Sie sind auf Seite 1von 11

PEMBAHASAN

A. Dasar Hukum Akuntansi Persediaan


Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 71 Tahun 2010 tentang Standar Akuntansi
Pemerintahan terdiri dari dua lampiran, yaitu Lampiran I mengatur kebijakan akuntansi yang
menggunakan basis akrual sedangkan Lampiran 2 mengatur kebijakan akuntansi yang masih
menggunakan basis kas menuju akrual (cash toward accrual). Adanya dua lampiran ini,
menunjukkan sesuatu yang logis, karena meskipun dalam Undang-Undang (UU) Nomor 17
Tahun 2003 tentang Keuangan Negara memberi amanat untuk melaksanakan akuntansi
berbasis akrual lima tahun setelah diundangkannya UU tersebut, namun butuh waktu dan
proses dalam menyiapkan sistem yang digunakan untuk mengiplementasikan akuntansi
berbasis akrual. PP Nomor 71 Tahun 2010 mengakomodir masa transisi sekaligus merupakan
tekad untuk melaksanakan amanah UU Nomor 17 Tahun 2003. Definisi Persediaan
(Menurut Peraturan Pemerintah RI No 71 Th. 2010) : Persediaan adalah aset lancar dalam
bentuk barang atau perlengkapan yang dimaksudkan untuk mendukung kegiatan operasional
pemerintah, dan barang-barang yang dimaksudkan untuk dijual dan/atau diserahkan dalam
rangka pelayanan kepada masyarakat.
Dalam PSAP NO. 05 tentang akuntansi persediaan menyatakan bahwa standar ini
diterapkan dalam penyajian seluruh persediaan dalam laporan keuangan untuk tujuan umum
yang disusun dan disajikan dengan basis kas untuk pengakuan pos-pos pendapatan, belanja,
transfer, dan pembiayaan, serta basis akrual untuk pengakuan pos-pos aset, kewajiban. dan
ekuitas. standar ini diterapkan untuk seluruh entitas pemerintahan pusat dan daerah tidak
termasuk perusahaan negara/daerah.
Aset Digolongkan kedalam Persediaan Apabila :
1. Barang atau perlengkapan (supplies) yang digunakan dalam rangka kegiatan
operasional pemerintah.
2. Bahan atau perlengkapan (supplies) yang digunakan dalam proses produksi.
3. Barang dalam proses produksi yang dimaksudkan untuk dijual atau diserahkan kepada
masyarakat.
4. Barang yang disimpan untuk dijual atau diserahkan kepada masyarakat dalam rangka
kegiatan pemerintahan;

B. Pengertian Persediaan
Persediaan (inventory) adalah aset lancar bentuk barang atau perlengkapan yang
dimaksudkan untuk mendukung kegiatan operasional pemerintah, dan barang-barang yang
dimaksudkan untuk dijual dan/atau diserahkan dalam rangka pelayanan kepada masyarakat.
Persediaan termasuk asset, dimana merupakan sumber daya ekonomi yang dikuasai dan/atau
dimiliki oleh pemerintah sebagai akibat masa lalu dan dari mana manfaat ekonomi dan/atau
sosial di masa depan diharapkan dapat diperoleh, baik oleh pemerintah maupun masyarakat,
serta dapat diukur dalam satuan uang, termasuk sumber daya nonkeuangan yang diperlukan
untuk penyediaan jasa bagi masyarakat umum dan sumber daya yang dipelihara karena alasan
sejarah dan budaya.
Persediaan merupakan aset yang berwujud berupa :
a. Barang atau perlengkapan (supplies) yang digunakan dalam rangka kegiatan operasional
pemerintah.
b. Bahan atau perlengkapan (supplies) yang digunakan dalam proses produksi.
c. Barang dalam proses produksi yang dimaksudkan untuk dijual atau diserahkan kepada
masyarakat.
d. Barang yang disimpan untuk dijual atau diserahkan kepada masyarakat dalam rangka
kegiatan pemerintah.
e. Persediaan mencakup barang atau perlengkapan yang dibeli dan disimpan untuk
digunakan, misalnya barang habis pakai seperti alat tulis kantor, barang tak habis pakai
seperti komponen peralatan dan pipa, dan barang bekas pakai seperti komponen bekas.
f. Dalam hal pemerintah memproduksi sendiri, persediaan juga meliputi barang yang
digunakan dalam proses produksi seperti bahan baku pembuatan alat-alat pertanian.
g. Barang hasil proses produksi yang belum selesai dicatat sebagai persediaan, contohnya
alat-alat pertanian setengah jadi.
Persediaan dapat meliputi : barang konsumsi, amunisi, bahan untuk pemeliharaan,
suku cadang, persediaan untuk tujuan strategis/berjaga-jaga, pita cukai dan leges, bahan baku,
barang dalam proses/setengah jadi, anah/bangunan untuk dijual atau diserahkan kepada
masyarakat, hewan dan tanaman untuk dijual atau diserahkan kepada masyarakat. Dalam hal
pemerintah menyimpan barang untuk tujuan cadangan strategis seperti cadangan energi
(misalnya minyak) atau untuk tujuan bejaga-jaga seperti cadangan pangan (misalnya beras),
hewan dan tanaman untuk dijual atau diserahkan kepada masyarakatantara lain berupa sapi,
kuda, ikan, benih padi, dan bibit diakui sebagai persediaan. Sementara persediaan dengan
kondisi rusak atau usang tidak dilaporkan dalam neraca, tetapi diungkapkan dalam catatan
atas laporan keuangan.
C. Pengakuan Persediaan
Pengakuan merupakan pencatatan suatu item dalam akuntansi yang selanjutnya akan
disajikan dalam laporan keuangan. Pengakuan membutuhkan konsep untuk menentukan
kapan dan bagaimana transaksi keuangan dapat diakui sebagai unsur dalam laporan keuangan.
Bagaimana persediaan diakui sebagai unsur yang akan disajikan dalam laporan keuangan
pemerintah berbasis akrual, yaitu pada saat terpenuhinya hal-hal berikut ini:
a. Pada saat potensi manfaat ekonomi masa depan diperoleh dan mempunyai nilai atau biaya
yang dapat diukur dengan andal. Biaya tersebut didukung oleh bukti/dokumen yang dapat
diverifikasi dan di dalamnya terdapat elemen harga barang persediaan sehingga biaya
tersebut dapat diukur secara andal, jujur, dapat diverifikasi, dan bersifat netral, dan/atau
b. Pada saat diterima atau hak kepemilikannya dan/atau penguasaannya berpindah. Dokumen
sumber yang digunakan sebagai pengakuan perolehan persediaan adalah faktur, kuitansi,
atau Berita Acara Serah Terima (BAST).

D. Pengukuran Persediaan
Pengukuran adalah proses penetapan jumlah uang untuk mengakui dan memasukkan
setiap unsur laporan keuangan. Persediaan dicatat sebesar jumlah uang yang menjadi nilai
dari persediaan tersebut. Jumlah uang tersebut menunjukkan biaya yang dapat diukur secara
andal atas perolehan/kepemilikan persediaan. Persediaan yang diperoleh dari pembelian
disajikan sebesar harga perolehan, yang meliputi harga pembelian, biaya pengangkutan, biaya
penanganan ditambah dengan biaya lain yang secara langsung dapat dibebankan pada
persediaan serta dikurangi apabila ada potongan harga, rabat, atu pengurang lain yang serupa.
Untuk persediaan yang diproduksi sendiri diukur sebesar harga pokok produksi, yaitu biaya
langsung yang terkait dengan produksi persediaan ditambah biaya tidak langsung yang
dialokasikan secara sistematis. Sedangkan persediaan yang diperoleh dengan cara lainnya,
pengukurannya menggunakan nilai wajar. Contoh persediaan berupa hewan dan tanaman dari
hasil pengembangbiakan, persediaan dari donasi, dari rampasan dan lainnya. Pada akhir
periode, apabila terdapat sisa persediaan, metode yang digunakan untuk mengukur nilai
persediaan akhir tersebut adalah metode First In First Out (FIFO) dan metode harga
pembelian terakhir. Metode FIFO digunakan untuk jenis persediaan untuk dijual/diserahkan
kepada masyarakat/pemda, sedangkan harga pembelian terakhir digunakan untuk persediaan
yang nilainya tidak material dan jenisnya bermacam-macam, seperti barang konsumsi,
amunisi, bahan untuk pemeliharaan, suku cadang, persediaan untuk tujuan strategis/berjaga-
jaga, pita cukai dan leges, bahan baku dan barang dalam proses/setengah jadi.
Pengukuran Nilai Persediaan disajikan sebesar:
1. Biaya perolehan apabila diperoleh dengan pembelian. Biaya perolehan persediaan
meliputi harga pembelian, biaya pengangkutan, biaya penanganan dan biaya lainnya
yang secara langsung dapat dibebankan pada perolehan persediaan. Potongan harga,
rabat, dan lainnya yang serupa mengurangi biaya perolehan. Nilai pembelian yang
digunakan adalah biaya perolehan persediaan yang terakhir diperoleh. Barang
persediaan yang memiliki nilai nominal yang dimaksudkan untuk dijual, seperti pita
cukai, dinilai dengan biaya perolehan terakhir.
2. Biaya standar apabila diperoleh dengan memproduksi sendiri. Biaya standar persediaan
meliputi biaya langsung yang terkait dengan persediaan yang diproduksi dan biaya
tidak langsung yang dialokasikan secara sistematis berdasarkan ukuran – ukuran yang
digunakan pada saat penyusunan renana kerja dan anggaran.
3. Nilai wajar, apabila diperoleh dengan cara lainnya seperti donasi/rampasan. Harga/nilai
wajar perseiaan meliputi nilai tukar aset atau penyelesaian kewajiban antara pihak yang
memahami dan berkeinginan melakukan transaksi wajar. Persediaan hewan dan
tanaman yang dikembangbiakan dinilai dengan menggunakan nilai wajar.

E. Pencatatan Persediaan
Akuntansi pemerintahan dalam mencatat pengadaan persediaan menggunakan metode
fisik (physical method) atau metode periodik (periodical method) artinya persediaan yang
diperoleh atau diadakan dicatat sebagai “belanja” yang merupakan komponen atau
nominal/temporer. Namun persediaan yang dibeli/diperoleh secara pisik diadministrasikan
oleh bagian gudang/barang berdasarkan prinsip perpetual. Secara periodik (biasanya akhir
tahun buku) berdasarkan hasil perhitungan pisik, nilai persediaan dicatat dalam akun
“persediaan” di sisi debit, dan akun “cadangan” dicatat di sisi kredit.
Contoh :
Berdasarkan bukti-bukti pendukung, pemerintah daerah A melakukan pembeliaan kertas
ukuran folio sebanyak 500 rim dan ukuran HVS 80 gram sebanyak 500 rim. Harga kertas
termasuk PPN sebesar Rp.33.000.000,- dan pajak penghasilan yang dipungut senilai
Rp.450.000,-
Transaksi diatas akan dicatat sebagai berikut :
Belanja Barang Rp.33.000.000,-
Utang pada pihak ketiga-PPN Rp. 3.000.000,-
Utang pada pihak ketiga-PPN pasal 22 Rp. 450.000,-
Kas pada bendaharawan pengeluaran Rp.29.550.000,-
Barang berupa kertas folio dan HVS 80 gram diadministrasikan oleh bagian gudang/barang
kedalam buku persediaan barang sebesar nilai pisiknya sebagai kartu pengendali.
Apabila PPN dan PPh pasal 22 telah disetor ke kas Negara, maka ayat jurnalnya adalah :
Utang pihak ketiga-PPN Rp. 3.000.000,-
Utang pihak ketiga-PPh pasal 22 Rp. 450.000,-
Kas pada bendaharawan pengeluaran Rp. 3.450.000,-
Berikut ini adalah ilustrasi jurnal untuk sistem perpetual dan sistem periodik, namun
belum mencakup seluruh transaksi berkaitan dengan persediaan, seperti pembayaran ongkos
angkut, penerimaan dan pemberian diskon.
Transaksi Sistem Periodik Sistem Perpetual
Membeli
barang Persediaan
Pembelian
1. dagangan 10.000 Brg Dag 10.000
Hutang
secara kredit 10.000 Hutang 10.000
Rp 10.000
Retur Hutang Hutang
2. pembelian Rp Retur 500 Persediaan 500
500 Pembelian 500 Brg Dag 500
Terdapat
barang yang Piutang/Kas
4.000
dijual. Harga Penjualan
Piutang/Kas 4.000
3. jual Rp 4.000 4.000 HPP
Penjualan
dan harga 4.000 Persediaan
1.500
pokok barang Brg Dag
1.500
Rp 1.500
Mutlak harus dilakukan
inventarisasi fisik karena tanpa Tanpa inventarisasi sudah dapat
Pada akhir
inventarisasi fisik barang, tidak diketahui persediaan, namun
tahun
dapat diketahui persediaan yang inventarisasi perlu dilakukan
4.
ada
Misalkan Jika hasil inventarisasi fisik tidak
menurut sama dengan saldo rekening
perhitungan Ikhtisar L/R 150 persediaan, perusahaan perlu
fisik pada akhir Persediaan membuat jurnal, jika sama tidak
tahun saldo B.D. 150 perlu membuat jurnal.
persediaan Rp
200 dan pada
awal tahun Rp Persediaan 200
150. B.D
Ikhtisar L/R 200

MENENTUKAN COST DARI PERSEDIAAN AKHIR


Jika perusahaan sering membeli barang dan harga beli masing-masing pembelian berbeda,
maka perusahaan akan mengalami kesulitan dalam menentukan harga pokok barang yang
dipakai/dijual dan harga pokok barang yang masih ada di gudang.
Sebagai contoh data persediaan barang dagangan untuk bulan Januari 2006 sebagai
berikut:
Januari 1 Persediaan 200 unit @ Rp 10 = Rp 2,000
12 Pembelian 400 unit @ Rp 12 = Rp 4,800
26 Pembelian 300 unit @ Rp 11 = Rp3,300
30 Pembelian 100 unit @ Rp 13 = Rp1,300

Setelah dilakukan inventarisasi fisik, jumlah pesediaan per 31 Januari 2006 adalah 300 unit.
Tentukan:
1. Persediaan per 31 Januari 2006.
2. Harga pokok persediaan yang dijual dalam bulan Januari 2006.
Barang yang tersedian untuk dijual selama bulan Januari adalah 200 + 400 + 300 + 100 =
1.000 unit, maka barang yang dijual adalah 1.000 – 300 = 700 unit. Karena harga belinya
berbeda-beda, maka perlu asumsi arus barang yang akan digunakan sebagai dasar penentuan
harga pokok barang yang dijual dan persediaan akhir sebagai berikut:
1. FIFO (First In First Out), barang yang masuk terlebih dahulu dianggap yang pertama
kali dijual/keluar sehingga persediaan akhir akan berasal dari pembelian yang
termuda/terakhir.
2. LIFO (Last In First Out), barang yang terakhir masuk dianggap yang pertama kali keluar,
sehingga persediaan akhir terdiri dari pembelian yang paling awal.
3. Rata-rata (Everage), pengeluaran barang secara acak dan harga pokok barang yang sudah
digunakan maupun yang masih ada ditentukan dengan cara dicari rata-ratanya.
Penerapan asumsi ini berlaku baik dalam sistem periodik maupun dalam sistem perpetual.
1. Jika perusahaan menggunakan Sisem Periodik
1. FIFO
Dengan metode ini jumlah barang yang digunakan sebanyak 700 unit diasumsikan berasal
dari barang yang pertama kali dibeli, yaitu:
200 unit @ Rp10 = Rp2,000
400 unit @ Rp12 = Rp4,800
100 unit @ Rp11 = Rp1,100
Harga pokok penjualan Rp7,900
Selanjutnya persediaan yang 300 unit dianggap dari pembelian tanggal 26 dan 30 Januari
2006 dengan rincian sebagai berikut:
200 unit @ Rp11 = Rp2,200
100 unit @ Rp13 = Rp1,300
Persediaan akhir Rp3,500
2. LIFO
Dengan metode ini jumlah barang yang dijual sebanyak 700 unit diasumsikan berasal dari
barang yang terakhir dibeli, yaitu:
100 unit @ Rp13 = Rp1,300
300 unit @ Rp11 = Rp3,300
300 unit @ Rp12 = Rp3,600
Harga pokok penjualan Rp8,200
Selanjut persediaan akhir 300 unit dianggap berasal dari pembelian tanggal 1 dan 12 Januari
2006, yaitu:
200 unit @ Rp10 = Rp2,000
100 unit @ Rp12 = Rp1,200
Persediaan akhir Rp3,200
3. Metode Rata-rata
Untuk menghitung persediaan akhir dan harga pokok penjualan perlu dibuat perhitungan
sebagai berikut:
Tanggal Keterangan Unit Harga per Unit Jumlah
Jan 1 Persediaan 200 Rp10 Rp2,000
12 Pembelian 400 Rp12 Rp4,800
26 Pembelian 300 Rp11 Rp3,300
30 Pembelian 100 Rp13 Rp1,300
Jumlah 1,000 Rp11,400
Rata-rata = Rp11,400 : 1,000 Rp11.4
Harga pokok penjualan = 700 x Rp 11.4 = Rp7,980
Persediaan akhir = 300 x Rp11.4 = 3,240
2. Jika perusahaan menggunakan Sistem Perpetual
Jika perusahaan menggunakan sistem perpetual, penentuan harga pokok barang yang dijual
dan persediaan akhir dilakukan setiap perusahaan menjual barang. Untuk mempermudah
pekerjaan menentukan harga pokok ini digunakan suatu kartu yang lazim disebut Kartu
Persediaan. Satu jenis barang disediakan satu Kartu. Dengan demikian sistem ini baru cocok
untuk persediaan yang nilainya tinggi.
Misalkan atas satu jenis barang diperoleh informasi sebagai berikut:
Tanggal Keterangan Unit Harga Beli per Unit
Jan. 1 Persediaan 200 Rp10
12 Pembelian 400 Rp12
17 Dijual 300
26 Pembelian 300 Rp11
27 Dijual 200
28 Dijual 300
30 Pembelian 100 Rp13

Berikut ini hanya diberikan contoh metode FIFO:


Dibeli Dipakai Persediaan

Unit Cost Jumlah Unit Cost Jumlah Unit Cost Jumlah


Tgl Ket
Jan
Persediaan 200 10 2,000
1
200 10 2,000
12 Pembelian 400 12 4,800
400 12 4,800
17 Dijual 200 10 2,000 300 12 3,600
100 12 1,200
300 12 3,600
26 Pembelian 300 11 3,300
300 11 3,300
100 12 1,200
27 Dijual 200 12 2,400
300 11 3,300
100 12 1,200
28 Dijual 100 11 1,100
200 11 2,200
100 11 1,100
30 Pembelian 100 13 1,300
100 13 1,300

F. Penyajian dan Pengungkapan Persediaan


Persediaan disajikan di neraca pada bagian aset lancar. Persediaan yang disajikan adalah
jumlah persediaan hasil opname fisik dikalikan dengan nilai per unit sesuai dengan metode
penilaian yang digunakan. Termasuk dalam persediaan tersebut adalah barang yang dibeli
dengan belanja hibah dan/atau belanja bantuan sosial yang belum didistribusikan sampai
dengan akhir periode pelaporan. Catatan atas Laporan Keuangan (CaLK) untuk persediaan,
mengungkapkan, antara lain kebijakan akuntansi yang digunakan dalam pengukuran
persediaan, penjelasan lebih lanjut atas persediaan, seperti barang atau perlengkapan yang
digunakan untuk pelayanan masyarakat, barang atau perlengkapan yang digunakan dalam
proses produksi, barang yang disimpan untuk dijual atau diserahkan kepada masyarakat, dan
barang yang masih dalam proses produksi yang dimaksudkan untuk dijuak atau diserahkan
kepada masyarakat. Penjelasan atas selisih antara pencatatan dengan hasil inventarisasi fisik
dan jenis, jumlah, dan nilai persediaan dalam kondisi rusak dan usang juga dituangkan dalam
CaLK.
Jurnal Transaksi Persediaan
a. Pada saat diterima persediaan dari penyedia barang dan jasa melalui bukti berupa Berita
Acara Serah Terima (BAST), dilakukan penjurnalan sebagai berikut:
Untuk Buku Besar Akrual
D Persediaan yang Belum Diregister xxxx
K Utang yang Belum Diterima Tagihannya xxxx
c. Pada saat persediaan diregister (diinput pada Aplikasi Persediaan), dilakukan penjurnalan
sebagai berikut:
Untuk Buku Besar Akrual
D Persediaan xxxx
K Persediaan yang Belum Diregister xxxx
c. ada saat diajukan SPP/SPM Belanja Barang untuk perolehan persediaan, dilakukan
penjurnalan sebagai berikut:
Untuk Buku Besar Akrual
D Utang yang Belum Diterima Tagihannya xxxx
K Belanja Barang yang Masih Harus Dibayar xxxx
d. Pada saat terbit SP2D Belanja Barang untuk perolehan persediaan, dilakukan penjurnalan
sebagai berikut:
Untuk Buku Besar Akrual
D Belanja Barang yang Masih Harus Dibayar xxxx
K Ditagihkan ke Entitas lain xxxx
Untuk Buku Besar Kas
D Belanja Barang xxxx
K Ditagihkan ke Entitas lain xxxx
e. Pada saat pemakaian persediaan, dilakukan penjurnalan senagai berikut:
Untuk Buku Besar Akrual
D Beban Persediaan xxxx
K Persediaan xxxx
f. ada saat akhir periode, setelah dilakukan opname fisik, apabila ada perbedaan
g. antara saldo menurut catatan dengan saldo menurut fisik, akan dibuat jurnal penyesuaian
sebagai berikut:
Untuk Buku Besar Akrual, di mana jumlah saldo fisik lebih besar
D Persediaan xxxx
K Beban Persediaan xxxx
Untuk Buku Besar Akrual, di mana jumlah saldo fisik lebih kecil
D Beban Persediaan xxxx
K Persediaan xxxx
DAFTAR PUSTAKA
Akuntansi, Ilmu. 2013. “pengertian persediaan dalam akuntansi”. [Online]. Tersedia:
http://ilmuakuntansi.web.id/pengertian-persediaan-dalam-akuntansi/ [20 Maret 2017].
Depkeu, Bppk. 2010. “kekayaan negara dan perimbangan keuangan dan kebijakan akuntansi
berbasis akrual kaba untuk persediaan”. [Online].
Tersedia: http://www.bppk.depkeu.go.id/publikasi/artikel/149-artikel-kekayaan-
negara-dan-perimbangan-keuangan/19960-kebijakan-akuntansi-berbasis-akrual-
kaba-untuk-persediaan. [20 Maret 2017].
Mursyidi. 2013. “Akuntansi Pemerintahan di Indonesia”. Bandung: Refika Aditama.
Nordiawan, Deddi dan Iswahyudi. 2009. “Akuntansi Pemerintahan”. Jakarta: Salemba Empat.
The world, Accounting. 2012. “psap no 05 akuntansi persediaan”. [Online]. Tersedia:
http://accountingfortheworld.blogspot.com/2012/07/psap-no-05-no-akuntansi-
persediaan.html. [20 Maret 2017].

Das könnte Ihnen auch gefallen