sementara istilah
tayyiban disini yakni kualitas kandungan gizi/nutrisi dalam makanan.
Rasulullah melarang untuk makan lagi sesudah kenyang. “Kami adalah kaum yang
tidak makan sebelum merasa lapar dan bila kami makan tidak pernah kekenyangan”(HR
Bukhari Musim).
Suatu hari, di masa setelah wafatnya Rasulullah, para sahabat mengunjungi Aisyah ra.
Lalu, sambil menunggu Aisyah ra, para sahabat, yang sudah menjadi orang-orang kaya,
saling bercerita tentang menu makanan mereka yang meningkat dan bermacam-macam.
Aisyah ra, yang mendengar hal itu tiba-tiba menangis. “Apa yang membuatmu menangis,
wahai Bunda?” tanya para sahabat. Aisyah ra lalu menjawab, “Dahulu Rasulullah tidak
pernah mengenyangkan perutnya dengan dua jenis makanan. Ketika sudah kenyang dengan
roti, beliau tidak akan makan kurma, dan ketika sudah kenyang dengan kurma, beliau tidak
akan makan roti.” Dan penelitian membuktikan bahwa berkumpulnya berjenis-jenis
makanan dalam perut telah melahirkan bermacam-macam penyakit. Maka sebaiknya
jangan gampang tergoda untuk makan lagi, kalau sudah yakin bahwa Anda sudah kenyang.
Salah satu makanan kegemaran Rasul adalah madu. Beliau biasa meminum madu yang
dicampur air untuk membersihan air liur dan pencernaan. Rasul bersabda, “Hendaknya
kalian menggunakan dua macam obat, yaitu madu dan Alquran” (HR. Ibnu Majah dan
Hakim).Yang selanjutnya, Rasulullah tidak makan dua jenis makanan panas atau dua jenis
makanan yang dingin secara bersamaan. Beliau juga tidak makan ikan dan daging dalam
satu waktu dan juga tidak langsung tidur setelah makan malam, karena tidak baik bagi
jantung. Beliau juga meminimalisir dalam mengonsumsi daging, sebab terlalu banyak
daging akan berakibat buruk pada persendian dan ginjal. Pesan Umar ra, “Jangan kau
jadikan perutmu sebagai kuburan bagi hewan-hewan ternak!”
28
tempat menampung dan mencerna makanan, merupakan organ dalam yang terbesar dan
terberat di dalam tubuh manusia. Sistem pencernaan tersebut tidak berhenti bekerja selama
24 jam dalam sehari. Banyak hasil penelitian modern yang memaparkan bahwa puasa
sangat menyehatkan. Diantaranya, memberikan istirahat fisiologis menyeluruh bagi sistem
pencernaan dan sistem syaraf pusat, menormalisasi metabolisme tubuh, menurunkan kadar
gula darah, mengikis lipid “jahat” (kolesterol), detoksifikasi (membuang racun dari tubuh),
dan lain sebagainya.
ت التَّدَا ِوي َوأَ َّما َ س َواء َجا ِئز فَ ُه َو ْالخ َْم ِر َغي ِْر ِبالنَّ َجا
ِ سا َ ت َج ِمي ُع ِفي ِه َ وص ْال َم ْذهَبُ ه َُو َهذَا ْال ُم ْس ِك ِر َغي ُْر ال َّن َجا
ِ سا ُ صُ َو ِب ِه َو ْال َم ْن
ط َع َ َور ق ْ
ُ ال ُج ْم ُه
Adapun berobat dengan bahan-bahan najis selain khamr itu boleh. Hal ini berlaku
pada seluruh jenis najis selain yang memabukkan. Ini adalah pendapat al-Madzhab, al-
Manshush dan Jumhur ulama memastikannya (sebagi keputusan hukum tunggal).Sebagai
pertimbangan dapat pula diqiyaskan apa yang termaktub dalam Al-Iqna’ fi Hill Alfazh Abi
Syuja’ karangan Muhammad Khatib as-Syirbini yang membolehkan seseorag
menggunakan tulang najis sebagai pengganti atau penyambung tulang yang telah rusak.
29
Dan bila seseorang menyambung tulangnya karena dibutuhkan, dengan tulang najis
yang selainnya tidak layak untuk dijadikan penyambung, maka ia dianggap udzur dalam
hal itu. Oleh karenanya, shalatnya sah besertaan tulang tersebut (berada di tubuhnya).
Atau juga apa yang disampaikan oleh Muhammad Khatib as-Syirbini dalam Mughni
al-Muhtaj ila Ma’rifah Alfazh al-Minhaj mengenai kesucian barang najis yang telah
berubah bentuknya
ْ َضة َكدَ ِم َحيَ َوا ًنا ِا ْست َ َحا َل نَ َجس ُكل َوي
ط ُه ُر َ ستِ ِه ْالقَ ْو ِل َع َلى َف َر ًخا ِا ْست َ َحا َل ِب ْي
َ بَ ِينًا أَث َ ًرا ِل ْل َحيَاةِ ِِل َ َّن ك َْلب د ُْودَ َكانَ َولَ ْو ِبنَ َجا
َ ِم ْنهُ لَ فِ ْي ِه ُمت ََولَّد الد ْودَ ِِل َ َّن َو بِزَ َوا ِل َها ت َْط َرأ ُ َو ِل َهذَا النَّ َجا
س ِة دَ ْفعِ فِ ْي
Dan semua najis yang telah berubah bentuk menjadi hewan itu suci, seperti darah
telor yang telah berubah menjadi anak ayam, menurut qaul yang menganggapnya najis,
meski ulat dari anjing. Sebab, sifat hidup itu mempunyai dampak nyata dalam
menghilangkan najis. Oleh karenanya, maka najis itu hilang karena hilangnya sifat hidup.
Selain itu, karena ulat itu lahir dalam diri anjing, bukan berasal darinya.
Disarikan dari Hasil Keputusan Musyawarah Nasional Alim Ulama NU 16-20 Rajab 1418
H/17-20 Nopember 1997 M Di Ponpes QOMARUL HUDA Bagu, Pringgarata Lombok
Tengah
30
Daftar Pustaka
Perkumpulan Endokrinologi Indonesia. (2006). KONSENSUS PENGELOLAAN DAN
PENCEGAHAN DIABETES MELITUS TIPE 2. Jakarta : FKUI
Brashers, V. (2008). Aplikasi Klinis Patofisiologi : Pemeriksaan dan Manajemen, Ed. 2. Jakarta :
EGC.
Robbins, S. et al. (2007). Buku Ajar Patologi Robbins ed. 7 vol. 2. Jakarta : EGC
Sherwood, L. (2001). fisiologi manusia dari sel ke sistem Edisi 2. Jakarta : EGC
(http://www.mayoclinic.org/diseases-conditions/type-2-diabetes/basics/causes/con-20031902
accessed on 10 September 2014 at 20.30)
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/25421/4/Chapter%20II.pdf
http://www.academia.edu/4053787/Revisi_final_KONSENSUS_DM_Tipe_2_Indonesia_2011
http://clinicaldepartments.musc.edu/medicine/divisions/endocrinology/dsc/ADA%20Standards%
20of%20Medical%20Care%20in%20Diabetes%202013.pdf
https://www.aace.com/files/dm-guidelines-ccp.pdf
http://www.scribd.com/doc/49121049/Patogenesis-dan-Patofisiologi-DM1-2
http://www.nu.or.id/a,public-m,dinamic-s,detail-ids,11-id,38094-lang,id-c,syariah-
t,Hukum+Menggunakan+Insulin-.phpx
http://care.diabetesjournals.org/content/36/Supplement_1/S11.full
http://www.makanansehat.web.id/2012/12/makanan-sehat-dalam-islam-dan-pola.html
31