Sie sind auf Seite 1von 296

MANAJEMEN PENGELOLAAN TEMPAT

PELELANGAN IKAN PANIMBANG DI


KABUPATEN PANDEGLANG
SKRIPSI

Diajukan sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh


Gelar Sarjana Ilmu Sosial pada Konsentrasi Manajemen Publik
Program Studi Ilmu Administrasi Negara

Oleh:

DONI WINARNO

6661091421

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK


UNIVERSITAS SULTAN AGENG TIRTAYASA
SERANG JUNI 2015
“Kesulitan itu sementara

seperti semua yang sebelumnya pernah terrjadi”

“Kebaikan tidak bernilai selama diucapkan

tetapi bernilai sesudah dikerjakan”

Skripsi ini kupersembahkan:

kepada kedua orang tuaku

yang telah membesarkan,

mendidik dan membuatku

mampu menyelesaikan skripsi ini


ABSTRAK

Doni Winarno. NIM 6661091421. 2015. Skripsi. Manajemen Pengelolaan Tempat


Pelelangan Ikan (TPI) Panimbang di Kabupaten Pandeglang. Program Studi Ilmu
Administrasi Negara. Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik. Universitas Sultan
Ageng Tirtayasa. Pembimbing 1: Drs. Oman Spriyadi, M.Si dan Pembimbing 2: Ipah Ema
Jumiati, S.Ip, M.Si.

Latar belakang masalah penelitian yaitu tidak adanya standar operasional prosedur
(SOP) yang secara spesifik mengelola TPI, sarana yang buruk dan tidak adanya
anggaran untuk TPI, sulit tercapainya target retribusi, kurangnya upaya pemerintah
daerah untuk menertibkan TPI ilegal dan kurangnya upaya memberikan sanksi.
Tujuan penelitian ini untuk mengetahui bagaimana manajemen pengelolaan TPI
Panimbang di Kabupaten Pandeglang. Penelitian ini menggunakan teori Fungsi
Manajemen dari G.R Terry terdiri dari Perencanaan, Pengorganisasian, Pelaksanaan
dan Pengawasan. Metode yang digunakan adalah metode deskriptif dengan
pendekatan kualitatif. Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini dari Miles
dan Huberman, meliputi reduksi data, penyajian data serta penarikan kesimpulan dan
verifikasi. Hasil penelitian menunjukan bahwa manajemen pengelolaan TPI
Panimbang di Kabupaten Pandeglang belum berjalan dengan baik. Kesimpulan
penelitian tidak adanya SOP yang matang, kurangnya kerja sama antar lini dan sarana
yang masih belum memadai, tidak tercapainya target retribusi dan lemahnya
pengawasan serta tidak ada sanksi tegas kepada TPI ilegal. Saran peneliti TPI harus
membuat SOP yang baik, perbaikan sarana dan prasarana harus ditingkatkan, TPI
harus bekerjasama dengan instansi terkait Satpol PP dan Ditpolair untuk menutup TPI
ilegal, serta perlu adanya sanksi tegas kepada TPI ilegal.

Kata kunci: Manajemen, TPI.


ABSTRACT

Doni Winarno. NIM 6661091421. 2015. Thesis. Management of Fish Auction Place
(TPI) Panimbang in Pandeglang. Study of Public Administration. Faculty of Social
Science and Political Science. University of Sultan Ageng Tirtayasa. 1st Advisor: Drs.
Oman Spriyadi, M.Si and 2nd Advis0r: Ipah Ema Jumiati, S.Ip, M.Si.

Background research problem is the lack of standard operating procedures (SOP),


which specifically manage TPI, poor facilities and lack of budget for TPI, it is
difficult to achieve the target of retribution, lack of local government efforts to curb
illegal TPI and the lack of efforts to impose sanctions. The purpose of this study to
determine how the management of TPI Panimbang in Pandeglang. This study uses the
theory of GR Terry management function consists of Planning, Organizing, Actuating
and Controlling. The method used is descriptive method with qualitative
approach. Analysis of the data used in this study of Miles and Huberman, including
data reduction, data display, conclusion and verification. The results showed that the
management of TPI Panimbang in Pandeglang not run well. Research conclusions
absence SOP mature, the lack of cooperation between lines and facilities are not
sufficient, not achieving the target of retribution and a lack of oversight and there is
no strict punishment to illegal TPI. Suggestions TPI researchers must make a good
SOP, repair facilities and infrastructure should be improved, TPI must cooperate
with relevant agencies as Satpol PP and Ditpolair to close illegal TPI, as well as the
need for strict punishment to illegal TPI.

Keywords: Management, TPI.


KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum. Wr. Wb.

Dengan mengucap syukur Alhamdulillahirobbil’alamin peneliti panjatkan

kehadirat ALLAH SWT, serta shalawat serta salam selalu tercurahkan untuk Nabi

Muhammad SAW, sahabat beserta keluarganya, karena dengan ridho, rahmat,

karunia dan kasih sayang-Nya yang berlimpah sehingga akhirnya peneliti dapat

menyelesaikan skripsi yang berjudul “Manajemen Pengelolaan Tempat

Pelelangan Ikan Panimbang di Kabupaten Pandeglang".

Dengan selesainya skripsi ini tentu tidak terlepas dari bantuan dan

dukungan dari berbagai pihak yang senantiasa selalu mendukung peneliti. Maka

peneliti ingin mengucapkan terima kasihkepada:

1. Prof. Drs. Sholeh Hidayat, M.Pd Rektor Universitas Sultan Ageng

Tirtayasa.

2. Dr. Agus Sjafari, S.Sos, M.Si Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu

Politik Universitas Sultan Ageng Tirtayasa.

3. Kandung Sapto Nugroho, S.Sos, M.Si Wakil Dekan I Fakultas Ilmu

Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sultan Ageng Tirtayasa sekaligus

dosen pembimbing akademik, terimakasih atas kesabaran dan nasehat-

nasehatnya selama ini.

4. Mia Dwianna M, S.Sos, M.I.Kom Wakil Dekan II Fakultas Ilmu Sosial

dan Ilmu Politik Universitas Sultan Ageng Tirtayasa.

i
5. Ismanto, S.Sos, MM Wakil Dekan III Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu

Politik Universitas Sultan Ageng Tirtayasa.

6. Rahmawati, S.Sos, M.Si Ketua Prodi Ilmu Administrasi Negara

Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sultan Ageng

Tirtayasa.

7. Ipah Ema Jumiati, S.Ip, M.Si Sekretaris Prodi Ilmu Administrasi

Negara Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sultan Ageng

Tirtayasa sekaligus Dosen Pembimbing II atas kebaikan dan waktu

yang telah diberikan kepada penulis dalam memberikan arahan dan

bimbingan untuk menyelesaikan SKRIPSI ini.

8. Drs. Oman Spriyadi, M.Si dosen pembimbing I atas kebaikan dan

waktu yang telah diberikan kepada penulis dalam memberikan arahan

dan bimbingan untuk menyelesaikan SKRIPSI ini.

9. Semua Dosen dan Staf Prodi Ilmu Administrasi Negara Fakultas Ilmu

Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sultan Ageng Tirtayasa yang

membekali peneliti dengan ilmu pengetahuan selama perkuliahan.

10. Ibunda Sugiyah dan almarhum ayahanda Waluyo Sutopo, atas cinta

kasih yang tulus tak terhingga dan sekaligus merupakan motivator

terbesar dalam menyelasaikan SKRIPSI ini.

11. Tempat pelelangaan ikan Panimbang yang telah membantu serta

memberikan data untuk pengerjaan dan kelengkapan SKRIPSI ini.

12. Teman-teman satu kelas ANE C 2009, Ari Hardiawan, Bagus Pratama,

Elisa Tanini, Lutfi Hardiyansyah, M. Irsyad Mahdi, Rizki Panji

i
i
DAFTAR ISI

Halaman

LEMBAR PERNYATAAN ORISINALITAS ..................................................... i

LEMBAR PERSETUJUAN

LEMBAR PENGESAHAN

MOTTO DAN PERSEMBAHAN

ABSTRAK

KATA PENGANTAR ............................................................................................. ii

DAFTAR ISI ............................................................................................................ iii

DAFTAR TABEL .................................................................................................. iv

DAFTAR GAMBAR ............................................................................................... v

DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................................... vi

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah............................................................................. 1

1.2 Identifikasi Masalah ……………………………………………….. ........ 17

1.3 Batasan Masalah……………………………………................................ 17

1.4 Rumusan Masalah ..................................................................................... 18

1.5 Tujuan Penelitian ………………………………………………….. ....... 18

1.6 Manfaat Penelitian…………………………………………………. ....... 18

1.6.1 Secara Teoritis ................................................................................... 18

1.6.2 Secara Praktis .................................................................................... 19

iii
BAB II TINJAUAN KEPUSTAKAAN

2.1 Tinjauan Pustaka ........................................................................................ 20

2.1.1 Definisi Manajemen .......................................................................... 20

2.1.2 Tujuan Manajemen............................................................................ 23

2.1.3 Fungsi-fungsi Manajemen ................................................................ 27

2.1.4 Definisi Pengelolaan…………………………………. .................... 33

2.1.5 Definisi Nelayan……………………………………………............ 35

2.1.6 Pengertian Tempat Pelelangan Ikan .................................................. 37

2.2 Penelitian Terdahulu ……………………………………………….. ......... 38

2.3 Kerangka Berfikir ………………………………………………….. ......... 41

2.4 Asumsi Dasar Penelitian .............................................................................. 43

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Pendekatan dan Metode Penelitian .............................................................. 44

3.2 Ruang Lingkup Penelitian ………………………………………… ......... 46

3.3 Lokasi Penelitian ………………………………………………. .............. 47

3.4 Variabel Penelitian …………………………………………. ................... 48

3.4.1Definisi Konsep…………………………………………….............. 48

3.4.2 Definisi Oprasional………………………………………… ........... 50

3.5 Instrumen Penelitian……………………………………………....... ......... 51

3.6 Informan Penelitian .................................................................................... 53

iii
3.7 Teknik Pengolahan dan Analisis Data ....................................................... 55

3.7.1 Teknik Pengolahan Data…………………………………… ........... 55

3.7.2 Teknik Analisis Data ……………………………………… ............ 61

3.7.3 Uji Keabsahan Data .......................................................................... 64

3.7.3.1 Trriangulasi .............................................................................. 65

3.7.3.2 Member Check ......................................................................... 67

3.8 Jadwal Penelitian ......................................................................................... 68

BAB IV HASIL PENELITIAN

4.1 Deskripsi Objek Penelitian .......................................................................... 70

4.1.1 Deskripsi Kabupaten Pandeglang ..................................................... 70

4.1.2 Deskripsi Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Pandeglang .... 72

4.1.3 Potensi Kelautan dan Perikanan di Kabupaten Pandeglang .............. 74

4.1.4 Visi dan Misi Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Pandeglang 75

4.1.5 Gambaran Umum UPT Pangkalan Pendaratan Ikan dan Tempat

Pelelangan Ikan (PPI dan TPI) Kecamatan Labuan ............................. 76

4.1.5.1 Kedudukan Tugas Fungsi dan Rincian Tugas UPT Pangkalan

Pendaratan Ikan dan Tempat Pelelangan Ikan (PPI dan TPI)

Kecamatan Labuan ................................................................... 76

4.1.5.2 Susunan Organisasi UPT Pangkalan Pendaratan Ikan dan Tempat

Pelelangan Ikan (PPI dan TPI) Kecamatan Labuan ................. 81

4.1.6 Gambaran Umum Tempat Pelelangan Ikan Panimbang .................. 82

iii
4.2 Deskripsi Data ............................................................................................. 84

4.2.1 Deskripsi Data Penelitian .................................................................. 84

4.2.2 Data Informan Penelitian ................................................................. 87

4.3 Pembahasan ................................................................................................ 89

4.3.1 Planning (Perencanaan) .................................................................. 89

4.3.2 Organizing (Pengorganisasian) ......................................................... 102

4.3.3 Actuating (Pelaksanaan) .................................................................. 111

4.3.4 Controlling (Pengawasan) ............................................................... 127

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan ................................................................................................. 152

5.2 Saran ........................................................................................................... 154

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

RIWAYAT HIDUP

iii
DAFTAR TABEL

1.1 Luas Perairan Laut Banten ........................................................................... 4

1.2 Tempat Pelelangan ikan di banten ............................................................... 8

1.3 Laporan Penerimaan dan Penyetoran Pungutan Tempat Pelelangan

Ikan Panimbang 2014 ......................................................................... 14

1.4 Laporan Penerimaan dan Penyetoran Pungutan Tempat Pelelangan

Ikan Panimbang 2015 ......................................................................... 15

2.1 Fungsi-Fungsi Manajemen ........................................................................... 27

3.1 Daftar Informan Penelitian ........................................................................... 52

3.2 Jadwal Penelitian ......................................................................................... 67

4.1 Kecamatan, Desa Pantai dan Panjang Pantai ................................................ 72

4.2 Jenis Kapal berdasarkan Gross Tonase (GT) ............................................... 82

4.3 Daftar Informan ............................................................................................ 87

4.4 Target Retribusi TPI Panimbang Januari s/d Desember 2014 ...................... 112

4.5 Target Retribusi TPI Panimbang Januari s/d Juni 2015 ................................ 113

4.6 Temuan Lapangan ........................................................................................ 149

iv
DAFTAR GAMBAR

3.1 Kerangka Berpikir ` ..................................................................................... 42

4.1 Peta Kabupaten Pandeglang ....................................................................... 69

4.2 Struktur Organisasi UPT Pangkalan Pendaratan dan Pelelangan Ikan

Kecamatan Labuan ...................................................................... 80

4.3 Struktur Organisasi TPI Panimbang ............................................................ 82

v
DAFTAR LAMPIRAN

1 Pedoman Wawancara

2 Dokumentasi Poto Hasil Penelitian

3 Matrix Wawancara

4 Catatan Lapangan

5 Member Check

6 Surat Izin Penelitian

7 Laporan Penyelenggaraan Pelelangan Ikan Januari s/d September

8 Peraturan Daerah Kabupaten Pandeglang No 11 Tahun 2011 Tentang Retribusi

Jasa Usaha

9 Daftar Riwayat Hidup

vi
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Dari 34 Provinsi yang ada di Indonesia, Banten adalah salah satu Provinsi

yang relatif masih muda. Provinsi ini dulunya merupakan bagian dari Provinsi

Jawa Barat, namun di pisahkan sejak tahun 2000, dengan keputusan Undang-

Undang Nomor 23 Tahun 2000 Tentang Pembentukan Provinsi Banten. Pusat

pemerintahannya berada di Kota Serang. Sebagai Provinsi baru, Provinsi Banten

akan menghadapi tantangan ketertinggalan dan permasalahan. Tetapi Provinsi

Banten memiliki potensi yang dapat didayagunakan dan dimanfaatkan secara

optimal untuk di jadikan modal dalam mengatasinya.

Potensi yang dimiliki Provinsi Banten salah satunya adalah sumber daya

kelautan yang melimpah diantaranya terumbu karang, rumput laut dan ikan laut.

Ada juga yang disebut padang lamun, yaitu sejenis rerumputan laut yang amat

penting sebagai habitat ikan-ikan laut. Terumbu karang sebagai sumber daya alam

hayati kelautan merupakan suatu hasil proses pertumbuhan dari koral yang masih

berlangsung di bawah permukaan air laut dengan temperatur sekitar 250oc dan

kandungan kegaraman sekitar 35,300/00 (persen permil) dengan kedalaman laut

sekitar 25 meter dari permukaan air laut. Kegunaan terumbu karang ini ialah

sebagai tempat yang sangat baik dan strategis bagi pertumbuhan dan

1
2

perkembangbiakan ikan laut. Karena itu pula, padang terumbu karang bisa di

jadikan tempat wisata laut (penyelaman), atau menggunakan perahu beralas kaca,

untuk menyaksikan keindahan dan keragaman ikan laut serta terumbu karangnya

sendiri. Terumbu karang dengan kondisi alam yang sangat baik dengan ukuran

yang relatif luas, di provinsi Banten terdapat beberapa daerah yaitu di pantai

Labuan, Panimbang, di Selat Pulau Panaitan dan Pantai Selatan Pulau Jawa

(Banten). Pemanfaatan lahan ini menuntut pengelolaan yang intensif dengan

mempertimbangkan antara pengelola sektor pariwisata dengan sektor kelautan dan

perikanan.

Sumber daya kelautan lain yang terdapat di laut Banten ialah rumput laut.

Rumput laut ini merupakan tumbuhan laut yang hidup di dasar laut. Tingkat

kedalaman laut yang di tumbuhi atau untuk pengembangan rumput laut berkisar

antara 3 sampai dengan 50 meter dari permukaan air laut. Di laut batas secara

alami dengan kondisi yang amat baik terdapat di daerah pantai Labuan,

Panimbang, daerah Teluk Lada dan daerah-daerah pantai Selatan. Kondisi

lingkungan laut Banten ternyata cocok untuk pengembangan rumput laut. Potensi

ini harus di manfaatkan karena rumput laut mempunyai nilai ekonomi yang bagus.

Kegunaan rumput laut ini ialah sebagai bahan dasar keperluan kosmetik dan

makanan yang mempunyai nilai gizi yang tinggi. Kemudian secara langsung juga,

rumput laut itu merupakan sumber nutrisi bagi kehidupan ikan dan biota laut.

Lingkungan laut yang cocok dengan pengembangan rumput laut, dapat juga di

lakukan budidaya yang secara ekonomis menghasilkan devisa. Karena itu perlu

kemampuan yang memadai, cerdas dan kreatif. Tumbuhan laut yang kegunaannya
3

bagi pembiakan ikan laut ialah rumput lama yang karena luasnya biasa dsebut

padang lama. Tumbuhan ini banyak di dapati terutama di sepanjang pantai utara

Banten, misalnya di teluk Banten.

Sumber daya kelautan berikutnya yang ada di laut Banten yang tidak kalah

penting ialah ikan laut. Sumber daya hayati ikan laut merupakan makanan dengan

nilai gizi dan protein amat tinggi. Seluruh kawasan laut dari bagian utara, barat

dan selatan Banten mempunyai potensi ikan laut yang cukup besar. Jenis-jenis

ikan yang banyak di dapati hidup di laut Banten ialah ikan layang, ikan kerapu,

bawal putih dan kakap putih. Jenis-jenis lain juga banyak didapati misalnya cumi,

teri dan lain-lain, yang jumlahnya tidak sebesar ikan-ikan tersebut di atas. Daerah

hidup dan tangkap ikan yang amat potensial ialah di daerah-daerah pantai Labuan,

Panimbang dan Pantai Selatan Pulau Jawa.

Potensi kelautan yang besar di Provinsi Banten ini dipengaruhi karena

Provinsi Banten memiliki perairan laut yang sangat luas yang tersebar di beberapa

kabupaten dan kota yang ada di Provinsi Banten, selain luas perairan di Provinsi

Banten yang sangat luas Provinsi Banten di untungkan oleh letak geografis yang

sangat strategis, letak geografis laut Banten berada diantara samudera indonesia

dan selat sunda. Karena memiliki perairan laut yang luas juga di untungkan oleh

letak geografis maka menjadi penting untuk memanfatkan dan mengelola potensi

kelautan diantaranya adalah dari sektor perikanan.Pada tabel 1.1 ini peneliti

mendeskripsikan luasnya perairan laut yang ada di Provinsi Banten;


4

Tabel 1.1

Luas Perairan Laut Banten

Luas Perairan (Km2)

No Kabupaten/Kota Samudera Laut Selat


Total
Indonesia Jawa Sunda

1 Kab. Lebak 676,51 - - 676,51

2 Kab. Pandeglang 349,28 - 1.352,72 1.702,00

3 Kab. Serang - 487,66 193,14 680,80

4 Kab. Tangerang - 377,40 - 377,40

5 Kota Tangerang - - - -

6 Kota Cilegon - - 185,00 185,00

7 Kota Serang - 18,75 - 74,00

8 Kota Tangerang Selatan - - - -

Provinsi 3.077,36 2.797,20 5.612,16 11.486,72

(Sumber: BPS, 2013)

Melihat potensi kelautan yang sangat besar ini maka penting untuk

mengelola seluruh hasil laut yang besar untuk menjadikannya sebagai salah satu

sumber pendapatan daerah juga sebagai salah satu penghidupan bagi masyarakat

sekitar. Untuk mendukung optimalisasi potensi kelautan maka di sediakan sarana

dan prasarana laut, seperti pangkalan pendaratan dan pelelangan ikan. Hal ini

guna mempermudah para nelayan untuk mendaratkan perahu serta menjual hasil

tangkapannya. Pengelolaan fasilitas yang tidak baik dapat mengakibatkan ketidak

efektifannya proses pengoptimalisasian dari hasil potensi kelautan sehingga dapat


5

menjadi penyebab kurang terserapnya semua hasil potensi kelautan yang dimiliki

dan menyebabkan kerugian bagi pihak pengelola maupun daerah tersebut.

Tempat pelelangan ikan memegang peranan penting dalam suatu

pelabuhan perikanan dan perlu dikelola dengan sebaik-baiknya agar tercapai

manfaat secara optimal. Tempat pelelangan ikan merupakan salah satu fungsi

utama dalam kegiatan perikanan dan juga merupakan salah satu faktor yang

menggerakan dan meningkatkan usaha dan kesejahteraan nelayan, tujuan

didirikanya tempat pelelangan ikan adalah untuk membantu memasarkan hasil

tangkapan ikan secara cepat untuk menjaga kualitas ikan, serta melindungi

nelayan dari permainan harga dari tengkulak, membantu nelayan mendapatkan

harga ikan yang layak. Selain membantu nelayan memasarkan hasil tangkapannya

tempat pelelangan ikan didirikan juga untuk menjadi sarana pemungutan retribusi

oleh pemerintah daerah setempat.

Pengelolaan perikanan diatur oleh Undang-undang, yaitu Undang-undang

Republik Indonesia Nomor 45 Tahun 2009 Tentang Perubahan Undang-undang

Nomor 31 Tahun 2004 Tentang Perikanan, bahwa pengelolaan perikanan adalah

semua upaya, termasuk proses yang terintegrasi dalam pengumpulan informasi,

analisis, perencanaan, konsultasi, pembuatan keputusan, alokasi sumber daya

ikan, dan implementasi serta penegakan hukum dari peraturan perundang-

undangan di bidang perikanan, yang dilakukan oleh pemerintah atau otoritas lain

yang diarahkan untuk mencapai kelangsungan produktifitas sumber daya hayati

perairan dan tujuan yang telah disepakati. Pengelolaan perikanan didasarkan atas
6

asas manfaat, keadilan, kebersamaan, kemitraan, kemandirian, pemerataan,

keterpaduan, keterbukaan, efesiensi, kelestarian, dan pembangunan yang

berkelanjutan.

Manajemen pengelolaan yang baik menjadi penting untuk di

implementasikan, hal ini karena manajemen pengelolaan yang baik di perlukan

untuk meningkatkan daya guna dan hasil guna sehingga potensi kelautan yang

dimiliki dapat terkelola dengan baik dan bermanfaat untuk semua. Manajemen

adalah seni dan ilmu perencanaan, pengorganisasian, pengarahan,

pengkoordinasian dan pengontrolan manusia dan sumber daya alam untuk

mencapai tujuan yang telah di tetapkan, sedangkan mengelola pada dasarnya

adalah pengendalian dan pemanfaatan semua sumber daya yang menurut suatu

perencanaan di perlukan untuk atau penyelesaian suatu tujuan tertentu. Dalam

konsep manajemen ada enam unsur manajemen yang biasa digunakan untuk

menentukan arah kebijakan organisasi yaitu;

1. Men, tenaga kerja manusia, baik tenaga kerja eksekutif maupun operatif;

2. Money, uang yang dibutuhkan untuk mencapai tujuan;

3. Method, cara-cara yang dipergunakan dalam usaha untuk menapai tujuan;

4. Materials, bahan-bahan yang diperuntukan untuk mencapai tujuan;

5. Machines, mesin-mesin atau alat-alat yang diperlukan guna mencapai tujuan;

6. Market, pasar untuk menjual output dan jasa-jasa yang dihasilkan (Hasibuan,

2008.1)
7

Dari paparan diatas, maka dapat disimpulkan bahwa manajemen atau

pengelolaan adalah suatu seni untuk mengatur atau mengelola seluruh sumber

daya yang dimiliki oleh organisasi dalam rangka mencapai tujuan organisasi

secara bersama-sama. Dalam hal ini, organisasi yang dimaksud merupakan

pemerintah sebagai penanggung jawab dalam mengelola potensi kelautan.

Pemerintah bertanggung jawab juga memberdayakan nelayan kecil dan

pembudidayaan ikan serta pengembangan SDM dengan adanya pembangunan

Pelabuhan Perikanan, juga Tempat Pelelangan Ikan (TPI) sebagai tempat

pemasaran ikan. Seperti tertera pada Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan

Nomor Per. 16/MEN/2006 tentang Pelabuhan Perikanan, bahwa Pelabuhan

Perikanan adalah tempat yang terdiri dari daratan dan perairan di sekitarnya

dengan batas-batas tertentu sebagai tempat kegiatan pemerintahan dan kegiatan

sistem bisnis perikanan yang dipergunakan sebagai tempat kapal perikanan

bersandar, berlabuh dan/atau bongkar muat ikan yang dilengkapi dengan fasilitas

keselamatan pelayaran dan kegiatan penunjang perikanan lainnya.

Tempat pelelangan ikan sebagai bagian dari pembangunan fasilitas

perikanan ini diharapkan akan dapat meningkatkan nelayan dalam melaksanakan

aktivitas produktifnya, baik dalam hal pendaratan ikan, pelelangan, pengolahan,

maupun proses pemasarannya, serta diharapkan mengurangi kebocoran hasil

tangkapan. Provinsi Banten memiliki sejumlah Tempat Pelelangan Ikan (TPI)

yang tersebar di beberapa kabupaten atau kota, Provinsi Banten memiliki 33

tempat pelelangan ikan (TPI), seperti pada tabel 1.2 dibawah;


8

Tabel 1.2

Tempat Pelelangan ikan di Banten

No Kabupaten/Kota Nama TPI


1 Kabupaten Lebak 1. Binuangeun
2. Tanjung Panto
3. Sukahujan
4. Cipunaga
5. Panyungan
6. Situregen
7. Bayah
8. Sawarna
9. Cibareno

2 Kabupaten Pandeglang 1. Labuan 1


2. Labuan 2
3. Labuan 3
4. Sidamukti
5. Sumur
6. Carita
7. Citeureup
8. Tamanjaya
9. Panimbang
10. Cikeusik
11. Banyuasih
12. Sukanegara
13. Rancacecet

3 Kabupaten Serang 1. Pulomanuk


2. Bojonegara

4 Kota Serang 1. Karangantu


2. Banten Lama
3. Pulokali
4. Tenjo Ayu
5. Lontar Tirtayasa

5 Kabupaten Tangerang 1. Kronjo


2. Tanjung Pasir
3. Tanjung Kait
4. Dadap

(Sumber: Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Pandeglang 2014)


9

Dari tabel 1.2 diatas dapat diketahui nama dan lokasi tempat pelelangan

ikan yang ada di Provinsi Banten. Pada tabel diatas dapat diketahui Kabupaten

yang memiliki tempat pelelangan ikan terbanyak berada di Kabupaten

Pandeglang, banyaknya jumlah tempat pelelangan ikan ini diharapkan mampu

memberi sumbangan besar bagi pemerintah daerah dalam menghasilkan PAD.

Kabupaten Pandeglang dipilih peneliti sebagai lokasi penelitian ini karena

memiliki luas perairan laut terbesar di Banten yaitu 1.702,00 km², karena

memiliki perairan laut yang luas potensi perikanan di Kabupaten Pandeglang

sangat besar, potensi ini dapat dijadikan menjadi salah satu sumber pendapatan

asli daerah yang besar apabila dikelola dengan baik. Salah cara untuk mengelola

hasil kelautan itu Kabupaten Pandeglang mendirikan TPI untuk mengelola hasil

ikan tangkap. Salah satu TPI yang berada di Pandeglang ialah TPI Panimbang

yang berada dibawah UPT Kecamatan Labuan seperti tercantum dalam Peraturan

Bupati Pandeglang Nomor 20 Tahun 2008 tentang Pembentukan Unit Pelaksana

Teknis Dinas pada Dinas Daerah Kabupaten Pandeglang mengatakan bahwa UPT

Pangkalan Pendaratan dan Pelelangan Ikan Kecamatan Labuan yang wilayah

kerjanya meliputi Kecamatan Labuan, Sidamukti, Panimbang, Citeurep, Carita,

Sumur, Taman Jaya dan Cikeusik, Banyuasih, Sukanegara, Rancacecet.

Tempat pelelangan ikan adalah pasar yang biasanya terletak di dalam

pelabuhan atau pangkalan pendaratan ikan dan di tempat tersebut terjadi transaksi

penjualan ikan hasil laut secara lelang (tidak termasuk TPI yang menjual atau

melelang ikan darat). Biasanya Tempat pelelangan ikan ini di koordinasi oleh
10

Dinas Perikanan atau Pemerintahan Daerah. Tempat Pelelangan Ikan tersebut

harus memenuhi kriteria sebagai berikut:

1. Tempat tetap (tidak berpindah-pindah);

2. Mempunyai bangunan tempat transaksi penjualan ikan;

3. Ada yang mengkoordinasi prosedur lelang atau penjualan;

4. Mendapat izin dari instansi yang berwenang (Dinas Perikanan atau Pemerintah

Daerah) (http://id.wikipedia.org/wiki/Tempat_Pelelangan_Ikan).

Tempat Pelelangan Ikan (TPI) merupakan pusat dari seluruh kegiatan

perikanan yang mengumpulkan semua hasil tangkapan untuk dijual melalui sistem

lelang. Secara umum pelelangan ikan diartikan sebagai suatu metode transaksi di

pusat produksi yang di selenggarakan di TPI antara nelayan dan bakul dengan

tujuan agar dapat diperoleh harga yang wajar serta pembayaran secara tunai

kepada nelayan.

Aktivitas pelelangan ikan di TPI merupakan salah satu aktivitas di suatu

pelabuhan perikanan yang termasuk dalam kelompok aktivitas yang berhubungan

dengan pendaratan dan pemasaran ikan. Pelelangan ikan memiliki peran yang

cukup penting untuk menciptakan iklim yang kondusif dalam pemasaran

ikan. Pelelangan ikan adalah suatu kegiatan di tempat pelelangan ikan guna

mempertemukan penjual dan pembeli sehingga terjadi tawar-menawar harga ikan

yang disepakati bersama. Pelelangan ikan adalah salah satu mata rantai tata niaga

ikan.
11

Pada dasarnya sistem dari TPI adalah suatu pasar dengan sistem perantara

(dalam hal ini adalah tukang tawar) melalui penawaran umum dan yang berhak

mendapatkan ikan yang dilelang tersebut adalah penawar tertinggi. Tujuan

pendirian TPI yang semula didirikan semata-mata hanya untuk kepentingan

nelayan dan koperasi perikanan dengan tujuan untuk melepaskan dari kemiskinan,

semakin berkembang menjadi sarana untuk memungut retribusi oleh Pemda

Tingkat I, Tingkat II dan sebagainya. TPI sebagai salah satu unit kegiatan

ekonomi yang potensial dalam menunjang PAD melalui sumbangan retribusinya.

Besaran nilai retribusi tempat pelelangan ikan di atur dalam Peraturan Daerah

Kabupaten Pandeglang Nomor 11 tahun 2011 Tentang Retribusi Jasa Usaha

sebesar 4 % (empat perseratus) dari nilai transaksi lelang.

Setelah melakukan observasi awal di tempat pelelangan ikan Panimbang,

peneliti menemukan berbagai masalah terkait dengan manajemen pengelolaan

tempat pelelangan ikan di Panimbang. Pertama, dari segi teknis perencanaan

belum adanya standar operasional prosedur (SOP) yang secara spesifik mengatur

teknis pengelolaan tempat pelelangan ikan, oleh karena itu penarikan retribusi

dalam pelaksanaanya tidak sesuai dengan peraturan daerah yang telah ada. Jika

dalam Perda retribusi dipungut sebesar 4% namun dalam pelaksanaannya di

sejumlah tempat pelelangan ikan berbeda. Hal ini dipertegas oleh Manajer tempat

pelelangan ikan Panimbang dalam wawancara peneliti pada selasa 7 Oktober 2014

pukul 09:25 menyatakan: Retribusi di tempat pelelangan ikan Panimbang sebesar

6%, 4 % disetorkan ke pemerintah daerah Kabupaten, sedangkan 2% digunakan

untuk kegiatan operasional tempat pelelangan ikan, Sedangkan menurut Kepala


12

UPT Dinas Kelautan dan Perikanan Labuan dalam wawancara peneliti pada hari

Jum’at 10 Oktober 2014, pukul 14:00 yang menyatakan: untuk penarikan retribusi

di Tempat Pelelangan Ikan sesuai dengan kesepakatan bersama antara tempat

pelelangan ikan, nelayan dan bakul ikan. Ditempat pelelangan ikan Labuan 2

jumlah retribusi yang diambil sebesar 8 %, 4% di setorkan ke pemerintah daerah,

2% untuk operasional pegawai tempat pelelangan dan 2% untuk dana simpanan

nelayan.

Kedua, dari segi pengorganisasian tempat pelelangan ikan Panimbang

terkendala dengan sarana prasarana yang ada, sarana prasarana yang dimaksud

adalah dangkalnya muara sungai Ciliman. Dangkalnya muara sungai Ciliman ini

mengakibatkan nelayan tidak bisa menyandarkan perahu, terlebih perahu-perahu

besar, hal ini dijelaskan oleh Manajer tempat pelelangan ikan Panimbang dalam

wawancara peneliti pada selasa 7 Oktober 2014, pukul 09:25 yang menyatakan:

Muara ditempat pelelangan ikan Panimbang mengalami pendangkalan, jadi

nelayan sulit melakukan aktifitas melaut dan mendaratkan perahunya, kalau air

laut mulai surut muaranya bisa dipakai bermain bola, jika laut pasang baru bisa

digunakan aktifitas perahu. Selain terkendala dengan sarana dan prasarana Tempat

Pelelangan Ikan Panimbang (TPI) juga terkendala oleh anggaran, anggaran adalah

sejumlah uang yang digunakan untuk melaksanakan suatu program yang akan

dilaksanakan. Dalam manajemen pengelolaan tempat pelelangan ikan anggaran

bersifat sangat penting, anggaran ini digunakaan untuk modal membeli ikan ke

nelayan atau juragan ikan juga sebagai dana operasional tempat pelelangan ikan

(gaji pegawai tempat pelelangan ikan, perawatan fasilitas). Dalam hal ini yang
13

menjadi masalah adalah pemerintah daerah tidak memberikan anggaran untuk

kegiatan pelelangan ikan, tempat pelelangan ikan mencari sendiri anggaran yang

akan digunakan sebagai modal membeli ikan juga biaya operasional tempat

pelelangan ikan. Anggaran tempat pelelangan ikan didapat dari pemungutan

retribusi pelelangan ikan sebesar 2%.

Ketiga, pelaksanaan juga menjadi masalah yang peneliti temukan dari

observasi yang peneliti lakukan, pelaksanaan disini terkait pada target

pengumpulan atau penarikan retribusi. Pada tahun 2014 ini tempat pelelangaan

ikan memiliki target retribusi sebesar Rp. 115,775,000 Target ini ditentukan oleh

pemerintah daerah Kabupaten Pandeglang, namun pengumpulan atau penarikan

retribusi di tempat pelelangan ikan panimbang masih jauh dari target yang

ditentukan oleh pemerintah daerah Kabupaten Pandeglang. Hal ini dijelaskan oleh

Manajer tempat pelelangan ikan Panimbang dalam wawancara peneliti pada selasa

7 Oktober 2014, pukul 09:25 yang menyatakan: Target yang diberikan oleh

pemerintah daerah Kabupaten Pandeglang ke tempat pelelangan ikan panimbang

adalah sebesar Rp. 115,775,000 tapi dalam pelaksanaannya tempat pelelangan

ikan panimbang belum bisa memenuhi target yang diberikan, pada tahun 2014

tempat pelelangan ikan panimbang hanya mengumpulkan retribusi sebesar Rp.

41.127.016 dan pada tahun 2015 (Januari-Juni) tempat pelelangan ikan panimbang

baru mengumpulkan retribusi sebesar Rp. 12.053.166. Berikut laporan

penerimaan dan penyetoran pungutan Tempat Pelelangan Ikan (TPI) Panimbang

disajikan pada tabel 1.3 dan 1.4 berikut;


14

Tabel 1.3

Laporan Penerimaan dan Penyetoran Pungutan

TPI Panimbang 2014


Penerimaan
Produksi
No Bulan Raman (Rp) Retribusi 4% BOP 2%
(kg)
(Rp) (Rp)
1 Januari 10.241,5 50.583.000 2.023.320 1.011.660
2 Februari 10.377,8 68.266.700 2.730.668 1.365.334
3 Maret 31.500 175.000.000 7.000.000 3.500.000
4 April 29.932,6 114.898.900 4.595.956 2.297.978
5 Mei 29.811,8 150.042.800 6.001.712 3.000.856
6 Juni 25.740,6 150.861.440 6.354.440 3.177.220
7 Juli 14.073,3 64.060.000 2.562.400 1.281.200
8 Agustus 21.940 73.960.000 2.958.400 1.479.200
9 September 17.661,3 76.642.000 3.065.680 1.532.840
10 Oktober 10.399 42.899.000 1.715.960 857.980
11 November 12.374 36.074.000 1.442.960 721.480
12 Desember 4.413 16.913.000 675.520 338.260
Jumlah 218.478,6 836.872.800 41.127.016 20.564.008
(Sumber: laporan penyelenggaraan pelelangan ikan panimbang 2014)

Dari tabel 1.3 diatas dapat diketahui rincian penerimaan pungutan retribusi

Tempat Pelelangan Ikan (TPI) Panimbang dari bulan Januari sampai dengan bulan

Desember 2014. Penerimaan pungutan retribusi masih jauh dari target yang di

tetapkan oleh pemerintah daerah Kabupaten Pandeglang yakni sebesar Rp.

115,775,000 sedangkan penerimaan retribusi di Tempat Pelelangan Ikan (TPI)

Panimbang hanya mencapai Rp. 41.127.016.


15

Tabel 1.4

Laporan Penerimaan dan Penyetoran Pungutan

TPI Panimbang 2015


Penerimaan
Produksi
No Bulan Raman (Rp) Retribusi 4% BOP 2%
(kg)
(Rp) (Rp)
1 Januari - - - -
2 Februari 6.316 41.665.000 1.665.600 833.300
3 Maret 11.718,3 83.072.450 3.322.900 1.661.450
4 April 4.307 33.410.500 1.336.426 668.213
5 Mei 11.988 63.732.000 2.509.280 1.254.640
6 Juni 22.316 80.474.000 3.218.960 1.609.480
Jumlah 56.645,3 302.353.950 12.053.166 6.027.083
(Sumber: laporan penyelenggaraan pelelangan ikan panimbang 2015)

Dari tabel 1.4 diatas dapat diketahui rincian penerimaan pungutan retribusi

Tempat Pelelangan Ikan (TPI) Panimbang dari bulan Januari sampai dengan bulan

juni 2015. Pemungutn retribusi tempat pelelangan ikan panimbang pada bulan

Januari sampai dengan Juli 2015 masih jauh dari target yang telah diberikan oleh

pemerintah daerah Kabupaten Pandeglang, penerimaan retribusi tempat

pelelangan ikan penimbang baru mencapai Rp. 12.053.166 sedangkan target

retribusi tempat pelelangan ikan Panimbang Rp. 115,775,000.

Keempat, terkait fungsi pengendalian, di Panimbang ada tempat

pelelangan ikan yang di bangun oleh pemerintah daerah (resmi) ada juga tempat

pelelangan ikan yang dibangun oleh juragan nelayan (pelelangan ilegal),

pelelangan ilegal ini mengalihkan sebagian besar proses lelang ikan yang

harusnya dilakukan pada tempat pelelangan ikan panimbang yang dibangun oleh

pemerintah daerah. Hal ini mengakibatkan kerugian bagi pemerintah daerah,


16

karena nelayan tidak melakukan kewajiban membayar retribusi sesuai yang telah

ditetapkan oleh pemerintah yaitu sebesar 4% dari hasil raman (=nilai transaksi

lelang) melainkan hanya Rp.150.000 per sekali bongkar ikan. Nilai Rp.150.000

muncul dari proses musyawarah antara juragan nelayan dengan pihak pengelola

tempat pelelangan ikan yang resmi. Hal ini di jelaskan oleh Kepala UPT Dinas

Kelautan dan Perikanan Labuan dalam wawancara peneliti pada hari Jum’at 10

Oktober 20014, pukul 14:00 yang menyatakan: Retribusi ditentukan dari

kesepakatan bersama antara tempat pelelangan ikan bersama juragan nelayan,

nelayan dan bakul ikan. Dalam hal ini pemerintah daerah kurang berupaya untuk

menertibkan tempat pelelangan ikan yang dibangun oleh juragan nelayan (ilegal)

atau memberikan sanksi kepada nelayan yang tidak membayar kewajiban

retribusinya.

Sebagai acuan yaitu Peraturan Daerah Kabupaten Pandeglang Nomor 11

Tahun 2011 Tentang Retribusi Jasa Usaha, maka sanksi dalam hal wajib retribusi

tidak membayar tepat pada waktunya atau kurang membayar, dikenakan sanksi

administratif berupa bunga sebesar 2% setiap bulan yang terutang atau kurang

bayar. Dalam prakteknya Dinas Kelautan dan Perikanan yang berperan sebagai

fungsi kontrol kurang berupaya melakukan fungsinya, hal ini dapat di ketahui dari

penarikan retribusi yang belum maksimal dari target yang telah di tetapkan dan

masih banyak berdirinya bangunan tempat pelelangan ikan ilegal.


17

Berdasarkan uraian diatas, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian di

tempat pelelangn ikan panimbang yang berjudul “Manajemen Pengelolaan

Tempat Pelelangan Ikan Panimbang Kabupaten Pandeglang”.

1.2 Identifikasi Masalah

Berdasarkan uraian pada latar belakang, penelitian ini perlu adanya

identifikasi masalah, dari hasil studi pendahuluan peneliti mengidentifikasi

masalah-masalah penelitian yaitu sebagai berikut:

1. Tidak adanya standar operasional prosedur (SOP) yang secara spesifik

mengelola tempat pelelangan ikan;

2. Sarana dan prasarana yang buruk, tidak adanya anggaran untuk tempat

pelelangan ikan dari pemerintah setempat;

3. Sulit tercapainya target retribusi yang ditetapkan;

4. Kurangnya upaya pemerintah daerah untuk menertibkan TPI yang tidak

resmi dan kurangnya upaya memberikan sanksi.

1.3 Batasan Masalah

Dari uraian-uraian yang ada dalam latar belakang dan identifikasi masalah,

maka peneliti mencoba membatasi masalah penelitiannya. Dalam penelitian ini,

peneliti membatasi masalah yang akan diteliti yaitu mengenai manajemen

pengelolaan tempat pelelangan ikan Panimbang Kabupaten Pandeglang.


18

1.4 Rumusan Masalah

Mengacu pada latar belakang penelitian yang telah dipaparkan di atas,

maka sebagai rumusan masalah yang akan dikaji sebagai berikut “Bagaimana

Manajemen Pengelolaan Tempat Pelelangan Ikan Panimbang Kabupaten

Pandeglang?

1.5 Tujuan Penelitian

Adapun tujuan penelitian yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah

untuk mengetahui bagaimana manajemen pengelolaan tempat pelelangan ikan

panimbang Kabupaten Pandeglang.

1.6 Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan bermanfaat memberikan saran untuk:

1.6.1 Secara teoritis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi

pengembangan Ilmu Administrasi dan pemecahan permasalahan

administrasi khususnya mengenai “Manajemen Pengelolaan Tempat

Pelelangan Ikan Panimbang di Kabupaten Pandeglang” dan dapat

digunakan sebagai dasar atau referensi dalam melakukan penelitian

sejenis atau penelitian selanjutnya dibidang Manajemen Publik.


19

1.6.2 Secara praktis:

1) Bagi Peneliti

Seluruh rangkaian kegiatan dari hasil penelitian diharapkan dapat

lebih memantapkan penguasaan fungsi keilmuan yang dipelajari

selama mengikuti program perkuliahan Ilmu Administrasi Negara

pada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sultan Ageng

Tirtayasa.

2) Bagi Perguruan Tinggi

Hasil penelitian diharapkan dapat menjadi dokumen akademik yang

berguna untuk dijadikan sebagai acuan bagi civitas akademika.

3) Bagi Pengelola Tempat Pelelangan Ikan Panimbang

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan yang berguna

untuk meningkatkan kinerja aparatur dan fasilitas tempat pelelangan

ikan sehingga menjadikan tempat pelelangan tersebut kembali

optimal.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tinjauan Pustaka

Pada bab ini peneliti akan menggunakan beberapa teori yang mendukung

masalah dalam penelitian ini, di mana berfungsi untuk menjelaskan dan menjadi

panduan dalam penelitian. Teori yang akan digunakan adalah beberapa teori yang

mendukung masalah penelitian mengenai Manajemen Pengelolaan Tempat

Pelelangan Ikan Panimbang, Pandeglang diantaranya adalah teori manajemen,

pengelolaan dan yang berhubungan dengan Tempat Pelelangan Ikan (TPI).

2.1.1 Definisi Manajemen

Secara etimologi, management (di Indonesia diterjemahkan sebagai

“manajemen”) berasal dari kata manus (tangan) dan agree (melakukan), yang

setelah digabung menjadi kata manage (bahasa Inggris) berarti mengurus atau

managiere (bahasa latin) yang berarti melatih. Sedangkan menurut Hasibuan

(2011:1), manajemen berasal dari kata to manage yang artinya mengatur.

Pengaturan dilakukan melalui proses dan diatur berdasarkan urutan dari fungsi-

fungsi manajemen itu. Jadi, manajemen itu merupakan suatu proses untuk

mewujudkan tujuan yang diinginkan.

20
21

Menurut Stoner dalam Handoko (2003:2), manajemen adalah proses

perencanaan, pengorganisasian, pengarahan dan pengawasan usaha-usaha para

anggota organisasi dan penggunaan sumber daya-sumber daya organisasi lainnya

agar mencapai tujuan organisasi yang telah ditetapkan. Sedangkan Terry

(2008:85) mendefinisikan manajemen sebagai suatu proses yang khas yang

terdiri dari tindakan-tindakan perencanaan, pengorganisasian, pengarahan dan

pengendalian yang dilakukan untuk menentukan sasaran-sasaran yang telah

ditentukan melalui pemanfaatan sumber daya manusia dan sumber-sumber

lainnya. Sementara menurut Koontz dan O’Donnel dalam Amirullah (2004:7)

sebagai berikut:

“Management is getting things done through people. In bringing


about this coordinating of group activity, the manager, as a manager
plans, organizes, staffs, direct and control the activities other people”
yang dapat diterjemahkan bahwa manajemen adalah usaha mencapai
tujuan tertentu melalui kegiatan orang lain. Dengan demikian manajer
mengadakan koordinasi atau sejumlah aktivitas orang lain yang meliputi
perencanaan, pengorganisasian, penempatan, pengarahan, dan
pengendalian.

Pada dasarnya kemampuan manusia itu terbatas (fisik, pengetahuan, waktu

dan perhatian) sedangkan kebutuhannya tidak terbatas. Usaha untuk memenuhi

kebutuhan dan terbatasnya kemampuan dalam melakukan pekerjaan mendorong

manusia membagi pekerjaan, tugas dan tanggung jawab ini maka terbentuklah

kerjasama dan keterikatan formal dalam suatu organisasi. Dalam organisasi maka

pekerjaan yang berat dan sulit akan dapat diselesaikan dengan baik serta tujuan yang

diinginkan tercapai.
22

Siagian (2007:1) mendefinisikan manajemen dari dua sudut pandang

berbeda, yaitu; ”sebagai proses penyelenggaraan berbagai kegiatan dalam rangka

penerapan tujuan dan sebagai kemampuan atau keterampilan orang yang

menduduki jabatan manajerial untuk memperoleh sesuatu hasil dalam rangka

pencapaian tujuan melalui kegiatan-kegiatan orang lain”. Penekanan yang

disampaikan Sondang lebih menekankan pada bagaimana seorang manajemen

merupakan inti dari administrasi karena memang manajemen merupakan alat

pelaksana utama administrasi.

Dari pengertian di atas maka penekanan pengertian manajemen adalah

pada dua kategori yaitu ilmu dan seni dalam mengatur berbagai macam

sumberdaya sehingga dapat di manfaatkan secara efektif dan efisien dalam

mencapai tujuan. Model penerapan ilmu dan seni dalam manajemen merupakan

suatu model yang menyangkut bagaimana seorang pemimpin dapat

mengoptimalkan kemampuan mengelolanya.

Dari beberapa pengertian tersebut, penulis dapat mengambil kesimpulan

bahwa manajemen adalah suatu proses pemanfaatan sumber daya yang ada

melalui tindakan-tindakan perencanaan, pengorganisasian, penggerakkan dan

pengawasan untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan yang dapat di uraikan

menjadi beberapa unsur pokok yaitu:

1. Bahwa manajemen selalu diterapkan pada suatu kelompok atau organisasi

formal, dimana di dalamnya terdapat orang-orang yang saling

mengikatkan diri;
23

2. Bahwa manajemen senantiasa memanfaatkan segenap sumber-sumber

yang ada dalam proses kegiatannya;

3. Bahwa manajemen terdiri dari tindakan-tindakan perencanaan,

pengorganisasian, penggerakkan dan pengawasan;

4. Bahwa di dalam manajemen senantiasa terdapat adanya tujuan yang ingin

dicapai atau diwujudkan.

2.1.2 Tujuan Manajemen

Pada dasarnya setiap aktivitas atau kegiatan selalu mempunyai tujuan yang

ingin dicapai (Hasibuan, 2011:17-20). Tujuan individu adalah untuk memenuhi

kebutuhan-kebutuhannya berupa materi dan non materi dari hasl kerjanya. Tujuan

organisasi adalah mendapatkan laba (business organization) atau

pelayanan/pengabdian (public organization) melalui proses manajemen itu.

Tujuan yang ingin dicapai selalu ditetapkan dalam suatu rencana (plan), karena itu

hendaknya ditetapkan “jelas, realistis dan cukup menantang” untuk di

perjuangkan berdasarkan potensi yang dimiliki. Jika tujuannya jelas, realistis dan

cukup menantang maka usaha-usaha untuk mencapainya cukup besar. Sebaliknya,

jika tujuan ditetapkan terlalu mudah atau terlalu muluk maka motivasi untuk

mencapainya rendah. Jadi, semangat kerja karyawan akan termotivasi, kalau

tujuan ditetapkan jelas, realistis dan cukup menantang untuk dicapainya.

Dalam menetapkan tujuan ini harus didasarkan pada analisis “data,

informasi dan potensi” yang dimiliki serta memilihnya dari alternatif-alternatif

yang ada. Tujuan organisasi dapat diketahui dalam Anggaran Dasar (AD) dan
24

Anggaran Rumah Tangga (ART)-nya. Tujuan-tujuan ini dapat kita kaji dari fungsi

beberapa sudut dan dibedakan sebagai berikut:

1. Menurut tipenya, tujuan dibagi atas:

a. Profit objectives, bertujuan untuk mendapatkan laba bagi pemiliknya;

b. Service objective, bertujuan untuk memberikan pelayanan yang baik

bagi konsumen dengan mempertinggi nilai barang dan jasa yang

ditawarkan kepada konsumen;

c. Social objective, bertujuan meningkatkan nilai guna yang diciptakan

perusahaan untuk kesejahteraan masyarakat;

d. Personal objective, bertujuan agar para karyawan secara individual

economic, social psychological mendapatkan kepuasan di bidang

pekerjaannya dalam perusahaan.

2. Menurut prioritasnya, tujuan dibagi atas:

a. Tujuan primer;

b. Tujuan sekunder;

c. Tujuan individual, dan;

d. Tujuan sosial.

3. Menurut jangka waktunya, tujuan dibagi atas:

a. Tujuan jangka panjang;

b. Tujuan jangka menengah, dan;

c. Tujuan jangka pendek.

4. Menurut sifatnya, tujuan dibagi atas:


25

a. Management objective, tujuan dari segi efektif yang harus ditimbulkan

oleh manajer;

b. Managerial objectives, tujuan yang harus dicapai daya upaya atau

kreativitas-kreativitas yang bersifat manajerial;

c. Administrative objectives, tujuan-tujuan yang pencapaiannya

memenuhi administrasi;

d. Economic objectives, tujuan-tujuan yang bermaksud memenuhi

kebutuhan-kebutuhan dan memerlukan efisiensi untuk pencapaiannya;

e. Social objectives, tujuan suatu tanggung jawab , terutama tanggung

jawab moral;

f. Technical objectives, tujuan berupa detail teknis, detail kerja, dan

detail karya;

g. Work objectives, yaitu tujuan-tujuan yang merupakan kondisi

kerampungan suatu pekerjaan.

5. Menurut tingkatnya, tujuan dibagi atas:

a. Overall enterprise objectives, adalah tujuan semesta (generalis) yang

harus dicapai oleh badan usaha secara keseluruhan;

b. Divisional objectives, adalah tujuan yang harus dicapai oleh setiap

divisi;

c. Departemental objectives, adalah tujuan-tujuan yang harus dicapai

oleh setiap masing-masing bagian;

d. Sectional objectives, adalah tujuan-tujuan yang harus dicaoai oleh

setiap seksi;
26

e. Group objectives, adalah tujuan-tujuan yang harus dicapai oleh setiap

kelompok urusan;

f. Individual objectives, adalah tujuan-tujuan yang harus dicapai oleh

masing-masing individu.

6. Menurut bidangnya, tujuan dibagi atas:

a. Top level objectives, adalah tujuan-tujuan umum, menyeluruh dan

menyangkut berbagai bidang sekaligus;

b. Finance objectives, adalah tujuan-tujuan tentang modal;

c. Production objectives, adalah tujuan-tujuan tentang produksi;

d. Marketing objectives, adalah tujuan-tujuan mengenai bidang

pemasaran barang dan jasa-jasa;

e. Office objectives, adalah tujuan-tujuan mengenai bidang

ketatausahaan dan administrasinya.

7. Menurut motifnya, tujuan dibagi atas:

a. Public objectives, adalah tujuan-tujuan yang harus dicapai

berdasarkan ketentuan-ketentuan undang-undang Negara;

b. Organizational objectives, adalah tujuan-tujuan yang harus dicapai

berdasarkan ketentuan-ketentuan Anggaran Dasar, Anggaran Rumah

Tangga dan status organisasi yang bersifat nyata dan impersonal

(tidak boleh berdasarkan pertimbangan perasaan atau selera pribadi)

daam upaya pencapaiannya;

c. Personal objectives, adalah tujuan pribadi atau individual (walaupun

mungkin berhubungan dengan organisasi) yang dalam usaha


27

pencapaiannya sangat dipengaruhi oleh selera ataupun pandangan

pribadi.

Dari hal-hal diatas dapat disimpulkan bahwa tujuan merupakan hal

terjadinya proses manajemen dan aktivitas kerja, tujuan beraneka macam tetapi

harus ditetapkan secara jelas, realistis dan cukup menantang berdasarkan analisis

data, informasi dan pemilihan alternatif-alternatif yang ada. Kecakapan manajer

dalam menetapkan tujuan dan kemampuannya memanfaatkan peluang,

mencerminkan tingkat hasil yang dapat dicapainya.

2.1.3 Fungsi-fungsi Manajemen

Hasibuan (2001:37) Manajemen oleh para penulis dibagi atas beberapa

fungsi. Pembagian fungsi-fungsi manajemen ini tujuannya adalah:

a. Supaya sistematika urutan pembahasannya lebih teratur;

b. Agar analisis pembahasannya lebih mudah dan lebih mendalam;

c. Untuk menjadi pedoman pelaksanaan proses manajemen bagi manajer.

Fungsi-fungsi manajemen yang dikemukakan para penulis tidak sama. Hal

ini disebabkan latar belakang penulis, pendekatan yang dilakukan tidak sama.

Untuk bahan perbandingan fungsi-fungsi manajemen yang dikemukakan para ahli,

penulis mengutip beberapa fungsi manajemen menurut para ahli, berikut fungsi-

fungsi manajemen peneliti sajikan pada tabel 2.3:


28

Tabel 2.1

Fungsi-fungsi Manajemen Menurut Para Ahli

G. R. TERRY JOHN F. MEE LOUIS A. ALLEN MC NAMARA


1. Planning 1. Planning 1. Leading 1. Planning
2. Organizing 2. Organizing 2. Planning 2. Programming
3. Actuating 3. Motivating 3. Organizing 3. Budgeting
4. Controlling 4. Controlling 4. Controlling 4. System
HENRY FAYOL HAROLD DR. P. SIAGIAN PROF. DRS. OEY
1. Planning KOONTS & 1. Planning LIANG LEE
2. Organizing CYRIL 2. Organizing 1. Perencanaan
3. Commanding O’DONNEL 3. Motivating 2. Pengorganisasian
4. Coordinatin 1. Planning 4. Controling 3. Pengarahan
5. Controlling 2. Organizing 5. Evaluating 4. Pengkoordinasian
3. Staffing 5. Pengontrolan
4. Directing
5. Controlling
W. H. NEWMAN LUTHER LYNDALL F. JOHN D. MILLET
1. Planning GULLICK URWICK 1. Directing
2. Organizing 1. Planning 1. Forecasting 2. Facilitating
3. Assembling 2. Organizing 2. Planning
4. Resources 3. Staffing 3. Organizing
5. Directing 4. Directing 4. Commanding
6. Controlling 5. Coordinating 5. Coordinatig
7. -------------- 6. Reporting 6. Controlling
7. Budgeting 7. --------------
Sumber: (Hasibuan, 2001:38)

Berikut adalah pengertian fungsi-fungsi Manajemen menurut para ahli :

Planning (perencanaan) ialah menetapkan pekerjaan yang harus

dilaksanakan untuk mencapi tujuan yang digariskan, planning mencakup kegiatan

pengambilan keputusan, karena termasuk pemilihan alternatif-alternatif

keputusan. Diperlukan kemampuan untuk mengadakan visualisasi dan melihat

kedepan guna merumuskan suatu pola dari himpunan tindakan untuk masa

mendatang (Terry, 2008:17). Planning merupakan pemilihan dan menghubungkan

fakta, menggunakan asumsi-asumsi tentang masa depan dalam membuat

visualisasi dan perumusan kegiatan yang di usulkan dan memang perlu dilakukan

untuk mencapai hasil yang diinginkan (Terry, 2008:46).


29

Organizing (pengorganisasian) merupakan kegiatan dasar dari manajemen

dilaksanakan untuk dan mengatur seluruh komponen-komponen yang dibutuhkan

termasuk unsur manusia, sehingga pekerjaan dapat dilaksanakan dengan sukses.

Manusia merupakan unsur yang terpenting melalui pengorganisasian manusia

dapat di dalam tugas-tugas yang saling berhubungan (Terry, 2008:73). Organizing

mencakup: membagi komponen-komponen kegiatan yang dibutuhkan untuk

mencapai tujuan ke dalam kelompok-kelompok, membagi tugas kepada seorang

manajer untuk mengadakan pengelompokan tersebut dan menetapkan wewenang

diantara kelompok atau unit-unit organisasi. Pengorganisasian berhubungan erat

dengan manusia, sehingga pencaharian dan penugasannya ke dalam unit-unit

organisasis dimasukan sebagai bagian dari unsur organizing. Ada yang tidak

berpendapat demikian, dan memasukan staffing sebagai fungsi utama. Di dalam

setiap kejadian, pengorganisasian melahirkan peranan kerja dalam struktur formal

dan dirancang untuk memungkinkan manusia bekerja sama secara efektif guna

mencapai tujuan bersama (Terry, 2008:17).

Actuating, atau disebut juga “gerakan aksi” mencakup kegiatan yang

dilakukan seorang manajer untuk mengawali dan melanjutkan kegiatan yang

ditetapkan oleh unsur perencanaan dan pengorganisasian agar ujuan-tujuan dapat

tercapai. Actuating mencakup penetapan dan pemuasan kebutuhan manusiawi dari

pegawai-pegawainya, memberi penghargaan, memimpin, mengembangkan dan

memberi komponsasi kepada mereka (Terry, 2008:17). Pengarahan merupakan

suatu kegiatan untuk mengintergasikan usaha-usaha angota-anggota dari suatu

kelompok, sehingga melalui ugas-tugas mereka dapat terpenuhi tujuan pribadi


30

dan kelompoknya. Semua usaha kelompok menghendaki pengarahan apabila ingin

secara sukses mencapai tujuan akhir kelompok tersebut (Terry, 2008:138).

Controlling (Pengendalian) ialah suatu usaha untuk meneiliti kegiatan-

kegiatan yang telah dan akan dilaksanakan. Pengendalian berorientasi pada objek

yang dituju dan merupakan alat untuk menyuruh orang-orang bekerja menuju

sasaran yang ingin dicapai (Terry, 2008:18). Controlling mencakup kelanjutan

tugas untuk melihat apakah kegiatan-kegiatan dilaksanakan sesuai rencana.

Pelaksanaan kegiatan di evaluasi dan penyimpangan-penyimpangan yang tidak di

inginkan diperbaiki supaya tujuan-tujuan dapat tercapai dengan baik. Ada

berbagai cara untuk mengadakan perbaikan, termasuk merubah rencana dan

bahkan tujuannya, mengatur kembali tugas-tugas dan wewenang, tetapi seluruh

perubahan dilakukan melalui manusianya. Orang yang bertanggung jawab atas

penyimpangan yang tidak di inginkan itu harus dicari dan mengambil langkah-

langkah perbaikan terhadap hal-hal yang sudah atau akan dilaksanakan (Terry,

2008:166).

Staffing atau Assembling resources adalah fungsi manajemen yang

berkenaan dengan penarikan, penempatan, pemberian latihan dan pengembangan

anggota-anggota organisasi (Handoko, 2003:233). Staffing merupakan kegiatan

merekrut, memilih, mempromosikan, memindahkan dan pengunduran diri dari

para anggota manajemen. Pendekatan tersebut mengemukakan hal-hal yang

penting dalam mengisi tugas-tugas manajerial dengan orang-orang yang tepat

(Terry, 2008:112).
31

Motivating (Motivasi) berasal dari bahasa latin, Mavare yang berarti

dorongan atau daya penggerak. Motivasi ini hanya di berikan kepada manusia,

khususnya di berikan kepada bawahan atau pengikut. Menurut Hasibuan dalam

(Hasibuan, 2001:219) motivasi adalah pemberian daya penggerak yang

menciptakan kegairahan kerja seseorang, agar mereka mau bekerja sama, bekerja

efektif dan terintegrasi dengan segala daya upayanya untuk mencapai kepuasan

Budgeting (Anggaran) adalah laporan-laporan formal sumber daya

keuangan yang disisihkan untuk melaksanakan kegiatan-kegiatan tertentu selama

periode waktu yang ditetapkan. Anggaran menunjukkan pengeluaran, penerimaan,

atau laba yang direncanakan di waktu yang akan datang. Anggaran mencerminkan

sasaran, rencana dan program-program organisasi yang dinyatakan dalam bentuk

bilangan. Angka-angka perencanaan ini menjadi standar dimana pelaksanaan di

waktu yang akan datang diukur (Handoko, 2003:377).

System (sistem) menurut Davis dalam Hasibuan (2001:253) adalah sebagai

berikut:

“System can be abstract or physical. An abstract system is an orderly


arrangement of interdependent ideas or constructs. For example, a system
of theology is an orderly arrangement of ideas about God, man, etc. A
physical system is a set of elements which operate together to accomplish
an objective”. Artinya: sistem dapat abstrak atau fisis. Sistem yang abstrak
adalah susunan yang teratur dari gagasan-gagasan atau konsepsi-konsepsi
yang saling bergantungan. Misalnya, sistem teologi adalah sistem yang
teratur dari gagasan-gagasan tentang Tuhan, manusia dan sebagainya.
Sistem yang bersifat fisis adalah serangkaian unsur yang bekerja sama
untuk mencapai tujuan.

Coordinating (Koordinasi) adalah kegiatan mengarahkan, mengintegrasikan

dan mengkoordinasikan unsur-unsur manajemen (6M) dan pekerjaan-pekerjaan

para bawahan dalam mencapai tujuan organisasi (Hasibuan, 2001:85). Terry


32

dalam (Hasibuan, 2001:96) Koordinasi adalah suatu usaha yang sinkron dan

teratur untuk menyediakan jumlah dan waktu yang tepat dan mengarahkan

pelaksanaan untuk menghasilkan suatu tindakan yang seragam dan harmonis pada

sasaran yang telah ditentukan. Definisi Terry ini berarti bahwa koordinasi adalah

pernyataan usaha dan meliputi ciri-ciri sebagai berikut:

1. Jumlah usaha, baik secara kuantitatif maupun kualitatif;

2. Waktu yang tepat dari usaha-usaha ini;

3. Pengarahan usaha-usaha ini.

Evaluating (Penilaian) adalah proses pengukuran dan perbandingan hasil-

hasil pekerjaan yang nyatanya dicapai dengan hasil-hasil yang seharusnya dicapai.

Penilaian itu sendiri mengandung tujuan-tujuan motivatif. Apabila para manajer

mengevaluasikan hasil-hasil pekerjaan dan potensi bawahan mereka, maka

mereka mengetahui hal-hal yang telah dikerjakan oleh bawahan dan mereka

sendiri juga harus meningkatkan keterampilan dan kemampuan mereka (Terry,

2008:160).

Reporting (Laporan), Pelaporan adalah kegiatan berhubungan dengan

laporan dari setiap kejadian, lancar tidaknya aktivitas, apakah ada kemajuan atau

tidak. Ini kebalikan dari directing yang datang dari atasan ke bawahan sedang ini

dari bawah keatas. Disini terjadi “two-way traffic”. Kegiatan eksekutif

menyampaikan informasi tentang apa yang sedang terjadi kepada atasannya,

termasuk menjaga agar dirinya dan bawahannya tetap mengetahui informasi lewat

laporan-laporan, penelitian dan inspeksi.


33

Forecasting (Peramalan) merupakan usaha untuk meramal melalui studi dan

analisa terhadap data yang tersedia, potensi operasional dan kondisi kondisi

dimasa yang akan datang. Forecasting juga mencoba untuk mengetahui lebih

dahulu situasi dari lingkungan sosial di masa yang akan datang dimana

perusahaan akan melakukan kegiatannya (Terry, 2008:52).

Facilitating, fungsi fasilitas meliputi pemberian fasilitas dalam arti luas

yakni memberikan kesempatan kepada anak buah agar dapat berkembang ide-ide

dari bawahan diakomodir dan kalau memungkinkan dikembangkan dan diberi

ruang untuk dapat dilaksanakan.

2.1.4 Definisi Pengelolaan

Pengelolaan adalah suatu istilah yang berasal dari kata “kelola”

mengandung arti serangkaian usaha yang bertujuan untuk menggali dan

memanfaatkan segala potensi yang dimiliki secara efektif dan efisien guna

mencapai tujuan tertentu yang telah direncanakan sebelumnya. Pengelolaan

adalah suatu rangkaian kegiatan yang berintikan perencanaan, pengorganisasian,

pengerakan dan pengawasan dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan

sebelumnya. Pengelolaan diartikan sebagai suatu rangkaian pekerjaan atau usaha

yang dilakukan oleh sekelompok orang untuk melakukan serangkaian kerja dalam

mencapai tujan tertentu.

Definisi pengelolaan oleh para ahli terdapat perbedaan–perbedaan hal ini

disebabkan karena para ahli meninjau pengertian dari sudut yang berbeda-beda.

Ada yang meninjau pengelolaan dari segi fungsi, benda, kelembagaan dan yang

meninjau pengelolaan sebagai suatu kesatuan. Namun jika di pelajari pada


34

prinsipnya definisi-definisi tersebut mengandung pengertian dan tujuan yang sama

(http://ado1esen.blogspot.com/2014/02/menurut-para-ahli.html).

Definisi dan pengertian pengelolaan menggunakan beberapa pemahaman,

yaitu: Proses mempertimbangkan hubungan timbal balik antara kegiatan

pembangunan yang secara potensial terkena dampak kegiatan-kegiatan tersebut.

Dapat juga diartikan sebagai suatu proses penyusunan dan pengambilan keputusan

secara rasional tentang pemanfaatan segenap sumber daya alam yang terkandung

di dalamnya secara berkelanjutan. (http://id.wikipedia.org/wiki/Pengelolaan,)

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia pengelolaan adalah (1) proses,

cara, perbuatan mengelola; (2) proses melakukan kegiatan tertentu dengan

menggerakkan tenaga orang lain; (3) proses yang membantu merumuskan

kebijaksanaan dan tujuan organisasi; (4) proses yang memberikan pengawasan

pada semua hal yang terlibat dalam pelaksanaan kebijaksanaan dan pencapaian

tujuan. (Kamus Besar Bahasa Indonesia).

Pengelolaan perikanan menurut Undang-undang Nomor 45 Tahun 2009

Tentang Perubahan Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004 Tentang Perikanan

adalah semua upaya, termasuk proses yang terintegrasi dalam pengumpulan

informasi, analisis, perencanaan, konsultasi, pembuatan keputusan, alokasi

sumber daya ikan dan implementasi serta penegakan hukum dari peraturan

perundang-undangan di bidang perikanan, yang dilakukan oleh pemerintah atau

otoritas lain yang diarahkan untuk mencapai kelangsungan produktivitas sumber

daya hayati perairan dan tujuan yang telah disepakati.


35

Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan

pengelolaan adalah suatu rangkaian kegiatan yang berintikan perencanaan,

pengorganisasian, penggerakan dan pengawasan yang bertujuan menggali dan

memanfaatkan sumber daya yang dimiliki secara efektif untuk mencapai tujuan

organisasi yang telah ditentukan.

2.1.5 Definisi Nelayan

Nelayan menurut Undang-undang Nomor 45 Tahun 2009 Tentang

Perubahan Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004 Tentang Perikanan, nelayan

adalah orang yang mata pencaharianya melakukan penangkapan ikan. Nelayan

kecil adalah orang yang mata pencahariannya melakukan penangkapan ikan

untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari yang menggunakan kapal

perikanan berukuran paling besar 5 (lima) gross ton (GT).

Nelayan adalah istilah bagi orang-orang yang sehari-harinya bekerja

menangkap ikan atau biota lainnya yang hidup di dasar, kolom maupun

permukaan perairan. Perairan yang menjadi daerah aktivitas nelayan ini dapat

merupakan perairan tawar, payau maupun laut. Di negara-negara berkembang

seperti di Asia Tenggara atau di Afrika, masih banyak nelayan yang

menggunakan peralatan yang sederhana dalam menangkap ikan. Nelayan di

negara-negara maju biasanya menggunakan peralatan modern dan kapal yang

besar yang dilengkapi teknologi canggih (http://id.wikipedia.org/wiki/Nelayan).

Nelayan adalah suatu kelompok masyarakat yang kehidupannya

tergantung langsung pada hasil laut, baik dengan cara melakukan penangkapan
36

ataupun budi daya. Mereka pada umumnya bermukim di pinggir pantai, sebuah

lingkungan pemukiman yang dekat dengan lokasi kegiatannya (Imron, 2003:68).

Sesungguhnya, nelayan bukanlah suatu entitas tunggal, mereka terdiri dari

beberapa kelompok. Dilihat dari segi pemilihan alat tangkap, nelayan dapat

dibedakan menjadi tiga kelompok, yaitu nelayan buruh, nelayan juragan, dan

nelayan perorangan. Nelayan buruh adalah nelayan yang bekerja dengan alat

tangkap milik orang lain. Sebaliknya, nelayan juragan adalah adalah nelayan yang

memiliki alat tangkap yang dioperasikan oleh orang lain. Adapun nelayan

perorangan adalah nelayan yang memiliki peralatan tangkap sendiri dan dalam

pengoperasiannya tidak melibatkan orang lain (Mulyadi, 2005:7).

Nelayan adalah orang yang secara aktif melakukan pekerjaan dalam

operasi penangkapan ikan. Orang yang hanya melakukan pekerjaan seperti

membuat jaring, mengangkut alat-alat perlengkapan ke dalam perahu atau kapal,

tidak dimasukan sebagai nelayan, tetapi ahli mesin dan juru masak yang bekerja di

atas kapal penangkapan dikatakan sebagai nelayan, walaupun mereka tidak secara

langsung melakukan penangkapan. Berdasarkan waktu yang digunakan untuk

melakukan pekerjaan operasi penangkapan, nelayan diklasifikasikan sebagai

berikut:

1. Nelayan penuh, yaitu nelayan yang seluruh waktu kerjanya digunakan

untuk melakukan pekerjaan operasi penangkapan ikan;

2. Nelayan sambilan utama, yaitu nelayan yang sebagian besar waktu

kerjanya digunakan untuk melakukan pekerjaan operasi penangkapan ikan.


37

Disamping melakukan pekerjaan penangkapan, nelayan kategori ini dapat

pula mempunyai pekerjaan lain;

3. Nelayan sambilan tambahan, yaitu nelayan yang sebagian besar waktu

kerjanya digunakan untuk melakukan pekerjaan penangkapan,

pemeliharaan ikan, binatang lainnya dan tanaman air (DKP Provinsi

Banten, 2012).

2.1.6 Pengertian Tempat Pelelangan Ikan

Tempat pelelangan ikan atau yang sering disingkat TPI yaitu pasar yang

biasanya terletak di dalam pelabuhan atau pengkalan pendaratan ikan dan di

tempat tersebut terjadi transaksi penjualan ikan hasil laut baik secara lelang atau

tidak. Biasanya TPI ini dikordinasi oleh dinas perikanan, koperasi atau pemerintah

daerah. TPI tersebut harus memenuhi kriteria sebagai berikut; memiliki tempat

tetap (tidak berpindah-pindah), mempunyai bangunan tempat transaksi jual beli

ikan, ada yang mengkoordinasi prosedur lelang dan mendapat izin dari instansi

yang berwenang (Dinas Perikanan/Pemerintah Daerah)

(http://id.wikipedia.org/wiki/Tempat_Pelelangan_Ikan).

TPI kalau di tinjau dari manajemen operasi, maka TPI merupakan tempat

penjual jasa pelayanan antara lain sebagai tempat pelelangan, tempat perbaikan

jaring, tempat perbaikan mesin dan lain sebagainya. Disamping itu TPI

merupakan tempat berkumpulnya nelayan dan pedagang-pedagang ikan atau

pembeli ikan dalam rangka mengadakan transaksi jual beli ikan. Nelayan ingin

menjual hasil tangkapan ikanya dengan harga sebaik mungkin, sedangkan pembeli
38

ingin membeli dengan harga serendah mungkin. Untuk mempertemukan

penawaran dan permintaan itu, diselenggarakan pelelangan ikan agar tercapai

harga yang sesuai, sehingga masing-masing pihak tidak merasa dirugikan.

Pelelangan ikan merupakan suatu kegiatan dimana penjual dan pembeli

bertemu dalam satu tempat (gedung TPI), didalamnya terjadi proses tawar-

menawar harga ikan sehingga diperoleh harga yang mereka sepakati bersama.

Dalam proses tawar menawar ini, kualitas ikan akan memegang peranan penting

dalam penentuan harga. Pembeli akan memberikan penawaran yang lebih tinggi

terhadap ikan yang memiliki kualitas lebih baik. Meskipun pada awalnya nelayan

yang akan mengajukan harga terlebih dahulu “melalui” petugas lelang.

Aktivitas pelelangan ikan di TPI merupakan salah satu aktivitas di suatu

pelabuhan perikanan yang termasuk dalam kelompok aktivitas yang berhubungan

dengan pendaratan dan pemasaran ikan. Pelelangan ikan memiliki peran yang

cukup penting untuk menciptakan iklim yang kondusif dalam pemasaran

ikan. Pelelangan ikan adalah suatu kegiatan di tempat pelelangan ikan guna

mempertemukan penjual dan pembeli sehingga terjadi tawar-menawar harga ikan

yang disepakati bersama. Pelelangan ikan adalah salah satu mata rantai tata niaga

ikan.

2.2 Penelitian Terdahulu

Sebagai bahan pertimbangan dalam penelitian ini akan dicantumkan

beberapa hasil penelitian terdahulu oleh beberapa peneliti yang pernah penulis

baca diantaranya :
39

1. Jurnal Ilmu Pemerintahan Volume D2B Nomor 088 122 Fisip Universitas

Diponegoro yang ditulis oleh Sandi Hertanto, Kushandayani, Puji Astuti,

Reni Windiani Tahun 2013, dengan judul Peran Pemerintah Daerah Dalam

Pengelolaan Tempat Pelelangan Ikan di Kabupaten Jepara, pada penelitian

tersebut peneliti menggunakan Teori Fungsi Manajemen POAC G.R. Terry

sebagai pedoman dalam melakukan penelitiannya. Indikator penelitian

terdiri dari; Planning, Organizing, Actuating, Controlling. Metodelogi

dalam penelitian ini menggunakan Metode Kualitatif Deskriptif. Adapun

hasil dari penelitian Peran Pemerintah Daerah Dalam Pengelolaan Tempat

Pelelangan Ikan di Kabupaten Jepara menunjukan bahwa peran pemerintah

daerah dalam pengelolaan tempat pelelangan ikan di Kabupaten Jepara

belum dapat dikatakan optimal karena masih terdapat beberapa kendala dan

permasalahan, sehingga perlu adanya perhatian khusus dari pemerintah

daerah untuk meminimalisir keadaan tersebut. Persamaan penelitian ini

dengan penelitian yang sedang peneliti lakukan adalah fokus penelitian

adalah tempat pelelangan ikan, juga metode yang digunakan dalam

penelitian, yaitu penelitian dengan menggunakan metode kualitatif

deskriptif, teori yang digunakan juga sama yaitu teori fungsi manajemen

dari G.R. Terry POAC (planning, organizing, actuating, controlling).

Sedangkan perbedaan penelitian ini dengan penelitian yang sedang peneliti

lakukan adalah locus penelitian, jurnal ilmiah ini dilakukan di Kabupaten

Jepara sedangkan peneliti melakukan penelitian di Kabupaten Pandeglang,


40

selanjutnya pada jurnal ilmiah ini tidak ada uji keabsahan data sedangkan

peneliti menggunakan uji keabsahan data (triangulasi dan member chek).

2. SKRIPSI Program Studi Teknologi dan Manajemen Perikanan Tangkap

Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Periknan Fakultas Perikanan Dan

Ilmu Kelautan Institut Pertanian Bogor ditulis oleh Resti, Fifi Dewi tahun

2012, dengan judul Pengukuran Kinerja Pengelolaan Tempat Pelelangan

Ikan di PPI Muara Angke. Pada penelitian tersebut peneliti menggunakan

teori pengukuran kinerja metode value for money, pengukuran kepuasan

dengan metode infortance performance analysis (skala likert) dan

pengukuran tingkat kepuasan pengguna pelelangan dengan menggunakan

metode infortance and performance analysis (IPA). Adapun hasil penelitian

dari penelitian pengukuran kinerja pengelolaan tempat pelelangan ikan di

PPI muara angke menunjukan bahwa aktivitas di tempat pelelangan ikan PPI

Muara Angke sudah berjalan dan dikelola oleh seksi pelelangan serta

koperasi. Berdasarkan pengukuran kepuasan pengguna pelelangan diketahui

bahwa kepuasan pengguna pelelangan masih berada di bawah kriteria puas

yaitu agen merasa cukup puas terhadap pengelolaan yang terdapat di TPI

sedangkan pedagang merasa kurang puas terhadap pengelolaan yang

terdapat di TPI PPI Muara Angke tersebut. Adapun untuk kinerja TPI dinilai

tidak ekonomis dari segi input karena memiliki nilai rataan sebesar 33% dan

kinerja dinilai cukup efisien dengan nilai rataan sebesar 100%. Nilai tersebut

dapat digunakan oleh pengelola TPI PPI Muara Angke sebagai dasar untuk

memperbaiki kinerja TPI, agar dapat mencapai tujuan awal


41

pembangunannya serta meningkatkan kepuasan pengguna pelelangan.

Penelitian ini memiliki tujuan yang sama dengan penelitian yang sedang

peneliti lakukan yaitu ingin mengetahui atau mendeskripsikan pengeloalaan

tempat pelelangan ikan. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian yang

sedang peneliti lakukan adalah pada teori, pada penelitian yang dilakukan

oleh Fifi Dewi Resti ada tiga teori yang digunakan dalam penelitiannya

(menggabungkan beberapa teori) sedangkan penelitian yang sedang peneliti

lakukan hanya menggunakan satu teori saja yaitu teori fungsi manajemen

POAC (planning, organizing, actuating, controlling) dari G.R. Terry.

2.3 Kerangka Berpikir

Kerangka berpikir dari penelitian ini tentang Manajemen Pengelolaan

Hasil Tangkapan Nelayan Pada Tempat Pelelangan Ikan Panimbang Kabupaten

Pandeglang. Tempat pelelangan ikan (TPI), selain merupakan pintu gerbang

nelayan dalam memasarkan hasil tangkapan ikannya, juga menjadi tempat untuk

memperbaiki jaring, motor, serta kapal dalam persiapan operasi penangkapan

ikan. Tujuan utama didirikannya TPI adalah untuk menarik sejumlah pembeli,

sehingga nelayan dapat menjual hasil tangkapannya sesegera mungkin dengan

harga yang baik serta dapat menciptakan perasaan yang sehat melalui lelang

murni. Disamping itu secara fungsional, sasaran yang diharapkan oleh TPI adalah

tersedianya ikan bagi kebutuhan penduduk sekitarnya dengan kualitas yang baik

serta harga yang wajar. Perbaikan manajemen pengelolaan dalam tempat


42

pelelangan ikan diharapkan mampu mensejahterakan nelayan serta menjadikan

tempat pelelangan ikan sebagai salah satu sumber pendapatan asli daerah.

Untuk mengetahui sejauh mana manajemen pengelolaan tempat

pelelangan ikan panimbang Kabupaten Pandeglang peneliti menggunakan teori

POAC G.R. Terry dalam Terry (2008:17): Planning, Organizing, Actuating,

Controlling.

Karena untuk menjadikan sebuah tempat pelelangan ikan yang ideal

diperlukan Planning (rencana) yang baik untuk dijadikan penentuan tujuan dan

pedoman pelaksanaan dengan memilih yang teraik dari alternatif-alternatif yang

ada. Kemudian Organizing (pengorganisasian) menentukan, mengelompokan, dan

mengatur bermacam-macam aktivitas yang diperlukan untuk mencapai tujuan,

menempatkan orang-orang pada setiap aktivitas ini, menyediakan alat-alat yang

diperlukan, menetapkan wewenang yang secara relatif didelegasikan kepada

setiap individu yang akan melakukan aktivitas-aktivitas tersebut. Actuating

(pengarahan) mengarahkan semua bawahan, agar mau bekerja sama dalam

mengelola tempat pelelangan ikan dan bekerja efektif untuk mencapai tujuan.

Controlling (pengendalian) pengukuran dan perbaikan terhadap pelaksanaan kerja

bawahan, agar rencana-rencana yang telah dibuat untuk mencapai tujuan-tujuan

dapat terselenggara Maka untuk mempermudah memahami alur berpikir peneliti

menggambarkan kerangka berpikirnya sebagai berikut seperti pada gambar 2.1

dibawah:
43

Permasalahan: G.R. Terry dalam


Hasibuan (2001:38)
1. Tidak adanya standar
operasional prosedur (SOP) 1. Planning
yang secara spesifik mengelola
2. Organizing
tempat pelelangan ikan;
3. Actuating
2. Mendangkalnya muara sungai 4. cotrolling
Ciliman menyebabkan akses
menuju TPI menjadi terhambat
dan tidak adanya anggaraan
untuk tempat pelelangan ikan Perbaikan manajemen
dari pemerintah setempat. pengelolaan tempat pelelangan
ikan Panimbang
3. Sulit tercapainya target
retribusi yang diharapkan;

4. Tidak ada sanksi tegas untuk


tempat pelelangan ilegal. Tempat pelelangan menjadi pusat
kegiatan lelang dari hasil
tangkapan nelayan panimbang.

Gambar 2.1

Alur Kerangka Berpikir

2.4 Asumsi Dasar Penelitian

Asumsi dasar merupakan hasil dari refleksi penelitian berdasarkan kajian

pustaka dan kajian teori yang digunakan sebagai dasar argumentasi. Berdasarkan

pada kerangka pemikiran yang telah dipaparkan di atas, peneliti telah

melakukan observasi awal terhadap objek penelitian. Maka peneliti berasumsi

bahwa penelitian tentang Manajemen Pengelolaan Hasil Pada Tempat Pelelangan

Ikan Panimbang Pandeglang belum berjalan dengan baik.


BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1. Pendekatan dan Metode Penelitian

Metodologi penelitan merupakan studi yang logis dan sistematis tentang

prinsip-prinsip dasar yang mengarahkan penelitian. Menurut Arikunto (2002:136)

metode penelitian adalah cara yang digunakan peneliti dalam mengumpulkan data

penelitiannya. Dalam arti umum dan awam, metodologi biasa digunakan dalam

konteks apa saja, misalnya berpikir, metodologi pendidikan, atau metodologi

pengajaran. Menurut Garna (2009:21) Metoda penelitian ialah suatu upaya untuk

memperoleh tambahan pemahaman tentang gejala-gejala melalui (1)

mendefinisikan masalah sebagai cara membentuk pengetahuan yang ada; (2)

memperoleh informasi penting berkenaan dengan masalah atau gejala itu; (3)

analisis dan interpretasi data yang jelas dalam kaitan dengan masalah yang

didentifikasi; dan (4) melakukan komunikasi hasil upaya itu kepada yang lain.

Dengan demikian yang dimaksud dengan metode ilmiah yaitu: a way of

collceting, processing, and communicating information, based on activities

designed to increase existing information, maka metoda itu diberi batasan secara

pragmatik, yang artinya cara yang digunakan melalui efektivitas perolehan

pemahaman berfaedah bagi individu dan masyarakat.

44
45

Dalam penelitian sosial, masalah penelitian, tema, topik, dan judul

penelitian berbeda secara kuantitatif maupun kualitatif. Baik substansial maupun

materiil kedua penelitian itu berbeda berdasarkan filosofis dan metodologis.

Masalah kuantitatif lebih umum memiliki wilayah yang luas, tingkat variasi yang

kompleks namun berlokasi dipermukaan. Akan tetapi masalah-masalah kualitatif

berwilayah pada ruang yang sempit dengan tingkat variasi yang rendah namun

memiliki kedalaman bahasan yang tidak terbatas. Dalam penelitian mengenai

Manajemen Pengelolaan Tempat Pelelangan Ikan Panimbang Kabupaten

Pandeglang, berdasarkan rumusan masalah dan tujuan penelitian, maka penelitian

ini menggunakan metode penelitian deskriptif, sedangkan bentuknya yaitu

dengan menggunakan penelitian kualitatif. Deskriptif kualitatif merupakan

metode yang bertujuan menggambarkan secara tepat sifat-sifat suatu individu,

keadaan, gejala, atau kelompok tertentu, atau untuk menentukan frekuensi atau

penyebaran suatu gejala atau frekuensi adanya hubungan tertentu anatara suatu

gejala dan gejala lainya dalam masyarakat. Itulah alasan mengapa peneliti

mengambil penelitian deskriptif kualitatif.

Penelitian deskriptif kualitatif ini berusaha untuk mencari atau menggali

informasi mengenai permasalahan yang ada dalam kaitannya dengan Manajemen

Pengelolaan Tempat Pelelangan Ikan Panimbang Kabupaten Pandeglang.

Bogdan dan Taylor dalam Moleong (2006:4) mendefinisikan metodologi

kualitatif sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa

kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati.

Pendekatan ini di arahkan pada latar dan individu tersebut secara holistik (utuh).
46

Sejalan dengan definisi tersebut, Kirk dan Miller dalam Moleong (2006:4)

mendefinisikan bahwa penelitian kualitatif adalah tradisi tertentu dalam ilmu

pengetahuan sosial yang secara fundamental bergantung dari pengamatan pada

manusia baik dalam kawasannya maupun dalam peristilahannya. Selanjutnya

menurut Denzin dan Lincoln dalam Moleong (2006:5) menyatakan penelitian

kualitatif adalah penelitian yang menggunakan latar alamiah, dengan maksud

menafsirkan fenomena yang terjadi dan dilakukan dengan jalan melibatkan

berbagai metode yang ada.

Berdasarkan definisi-definisi tersebut, Moleong dalam bukunya

Metodologi Penelitian Kualitatif (2006:6) mendefinisiskan bahwa Penelitian

kualitatif adalah penelitian yang bermaksud untuk memahami fenomena tentang

apa yang dialami oleh subjek penelitian misalnya perilaku, persepsi, motivasi dan

tindakan yang secara holistik dan dengan cara deskripsi dalam bentuk kata-kata

dan bahasa, pada suatu konteks khusus yang alamiah dan dengan memanfaatkan

berbagai metode alamiah.

3.2. Ruang Lingkup Penelitian

Ruang lingkup penelitian menjelaskan substansi materi kajian penelitian

yang akan dilakukan. Dalam penelitian ini ruang lingkup penelitian adalah

manajemen pengelolaan tempat pelelangan ikan panimbang Kabupaten

Pandeglang.
47

3.3. Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian menjelaskan tempat (locus) penelitian, serta alasan

memilih lokasi penelitian tersebut. Lokasi Penelitian mengenai Manajemen

Pengelolaan Tempat Pelelangan Ikan Lelang Panimbang Kabupaten Pandeglang

berada di Desa Panimbangjaya, Kecamatan Panimbang, Kabupaten Pandeglang,

Provinsi Banten. Kabupaten Pandeglang dipilih peneliti sebagai lokasi penelitian

ini karena memiliki luas perairan laut terbesar di Banten yaitu 1.702,00 km²,

karena memiliki perairan laut yang luas potensi perikanan di Kabupaten

Pandeglang sangat besar, potensi ini dapat dijadikan menjadi salah satu sumber

pendapatan asli daerah yang besar apabila dikelola dengan baik. Salah cara untuk

mengelola hasil kelautan itu Kabupaten Pandeglang mendirikan TPI untuk

mengelola hasil ikan tangkap. Salah satu TPI yang berada di Pandeglang ialah TPI

Panimbang yang berada dibawah UPT Kecamatan Labuan seperti tercantum

dalam Peraturan Bupati Pandeglang Nomor 20 Tahun 2008 tentang Pembentukan

Unit Pelaksana Teknis Dinas pada Dinas Daerah Kabupaten Pandeglang

mengatakan bahwa UPT Pangkalan Pendaratan dan Pelelangan Ikan Kecamatan

Labuan yang wilayah kerjanya meliputi Kecamatan Labuan, Sidamukti,

Panimbang, Citeurep, Carita, Sumur, Taman Jaya dan Cikeusik, Banyuasih,

Sukanegara, Rancacecet. Selain karena memiliki luas perairan laut terbesar di

Provinsi Banten, lokasi penelitian dipilih karena dekat dekat dengan tempat

tinggal peneliti guna mempersingkat waktu peneliti untuk mencapai lokasi

penelitian serta peneliti ingin mengungkap masalah yang terjadi di daerah peneliti
48

guna memberi solusi yang berguna untuk perbaikan mutu pengelolaan tempat

pelelangan ikan di daerah peneliti yaitu di Panimbang.

3.4. Variabel Penelitian

3.4.1. Definisi Konsep

Definisi konseptual memberikan penjelasan tentang konsep dari

variabel yang akan diteliti berdasarkan kerangka teori yang digunakan.

Pada peneitian ini variabelnya adalah Manajemen Pengelolaan Tempat

Pelelangan Ikan yang akan diteliti menggunakan teori fungsi manajemen

POAC (Planning, Organizing, Actuating,Controlling) dari G.R. Terry.

1. Planning ialah menetapkan pekerjaan yang harus dilaksanakan untuk

mencapi tujuan yang digariskan, planning mencakup kegiatan

pengambilan keputusan, karena termasuk pemilihan laternatif-

alternatif keputusan. Diperlukan kemampuan untuk mengadakan

visualisasi dan melihat kedepan guna merumuskan suatu pola dari

himpunan tindakan untuk masa mendatang (Terry, 2008:17). Planning

merupakan pemilihan dan menghubungkan fakta, menggunaka asumsi-

asumsi tentang masa depan dalam membuat visualisasi dan perumusan

kegiatan yang diuslukan dan memang perlu dilakukan untuk mencapai

hasil yang diinginkan (Terry, 2008:46).

2. Organizing merupakan kegiatan dasar dari manajemen dilaksanakan

untuk dan mengatur seluruh komponen-komponen yang dibutuhkan

termasuk unsur manusia, sehingga pekerjaan dapat dilaksanakan


49

dengan sukses. Manusia merupakan unsur yang terpenting melalui

pengorganisasian manusia dapat di dalam tugas-tugas yang saling

berhubungan (Terry, 2008:73). Organizing mencakup: membagi

komponen-komponen kegiatan yang dibutuhkan untuk mencapai

tujuan kedalam kelompok-kelompok, membagi tugas kepada seorang

manajer untuk mengadakan pengelompokan tersebut dan menetapkan

wewenang diantara kelompok atau unit-unit organisasi.

Pengorganisasian berhubungan erat dengan manusia, sehingga

pencaharian dan penugasannya kedalam unit-unit organisasis

dimasukan sebagai bagian dari unsur organizing. Ada yang tidak

berpendapat demikian, dan memasukan stafing sebagai fungsi utama.

Di dalam setiap kejadian, pengorganisasian melahirkan peranan kerja

dalam struktur formal dan dirancang untuk memungkinkan manusia

bekerja sama secara efektif guna mencapai tujuan bersama (Terry,

2008:17).

3. Actuating, atau diseut juga “gerakan aksi” mencakup kegiatan yang

dilakukan seorang manajer untuk mengawali dan melanjutkan kegiatan

yang ditetapkan oleh unsur perencanaan dan pengorganisasian agar

ujuan-tujuan dapat tercapai. Actuating mencakup pentapan dan

pemuasan kebutuhan manusiawi dari pegawai-pegawainya, memberi

penghargaan, memimpin, mengembangkan dan memberi komponsasi

kepada mereka (Terry, 2008:17). Pengarahan merupakan suatu kegitan

untuk mengintergasikan usaha-usaha angota-anggota dari suatu


50

kelompok, sehingga melalui ugas-tugas mereka dapat terpenuhi tujuan

pribadi dan kelomponya. Semua usaha kelompok menghendaki

pengarahan apabila ingin secara sukses mencapai tujuan akhir

kelompok tersebut (Terry, 2008:138).

4. Controlling (pengendalian) ialah suatu usaha untuk meneiliti kegiatan-

kegiatan yang telah dan akan dilaksanakan. Pengendalian berorientasi

pada objek yang dituju dan merupakan alat untuk menyuruh orang-

orang bekerja menuju sasaran yang ingin dicapai (Terry, 2008:18).

Controlling mencakup kelanjutan tugas untuk melihat apakah

kegiatan-kegiatan dilaksanakan sesuai rencana. Pelaksanaan kegiatan

dievaluasi dan penyimpangan-penyimpangan yang tidak diinginkan

diperbaiki supaya tujuan-tujuan dapat tercapai dengan baik. Ada

berbagai cara untuk mengadakan perbaikan, termasuk merubah

rencana dan bahkan tujuanya, mengatur kembali tugas-tugas dan

wewenang, tetapi seluruh perubahan dilakukan melalui manusianya.

Orang yang bertanggung jawab atas penyimpagan yang tidak

diinginkan itu harus dicari dan mengambil langkah-langkah perbaikan

terhadap hal-hal yang sudah atau akan dilaksanakan (Terry, 2008:166).

3.4.2. Definisi Operasional

Definisi operasinal merupakan penjabaran konsep atau variabel

yang akan diteliti dalam rincian yang terukur. Adapun variabel dalam

penelitian ini ialah manajemen pengelolaan yang bertujuan meningkatkan


51

nilai guna yang diciptakan organisasi untuk kesejahteraan masyarakat,

berhubungan dengan itu masalah yang terjadi dilapangan yakni;

1. Tidak adanya standar oprasional pelayanan (SOP) yang secara spesifik

mengelola tempat pelelangan ikan;

2. Sarana dan prasarana yang buruk, Tidak adanya anggaraan untuk

tempat pelelangan ikan dari pemerintah setempat;

3. Sulit tercapainya target retribusi yang ditetapkan;

4. Kurangnya upaya pemerintah daerah untuk menertibkan TPI yang

tidak resmi dan kurangnya upaya memberikan sanksi tegas.

Permasalahan tersebut dapat terjawab dengan menggunakan teori

Fungsi Manajemen POAC (Planning,Organizing, Actuating, Controlling)

dari G.R. Terry. Yang peneliti simpulkan sementara bahwa proses

manajemen di tempat pelelangan ikan belum berjalan dengan baik.

3.5. Instrumen Penelitian

Menurut Nasution dalam Sugiyono (2009:60-61), dalam penelitian

kualitatif, tidak ada pilihan lain dari pada menjadikan manusia sebagai instrumen

penelitian utama. Alasannya ialah bahwa, segala sesuatu belum mempunyai

bentuk yang pasti. Masalah, fokus penelitian, prosedur penelitian, hipotesis yang

digunakan,bahkan hasil yang diharapkan, itu semuanya tidak dapat ditentukan

secara pasti dan jelas sebelumnya. Segala sesuatu masih perlu dikembangkan

sepanjang penelitian itu. Dalam keadaan yang serba tidak pasti dan tidak jelas itu,

tidak ada pilihan lain dan hanya peneliti itu sendiri sebagai alat satu-satunya yang
52

dapat mencapainya.Peneliti sebagai instrumen penelitian serasi untuk penelitian

serupa karena memiliki ciri-ciri antara lain:

1. Peneliti sebagai alat peka dan dapat beraksi terhadap segala

stimulus dari lingkungan yang harus diperkirakannya bermakna

atau tidak bagi penelitian.

2. Peneliti sebagai alat dapat menyesuaikan diri terhadap semua aspek

keadaan dan dapat mengumpulkan aneka ragam data sekaligus.

3. Tiap situasi merupakan keseluruhan. Tidak ada suatu instrument

berupa tes atau angket yang dapat menangkap keseluruhan situasi

kecuali manusia.

4. Suatu situasi yang melibatkan interaksi manusia, tidak dapat

dipahami dengan pengetahuan semata. Jadi, untuk memahaminya

kita perlu sering merasakannya, menyelaminya berdasarkan

pengetahuan kita.

5. Peneliti sebagai instrument dapat segera menganalisis data yang

diperoleh. Ia dapat menafsirkannya, melahirkan hipotesis dengan

segera untuk menentukan arah pengamatan, untuk mentest

hipotesis yang timbul seketika.

6. Hanya manusia sebagai instrumen dapat mengambil kesimpulan

berdasarkan data yang dikumpulkan pada pada suatu saat dan

menggunakan dengan segera sebagai balikan untuk memperoleh

penegasan, perubahan, perbaikan atau pelakan.


53

7. Dalam manusia sebagai instrumen, responden yang aneh dan

menyimpang diberi perhatian. Respon yang lain daripada yang

lain, bahkan yang bertentangan dipakai untuk mempertinggi

tingkat kepercayaan dan tingkat pemahaman mengenai aspek yang

diteliti.

Hal ini sejalan dengan pendapat Irawan, bahwa satu-satunya instrumen

terpenting dalam penelitian kualitatif adalah peneliti itu sendiri (2006:15). Dan

pendapat yang sama juga dikatakan Moleong (2005:19), bahwa pencari tahu

alamiah (peneliti) dalam pengumpulan data lebih banyak bergantung pada dirinya

sebagai alat pengumpul data. Oleh karena itu, instrument dalam penelitian ini

adalah peneliti sendiri dengan membuat pedoman wawancara dan pedoman

observasi dalam rangka mempermudah proses pengumpulan dan analisis data.

Sehingga peneliti dapat mengumpulkan data secara lebih utuh dan alamiah dalam

rangka memperoleh hasil penelitian yang lebih mendalam.

3.6. Informan Penelitian

Penentuan informan dalam penelitian mengenai manajemen pengelolaan

ini adalah dengan menggunakan teknik Purposive sampling (sampel bertujuan),

yaitu merupakan metode penetapan sampel dengan berdasarkan pada kriteria-

kriteria tertentu disesuaikan dengan informasi yang dibutuhkan.

Adapun yang menjadi informan dalam penelitian ini antara lain peneliti muat

dalam tabel 3.1


54

Tabel 3.1
Daftar Informan Penelitian

Kode Informan Informan

I1-1 Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan


Kabupaten Pandeglang

I2-1 Kepala UPT pangkalan pendaratan dan


pelelangan ikan Kecamatan Labuan

I3-1 Manajer Tempat Pelelangan Ikan Lelang


Panimbang

I4-1 Juragan Nelayan

I5-1 Masyarakat Nelayan Panimbang


(nelayan buruh dan perorangan)

I6-1 dan I6-2 Instansi terkait (Satpol PP dan Ditpolair


Polres Pandeglang)

(Sumber : Peneliti 2014)

Dri tabel 3.1 di atas peneliti akan menjelaskan peran informan pada penelitian

ini:

1. Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Pandeglang adalah

pembuat kebijakan pengelolaan perikanan di Kabupaten Pandeglang.

Dalam tingkat manajemen disebut top mangement (manajemen puncak)

Keahlian yang dimiliki para manajer tinggkat puncak adalah konseptual,

artinya keahlian untuk membuat dan merumuskan konsep untuk

dilaksanakan oleh tingkatan manajer dibawahnya.

2. Kepala UPT pangkalan pendaratan dan pelelangan ikan Kecamatan

Labuan adalah orang yang bertanggung jawab memastikan rencana dan


55

memastikan tercapainya suatu tujuan. Dalam tingkat manajemen disebut

middle management (manajemen menengah) oran yang memiliki keahlian

interpersonal/manusiawi artinya keahlian untuk berkomunikasi, bekerja

sama dan memotivasi orang lain.

3. Manajer Tempat Pelelangan Ikan Lelang Panimbang adalah orang yang

bertanggung jawab menyelesaikan rencana-rencana yng telah ditetapkan

oleh manajer yang lebih tinggi. Dalam tingkat manajemen disebut low

management (manajemen tingkat bawah) pada tingkatan ini manajer

memiliki keahlian di bidang teknis artinya keahlian yang mencakup

prosedur, teknik dan pengetahuan lapangan.

4. Masyarakat Nelayan Panimbang (nelayan buruh dan perorangan) adalah

sasaran dari target rencana manjemen pengelolaan tempat pelelangan ikan.

5. Juragan nelayan adalah orang yang membiayai kegiatan-kegiatan para

nelayan dalam melakuka aktivitas mencari ikan.

6. Instansi terkait adalah instansi yang menurut peneliti memeiliki hubungan

dengan pengelolaan tempat pelelangan ikan Panimbang.

3.7. Teknik Pengolahan dan Analisis Data

3.7.1 Teknik Pengolahan Data

Dalam penelitian kualitatif, pengumpulan data dilakukan pada

natural setting (kondisi yang alamiah), sumber data primer, dan teknik

pengumpulan data lebih banyak pada observasi berperan serta (participant

observation), wawancara mendalam (in depth interview) dan dokumentasi.


56

C. Marshall, Gretchen B. Rossman, menyatakan bahwa “the fundamental

methods relied on by qualitative researchers for gathering information

are, participation in the setting, direct observation, in–depth interviewing,

document review (Sugiyono, 2009:63)”.

1. Sumber data Primer

Data primer adalah data yang diperoleh langsung dari sumbernya

dan masih bersifat mentah karena belum diolah. Data ini diperoleh

melalui:

A. Pengamatan/Observasi

Observasi biasa diartikan sebagai pengamatan dan pencatatan

dengan sistematis terhadap fenomena-fenomena yang diteliti. Dalam

penelitian ini peneliti langsung terjun ke lokasi penelitian dan

melakukan pengamatan langsung terhadap obyek-obyek yang diteliti,

kemudian dari pengamatan tersebut melakukan pencatatan-pencatatan

data-data yang di peroleh yang berkaitan dengan aktivitas penelitian.

Selain itu, observasi merupakan kegiatan yang meliputi

pencatatan secara sistematik kejadian-kejadian perilaku, objek-objek

yang dilihat dan hal-hal lain yang diperlukan dalam mendukung

penelitian yang sedang dilakukan. Konsep yang dikemukakan oleh

Faisal dalam sugiyono (2009:64) yang mengklasifikasikan observasi,

yaitu:
57

a. Observasi berpartisipasi (participant observation)

b. Observasi yang secara terang-terangan dan tersamar (overt

observation and convert observation), dan

c. Observasi yang tidak terstruktur (unstructured observation)).

Maka, observasi yang dilakukan dalam penelitian ini adalah

observasi terang-terangan, dimana peneliti dalam melakukan

pengumpulan data menyatakan terus terang kepada sumber data,

bahwa peneliti sedang melakukan penelitian. Sehingga mereka yang

diteliti mengetahui sejak awal sampai akhir tentang aktivitas peneliti.

Dan juga peneliti terlibat dengan kegiatan sehari-hari yang menjadi

sumber data penelitian. Sehingga diperlukan data yang akurat lengkap,

tajam dan terpercaya.

B. Wawancara

Esterberg dalam Sugiyono (2009:72) mendefinisikan interview

atau wawancara sebagai berikut.

“a meeting of two person to exchange information and idea


through question in respond, resulting in communication and
joint construction of meaning about a particular topic”.
Artinya: wawancara adalah merupakan pertemuan dua orang
untuk bertukar informasi dan ide melalui tanya jawab,
sehingga dapat dikonstruksikan makna dalam suatu topik
tertentu.

Wawancara digunakan sebagai teknik pengumpulan data

apabila peneliti ingin meneliti studi pendahuluan untuk menemukan

permasalahan yang harus diteliti, tetapi juga apabila peneliti


58

mengetahui hal-hal dari responden yang mendalam. Teknik

pengumpulan data ini mendasarkan diri pada laporan tentang diri

sendiri atau self-report, atau setidak-tidaknya pada pengetahuan dan

keyakinan pribadi.

Selanjutnya Esterberg dalam Sugiyono (2002:72) menyatakan

bahwa:

“interviewing is at the heartof social research. If you look


trough almost any socialogical journal, you will find that much
social research is based on interview, either standardized or
more in-depth”. Artinya intreview merupakan hatiny peneliti
sosial, bila anda lihat jurnal dalam ilmu sosial, maka akan anda
temui semua penelitian sosial didasarkan pada interview baik
yang standar maupun yangdalam.

Dalam penelitian kualitatif, sering menggabungkan teknik

observasi partisipatif dengan wawancaa mendalam. Selama melakukan

observasi, peneliti juga melakukan interview kepada orang-orang yang

ada di dalamnya. Esteberg mengemukakan beberapa macam

wawancara yaitu, wawancara terstruktur, semitersturktur dan tidak

terstruktur.

1. Wawancara terstruktur (structured interview)

Wawancara terstruktur digunakan sebagai teknik

pengumpulan data, bila peneliti atau pengumpul data telah

mengetahui dengan pasti tentang informasi apa yang akan

diperoleh.
59

2. Wawancara semi terstruktur (semistructure interview)

Jenis wawancara ini sudah termasuk dalam kategori in-dept

interview, dimana dalam palaksanaannya lebih bebas bila di

bandingkan dengan wawancara terstruktur. Tujuan dari

wawancara jenis ini adalah untuk menemukan

permasalahan secara lebih terbuka, dimana pihak yang

diajak wawancara diminta pendapat, dan ide-idenya. Dalam

melakukan wawancara, peneliti perlu mendengarkan secara

teliti dan mencatat apa yang dikemukakan oleh nforman.

3. Wawancara tak berstruktur (unstructured inerview)

Wawancara tidak terstruktur adalah wawancara yang bebas

dimana peneliti tidak menggunakan pedoman wawancara

yang telah tersusun scara sistematis dan lengkap untuk

pengumpulan datanya. Pedoman wawancara yang

digunakan hanya berupa garis-garis besar permasalahan

yang akan ditanyakan.

Selanjutnya Lincon and Guba dalam Sugiyono (2009:76),

mengemukakan ada tujuh langkah dalam pengunaan wawancara untuk

mengumpulkan data dalam penelitian kualitatif, yaitu:

1. Menetapkan kepada siapa wawancara itu akan dilakukan

2. Menyiapkan pokok-pokok masalah yang akan menjadibahan

pembicaraan
60

3. Mengawali atau membuka alur wawancara

4. Melangsungkan alur wawancara

5. Mengkonfirmasikan ikhtisar hasil wawancara dan

mengakhirinya

6. Menuliskan hasil wawancara kedalam catatan lapangan

7. Mengidentifikasi tindak lanjut hasil wawancara yang telah

diperoleh.

2. Sumber data Sekunder

Sumber data sekunder ini merupakan sumber data yang diperoleh

melalui kegiatan studi literatur atau studi kepustakaan dan dokumentasi

mengenai data yang diteliti.

A. Studi Kepustakaan

Pengumpulan data ini diperoleh dari berbagai referensi yang

relevan dengan penelitian yang dijalankan dan teknik ini berdasarkan

text books maupun jurnal ilmiah.

B. Studi Dokumentasi

Studi dokumentasi, yakni pengumpulan data yang bersumber

dari dokumen yang resmi dan relevan dengan penelitian yang sedang

dilakukan.Dokumen yang diperoleh tersebut dapat berupa tulisan,

gambar, atau karya-karya monumental dari seseorang.

Adapun alat pengumpulan data yang digunakan dalam

penelitian ini, khususnya dalam melakukan wawancara adalah:


61

a. Buku catatan: untuk mencatat pencatatan dengan sumber data.

b. Recorder: untuk merekam semua percakapan karena jika

hanya menggunakan buku catatan, peneliti sulit untu

mendapatkan informasi yang telah diberikan oleh informan.

c. Handphone camera: untuk memotret/mengambil gambar

semua kegiatan yang berkaitan dengan penelitian. Hal ini

dimaksudkan untuk meningkatkan keabsahan dari suatu

penelitian.

Selanjutnya sumber data yang diperlukan dalam penelitian ini

terbagi atas data primer dan data skunder. Data primer diambil

langsung dari informan penelitian. Dalam hal ini data primer ini

diambil melalui wawancara (interview). Sedangkan data skunder

adalah data yang tidak langsung berasal dari informan. Oleh karena itu

dalam penelitian ini, data skunder diperoleh melalui data-data dan

dokumen-dokumen yang relevan mengenai masalah yang diteliti.

Data-data tersebut merupakan data yang diperlukan dalam

menyelesaikan masalah yang dibahas dalam penelitian ini.

3.7.2. Teknik Analisis Data

Proses analisa data dilakukan secara terus menerus sejak awal

data dikumpulkan sampai dengan penelitian berakhir. Untuk

memberikan makna terhadap data yang telah disimpulkan, dilakukan

analisis data dan interpretasi. Mengingat ini dilaksanakan melalui


62

pendekatan kualitatif, maka analisis dilakukan sejak data pertama

sampai penelitian berakhir.

Dalam penelitian kualitatif, data diperoleh dari berbagai sumber,

dengan menggunakan teknik pengumpulan data yang bermacam-macam

(triangulasi), dan dilakukan secara terus menerus sampai datanya jenuh.

Dengan pengamatan yang terus menerus tersebut mengakibatkan variasi

data tinggi sekali. Data yang diperoleh pada umumnya adalah data

kualitatif (walaupun tidak menolak data kuantitatif), sehingga teknik

analisis data yang digunakan belum ada polanya yang jelas. Oleh karena

itu sering mengalami kesulitan dalam melakukan analisis. Seperti

dinyatakan oleh Miles and Huberman dalam Sugiyono (2009:87), bahwa

“the most serious and central difficulity in the use ofcentral


difficulity in the use of qualitative data is that methods of analysis
are not well formulate”. Artinya yang paling serius dan sulit
dalam analisis data kualitatif adalah karena, metode analisis belum
dirumuskan dengan baik.

Selanjutnya Susan Stainback dalam sugiyono (2009:88)


menyatakan:

“the are no guidelines in qualitative research for determining how


much data analysis are necessary to support and assertion,
conclusion, on theory”. Artinya belum ada panduan dalam
penelitian kualitatif untuk menentukn berapa banyak data dan
analisis yang diperlukan untuk mendkung kesimpulan atau teori.

Analisis data dalam penelitan kualitatif, dilakukan apabila data

empiris yang diperoleh adalah data kualitatif berua kumpulan berwujud

kata-kata dan bukan rangkaian angka serta tidak dapat disusun dalam

kategori-kategori/struktur klasifikasi. Menurut Miles dan Huberman


63

Kegiatan analisis data kualitatif terdiri dari tiga alur kegiatan yang terjadi

bersamaan, yaitu Data Reduksi (Reduksi Data), Data Display (Penyajian

Data), dan Conclusion Drawing (Penarikan Kesimpulan dan Verifikasi)

(Silalahi 2009:339):

1. Data Reduction (Reduksi data)

Reduksi data merupakan sauatu bentuk analisis yang

menajamkan, menggolongkan, mengarahkan, membuang yang tidak

perlu, dan mengorganisasikan data sedemikian rupa hingga

kesimpulan-kesimpulanya dapat ditarik dan di verifikasi. Reduksi

data atau proses transformasi ini berlanjut terus sesudah penelitian

lapangan, sampai laporan akhir tersusun lengkap.

2. Data Display (penyajian data)

Dalam penelitian kualitatif, penyajian data yaitu sebagai

sekumpulan informasi tersusun yang memberi kemungkinan adanya

penarikan kesimpulandan pengambilan tindakan. Melalui data yang

disajikan, kita melihat dan kan memahami apa yang sedang terjadi dan

apa yang harus di lakukan lebih jauh menganalisis ataukah mengambil

tindakan berdasarkan atas pemahaman yang didapat dari penyajian-

penyajian tersebut. Penyajian data dapat dilakukan dalam uraian

singkat, bagan, hubungan antar kategori, flowchart dan sejenisnya.

Dalam hal ini Miles and Huberman menyatakan “the most frequent

from display data for qualitatif ressearch data in the past has ben

narrative text”. Artinya yang paling sering digunakan untuk


64

menyajikan data dalam penelitian kualitatif adalah dengan teks yang

bersifat naratif.

3. Conclusion Drawing and verifikasi

Kesimpulan awal yang dikemukakan masih bersifat sementara,

dan akan berubah bila tidak ditemukan bukti-bukti yang kuat yang

mendukung pada tahap pengumpulan berikutnya. Tetapi apabila

kesimpulan yang dikemukakan pada tahap awal, didukung oleh bukti-

bukti yang valid dan konsisten saat peneliti kembali ke lapangan

mengumpulkan data, maka kesimpulan yang dikemukakan merupakan

kesimpulan yang kredibel. Dengan demikian kesimpulan dalam

penelitian kualitatif mungkin dapat menjawab rumusan masalah yang

dirumuskan sejak awal, tetapi mungkin juga tidak, karena seperti telah

dikemukakan bahwa masalah dan rumusan masalah dalam penelitian

kualitatif masih bersifat sementara dan akan berkembang setelah

peneliti berada di lapangan.

Kesimpula dalam penelitian kualitatif adalah merupakan temuan

baru yang sebelumnya belum pernah ada. Temuan dapat berupa

deskripsi atau gambaran suatu objek yang sebelumnya masih remang-

remang atau gelap sehingga setelah diteliti menjadi jelas, dapat berupa

hubungan kausal atau interaktif, hipotesis atau teori.

3.7.3. Uji Keabsahan Data

Yang dimaksud dengan keabsahan data adalah bahwa setiap

keadaan harus memenuhi: 1) Mendemostrasikan nilai yang benar, 2)


65

Menyediakan dasar agar hal itu dapat diterapkan, dan 3)

Memperbolehkan keputusan luar yang dapat dibuat tentang konsistensi

dari prosedurnya dan kenetralan dari temuan dan keputusan-

keputusannya. (Moleong, 2006:320) isu dasar dari hubungan keabsahan

data pada dasarnya adalah sederhana.Bagaimana peneliti membujuk agar

pesertanya (termasuk dirinya) bahwa temuan-temuan penelitian dapat

dipercaya. Untuk menguji keabsahan data, dapat dilakukan dengan tujuh

teknik, yaitu perpanjangan keikutsertaan, ketekunan pengamatan,

triangulasi, pengecekan sejawat, kecukupan referensial, kajian kasus

negatif, pengecekan anggota (member check).

Pada penelitian ini, peneliti menggunakan uji keabsahan data

dengan teknik triangulasi dan pengecekan anggota (member check).

3.7.3.1 Triangulasi

Moleong (2006 :330) menjelaskan bahwa triangulasi

merupakan teknik pemeriksaan keabsahan data yang memanfaatkan

sesuatu yang lain di luar data itu untuk keperluan pengecekan atau

sebagai pembanding terhadap data itu. Denzin (Prastowo, 2011 :269)

membedakan teknik ini menjadi 5 macam yaitu :

1. Triangulasi sumber yaitu suatu teknis pengecekan kredibilitas

data yang dilakukan dengan memeriksa data yang didapatkan

melalui beberapa sumber. Triangulasi dengan sumber berarti

membandingkan dan mengecek balik derajat kepercayaan atau


66

informasi yang diperoleh melalui waktu dan alat yang berbeda

dalam penelitian kualitatif.

2. Triangulasi teknik yaitu suatu tekhnik pengecekan kredibilitas

dilakukan dengan cara mengecek data kepada sumber yang

sama dengan teknik yang berbeda yaitu melalui wawancara,

observasi dan studi dokumentasi.

3. Triangulasi waktu yaitu suatu teknik pengecekan kredibilitas

dilakukan dengan cara melakukan pengecekan dengan

wawancara, observasi atau tekhnik lain dalam waktu atau

situasi yang berbeda.

4. Triangulasi penyidik, suatu teknik pengecekan kredibilitas

dilakukan dengan cara memanfaatkan pengamat lain untuk

pengecekan derajat kepercayaan data.

5. Triangulasi teori, suatu tekhnik pengecekan kredibilitas

dilakukan dengan cara menggunakan lebih dari satu teori untuk

memeriksa data temuan penelitian.

Adapun untuk menguji keabsahan data pada penelitian ini

dilakukan melalui teknik Triangulasi Sumber dan Triangulasi Teknik

Menurut Moleong (2005: 330) hal tersebut dapat tercapai dengan cara:

1. Membandingkan data hasil pengamatan dengan data hasil

wawancara;
67

2. Membandingkan apa yang di katakan orang di depan umum

dengan apa yang dikatakan secara pribadi;

3. Membandingkan apa yang di katakan orang tentang situasi

peneliti dengan apa yang di katakannya sepanjang waktu;

4. Membandingkan keadaan dan perspektif seseorang dengan

berbagai pendapat dan pandangan orang seperti masyarakat

biasa, kalangan yang berpendidikan menengah atau tinggi, orang

pemerintahan;

5. Membandingkan hasil wawancara dengan isi suatu dokumen

yang berkaitan.

3.7.3.2 Member Check

Selain itu peneliti pun melakukan member check, yaitu

proses pengecekan data yang diperoleh peneliti kepada pemberi data.

Tujuan member check adalah mengetahui seberapa jauh data yang

diperoleh sesuai dengan apa yang di berikan oleh pemberi data.

Selain itu, member check adalah agar informasi yang diperoleh dan

akan di gunakan dalam penulisan laporan sesuai dengan apa yang

dimaksud sumber data atau informan. Setelah member check

dilakukan, maka pemberi data di mintai tandatangan sebagai bukti

otentik bahwa peneliti telah melakukan member check dalam

Moelong (2005: 276).


68

3.8 Jadwal Penelitian

Pada umumnya penelitian kualitatif memerlukan waktu yang relatif lama,

anatara 6 bulan sampai 24 bulan. Untuk itu perlu direncanakan jadwal

pelaksanaan penelitian. Jadwal penelitian berisi aktivitas yang dilakukan dan

kapan akan dilakukan (Sugiyono, 2009:148). Berikut ini merupakan jadwal

penelitian Manajemen Pengelolaan Tempat Pelelangan Ikan Lelang Panimbang

Kabupaten Pandeglang. Jadwal penelitian Manajemen Pengelolaan Tempat

Pelelangan Ikan Panimbang Kabupaten Pandeglang peneliti sajikan pada Tabel

3.2 dibawah:
69

Tabel 3.2

Jadwal Penelitian

Waktu Pelaksanaan
Kegiatan 2014-2015
3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7
Pengajuan
Judul
Observasi
Awal
Pengumpula
Data
Penyusunan
Proposal
Seminar
Proposal
Penelitian
Lapangan
Reduksi
Data
Penyajian
Data
Penarikan
Kesimpulan
Dan
Verifikasi
Sidang
Skripsi
(Sumber : Peneliti 2015)

Keterangan Nama Bulan:

1: Januari 7: Juli

2: Februari 8: Agustus

3: Maret 9: September

4: April 10: Oktober

5: Mei 11: November

6: Juni 12: Desember


BAB IV

HASIL PENELITIIAN

4.1 Deskripsi Objek Penelitian

Deskripsi objek penelitian ini akan menjelaskan tentang objek penelitian yang

meliputi lokasi penelitian yang diteliti dan memberikan gambaran umum

Kabupaten Pandeglang, gambaran umum Dinas Kelautan dan Perikanan

Kabupaten Pandeglang, UPT Pangkalan Pendaratan Ikan dan Tempat Pelelangan

Ikan (PPI dan TPI) Kecamatan Labuan dan gambaran umum Tempat Pelelangan

Ikan Panimbang. Hal tersebut dipaparkan dibawah ini.

4.1.1 Deskripsi Kabupaten Pandeglang

Berdasarkan staatsblad 1874 No. 73 Ordonasi, mulai berlaku

pembagian daerah sejak tanggal 1 April 1874, Kabupaten Pandeglang terdiri

dari Kewedanan Pandeglang, Baros, Ciomas, Kolelet, Cimanuk, Caringin,

Panimbang, Menes dan Cibaliung. Atas dasar inilah disepakati bersama

bahwa tanggal 1 April ditetapkan sebagai hari jadi Kabupaten Pandeglang.

Menurut data tersebut di atas, Pandeglang sejak 1 April 1874 telah memiliki

pemerintahan sendiri. Hal ini dipertegas lagi oleh Ordonasi 1877 Nomor 224

tentang batas-batas Keresidenan Banten, termasuk batas-batas Kabupaten

Pandeglang dalam tahun 1925 dengan keputusan Gubernur Jenderal Hindia

Belanda tanggal 14 Agustus 1925 Nomor XI.

Daerah Kabupaten Pandeglang secara geografis terletak antara 6º21‟-

7º10‟ LS dan 104º48‟ - 106º11‟ BT dengan luas 2.747 km2 (274.689,91

70
71

ha)atau sebesar 29,98% dari luas Provinsi Banten, dengan panjang garis

pantai termasuk dengan pulau-pulau kecil sepanjang 307 km. Wilayah yang

berada diujung Barat dari Provinsi Banten ini mempunyai batas administrasi

sebagai berikut:

Utara : Kabupaten Serang


Selatan : Samudera Indonesia
Barat : Selat Sunda
Timur : Kabupaten Lebak

Wilayah Administrasi Kabupaten Pandeglang terdiri dari 35 Kecamatan

dan 339 Desa/Kelurahan dengan luas wilayah daerah sebesar 2.747 km2.

Kecamatan Cikeusik merupakan kecamatan terluas di Kabupaten Pandeglang

dengan luas sekitar 322,76 km2, sedangkan Labuan merupakan Kecamatan

terkecil dengan luas sekitar 15,66 km2.

Gambar 4.1 Peta Kabupaten Pandeglang


72

4.1.2 Deskripsi Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Pandeglang

Mengacu pada amanat Undang-Undang Dasar Negara Republik

Indonesia Tahun 1945, bahwa pemerintah daerah berwenang untuk mengatur

dan mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut asas otonomi dan tugas

pembantuan. Pemberian otonomi luas kepada daerah diarahkan untuk

memepercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat itu melalui otonomi

luas, daerah diharapkan mampu meningkatkan daya saing dengan

memperhatikan prinsip demokrasi, pemerataan, keadilan, keistimewaan dan

kekhususan serta potensi dan keanekaragaman daerah dalam sistem Negara

Kesatuan Republik Indonesia.

Kondisi wilayah geografis Kabupaten Pandeglang yang dikelilingi laut

akan sangat berpengaruh pada pola pembangunan di Kabupaten Pandeglang.

Dengan demikian, perencanaan pembangunan di sektor kelautan dan

perikanan tidak dapat dilepaskan dan harus mampu menjadi leading sektor

pertumbuhan ekonomi di Kabupaten Pandeglang.

Sektor kelautan dan perikanan mempunyai karakteristik yang berbeda

dengan sektor lain, khususnya sumberdaya perikanan laut yang pada

hakekatnya tidak dapat dibatasi berdasarkan wilayah administrasi dan bersifat

terbuka dalam pemanfaatannya. Sumberdaya perikanan laut tropis memiliki

banyak spesies yang relatif terbatas.

Disisi lain, pembangunan kelautan dan perikanan di Kabupaten

Pandeglang masih memerlukan perhatian seperti belum optimalnya

eksploitasi dan pemanfaatan perairan ZEE di Samudera Hindia. Untuk


73

menjawab peluang yang dimaksud di atas Pemerintah Kabupaten Pandeglang

menerbitkan Perda Kabupaten Pandeglang Nomor 6 Tahun 2008 tentang

Pembentukan Susunan Organisasi dan Tata Kerja Perangkat Daerah

Kabupaten Pandeglang.

Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Pandeglang adalah salah satu

Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) milik Pemerintah Kabupaten

Pandeglang yang beralamat di Jalan Raya Labuan Km 5. Dinas ini

mempunyai tugas untuk melaksanakan urusan pemerintah dibidang Kelautan

dan Perikanan berdasarkan asas otonomi dan tugas pembantuan.

Pada awal tahun pembentukannya, Dinas Kelautan dan Perikanan

Kabupaten Pandeglang bernama Jawatan Perikanan Darat dan Perikanan

Laut, kemudian dirubah menjadi Dinas Perikanan. Pada era Gusdur, Dinas

Perikanan diganti kembali menjadi Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten

Pandeglang.

Semangat untuk menghasilkan kemajuan di bidang kelautan dan

perikanan didorong oleh motivasi yang kuat untuk menggali dan

memanfaatkan potensi kelautan dan perikanan sebagai sumber pertumbuhan

ekonomi. Dinas Kelautan dan Perikanan sesuai dengan tugas pokok dan

fungsinya diberi wewenang untuk mengelola, memanfaatkan dan

melestarikan sumber daya kelautan dan perikanan demi kesejahteraan

masyarakat Pandeglang, khususnya masyarakat nelayan, pembudidaya,

pengolah dan pemasar ikan, serta untuk meningkatkan kontribusi bagi

Pendapatan Asli Daerah (PAD).


74

4.1.3 Potensi Kelautan dan Perikanan di Kabupaten Pandeglang

Besarnya potensi sumber daya alam kelautan Kabupaten Pandeglang

dapat dilihat dari besarnya luas wilayah perairan dan panjang pantai, yaitu

sebagai berikut:

Tabel 4.1

Kecamatan, Desa Pantai dan Panjang Pantai

No Kecamatan Desa
1 Carita Pejamben
Banjarmasin
Carita
Sukajadi
Sukarame
Sukanegara
2 Labuan Caringin
Teluk
Cigondang
Margasana
3 Pagelaran Margagiri
Tegal Papak
4 Sukaresmi Sidamukti
5 Panimbang Panimbang Jaya
Mekarsari
Citeurep
Tanjung Jaya
6 Cigeulis Banyuasih
7 Sumur Sumber Jaya
Kerta jaya
Kertamukti
Tutidakl Jaya
Cigorondong
Tamanjaya
Ujung Jaya
Cihonje
8 Cikeusik Tanjungan
Cikiruh wetan
9 Cibitung Citeluk
Siding Kerta
Kiara Jangkung
Kuta karang
Cikiruh
10 Cimanggu Rancapinang
11 Cibaliung Citeluk
Siding Kerta
Kiara Jangkung
Kuta Karang
12 Taman nasional Ujung Kulon
(Sumber: Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Pandeglang
2013)
75

Kecamatan dan Desa tersebut berhadapan dengan laut:

a. Menghadap Samudera Indonesia : 124 Km2

b. Menghadap Selat Sunda : 106 Km2

4.1.4 Visi dan Misi Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten

Pandeglang

1. Visi Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Pandeglang

Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Pandeglang merupakan

unsur pelaksana Pemerintah Daerah sesuai dengan Perda Nomor 6 Tahun

2008 yang melaksanakan tugas desentralisasi di bidang Kelautan dan

Perikanan, serta selayaknya visi dan misi Dinas Kelautan dan Perikanan

Kabupaten Pandeglang mendukung pencapaian visi dan misi Pemerintah

Daerah Kabupaten Pandeglang. Berdasarkan Rencana Pembangunan

Jangka Menengah (RPJM) Daerah Kabupaten Pandeglang Tahun 2011,

bahwa visi Kabupaten Pandeglang adalah “Kabupaten Pandeglang

sebagai daerah mandiri dan berkembang agribisnis dan pariwisata

berbasis pembangunan perdesaan”.

Atas dasar visi Kabupaten Pandeglang tersebut, maka visi Dinas

Kelautan dan Perikanan Kabupaten untuk periode 2011 – 2016

adalah“Melalui pengelolaan dan pemanfaatan sumber daya kelautan

dan perikanan yang berwawasan agribisnis berbasis pembangunan

pedesaan mewujudkan pembangunan sektor kelautan dan

perikanan yang mandiri dan berkembang”.


76

2. Misi Dinas Kelautan dan Perikanan kabupaten Pandeglang

1. Meningkatkan kualitas dan kuantitas sumber daya manusia baik

masyarakat maupun aparatur kelautan dan perikanan;

2. Meningkatkan sarana dan prasarana yang mendukung pengelolaan

pemanfaatan sumber daya kelautan dan perikanan;

3. Meningkatkan pendapatan nelayan, pembudidaya ikan dan pelaku

usaha kelautan dan perikanan;

4. Mengembangkan usaha agribisnis di bidang kelautan dan

perikanan;

5. Mengawasi dan mengendalikan pengelolaan sumber daya kelautan

dan perikanan.

4.1.5 Gambaran Umum UPT Pangkalan Pendaratan Ikan dan Tempat

Pelelangan Ikan (PPI dan TPI) Kecamatan Labuan

UPT Pangkalan Pendaratan Ikan dan Tempat Pelelangan Ikan (PPI dan

TPI) Kecamatan Labuan adalah yang menaungi PPI/TPI di Kabupaten

Pandeglang yang wilayah kerjanya meliputi Kecamatan Labuan, Kecamatan

Sidamukti, Kecamatan Panimbang, Kecamatan Citeureup, Kecamatan Carita,

Kecamatan Sumur, Kecamatan Tamanjaya dan Kecamatan Cikeusik.

4.1.5.1 Kedudukan, Tugas, Fungsi, Tujuan dan Rincian Tugas UPT

Pangkalan Pendaratan Ikan dan Tempat Pelelangan Ikan

(PPI dan TPI) Kecamatan Labuan

Adapun kedudukan, fungsi dan rincian tugas Tempat Pelelangan

Ikan yaitusesuai dengan Bab X Pasal 63-66 Peraturan Bupati Nomor 20


77

Tahun 2008 tentang Pembentukan Unit Pelaksana Teknis Dinas pada

Dinas Daerah Kabupaten Pandeglang;

1) UPT Pangkalan Pendaratan dan Pelelangan Ikan Kecamatan

Labuan dipimpin oleh seorang kepala UPT yang berada di

bawah dan bertanggung jawab kepada kepala Dinas Kelautan

dan Perikanan;

2) UPT Pangkalan Pendaratan dan Pelelangan Ikan Kecamatan

Labuan mempunyai tugas pokok melaksanakan pengelolaan

dan pembinaan kegiatan pangkalan pendaratan dan Tempat

Pelelangan Ikan sesuai dengan peraturan perundang-

undangan yang berlaku;

3) Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud pada ayat

(2), UPT Pangkalan Pendaratan dan Pelelangan Ikan

Kecamatan Labuan melaksanakan fungsi:

a. Penyusunan bahan kebijakan operasional UPT Pangkalan

Pendaratan dan Pelelangan Ikan Kecamatan Labuan;

b. Penyusunan perencanaan operasional UPT Pangkalan

Pendaratan dan Pelelangan Ikan Kecamatan Labuan;

c. Pelaksanaan pembinaan, koordinasi, monitoring dan

evaluasi pelaksanaan kegiatan operasional UPT

Pangkalan Pendaratan dan Pelelangan Ikan Kecamatan

Labuan.
78

Rincian tugas UPT Pangkalan Pendaratan dan Pelelangan Ikan

Kecamatan Labuan adalah sebagai berikut:

a. Menyusun rencana kerja UPT Pangkalan Pendaratan dan

Pelelangan Ikan Kecamatan Labuan;

b. Mengelola dan membina kegiatan Pendaratan Ikan (PPI) dan

Tempat Pelelangan Ikan (TPI);

c. Mengoordinasi kegiatan PPI, TPI, pasar ikan dan

kelembagaan usaha perikanan;

d. Melaksanakan pembinaan kepada nelayan dan masyarakat

pesisir;

e. Memelihara sarana dan prasarana perikanan di lingkungan

Unit Pelaksana Teknis;

f. Memonitoring, evaluasi dan pelaporan pelaksanaan

pelelangan, harga ikan dan distribusinya;

g. Melaksanakan pendataan sarana dan prasarana kelautan dan

serta inventarisasi aset-aset milik pemerintah daerah;

h. Melaksanakan pembinaan perizinan usaha perikanan sesuai

peraturan perundang-undangan yang berlaku;

i. Melakukan monitoring, evaluasi, dan pelaporan pelaksanaan

kegiatan UPT Pangkalan Pendaratan dan Pelelangan Ikan

Kecamatan Labuan;

j. Melaksanakan tugas lain yang diberikan oleh Kepala Dinas

sesuai dengan tugas dan fungsinya.


79

Rincian tugas UPT Pangkalan Pendaratan dan Pelelangan Ikan

Kecamatan Labuan adalah sebagai berikut:

a. Menyusun rencana kerja UPT Pangkalan Pendaratan dan

Pelelangan Ikan Kecamatan Labuan;

b. Mengelola dan membina kegiatan Pendaratan Ikan (PPI) dan

Tempat Pelelangan Ikan (TPI);

c. Mengordinasi kegiatan PPI, TPI, Pasar ikan dan kelembagaan

usaha perikanan;

d. Melaksanakan pembinaan kepada nelayan dan masyarakat

pesisir;

e. Memelihara sarana dan prasarana perikanan di lingkungan

Unit Pelaksana Teknis;

f. Memonitoring, evaluasi dan pelaporan pelaksanaan

pelelangan, harga ikan dan distribusinya;

g. Melaksanakan pendataan sarana dan prasarana kelautan dan

serta inventarisasi aset-aset milik pemerintah daerah;

h. Melaksanakan pembinaan perizinan usaha perikanan sesuai

peraturan perundang-undangan yang berlaku;

i. Melakukan monitoring, evaluasi dan pelaporan pelaksanaan

kegiatan UPT Pangkalan Pendaratan dan Pelelangan Ikan

Kecamatan Labuan;

j. Melaksanakan tugas lain yang diberikan oleh Kepala Dinas

sesuai dengan tugas dan fungsinya.


80

Rincian subbagian tata usaha UPT Pangkalan Pendaratan dan

Pelelangan Ikanadalah sebagai berikut;

1) Subbagian Tata Usaha UPT Pangkalan Pendaratan dan

Pelelangan Ikan dipimpin oleh Kepala Subbagian yang

berada dibawah dan bertanggung jawab kepada Kepala UPT

Pangkalan Pendaratan dan Pelelangan Ikan;

2) Subbagian Tata Usaha UPT Pangkalan Pendaratan dan

Pelelangan Ikan mempunyai tugas pokok melaksanakan

pengelolaan administrasi perkantoran, kepegawaian dan

keuangan;

3) Dalam melaksanakan tugas pokok sebagaimana dimaksud

pada ayat (2), Subbagian Tata Usaha UPT Pangkalan

Pendaratan dan Pelelangan Ikan melaksanakan fungsi:

a. Penyusunan rencana kerja UPT Pangkalan Pendaratan dan

Pelelangan Ikan;

b. Pengelolaan Administrasi perkantoran, administrasi

kepegawaian dan administrasi keuangan UPT Pangkalan

Pendaratan dan Pelelangan Ikan;

c. Pelaksanaan evaluasi dan pelaporan kegiatan UPT

Pangkalan Pendaratan dan Pelelangan Ikan.

Rincian tugas Subbagian Tata Usaha UPT Pangkalan Pendaratan

dan Pelelangan Ikan:


81

a. Melaksanakan pengelolaan administrasi perkantoran UPT

Pangkalan Pendaratan dan Pelelangan Ikan;

b. Melaksanakan pengelolaan adminstrasi kepegawaian UPT

Pangkalan Pendaratan dan Pelelangan Ikan;

c. Melaksanakan pengelolaan administrasi keuangan UPT

Pangkalan Pendaratan dan Pelelangan Ikan;

d. Melaksanakan tugas lain yang diberikan oleh atasan sesuai

dengan tugas dan fungsinya.

4.1.5.2 Susunan Organisasi UPT Pangkalan Pendaratan dan

Pelelangan Ikan Kecamatan Labuan

(1) Susunan Organisasi UPT Pangkalan Pendaratan dan

Pelelangan Ikan Kecamatan Labuan terdiri dari:

a. Kepala UPT;

b. Kepala Bagian Subbagian Tata Usaha.

(2) Bagan Organisasi UPT Pangkalan Pendaratan dan

Pelelangan Ikan Kecamatan Labuan


82

Gambar 4.2

Struktur Organisasi UPT Pangkalan Pendaratan dan Pelelangan Ikan

Kecamatan Labuan
KEPALA DINAS

KEPALA UPT

KELOMPOK JABATAN
KEPALA
FUNGSIONAL SUBBAGIAN TATA
USAHA

(Sumber:Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Pandeglang,2008)

4.1.6 Gambaran Umum Tempat Pelelangan Ikan Panimbang

Tempat Pelelangan Ikan Panimbang merupakan salah satu dari 13

Tempat Pelelangan Ikan yang berada di Kabupaten Pandeglang. Tempat

Pelelangan Ikan Panimbang berada dibawah UPT Kecamatan Labuan seperti

tercantum dalam Peraturan Bupati Pandeglang Nomor 20 Tahun 2008 tentang

Pembentukan Unit Pelaksana Teknis Dinas pada Dinas Daerah Kabupaten

Pandeglang mengatakan bahwa UPT Pangkalan Pendaratan dan Pelelangan

Ikan Kecamatan Labuan yang wilayah kerjanya meliputi Kecamatan Labuan,


83

Sidamukti, Panimbang, Citeurep, Carita, Sumur, Taman Jaya dan Cikeusik,

Banyuasih, Sukanegara, Rancacecet.

Tempat Pelelangan Ikan Panimbang berada di Kecamatan Panimbang.

Wilayah Kecamatan Panimbang secara geografis terletak pada 06º29‟00”-

06º36‟00” Lintang Selatan dan 105º38‟00” - 104º50‟00” Bujur Timur.

Dengan luas wilayah 97,75 km² atau sebesar 3,56% dari luas Kabupaten

Pandeglang. Kecamatan Panimbang berjarak 60 km dari Kecamatan

Pandeglang sebagai Ibukota Kabupaten Pandeglang dan memiliki batas

administrasi, sebagai berikut:

Utara : Kecamatan Sukaresmi

Selatan : Kecamatan Cigeulis

Barat : Selat Sunda

Timur : Kecamatan Sobang

Tempat Pelelangan Ikan Panimbang merupakan Unit Pelaksana Teknis

dari Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Pandeglang, tujuan

didirikannya Tempat Pelelangan Ikan Panimbang adalah untuk mengelola

potensi perikanan laut yang ada di wilayah Panimbang, meningkatkan

pendapatan nelayan, pembudidaya ikan dan pelaku usaha kelautan dan

perikanan serta menghasilkan Pendapatan Asli Daerah (PAD) untuk

Kabupaten Pandeglang.
84

Gambar 4.3
Struktur Organisasi TPI Panimbang

MANAGER
EDI SUHENDI

KASIR TU JURU JURU TAGIH


LELANG
ABDUL AZIS AYIP HADI
ADI AMIN

JURU RESI PENGAWAS DKP KEB/KEAMANAN

(Sumber: Tempat Pelelangan Ikan Panimbang, 2014)

Tabel 4.2

Jenis Kapal Panimbang Berdasarkan Gross Tonase (GT)

No Gross Tonase
(GT)
1 0-3
2 4-7
3 8-10
4 11-30
(Sumber: Tempat Pelelangan Ikan Panimbang, 2014)

4.2 Deskripsi data

4.2.1 Deskripsi Data Penelitian

Deskripsi data merupakan penjelasan mengenai data yang didapat dari

hasil penelitian. Data ini didapat dari hasil penelitian dengan menggunakan

teknik analisa data kualitatif. Dalam penelitian mengenai Manajemen

Pengelolaan Tempat Pelelangan Ikan Panimbang di Kabupaten Pandeglang.

Peneliti menggunakan teori fungsi-fungsi manajemen menurut G.R Terry.


85

Teori tersebut memberikan gambaran atas fungsi-fungsi manajemen yaitu,

Planning, Organizing, Actuating, dan Controlling.

Kemudian data yang peneliti dapatkan lebih banyak berupa kata-kata

dan kalimat yang berasal dari hasil wawancara, observasi penelitian, catatan

lapangan atau hasil dokumentasi lainnya yang relevan dengan fokus

penelitian ini. Proses pencarian dan pengumpulan data dilakukan secara

investigasi dimana peneliti melakukan waawancara kepada sejumlah

informan yang berkaitan dengan masalah penelitian sehinggainformasi yang

didapat sesuai dengan apa yang diharapkan. Informan yang adapun sudah

ditentukan dari awal karena peneliti menggunakan teknik purposive.

Selanjutnya karena penelitian ini merupakan penelitian kualitatif, maka

dalam proses menganalisis datanya pun peneliti melakukan analisa secara

bersamaan. Seperti yang telah dipaparkan dalam bab 3 (tiga) sebelumnya,

bahwa dalam prosesnya analisa dalam penelitian ini yaitu dengan

menggunakan teknik analisis data menurut Miles dan Huberman.Menurut

Miles dan Huberman kegiatan analisis data kualitatif terdiri dari tiga alur

kegiatan yang terjadi bersamaan, yaitu Data Reduksi (reduksi data), Data

Display (penyajian data), dan Conclusion Drawing (penarikan

kesimpulan/verifikasi) (Silalahi, 2009:339).

Reduksi data merupakan suatu proses pemilihan, merangkum,

memfokuskan pada hal yang penting, dicari tema dan polanya. Untuk

mempermudah peneliti dalam melakukan reduksi data, peneliti memberikan

kode pada aspek tertentu, yaitu:


86

1. Kode Q menunjukkan item pertanyaan

2. Kode A menunjukkan item jawaban

3. Kode I1-1 menunjukkan daftar informan dari Kepala Dinas Kelautan

dan Perikanan Kabupaten Pandeglang

4. Kode I2-1 menunjukkan daftar informan dari Kepala UPT PPI/TPI

Labuan

5. Kode I3-1 menunjukkan daftar informan Manajer TPI Panimbang

6. Kode I3-2 menunjukkan daftar informan Kasir TPI Panimbang

7. Kode I4-1, I4-2, I4-3 … menunjukkan daftar informan Juragan Nelayan

Panimbang

8. Kode I5-1, I5-2, I5-3… menunjukkan daftar informan Nelayan

Panimbang.

9. Kode I6-1 dan I6-2 menunjukan daftar informan dari instansi terkait.

Setelah data direduksi, langkah selanjutnya adalah mendisplaykan data,

Dalam penelitian kualitatif, penyajian data yaitu sebagai sekumpulan

informasi tersusun yang memberi kemungkinan adanya penarikan

kesimpulandan pengambilan tindakan. Melalui data yang disajikan, kita

melihat dan akan memahami apa yang sedang terjadi dan apa yang harus

dilakukan lebih jauh menganalisis ataukah mengambil tindakan berdasarkan

atas pemahaman yang didapat dari penyajian-penyajian tersebut. Penyajian

data dapat dilakukan dalam uraian singkat, bagan, hubungan antar kategori,

flowchart dan sejenisnya. Dalam hal ini Miles and Huberman menyatakan

“the most frequent from display data for qualitatif research data in the past
87

has been narrative text”. Artinya yang paling sering digunakan untuk

menyajikan data dalam penelitian kualitatif adalah dengan teks yang bersifat

naratif.

Kemudian yang terakhir adalah penarikan kesimpulan atau verifikasi

kesimpulan awal yang dikemukakan masih bersifat sementara dan akan

berubah bila tidak ditemukan bukti-bukti yang kuatyang mendukung pada

tahap pengumpulan berikutnya. Tetapi apabila kesimpulan yang dikemukakan

pada tahap awal, didukung oleh bukti-bukti yang valid dan konsisten saat

peneliti kembali ke lapangan mengumpulkan data, maka kesimpulan yang

dikemukakan merupakan kesimpulan yang kredibel. Dengan demikian

kesimpulan dalam penelitian kualitatif mungkin dapat menjawab rumusan

masalah yang dirumuskan sejak awal, tetapi mungkin juga tidak, karena

seperti telah dikemukakan bahwa masalah dan rumusan masalah dalam

penelitian kualitatif masih bersifat sementara dan akan berkembang setelah

peneliti berada di lapangan. Kesimpulan dalam penelitian kualitatif adalah

merupakan temuan baru yang sebelumnya belum pernah ada. Temuan dapat

berupa deskripsi atau gambaran suatu objek yang sebelumnya masih remang-

remang atau gelap sehingga setelah diteliti menjadi jelas, dapat berupa

hubungan kausal atau interaktif, hipotesis atau teori.

4.2.2 Data Informan Penelitian

Pada penelitian mengenai Manajemen Pengelolaan Tempat Pelelangan

Ikan Panimbang di Kabupaten Pandeglang, peneliti menggunakan teknik

purposive. Teknik purposive merupakan metode penentuan informan dengan


88

berdasarkan pada kriteria-kriteria tertentu disesuaikan dengan informasi yang

dibutuhkan. Adapun informan yang peneliti tentukan, merupakan orang-

orang yang menurut peneliti memiliki informasi yang peneliti butuhkan

dalam penelitian ini, karena mereka (informan) dalam kesehariannya

senantiasa berurusan dengan permasalahan yang sedang diteliti.

Informan dalam penelitian ini adalah pengelola Tempat Pelelangan Ikan

Panimbang baik manajer Tempat Pelelangan Ikan dan instansi yang terlibat

dalam pengelolaan Tempat Pelelangan Ikan serta pihak-pihak lain yang

terkait dalam pengelolaan Tempat Pelelangan Ikan. Adapun SKPD yang

tersebut diantaranya Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Pandeglang

dan UPT PPI/TPI Labuan. Untuk keabsahan data dan untuk menggali secara

mendalam mengenai penelitian ini maka peneliti pun mengambil informan

dari juragan nelayan Panimbang, serta nelayan-nelayan yang ada di

Panimbang. Adapaun informan yang bersedia diwawancarai adalah:

Tabel 4.3
Daftar Informan
Kode Jenis kelamin
No Nama Keterangan Umur
informan (L/P)
1 I1-1 Ir. H. T. Nanzar Kepala Dinas
Riadi, MM Kelautan dan 57 L
Perikanan
2 I2-1 Asep Kenedi Kepala UPT
49 L
PPI/TPI
3 I3-1 Edi Suhandi Manajer TPI 50 L
4 I3-2 Ayip TU TPI 47 L
6 I4-1 Soebah Juragan Nelayan 36 P
7 I4-2 H. Mista Juragan Nelayan 62 L
8 I4-3 Tasbin Juragan Nelayan 54 L
9 I5-1 Muin Nelayan 36 L
10 I5-2 Radi Nelayan 34 L
11 I5-3 Cecep Nelayan 34 L
89

12 I5-4 Aan Nelayan 27 L


13 I5-5 Wasdi Nelayan 25 L
14 I5-6 Wasto Nelayan 51 L
15 I6-1 Tata Miharja Satpol PP 50 L
16 I6-2 Nur Said Ditpolair Polres
50 L
Pandeglang
(Sumber: Peneliti, 2015)

4.2 Pembahasan

Pembahasan dalam penelitian ini merupakan data dan fakta yang peneliti

dapatkan langsung dari lapangan serta disesuaikan dengan teori yang peneliti

gunakan. Untuk mengetahui bagaimana manajemen pengelolaan Tempat

Pelelangan Ikan Panimbang di Kabupaten Pandeglang, menggunakan teori fungsi

manajemen dari G.R Terry (2008:17) dimana dalam teori ini memberikan tolak

ukur atas komponen-komponen penting yang harus dipertimbangkan dalam

melakukan manajemen pengelolaan untuk mencapai tujuan yang diinginkan yaitu:

1. Planning (perencanaan);

2. Organizing (pengorganisasian);

3. Actuating (pelaksanaan);

4. Controlling (pengawasan).

4.3.1 Planning (perencanaan)

Planning (perencanaan) ialah menetapkan pekerjaan yang harus

dilaksanakan untuk mencapai tujuan yang digariskan, planning mencakup

kegiatan pengambilan keputusan karena termasuk pemilihan alternatif-

alternatif keputusan. Diperlukan kemampuan untuk mengadakan visualisasi

dan melihat kedepan guna merumuskan suatu pola dari himpunan tindakan

untuk masa mendatang (Terry, 2008:17).


90

Dalam manajemen pengelolaan Tempat Pelelangan Ikan seharusnya

memiliki perencanan yang matang dan baik karena tujuan utama di

dirikannya Tempat Pelelangan Ikan adalah untuk mengelola seluruh potensi

perikanan laut yang ada di sekitar daerah tempat pelelangan tersebut. Selain

itu, Tempat Pelelangan Ikan di dirikan untuk menaikkan taraf hidup para

nelayan serta tujuan utama yang paling penting didirikannya Tempat

Pelelangan Ikan adalah untuk memungut retribusi dari kegiatan pelelangan

ikan guna memberikan sumbangan untuk Penerimaan Asli Daerah. Dalam

penelitian ini peneliti menanyakan apa rencana yang dibuat untuk mengelola

TPI. Menurut wawancara penelitian dengan kepala Dinas Kelautan dan

Perikanan (I1-1);

“Untuk mengelolannya memanfaatkan potensi SDM yang ada


melalui seleksi pegawai baik tenaga kerja sukarela maupun PNS,
di SK-kan oleh Kepala Dinas kemudian dikukuhkan oleh Bupati
Pandeglang”

Dari hasil wawancara di atas dapat di analisis rencana yang dibuat oleh

Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Pandeglang adalah menyiapkan

sumber daya manusia yang memiliki kompetensi dalam hal kelautan dan

perikanan guna menjalankan Tempat Pelelangan Ikan, kemudian pernyataan

ini ditambahkan oleh kepala UPT PPI/TPI Labuan (I2-1) pada wawancara

penelitian;

“Rencana mengelola Tempat Pelelangan Ikan adalah menyiapkan


sumber daya manusia (manajer dan staf) melalui penyeleksian
yang kemudian di SK-kan oleh Kepala Dinas Kelautan dan
Perikanan”
91

Karena tujuan utama didirikannya Tempat Pelelangan Ikan adalah

untuk mengelola seluruh potensi perikanan laut yang ada di sekitar daerah

tempat pelelangan tersebut maka menjadi penting untuk menyiapkan sumber

daya manusia yang memiliki kompetensi tinggi untuk mengatur dan

mengelola Tempat Pelelangan Ikan. Selain sumber daya manusia seharusnya

Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Pandeglang memiliki standar

operasional prosedur (SOP) yang matang untuk mengelola seluruh potensi

kelautan yang ada, standar operasional prosedur adalah serangkaian intruksi

kerja tertulis yang dibakukan (terdokumentasi) mengenai proses

penyelenggaraan administrasi perusahaan, bagaimana dan kapan harus

dilakukan, dimana dan oleh siapa dilakukan.

Dilapangan peneliti menemukan Tempat Pelelangan Ikan Panimbang

memiliki rencana atau program sendiri untuk mengelola Tempat Pelelangan

Ikan hal ini dijelaskan oleh Manajer TPI Panimbang (I3-1) pada wawancara

penelitian;

“Rencana kita ini ingin TPI Panimbang hidup seperti dulu saat
saya menjadi karyawan (juru lelang). Dulu saat saya jadi juru
lelang TPI disini ramai terus, kegiatan pelelangan ikan dari jam 9
malam sampai jam 9 pagi tidak berhenti, sekarang kondisinya
seperti ini, sepi, perahu kecil saja itu juga hanya beberapa”

Dari hasil wawancara di atas dapat dianalisis bahwa program dari

Tempat Pelelangan Ikan adalah ingin mengembalikan kegiatan pelelangan

ikan menjadi ramai kembali seperti pada awal didirikannya. Kemudian

pernyataan ini diperkuat oleh Kasir TPI Panimbang (I3-2) pada wawancara

penelitian;
92

“Rencana manajer ingin mengembalikan fungsi TPI seperti dulu


lagi aktivitas pelelangan ikan di Panimbang itu semuanya
dilakukan disini, kalau dari Dinas tidak ada rencana yang
diberikan untuk TPI disini”.

Dari hasil wawancara di atas dapat dianalisis, dalam hal ini Tempat

Pelelangan Ikan memiliki inisiatif sendiri untuk membuat rencana dalam

mengelola Tempat Pelelangan Ikan, hal ini dikarenakan kondisi pelelangan

ikan yang semakin hari semakin sepi, aktivitas bongkar muat dan lelang ikan

mulai berkurang namun rencana kerja yang dibuat oleh manajer Tempat

Pelelangan Ikan tidak tertulis atau dibakukan (terdokumentasi) sehingga

mengakibatkan rencana yang di buat oleh manajer Tempat Pelelangan Ikan

tidak berjalan sesuai dengan apa yang di inginkan.

Dari hasil wawancara dengan beberapa informan penelitian di atas

dapat disimpulkan bahwa rencana yang dibuat oleh Dinas Kelautan dan

Perikanan Kabupaten Pandeglang dan UPT PPI/TPI Kecamatan Labuan

adalah menyiapkan sumberdaya manusia yang memiliki kompetensi tinggi di

bidang kelautan dan perikanan guna menjalankan kegiatan pengelolaan

Tempat Pelelangan Ikan. Namun UPT PPI/TPI Labuan serta Dinas Kelautan

dan Perikanan Kabupaten Pandeglang tidak memiliki standar operasional

(SOP) sehingga mengakibatkan kurang optimalnya proses penyelenggaraan

Tempat Pelelangan Ikan Panimbang. Namun dilapangan peneliti menemukan

program untuk mengelola Tempat Pelelangan Ikan dibuat oleh manajer

Tempat Pelelangan Ikan Panimbang, yaitu: Tempat Pelelangan Ikan

Panimbang ingin mengembalikan aktivitas pelelangan ikan menjadi ramai

kembali seperti pada awal didirikannya, namun program yang dibuat ini tidak
93

tertulis atu dibakukan sehingga program atau rencana yang telah dibuat

menjadi tidak efektiv.

Kemudian peneliti menanyakan kenapa Tempat Pelelangan Ikan

Panimbang sepi tidak ramai seperti dulu, dijelaskan oleh Manajer TPI

Panimbang (I3-1);

“Sudah beberapa tahun belakangan TPI sepi karena nelayan ada


yang menjual ikan di tengah laut dan di Panimbang itu banyak
TPI-TPI bayangan yang dibangun oleh juragan nelayan, jadi
nelayan melelangkan ikannya tidak disini”

Dari wawancara di atas dapat dianalisis bahwa penyebab sepinya

aktivitas pelelangan ikan di Tempat Pelelangan Ikan Panimbang disebabkan

oleh aktivitas jual beli ikan yang dilakukan di tengah laut kemudian banyak

bermunculan Tempat Pelelangan Ikan bayangan di Panimbang yang dibangun

oleh para juragan nelayan Panimbang. Hal ini mengakibatkan kebocoran

penerimaan retribusi yang diterima oleh pemerintah Kabupaten Pandeglang.

Kemudian pernyataan di atas di pertegas oleh Kasir TPI Panimbang (I3-2);

“Sulit untuk melaksanakan program dari manajer karena di


Panimbang sendiri nelayannya kurang kesadaran untuk
melelangkan hasil tangkapannya di sini, nelayannya tidak mau
membayar retribusi kemudian banyak TPI-TPI bayangan di
Panimbang”

Dari hasil wawancara di atas dapat di analisis bahwa sepinya aktivitas

lelang ikan di Tempat Pelelangan Ikan Panimbang dipengaruhi oleh tingkat

kesadaran nelayan yang kurang dalam hal membayar retribusi yang

mengakibatkan nelayan enggan untuk melelangkan hasil tangkapannya di

Tempat Pelelangan Ikan Panimbang, hal ini kemudian di perparah oleh


94

munculnya Tempat Pelelangan Ikan bayangan yang dibangun oleh juragan

nelayan Panimbang.

Kemudian peneliti menanyakan apa yang sudah dilakukan untuk

mengembalikan Tempat Pelelangan Ikan Panimbang agar menjadi ramai

kembali, dijelaskan oleh Manajer TPI Panimbang (I3-1);

“Saya sudah sering mengajak nelayan-nelayan untuk menjual


ikannya di TPI Panimbang, himbauan serta arahan untuk
membayar retribusi sudah sering saya lakukan tapi sulit nelayannya
tidak mau sadar dengan retribusi. Kalau saya mau keras-keras ini
sudah bukan zamanya nanti malah pada tidak mau sama sekali,
dihalusin juga sama saja seperti ini. Jadi susah juga ini
mengembalikan TPI Panimbang seperti dulu lagi kalau hanya saya
yang memberi himbauan harusnya pemerintah daerah turun
langsung”

Dari wawancara di atas dapat dianalisis bahwa upaya-upaya pemberian

himbauan dan arahan untuk melakukan pelelangan ikan di Tempat Pelelangan

Ikan Panimbang sudah diupayakan oleh manajer Tempat Pelelangan Ikan

Panimbang namun himbauan dan pengarahan yang diberikan tidak membuat

nelayan panimbang tergerak untuk menjual ikannya di Tempat Pelelangan

Ikan Panimbang karena tingkat kesadaran nelayan untuk membayar retribusi

rendah. Kemudian kendala yang di hadapi untuk membuat Tempat

Pelelangan Ikan Panimbang ramai kembali terkendala karena kurangnya

dukungan dari pemerintah daerah setempat.

Kemudian selain tidak adanya standar operasional prosedur (SOP) yang

dibuat oleh Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Pandeglang,

pemerintah Kabupaten Pandeglang sendiri pun tidak memiliki peraturan

khusus untuk mengelola atau mengatur Tempat Pelelangan Ikan, dalam hal
95

ini aturan yang ada hanya aturan terkait besaran pemungutan retribusi sedang

peraturan terkait teknis pengelolaan perikanan atau Tempat Pelelangan Ikan

tidak ada, hal ini dijabarkan oleh Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan (I1-1).

“Diatur oleh PERDA Nomor 11 tahun 2011 tentang Pendapatan


Asli Daerah, tentang PAD. Retribusi dipungut 4% dari nelayan
kemudian 2% untuk pengelola”.

Namun dalam Peraturan Daerah Kabupaten Pandeglang tentang

Retribusi Jasa Usaha No. 11 tahun 2011 pada Paragraf 3 (tiga) mengenai

struktur dan besarnya tarif retribusi pelelangan ditetapkan sebesar 4% (empat

perseratus) dari nilai transaksi lelang, dalam peraturan daerah ini tidak ada

aturan mengenai penarikan retribusi sebesar 2% untuk pengelola Tempat

Pelelangan Ikan. Kemudian pernyataan berbeda dikemukakan oleh Kepala

UPT PPI/TPI Labuan (I2-1).

“Perda tahun 2011 tentang retribusi jasa usaha untuk disetor ke


kas daerah sebesar 4%, kalau diluar itu ada kesepakatan bersama
antara nelayan dan bakul ikan yang kemudian dibuat berita
acara”.

Dari hasil wawancara di atas dapat dianalisis bahwa penarikan retribusi

Tempat Pelelangan Ikan sebesar 4% hal ini tertulis pada Peraturan Daerah

Kabupaten Pandeglang No 11 Tahun 2011 tentang Retribusi jasa Usaha.

Namun dalam pelaksanaanya penarikan retribusi bisa mencapai 8% atas

kesepakatan yang dilakukan oleh nelayan, juragan nelayan dan pihak Tempat

Pelelangan Ikan. Kemudian hal ini di perjelas oleh Manajer TPI Panimbang

(I3-1).
96

“Tidak ada, kalau retribusi ada diatur dulu sama Perda tahun
2011, tapi dalam pelaksanaanya bisa berbeda, kalau retribusi
sesuai dengan kesapakatan antara bakul ikan dan nelayan, karena
kalau tidak seperti itu tempat pelelangan ikan tidak punya biaya
operasional”

Dari hasil wawancara di atas dapat dianalisis bahwa peraturan

mengenai pengelolaan Tempat Pelelangan Ikan di kabupaten Pandeglang

belum ada. Kabupaten Pandeglang hanya memiliki peraturan mengenai

besarnya tarif retribusi jasa usaha. Hal ini kemudian diperjelas oleh Kasir TPI

Panimbang (I3-2);

“Peraturan retribusi saja paling, perda yang khusus mengatur atau


mengelola Tempat Pelelangan Ikan tidak ada”

Dari wawancara di atas,dapat dianalisis seharusnya Pemerintah Daerah

Kabupaten Pandeglang memiliki peraturan khusus yang spesifik mengenai

pengelolaan perikanan laut serta peraturan mengenai Tempat Pelelangan Ikan

dikarenakan oleh luasnya wilayah perairan laut yang ada di Kabupaten

Pandeglang, guna meningkatkan tingkat kesejahteraan masyarakat disekitar

laut juga bagi Penerimaan Asli Daerah (PAD) Kabupaten Pandeglang.

Kemudian peneliti menanyakan peraturan yang secara spesifik

mengatur aktivitas jual beli ikan dan pembangunan Tempat Pelelangan

Ikan.menurut Kepala Dinas Kelautan (I1-1) pada wawancara penelitian.

“Ada di peraturan menteri, semua ikan harus dijual di Tempat


Pelelangan Ikan yang di bangun oleh pemerintah. TPI harus
dibangun di tanah negara dan dibangun oleh pemerintah”

Dari hasil wawancara di atas informan mengemukakan bahwa peraturan

yang secara spesifik mengatur aktivitas jual beli ikan dan pembangunan
97

Tempat Pelelangan Ikan ada dalam Peraturan Menteri Kelautan Dan

Perikanan. Peraturan ini tertulis dalam Peraturan Menteri Kelautan dan

Perikanan Nomor Per. 16/MEN/2006 tentang Pelabuhan Perikanan pada pasal

bab V Pasal 6 Pembangunan Pelabuhan Perikanan sebagaimana dimaksud

dalam Pasal 5 ayat (1), sekurang-kurangnya wajib memenuhi persyaratan:

a. penetapan lokasi dari Pemerintah Kabupaten/Kota setempat;

b. persetujuan pembangunan dari Menteri.

Pernyataan ini kemudian diperkuat oleh Kepala UPT PPI/TPI Labuan

(I2-1) pada wawancara penelitian:

“Ada misalkan ikan aturannya harus dilelang di TPI, aturannya


ada di Peraturan Menteri, nelayan tidak boleh menjual ikannya di
tengah laut, kadang-kadang yang namanya di daerah kadang-
kadang suka ada yang di plele (= aktivitas jual beli ikan ditengah
laut), sebetulnya tidak boleh itu, harus di lelang di TPI tidak boleh
jual ikan di laut, kenapa karena pemerintah sudah membangun
TPI. Pemerintah membangunkan TPI untuk memudahkan nelayan
sebetulnya”

Dari hasil wawancara dianalisis bahwa nelayan di Panimbang masih

ada yang melakukan aktivitas jual beli ikan di tengah laut dalam hal ini

nelayan tidak boleh melakukan aktivitas jual beli ikan di tengah laut karena

ketika melakukan aktivitas jual beli ikan di tengah laut tidak ada retribusi

yang diterima oleh Tempat Pelelangan Ikan, oleh karena itu pemerintah

daerah mengalami kebocoran dalam hal penerimaan retribusi.

Dari beberapa hasil wawancara dengan informan penelitian di atas

dapat disimpulkan seharusnya peraturan mengenai pengelolaan perikanan laut

dan peraturan pengelolaan Tempat Pelelangan Ikan dibuat oleh pemerintah

daerah Kabupaten Pandeglang atau dibuat Dinas Kelautan dan Perikanan


98

yang mengetahui kondisi alam dan juga armada kelautan yang ada di

wilayahnya tersebut guna mendapatkan hasil yang efektif dan efisien. Jika

pemerintah daerah maupun Dinas Kelautan dan Perikanan memiliki peraturan

yang khusus secara spesifik menegenai pengelolaan perikanan laut juga

pengelolaan Tempat Pelelangan Ikan bukan tidak mungkin Penerimaan Asli

Daerah akan meningkat juga kesejahteraan nelayan pun akan meningkat

ketaraf hidup yang lebih baik.

Selanjutnya untuk melakukan manajemen pengelolaan Tempat

Pelelangan Ikan Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Pandeglang juga

UPT PPI/TPI Dinas Kelautan dan Perikanan membutuhkan manajer Tempat

Pelelangan Ikan yang baik dan berwawasan luas mengenai kenelayanan dan

ikan guna memperoleh hasil maksimal dalam pengelolaan perikanan laut,

dalam hal ini Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Pandeglang

menjelaskan apa yang dibutuhkan untuk menentukan manajer yang baik dan

berwawasan luas. Menurut Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan (I1-1) dalam

wawancara penelitian;

“Misalnya ketrampilannya ada keberanian, ada semacam


wawasan tentang pengetahuan kenelayanan, kemudian tentang
pengetahuan tentang jenis ikan, ini berkaitan dengan jenis ikan
yang dijual dan dilelang, jadi manajer harus tau mana ikan yang
mahal, mana ikan yang murah”

Menurut hasil wawancara di atas dapat dianalisis yang harus dimiliki

oleh manajer Tempat Pelelangan Ikan adalah mengenai wawasan tentang

jenis-jenis ikan laut, menurut informan penelitian sangatlah penting untuk


99

mengetahui jenis-jenis ikan agar tidak terjadi salah harga ikan juga tidak

merugikan bagi nelayan.

Hal lain untuk mengelola Tempat Pelelangan Ikan kemudian dijelaskan

oleh Kpala UPT PPI/TPI (I2-1) dalam wawancara penelitian;

“Yang diperlukan untuk mengelola TPI itu misalkan karcis lelang


(=resi). Surat jalan, yang dimaksudkan ikan yang sudah dilelang
ini mau berangkat ke Jakarta harus memakai surat jalan misalkan
mau berangkat ke Jakarta berapa blong, ikan apa. Nanti ada
petugas yang di Sidamukti ada petugas pemeriksaan hasil laut,
nanti yang lewat DISHUB itu ada dipinggir jalan. Sarana prasana
lain itu blong (=wadah ikan besar), trais (=wadah ikan), terus
timbangan, freezer (=tempat pengawet ikan)kalau ga ada freezer
es,cool box (=wadah pendingin ikan) dan kendaraan operasional”

Untuk manajemen pengelolaan Tempat Pelelangan Ikan manajer yang

berwawasan luas juga mempunyai etos kerja yang tinggi harus dimiliki oleh

Tempat Pelelangan Ikan agar mampu menciptakan manajemen yang baik

juga menciptakan iklim kerja yang efektif dan efisien dalam pengelolaan

Tempat Pelelangan Ikan, sarana pendukung lain juga harus disediakan agar

kegiatan pengelolaan Tempat Pelelangan Ikan dapat berjalan dengan baik,

cepat dan maksimal.

Selain menyediakan manajer yang berwawasan tinggi juga mempunyai

etos kerja yang baik Tempat Pelelangan Ikan juga harus mempunyai

program-program dan standar operasional prosedur yang harus dilakukan

dalam periode tertentu agar tujuan utama di dirikannya Tempat Pelelangan

Ikan dapat tercapai. Dalam hal ini program pengelolaan perikanan maupun

pengelolaan Tempat Pelelangan Ikan yang menyediakan adalah Dinas

Kelautan dan Perikanan juga UPT PPI/TPI Dinas Kelautan dan Perikanan
100

Labuan karena tugas pokok dan fungsi membuat rencana ada di Dinas

Kelautan dan Perikanan dan UPT PPI/TPI Dinas Kelautan dan Perikanan

Labuan sedangkan Tempat Pelelangan Ikan yang melaksanakan program-

program yang telah ditetapkan tersebut. Program yang telah dibuat oleh Dinas

Kelautan dan Perikanan Kabupaten Pandeglang dijelaskan oleh Kepala Dinas

Kelautan dan Perikanan (I1-1 ) pada wawancara penelitan;

“Programnya dari DKP sendiri itu membentuk 14 TPI di


Kabupaten Pandeglang, memberikan/membagi target retribusi ke
masing-masing TPI yang ada di Kabupaten Pandeglang. target
retribusinya ditentukan oleh pemerintah daerah”

Dari hasil wawancara di atas dapat dianalisis bahwa program dari Dinas

Kelautan dan Perikanan adalah membentuk 14 (empat belas) tempat

pelelangan ikan, program pembentukan 14 (empat belas) tempat pelelangan

itu merupakan program pengelolaan sumber daya kelautan, selain

membangun 14 (empat belas) Tempat Pelelangan IkanDinas Kelautan dan

Perikanan juga memeberikan target retribusi kepada masing-masing Tempat

Pelelangan Ikan yang sudah dibangun tersebut. Dari hasil wawancara di atas

juga dapat dianalisis bahwa Dinas Kelautan dan Perikanan tidak memiliki

program yang secara khusus dibuat untuk mengelolaTempat Pelelangan Ikan.

Selanjutnya pernyataan berbeda dinyatakan oleh Kepala UPT PPI/TPI

Labuan (I2-1);

“Kalau sifatnya yang dari UPT program tidak ada, programnya


dari Dinas Kelautan. Kalau dari UPT cuma sesuai dengan tupoksi
UPT mengevaluasi takut ada terjadinya monopoli harga,
selanjutnya monitoring, pembinaan ke nelayan. Kalau program
ada di masing-masing bidang. TPI itu ada dibidang perairan
tangkap programnya”.
101

Dari wawancara di atas dapat dianalisis bahwa tidak ada program yang

secara spesifik untuk mengatur kegiatan pengelolaan Tempat Pelelangan

Ikan. Sedangkan UPT PPI/TPI Dinas Kelautan dan Perikanan Labuan tidak

mempunyai program kerja untuk kegiatan pengelolaan Tempat Pelelangan

Ikan sedangkan dalam Bab X Pasal 63-66 Peraturan Bupati Nomor 20 Tahun

2008 tentang Pembentukan Unit Pelaksana Teknis Dinas pada Dinas Daerah

Kabupaten Pandeglang UPT PPI/TPI diantaranya mempunyai tugas

Penyusunan bahan kebijakan operasional UPT Pangkalan Pendaratan dan

Pelelangan Ikan Kecamatan Labuan, menyusun rencana kerja UPT Pangkalan

Pendaratan dan Pelelangan Ikan Kecamatan Labuan.

Selanjutnya peneliti menanyakan hal yang serupa kepada pihak

pelelangan ikan Panimbang, adakah program khusus yang diberikan oleh

Dinas Kelautan dan Perikanan maupun UPT PPI/TPI kepada Tempat

Pelelangan Ikan Panimbang. Dijelaskan oleh Manajer TPI Panimbang (I3-1):

“Programnya itu memberikan target retribusi saja, kalau program


yang untuk penegelolaan tidak ada. Mengelola TPI bagaimana
kita aja sebagai petugas TPI”.

Dari hasil wawancara di atas dapat dianalisis bahwa program yang

diberikan oleh Dinas Kelautan dan Perikanan maupun dari UPT PPI/TPI

hanya memberikan target retribusi sedangkan program-program yang secara

khusus untuk pengelolaan Tempat Pelelangan Ikan tidak ada. Kemudian

pernyataan di atas ditambahkan oleh Kasir TPI Panimbang (I3-2):

“Tidak ada program khusus yang diberikan oleh Dinas maupun


UPT, programnya itu saja ada target retribusi yang diberikan ke
TPI. Jadi kita berinisiatif sendiri membuat programnya untuk
memenuhi beban retribusi yang sudah diberikan”.
102

Dari hasil wawancara di atas dapat dianalisis bahwa Dinas Kelautan

dan Perikanan serta UPT PPI/TPI tidak mempunyai program yang secara

khuusus untuk mengelola Tempat Pelelangan Ikan selain memeberikan target

retribusi kepada Tempat Pelelangan Ikan Panimbang, untuk pengelolaanya

Tempat Pelelangan Ikan harus memiliki inisiatif sendiri agar bisa memenuhi

target retribusi yang telah diberikan.

Dari hasil wawancara dengan beberapa informan penelitian di atas

dapat disimpulkan bahwa program yang diberikan adalah memberikan target

retribusi kepada Tempat Pelelangan Ikan, namun Dinas Kelautan dan

Perikanan serta UPT PPI/TPI tidak memiliki program yang secara khusus

mengatur jalannya pengelolaan Tempat Pelelangan Ikan agar bisa memenuhi

beban retribusi yang telah diberikan kepada Tempat Pelelangan Ikan

Panimbang sehingga masalah-masalah yang muncul di Tempat Pelelangan

Ikan Panimbang terkait masalah retribusi belum bisa ditanggulangi.

4.3.2 Organizing (pengorganisasian)

Organizing mencakup: membagi komponen-komponen kegiatan yang

dibutuhkan untuk mencapai tujuan kedalam kelompok-kelompok, membagi

tugas kepada seorang manajer untuk mengadakan pengelompokan tersebut

dan menetapkan wewenang diantara kelompok atau unit-unit organisasi.

Pengorganisasian berhubungan erat dengan manusia, sehingga pencaharian

dan penugasannya ke dalam unit-unit organisasi dimasukkan sebagai bagian

dari unsur organizing. Ada yang tidak berpendapat demikian, dan


103

memasukan staffing sebagai fungsi utama. Di dalam setiap kejadian,

pengorganisasian melahirkan peranan kerja dalam struktur formal dan

dirancang untuk memungkinkan manusia bekerja sama secara efektif guna

mencapai tujuan bersama (Terry, 2008:17).

Pada penelitian tahap pengorganisasian juga menjadi tahapan yang

paling penting dalam melakukan manajemen pengelolaan pada Tempat

Pelelangan Ikan, pengorganisasian dalam manajemen pengelolaan pelelangan

ikan salah satunya adalah memberikan arahan-arahan pada manajer dalam

periode waktu tertentu. Seperti yang dijelaskan oleh Kepala Dinas Kelautan

dan Perikanan (I1-1) yaitu;

“Ada setiap satu bulan sekali diadakan rapat evaluasi,


pemberdayaan target dan strategi ke manajer”.

Dari wawancara di atas dapat dianalisisbahwa pengarahan yang

dilakukan sudah baik karena dilakukan secara berkelanjutan agar kinerja

manajer Tempat Pelelangan Ikan menjadi lebih membaik.Kemudian

pernyataan di atas ditambahkan oleh Kepala UPT PPI/TPI Labuan (I2-1);

“Kalau pembagian kerja itu terus setiap hari. Ada juga rapat
setiap satu bulan sekali dan tiga bulan sekali”

Dalam hal pemberian arahan dinilai cukup bagus karena memiliki

waktu yang cukup banyak dan sering dilakukan, pengarahan disini juga tidak

hanya dari satu unit kerja. Pemeberian arahan dilakukan oleh dua unit kerja

yaitu Dinas Kelautan dan Perikanan dan juga UPT PPI/TPI Dinas Kelautan

dan Perikanan Kabupaten Pandeglang, pernyataan yang sama juga

dikemukakan kemudian oleh Manajer TPI Panimbang (I3-1);


104

“Ada, satu bulan sekali, kadang-kadang dua bulan sekali ke UPT


diadakan rapat ”

Dari hasil wawancara di atas dapat diketahui bahwa pengarahan yang

dilakukan sudah cukup baik karena dilakukan secara berjenjang dan

berkelanjutan. Pengarahan yang dimaksud adalah pengarahan yang dilakukan

di UPT PPI/TPI maupun pengarahan yang diberikan langsung ke Tempat

Pelelangan Ikan Panimbang, serta rapat evaluasi pengelolaan Tempat

Pelelangan Ikan, selanjutnya ditambahkan oleh Kasir TPI Panimbang (I3-2);

“Pengarahan ada, sering ada rapat evaluasi dan kunjungan kerja


kesini, tapi belum ada perubahan signifikan dari hasil rapat-rapat
dan kunjungan kerja, Tempat Pelelangan Ikan disini masih sepi
saja”

Dari wawancara di atas dapat disimpulkan bahwa pengarahan yang

dilakukan oleh Dinas Kelautan dan Perikanan serta UPT PPI/TPI sudah

cukup baik karena dilakukan secara berkala namun menurut informan di atas,

dari hasil rapat-rapat dan kunjungan kerja yang telah dilakukan oleh Dinas

Kelautan dan Perikanan serta UPT PPI/TPI tidak memberikan perubahan

yang signifikan dalam pengelolaan Tempat Pelelangan Ikan Panimbang

aktivitas pelelangan ikan Panimbang masih sepi dari kegiatan pelelangan

ikan.

Kemudian bentuk pengorganisasian yang lain adalah menyiapkan

komponen-komponen yang dibutuhkan untuk menunjang kegiatan

pengelolaan Tempat Pelelangan Ikan. Komponen-komponen ini diperlukan

unuk menjunjang kegiatan pengelolaan Tempat Pelelangan Ikan Panimbang

agar kegiatan pelelangan ikan dapat berjalan dengan baik efektif dan efisien.
105

Menurut hasil wawancara penelitian, Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan

(I1-1) menjelaskan apa saja yang dibutuhkan dalam pelelangan ikan, yaitu;

“Komponennya pegawai sama bangunan Tempat Pelelangan Ikan


serta sarana kelautan seperti dermaga”

Dari wawancara di atas komponen-kompenen yang harus dimiliki oleh

Tempat Pelelangan Ikan adalah pegawai pelelangan ikan, bangunan Tempat

Pelelangan Ikan serta sarana prasarana kelautan seperti dermaga. Komponen-

komponen ini merupakan komponen utama dalam kegiatan pengelolaan

Tempat Pelelangan Ikan di Tempat Pelelangan Ikan Panimbang. Kemudian

ditambahkan oleh Kepala UPT PPI/TPI Labuan (I2-1) pada wawancara

penelitian;

“Manajer, staf, gedung TPI dan dermaga”

Pernyataan serupa pun dinyatakan oleh informan penelitian yang lain,

komponen utama dalam kegiatan pelelangan ikan adalah pegawai Tempat

Pelelangan Ikan (manajer beserta staf), bangunan Tempat Pelelangan Ikan

kemudian sarana prasarana laut seperti dermaga. Namun dalam penelitian ini

muncul masalah dalam komponen pendukung pengelolaan tempat pelelangan

ikan seperti dinyatakan oleh Manajer TPI Panimbang (I3-1);

“Muara komponen utamanya untuk keluar masuk kapal, kapal


saya sendiri tenggelam karena muaranya dangkal, terus kemarin
juga ada yang kena benturan kayu baling-balingnya patah.
Kemudian muncul tantangan untuk pemerintah, nelayan mau
membayar retribusi ke TPIkalau muaranya di perbaiki dilakukan
pengerukan”

Dari wawancara di atas dapat di ketahui bahwa komponen utama untuk

mendukung kegiatan manajemen pengelolaan Tempat Pelelangan Ikan


106

memiliki kendala yaitu dangkalnya muara sungai, muara sungai merupakan

komponen utama dalam kegiatan pelelangan ikan karena muara sungai

merupakan satu-satunya akses utama kegiatan pencarian ikan bagi nelayan.

Kemudian ditambahkan oleh Kasir TPI Panimbang (I3-2);

„Pegawai, bangunan TPI yang layak (=luas), sarana penghubung


jalur nelayan seperti muara sama lampu mercusuar”

Dari hasil wawancara di atas dapat dianalisis komponen yang

dibutuhkan dalam manajemen pengelolaan Tempat Pelelangan Ikan yaitu

manajer beserta staf, kemudian bangunan Tempat Pelelangan Ikan dan sarana

prasarana laut seperti muara, dermaga serta lampu mercusuar. Komponen-

komponen tersebut berperan sangat penting dalam kegiatan pengelolaan

pelelangan ikan untuk menunjang kegiatan pelelangan ikan juga sebagai

sarana penunjang kegiatan nelayan untuk melaut juga mendaratkan

perahunya. Namun dalam penelitian ini ditemukan bahwa muara sungai di

Panimbang terjadi pendangkalan sehingga menghambat kegiatan nelayan

Panimbang untuk melakukan aktivitas kenelayanannya. Sampai saat ini

belum ada upaya pengerukan kembali muara sungai, pihak pelelangan ikan

sebagai pihak yang mengetahui jelas keadaan muara sungai di Panimbang

sudah berupaya mengajukan pengerukan sungai ke Dinas Kelautan dan

Perikanan namun sampai dengan saat ini belum ada pengerukan muara

sungai.

Kemudian komponen lain yang dibutuhkan Tempat Pelelangan Ikan

dijelaskan oleh Manajer TPI Panimbang (I3-1);


107

“ Komponen penting lainnya adalah pendanaan, nelayan ingin


uang cash ketika ikannya dilelangkan, yang jadi kendala tapi TPI
tidak punya simpanan untuk menalangi hasil pelelangan ikan”

Dari wawancara di atas dapat di ketahui bahwa masalah yang terjadi

adalah terbatasnya pendanaan untuk Tempat Pelelangan Ikan Panimbang.

Pendanaan yang dimaksud adalah untuk menalangi ikan-ikan hasil lelang

yang dilakukan, menurut wawancara di atas nelayan di Panimbang ketika

melelangkan ikan di Panimbang ingin langsung dilunasi atau dibayar cash

oleh Tempat Pelelangan Ikan Panimbang. Namun dalam hal ini Tempat

Pelelangan Ikan tidak memiliki kewajiban untuk membayar seluruh ikan

hasil lelang yang dilakukan dikarenakan Tempat Pelelangan Ikan Panimbang

adalah sebagai perantara penjualan ikan antara nelayan dengan bakul agar

tidak terjadi monopoli harga serta guna menjaga kualitas ikan hasil tangkapan

nelayan, Tempat Pelelangan Ikan Panimbang bukan sebagai pembeli ikan

hasil tangkapan nelayan.

Dalam hal ini pihak Dinas Kelautan memberikan jawaban atas

dangkalnya muara sungai seperti yang dikemukakan oleh Kepala Dinas

Kelautan dan Perikanan (I1-1);

“Untuk sementara ini memang dermaga belum bisa dibangun


karena anggaran yang belum ada, tapi pengajuan-pengajuan ke
instansi lainnya yang terkait sudah diupayakan. Namun belum
bisa terealisasikan karena anggaran yang belum ada”

Menurut wawancara di atas dapat dianalisis bahwa Dinas Kelautan dan

Perikanan sudah berupaya untuk melakukan pengerukan dermaga sungai

yang dangkal namun masih terkendala oleh anggaran. Namun menurut

peneliti selain anggaran yang belum tersedia untuk mengeruk dermaga Dinas
108

Kelautan dan Perikanan tidak serius untuk menyediakan salah satu komponen

pendukung pengelolaan Tempat Pelelangan Ikan tersebut karena

pendangkalan sungai ini sudah terjadi bertahun-tahun. Kemudian

ditambahkan oleh Kepala UPT PPI/TPI Labuan (I2-1);

“Jadi masalah muara itu memang Dinas Kelautan sudah beberapa


kali mengajukan ke Dinas Kelautan pusat, sementara ini mungkin
kewenangan ada dari Dinas PU sumber daya air, jadi harus harus
kerjasama antara Dinas Kelautan dan sumberdaya air, jadi
pendanaanya itu belum ada. Pengajuansudah beberapa kali tapi
harus kerjasama, jadi dana itu harus kerjasama dari dinas kelautan
dengan sumber daya air.Kalau sendiri satu SKPD tidak mungkin
karna APBD kecil. Memang bapak Kepala Dinas sudah
mengajukan beberapa kali tapi belum terealisasi. Memang itu
yang jadi keluhan nelayan Panimbang, muara dangkal”

Dari wawancara di atas sudah ada upaya yang dilakukan namun masih

terkendala dari anggaran yang ada, kemudian respon dari satuan kerja lain

pun belum mendukung pengajuan yang sudah dilakukan oleh Dinas Kelautan

dan Perikanan Kabupaten Pandeglang. Perlu adanya kerjasama antar

beberapa satuan kerja pada dinas pemerintah Kabupaten Pandeglang untuk

mengeruk muara sungai Panimbang yang mengalami pendangkalan.

Selanjutnya selain komponen-kommponen pendukung seperti bangunan

tempat pelelangan, sarana prasarana laut sepeti dermaga dan mercusuar serta

alat-alat pelelangan ikan seperti blong, cool box, timbangan, trais, freezer

serta kendaraan operasional pelelangan ikan dan karcis lelang. Tempat

Pelelangan Ikan Panimbang juga harus memiliki anggaran untuk membiayai

operasional pegawai Tempat Pelelangan Ikan Panimbang. Dari hasil

penelitian yang dilakukan Tempat Pelelangan Ikan tidak memiliki anggaran

khusus dari Dinas Keluatan dan Perikanan Kabupaten Pandeglangmaupun


109

dari Pemerintah Daerah Kabupaten Pandeglang, seperti yang dikemukakan

oleh Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan (I1-1);

“Anggaran langsung tidak ada untuk TPI, TPI mencari sendiri


anggaran tersebut caranya dengan memungut retribusi dari proses
pelelangan, TPI berhak memungut retribusi sebesar 6% (4%
untuk pemerintah daerah, 2% untuk biaya operasional TPI)”.

Dari hasil wawancara di atas dapat disimpulkan bahwa anggaran untuk

Tempat Pelelangan Ikan tidak disediakan oleh Dinas Kelautan dan Perikanan

maupun oleh Pemerintah Daerah Kabupaten Pandeglang, tempat pelelangan

harus bekerja sebaik mungkin untuk mendapat anggaran untuk seluruh biaya

yang dikeluarkan. Artinya Tempat Pelelangan Ikan harus mencari sendiri

anggaranTempat Pelelangan Ikan, anggaran tempat pelelangan dihasilkan dari

hasil penarikan retribusi dari aktivitas pelelangan ikan yang dilakukan yaitu

sebesar 2% (dua perseratus). Selanjutnya pernyataan di atas ditambahkan oleh

Kepala UPT PPI/TPI Labuan (I2-1);

“Tidak ada. Hanya ada bantuan hibah saja, tapi sifatnya bukan ke
TPI, hibahnya diberikan ke kelompok nelayan, tapi kelompok
nelayan yang menjual ikan ke TPI, mekanismenya kelompok
nelyan harus membuat proposal. Kalau TPI itu mengambil dari
retribusi 2% untuk biaya operasionalnya”

Dari pernyataan di atas dapat disimpulkan bahwa Tempat Pelelangan

Ikan tidak mendapatkan anggaran dari Dinas maupun dari pemerintah daerah

Tempat Pelelangan Ikan harus mencari sendiri anggaran yang dibutuhkan

Tempat Pelelangan Ikan dengan menarik retribusi dari kegiatan lelang yang

di lakukan oleh Tempat Pelelangan Ikan yaitu sebesar 2% (dua

perseratus).Kemudian diperjelas oeh Manajer TPI Panimbang (I3-1);


110

“Kita tidak adaanggaran dari pemerintah, kita hanya dari 2%


retribusi”

Kemudian ditambahkan oleh Kasir TPI Panimbang (I3-2);

“Tidak ada, anggaran untuk biaya operasional dari retribusi, 4%


untuk pemerintah, 2% untuk TPI”.

Dari kedua hasil wawancara di atas dapat diketahui bahwa Tempat

Pelelangan Ikan tidak memiliki anggaran khusus yang diberikan oleh Dinas

Kelautan dan Perikanan maupun dari UPT PPI/TPI. Dalam anggaran untuk

membiayai seluruh aktivitas kegiatan pelelangan ikan anggaran didapat dari

hasil pemungutan retribusi pelelangan ikan yaitu sebesar 2% ( dua perseratus)

dari hasil kegiatan pelelangan ikan.

Dari hasi wawancara dengan beberapa informan penelitian dapat

dianalisis bahwa anggaran sangat penting dalam kegiatan manajemen,

anggaran dibutuhkan untuk memperlancar semua kegiatan Tempat

Pelelangan Ikan Panimbang. Untuk mendapatkan hasil yang optimal Tempat

Pelelangan Ikan harus memiliki anggaran yang cukup untuk melakukan

kegiatan manajemen pengelolaan pelelangan ikan. Karena tidak ada anggaran

yang diberikan oleh Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Pandeglang

maupun Pemerintah Daerah Kabupaten Pandeglang, Tempat Pelelangan Ikan

tidak dapat memberikan upah yang pasti kepada pegawainya, upah yang

diberikan kepada pegawai pelelangan ikan Panimbang diberikan berdasarkan

penerimaan retribusi yang diterima Tempat Pelelangan Ikan, apabila tidak ada

retribusi yang masuk pegawai Tempat Pelelangan Ikan tidak mendapatkan

upah.
111

4.3.3 Actuating (pelaksanaan)

Actuating, atau disebut juga “gerakan aksi” mencakup kegiatan yang

dilakukan seorang manajer untuk mengawali dan melanjutkan kegiatan yang

ditetapkan oleh unsur perencanaan dan pengorganisasian agar tujuan-tujuan

dapat tercapai. Actuating mencakup penetapan dan pemuasan kebutuhan

manusiawi dari pegawai-pegawainya, memberi penghargaan, memimpin,

mengembangkan dan memberi komponsasi kepada mereka.

Dalam proses manajemen pengelolaan Tempat Pelelangan Ikan tidak

terlepas dari berbagai masalah pelaksanaan, masalah yang muncul dalam

pelaksanaan pengelolaan tempat pelelangan ikan Panimbang begitu

kompleks, dalam penelitian ini peneliti mencoba mengungkap masalah-

masalah yang muncul dalam manajemen pengelolaan tempat pelelangan ikan

Panimbang.

Setelah memberikan pengarahan-pengarahan khusus Tempat

Pelelangan Ikan juga di berikan target pencapaian retribusi oleh Dinas

Kelautan dan Perikanan Kabupaten Pandeglang serta UPT PPI/TPI Dinas

Kelautan dan Perikanan Labuan, yang jumlahnya disesuaikan oleh armada

kelautan yang ada serta jumlah nelayan yang ada di wilayah tertentu seperti

dinyatakan oleh Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan (I1-1);

“Ada, masing-masing TPI memiliki target dalam pemungutan


retribusi, TPi diberikan target berdeda-beda, dibagi-bagi menurut
keadaan alam dan jumlah armada kelautannya, untuk TPI
Panimbang sebesar 115 juta kurang lebih”

Dari hasil wawancara di atas dapat diketahui bahwa pemberian target

retribusi diukur dari kondisi alam serta jumlah armada kelautan yang ada
112

didaerah tempat pelelangan, di Tempat Pelelangan Ikan Panimbang target

retribusi yang diberikan adalah sebesar 115 juta. Kemudian di tambahkan

oleh Kepala UPT PPI/TPI Labuan (I2-1);

“Ada ada, TPI harus mengumpulkan retribusi yang sudah


diberikan oleh Dinas Kelautan. Jumlahnya sesuai denganjumlah
nelayan serta perahu. tidak mungkin kalau TPI yang sedikit
jumlah nelayannya diberikan target yang besar”

Dari wawancara di atas dapat dianalisis bahwa Tempat Pelelangan Ikan

harus mengumpulkan retribusi sesuai dengan yang sudah ditetapkan oleh

Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Pandeglang, target yang diberikan

disesuaikan dengan jumlah nelayan serta jumlah armada kelautan yang ada di

daerah Tempat Pelelangan Ikan. Kemudian diperjelas oleh Manajer TPI

Panimbang (I3-1);

“Ada 115 juta lebih diberikana oleh Dinas Kelautan dan


Perikanan, kita harus memenuhi itu dalam satu tahun”

Dari wawancara di atas menurut informan penelitian dapat diketahui

Tempat Pelelangan Ikan Panimbang diberikan target sebesar Rp. 115,775,000

oleh Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Pandeglang. Selanjutnya

ditambahkan oleh Kasir TPI Panimbang (I3-2);

“Target tinggi 115 juta tapi kondisinya seperti ini susah, tapi jika
aktivitas lelang berjalan jangankan 115 juta lebih sanggup, kalau
semua aktivitas lelang disini”

Menurut hasil wawancara di atasTempat Pelelangan Ikan Panimbang

memiliki target retribusi sebesar Rp. 115,775,000 namun dalam pelaksanaan

pemungutan retribusi Tempat Pelelangan Ikan kesulitan untuk

mengumpulkannya di karenakan oleh kurangnya kegiatan lelang ikan yang di


113

lakukan di Tempat Pelelangan Ikan Panimbang. Jika melihat jumlah nelayan

beserta armada laut yang ada di wilayah Tempat Pelelangan Ikan Panimbang

target yang diberikan sudah sesuai namun karena aktivitas pelelangan ikan

yang sedikit Tempat Pelelangan Ikan sulit untuk memenuhi target retribusi

tersebut.

Hal terkait retribusi di atas kemudian diperjelas oleh data penarikan

retibusi TPI yang disajikan pada tabel dibawah;

Tabel 4.4

Target Retribusi TPI Januari s/d Desember 2014


Pencapaian
Target Realisasi Sisa target
2014 target
(Rp) (Rp) (Rp)
(%)

TPI
115,775,000 41.127.016 74.647.984 35,52
Panimbang

(Sumber: Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Pandeglang 2014)

Dari tabel 4.4 di atas dapat dilihat target retribusi Tempat Pelelangan

Ikan Panimbang pada tahun 2014 sebesar Rp. 115,775,000. Sementara

realisasi pencapaian target retribusi Tempat Pelelangan Ikan Panimbang pada

tahun 2014 sebesar Rp. 40,363,000, sisa target yang belum terpenuhi sebesar

Rp. 75.412.000. Jadi pencapaian target Tempat Pelelangan Ikan Panimbang

hanya mencapai 35,52% sedangkan target yang dicapai secara keseluruhan

adalah 100% untuk retribusi TPI tersebut.


114

Tabel 4.5

Target Retribusi TPI Januari s/d Desember 2014


Pencapaian
Target Realisasi Sisa target
2014 target
(Rp) (Rp) (Rp)
(%)

TPI
115,775,000 12.053.166 103.721.834 10,41
Panimbang

(Sumber: Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Pandeglang 2015)

Dari tabel 4.5 di atas dapat diketahui target retribusi Tempat Pelelangan

Ikan Panimbang pada tahun 2015 sebesar Rp. 115,775,000. Sementara

realisasi pencapaian target retribusi Tempat Pelelangan Ikan Panimbang pada

tahun 2015 (Januari-Juni) sebesar Rp. 12.053.166, sisa target yang belum

terpenuhi sebesar Rp. 103.721.834. Jadi pencapaian target Tempat Pelelangan

Ikan Panimbang pada tahun 2015 (januari-juni) adalah 10,41% sehingga

target Tempat Pelelangan Ikan Panimbang yang belum terpenui adalah

89,59%.

Kemudian setelah pembagian target retribusi yang telah ditentukan oleh

Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Pandeglang kemudian di berikan

tenggang waktu untuk mencapai atau melunasi beban target yang telah di

tentukan sebelumnya. Peneliti mencoba menanyakan berapa lama tenggang

waktu yang diberikan untuk mencapai target retribusi tersebut, yang

dikemukakan di jawab oleh Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan (I1-1);

“Satu tahun. Satu tahun harus tercapai itu target retribusi,


kalautidak tercapai ya jadi hutang untuk TPI tersebut”

Dari hasil wawancara di atas dapat diketahui bahwa target pencapaian

retribusi Tempat Pelelangan Ikan adalah satu tahun, apabila target retribusi
115

tersebut tidak dapat terpenuhi dalam satu tahun maka akan menjadi beban

hutang yang harus dibayarkan oleh Tempat Pelelangan Ikan dalam tahun

berikutnya. Kemudian ditambahkan oleh Kepala UPT PPI/TPI Labuan (I2-1);

“Target itu satu tahun. Harus tercapai semua,kalautidak nanti


kena sanksi hutang untuk TPI, TPI punya hutang ditambah
bunganya 2% jikatidak terpenuhi targetnya”

Dari hasil wawancara di atas dapat diketahui bahwa pencapaian target

retribusi Tempat Pelelangan Ikan adalah dalam satu tahun, apabila tidak

tercapai maka akan menjadi beban hutang untuk Tempat Pelelangan Ikan

kemudian hutang tersebut akan ditambahkan bunga hutang sebesar 2% (dua

perseratus). Selanjutnya pernyataan di atas ditambahkan oleh Manajer TPI

Panimbang (I3-1);

“Satu tahun targetnya harus terpenuhi, kalau tidak terpenuhi nanti


jadi hutang untuk TPI”

Kemudian pernyataan di atas di perkuat oleh Kasir TPI Panimbang (I3-

2);

“Satu tahun targetnya harus terpenuhi, kita harus berusaha


memenuhi target itu kalau tidak mau kena hutang di tahun
depannya”

Dari hasil dua wawancara di atas maka dapat diketahui bahwa

pencapaian target retribusi Tempat Pelelangan Ikan Panimbang harus

terpenuhi dalam jangka waktu satu tahun. Pencapaian target tersebut harus

terpenuhi 100% apabila tidak terpenuhi 100% maka akan menjadi beban

hutang untuk periode tahun berikutnya dan ditambah bunga sebesar 2%.

Namun dalam pelaksanaan pemungutan retribusi tidak terlepas dari berbagai


116

masalah yang muncul. Kemudian peneliti menanyakan kenapa target retribusi

yang diberikan pemerintah daerah untuk Tempat Pelelangan Ikan sulit tercapai

dalam rentang waktu satu tahun, jika dilihat dari jumlah nelayan dan armada

laut yang ada di wilayah Tempat Pelelangan Ikan Panimbang target yang

diberikan oleh pemerintah daerah seharusnya dapat terpenuhi. Dijelaskan oleh

Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan (I1-1) hambatan yang terjadi dalam

pemungutan retribusi;

“Kendala utamanya cuaca (musim hujan)”

Menurut hasil wawancara di atas kendala utama yang dihadapi oleh

Tempat Pelelangan Ikan adalah masalah cuaca. Kemudian peneliti

menanyakan kembali, kenapa cuaca berpengaruh dalam pencapaian retribusi.

Dijelaskan oleh Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan (I1-1) dalam

wawancara penelitian;

“Mayoritas nelayan Panimbang takut melaut jika kondisi cuaca


sedang buruk karena membahayakan para awak kapalnya dan
hasil tangkapanya juga tidak banyak jika cuaca sedang buruk”

Dari hasil wawancara di atas dapat diketahui bahwa masalah cuaca

berpengaruh kepada penerimaan retribusi karena mayoritas nelayan di

Panimbang tidak berani berlayar mencari ikan karena dalam cuaca yang

buruk ditengah laut sangat beresiko kepada keselamatan parak awak kapal

nelayan tersebut dan juga ketika cuaca sedang buruk tangkapan nelayan

mengalami penurunan. Kemudian pernyataan di atas ditambahkan oleh

Kepala UPT PPI/TPI Labuan (I2-1);


117

“Kendalanya musim cuaca buruk, seperti bulan November


Desember nelayan tidak ada kegiatan melaut. Biasanya kerja TPI
itu tidak 12 (duabelas) bulan dan tidak 30 (tigapuluh) hari
kerjanya 10(sepuluh) bulan yang dua bulan kena cuaca buruk,
kadang-kadang hanya 7 (tujuh) bulan kalau musim hujannya
panjang”

Dari hasil wawancara di atas dapat dianalisis cuaca buruk sangat

berpengaruh terhadap kerja nelayan dalam mencari ikan, pada bulan-bulan

tertentu seperti November dan Desember nelayan tidak ada kegiatan mencari

ikan kemudian apabila cuaca buruk berlangsung lama nelayan bisa

menganggur selama lima bulan, hal ini mengakibatkan penerimaan retribusi

tidak terpenuhi. Kemudian ditambahkan oleh Manajer TPI Panimbang (I3-1);

“Kondisi alam, kalau sedang ombak tinggi nelayan tidak berani


melaut”

Menurut wawancara di atas dapat di ketahui bahwa kondisi alam atau

cuaca sedang buruk maka penerimaan retribusi akan menurun drastis

dikarenakan mayoritas nelayan tidak berani untuk berangkat mencari ikan

karena resiko kesalamatan yang terancam. Kemudian peneliti menanyaka

pertanyaan serupa kepada nelayan Panimbang, kemudian dijawab oleh

Juragan Nelayan (I4-1);

“Cuaca, cuaca itu hambatan paling susah karena dari alam, jadi
tidak bisa ditloak, nelayannya jadi tidak berani melaut takut
terjadi hal buruk ditengah laut”

Dari hasil wawancara di atas dapat dianalisis bahwa cuaca buruk

merupakan faktor penghambat bagi nelayan Panimbang, karena cuaca buruk

yang datang dari alam yang tidak bisa di hindari nelayan takut untuk

melakukan aktivitas kenalayanannya karena takut terjadi hal buruk ketika


118

berada di laut. Pernyataan ini kemudian ditambahkan oleh Juragan Nelayan

(I4-2);

“Kalau sekarang ini cuaca yang tidak mendukung, susah mau


melautnya juga ombaknya besar takut nelayan mau berangkat
melautnya”

Dari hasil wawancara di atas dapat diketahui bahwa cuaca yang tidak

mendukung menjadi penghambat bagi nelayan dalam mencari ikan, mayoritas

nelayan Panimbang takut melaut pada saat kondisi cuaca sedang tidak baik di

karenakan cuaca yang buruk itu bisa mengancam kesalamatan nelayan ketika

sedang mencari ikan. Kemudian ditambahkan oleh Nelayan Panimbang (I5-2);

“Cuacanya sedang tidak bagus sekarang ini, nelayan di sini


sekarang sedang menganggur tidak berani berangkat melaut
ombaknya besar sama takut petir kalau cuaca sedang seperti ini,
didarat sama dilaut itu beda, lebih bahaya dilaut”.

Dari hasil wawancara di atas dapat di ketahui bahwa cuaca buruk

menjadi kendala nelayan dalam mencari ikan, kondisi laut yang berbahaya

mengakibatkan nelayan Panimbang tidak melaut mencari ikan, pada kondisi

cuaca buruk nelayan di Panimbang menganggur menunggu sampai kondisi

cuaca membaik.Ditambahkan Nelayan Panimbang (I5-4);

“Kalau sedang musim begini mau ngelautnya juga takut, tidak


ada yang berani kelaut kalau lagi musim angin barat”

Dari hasil wawancara diatas dapat diketahui bahwa cuaca sangat

berperan penting dalam aktivitas kenelayanan, nelayan sangat bergantung

pada kondisi cuaca saat melakukan ikan di laut. Ketika laut dalam kondisi

yang buruk nelayan tidak akan melakukan aktivitas kenelayanannya karena


119

bisa membahayakan jiwa para awak kapal. Ditambahkan Nelayan Panimbang

(I5-5);

“Kalau musim seperti ini cuaca yang menghambat tidak ada yang
berani melaut, cuacanya sedang tidak baik, kalau di laut
ombaknnya besar-besar itu bisa sampai 15 meter lebih”.

Dari hasil wawancara diatas dapat diketahui bahwa kondisi cuaca yang

buruk dapat menghambat nelayan dalam melakukan penangkapan ikan,

nelayan tidak akan berani mencari ikan dalam kondisi cuaca yang buruk

dikarenakan hasil tangkapan yang menurun juga cuaca yang buruk dapat

mengancam keselamatan nelayan tersebut. Ditambahkan Nelayan Panimbang

(I5-6);

“cuaca susah dilawan, tidak bisa kelaut kalau lagi cuaca buruk
seperti ini”.

Dari hasil wawancara diatas dapat di ketahui bahwa nelayan tidak bisa

berangkat kelaut dalam kondisi cuaca yang buruk, menurut wawancara di atas

cuaca yang buruk tidak bisa dilawan oleh nelayan karena sangat berbahaya,

nelayan harus menunggu cuaca membaik ketika akan melakukan aktivitas

mencari ikan.

Kemudian peneliti mencoba menanyakan apakah ada masalah lain yang

terjadi terkait tidak terpenuhiinya target retribusi yang diberikan untuk

Tempat Pelelangan Ikan Panimbang. Dijelaskan oleh Kepala UPT PPI/TPI

Labuan (I2-1) dalam wawancara penelitian;

“kerja TPI dipotong oleh bulan purnama, kalau terang bulan


nelayan tidak bisa mencari ikan, kerja TPI paling maksimal itu 20
(duapuluh) hari karena terbentur terang bulan”.
120

Dari hasil wawancara di atas dapat di ketahui bahwa bulan purnama

juga menjadi kendala nelayan untuk mencari ikan sehingga mengakibatkan

kerja Tempat Pelelangan Ikan dalam satu bulan kerja itu tidak mencapai 30

(tigapuluh) hari melainkan hanya 20 (duapuluh) hari karena tidak ada

aktivitas mencari ikan yang disebabkan oleh bulan purnama.

Kemudian pernyataan serupa terkait kendala cuaca buruk dan bulan

purnama juga dikemukakan oleh Manajer TPI Panimbang (I3-1);

“Selain cuaca buruk terang bulan (=bulan purnama) juga menjadi


salah satu kendala nelayan dalam mencari ikan, terutama nelayan
kecil yang kerjanya sehari, terutama nelayan yang mengandalkan
cahaya lampu untuk memancing ikan”

Dari hasil wawancara diatas dapat diketahui bahwa bulan purnama

menjadi salah satu faktor penghambat bagi nelayan dalam melakukan

aktivitas kenelayanannya, pada saat terang bulan nelayan tidak bisa mencari

ikan terutama nelayan kecil yang mengandalkan cahaya lampu untuk

memancing ikannya. Kemudian peneliti menanyakan kenapa terang bulan

(=bulan purnama) menjadi faktor penghambat nelayan dalam mencari ikan.

Kemudian dijelaskan oleh Juragan Nelayan (I4-1);

“kalau terang bulan ikan tangkapannya sedikit, soalnya laut sudah


terang karena cahaya bulan, kitakan menggunakan lampu untuk
memancing ikan berkumpul”

Ditambahkan pula oleh Juragan Nelayan (I4-3);

“kalau bulan purnama ikannya susah ditangkap karena lautnya


sudah terang, kitakan untuk nyari ikan mengandalkan lampu agar
ikannya berkumpul”
121

Dari dua hasil wawancara di atas dapat di ketahui bahwa saat terang

bulan nelayan tidak akan melakukan aktivitas penangkapan ikan dikarenakan

oleh penggunaan cahaya lampu yang tidak akan maksimal dalam memancing

ikan, karena kondisi laut yang sudah diterangi oleh cahaya bulan, dalam

kondisi seperti ini ikan hasil tangkapan akan berkurang sehingga nelayan

tidak berangkat mencari ikan pada saat terang bulan. Ditambahkan Nelayan

Panimbang (I5-3);

“ikan jarang muncul kalau purnama, ikannya bermigrasi ke laut


yang lebih dalam untuk menghindari cahaya terang bulan,
biasanya kita mamanfaatkan kondisi terang bulan untuk
memperbaiki jaring di darat”

Dari hasil wawancara di atas dapat dianalisis bahwa ketika bulan

purnama hasil tangkapan ikan akan menurun karena ikan bermigrasi ke laut

yang lebih dalam untuk menghindari cahaya bulan purnama, oleh karena hal

tersebut nelayan tidak pergi ke laut untuk mencari ikan, nelayan lebih

memilih untuk memperbaiki jaringnya di darat.

Karena mayoritas nelayan Panimbang adalah nelayan tradisonal, salah

satu cara tradisonal dalam penangkapan ikan adalah penggunaan cahaya

untuk menarik perhatian ikan. Cahaya digunakan untuk menarik perhatian

ikan-ikan yang bersifat fototaksis positif dan akan direspon dengan

berkumpulnnya ikan pada suumber cahaya atau catchable area tertentu

kemudian ditangkap menggunakan jaring maupun alat pancing lainnya.

Penangkapan ikan dengan memanfaatkan cahaya sebagai alat bantu umumnya

disebut dengan light fishing. Persyaratan utama dalam penggunaan cahaya


122

lampu sebagai alat bantu penangkapan ikan (light fishing) adalah kondisi

lingkungan yang mendukung sehingga peran dan fungsi cahaya menjadi

efisien. Kondisi lingkungan yang baik adalah cahaya lampu yang digunakan

pada malam yang gelap. Fase bulan menjadi faktor yang menentukan gelap

dan terangnya bulan, light fishing hanya akan efektif dilaksanakan pada bulan

gelap, pada saat bulan terang maka penggunaan cahaya sebagai alat bantu

penangkapan menjadi sangat tidak efektif akibat ada cahaya lain yang turut

mempengaruhi behaviour dari ikan-ikan di perairan.

Dapat disimpulkan dari beberapa hasil wawancara dengan informan

penelitian bahwa kendala utama yang dihadapi oleh nelayan untuk melakukan

aktivitas menangkap ikan adalah kendala cuaca buruk dan bulan purnama.

Cuaca buruk adalah keadaan dimana kondisi laut sedang tidak bersahabat

dengan nelayan seperti gelombang ombak yang besar, hujan deras, dan badai

yang ada di tengah perairan laut hal ini membuat nelayan tidak berani untuk

melaut dikarenakan resiko besar yang di hadapi oleh nelayan yaitu resiko

kesalamatan yang terancam di hadapi oleh awak kapal ketika melakukan

aktivitas mencari ikan di tengah laut. Kemudian ketika bulan purnama

nelayan juga tidak bisa melakukan aktivitas penangkapan ikan karena nelayan

Panimbang masih menggunakan cara tradisonal dalam penangkapan ikan

yaitu dengan menggunakan bantuan cahaya lampu (light fishing), penggunaan

cahaya lampu dalam penangkapan ikan sangat bergantung pada fase bulan,

fase bulan gelaplah yang mendukung penggunaan bantuan cahaya lampu ini

sedangkan bila bulan pada fase terang bulan atau bulan purnama maka
123

penangkapan ikan menggunakan bantuan cahaya lampu sangat tidak efektif

dan efisien.

Kemudian peneliti mencari tahu kendala lain yang di hadapai oleh

Tempat Pelelangan Ikan dalam pemungutan retribusi selain karena cuaca

buruk dan bulan purnama yang mengakibatkan nelayan tidak bisa melakukan

aktivitas penangkapan ikan yang berpengaruh pada penerimaan retribusi

Tempat Pelelangan Ikan. Kemudian pertanyaan peneliti dijelaskan oleh

Manajer TPI Panimbang (I3-1) dalam wawancara penelitian;

“Masalah retribusi kita berbenturan dengan nelayan, bakul ikan,


dan juragan tidak menjual di TPI, mereka itu bikin tempat sendiri.
Masalahnya tadinya dibiarkan membeli dilaut, dibiarkan yang
penting masuk retribusi aja ternyata lama kelamaan jadi terus,
generasinya lama sudah tidak ada sedangkan generasi yang baru
tidak tau peraturan TPI itu seperti apa. Padahal Panimbang
potensinya besar saya dulu ketikamenjadi juru lelang
melelangkan ikan dari jam 9 malam sampai jam 9 pagi”.

Dari hasil wawancara di atas masalah yang dihadapi oleh Tempat

Pelelangan Ikan adalah karena tidak dijualnya hasil tangkapan ikan di Tempat

Pelelangan Ikan Panimbang, ikan hasil tangkapan nelayan dijual di tengah

laut dan dijual di Tempat Pelelangan Ikan yang dibangun oleh juragan

nelayan sehingga mengakibatkan penerimaan retribusi kepada Tempat

Pelelangan Ikan tidak ada. Hal ini terjadi karena ada pembiaran dari

pengelola Tempat Pelelangan Ikan yang sebelumnya. Kemudian ditambahkan

pernyataan lain oleh Kasir TPI Panimbang (I3-2);

“Keadaan disini seperti ini pelelangannya tidak hanya satu, ada


pelelangan bayangan juga. Kemudian retribusinya tidak sesuai
dengan yang ada di PERDA, juragan nelayannya tidak mau
membayar retribusi sesuai dengan yang di PERDA, alasanya
banyak macam-macam. Ada yang bilang perahu-perahu saya
124

yang modalin saya ngapain saya bayar retribusi, pernah kita


diskusi bersama dengan nelayan rapat disini membahas
kesepakatan retribusi hasil musyawarah itu sebenarnya 250 ribu
per trip, pada saaat itu kesepakatan pemberangkatan itu per trip 7
hari maksimal 10 hari, kemudian disitu ada tantangan untuk
pemerintah kalau ada lampu mercusuar mau si nelayan membayar
250 pertrip kalau tidak ada maka 150 ribu. Ya sampai sekarang
ini”

Dari hasil wawancara di atas disimpulkan bahwa kendala pencapaian

retribusi terjadi dikarenakan adanya pelelangan-pelelangan ikan bayangan

yang muncul di Panimbang, Tempat Pelelangan Ikan bayangan ini di bangun

oleh juragan nelayan yang memiliki modal besar, oleh karena adanya tempat

pelelangan bayangan inilah Tempat Pelelangan Ikan Panimbang menjadi sepi

dari kegiatan pelelangan ikan sehingga Tempat Pelelangan Ikan Panimbang

tidak mendapatkan retribusi dari kegiatan pelelangan ikan. kemudian

dilapangan ditemukan bahwa pernah terjadi kesepakatan antara Tempat

Pelelangan Ikan Panimbang dan jurgan nelayan terkait pebayaran retribusi.

Dari musyawarah pembayaran retribusi tersebut muncul hasil kesepakatan

yaitu; pembayaran retribusi sebesar 250 ribu per trip, pemberangkatan per trip

7 hari maksimal 10 hari, kemudian ada tatangan untuk pemerintah jika ada

lampu mercusuar nelayan membayar 250 pertrip kalau tidak ada maka 150

ribu. Hasil kesepakatan inilah yang mengakibatkan ketidaksesuaian

pembayaran retribusi dengan PERDA yang dalam peraturan Daerah

Kabupaten Pandeglang Nomor 11 tahun 2011 Tentang Retribusi Jasa Usaha,

Tempat Pelelangan Ikan dikenakan retribusi sebesar 4% (empat perseratus)

dari nilai transaksi lelang.


125

Kemudian peneliti menyakan kepada nelayan dan juragan nelayan

apakah membayar retribusi sesuai dengan peraturan yang berlaku? Dijelaskan

oleh Juragan Nelayan (I4-1);

“Sesuai kalau retibusi, bayar terus disini, 150 ribu sekali bongkar
ikan”

Dari hasil wawancara dengan informan penelitian di atas dapat di

ketahui bahwa nelayan membayar retribusi sebesar Rp. 150.000 per sekali

bongkar ikan, sedangkan menurut peraturan daerah yang berlaku mengenai

besarnya penarikan retribsusi Tempat Pelelangan Ikan adalah 4% (empat

perseratus) dari nilai transaksi lelang. Kemudian ditambahkan oleh Juragan

Nelayan (I4-2);

“Sesuailah pembayaran retibusi kan sudah ada kesepakatan, 150


ribu kalau lagi banyak ikan, kalau lagi sedikit mau bayar gimana
ikanya juga tidak ada, tidak dapat uang mau bayar pake apa”

Dari hasil wawancara di atas dapat diketahui bahwa pembayaran

retribusi yang dibayarkan oleh juragan nelayan pemilik Tempat Pelelangan

Ikan bayangan adalah Rp.150.000 hasil kesepakatan musyawarah

pembayaran retribusi antara juragan nelayan dengan pihak pelelangan ikan.

Ditambahkan oleh Juragan Nelayan (I4-3);

“Sesuailah pembayaran retibusi kan sudah ada kesepakatan, 150


ribu sesuai dengan kesepakatan dulu, kalau permintaan nelayan
dipenuhi seperti muara dikeruk sama ada lampu mercusuar lebih
dari 150 ribu juga saya bayar, inikan saya ada biaya tambahan
lagi kalau muaranya dangkal seperti ini, belum kalau malam tidak
ada lampu mercusuar takut kandas perahunya gelap soalnya”

Dari hasil wawancara dengan informan penelitian di atas dapat

diketahui pembayaran retribusi yang di bayarkan oleh nelayan adalah Rp.


126

150.000 per sekali bongkar ikan, nominal Rp. 150.000 tersebut muncul dari

hasil kesepakatan antara nelayan dengan pihak Tempat Pelelangan Ikan

akibat buruknya sarana dan prasarana laut yang menghubungkan muara

sungai tempat hilir mudik kapal nelayan dalam mencari ikan serta tidak

adanya mercusuar penanda daratan Panimbang.

Dari hasil wawancara penelitian dengan beberapa informan penelitian

di atas dapat disimpulkan bahwa Tempat Pelelangan Ikan yang ada di

Panimbang juga memebayar retribusi kepada pemerintah daerah yaitu sebesar

Rp. 150.000 per sekali bongkar ikan, Namun dalam Peraturan Daerah

Kabupaten Pandeglang No 11 tahun 2011 Tentang Retribusi Jasa Usaha pada

Paragraf 3 mengenai struktur dan besarnya tarif retribusi pelelangan

ditetapkan sebesar 4% (empat perseratus) dari nilai transaksi lelang. Dapat

disimpulkan oleh karena adanya Tempat Pelelangan Ikan illegal ini

mengaakibatkan pemerintah daerah Kabupaten Pandegalang mengalami

kebocoran dalam hal penerimaan retribusi.

Kemudian masalah lain yang dihadapi oleh Tempat Pelelangan Ikan

Panimbang dalam pelaksanaan pengelolaan Tempat Pelelangan Ikan

dijelaskan oleh Manajer TPI PAnimbang (I3-1);

“Lahan juga sempit terutama ketika ada bangunan pom dengan


tembok air untuk mengubah air laut agar bisa diminum langsung
tapi orang Panimbang tidak mau, dari pertama dibangun sampai
sekarang belum pernah berfungsi tembok itu, dulukan tidak ada
harusnya di perlebar agar perahu bisa menyandar 3 sampai 4,
sekarang malah jadi sempit”

Dari hasil wawancara di atas kendala lain yang dihadapi oleh Tempat

Pelelangan Ikan Panimbang dalam pengelolaan Tempat Pelelangan Ikan


127

adalah menyempitnya lahan Tempat Pelelangan Ikan Panimbang yang di

akbitkan oleh pembangunan stasiun pengisian bahan bakar nelayan dan

pembangunan tembok pengubah air laut menjadi air minum.

4.3.4 Controlling (pengawasan)

Controlling ialah suatu usaha untu meneiliti kegiatan-kegiatan yang

telah dan akan dilaksanakan. Pengendalian berorientasi pada objek yang

dituju dan merupakan alat untuk menyuruh orang-orang bekerja menuju

sasaran yang ingin dicapai (Terry, 2008:18). Controlling mencakup

kelanjutan tugas untuk melihat apakah kegiatan-kegiatan dilaksanakan sesuai

rencana. Pelaksanaan kegiatan di evaluasi dan penyimpangan-penyimpangan

yang tidak diinginkan diperbaiki supaya tujuan-tujuan dapat tercapai dengan

baik. Ada berbagai cara untuk mengadakan perbaikan, termasuk merubah

rencana dan bahkan tujuanya, mengatur kembali tugas-tugas dan wewenang,

tetapi seluruh perubahan dilakukan melalui manusianya. Orang yang

bertanggung jawab atas penyimpagan yang tidak diinginkan itu harus dicari

dan mengambil langkah-langkah perbaikan terhadap hal-hal yang ssudah atau

akan dilaksanakan (Terry, 2008:166).

Dalam manajemen pengelolaan Tempat Pelelangan Ikan Paimbang

perlu ada pengawasan yang berkesinambungan agar meminimalisir masalah-

masalah yang ada di Tempat Pelelangan Ikan juga agar Tempat Pelelangan

Ikan dapat beroprasi secara maksimal, ada beberapa cara yang dilakukan

untuk mengontrol Tempat Pelelangan Ikan Panimbang hal ini dijelaskan oleh
128

innforman penelitian. Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan (I1-1)

menjelaskan bahwa;

“Ada kunjungan kerja dari dinas kelautan, bapak suka keliling ke


TPI-TPI”

Dari hasil wawancara di atas dapat diketahui bahwa salah satu cara

mengontrol Tempat Pelelangan Ikan adalah dengan melakukan kunjungan

kerja secara mendadak ke Tempat Pelelangan Ikan yang dilakukan oleh

Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan secara langsung. Kemudian

ditambahkan Kemudian ditambahkan oleh Manajer TPI Panimbang (I3-1)

“Sering ada dari upt kesini mengontrol dari dinas juga suka ada
kesini”

Dari hasil wawancara di atas dapat diketahui cara mengontrol Tempat

Pelelangan Ikan adalah dengan melakukan kujungan kerja ke Tempat

Pelelangan Ikan. Kunjungan kerja dilakukan oleh Dinas Kelautan dan

Perikanan serta oleh UPT PPI/TPI Dinas Kelautan dan Perikakanan Labuan.

Selanjutnya ditambahkan oleh Kasir TPI Panimbang (I3-2);

“Ada dari dinas dan UPT kunjungan kesini, sebenarnya orang


dinas juga melihat kalau ada pelelangan bayangan. Pelelangan
bayangannya juga terlihat jelas disebelah pelelangan resmi karena
hanya berjarak tak lebih dari 100 meter”
Menurut hasil wawancara di atas dapat disimpulkan bahwa fungsi

kontrol yang dilakukan oleh Dinas Kelautan dan Perikanan dan UPT PPI/TPI

Dinas Kelautan dan Perikanan menggunakan cara kunjungan kerja, namun

dari wawancara di atas dapat disimpulkan bahwa kunjungan kerja yang

dilakukan tidak efektif karena kunjungan yang dilakukan tiidak memberikan

solusi terkait permasalahan-permasalahan yang muncul, seperti masalah


129

muculnya Tempat Pelelangan Ikan bayangan yang ada di Panimbang.

Pernyataan berbeda kemudian dikemukakan oleh Kepala UPT TPI/PPI

Labuan (I2-1);

“Untuk mengontrol TPI dari karcis lelang, karcis lelangkan ada


bonggolnya. Itu harus di hitung berapa habisnya, berapa yang
dilaporkan dari jumlah lelang dan jumlah raman, nanti karcis
lelang disamakan dengan raman jadi itu kontrolnya, jadi karcis
lelang ada tiga, satu untuk juragan, satu untuk bakul, satu untuk
TPI. Fungsi kontrolnya dari situ, kemudianbonggolnya harus
dilaporkan ke Pandeglang. Misalkan bulan ini habis berapa,
berapa buku, nanti disesuaikan dengan laporan bulanan ada
kesesuaian atau tidak”

Dari hasil wawancara di atas dapat diketahui bahwa cara mengontrol

Tempat Pelelangan Ikan adalah dengan menyesuaikan karcis lelang yang

sudah digunakan oleh Tempat Pelelangan Ikan. Karcis lelang yang sudah

dikeluarkan disesuaikan dengan hasil raman yang diperoleh dari hasil

pelelangan ikan, yang kemudian disetorkan kepada pemerintah daerah.

Dari hasil wawancara di atas dapat disimpulkan bahwa pengawasan

dilakukan langsung oleh Dinas Kelautan dan Perikanan dan UPT PPI/TPI

yang berkedudukan lebih tinggi dari Tempat Pelelangan Ikan Panimbang,

dinaslah yang melakukan pengawasan juga yang dapat memberikan sanksi,

sedangkan Tempat Pelelangan Ikan Panimbang hanya sebagai pelaksana

pengelolaan Tempat Pelelangan Ikan. Kemudian peneliti menanyakan berapa

kali kontrol dilakukan dalam satu tahun. Dijelaskan oleh Kepala Dinas

Kelautan dan Perikanan (I1-1);

“tidak pasti, bapak biasanya mendadak melakukan kontrolnnya,


dalam kunjungan kerja biasanya bapak melakukan kontrol, ada
juga saat rapat evaluasi bulanan di UPT kontrolnya”
130

Dari hasil wawancara di atas dapat di ketahui bahwa rentang waktu

dalam mengontrol Tempat Pelelangan Ikan tidak memiliki waktu yang pasti,

kontrol dilakukan setiap Kepala Dinas melakukan kunjungan kerja ke Tempat

Pelelangan Ikan, kemudian fungsi kontrol terhadapTempat Pelelangan Ikan

dilakukan juga saat rapat evaluasi yang diakukan di UPT PPI/TPI Labuan.

Kemudian ditambahkan oleh Kepala UPT PPI/TPI Labuan (I2-1);

“kontrol itu dilakukan setiap rapat yang dilakukan di sini (=UPT


PPI/TPI Labuan) setiap 1 (satu) bulan sekali, kadang kita
kunjungan kerja ke TPI mendadak juga”

Dari hasil wawancara di atas dapat di ketahui bahwa fungsi kontrol

yang dilakukan adalah setiap satu bulan sekali dilakukan setiap rapat di UPT

PPI/TPI Labuan, kemudian dilakukan secara mendadak setiap kunjungan

kerja yang dilakukan oleh UPT PPI/TPI Labuan, jadi fungsi kontrol

dilakukan dengan dua cara yaitu saat rapat dan saat kunjungan kerja.

Kemudian ditambahkan oleh Manajer TPI Panimbang (I3-1);

“kalau kontrol itu dilakukan saat rapat evaluasi satu bulan sekali,
disitu di bahas apa saja yang kurang apa saja kendalanya di TPI,
kadang-kadang ada kunjungan kerja dari UPT sama Bapak
Kepala Dinas juga, tapi tidak pasti kalau kunjungan kerja”

Dari hasil wawancara di atas dapat di ketahui bahwa kontrol yang

dilakukan kepada Tempat Pelelangan Ikan dilakukan satu bulan sekali yang

dilakukan dalam rapat bulanan yang dilaksanakan di UPT PPI/TPI Labuan,

kemudian ada kunjungan kerja yang dilakukan oleh Kepala Dinas Kelautan

dan Perikanan Kabupaten Pandeglang secara mendadak. Kemudian peneliti

menanyakan siapa yang melakukan fungsi kontrol, dijelaskan oleh Kepala

Dinas Kelautan dan Perikanan (I1-1);


131

“fungsi kontrol bapak lakukan sendiri, setelah menerima hasil


rapat evaluasi nanti bapak langsung kelapangan melihat langsung
laporan yang diberikan kepada bapak”

Dari hasil wawancara di atas dapat di ketahui bahwa yang melakukan

fungsi kontrol dalam manajemen pengelolaan Tempat Pelelangan Ikan adalah

Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan, kontrol yang dilakukan oleh Kepala

Dinas Kelautan dan Perikanan dilakukan setelah menerima laporan rapat

evaluasi bulanan yang telah dilakukan di UPT PPI/TPI Labuan. Kemudian

ditamahkan oleh Kepala UPT PPI/TPI Labuan (I2-1);

“Kalau kontrol itu dilakukan oleh kepala dinas langsung, saya


juga kadang-kadang ikut mengontrol TPI nanti saya laporkan ke
kepala dinas hasilnya”

Dari hasil wawancara di atas dapat diketahui bahwa fungsi kontrol yang

dilakukan untuk mengontrol Tempat Pelelangan Ikan dilakukan oleh Kepala

Dinas Kelautan dan Perikanan secara langsung namun tidak hanya Kepala

Dinas saja yang melakukan fungsi kontrol terhadap Tempat Pelelangan Ikan,

kepala UPT PPI/TPI juga ikut melaksanakan fungsi kontrol terhadap Tempat

Pelelangan Ikan, yang kemudian hasil dari kontrol yang dilakukan diserahkan

kepada kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Pandeglang.

kemudian pernyataan di atas ditambahkan oleh Manajer TPI Panimbang (I3-

1);

“Kalau kontrol untuk TPI Panimbang biasanya dilakukan oleh


bapak kepala dinas, kadang-kadang ada dari UPT kesini juga”

Dari hasil wawancara di atas dapat di ketahui bahwa fungsi kontrol

untuk Tempat Pelelangan Ikan Panimbang dilakukan oleh kepala Dinas

Kelautan dan Perikanan Kabupaten Pandeglang serta oleh Kepala UPT


132

PPI/TPI Labuan secara langsung maupun dilakukan saat rapat evaluasi

bulanan yang dilakukan di UPT PPI/TPI Dinas Kelautan dan Perikanan

Labuan.

Dalam penelitian ini sebelumnya telah membahas masalah yang muncul

adalah munculnya Tempat Pelelangan Ikan bayangan di wilayah Tempat

Pelelangan Ikan Panimbang.Tempat Pelelangan Ikan adalah tempat untuk

melancarkan semua kegiatan melelangkan ikan untuk meningkatkan taraf

kesejahteraan nelayan, menjaga kualitas ikan serta menghasilkan retribusi

kepada pemerintah daerah. Pada hakekatnya Tempat Pelelangan Ikan tidak

dapat dibangun oleh individu, Tempat Pelelangan Ikan hanya dapat dibangun

oleh pemerintah daerah, seperti dikemukakan oleh Kepla Dinas Kelautan dan

Perikanan (I1-1);

“Syarat didirikanya TPI adalah dibangun di tanah negara dan


dibangun oleh pemerintah. Selain itu, tidak ada izin untuk
mendirikan TPI apalagi di tanah milik pribadi”

Dari hasil wawancara di atas dapat disimpulkan bahwa TPI memang

tidak boleh didirikan oleh pribadi. Tempat Pelelangan Ikan harus dibangun

oleh pihak pemerintah setempat karena pada hakikatnya TPI dibangun untuk

membantu nelayan dalam menjaga kualitas ikan, mengontrol harga ikan serta

sebagai penghasil retribusi bagi pemerintah daerah setempat. Kemudian

peneliti menanyakan hal yang sama kepada Kepala UPT PPI/TPI Labuan (I2-

1) terkait perizinan pembangunan TPI;

“Tidak ada yang memberikan izin. Tidak boleh membangun tanpa


izin dari dinas. TPI seharusnya dibangun di tanah negara dan
dibangun oleh pemerintah”
133

Dari hasil wawancara di atas dapat disimpulkan bahwa TPI memang

tidak boleh didirikan oleh perusahaan swasta/pribadi tanpa adanya izin dari

pemerintah. Pembangunan TPI hanya dapat dilakukan oleh pemerintah

setempat di tanah milik negara dan di bangun oleh pemerintah. Kemudian

pertanyaan serupa juga peneliti tanyakan kepada pihak Tempat Pelelangan

Ikan, yang kemudian dijawab oleh Manajer TPI Panimbang (I3-1);

“Saya tidak mengetahui izin tersebut dari siapa. Dia membuat


tempat sendiri, membeli tanah di pinggir kali,lalu mendirikan
TPI”

Menurut hasil wawancara di atas dapat dilihat bahwa pihak Tempat

Pelelangan Ikan Panimbang tidak tahu terkait perizinan pembangunan

Tempat Pelelangan Ikan bayangan yang banyak muncul di wilayah

Panimbang. Kemudian ditambahkan oleh Kasir TPI Panimbang (I3-2);

“Mengenai izin saya kurang tahu, saya juga mau menanyakan


apakah ada izin untuk pelelangan bayangan itu ke dinas”

Dari hasil wawancara di atas dapat disimpulkan bahwa memang

Tempat Pelelangan Ikan Panimbang tidak tahu izin pendirianTempat

Pelelangan Ikan lain yang ada di Panimbang, karena hal itu pihak Tempat

Pelelangan Ikan akan berupaya menanyakan izin tersebut ke Dinas Kelautan

dan Perikanan.

Ketika berbicara fungsi kontrol Tempat Pelelangan Ikan Panimbang

harus berkoordinasi dengan UPT PPI/TPI Dinas Kelautan dan Perikanan

Labuan Serta Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Pandeglang agar ada

tindak lanjut untuk mendapat tindak lanjut terkait munculnya tempat

pelelangan bayangan yang ada di wilayah Tempat Pelelangan Ikan


134

Panimbang. Dalam hal ini penelitian mencoba menanyakan kepada Dinas

Kelautan dan Perikanan Kabupaten Pandeglang terkait pengendalian

munculnya Tempat Pelelangan Ikan bayangan, kemudian dijelaskan oleh

Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan (I1-1);

“Selama ini belum ada laporan yang masuk dari manajer ataupun
UPT”.

Dari hasil wawancara di atas pihak Dinas Kelautan dan Perikanan

Kabupaten Pandeglang mengutarakan bahwa selama ini pengendalian

munculnya Tempat Pelelangan Ikan bayangan belum dilakukan karena belum

ada pelaporan resmi dari Tempat Pelelangan Ikan Panimbang maupun dari

UPT PPI/TPI Labuan terkait munculnya Tempat Pelelangan Ikan bayangan

yang ada diwilayah Panimbang. Kemudian pertanyaan serupa peneliti

tanyakan kepada UPT PPI/TPI Labuan, yang kemudian dijelaskan oleh

Kepala UPT PPI/TPI Labuan (I2-1);

“Selama ini belum ada, laporannya belum ada dari manajer,


seharusnya manajer melaporkan ke Dinas”

Menurut hasil wawancara di atas dapat diketahui bahwa UPT PPI/TPI

Labuan belum melakukan pengendalian atau tindakan terkait munculnya

Tempat Pelelangan Ikan bayangan dikarenakan belum menerima laporan

adanyaTempat Pelelangan Ikan bayangan yang ada di panimbang, kemudian

menurut informan penelitian di atas pelaporan tekait munculnya Tempat

Pelelangan Ikan bayangan seharusnya dilaukan oleh manajer Tempat

Pelelangan Ikan Panimbang kepada Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten

Pandeglang. kemudian peneliti juga menanyakan hal serupa terkait


135

pengendalian adanya Tempat Pelelangan Ikan bayangan kepada Tempat

Pelelangan Ikan Panimbang, yang kemudian dijawab oleh Manjer TPI

Panimbang (I3-1);

“Belum ada, saya sudah sering memberi himbauan kalau bisa di


TPI semua, sudah saya ajak di TPI mau apa, maunya gimana
nelayan. Kalau saya yang menutup tempat pelelangan bayangan
bukan wewenang saya”
Menurut hasil wawancara penelitian pihak pelelangan ikan belum

melakukan upaya pengendalian terkait munculnya Tempat Pelelangan Ikan

bayangan, namun Tempat Pelelangan Ikan Panimbang sudah mengupayakan

memberi himbauan kepada Tempat Pelelangan Ikan bayangan agar

melakukan aktivitas pelelangan ikan di Tempat Pelelangan Ikan Panimbang.

Tempat Pelelangan Ikan Panimbang tidak bisa melakukan upaya penindakan

kepada Tempat Pelelangan Ikan bayangan karena bukan wewenang Tempat

Pelelangan Ikan Panimbang yang bisa melakukan penindakan maupun

pengendalian terkait munculnya Tempat Pelelangan Ikan bayangan, yang bisa

melakukan tindakan adalah Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten

Pandeglang. Kemudian peneliti menanyakan apakah Tempat Pelelangan Ikan

Panimbang berupaya melaporkan adanya Tempat Pelelangan Ikan bayangan

kepada Dinas Kelautan dan Perikanan maupun UPT PPI/TPI Labuan.

Kemudian di jelaskan oleh Manajer TPI Panimbang (I3-1);

”Sudah pernah saya laporkan, bahkan UPT pernah tahu, pernah


memeriksa. Pak UPT juga tahu ada TPIbayangan itu, dulu pak
UPT pernah jadi manajer disini juga”

Menurut hasil wawancara di atas bahwa pihak Tempat Pelelangan Ikan

Panimbang sudah berupaya melaporkan adanya Tempat Pelelangan Ikan


136

bayangan yang ada di Panimbang, menurut hasil wawancara di atas juga

dapat diketahui bahwa pihak UPT PPI/TPI Labuan mengetahui akan adanya

Tempat Pelelangan Ikan bayangan di Panimbang karena Kepala UPT PPI/TPI

Labuan pernah menjabat menjadi manajer di Tempat Pelelangan Ikan

Panimbang. Kemudian pernyataan di atas ditambahkan oleh Kasir TPI

Panimbang (I3-2);

“Sudah, hanya mungkin dengar tidak dengar saja. Sebenarnya


juga bukan tidak tahu, orang dinasnya juga tahu, mereka juga tahu
bahwa ada sandaran disitu. Kembali ke fungsi utama awalnya
dibangun pelelangan ikan bayangan itu, awalnya tempat packing,
tempat sandaran perahu, sama untuk bongkar es, tapi ada jual beli
ikan itukan namanya pelelangan ikan, berarti tempat pelelangan
ini tidak hanya satu saja”
Menurut hasil wawacara di atas dapat diketahui bahwa Tempat

Pelelangan Ikan Panimbang sudah berupaya memberikan laporan akan

adanya Tempat Pelelangan Ikan bayanagan, Pihak Dinas Kelautan dan

Perikanan Kabupaten Pandeglang juga mengetahui akan adanya Tempat

Pelelangan Ikan bayangan. Menurut informan penelitian awal munculnya

Tempat Pelelangan Ikan bayangan adalah berubah fungsinya tempat packing,

sandaran perahu dan bongkar es, kemudian ada aktivitas jual beli ikan yang

hingga sekarang dilakukan.

Kemudian peneliti menyakan apakah ada pengawasan yang dilakukan

oleh instansi lain yang seperti Satpol PP dan Ditpolair terkait munculnya

Tempat Pelelangan Ikan ilegal? Dijelaskan oleh Kasir TPI Panimbang (I3-2);

“Sementara ini tidak ada upaya pengawasan yang dilakukan oleh


instansi lain, karena fungsi pengawasan ada pada Dinas Kelautan
dan Perikanan”
137

Dari hasil wawancara diatas dapat diketahui bahwa tidak ada upaya

pengawasan yang dilakukan oleh instansi lain terkait munculnya Tempat

Pelelangan ilegal karna fungsi pengawasan Tempat Pelelangan Ikan ada di

Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Pandeglang. Kemudian peneliti

menanyakan kepada Satpol PP terkait upaya Pengawasan terkait munculnya

tempat pelelangan ilegal, kemudian dijelaskan oleh Satpol PP Panimbang (I6-

1);

“kalau Satpol PP kaitan langsungnya tidak ada dengan TPI,


namun jika ada perintah dari Dinas untuk melakukan tindakan
terhadap tempat Pelelangan illegal kita akan segera turun
kelapangan”

Dari hasil wawancara diatas dapat diketahui bahwa upaya penindakan

langsung oleh Satpol PP tidak ada, Satpol PP akan melakukan tindakan tegas

apabila ada perintah dari pihak Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten

Pandeglang. Kemudian pertanyaan serupa peneliti tanyakan kepada Ditpolair

Polres Pandeglang terkait munculnya tempat pelelangan ilegal, kemudian

dijelaskan oleh Ditpolair Polres Pandeglang (I6-2);

“polair tidak berkaitan langsung dengan penyelenggaraan


pelelangan ikan, polair berkaitanya dengan masyarakat pesisir
sebagai pelayan, pelindung, pengayom dan penegakan hukum
diwilayah perairan laut. Kalau memang diminta baru kita terjun
ke TPI”
Dari hasil wawancara diatas dapat diketahui bahwa polair polres

Pandeglang tidak berkaitan langsung dengan proses penyelenggaran tempat

pelelangan ikan, polair Polres Pandeglang berkaitanya dengan masyarakat

pesisir sebagai pelayan, pelindung, pengayom dan penegak hukum diwilayah

perairan laut.
138

Terkait masalah munculnya Tempat Pelelangan Ikan bayangan peneliti

mencoba melakukan wawancara kepada juragan nelayan Panimbang. Hal

pertama yang peneliti tanyakan adalah kenapa membangun tempat pelelangan

bayangan. Kemudian dijawab oleh Juragan Nelayan (I4-1);

“Biar mandiri, biar tidak campur sama nelayan yang lain kitakan
punya langganan, biar gampang aja jualnya”

Menurut hasil wawancara penelitian dengan juragan nelayan di atas

dapat disimpulkan alasan juragan nelayan membangun Tempat Pelelangan

Ikan adalah agar mandiri tidak campur dengan nelayan lainnya dalam hal

melelangkan ikan, kemudian agar memudahkan langganannya membeli ikan.

Kemudian pertanyaan serupa peneliti tanyakan kepada juragan nelayan

lainnya, kemudian dijawab oleh Juragan Nelayan (I4-2);

“Biar cepat saja dek, biar tidak rebutan dengan yang lain, sayakan
jaga kualitas ikan supaya bagus,kalau kelamaan nunggu ikannya
takut jelek kualitasnya”

Menurut hasil wawancara dengan juragan nelayan di atas dapat

dianalisis bahwa alasan juragan nelayan membangun Tempat Pelelangan Ikan

adalah untuk memepercepat proses pelelangan ikan supaya tidak berebutan

dengan nelayan lainnya, serta juragan nelayan pun beralasan untuk menjaga

kualitas ikan yang didapatnya. Pertanyaan serupa pun peneliti tanyakan

kepada juragan nelayan yang lain, yang kemudian dijawab oleh Juragan

Nelayan (I4-3);

“Enak kalau disini luas, perahunya bisa banyak yang bongkar


ikan sekaligus”
139

Menurut hasil wawancara dengan juragan nelayan di atas dapat di

ketahui bahwa alasan juragan nelayan membangun Tempat Pelelangan Ikan

adalah karena juragan di atas memiliki lahan yang lebih luas dibandingkan

dengan Tempat Pelelangan Ikan Panimbang yang resmi, karena alasan tempat

yang luas tersebut banyak perahu yang dapat melakukan aktivitas bongkar

ikan sekaligus.

Kemudian peneliti menayakan perizinan pembangunan Tempat

Pelelangan Ikan. Ketika ditanya apakah tempat pelelangan ini bayangan ini

memiliki izin Juragan Nelayan (I4-1) berkata;

“Ada, untuk menyandarkan perahu”

Menurut hasil wawancara di atas dapat dianalisis bahwa Tempat

Pelelangan Ikan yang dimiliki oleh juragan nelayan di atas hanya memliki

izin penyandaran untuk perahu, jadi dapat disimpulkan bahwa tempat

pelelangan yang dibangun oleh juragan nelayan tersebut adalah karena hanya

mengantongi izin untuk penyandaran perahu saja bukan izin untuk Tempat

Pelelangan Ikan. Kemudian pertanyaan serupa peneliti tanyakan kepada

Juragan Nelayan (I4-2);

“Izin yah, lupa saya dulu bikin izinnya”

Dari hasil wawancara di atas dapat dianalisis bahwa juragan nelayan

berdalih lupa ketika peneliti mencoba menanyakan perizinan Tempat

Pelelangan Ikan yang dimilikinya oleh karena itu peneliti menyimpulkan

bahwa Tempat Pelelangan Ikan yang dibangun oleh juragan nelayan di atas

adalah Tempat Pelelangan Ikanbayangan. Kemudian pertanyaan serupa


140

peneliti tanyakan kepada juragan nelayan yang lain, kemudian dijawab oleh

Juragan Nelayan (I4-3);

“Ada izin untuk membangun tempat packing dan depot es”

Menurut hasil wawancara dengan informan penelitian di atas dapat

disimpulkan bahwa Tempat Pelelangan Ikan yang dibangun oleh juragan

nelayan tersebut adalah karena Tempat Pelelangan Ikan tersebut tidak

memiliki izin untuk menjadi Tempat Pelelangan Ikan namun hanya izin untuk

tempat packing ikan dan depot es.

Selanjutnya peneliti menanyakan kenapa tidak menjual ikan di Tempat

Pelelangan Ikan Panimbang, dijelaskan oleh Juragan Nelayan (I4-1);

“Enak kalau disini tidak campur dengan langgan-langgan


orang,kalaulangganan itusudah memberi modal jadi perbekalan
apa segala macam untuk nelayan sudah diberikan, jadi
nelayannya jual ikan disini, cepat disini jualnya kalau di TPI
umum suka campur-campur ya pokoknya biar lebih enak, bisa
sambil masak disini, bisa solat disini,kalau di TPI umumkan kan
tidak bisa. Terus kalau pagikan rame banyak perahu yang datang
terus tempatnya sempit ada SPBN ada tembok jadi enakdisini
saja”

Dari hasil wawancara di atas dapat di ketahui bahwa alasan nelayan

tidak menjual ikan di Tempat Pelelangan Ikan yang resmi adalah karena jika

dilakukan di tempat pelelangan yang dibangun secara pribadi aktivitas

pelelangan ikan tidak bercampur dengan orang lain, secara umum juragan

nelayan yang ada di Panimbang sudah memiliki langganan sendiri dalam

menjual ikan hasil tangkapannya, langganan itu sendiri sudah menaruh modal

bagi nelayan untuk melakukan aktivitas penangkapan ikan agar ikan hasil

tangkapan nelayan tidak dijual kepada orang lain. Kemudian selain hal
141

tersebut nelayan beralasan tempat yang dimilikinya lebih luas dibandingkan

dengan Tempat Pelelangan Ikan yang resmi. Kemudian peneliti menanyakan

hal serupa kepada nelayan yang lain yang kemudian dijawab oleh Juragan

Nelayan (I4-2);

“Sempit kalau disana ada SPBN sama tembok, disitu tidak tahu
apa fungsinya, tidakbisa buru-buru suka rebutan dengan yang
lain, keamanannya juga kurang ya takutnya kan ada ribut-ribut
karena rebutan ingin duluan jual ikan, kalau disini aman. Langgan
juga sudah hapal jam bongkar ikannya jam berapa jadi gampang
jualnya cepat”

Dari hasil wawancara penelitian dengan juragan nelayan di atas dapat di

ketahui bahwa alasan tidak menjual ikan ditempat pelelangan resmi adalah

karena lahan Tempat Pelelangan Ikan Panimbang sempit karena ada

bangunan SPBN (Stasiun Pengisian Bahan Bakar Nelayan) dan tembok

pengubah air laut menjadi air minum, alasan lain yang melatarbelakangi tidak

dijualnya ikan di Tempat Pelelangan Ikan Panimbang adalah karena nelayan

ingin menjual ikannya secara cepat dan nelayan pun beralasan bahwa Tempat

Pelelangan Ikan Panimbang keamananannya kurang terjaga, nelayan takut

terjadi keributan karena berebutan dalam melakukan pelelangan ikan.

Kemudian pertanyaan serupa peneliti berikan kepada nelayan lain, yang

dijawab oleh Juragan Nelayan (I4-3);

“Enak disini cepat, perahu-perahu saya sendiri modal saya


sendiri, solar bekal apalah semua kan saya yang nanggung, narik
perahu segala pemerintahkan tidak mau memberikan biaya
tarikan perahu sedangkan perahu harus ditarik karena muaranya
dangkal tidak di keruk-keruk oleh pemerintah, kita minta lampu
mercusuar dari dulu sampe sekarang belum ada aja”
142

Dari hasil wawancara di atas dapat di analisis bahwa alasan nelayan

tidak mau menjual ikanya di Tempat Pelelangan Ikan Panimbang karena jika

dijual diTempat Pelelangan Ikan yang dibangun oleh sendiri aktivitas

pelelangan ikan akan lebih cepat dibandingkan dengan menjual ikan di

Tempat Pelelangan Ikan Panimbang, kemudian karena pemerintah tidak

menuruti apa yang diinginkan nelayan seperti pengerukan muara sungai dan

pembangunan mercusuar nelayan menjadi enggan untuk menjual ikannya di

Tempat Pelelangan Ikan Panimbang dengan beralasan semua biaya

operasional dan kapal penangkapan ikan adalah dengan modal sendiri.

Kemudian pertanyaan yang sama peneliti tanyakan kepada nelayan lain

Nelayan Panimbang (I5-1);

“Sempit, kalau ramai rebutan susah jadinya mau bongkar


ikannya”

Ditambahkan oleh Nelayan Panimbang (I5-4);

“Sempit, kemudian dangkal lautnya. Susah mendaratkan


perahunya”

Dari dua hasil wawancara penelitian di atas dapat disimpulkan bahwa

alasan nelayan tidak menjual ikannya di Tempat Pelelangan Ikan

Panimbangadalah karena Tempat Pelelangan Ikan Panimbang memiliki lahan

yang sempit dan perairan di sekitar Tempat Pelelangan Ikan juga dangkal.

Kemudian ditambahkan oleh Nelayan Panimbang (I5-2);

“Kan modal sama perahunya punya bos jadi jualnya sama bos”

Dari hasil wawancara di atas dapat dianalisis bahwa alasan nelayan

tidak menjual ikannya di Tempat Pelelangan Ikan Panimbang adalah karena


143

seluruh permodalan nelayan di beri oleh juragan nelayan sehingga membuat

nelayan tersebut menjual ikannya di Tempat Pelelangan Ikan yang dimiliki

oleh juragan nelayan tersebut, kemudian di tambahkan oleh Nelayan

Panimbang (I5-3);

“Modal melaut dikasih sama bos, jadi jualnya di lapaknya bos aja
biar gampang itung-itungan”

Menurut hasil wawancara di atas dapat dianalisis bahwa alasan nelayan

tidak menjual ikan di Tempat Pelelangan Ikan Panimbang karena nelayan di

berikan modal oleh juragan nelayan, dengan alasan agar mempermudah

hitung-hitungan modal dan keuntungan nelayan menjual ikannya di Tempat

Pelelangan Ikan bayangan milik juragan nelayan, selanjutnya ditambahkan

oleh Nelayan Panimbang (I5-5);

“Kapalnya punya bos, tidak bisa kalau jual di TPI umum nanti
dimarahin bos”

Dari hasil wawancara penelitian dengan informan di atas dapat

dianalisis karena kapal yang digunakan menangkap ikan milik juragan

nelayan, nelayan menjual ikannya ke Tempat Pelelangan Ikan bayangan milik

juragan nelayan tersebut agar nelayan tersebut tidak mendapat masalah

dengan juragan nelayannya tersebut. Kemudian ditambahkan oleh Nelayan

Panimbang (I5-6);

“Langganannya nanti tidak ada kalau di umum kan biasa di lelang


tempat bos, modal perahu segala macam kan punya bos susah
kalau jual TPI umum”

Dari hasil wawancara di atas dapat dianalisis bahwa alasan nelayan

tidak menjual ikannya di Tempat Pelelangan Ikan Panimbang adalah karena


144

permodal nelayan diberi oleh juragan nelayannya masing-masing sehingga

nelayan-nelayan tersebut menjual ikan hasil tangkapannya di Tempat

Pelelangan Ikanbayangan milik juragannya tersebut.

Kemudian ketika ditanya pernahkah mendapat pengarahan dari

pemerintah daerah. Kemudian dijawab oleh Jurgan Nelayan (I4-1);

“Kalau dari TPI sih dulu ada,kalau dari pemerintah tidak ada”

Menurut hasil wawancara penelitian di atas dapat dilihat bahwa jika

pengarahan dari pemerintah daerah terkait penjualan ikan di Tempat

Pelelangan Ikan resmi belum pernah dilakukan namun dari Tempat

Pelelangan Ikan Panimbang sendiri pernah ada upaya memberikan

pengarahan kepada nelayan agar menjual ikanya ke Tempat Pelelangan Ikan

Panimbang. Kemudian pendapat lain muncul dengan pertanyaan yang sama

yaitu; pernahkah mendapat pengarahan dari pemerintah daerah. Dijelaskan

oleh Juragan Nelayan (I4-2);

“Ada dulu itu musyawarah pembayaran retribusi”

Kemudian ditambahkan oleh Juragan Nelayan (I4-3);

“Tidak ada, dulu saja ketika musyawarah retribusi saja sampai


sekarang tidak ada lagi. Kalau ada apa-apa ya liat dari berita saja”

Menurut dua hasil wawancara penelitian dengan informan penelitian di

atas dapat dianalisis bahwa belum ada pengarahan khusus dari pemerintah

daerah kepada nelayan terkait pengarahan penjualan ikan harus dilakukan di

Tempat Pelelangan Ikan yang resmi (Tempat Pelelangan Ikan Panimbang),

pengarahan yang pernah dilakukan adalah musyawarah besaran pembayaran


145

retribusi kepada nelayan yang tidak menjual ikannya di Tempat Pelelangan

Ikan saja.

Kemudian ketika ditanya apakah Tempat Pelelangan Ikan Panimbang

layak sebagai Tempat Pelelangan Ikan, kemudian dijelaskan oleh Nelayan

Panimbang (I5-1) seperti di bawah;

“Layak cuma sempit tempatnya tidak bisa kalau buru-buru ingin


bongkar ikan”

Dari hasil wawancara penelitian di atas dapat di analisis bahwa Tempat

Pelelangan Ikan Panimbang layak dijadikan sebagai Tempat Pelelangan Ikan,

namun karena tempat pelelangan Panimbang memiliki lahan yang sempit

mengakibatkan aktivitas melelangkan ikan menjadi lamban, alasan inilah

yang mengakibatkan juragan nelayan yang memiliki modal besar membangun

Tempat Pelelangan Ikan sendiri. Kemudian ditambahkan oleh Nelayan

Panimbang (I5-3);

“Layak tapi sempit, paling perahu kecil, kalau perahu besar


masuk kasihan yang kecil tidak kebagian tempat”

Dari hasil wawancara di atas dapat di ketahu bahwa Tempat Pelelangan

Ikan Panimbang layak di gunakan sebagai Tempat Pelelangan Ikan, namun

karena luas Tempat Pelelangan Ikan yang sempit mengakibatkan tidak bisa

menyandarnya beberapa perahu besar, hal inilah yang mendorong munculnya

Tempat Pelelangan Ikan bayangan di Panimbang.

Dari hasil wawancara penelitian di atas dapat di ketahui bahwa Tempat

Pelelangan Ikan Panimbang layak menjadi Tempat Pelelangan Ikan namun

Tempat Pelelangan Ikan Panimbang memiliki kelemahan dari segi


146

luasTempat Pelelangan Ikan, Tempat Pelelangan Ikan Panimbang sebelum di

bangun stasiun pengisian bahan bakar nelayan memiliki lahan yang cukup

luas, oleh karena tempat yang sempit ini Tempat Pelelangan Ikan menjadi

sepi dari kegiatan pelelangan ikan. Pertanyaan yang sama peneliti berikan

kepada nelayan yang lain, namun muncul jawaban berbeda dari hasil

wawancara penelitian seperti dibawah yang dikemukakan oleh Nelayan

Panimbang (I5-2);

“Layak, hanya bos tidak mau menjual ikan disitu takut


langganannya tidak mau, bos sudah punya tempat sendiri”

Dari hasil wawancara di atas dapat di ketahui bahawa Tempat

Pelelangan Ikan Panimbang layak sebagai Tempat Pelelangan Ikan, namun

karena di Panimbang Tempat Pelelangan Ikan tidak hanya ada satu

mengakibatkan sebagian besar kegiatan pelelangan ikan berpindah, seperti

penyataan di atas dapat diketahui karena juragan nelayan memiliki tempat

pelelangan sendiri dengan alasan takut kehilangan pelanggan makan kegiatan

lelang ikan tidak dilakukan di Tempat Pelelangan Ikan Panimbang. Kemudian

ditambahkan oleh Nelayan Panimbang (I5-5);

“Layak-layak aja tapi tidak ada langganannya kalau di TPI


Panimbang”

Dari hasil wawancara di atas dapat di ketahui bahwa Tempat

Pelelangan Ikan Panimbang layak digunakan sebagai Tempat Pelelangan

Ikan, namun karena takut kehilangan pelanggannya maka nelayan tidak

melelangkan hasil tangkapannya di Tempat Pelelangan Ikan

Panimbang.Kemudian ditambahkan oleh Nelayan Panimbang (I5-6);


147

“Layak hanya bos punya lelang sendiri, langganannya juga ada di


tempat bos di tempat pelelangan umum tidak ada langganannya”

Menurut hasil wawancara penelitian di atas dapat disimpulkan bahwa

Tempat Pelelangan Ikan Panimbang layak dijadikan sebagai Tempat

Pelelangan Ikan, namun dikarenakan di Panimbang Tempat Pelelangan Ikan

tidak hanya ada satu ada juga tempat pelelangan nelayan lebih memilih

menjual ikan hasil tangkapannya di tempat juragan nelayan tempat nelayan

tersebut bekerja dengan alasan langgan ikan nelayan tersebut ada di Tempat

Pelelangan Ikan yang dimiliki oleh juragan nelayan tersebut.

Selanjutnya yang terakhir adalah penerapan sanksi, dalam penelitian ini

peneliti ingin mencari tahu sejauh mana penerapan sanksi dilakukan oleh

Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Pandeglang. peneliti mencoba

mewawancara juragan nelayan terkait sanksi. Peneliti menanyakan kepada

pemilik tempat pelelangan pernahkah mendapat teguran atau sanksi. Dari

pemerintah daerah terkait pembangunan TPI, dijawab oleh Juragan Nelayan

(I4-1);

“Tidak ada sih, sampai sekarang belum ada dari Dinas datang
kesini”

Dari hasil wawancara di atas dapat di ketahui bahwa upaya teguran atau

penerapan sanksi terkait munculnya Tempat Pelelangan Ikan bayangan belum

diupayakan oleh Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Pandeglang,

Tempat Pelelangan Ikanbayangan masih ada di wilayah Panimbang.

Kemudian ditambahkan oleh Juragan Nelayan (I4-2);

“Tidak ada belum pernah ada teguran dari pemerintah”


148

Dari hasil wawancara di atas dapat di ketahui bahwa upaya pemberian

teguran dan sanksi kepada tempat pelelangan bayangan belum pernah

dilakukan oleh Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Pandeglang,

sehingga sampai saat ini Tempat Pelelangan Ikan bayangan masih bisa

dijumpai di wilayah Panimbang. Ditambahkan oleh Juragan Nelayan (I4-3);

“Belum pernah ada, aman-aman saja”

Dari hasil wawancara penelitian di atas dapat dianalisis bahwa belum

pernah ada teguran atau sanksi yang diberikan oleh pemerintah daerah

ataupun dai Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Pandeglang kepada

tempat pelelangan bayangan yang ada di Panimbang yang dalam hal ini

merugikan pemerintah daerah dalam hal retribusi karena diselenggarakannya

pelelangan ikan di tempat yang tidak resmi ini pemerintah mengalami

kebocoran dalam pendapatan retribusi pelelangan ikan karena tidak sesuainya

besaran pembayaran retribusi Tempat Pelelangan Ikan.

Selanjutnya peneliti menanyakan kepada Dinas Kelautan dan Perikanan

Kabupaten Pandeglang terkait pemeberian sanksi kepada tempat pelelangan

bayangan atau tempat pelelangan ilegal, kemudian dijawab oleh Kepala Dinas