Sie sind auf Seite 1von 7

ISSN: 2302-0733 Jurnal Teknosains Pangan Vol 2 No 4 Oktober 2013

Avaliable online at
www.ilmupangan.fp.uns.ac.id

Jurusan Teknologi Hasil Pertanian


Universitas Sebelas Maret

Jurnal Teknosains Pangan Vol 2 No 4 Oktober 2013

PENGARUH PENAMBAHAN MINYAK ATSIRI RIMPANG TEMULAWAK (Curcuma xanthorriza


Roxb) PADA EDIBLE COATING TERHADAP STABILITAS PH DAN WARNA FILLET IKAN
PATIN SELAMA 4 BULAN PENYIMPANAN SUHU BEKU

THE EFFECT OF WILD GINGER (Curcuma xanthorriza roxb) RHIZOME VOLATILE OIL ADDITION TO
EDIBLE COATING ON PH AND COLOR STABILITY OF PATIN FISH FILLET
DURING 4-MONTHS FROZEN TEMPERATURE STORAGE

Nensi Anggraini*), Rohula Utami*), Kawiji*)


*)
Jurusan Teknologi Hasil Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Sebelas Maret

Received 1 September 2013; Accepted 15 September 2013; Published Online 1 October 2013

ABSTRAK

Penelitian ini mengkaji mengenai pengaruh penambahan edible coating minyak atsiri temulawak (Curcuma
xanthorrhiza Roxb.) dengan konsentrasi 0%, 0,1%, 1% dan mengetahui konsentrasi penambahan minyak atsiri
temulawak yang tepat dalam edible coating terhadap perubahan pH dan warna fillet ikan patin selama 4 bulan
penyimpanan suhu beku (-10±2 oC). Data yang diperoleh dianalisis menggunakan ANOVA (Analysis of Variance). Jika
terdapat perbedaan, maka akan dilanjutkan dengan uji Duncan Multiple Range Test (DMRT) untuk mengetahui ada
tidaknya perbedaan pada masing-masing sampel pada tingkat signifikansi α=0,05. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
edible coating fillet ikan patin dengan penambahan minyak atsiri temulawak berpengaruh terhadap parameter uji pH dan
warna (L*, a*, b*).Konsentrasi minyak atsiri temulawak terbaik berdasarkan analisis pH dan warna fillet ikan patin
selama 4 bulan penyimpanan pada suhu -10±20C adalah sebesar 0,1%.

Kata kunci: Curcuma xanthorriza Roxb, edible coating, fillet ikan patin,temulawak

ABSTRACT

This research studied the effect of wild ginger (Curcuma xanthorrhiza Roxb.) volatile oil edible coating addition at 0%,
0.1% and 1% concentrations and find out the appropriate concentration of wild ginger volatile oil addition on pH and
color damage levels of patin fish fillet during 4 months frozen temperature storage (-10±2 oC). The data obtained was
analyzed using ANOVA (Analysis of Variance). If there was a difference, it was continued with Duncan Multiple Range
Test (DMRT) to find out whether or not there was a difference in each sample at significance level α = 0.05. The result
of research showed that edible coating of patin fish fillet and wild ginger volatile oil addition affected the pH and color
(L*, a*, b*) parameters. The best concentration of volatile oil according to pH and color analysis of patin fish fillet
during 4 months storage at -10±20C was 0.1%.

Keywords: Curcuma xanthorriza Roxb, edible coating, patin fish fillet, wild ginger
*)
Corresponding author : nensidisini@gmail.com

39
ISSN: 2302-0733 Jurnal Teknosains Pangan Vol 2 No 4 Oktober 2013

PENDAHULUAN antibakteria, anti-kanker, anti-tumor dan anti-radang,


Ikan patin merupakan komoditas hasil mengandung anti-oksidan dan hipokolesteromik
budidaya perikanan yang pasarnya cukup (menurunkan kadar kolesterol darah). Kandungan
menjanjikan. Menurut Suryaningrum (2008), dalam minyak atsiri pada rimpang temulawak sebesar 3-
kurun waktu dua tahun terakhir, permintaan ikan 12%, sedangkan untuk kurkuminoid dalam
patin meningkat dua kali lipat. Potensi pasar tersebut temulawak sebesar 1-2%. Minyak atsiri temulawak
perlu dimanfaatkan dengan lebih menggalakkan juga berkhasiat fungistatik pada berbagai jenis jamur
budidaya ikan patin di Indonesia. Menurut Laporan dan bakteriostatik pada mikroba Staphyllococcus sp.
Pusat Data, Informasi dan Statistik, Kementerian dan Salmonella sp. (Laksmi, 2007). Oleh karena itu
Kelautan dan Perikanan tahun 2011, dalam kurun minyak atsiri temulawak dapat ditambahkan dalam
waktu empat tahun terakhir ini, permintaan ikan pembuatan ediblecoating untuk mempertahankan
meningkat sebesar 11,79%. mutu dan diharapkan dapat memperpanjang umur
Fillet ikan patin merupakan bahan pangan simpan fillet ikan patin.
yang sangat mudah mengalami kerusakan. Berbagai Sebagian besar ikan patin dipasarkan dalam
jenis bakteri patogen (penyebab penyakit) seperti bentuk fillet beku dan produk olahan lainnya.
seperti Salmonella, Vibrio, dan Clostridium mudah Pembekuan adalah proses pendinginan pada suhu
berkembangbiak dalam fillet ikan patin, selain itu yang sangat dingin hingga hampir semua air yang
berbagai jenis bakteri pembusuk dapat menguraikan ada pada fillet ikan patin membeku. Penelitian ini
komponen gizi ikan menjadi senyawa-senyawa akan mengkaji mengenai pengaruh penambahan
berbau busuk dan anyir. Kandungan air dan protein edible coating minyak atsiri temulawak (Curcuma
yang cukup tinggi pada fillet ikan dan kondisi pH xanthorrhiza Roxb.) terhadap stabilitas pH dan
mendekati netral akan menjadi media yang sangat warnafillet ikan patin selama penyimpanan suhu
baik bagi pertumbuhan mikroba pembusuk sehingga beku. Dengan pengawetan ikan diharapkan dapat
ikan akan cepat mengalami kerusakan(Djunarti dkk, mempertahankan mutu fillet ikan patin.
2004). Dengan kandungan gizi yang tinggi sangat
disayangkan bila fillet ikan ini tidak diolah lebih METODE PENELITIAN
lanjut karena fillet ikan akan mudah rusak serta
kandungan gizinya hilang. Oleh karena itu perlu Bahan
adanya metode pengawetan yang tepat agar Minyak atsiri temulawak diperoleh dari
kandungan gizi ikan tidak hilang dan umur simpan destilasi uap air irisan rimpang temulawak dari
ikan bisa menjadi lebih lama. Salah satu metode Pasar Legi yang telah dikeringkan.Larutan edible
untuk menghambat kemunduran mutu ikan adalah coating dibuat dari tepung tapioka, minyak atsiri,
dengan metode pengemasan yang berfungsi gliserol, dan aquadest.Ikan patin yang
melindungi produk dari kontak lingkungan agar diperolehdari Lembah Hijau Multifarm, Sukoharjo
kualitas produk tetap terjaga. (Ikan patin yang digunakan masih dalam keadaan
Salah satu metode pengemasan yang bersifat hidup kemudian dilakukan pemfilletan ikan
edible dan biodegradable adalah edible coating (Mc patin).Sedangkan bahan yang digunakan untuk
Hught and Krochta, 1994). Edible coating adalah
pengujian adalah aquadest.
lapisan tipis yang dibuat dari bahan-bahan organik
sehingga dapat dimakan dan dibentuk di atas
komponen makanan yang berfungsi sebagai Alat
penghambat transfer massa seperti kelembaban, Alat yang digunakan untuk membuat
oksigen, lemak, zat terlarut, sebagai pembawa bahan minyak atsiri temulawak adalah rangkaian alat
makanan atau aditif dan untuk meningkatkan destilasi uap air. Alat yang digunakan dalam
penanganan makanan (Krochta, 1992). pembuatan larutan biofilm adalah gelas beker 250
Temulawak telah lama diketahui ml, hot plate, pipet volume, pengaduk, magnetic
mengandung senyawa kimia yang mempunyai stirrer, termometer, dan timbangan analitik. Alat
keaktifan fisiologi, yaitu kurkuminoid dan minyak yang digunakan untuk pengujian setiap parameter
atsiri. Kurkuminoid terdiri atas senyawa berwarna kerusakan fillet ikan adalah pH meter dan
kuning kurkumin dan turunannya. Kurkuminoid Chromameter.Konica Minolta CR 400/41.
yang memberi warna kuning pada rimpang bersifat
40
ISSN: 2302-0733 Jurnal Teknosains Pangan Vol 2 No 4 Oktober 2013

Tahapan Penelitian telah ditentukan untuk pengujian yaitu bulan ke-


Penelitian ini terdiri dari lima tahap, yaitu 0, 1, 2, 3, dan 4.
pembuatan minyak atsiri temulawak, pembuatan 5. Pengujian stabilitas pH dan warna sampel
fillet ikan patin, pembuatan edible coating, aplikasi Fillet ikan patin yang telah dilapisi
edible coating pada fillet ikan patin dan pengujian dengan edible coating kemudian disimpan dalam
kerusakan oksidatif dan mikrobiologis fillet ikan lemari es dengan suhu beku (-10 ± 2oC),
patin. kemudian dilakukan analisis pH dan warna.
1. Pembuatan minyak atsiri temulawak Masing-masing analisis dilakukan pada bulan
Minyak atsiri temulawak dalam ke- 0, 1, 2, 3, dan 4.
penelitian ini diperoleh dengan cara membuat
irisan temulawak dengan ketebalan 2-3 mm HASIL DAN PEMBAHASAN
kemudian dikering anginkan selama 5 jam yang 1. Nilai pH
kemudian diambil minyak atsirinya dengan Tabel 1 Nilai pH Fillet Ikan Patin dengan Edible
destilasi uap air menggunakan pelarut air. Coating Minyak Atsiri Temulawak Selama
2. Pembuatan fillet ikan patin Penyimpanan pada Suhu -10 ± 2oC
Ikan patin dengan berat 200-300 gram Lama penyimpanan (Bulan)
dilakukan pemberokan selama 1 hari kemudian Sampel
0 1 2 3 4
ikan patin dimatikan. Selanjutnya ikan patin Konsentrasi
dipotong kepala dan ekornya, lalu isi perutnya 0% 6,51±0,02Ca 6,43±0,01Ba 6,32±0,01Aa 6,44±0,01Ba 6,62±0,01Da
Konsentrasi
dikeluarkan, dibagi menjadi dua bagian, 0,1% 6,50±0,00Aa 6,57±0,007bB 6,59±0,01BCb 6,61±0,02Cb 6,66±0,007Db
kemudian dipisahkan antara daging, kulit dan Konsentrasi
1% 6,54±0,14Aa 6,60±0,007Bc 6,61±0,01Bb 6,67±0,02Cb 6,71±0,001Dc
duri, kemudiandicuci.
Keterangan:
3. Pembuatan larutan edible coating Nilai menunjukkan rata-rata ± standar deviasi (n=2). Huruf kecil yang sama
Kemasan aktif dibuat dari tepung tapioka pada kolom yang sama tiap parameter uji dan huruf besar yang sama pada baris
yang sama menunjukkan tidak beda nyata pada taraf signifikansi (α = 0,05)
dengan penambahan plastisizer berupa gliserol,
kemudian dilakukan penambahan minyak atsiri
Hasil analisis pH fillet ikan patin dengan
temulawak dengan konsentrasi 0% ; 0,1% ; 1%.
penambahan ediblecoating minyak atsiri temulawak
Konsentrasi yang digunakan berdasarkan
yang disimpan pada suhu beku dapat dilihat pada
penelitian sebelumnya yaitu penelitian Setiawan
Tabel 1 Pada bulan ke-0 penyimpanan, nilai pH
(2013).Konsentrasi 0% digunakan sebagai
perlakuan 0%, 0,1%, dan 1% adalah 6,51; 6,50, dan
kontrol, konsentrasi 0,1% dipilih berdasarkan uji
6,54 menjadi 6,62; 6,66, dan 6,71 pada penyimpanan
MIC (Minimum Inhibitory Concentration) atau
bulan ke-4. Hal ini menunjukkan bahwa pH fillet
konsentrasi hambat minimum mikroba,
ikan patin mengalami peningkatan selama 4 bulan
sedangkan konsentrasi 1% dipilih berdasarkan
penyimpanan baik pada kontrol maupun perlakuan
hasil organoleptik penerimaan konsumen
penambahan minyak atsiri temulawak.
terhadap edible yang telah ditambahkan minyak
Pada bulan ke-0 penyimpanan, nilai pH
atsiri temulawak.
untuk perlakuan kontrol, penambahan minyak atsiri
4. Aplikasi edible coating pada fillet ikan patin
0,1% dan penambahan minyak atsiri 1% tidak ada
Edible coating dari tapioka diaplikasikan
beda nyata. Pada bulan ke-1 penyimpanan, pada
pada fillet ikan patin dilakukan dengan cara
semua perlakuan baik perlakuan kontrol maupun
pencelupan fillet ke dalam larutan edible coating.
perlakuan penambahan minyak atsiri 0,1% dan 1%
Pencelupan dilakukan dua kali agar merata.
memiliki nilai pH yang berbeda nyata. Pada bulan
Kemudian digantung dan dikeringkan dengan
ke-2 penyimpanan, nilai pH untuk perlakuan
menggunakanpengering. Setelah itu, fillet yang
kontrol berbeda nyata dengan perlakuan
telah di coating dimasukkan ke dalam plastik
penambahan minyak atsiri temulawak 0,1% dan 1%
polietilen (PE) freeze bag, kemudian plastik
tetapi untuk perlakuan penambahan minyak atsiri
polietilen (PE) frezee bag yang telah dimasukkan
temulawak 0,1% dan 1% tidak berbeda nyata. Pada
fillet ikan patin di seal agar tidak ada udara
bulan ke-3 penyimpanan, nilai pH untuk perlakuan
ataupun kontaminasi yang masuk dan disimpan
kontrol berbeda nyata dengan perlakuan
pada suhu beku (-10±2oC) selama waktu yang
penambahan minyak atsiri temulawak 0,1% dan 1%

41
ISSN: 2302-0733 Jurnal Teknosains Pangan Vol 2 No 4 Oktober 2013

tetapi untuk perlakuan penambahan minyak atsiri Tetapi baik pada perlakuan kontrol maupun
temulawak 0,1% dan 1% tidak berbeda nyata. Pada perlakuan penambahan minyak atsiri temulawak
bulan ke-4 penyimpanan, pada semua perlakuan baik 0,1% dan 1% fillet ikan masih dikatakan segar, hal
perlakuan kontrol maupun perlakuan penambahan ini sesuai dengan Ilyas (1983) nilai pH pada ikan
minyak atsiri 0,1% dan 1% memiliki nilai pH yang segar sekitar 6,1 sampai 7,0. Semakin lama waktu
berbeda nyata. penyimpanan pH daging ikan akan naik mendekati
Peningkatan pH pada fillet ikan patin yang netral hingga sekitar 7,5 sampai 8,0 atau dapat lebih
ditambahkan minyak atsiri temulawak cukup stabil tinggi menandakan pembusukan telah sangat parah.
dibandingkan perlakuan kontrol yang mengalami Menurut Arannilewa, et al (2005) pH ikan nile
penurunan yang signifikan pada penyimpanan bulan tilapia mengalami peningkatan selama penyimpanan
ke-0 hingga bulan ke-2 sedangkan pada beku 0, 1 dan 2 bulan. Peningkatan pH disebabkan
penyimpanan bulan ke-3 hingga penyimpanan bulan oleh kerusakan asam amino dan denaturasi protein
ke-4 mengalami peningkatan yang dengan terlepasnya N dan hilangnya air.
signifikan.Penurunan pH pada kontrol selama
penyimpanan bulan ke-0 sampai bulan ke-2 2. Warna (Chroma)
berkaitan dengan perubahan rigormortis pada ikan Tabel 2 Intensitas Warna (Chroma) Fillet Ikan
yang merupakan akibat dari suatu seri perubahan Patin dengan Edible Coating Minyak Atsiri
kimiawi yang kompleks di dalam otot ikan sesudah Temulawak Selama Penyimpanan pada Suhu -10
kematiannya.Setelah ikan mati, sirkulasi darah ±2 oC
terhenti dan suplai oksigen berkurang sehingga Hari Penyimpanan (Bulan)
terjadi perubahan glikogen menjadi asam laktat atau Perlakuan
0 1 2 3 4
yang disebut dengan glikolisis.Perubahan ini
0% 52,73±1,59Db 49,78±2,28CDb 48,45± 1,59Cb 42,16± 0,00Bb 37,78± 0,46Aa
menyebabkan pH tubuh ikan menurun diikuti pula
dengan jaringan otot yang tidak mampu L* 0,1% 50,96± 0,57Db 46,70±0,09Cab 44,11±0,07Ba 40,76± 0,30Aa 40,26± 0,31Ab

mempertahankan kekenyalannya (Baladin, 2007). 1% 47,26±0,19Da 43,60±0,21Ca 43,38± 0,06Ca 40,58±0,21Ba 37,38± 0,43Aa
Sedangkan untuk perlakuan penambahan minyak 0% 5,92±0,03Bc 5,61±0,33Ba 4,92± 0,89Ba 2,84± 0,12Aa 2,52± 0,49Aa
atsiri 0,1% dan 1% nilai pH fillet ikan patin a* 0,1% 5,38±0,07Ca 4,53±0,22BCa 4,49± 0,33BCa 4,28± 0,17Bb 1,98± 0,62Aab
mengalami peningkatan secara bertahap, hal ini 1% 5,66±0,08Cb 5,31±0,69BCa 4,64± 0,03Ba 4,56± 0,14ABb 3,67± 0,33Ab
menunjukkan bahawa sejak bulan ke-0 penyimpanan
0% 12,34± 0,19Bc 8,37± 0,57Aa 7,06±1,01Ab 6,72± 0,35Ab 6,70±0,74Ab
suhu beku pada fillet ikan patin yang ditambahkan
minyak atsiri temulawak 0,1% dan 1% sudah mulai b* 0,1% 9,79± 0,10Eb 8,84± 0,16Da 7,59± 0,28Cb 6,25±0,14Ba 5,70±0,05Ab

terjadi denaturasi protein secara bertahap hingga 1% 8,36± 0,24Da 7,78± 0,12Ca 6,62±0,25Ba 5,32± 0,14Ba 4,21±0,27Aa
penyimpanan bulan ke-4. Menurut Volk dan Keterangan:
Wheeler (1988) protein dan lemak sangat rentan 0%, tanpa penambahan minyak atsiri temulawak; 0,1%, penambahan minyak
terhadap senyawa kimia.Minyak atsiri temulawak atsiri temulawak 0,1% ; 1%, penambahan minyak atsiri temulawak 1%. Nilai
menunjukkan rata-rata ± standar deviasi (n=2). Huruf kecil yang sama pada
mengandung senyawa kimia yang dapat kolom yang sama tiap parameter uji dan huruf besar yang sama pada baris yang
mendenaturasi protein pada fillet ikan patin, hal ini sama menunjukkan tidak beda nyata pada taraf signifikansi (α = 0,05)

mengakibatkan edible coatingfillet ikan patin dengan


penambahan minyak atsiri temulawak memiliki pH Dapat dilihat pada Tabel 2 berdasarkan hasil
lebih tinggi dibandingkan dengan kontrol.Djazuli et análisis yang dilakukan pada warna fillet ikan patin,
al (2001) menyatakan bahwa perusakan asam amino terjadi penurunan intensitas warna baik intensitas L
dan denaturasi protein menyebabkan meningkatnya (Lightness), a (redness) dan b (yellowness) pada
nilai pH dengan terlepasnya N dan hilangnya air. fillet selama 4 bulan penyimpanan pada suhu beku.
Menurut Aurand dkk (1987) akibat langsung Penurunan intensitas warna terjadi pada perlakuan
pemecahan protein menjadi total N non protein kontrol maupun perlakuan penambahan minyak
tubuh ikan menjadi basis. Protein terdenaturasi pada atsiri temulawak 0,1% dan 1%. Pada bulan ke-0
suhu beku disebabkan oleh 3 faktor yaitu, perubahan penyimpanan nilai intensitas warna L (Lightness)
kandungan air, perubahan lemak pada ikan dan pada kontrol, penambahan minyak atsiri 0,1% dan
aktivitas enzim trimethylamin oksidase (Taub dan penambahan minyak atsiri 1% adalah 52,73 ; 50,96
Singh, 1998). dan 47,26 kemudian mengalami penurunan
intensitas warna L (Lightness) pada bulan ke-4

42
ISSN: 2302-0733 Jurnal Teknosains Pangan Vol 2 No 4 Oktober 2013

penyimpanan baik perlakuan kontrol, penambahan cukup signifikan pada bulan ke-3 hingga bulan
minyak atsiri 0,1% dan penambahan minyak atsiri ke-4 penyimpanan. Untuk perlakuan
1% menjadi 37,78 ; 40,26 dan 37,38. Untuk penambahan minyak atsiri 1% terjadi penurunan
intensitas warna a (redness) pada fillet ikan patin intensitas warna tetapi dengan laju penurunan
selama 4 bulan penyimpanan suhu beku baik intensitas warna lebih lambat. Menurut
perlakuan kontrol maupun perlakuan penambahan Suryaningrum dkk (2010) fillet patin Jambal dan
minyak atsiri temulawak 0,1% dan 1% mengalami Nasutus memiliki warna putih kemerahan
penurunan dengan nilai 5,92; 5,38 dan 5,66 pada (lightpink),studi di lapangan menunjukkan jika
penyimpanan bulan ke-0 menjadi 2,52; 1,98 dan ikan patin setelah dipotong dan dikeluarkan
3,67 pada penyimpanan bulan ke-4. Untuk intensitas darahnya (bleeding) langsung difillet akan
warna b (yellowness) pada fillet ikan patin selama 4 diperoleh warna daging fillet putih sedikit
bulan penyimpanan suhu beku juga mengalami kekuningan (light yellow) atau kemerahan (pink).
penurunan baik perlakuan kontrol maupun perlakuan c. Intensitas warna b* (Yellowness)
penambahan minyak atsiri temulawak 0,1% dan 1% Berdasarkan hasil pengamatan terhadap
mengalami penurunan dengan nilai 12,34; 9,79 dan intensitas warna b* (yellowness), semakin lama
8,36 pada penyimpanan bulan ke-0 menjadi waktu penyimpanan, dan semakin tinggi
6,70;5,70 dan 4,21 pada penyimpanan bulan ke-4. konsentrasi penambahan minyak atsiri
a. Intensitas warna L* (Lightness) temulawak pada edible coatingfillet ikan patin
Berdasarkan hasil pengamatan terhadap maka semakin rendah intensitas warna b*
intensitas warna L* (Lightness), semakin lama (yellowness) yang dihasilkan. Perlakuan kontrol
waktu penyimpanan, dan semakin tinggi memiliki intensitas warna b* (yellowness) yang
konsentrasi penambahan minyak atsiri lebih tinggi dibandingkan fillet ikan patin yang
temulawak pada edible coatingfillet ikan patin ditambahkan minyak atsiri temulawak, tetapi
maka semakin rendah intensitas warna L* laju penurunan intensitas warna b* pada
(Lightness) yang dihasilkan. Perlakuan kontrol perlakuan penambahan minyak atsiri temulawak
memiliki intensitas warna L* (Lightness) yang lebih lambat dibandingkan perlakuan kontrol.
lebih tinggi dibandingkan fillet ikan patin yang Warna kuning pada fillet ikan patin diduga
ditambahkan minyak atsiri temulawak. Hal ini berasal dari lemak ikan yang mengandung
disebabkan karena warna edible coating yang banyak karoten berwarna kuning yang masuk ke
tidak ditambahkan minyak atsiri berwarna jernih. dalam daging ikan, warna kuning tidak
Sedangkan perlakuan penambahan konsentrasi mempengaruhi bau dan mutu filet, tetapi warna
minyak atsiri temulawak 0,1% dan 1% memiliki kuning ini umumnya tidak dikehendaki dalam
warna awal yang cenderung kurang cerah dunia perdagangan(Lovell, 2004).
dikarenakan penambahan minyak atsiri Berdasarkan hasil analisis warna fillet ikan patin
temulawak yang berwarna kuning sehingga selama penyimpanan pada suhu beku, terlihat bahwa
dapat mengurangi tingkat kecerahan fillet ikan terjadi penurunan intensitas warna L, a dan b selama
patin. 4 bulan masa penyimpanan. Perlakuan kontrol
b. Intensitas warna a* (Redness) cenderung mengalami penurunan intensitas warna L
Berdasarkan hasil pengamatan terhadap (Lightness), a* (Redness), b* (Yellowness) lebih
intensitas warna a* (redness), semakin lama besar dibandingkan dengan sampel dengan
waktu penyimpanan maka semakin rendah penambahan minyak atsiri temulawak. Hal ini
intensitas warna a* (redness) yang dihasilkan. membuktikan bahwa penambahan minyak atsiri
Pada bulan ke-0 hingga bulan ke-2 penyimpanan temulawak mampu menekan laju penurunan
perlakuan kontrol memiliki intensitas warna a* intensitas warna pada fillet ikan patin yang disimpan
(redness) yang lebih tinggi dibandingkan fillet pada suhu beku selama 4 bulan penyimpanan.
ikan patin yang ditambahkan minyak atsiri Mekanisme perubahan warna pada fillet ikan
temulawak. Tetapi pada bulan ke-2 hingga bulan berdasarkan KKP dan JICA (2008) yaitu minyak
ke-4 penyimpanan, terjadi penurunan intensitas ikan yang mengandung lemak tak jenuh yang tinggi
warna yang cukup drastis pada perlakuan kontrol akan beroksidasi secara bertahap dan berubah
sedangkan untuk perlakuan penambahan minyak menjadi kuning.Pigmen alami akan memudar selama
atsiri 0,1% terjadi penurunan intensitas warna yg penyimpanan, tetapi minyak ikan secara berangsur-
43
ISSN: 2302-0733 Jurnal Teknosains Pangan Vol 2 No 4 Oktober 2013

angsur akan teroksidasi dan berubah menjadi kuning DAFTAR PUSTAKA


selama penyimpanan beku.Pigmen warna yang Arannilewa S. T., S. O. Salawu. A. A. Sorungbe and
utama pada daging ikan adalah hemoglobin dalam B. B. Ola-Salawu. 2005. Effect of frozen
darah dan mioglobin dalam jaringan sel, bagian period on the chemical, microbiological and
berwarna gelap pada daging mengandung lebih sensory quality of frozen tilapia
banyak pigmen dari bagian yang berwarna terang. fish (Sarotherodun galiaenus). African
Darah pada ikan segar berwarna merah terang. Journal of Biotechnology Vol. 4 (8), pp. 852-
Warna merah dari hemoglobin berubah menjadi 855. ISSN 1684–5315. Academic Journals
merah-kecoklatan dan kemudian menjadi coklat.
Baik hemoglobin dan mioglobin mengalami hal Aurand, L.W., Eoods, A.E., and Wells, M.R. 1987.
yang sama. Warna merah pada ikan memudar Food Composition and Analysis. The Avi
selama penyimpanan dingin atau beku yang Published by Van Nostrand Reinhold Co.
disebabkan oleh oksidasi pigmen carotenoid. New York.
Tingkat pudarnya warna ikanbergantung pada Baladin, L.O 2007. Studi Ketahanan Hidup Larva
ketersediaan oksigen dan suhu ruang penyimpanan. Anisakidae Dengan Suhu Pembekuan Dan
Memudarnya warna carotenoid dapat terjadi karena Penggaraman Pada Ikan Kembung
otooksidasi ikatan ganda yang terkonjugasi, radikal (Rastrelligerspp. ). Tesis.Sekolah
bebas yang terlepas selama oksidasi lemak yang Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.
bergabung bersama carotenoid untuk membentuk
lemak hidroperoksida, dan aktivitas enzim. Oksidasi Djunarti , Susijahadi dan Y. Witono. 2004. Studi
myoglobin yang berwarna merah terang menjadi Pembuatan Ikan Pindang Siap Saji Berdaya
metmyoglobin yang berwana coklat dapat terjadi Simpan Tingggi. Seminar Nasional dan
melalui jalur non-enzimatis dan enzimatis. Kongres PATPI.
Ilyas, S. 1983. Teknologi Refrigerasi Hasil
KESIMPULAN Perikanan, jilid 1. Teknik Pendinginan Ikan
Kesimpulan dari Penelitian “Pengaruh .CV Paripurna. Jakarta.
Penambahan Minyak Atsiri Rimpang
Temulawak(Curcuma Xanthorriza Roxb)Pada Kementrian Kelautan dan Perikanan. 2009.
Edible Coating Terhadap Stabilitas pH Dan Warna Kebutuhan dan produksi ikan di Indonesia
Fillet Ikan Patin Selama 4 Bulan Penyimpanan Suhu tahun 2005-2009. Jakarta.
Beku ”adalah : KKP dan JICA. 2008. Bantuan Teknis Untuk
1. Edible coating dengan penambahan minyak Industri Ikan dan Udang Skala Kecil dan
atsiri temulawakmempu menstabilkan Menengah di Indonesia (Teknik Pasca Panen
peningkatan nilai pH dan warna fillet ikan patin dan Produk Perikanan).
selama 4 bulan penyimpanan suhu beku - Http://www.kkp.go.id/upload/jica/book_file/
10±20C. 10_sme.pdf. Diakses pada 1 Juni 2013.
2. Konsentrasi penambahan minyak atsiri
Krochta, J. M. 1992. Control of Mass Transfer in
temulawak1% merupakan konsentrasi yang tepat
Food witt Edible Coatings and Film. In :
terhadap kestabilan peningkatan nilai pH dan
Singh, R. P. and M. A . Wirakartakusumah
warna edible coatingfillet ikan patin selama 4
(Eds) : Advances in Food Engineering. CRC
bulan penyimpanan suhu beku -10±20C.
Press : Boca Raton, F. L. pp. 517-538.
SARAN Laksmi, Maria. 2007. Temulawak (Curcuma
Perlu adanya penelitian lebih lanjut xantthorriza) Morfologi, Anatomi dan
mengenai aktivitas antimikroba minyak atsiri Fisiologi. Jurnal Tanaman Obat Indonesia.
temulawak pada fillet ikan patin dan perlu adanya Lovell, T. 2004. The yellow fat problem in fish
kajian lebih lanjut tentang nilai ekonomi dan flesh.Aquaculture Magazine.10(4): 39–40.
penerimaan konsumen terhadap produk yang
dihasilkan. Mc Hugh., T. H., and Krochta, J. M.
1994.Permeability Properties of Edible Film.
Di dalam Krochta et al (ed). Edible Coatings
44
ISSN: 2302-0733 Jurnal Teknosains Pangan Vol 2 No 4 Oktober 2013

and Film to Improve Quality Technomic


Publ. Co. Inc. Lancaster – Basel.
Setiawan, Andik. 2013. Pengaruh penambahan
minyak atsiri Rimpang temulawak (curcuma
xanthorizza roxb)Pada edible coating fillet
ikan patin Terhadap penghambatan
kerusakan Mikrobiologis dan oksidatif.
Skripsi.Ilmu dan Teknologi Pangan. Fakultas
Pertanian. Universitas Sebelas Maret.
Suryaningrum,Dwi. 2008. Ikan Patin: Peluang
Ekspor, Penanganan Pasca Panen, Dan
Diversifikasi Produk Olahan. Sqealen Vol 3
No. 1
Taub, I.A. and R.P. Singh. 1998. Food Sotrage
Stability. CRC Press. New York.
Volk dan Wheeler. 1988. Mikrobiologi Dasar. Edisi
Kelima. Jilid I. Penerbit Erlangga. Jakarta.
Djazuli, M., I. Darwati dan Rosita, S. M. D.
2001.Studi pola pertumbuhan dan serapan
hara N, P, K temu ireng (Curcuma
aeruginosa Roxb). Warta Tumbuhan Obat
Indonesia 7 (1) : 6 - 8.
Suryaningrum, Muljanah, Tahapari. 2010. Profil
sensori dan nilai gizi beberapa jenis ikan
patin dan hibrid nasutus.Jurnal Pascapanen
dan Bioteknologi Kelautan dan Perikanan
Vol. 5 No. 2.

45

Das könnte Ihnen auch gefallen